2.4 Semen Tahan Api
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur CaO,
silikat SiO
2
, alumunia Al
2
O
3
, ferro oksida Fe
2
O
3
, magnesit MgO, serta oksida lain dalam jumlah kecil. Bahan pengikat berfungi untuk mengikat batu bata
tahan api, serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga dapat
menambah ketahanan bahan tahan api terhadap suhu tinggi Mikell P.Groover,
2000.
Refraktori semen tahan api, seperti batu bata tahan api, semen tahan api silica dan refraktori tanah liat alumunium dengan kandungan silika SiO2 yang
bervariasi sampai mencapai 78 dan kandungan Al
2
O
3
sampai mencapai 44. Tabel 2.1 memperlihatkan bahwa titik leleh PCE batu bata tahan api berkurang
dengan meningkatnya bahan pencemar dan menurunkan Al
2
O
3
. Bahan ini seringkali digunakan dalam tungku, kiln dan kompor sebab bahan tersebut
tersedia banyak dan relatif tidak mahal Abrianto Akuan, 2009.
2.4.1 Hidarsi Semen
Proses hidarsi pada semen Portland sangat kompleks, tidak semua reaksi diketahui secara terperinci. Rumus proses kimia perkiraan untuk reaksi hidrasi
dari unsur C
2
S dan C
3
S ditulis Yuni Nurfiana, 20101: 2 C
3
S + 6 H
2
O → C
3
S
2
H
3
+ 3 Ca OH
2
Universitas Sumatera Utara
2 C
2
S + 4 H
2
O → C
3
S
2
H
3
+ Ca OH
2
Hasil utama dari proses diatas adalah C
3
S
2
H
3
yang disebut “Tobermorite”. Panas juga keluar selama proses berlangsung panas hidrasi. Kekuatan semen
yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan sewaktu proses
hidrasi berkisar 35 dari berat semen, penambahan jumlah air akan mengurangi setelah mengeras. Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih
jauh sehingga hasilnya kurang kuat dan berongga Yuni Nurfiana, 2010.
2.4.2 Kehalusan Butir Semen
Reaksi antara semen dan air dimulai dimulai dari permukaan butir-butir semen, sehingga makin luas permukaan butir-butir semen makin cepat proses
hidrasinya. Hal ini berarti butir-butir semen yang halus akan menjadi kuat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih cepat daripada buti-butir semen yang
besar. Secara umum butir semen yang halus meningkatkan kohesi konstruksi dan ”bleeding”. Sehingga menurut aturan minimal 78 berat semen harus dapat lewat
ayakan nomor 200 lubang 1200 inchi. Sehingga dalam pemilihan semen harus memperhatikan kehlusan dai butir semen Karen mempengaruhi kekuatan
konstruksi yang akan dirancang Yuni Nurfiana, 2010.
2.5 Kekuatan dan Daya Konstruksi Kekuatan dan daya tahan sangat ditentukan oleh Saptono Rahmat, 2008:
1.
Pemadatan.
Pemadatan ini betujuan untuk menghilangkan udara yang ada di dalam beton. Tentu saja pemadatan ini dilakukan ketika beton masih
cair. 2.
Pemeliharaan Curing.
Curing adalah “membasahi” beton yang sudah setting keras untuk beberapa waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi penguapan air yang berlebihan, sehingga air yang ada di dalam campuran beton dapat bereaksi secara optimal. Semakin lama
proses curing, semakin tinggi daya tahan beton yang dihasilkan. 3.
Cuaca.
Cuaca yang agak hangat dapat membuat beton mencapai kekuatan yang tinggi dalam waktu yang tidak lama.
4.
Tipe Semen.
Tipe semen yang berbeda juga berpengaruh terhadap kekuatan dan daya tahan beton.
Rasio air terhadap semen, biasa disebut wc ratio.
Kebanyakan air atau kekuarangan semen dapat mengakibatkan beton menjadi tidak kuat dan tentu saja
tidak tahan lama. Wc ratio adalah perbandingan berat air terhadap berat semen. Karena berat 1 liter air sama dengan 1 kilogram, maka orang lebih banyak
menggunakan perbandingan volume air dalam liter terhadap berat semen dalam kilogram Azan Urfauzi, 2009.
Kelebihan konstruksi pada dapur crucible Bambang Suharno, 2008, yaitu:
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
2. Mampu memikul beban yang berat
3. Tahan terhadap temperature yang tinggi
4. Biaya pemeliharan yang kecil
Kekurangan konstruksi dapur crucible Bambang Suharno, 2008, yaitu: 1.
Bentuk yang telah dibuat susah diubah 2.
Pelaksanaan pengerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi 3.
Daya pantul suara yang besar 4.
Memilik berat yang besar.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan dan perbaikan struktur konstruksi dapur crucible Bambang Suharno, 2008, yaitu:
1. Perawantan
Perawatan dan pemberian lapisan pelindung agar gangguan dari luar dapat diperkecil. Perlindungan ini dapat berupa pengecatan coating
pemlesteran, pemberian lapisan penutup karet atau baja. 2.
Perbaikan perbaikan dapat berupa pengasaran lapisan permukaan, penghancuran
bagian yang rusak dan menggantinya dengan konstruksi yang baru demolition, kemudian pemberian lapisan kepada permukaan yang
diperbaiki coating.
2.6 Pengkajian Tungku