Perancangan Ulang Dan Pembuatan Cawan Lebur Pada Dapur Crucible Untuk Peleburan Alumunium/Paduan Dengan Kapasitas 30 Kg /Peleburan

(1)

PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN CAWAN

LEBUR PADA DAPUR CRUCIBLE UNTUK

PELEBURAN ALUMUNIUM/PADUAN

DENGAN KAPASITAS 30 KG/

PELEBURAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FACHRUR ROZY NASUTION NIM. 080401131

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkah,rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan perkuliahan di “ Universitas Sumatera Utara” ( USU ) khususnya di Departemen Teknik Mesin dan disajikan dalam forum seminar dan sidang sarjana.

Pada tugas sarjana ini penulis memilih tugas dengan mata kuliah PENGECORAN LOGAM dengan spesifikasi tugas PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN CAWAN LEBUR PADA DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMUNIUM/PADUAN DENGAN KAPASITAS 30 KG /PELEBURAN

Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan semaksimal mungkin dalam penyajian dan pembahasan demi terwujudnya tugas sarjana ini.

Dengan besar hati dan dari hati yang paling dalam pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Allah Swt yang mana banyak memberikan kemudahan kepada saya dan Papa Achmad Fauzi nst dan Mama Chairani hrp yang saya cintai dimana telah memberikan segalanya bagi penulis.

2. Bapak Prof.Dr.Ir Armansyah Ginting,M.Eng selaku dosen pembimbing saya, dimana beliau memberikan banyak ilmu serta waktuya kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat hadir di hadapan kita semua.

3. Bapak Ir.Syahrul Abda,Msc dan Ibu Ir.Raskita S Meliala selaku dosen penguji 1 dan 2

4. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir.Tugiman MT selaku koordinator Tugas Akhir di Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Departeman Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, serta staf – staf pegawai dilingkungan Departeman Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

7. Kakak dan Abang tercinta yang telah banyak memberi bantuan moril maupun materil serta motivasi dan doa sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai.

8. Dan yang saya cintai Yona elisa BB, dimana selalu memberi motivasi yang tak henti-hentinya sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai.

9. Teman – teman. Seperjuanggan dalam mengerjakan skripsi dan kerja peraktek,yoki,alvan,ricki,jaja,muklis,iwan, saya ucapkan banyak terima kasi,

10. Segenap teman – teman Mahasiswa Departemen Teknik Mesin angkatan 2005 (Mahasiswa Transfer D4) yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(10)

Penulis mengharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, penulis sadar Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, walaupun penulis sudah semaksimal mungkin untuk mendekati sempurna. Apabila ada kesalahan semata – mata kekhilafan penulis, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Akhir kata penulis ucapkan Wabillahitaufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Wr,Wb.

Medan, Desember 2010 Penulis

FACHRUR ROZY NST (080401131)


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan ... 4

2.2 Klasifikasi Tungku ... 5

2.2.1. Dapur Cruciber ... 6

2.2.2. Tungku Kupola ... 8

2.2.3. Tungku Busur Listrik ... 9

2.2.4. Tungku Induksi... 10

2.2.5. Tungku Converter ... 11

2.2.6. Tungku Thomas dan Beshemer ... 13

2.3 batu silika ... 14

2.4 pengajian tugku ... 15

2.5 Sifat-Sifat Logam Cair... 16

2.5.1. Perbedaan antara logam cair dan air ... 16

2.5.2. Kekentalan logam cair ... 17

2.6 Pembekuan Logam ... 17

2.6.1 Pembekuan Logam murni ... 17

2.6.2 Pembekuan paduan ... 17

2.6.3 Pembekuan coran... 18

2.7 Logam Bukan Besi ... 18

2.7.1 Tembaga dan Paduannya ... 19

2.7.2 Seng dan Paduannya ... 21

2.7.3 Magnesium dan paduannya ... 21

2.8 Alumunium dan paduannya ... 22

2.8.1 sejarah almunium ... 22

2.8.2 Struktur Sifat Al ... 23

2.8.3 Sistem Penomoran Al ... 24

2.8.4 Panduan Al yang Utama ... 26

2.8.5 Panduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg... 27

2.8.6 Panduan Al-Si... 28

2.8.7 Panduan Al-Mg-Si ... 30

2.8.8 Panduan Al-Mg-Zn ... 31

2.9. Dapur Crucible Pada Departemen Teknik Mesin USU ... 31

2.9.1 Data Dapur Peleburan Sebelum Dirancang Ulang ... 33


(12)

2.9.3Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang

Ulang ... 34

BAB III. PERENCANAAN DAN PEMBUATAN CAWAN CRUCIBEL 3.1 Dapur Pelebur ... 36

3.2 Cawan Lebur ... 37

3.3 Kapsitas Cawan Lebur ... 38

3.4 Pembuatan cawan ... 40

3.4 Penumpu Cawan Lebur ... 40

BAB IV. KEBUTUHAN KALOR 4.1 Perhitungan Kebutuhan Kalor ... 42

4.2 Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1) ... 44

4.3 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2) ... 45

4.4 Panas Yang Diserap Cawan Lebur (Q3) ... 45

4.5 Kalor yang Diserap Plat penutup atas (Q4) ... 46

4.6 Kalor Total Yang Terserap (Qtot) ... 47

4.7 Hasil Analisa ... 48

BAB V. PROSES PENGOPERASIAN 5.1 Proses pengoprasian ... 50

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dapur Kedudukan Tetap ... 6

Gambar 2.2. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2 ... 8

Gambar 2.3. Skematis dari tungku kupola ... 9

Gambar 2.4 Electric furnace indirect system ... 9

Gambar 2.5 Electric furnace direct system ... 10

Gambar. 2.6 Tungku induksi listrik ... 11

Gambar 2.7 Tungku Converter Bessemer ... 11

Gambar 2.8 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi ... 12

Gambar 2.9 LD Top Blown Converter ... 13

Gambar 2.10 Keadaan dapur di lab foundy ... 32

Gambar 2.11 dimensi dapur yang di survey... 34

Gambar 3.1.Konstruksi Dapur Crucibel ... 36

Gambar 3.2.Bentuk dan ukuran cawan lebur ... 39

Gambar 3.3 Penumpu Cawan Lebur ... 41

Gambar 4.1 Suhu dan laju aliran panas yang terjadi didapur selama proses Peleburan ... 43

Gambar 4.2 Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi ... 46

Gambar 5.1 Pemanasan awal pada burner ... 50

Gambar 5.2 Proses pemanasan awal cawan crucible... 51

Gambar 5.3 Proses pengoprasian ... 51

Gambar 5.4 Proses pengambilan terak ... 52

Gambar 5.5 Alumunium sudah mulai mencair ... 52


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat-Sifat Batu Tahan Api ... .... 14

Tabel 2.2 Berat jenis beberapa jenis logam ... 19

Tabel 2.3 Alumunium index asosiasi... 24

Tabel 2.4. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg ... ...28

Tabel 2.5 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si ... ...29

Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si ... ...30

Tabel 2.7 Data Kalor Terserap Sebelum Dirancang Ulang...32

Tabel 2.8 Data Kalor Terbuang Sebelum Di Rancang Ulang ... 33

Tabel 2.9 waktu peleburan sebelum di rancang ulang ... 33

Tabel 2.10 Data peleburan hasl survey ... 34

Tabel 2.11 Hasil Perbandingan Dapur Sebelum Dirancang dan survey ... 35

Tabel 4.1 Data kalor yang diserap setelah di rancang ulang ... 48

Tabel 4.2 Data Kalor Yang Terbuang Setelah Dirancang Ulang ... 48

Tabel 4.3 Data Waktu Dan Bahan Bakar Setelah Dirancang Ulang ... 48

Tabel 4.4 Hasil Perbandingan Dapur Sebelum dan Setelah Dirancang ... 49

Tabel 4.5 Hasil Perbandingan Dapur survey dan Setelah Dirancang ... 49


(15)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

Cp1 Panas jenis alumunium padat kJ/kg.0K Cp2 Panas jenis alumunium cair kJ/kg.0K Cp3 Panas jenis batu tahan api kJ/kg.0K Cp4 Panas jenis plat dinding luar kJ/kg.0K

Cp5 Panas jenis cawan lebur kJ/kg.0K

Ddb Diameter dalam dapur m

Did Diameter luar dapur m

h0 Diameter plat luar m

HHV Koefisien perpindahan panas konvekso W/m.0C Kb Kondukt ivitas thermal batu tahan api kJ/jg Kb Konduktivitas thermal dinding plat W/m.0C

L Tinggi ruang bakar W/m.0C

mb Massa batu tahan api m

mbb Massa bahan bakar kg

mpl Massa plat dinding luar kg

mcl Massa cawan lebur kg

mal Massa alumunium yang akan dilebur kg

Nu Bilangan nusselt -

Pr Bilangan prandalt -

q1 Kalor yang terbuang sari dinding dapur kJ/jam q2 Kalor yang terbuang dari cawan pelebur kJ/jam Q1 Kalor yang diserap untuk melebur alumunium kJ Q2 Kalor yang diserap batu tahan api kJ Q3 Kalor yang diserap dinding plat luar kJ Q4 Kalor yang diserap cawan lebur kJ

Qtl Kalor total yang diserap kJ

Qt2 Kalor yang terbuang selama proses kJ

r3 Jari-jari dalam dapur m

r4 Jari-jari luar dapur m

r5 Jari-jari luar dinding m

Re Bilangan reynold -

tb Tinggi batu tahan api yang menerima panas m tp Tinggi plat yang mengalami perubahan suhu m

tf Suhu film 0K

Ta Temperatur ruang bakar 0K

T1 Temperatur suhu lingkungan 0K

Uo Koefisien perpindahan panas total W/m2.0

V Viskositas kinematika Cst

Xp Ketebalan plat dinding m


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengecoran adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau dipecah-pecah untuk dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian mesin dengan bentuk yang kompleks.

Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses pengecoran, yaitu :

1. Adanya aliran logam cair kedalam rongga cetak

2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan

3. Pengaruh material cetakan.

4. Pembekuan logam dari kondisi cair

Peningkatan kualitas produk pengecoran harus dilakukan agar hasil produksi benda-benda coran dalam negeri dapat bersaing dengan buatan luar negeri, sehingga negeri ini masih memerlukan banyak pembinaan serta usaha untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Dengan adanya pembinaan serta usaha meningkatkan produksi pengecoran, kedepannya akan lahir ahli-ahli ilmu pengecoran.

Salah satu alat utama dalam pengecoran ini adalah Dapur Crucible. Dapur Crucible ini sendiri membutuhkan konstruksi dapur yang baik untuk dapat beroperasi atau melebur logam yang akan dicor


(17)

1.2 Tujuan

Tujuan dari perencanaan ini adalah merancang ulang dan membuat cawan crucibel dengan kapasitas 30Kg/peleburan.

1.3 Batasan Masalah

Berhubung dengan luasnya persoalan dalam masalah pengecoran, maka akan dibatasi ruang lingkup tugas sarjana ini, yaitu tentang perancangan ulang dan pembuatan cawan crucibel dengan kapasitas 30Kg/peleburan.

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan perencanaan alat pemanas atau burner ini digunakan tiga dasar metode penulisan, yaitu:

1. Survey Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada Laboratorium Foundry yang menggunakan dapur Crucible untuk memperoleh data-data serta membandingkan dengan dapur Crucible yang ada dan telah beroperasi untuk melebur logam.

2. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan yang berhubungan dengan hal yang dibahas.

3. Diskusi

Berupa tanya jawab dan arahan dari dosen pembimbing dengan mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.


(18)

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam tugas sarjana ini adalah: 1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, tujuan perencanaan,

batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

2. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisika tantang teori-teori yang mendasari perencanaan alat konstruksi dapur peleburan aluminium.

3. BAB III : Perencanaan dan pembuatan cawan crucible dengan kapasitas 30 Kg/peleburan

4. BAB IV : Analisa kebutuhan kalor dan Proses pengoprasian

5. BAB V : Kesimpulan dan saran, berisikan hasil dari perancangan ulang dan pembuatan cawan crucible dengan kapasitas 30Kg/peleburanserta saran yang anjurkan oleh penulis.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan logam cair pasti akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku pelebur di mana material bahan baku dan jenis tungku yang akan digunakan harus disesuaikan dengan material yang akan dilebur. Jenis tungku pelebur ada berbagai macam, antara lain diklasifikasikan dari jenis energinya atau kapasitasnya.

Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan logam harus sesuai dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium dan paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan tungku peleburan jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan tungku induksi frekwensi rendah atau kupola. Tungku induksi frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk melebur baja dan material tahan temperatur tinggi (heat-resisting alloys).

Sebelum dituangkan ke dalam cetakan, cairan logam diberikan perlakuan cairan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat logam yang akan dihasilkan. Proses laku cair dapat dilaksanakan didalam tungku peleburan, ladle, tergantung pada jenis laku cair yang akan diberikan seperti: inokulasi, desulfurisasi, penambahan unsur paduan, dan Mg-treatment (khusus untuk pembuatan besi cor nodular).

Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam antara lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung, tungku krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi besi cor tungku yang paling banyak digunakan industri pengecoran adalah


(20)

krusibel dan tungku induksi, Berikut ini uraian tentang tungku peleburan. Pada unit ini memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek perancangan dan operasinya (Abrianto Akuan, 2009).

2.2 Klasifikasi Tungku

Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam pada proses pengecoran (casting) atau untuk memanaskan bahan dalam proses perlakuan panas (heat Treatmet).maka jenis bahan bakar yang dipilih menjadi penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan bakar. Bahan bakar padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku. Untuk alasan ini, maka (Abrianto Akuan, 2009).:

1. Hampir seluruh tungku menggunakan bahan bakar cair, bahan bakar gas atau listrik sebagai masukan energinya.

2. Tungku induksi dan busur/arc menggunakan listrik untuk mencairkan baja dan besi tuang.

3. Tungku pelelehan untuk bahan baku bukan besi menggunakan bahan bakar minyak.

4. Tungku yang dibakar dengan minyak bakar hampir seluruhnya menggunakan bahan bakar keoresin, terutama untuk pemanasan kembali dan perlakuan panas bahan.

Idealnya tungku harus memanaskan bahan sebanyak mungkin sampai mencapai suhu yang optimal. Kunci dari operasi tungku yang efisien terletak pada pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang minimum. Tungku beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %) dibandingkan dengan peralatan pembakaran lainnya seperti boiler (dengan


(21)

efisiensi lebih dari 90 %). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi didalam tungku (Abrianto Akuan, 2009).

2.2.1 Dapur Crucible

Dapur Crucible adalah dapur yang paling tua yang digunakan dalam peleburan logam. Dapur ini mempunyai konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang menggunakan kedudukan tetap dimana penmgambilan logam cair dengan memakai gayung. Dapur ini sangat fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang skala kecil dan sedang. Bahan bakar dapur Crucible ini adalah minyak karena akan mudah mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan sehingga pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas dengan kedudukan tetap dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.1 Dapur kedudukan tetap

Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang agak rendah dan logam cair akan melebur. Pada bagian bawah tanur dipasang 4 buah ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang memungkinkan untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak atau logam cair. Burner diletakkan pada kedua sisi tanur dan dioperasikan secara periodik untuk mendapatkan panas yang merata. Bahan bakar yang digunakan adalah gas atau


(22)

minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya dipanaskan mula dengan melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi depannya. Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja (Abrianto Akuan, 2009).

Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka. Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan keluar dari ujung yang lain. Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka tutup tanur dan menuangkannya dari atas (Abrianto Akuan, 2009).

Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi. Biaya operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola . Sering juga tanur ini dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk diatur komposisinya.

Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah maupun yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk Crucible yang dapat dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja perkakas, baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi.

Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan yang menimbulkan panas sehingga memanasi crucible dan mencairkan logam di dalam Crucible. Bentuk dari tanur induksi listrik dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini (Abrianto Akuan, 2009)..


(23)

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.2. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2.

2.2.2 Tungku Kupola

Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang memiliki kapasitas besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain besi, kokas, flux atau batu kapur, dan elemen paduan yang memungkinkan. Tungku ini memiliki sumber energi panas dari kokas dan minyak yang diberikan untuk meningkatkan temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini akan ditapping secara periodik untuk mengeluarkan besi cor yang telah mencair(Abrianto Akuan, 2009).


(24)

Sumber:Mikell P Grover 2009

Gambar 2.3. Skematis dari tungku kupola

2.2.3 Tungku Busur Listrik

Peleburan logam menggunakan tungku ini dilakukan dengan menggunakan energi yang berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan logam. Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk proses pengecoran baja.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.4 Electric furnace indirect system

Sumber:Abrianto Akuan, 2009


(25)

2.2.4 Tungku Induksi

Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai sumber energi panasnya, arus listrik bolak-balik (alternating current) yang melewati kumparan akan menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi (charging material) didalamnya. Medan magnet ini juga akan melakukan mixing pada logam cair akibat adanya gaya magnet antara koil dan logam cair yang akan menimbulkan efek pengadukan (stiring effect) untuk menghomogenkan komposisi pada logam cair . (Abrianto Akuan, 2009).

Logam cair didalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai lining tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair didalamnya. Pada gambar dibawah ini ditunjukan beberapa komponen utama dari suatu tungku induksi.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar. 2.6 Tungku induksi listrik

Setelah logam pengisi telah mengalami pencairan maka tungku induksi ini telah dilengkapi dengan suatu pengendali untuk melakukan penuangan (titling) kedalam suatu ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang dibawa oleh dua operator ke cetakan. (Abrianto Akuan, 2009).


(26)

2.2.5 Tungku Converter

Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan terhadap temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk sedemikian rupa agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara horizontal dengan posisi mulut berada disamping atau diatas bahkan dibawah. Posisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon dioksida dan penuangan hasil pemurnian (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.7 Tungku Converter Bessemer

Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi mentah ke dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian converter diubah posisinya pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter ke dalam besi mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa dengan oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur lainnya.

Dengan tekanan udara sedemikian itu unsur-unsur tersebut akan terbawa keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses ini besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 % diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite (Fe), selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah tertentu, coverter ini berkapasitas antara 25 ton sampai 60 ton.


(27)

Pada dasarnya berbagai metoda dalam proses pembuatan baja ini ialah proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur yang merugikan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam proses pembuatan baja dengan menggunakan sistem converter ini ialah salah satu proses pemurnian atau pemisahan besi dengan menggunakan bejana sebagai alat pemanasan (peleburan) besi kasar tersebut (Abrianto Akuan, 2009).

.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.8 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi kasar

2.2.6 Tungku Thomas dan Bessemer

Thomas dan Bessemer melakukan proses pemurnian besi kasar dalam pembuatan baja ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun Bessemer menggunakan Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite dan Kwarsa sehingga dinding Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan terhadap temperature tinggi, akan tetapi dinding converter ini menjadi bersifat asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor, oleh karena itu dapur Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar dari bijih besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores).

Sedangkan Thomas menyempurnakannya dengan memberikan lapisan batu kapur (limestone) atau Dolomite sehingga dinding converter menjadi basa dan mampu mereduksi kelebihan unsur Posphor dengan mengeluarkannya bersama terak (lihat gambar 2.12). Linz-Donawitz (LD-Processes), salah satu proses pemurnian besi dengan sistem converter ini pertama dikembangkan di


(28)

austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas convertor dengan posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan sekrap dimasukan yang kemudian dibakar, udara yang dihembuskan menghasilkan pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan phosphor yang terkandung didalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat converter dalam posisi miring (Abrianto Akuan, 2009).

.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.9 LD Top Blown Converter 2.3 Batu bata silica

Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling sedikit 93 % SiO2. Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata silika berbagai kelas memiliki penggunaan yang luas dalam tungku peleburani baja dan industri kaca. Sebagai tambahan terhadap refraktori jenis multi dengan titik fusi yang tinggi, sifat penting lainnya adalah ketahanannya yang tinggi terhadap kejutan panas (spalling) dan kerefraktoriannya. Sifat batu bata silika yang terkemuka adalah bahwa bahan ini tidak melunak pada beban tinggi sampai titik fusi terdekati. Sifat ini sangat berlawanan dengan beberapa refraktori lainnya, contohnya bahan silikat alumina, yang mulai berfusi dan retak pada suhu jauh lebih rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya adalah tahanan flux, stabilitas volum dan tahanan spalling tinggi (Bambang Suharno, 2008).


(29)

Jenis batu bata SiO2 (%) Al2O3 (%)

Kandungan lainnya

(%)

PCE (0C)

0Super Duty 49-53 40-44 5-7 1745-1760

High Duty 50-80 35-40 5-9 1690-1745

Menengah 60-70 26-36 5-9 1640-1680 Low Duty 60-70 23-33 6-10 1520-1595

Sumber: Bambang Suharno,2008

2.4 Pengkajian Tungku

Idealnya, seluruh panas yang dimasukkan ke tungku harus digunakan untuk memanaskan muatan atau stok. Namun demikian dalam prakteknya banyak panas yang hilang dalam beberapa cara. Kehilangan panas dalam tungku tersebut meliput (Abrianto Akuan, 2009) :

1. Kehilangan gas buang: merupakan bagian dari panas yang tinggal dalam gas pembakaran dibagian dalam tungku. Kehilangan ini juga dikenal dengan kehilangan limbah gas atau kehilangan cerobong.

2. Kehilangan dari kadar air dalam bahan bakar: bahan bakar yang biasanya mengandung kadar air dan panas digunakan untuk menguapkan kadar air dibagian dalam tungku.

3. Kehilangan dikarenakan hidrogen dalam bahan bakar yang mengakibatkan terjadinya pembentukan air

4. Kehilangan melalui pembukaan dalam tungku: kehilangan radiasi terjadi bilamana terdapat bukaan dalam penutup tungku dan kehilangan tersebut dapat menjadi cukup berarti terutama untuk tungku yang beroperasi pada suhu diatas 540°C. Kehilangan yang kedua adalah melalui penyusupan udara sebab draft tungku/ cerobong menyebabkan tekanan negatif


(30)

dibagian dalam tungku, menarik udara melalui kebocoran atau retakan atau ketika pintu tungku terbuka.

5. Kehilangan dinding tungku/permukaan, juga disebut kehilangan dinding: sementara suhu dibagian dalamtungku cukup tinggi, panas dihantarkan melalui atap, lantai dan dinding dan dipancarkan ke udara ambien begitu mencapai kulit atau permukaan tungku.

6. Kehilangan lainnya: terdapat beberapa cara lain dimana panas hilang dari tungku, walupun menentukan jumlah tersebut seringkali sulit. Beberapa diantaranya adalah:

a. Kehilangan panas tersimpan: bila tungku mulai dinyalakan maka struktur dan isolasi tungku juga dipanaskan, dan panas ini hanya akan meninggalkan struktur lagi jika tungku dimatikan. Oleh karena itu kehilangan panas jenis ini akan meningkat dengan jumlah waktu tungku dihidup-matikan.

b. Kehilangan selama penanganan bahan: peralatan yang digunakan untuk memindahkan stok melalui tungku, seperti belt conveyor, balok berjalan, bogies, dll. juga menyerap panas. Setiap kali peralatan meninggalkan tungku mereka akan kehilangan panasnya, oleh karena itu kehilangan panas meningkat dengan sejumlah peralatan dan frekuensi dimana mereka masuk dan keluar tungku.

c. Kehilangan panas media pendingin: air dan udara digunakan untuk mendinginkan peralatan, rolls, bantalan dan rolls, dan panas hilang karena media tersebut menyerap panas.

d. Kehilangan dari pembakaran yang tidak sempurna: panas hilang jika pembakaran berlangsung tidak sempurna sebab bahan bakar atau partikel yang tidak terbakar menyerap panas akan tetapi panas ini tidak disimpan untuk digunakan.


(31)

e. Kehilangan dikarenakan terjadinya pembentukan kerak.

2.5 Sifat-Sifat Logam Cair

2.5.1 Perbedaan antara logam cair dan air

Logam cair adalah cairan seprti air, tetapi berbeda dengan air dalam beberapa hal. Pertama, kecairan logam sangat tergantung pada temperatur, dan logam cair akan mencair seluruhnya pada temperatur tinggi, sedangkan pada temperatur rendah akan membentuk inti-inti kristal. Kedua, berat jenis logam cair lebih besar daripada berat jenis air, oleh karena itu dalam segi alirannya juga akan sangat berbeda, aliran logam mempunyai kelembaban dan gaya tumbuk yang besar disbanding dengan air. Ketiga, air menyebabkan permukaan dinding wadah menjadi basah, sedangkan logam cair tidak(Rahmat Saptono, 2008)..

2.5.2 Kekentalan logam cair

Aliran logam cair dipengaruhi oleh kekentalan logam cair dan kekasaran permukaan cetakan. Sedangkan kekentalan bergantung kepada temperatur, dimana pada temperatur tinggi kekentalan menjadi lebih rendah, dan pada temperatur rendah kekentalan menjadi lebih tinggi (Rahmat Saptono, 2008).

2.6 Pembekuan Logam

2.6.1 Pembekuan logam murni

Bila cairan logam murni perlahan-lahan didinginkan, maka pembekuan terjadi pada temperatur yang konstan, temperatur ini disebut titik beku. Dalam pembekuan logam cair, pada permulaan timbullah init-inti kristal kemudian kristal-kristal tumbuh sekeliling inti tersebut, dan inti lain yang baru timbul pada


(32)

saat yang sama. Akhirnya seluruhnya ditutupi oleh butir kristal sampai logam cair habis. Ini mengakibatkan seluruh logam menjadi susunan kelompok-kelompok butir kristal dan batas-batasnya yang terjadi diantaranya disebut batas butir. (Rahmat Saptono, 2008).

2.6.2 Pembekuan paduan

Kalau logam yang terdiri dari dua unsur atau lebih didinginkan dari keadaan cair, maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal logam murni. Apabila satu paduan yang terdiri dari komponen A dan komponen B membeku, maka sukar didapat susunan butir-butir kristal A dan kristal B tetapi umumnya didapat butir-butir kristal campuran dari A dan B. Secara terperinci ada dua hal, pertama bahwa A larut dalam B atau B larut dalam A dan kedua bahwa A dan B terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu. Hal pertama disebut larutan padat dan yang kedua disebut senyawa antar-logam (Rahmat Saptono, 2008).

2.6.3 Pembekuan coran

Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sa mpai titik beku. Bagian dalam dari coran lebih lambat mendingin daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, disebut struktur kolom. Struktur ini muncul dengan jelas apabila gradien temperatur yang besar terjadi pada permukaan coran besar, umpamanya pada pengecoran dengan cetakan logam. Sebaliknya pengecoran dengan cetakan pasir menyebabkan gradien temperatur yang kecil dan membentuk struktur kolom yang tidak jelas (Rahmat Saptono, 2008).


(33)

Indonesia merupakan negara penghasil bukan besi yaitu penghasil timah putih, tembaga, nikel, alumunium dan sebagainya. Dalam keadaan murni logam bukan besi ini memiliki sifat yang sangat baik namun untuk meningkatkan kekuatan umumnya dicampur dengan logam lain sehingga membentuk paduan. Ciri dari logam non besi adalah mempunyai daya tahan terhadap korosi yang tinggi, daya hantar listrik yang baik dan dapat berubah bentuk secara mudah. Pemilihan dari peduan logam non besi ini tergantung pada banyak hal antara lain kekuatan, kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis, harga bahan baku, upah pembuatan dan penampilannya.

Logam bukan besi ini di bagi dalam dua golongan menurut berat jenisnya, yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat adalah logam yang mempunyai berat jenis diatas 5 kg/m3.

Berat jenis dari masing-masing non besi ini dapat dilihat pada tabel 2.2 Secara umum dapat dinyatakan bahwa makin berat suatu logam bukan besi maka makin banyak daya tahan korosinya. Bahan logam bukan besi yang sering dipakai adalah paduan tembaga, paduan alumunium, paduan magnesium, dan paduan timah. Tabel 2.2 ini memperlihatkan perbandingan berat jenis serta berbagai logam bukan besi (Rahmat Saptono, 2008).

Tabel 2.2 Berat jenis beberapa jenis logam

Logam Berat Jenis (Kg/m3) Alumunium Tembaga Kuningan Timah hitam Magnesium Nikel Seng Besi Baja 2.643 8.906 8.750 11.309 1.746 8.703 7.144 7.897 7.769

Sumber: Rahmat Saptono,2008


(34)

Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcoporit. Chalcoporit ini merupakan campuran Cu2S dan Cu Fe S2 dan terdapa dalam tambang-tambang dibawah permukaan tanah.

Secara industri sebagian besar penggunaan tembaga dipakai untuk kawat atau bahan penukar panas karena sifat tembaga yang mempunyai sifat hantaran listrik dan panas yang baik. Tembaga ini jika dipadukan dengan logam lain akan menghasilkan paduan yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Dan yang paling sering dipakai adalah campuran antara tembaga dan timah, mangan yang biasa disebut perunggu digunakan untuk bagian-bagian mesin khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa (Rahmat Saptono, 2008)..

Paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain dapat membentuk paduan lain seperti:

1. Brons

Brons adalah paduan antara tembaga dengan timah dimana kandungan dari timah kurang dari 15% karena mempunyai titik cair yang kurang baik maka brons biasanya ditambah seng, fosfor, timbal dan sebagainya.

2. Kuningan

Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dimana kandungan seng sampai kira-kira 40%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus kurang baik disbanding brons tetapi kuningan mampu cornya lebih baik dan harganya lebih murah.

3. Brons Alumunium

Brons alumunium ini adalah paduan dari tembaga dan alumunium dengan tambahan nikel dan mangan. Kandungan alumunium 8-15,5%, nikel kurang dari 6,5% mangan kurang dari 3,5% dan sisanya adalah tembaga.

Untuk diagram fasa dan paduannya dapat dilihat pada gambar 2.13. kesetimbangan fasa tembaga dimana pada diagram ini dapat dilihat temperature terbentuknya fasa cairan, fasa α dan fasa β pada logam tembaga serta mengetahui


(35)

temperatur cair dari kadar komposisi tembaga dengan kadar 100% Cu atau tembaga murni adalah 1084°C (Rahmat Saptono, 2008)..

2.7.2 Seng dan Paduannya

Seng adalah logam bukan besi kedua setelah tembaga yang diproduksi secara besar yang mana lebih dari 75% produk cetak tekan terdiri dari paduan seng. Logam ini mempunyai kekuatan yang rendah dengan titik cair yang juga rendah dan hampir tidak rusak di udara biasa. Dan dapat digunakan untuk pelapisan pada besi, bahan baterai kering dan untuk keperluan percetakan.

Selain itu seng juga mudah dicetak dengan permukaan yang bersih dan rata, daya tahan korosi yang tinggi serta biaya yang murah. Dikenal seng komersial dengan 99,995 seng disebut special high grade. Untuk cetak tekan diperlukan logam murni karena unsur-unsur seperti timah, cadmium dan tin dapat menyebabkan kerusakan pada cetakan cacat sepuh.

Paduan seng banya digunakan dalam industri otomotif, mesin cuci, pembakar minyak, lemari es, radio, gramafon, televisi, mesin kantor dan sebagainya (Rahmat Saptono, 2008)..

2.7.3 Magnesium dan Paduannya

Paduan magnesium (mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.


(36)

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industry pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Logam magnesium ini mempunyai temperature 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.14.

Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda decetak tekan. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi (Rahmat Saptono, 2008).

2.8 Alumunium dan Paduannya

2.8.1 Sejarah penemuan alumunium

Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan pulau Kalimantan. Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C. Oersted pada tahun 1825(Rahmat Saptono, 2008)..

C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni. (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH) dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi


(37)

dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya disaring dan dikesampingkan. Lalu alumina natrium tersebut dipompa ketangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu 980°C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi oksigen dan aluminium murni.

Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4 kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya. Penggunaan alumunium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan tertinggi pada logam bukan besi untuk kehidupan industry (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

2.8.2 Struktur sifat-sifat alumunium

Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka alumunium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan alumunium sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap asam (Rahmat Saptono, 2008)..

Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali


(38)

daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain.

Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya.

Alumunium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Sipanasan dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuki (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri (Rahmat saptono, 2008)

.

2.8.3 Sistem Penomoran Alumunium

Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah ini ada tabel 2.3. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk mengidentifikasikan alumunium ini (Rahmat saptono, 2008).

Tabel 2.3 Alumunium Assosiasi Index System

Sumber: Rahmat Saptono, 2008

Paduan Alumunium Nomor Alumunium 99,5% murni

Alumunium 99,5% murni

Al-Cu merupakan unsur paduan utama Al-Mn merupakan unsur paduan utama Al-Si merupakan unsur paduan utama Al-Mg merupakan unsur paduan utama Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama Al-Zn merupakan unsur paduan utama

1001 1100 2010 – 2029 3033 – 3009 4030 – 4039 5050 – 5086 6061 – 6069 7070 – 7079


(39)

Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam kontrol.

Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni. Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai macam campuran tambahan (Rahmat saptono, 2008).

.

Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mrngandung sekitar 1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151 alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium. Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka 151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1 pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari alumunium magnesium dan silicon.

Alumunium juga dapat digolongkan apakah bias di heat-treatment atau tidak.Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri 5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper, magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses pangelasan (Rahmat saptono, 2008).


(40)

2.8.4 Paduan-paduan Alumunium Yang Utama

Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai yaitu (Lawrence H. Van Vlack, 1989):

1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.

2. Al-Mn

Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.

3. Paduan Al-Si

Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali, mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai.

4. Paduan Al-Mg

Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10% mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG, kapal laut, kapal terbang serta peralatan-peralatan kimia.


(41)

2.8.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25kgf/mm2 . (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat, dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super.. Tabel dibawah ini menunjukkan sifat-sifat paduan alumunium ini(Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Tabel 2.4. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg

Paduan Keada an

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanja ngan

(%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekera san Brinel

Batas lah (kgf/mm2) 175 (2017) O T4 18,3 43,6 7,0 28,1 - - 12,7 26,7 45 105 7,7 12,7 A175

(A2017) T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5 RJ17

Setela h dianil

42,9 24,6 22 - 100 - 24S O 18,9 7,7 22 12,7 42 -


(42)

(2024) T4 T36 47,8 51,3 32,3 40,1 22 - 28,8 29,5 120 130 - - 14S (2014) O T4 T4 19,0 39,4 49,0 9,8 28,0 42,0 18 25 13 12,7 23,9 29,5 45 100 135 - - -

Sumber: Rahmat Saptono, 2008

Paduan Al-Cu-Mg ini dihasilkan melalui proses pencampuran paduan ini pada temperatur 550°C.

2.8.6 Paduan Al-Si (4030-4039)

Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak dipergunakan (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

.

Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.Paduan Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan cor cetak. Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini dapat diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan unsure paduan lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 – 0,4% Mn dan 0,5% Mg. paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan. Bahan ini biasa dipakai untuk torek motor. Tabel 2.5 ini menunjukkan kekuatan dan sifat mekanis Al-S (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Tabel 2.5 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si

Paduan Keadaa n

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanja ngan

(%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Keker asan Brinel

Batas lelah (kgf/mm2)


(43)

175 (2017) O T4 18,3 43,6 7,0 28,1 - - 12,7 26,7 45 105 7,7 12,7 A175 (A2017)

T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5

RJ17 Setelah

dianil 42,9 24,6 22 - 100 -

24S (2024) O T4 T36 18,9 47,8 51,3 7,7 32,3 40,1 22 22 - 12,7 28,8 29,5 42 120 130 - - - 14S (2014) O T4 T4 19,0 39,4 49,0 9,8 28,0 42,0 18 25 13 12,7 23,9 29,5 45 100 135 - - -

Sumber: Tata Surdia dan Sinroku Saito,1995

Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak. Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si. Paduan Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang mengandung 5% Si. (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.8.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 – 6069)

Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi. Paduan alam system ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan


(44)

sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi(Rahmat Saptono, 2008).

Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi. Kelebihan dari paduan Al-Mg-Si dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si

Paduan Keadaan

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanjan gan (%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekeras an Brinell

Kekuatan lelah (kgf/mm2)

6061 O T4 T6 12,6 24,6 31,6 5,6 14,8 28,0 30 28 15 8,4 16,9 21,0 30 65 95 6,3 9,5 9,5 6063 T5 T6 T83 19,0 24,6 26,0 14,8 20,8 24,6 12 12 11 11,9 15,9 15,5 60 73 82 6,7 6,7 -

Sumber: Tata Surdia dan Sinroku Saito,1995

2.8.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)

Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan


(45)

penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra.Paduan yang terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2% Mn dan sisanya Al sekarang dinamakan paduan 7075 mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat pada tabel 2.6. Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi untuk pesawat terbang. Disamping itu penggunaannya juga penting untuk bahan konstruksi (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.9 Dapur Crucible pada Departemen Teknik Mesin USU

Pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin terdapat sebuah dapur crucible untuk peleburan aluminium, dan kapasitas dapur crucible adalah 30Kg. dapur inilah yang akan menjadi objek modifikasi pada perencanaan.

Dapur crucible ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. Teknik operasi peleburan yang sederhana

2. Mampu melebur aluminium dengan kapasitas 30Kg 3. menggunakan bahan bakar yang aman yaitu minyak tanah 4. mudah dalam pengambilan terak

Disamping memiliki kelebihan, dapur ini juga memiliki kelemahan, yaitu: 1. operasi peleburan membutuhkan waktu yang ralatif lama

2. adanya panas yang terbuang melalui plat dinding samping 3. tidak memiliki plat penutup atas


(46)

Gambar 2.10 keadaan dapur pada lab. Foudry

Melihat kelemahan dari dapur crucible yang ada pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin USU, maka harus dilakukan perbaikan pada dapur agar nantinya dapur lebih efisiein dan.

Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah : 1. merancang ulang dan membuat cawan lebur

2.9.1 Data Dapur Peleburan sebelum di Rancang Ulang

Tabel 2.7 Data kalor terserap sebelum di rancang ulang

Bahan yang diserap Kalor yang terserap Kalor yang terserap aluminium 31971,73 KJ Bahan yang diserap Kalor yang terserap Kalor yang terserap batu tahan api 298028,99 KJ Kalor yang terserap plat dinding samping 383,8 KJ Kalor yang diserap cawan lebur 40467,42 KJ Kalor yang diserap plat penutup atas 5270,56 KJ

Total 376112,5 KJ

Sumber:Bramantha Ginting,,2008

Tabel 2.8 Data kalor terbuang sebelum dirancang ulang

Kalor terbuang Besar Kalor Terbuang Panas terbuang melalui cawan lebur 3250,29 KJ/Jam Panas terbuang melalui plat dinding samping 761,6797 KJ/Jam Panas terbuang melalui plat penutup atas 2160,855 KJ/Jam Total 6172,8247 KJ/Jam

Sumber:Bramantha Ginting,,2008

Table 2.9 Waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan untuk peleburan

waktu peleburan 2,51 jam Jumlah bahan bakar yang dibutuhkan 9,43 liter


(47)

2.9.2 Data Dapur Peleburan Hasil Survey

Survey ini dilakukan pada dapur peleburan aluminium industri rumah tangga Lokasi survey berada di simpang Kayu Besar Desa Sena Besar Tanjung Morawa Deli Serdang.. Dapur peleburan ini menggunakan bahan bakar minyak tanah dan sama seperti yang akan dirancang ulang. Berdasarkan survey dapur peleburan dilapangan pada dapur crucible dengan kapasitas 30Kg, didapat hasil efisiensi dilapangan lebih besar dibandingkan dengan yang ada di laboratorium foundry departemen Teknik Mesin USU. Hasil survey menunjukkan bahwa waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan dalam operasi peleburan lebih kecil dibandingkan dengan dapur peleburan yang ada pada laboratorim foundry FT.USU.

Gamabr 2.11 Dimensi Dapur yang disurvey


(48)

Tabel 2.10 Data dapur peleburan hasil survey

Total kalor terserap 334166,83 KJ kalor tebuang 5329, 77 KJ/jam Waktu 1,7 jam

Kebutuhan bahan bakar 8,4 liter

Sumber : Desa Sena Tanjung Morawa

2.9.3 Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang Ulang Pada tabel 2.10 tampak bahwa data hasil survey lebih efisien disbanding dengan data dapur sebelum dirancang ulang.

Tabel 2.11 Perbandingan data survey dengan dapur sebelum dirancang Ulang

Yang di bandingkan

Sebelum dirancang

ulang Data Survey

Efisiensi data survey Kalor terserap 376112,5 KJ 334166,83 KJ 11,15% Kalor terbuang 6172,8247 KJ/Jam 5329, 77 KJ/jam 13,657%

Waktu peleburan 2,5 Jam 1,7 jam 32%

Bahan bakar


(49)

BAB III

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN CAWAN CRUSIBEL

3.1 Dapur Pelebur

Dapur Crucible ini dirancang untuk melebur logam secara fisik. Selanjutnya setelah logam mencair dan diketahui komposisi yang dikehendaki, logam cair tersebut dituang ke dalam cetakan kemudian dilakukan proses pendinginan dan selanjutnya dilakukan proses permesinan.

Gambar 3.1.Konstruksi Dapur Crucibel

Alasan pemilihan dapur Crucible yang akan digunakan di banding dengan memakai dapur pelebur jenis lainnya karena:

1. Dapur pelebur ini tidak memerlukan teknik pengoperasian yang terlalu rumit di banding dapur pelebur jenis lainnya, sehingga cocok digunakan untuk penelitian dan praktikum bagi laboratorium Foundry.

2. Dapur Crucible ini dapat menggunakan bahan bakar yang aman seperti minyak tanah.

3. Cocok digunakan untuk melebur logam bukan besi seperti alumunium yang mempunyai temperature lebur 659°C.


(50)

4. Mudah dalam pengoperasiannya terutama untuk pengambilan terak pada logam alumunium.

3.2 Cawan Lebur

Fungsi cawan lebur adalah tempat untuk logam cair selama proses peleburan berlangsung. Cawan tersebut harus mempunyai titik cair yang jauh lebih tinggi dari titik cair logam yang akan dilebur. Pada perencanaan ini cawan lebur yang dipakai adalah silinder dari baja dapat menampung 30 kg logam cair. Silinder baja ini bagian atasnya dibuat berlubang. Pembuatan Cawan lebur ini dilakuka n dengan proses penempaan. Pemilihan silinder baja paduan karbon rendah ini sebagai cawan lebur didasarkan pada logam yang akan dilebur yaitu alumunium dengan temperatur cair 659°C, sedangkan baja paduan carbon rendah mempunyai titik lebur 1538°C. Cawan lebur yang akan direncanakan ini juga harus mempunyai ruang volume cawan yang mampu menampung logam cair alumunium sesuai dengan spesifikasi tugas yaitu kurang lebih 30 kg metal cair.

Maka di dapat sifat-sifat cawan lebur yang akan di gunakan: Bahan: baja carbon paduan rendah AISI 1310

Dengan komposisi karbon : 0,2% c

Titik cair : 1538°C atau 1710 K Konduktifitas Panas : 43W/m°C

Kekuatan tarik : 95 kg/mm2 Batas mulur : 40 kg/mm2 Kekerasan : 170 Hb Berat jenis : 2.707 kg/m3


(51)

Sesuai dengan perencanaan dimana cawan lebur akan mampu menampung logam cairpada saat oprasi peleburan dimana logam tidak akan tumpah melebihi cawan lebur kapasitas logam alumunium yang dapat di tamping ialah :

=

= 0,01108 m3 = 11,08 liter

Maka volume dari cawan lebur adalah 11,08 liter.

Untuk mendapatkan tinggi yang sesuai pada cawan lebur ini, maka untuk diameter luar dan tebal dari cawan lebur ini ditentukan dengan besar yaitu:

Diameter luar : 300 mm………...…Hardi Sudjana(2008 : 215) Diameter dalam : 294 mm

Tebal : 3 mm

Maka dari volume cawan lebur yang mempunyai volume sebesar 11 liter dapat ditentukan ukuran dari tinggi cawan lebur yaitu:

Volume 11,08 liter = 0,011.08 m3

Tc = tinggi cawan maximum untuk peleburan

= 0.3 m = 300 mm………Hardi Sudjana(2008 : 215) ρ = 7801kg/ m3 ………E. Shingley(1986:581) dout = 300 mm

din = 294 mm

Kapasitas ini yang direncanakan ialah 30 kg alumunium cair


(52)

= 14,44 kg

Bentuk ukuran dari cawan lebur dapat dilihat pada gambar 3.3

Gambar 3.2.Bentuk dan ukuran cawan lebur

3.4 Pembuatan Cawan

Dalam pembuatan cawan ada 2 bagian yaitu bagian bawah bernentuk U dan atas berbentuk selinder,dalam pembuatan cawan digunakan plat baja karbon rendah AISI 1310 dengan kadar karbon 0,2 % ,bagian bawah berbentuk U di kerjakan dengan pengerjaan tempa,kenapa dipilih bagian cawan berbentuk U


(53)

karena untuk mempercepat pemanasan/pemerataan panas, tebal plat ini adalah 3 mm.dan Untuk pembentukan silinder bagian atas ini adalah dilakukan pengerjaan pada mesin rol manual,kemudian di las antara bagian bawah yang berbentuk U dan slinder yang telah di rol.

3.5 Penumpu Cawan Lebur

Penumpu cawan lebur berfungsi untuk menumpu cawan lebur pada ruang bakar. Penumpu ini terbuat dari batu tahan api yang mampu menahan temperatur 1400°C sedangkan temperatur ruang bakar hanya sampai sekitar 660°C.

Penumpu yang digunakan berjumlah tiga buah dengan ukuran : Tinggi : 200 mm

Lebar : 100 mm Panjang : 50 mm

Massa dari penumpu cawan lebur yaitu: mp = . (volume)

= 1600 (0,20 × 0,10 × 0,05) = 1,6 kg

Massa dari ketiga penumpu ini adalah 3 . 1,6 kg = 4,8 kg

Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat dari cawan lebur dimana total berat yang akan ditumpu yaitu :

m = 30 kg + 25,065 kg = 55,065 kg

A = Luas penampang penumpu = 100 mm . 50 mm

= 5000 mm2

Beban total yang diterima oleh satu penumpu yaitu 1/3 (55,065) = 18,355 kg

Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat dari cawan lebur.


(54)

Gambar 3.3 Penumpu Cawan Lebur

BAB IV


(55)

4.1 Perhitungan Kebutuhan Kalor

Bahan bakar yang dipakai untuk dapur pelebur ini adalah memakai bahan bakar minyak yaitu minyak tanah. Dapur-dapur crucible pada umumnya menggunakan bahan bakar minyak. Tetapi ada juga yang menggunakan bahan bakar lain seperti kayu ataupun batu bara. Sifat-sifat yang penting dari bahan bakar ini adalah nilai pembakaran., berat atom, berat jenisnya dan titik nyalanya. Nilai pembakaran tinggi (HHV) yaitu jumlah energi kimia yang terdapat didalam suatu massa bahan bakar atau volume bahan bakar. Dinyatakan dalam satuan kiloJoule/kg ataupun British Thermal Unit/per-pound-massa. Untuk minyak tanah nilai HHVnya adalah 45940kJ/kg

Saat proses peleburan panas yang dibutuhkan meliputi: a. Kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium. b. Kalor yang diserap batu bata

c. Kalor yang diserap cawan lebur d. Kalor yang terserap plat penutup atas

Batu bata yang akan digunakan sebagai alat penyekat panas akan menyerap panas sehingga panas dari ruang bakar hanya sedikit yang akan sampai ke dinding luar dapur. Suhu tertinggi pada dinding luar plat dapur adalah 45°C. tetapi tidak seluruh batu tahan api akan menyerap dan manerima panas, hal ini disebabkan karena kalor yang keluar dari burner akan naik keatas. Panas sebagian akan keluar dari atas secara konduksi dan sebagian akan merambat keluar melalui dinding, sehingga suhu dinding yang tertinggi adalah pada bagian atas. Pada bagian bawah dinding tidak mengalami penambahan suhu. Suhu dan laju aliran kalor yang terjadi di dapur dapat dilihat pada gambar 4.1.


(56)

Gambar 4.1 Suhu dan laju aliran panas yang terjadi didapur selama proses peleburan

Keterangan dari gambar 4.1 adalah :

a) A adalah suhu didalam cawan lebur yang digunakan untuk melebur alumunium, B adalah suhu pada bagian atas, C adalah suhu rata-rata pada batu bata, D adalah suhu diruang bakar

b) q adalah laju aliran kalor yang melalui bagian plat penutup atas

a. Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1)


(57)

a. QA yaitu kalor yang menaikkan temperature Alumunium padat dari 27°C suhu kamar hingga mancapai titik peleburan Alumunium (660°C)

b. QB yaitu kalor yang berubah fasa Alumunium padat menjadi cair ( kalor latent) pada suhu 660°C.

c. QC yaitu kalor untuk menaikkan temperature alumunium cair dari 660°C ke temperature penuang 750°C.

Maka kalor yang dibutuhkan adalah: Q1 = QA + QB + QC

= mal . Cpi . Δti + m . h + ma2 .CP2.Δt2 Dimana :

mal = massa alumunium yang akan dilebur = 30 kg

CP1 = panas jenis alumunium padat ………..…Holman, J. P.(1986:581) = 0,215 kkal/kg°C

Δt1 = parbedaan suhu dari titik cair alumunium dengan suhu kamar = (660-27)°C

h = panas latent alumunium ………..…….Tata Surdia(1975:680) = 95 kkal/kg

CP2 = panas jenis alumunium cair…………..……Holman, J. P.(1986:581) = 0,26 kkal/kg°C

Δt2 = perubahan suhu dari temperature penuangan titik cair = (750-660)°C

= 90°C

Maka kalor untuk melebur alumunium sebesar :

Q1 = (30 × 0,125 × 663) + (10 x 95) + (30 × 0,26 × 90) = 4138,25 kkal

= 24888,15 KJ

b. Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2)

Dari hasil perhitungan dan analisa kalor yang terserap batu tahan api yang di dapat dari saudara mukhlis ridho padang di dapat lah dengan hasil sbg berikut : Kalor yang diterima bata selama proses peleburan dapat dihitung dengan:


(58)

Q2 = mb . CP3 . dt

Sehingga banyaknya panas yang diserap batu bata adalah : Q2 = 562,668. 236 . 0,84

= 55771,65 kkal = 233460,1269 kJ

4.4. Panas Yang Diserap Cawan Lebur (Q3)

Cawan lebur adalah bagian yang paling besar mengalami perubahan suhu. Besarnya kalor yang diserap cawan lebur ini adalah :

Q3 = mcl . CP5 . dt Dimana :

Mcl = massa cawan lebur = 14,44 kg

CP5 = panas jenis cawan lebur ………...…………Tata Surdia(1975:585) = 0,46 kkal/kg°C

dt = perubahan suhu = 755 - 27

= 728°C

Maka :

Q3 = 14,44 kg. 0,46 kkal/kg°C . 728°C = 4835,667 kkal

= 20246,47 kJ

4.5. Kalor yang Diserap Plat penutup atas (Q4)

Dan Dari hasil perhitungan dan analisa plat penutup atas yang di dapat dari saudara mukhlis rido padang di dapat lah dengan hasil sbg berikut :

Plat penutup atas ini terbuat dari baja karbon dengan ketebalan 3mm; Maka dapat dibuat sifat-sifat Crucible yang digunakan yaitu:


(59)

Plat akan mengalami perubahan suhu dari 27°C sampai ke 620°C, maka besarnya perubahan suhu yang terjadi adalah :

Maka, Q4 = 5,7374 kg. 0,46 kkal/kg°C. 593°C = 1565,047972 kkal

= 6551,29 KJ

Gambar 4.2 Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi

4.6. Kalor Total Yang Terserap (Qtot)

Banyaknya kalor total adalah jumlah dari keseluruhan kalor yang terserap oleh bahan dapur yaitu :

Qtot = Q1 + Q2 + Q3 + Q4

= (24888,15 + 233460,1269 + 20246,47 + 6551,29) kJ = 285146,0369 Kj


(60)

Dari perhitungan saudara muklis ridho padang 2010 di dapat lah Banyaknya laju aliran kalor yang terbuang melalui plat penutup atas ini adalah :

q1 = 1252,512 KJ/jam

Sedangkan Panas yang terbuang melalui cawan lebur keluar secara konveksi ialah:

q2 = h x A x dt Dimana :

h : koefisien perpindahan panas konveksi =18278 w/m°C

A : luas permukaan lubang cawan pelebur = π/ d4. 2

=π/4x o,294

2

=0,0678 m2

dt = 755 – 27 = 728 °C

q2 = 18278 w/m2°C x 0,0678 m2 x 728 °C = 902,86 W

= 3250,296 kj/jam

4.7. Hasil Analisa

Hasil analisa sebagian dari (Sri Irawan, 2010 dan mukhlis ridho 2010), karena hasil dari analisa ini saling memiliki hubungan keterkaitan.

Tabel 4.1 Data kalor terserap setelah di rancang ulang

Bahan yang diserap Kalor yang terserap Kalor yang terserap aluminium 24888,15 KJ Kalor yang terserap batu tahan api 233460,1269 KJ


(61)

Kalor yang diserap cawan lebur 20246,47 KJ Kalor yang diserap plat penutup atas 6551,29 KJ

Total 285146,0369 KJ

Sumber: Mukhlis Ridho,2011

Tabel 4.2 Data kalor tebuang setelah di rancang ulang

Kalor terbuang Besar Kalor Terbuang

Panas terbuang melalui cawan lebur 3250,29 KJ/Jam

Panas terbuang melalui plat penutup atas 1525,512 KJ/Jam

Total 4502,802 KJ/Jam

Sumber: Mukhlis Ridho,2011

Tabel 4.3 Data waktu dan bahan bakar setelah di rancang ulang

Waktu Peleburan 1,699 jam

Jumlah Bahan Bakar Yang Dibutuhkan 8,375 liter

Sumber:Sri Irawan,2011

Setelah membandingkan hasil yang di rancang ulang dengan keadaan dapur sebelumnya maka didapat peningkatan efisiensi, seperti pada table 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Hasil perbandingan dapur sebelum dan setelah di rancang

Yang di bandingkan

Sebelum rancang ulang

Setelah rancang ulang

Peningkatan efisiensi Kalor terserap 376112,5 KJ 285146,0369 KJ 24,18% Kalor terbuang 6172,8247 KJ/Jam 4502,802 KJ/Jam 27,05% Waktu peleburan 2,5 Jam 1,699 Jam 32,04% Bahan bakar


(62)

Sedangkan perbandingan antar hasil rancang ulang dengan data hasil survey, terlihat hasil rancang ulang juga mengalami peningkatan efisiensi.

Tabel 4.5 Perbandingan data survey dengan hasil rancang ulang

Yang di bandingkan Data survey hasil rancang ulang Peningkatan efisiensi Kalor terserap 334166,83 KJ 285146,0369 KJ 14,67% Kalor terbuang 5329, 77 KJ/jam 4502,802 KJ/Jam 15,51% Waktu peleburan 1,7 jam 1,699 Jam 0,1% Bahan bakar

diperlukan 8,4 liter 8,375 liter 2,5%

BAB V

PROSES PENGOPRASIAN


(63)

Gambar 5.1 langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan alumunium atau paduan yang akan dilebur. Lalu dilakukan pemanasan mula pada burner. Pemanasan ini dilakukan dengan manual. Burner dipanasi dengan kayu bakar atau bahan bakar lainnya. Hal ini dilakukan agar bahan bakar di burner akan mengalami kenaikan temperatur dan menjadi uap.

Gambar 5.1 pemanasan awal pada burner

Semburan api dari pangkal burner yang masuk ke ruang bakar akan memanaskan cawan lebur yang ada dalam ruang dapur crucibel.


(64)

Gambar 5.2 proses pemanasan awal cawan crucible

Gambar 5.2 dan 5.3 adalah proses pengoprasian dimana cawan lebur sudah mulai panas,dan bahan baku juga sudah mulai memuai/memenas.

( Gambar 5.3 proses pengoprasian)

Gambar 5.4 disini terjadi peoses pengambilan terak dan pengecekan alumunium dimana terak yang ada dalam cawan akan diangkat sedikit demi sedikit,


(65)

Proses ini bertujuan untuk mendapatkan panas yang merata pada alumunium yang akan di cairkan dan mempercepat proses peleburan. Pada gambar 5.5 dapat dilihat alumunium sudah mulai mencair,Setelah alumunium atau paduannya yang ada pada cawan lebur maka kembali lagi dimasukkan alumunium yang akan dilebur sedikit demi sedikit secara berkala hingga volume atau ukuran yang diinginkan terpenuhi.ini dilakukan untuk mempercepat proses pencairan/peleburan

Gambar 5.5 Alumunium sudah mulai mencair

Setelah dicapai volume yang diinginkan dipastikan dahulu bahwa semua alumunium sudah mencair. Jika suhu yang diinginkan ditentukan, maka suhu dapat diukur dengan thermocouple. Setelah suhu yang diinginkan tercapai maka keran bahan bakar ditutup.

Aluminium cair dapat diangkat dengan segera untuk dituangkan ke pasir cetak atau cetakan lainya.


(66)

Gambar 5.6 Alumunium sudah mencair dan mulai di angkat

BAB VI


(67)

6.1 Kesimpulan

Dari perhitungan dan data pada bab-bab terdahulu, dalam perencanaan dapur pelebur untuk kebutuhan laboratorium foundry yaitu dapur pelebur crucible untuk melebur logam alumunium/paduan dengan temperatur cair 659oC dapat disimpulkan:

1. Konstruksi dapur Crucible: a. Jenis dapur

1. Dapur yang digunakan adalah dapur pelebur jenis Crucible

2. Sumber panas yang digunakan oleh dapur untuk mencairkan alumunium berasal dari burner dengan bahan bakar minyak tanah

b. Kapasitas

1. Kapasitas peleburan 30 kg

c. Dimensi dapur

• Diameter dinding luar : 900 mm • Tebal dinding luar : 2,5 mm

• Tinggi dapur : 800 mm

d. Cawan lebur ( Crucible )

1. Tinggi cawan : 300 mm

2. Diameter cawan : 300 mm

3. Tebal cawan : 3 mm

4. Bahan cawan : Baja karbon rendah AISI 1310 dengan komposisi karbon : 0,2 %

e. Kebutuhan kalor

1. Kalor yang terserap alumunium : 17329,3551 kj 2. Kalor yang terserap batu tahan api : 223450,1269 kj 3. Kalor yang di serap cawan lebur : 20246, 47 kj 4. Klaor yang di serap palt penutup atas : 6551,29 kj


(68)

f . Peningkatan efisiensi sebelum dan sesudah di rancang ulang 1. Kalor yang terserap

Kalor yang terserap sebelum di rancacang ulang :376112,5 KJ Kalor yang terserap setelah di rancang ulang :285146,0369 KJ Peningkatan efisiensi : 24,18 %

2. Kalor yang terbuang

Kalor yang terbuang sebelum di rancacang ulang : 6172,8247 KJ/Jam Kalor yang terbuang setelah di rancang ulang : 4502,802 KJ/Jam Peningkatan efisiensi : 27,05 %

3. Waktu peleburan

Waktu peleburan sebelum di rancacang ulang : 2,5 Jam Waktu peleburan setelah di rancang ulang : 1,699 Jam Peningkatan efisiensi : 32,04 % 4. Bahan bakar yang di perlukan

Bahan bakar yang diperlukan sebelum di rancacang ulang : 9,43 liter Bahan bakar yang diperlukan setelah di rancacang ulang : 8,375 liter Peningkatan efisiensi : 11,187%

6.2 Saran

1. Dengan adanya perencanaan dari pemakaian bahan bakar, pemilihan bahan dapur yang tepat serta pemakaian penyekat panas maka efisiensi serta keselamatan kerja pada saat pengoperasian dapur pelebur ini dapat lebih ditingkatkan.

2. Dalam memasukkan logam alumunium yang akan dilebur dilakukan secara bertahap dan berupa potongan potongan kecil, karena bila dilakukan tidak bertahap dan masih dalam potongan besar maka temperatur di dalam cawan


(69)

lebur akan cepat turun sehingga pemakaian dari bahan bakar akan lebih boros.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Abrianto, Akuan.2009.Tungku Peleburan Logam. Universitas Jendral Ahmad Yani. Bandung.

Azan Urfauzi. 2009.Dasar-Dasar Konstruksi Beton. Dunia Teknik Sipil. Jakarta.

Bambang Suharno. 2008.Batu Tahan Api (Refraktori). Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. Jakarta.

B. H. Amstead.dan Sriati. 1989. Teknologi Mekanik, Jilid 1. Erlangga. Jakarta. E. Shingley. 1986.Perencanaan Teknik Mesin. Erlangga. Jakarta.

Ginting Bramanta. 2008.Rancangan Dapur Pelebur untuk Melebur Aluminium dan Paduannya dengan Kapasitas 30Kg untuk Kperluan Lab.Foundry. Departemen Teknik Mesin FT.USU. Medan.

Hardi Sudjana. 2008.Teknik Pengecoran, Jilid 2.Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Holman, J. P. 1986. Perpindahan Kalor . Erlangga. Jakarta.

Muklis Ridho padang. 2010.perancangan ulang Dan pembuatan konstruksi jaket untuk peleburan alumunium/paduan dengan kapasitas 30kg/peleburan. Departemen Teknik Mesin FT.USU. Medan.

Nezekil, ST.2004.Perpindahan Panas pada Dinding Rotary Kiln (Tanur Putar).Guna Darma. Jakarta.

P. Groover, Mikell. 2000.Fundemental of Modern Manufacturing. Bradley University. New York.

Rahmat Saptono. 2008. Pengetahuan Bahan. FTUI. Jakarta.

Sri Irawan. 2010.perancangan ulang Dan pembuatan burner pada dapur crucible untuk peleburan alumunium/paduan dengan kapasitas 30kg/peleburan. Departemen Teknik Mesin FT.USU. Medan.

Tata Surdia dan Kenji Chijiwa. 1975.Teknik Pengecoran Logam, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.

Tata Surdia dan Shinroku Saito. 1995.Pengetahuan Bahan Teknik. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.

Van Vlack, Lawrence H. 1989.Ilmu dan Teknologi Bahan. Erlangga. Jakarta. Yuni Nurfiana. 2010.Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Yogyakarta.


(71)

Lampiran 1. Jenis-jenis bentuk dan ukuran batu tahan api


(72)

(73)

(74)

(1)

lebur akan cepat turun sehingga pemakaian dari bahan bakar akan lebih boros.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abrianto, Akuan.2009.Tungku Peleburan Logam. Universitas Jendral Ahmad Yani. Bandung.

Azan Urfauzi. 2009.Dasar-Dasar Konstruksi Beton. Dunia Teknik Sipil. Jakarta.

Bambang Suharno. 2008.Batu Tahan Api (Refraktori). Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. Jakarta.

B. H. Amstead.dan Sriati. 1989. Teknologi Mekanik, Jilid 1. Erlangga. Jakarta. E. Shingley. 1986.Perencanaan Teknik Mesin. Erlangga. Jakarta.

Ginting Bramanta. 2008.Rancangan Dapur Pelebur untuk Melebur Aluminium dan Paduannya dengan Kapasitas 30Kg untuk Kperluan Lab.Foundry. Departemen Teknik Mesin FT.USU. Medan.

Hardi Sudjana. 2008.Teknik Pengecoran, Jilid 2.Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Holman, J. P. 1986. Perpindahan Kalor . Erlangga. Jakarta.

Muklis Ridho padang. 2010.perancangan ulang Dan pembuatan konstruksi jaket untuk peleburan alumunium/paduan dengan kapasitas 30kg/peleburan. Departemen Teknik Mesin FT.USU. Medan.

Nezekil, ST.2004.Perpindahan Panas pada Dinding Rotary Kiln (Tanur Putar).Guna Darma. Jakarta.

P. Groover, Mikell. 2000.Fundemental of Modern Manufacturing. Bradley University. New York.

Rahmat Saptono. 2008. Pengetahuan Bahan. FTUI. Jakarta.

Sri Irawan. 2010.perancangan ulang Dan pembuatan burner pada dapur crucible untuk peleburan alumunium/paduan dengan kapasitas 30kg/peleburan. Departemen Teknik Mesin FT.USU. Medan.

Tata Surdia dan Kenji Chijiwa. 1975.Teknik Pengecoran Logam, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.

Tata Surdia dan Shinroku Saito. 1995.Pengetahuan Bahan Teknik. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.

Van Vlack, Lawrence H. 1989.Ilmu dan Teknologi Bahan. Erlangga. Jakarta. Yuni Nurfiana. 2010.Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Yogyakarta.


(3)

(4)

(5)

(6)