Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)

POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN
(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN
TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)

SKRIPSI

OLEH:
RIKA ESTRIA G.
060302001
HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS

UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN
(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN
TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)

SKRIPSI

OLEH:
RIKA ESTRIA G.
060302001
HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh:
Komisi pembimbing

(Ir. Lahmuddin Lubis, MP)
Ketua


(Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr)
Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Rika Estria G. "The Potential of Trichoderma harzianum Rifai and
Compost to Control Late Blight Disease (Phytophthora infestans (Mont.) de
Barry) on Tomato Plants (Lycopersicom esculentum Mill.)" supervisor by
Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum is a
biological control agent that is able to produce growth hormones that can
stimulate plant growth.

This research aimed to observe the potential of Trichoderma harzianum in
controlling late blight on tomato plants. Research conducted at Kebun Percobaan
Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh - Berastagi, Karo District. This study used a
factorial randomized block design consisting of two factors namely fungal factor
antagonist (0,25,50,75, and 100 g / plant) and factor compost (chicken and cow)
with 10 treatment combinations and three replications.
The results showed that the highest intensity of Phytophthora infestans
present in treatment TO (without T. harzianum), namely 10.34% and lowest in
treatment T3 (dose 75 g T. harzianum), which is 7.95%. The result of averaging
the highest production on T4 treatment (dose of 100 g of T. harzianum) is 100,81
gr and the lowest in T0 treatment (without T. harzianum), which is 60,95 gr.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Rika Estria G. “Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos
untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de
Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)” dibawah
bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma

harzianum merupakan agen pengendali hayati yang mampu menghasilkan
hormon tumbuh yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini yang bertujuan untuk
mengetahui potensi Trichoderma
harzianum dalam mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh
– Berastagi Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor jamur antagonis
(0,25,50,75,dan 100 gr/tanaman) dab faktor kompos (ayam dan sapi) dengan 10
kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan Phytophthora
infestans tertinggi terdapat pada perlakuan TO (tanpa T. harzianum) yaitu 10,34
% dan terendah pada perlakuan T3 (dosis 75 gr T. harzianum) yaitu 7,95 %. Hasil
rataan produksi tertinggi pada perlakuan T4 (dosis 100 gr T. harzianum) yaitu
100,81 gr dan yang terendah pada perlakuan T0 (tanpa T. harzianum) yaitu 60,95
gr.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP


Rika Estria G. lahir pada tanggal 22 Agustus 1988 di Tarutung dari
Ayahanda Sy. Gurusinga dan Ibunda E. Ginting. Penulis merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
- Lulus dari SD Swasta Bakti Pancurbatu pada tahun 2000
- Lulus dari SLTP Negeri 1 Pancurbatu pada tahun 2003
- Lulus dari SMA Swasta St. Thomas 2 Medan pada tahun 2006
- Pada tahun 2006 diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian,
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi
anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) 2006 - 2010,
pernah mengikuti Seminar Ilmiah dengan tema ”Dengan Pertanian Berkelanjutan
Kita Wariskan Kehidupan Berwawasan Lingkungan”, Seminar Nasional dengan
tema ”Tindak Lanjut Pembangunan Pertanian Pasca Swasembada Beras 2008”,
dan Seminar Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU ” Change
Your Mind, Setting Your Life, Get The Bright Future”.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
Nusantara III kebun G. Pamela, Tebing Tinggi pada tahun 2010 dan
melaksanakan penelitian skripsi di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh,

Jalan Medan - Berastagi Km. 60, Berastagi.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa

karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah ini adalah “POTENSI Trichoderma
harzianum

Rifai

DAN

KOMPOS


UNTUK

MENGENDALIKAN

PENYAKIT BUSUK DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)
PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)” disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ir. Lahmuddin Lubis, MP, Ir. M. Iskandar Pinem, M.Agr, dan Alm. Ir. Kasmal
Arifin, Msi sebagai komisi pembimbing serta Ir. Fritz Silalahi, MS dan Fatiani
Manik, SP. sebagai pembimbing lapangan yang telah banyak membantu,
mengarahkan dan memberi saran kepada penulis selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2011


Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFRTAR ISI

ABSTRACT...................................................................................................

i

ABSTRAK......................................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP.......................................................................................

iii

KATA PENGANTAR………………………...............................................


iv

DAFTAR ISI…………………………………………………......................

v

DAFTAR TABEL.........................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

ix

PENDAHULAN

Latar Belakang……………………………………………..................
Tujuan Penelitian…………………………………………...................
Hipotesa Penelitian................................................................................
Kegunaan Penelitian …………………………………….....................

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tanaman Tomat.........................................................................
Syarat Tumbuh Tanaman Tomat
Tanah..........................................................................................
Iklim...........................................................................................
Biologi Penyebab Penyakit.....................................................................
Gejala Serangan Penyakit.......................................................................
Daur Hidup penyakit .............................................................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.......................................................
Pengendalian penyakit .........................................................................

Biologi Trichoderma harzianum Rifai..................................................
Ekologi Trichoderma harzianum Rifai.................................................
Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai...............................................
Kompos.................................................................................................

4
6
6
6
8
9
10
12
13
14
15
19

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………... ..
Bahan dan Alat ................………………………………………..... ..
Metode Penelitian……………………………………………..…......
Pelaksanaan Penelitian.......................................................................

22
22
22
24

Universitas Sumatera Utara

Penyediaan Jamur Trichoderma harzianum Rifai...................
Perbanyakan Trichoderma harzianum.....................................
Penyemaian benih....................................................................
Persiapan Media Tanam...........................................................
Aplikasi Trichoderma harzianum Rifai...................................
Penanaman...............................................................................
Pemeliharaan............................................................................
Peubah Amatan........................................................................

24
24
24
24
26
26
26
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Serangan Penyakit...............................................................
Produksi Tanaman................................................................................

29
32

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan..........................................................................................
Saran....................................................................................................

35
35

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Keterangan

Halaman

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Kompos.........................................................

20

Tabel 2. Tabel 1. Uji Rataan Intensitas Serangan (%) Phytophthora Infestans
Pada PemberianTrichoderma harzianum untuk Setiap Waktu
Pengamatan (hst)..................................................................................

29

Tabel 3. Rataan produksi tomat ......................................................................... 32

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Keterangan

Halaman

Gambar 1. Tanaman tomat.................................................................................... 5
Gambar 2. Phytophthora infestans……………………………………...………. 7
Gambar 3. Gejala serangan busuk daun (a. Pada daun. b. Pada batang,
c. Pada buah)....................................................................................... 9
Gambar 4. Trichoderma harzianum...................................................................... 14
Gambar 4. Trichoderma harzianum dalam media jagung.................................... 24
Gambar 5. Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum
terhadap intensitas serangan (%) Phytophthora Infestans
untuk setiap waktu pengamatan (mst)................................................ 29
Gambar 6. Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap
produksi tomat.................................................................................... 32

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

Keterangan

Halaman

Lampiran 1. Bagan Percobaan……………………………….………………….38
Lampiran 2. Foto Lahan Penelitian……………………………….……………..39
Lampiran 3. Foto Produksi…………………………………….………….……..39
Lampiran 4. Foto Plank Penelitian…………………………………………….....40
Lampiran 5. Foto Perlakuan T0KA……………………………...…………….....40
Lampiran 6. Foto Perlakuan T0KS……………………………...…………….....41
Lampiran 7. Foto Perlakuan T1KA……………………………...…………….....41
Lampiran 8. Foto Perlakuan T1KS……………………………...…………….....42
Lampiran 9. Foto Perlakuan T2KA……………………………...…………….....42
Lampiran 10. Foto Perlakuan T2KS……………………………...……..…….....43
Lampiran 11. Foto Perlakuan T3KA……………………………...……..…….....43
Lampiran 12. Foto Perlakuan T3KS……………………………...……..…….....44
Lampiran 13. Foto Perlakuan T4KA……………………………...……..…….....44
Lampiran 14 Foto Perlakuan T4KS……………………………...……..……......45
Lampiran 15. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 56 HST…….......46
Lampiran 16. Data Intensitas Serangan P.infestan pada Umur 61 HST……...….48
Lampiran 17. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 66 HST….....…..50
Lampiran 18. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 71 HST……..….52
Lampiran 19. Data Intensitas Serangan P.i nfestan pada Umur 76 HST………...54
Lampiran 20. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 81 HST……...…56
Lampiran 21`. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 86 HST….....….58

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 22. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 91 HST………...60
Lampiran 23. Data Produksi………………………..……………………………62
Lampiran 24. Gambar Plank Penelitian……….………………………….……...64
Lampiran 25. Deskripsi Varietas Tomat………………………………….……...65

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Rika Estria G. "The Potential of Trichoderma harzianum Rifai and
Compost to Control Late Blight Disease (Phytophthora infestans (Mont.) de
Barry) on Tomato Plants (Lycopersicom esculentum Mill.)" supervisor by
Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum is a
biological control agent that is able to produce growth hormones that can
stimulate plant growth.
This research aimed to observe the potential of Trichoderma harzianum in
controlling late blight on tomato plants. Research conducted at Kebun Percobaan
Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh - Berastagi, Karo District. This study used a
factorial randomized block design consisting of two factors namely fungal factor
antagonist (0,25,50,75, and 100 g / plant) and factor compost (chicken and cow)
with 10 treatment combinations and three replications.
The results showed that the highest intensity of Phytophthora infestans
present in treatment TO (without T. harzianum), namely 10.34% and lowest in
treatment T3 (dose 75 g T. harzianum), which is 7.95%. The result of averaging
the highest production on T4 treatment (dose of 100 g of T. harzianum) is 100,81
gr and the lowest in T0 treatment (without T. harzianum), which is 60,95 gr.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Rika Estria G. “Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos
untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de
Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)” dibawah
bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma
harzianum merupakan agen pengendali hayati yang mampu menghasilkan
hormon tumbuh yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini yang bertujuan untuk
mengetahui potensi Trichoderma
harzianum dalam mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh
– Berastagi Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor jamur antagonis
(0,25,50,75,dan 100 gr/tanaman) dab faktor kompos (ayam dan sapi) dengan 10
kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan Phytophthora
infestans tertinggi terdapat pada perlakuan TO (tanpa T. harzianum) yaitu 10,34
% dan terendah pada perlakuan T3 (dosis 75 gr T. harzianum) yaitu 7,95 %. Hasil
rataan produksi tertinggi pada perlakuan T4 (dosis 100 gr T. harzianum) yaitu
100,81 gr dan yang terendah pada perlakuan T0 (tanpa T. harzianum) yaitu 60,95
gr.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat (Lycopersicon esculentum L.) merupakan salah satu tanaman
sayuran pangan yang paling banyak ditanam di dunia, kedua setelah kentang.
Tanaman tomat memiliki kepentingan sosial ekonomi untuk keluarga, tukang
kebun, para petani, buruh, pemasar, pengecer, koki dan pekerja jasa lainnya dalam
industri makanan dan restoran di Hawaii. Tomat sebagai komoditas peringkat ke10 paling bernilai pada sektor pertanian di negara bagian, dengan nilai produksi
tahun 2005 sebesar lebih dari $ 9,7 juta. Selain itu, terdapat banyak budidaya
tomat di pekarangan atau kebun kecil di suatu negara, menjadikan tanaman tomat
salah satu tanaman tomat yang paling penting dan banyak ditanam (Nelson, 2008).
Dengan makin meningkatnya permintaan akan tomat, sesuai dengan
kemajuan perekonomian pada umumnya, penanaman tomat di Indonesia makin
berkembang. Sekarang di sini ditanam berbagai jenis, terutama yang
menghasilkan buah yang bentuk dan warnanya menarik. Untuk penanaman tomat
di dataran tinggi busuk daun merupakan penyakit yang penting, khususnya di
musim

hujan.

Penyakit

tidak

terdapat

pada

tomat

dataran

rendah

(Semangun, 1991).
Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena
P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada
umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual dengan zoospora, tetapi
dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat
heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora

Universitas Sumatera Utara

hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat
P. infestans yang mempunyai mating type (tipe perkawinan) berbeda
Kerusakan oleh penyakit hawar daun dapat mengakibatkan penurunan hasil antara
10-100%. Di Belarusia (1999), Phytophthora infestans dapat menyerang daundaun tanaman bagian atas (daun muda) pada awal periode pertumbuhan vegetatif
tanaman dengan tingkat kerusakan daun mencapai 80-100% pada varietas yang
berumur genjah, dan 70-80% pada varietas yang berumur sedang. Hasil penelitian
Sengooba dan Hakiza (1999), menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat
melebihi 90%, jika patogen menyerang kultivar yang rentan pada awal
pertanaman. Penelitian yang dilakukan di Ethiopia, Kenya, Rwanda, Uganda, dan
Burundi menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat mencapai 40-70%, dan
besarnya kehilangan hasil sangat tergantung baik pada kerentanan varietas
maupun pada kondisi lingkungan tempat tumbuh (Purwanti, 2002).
Agensia hayati meliputi organisme dan substansi yang dihasilkan yang
dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu yang merugikan.
Salah satu jenis biopestisida adalah biofungisida berbahan aktif mikroorganisme
sel jamur antagonis Trichoderma spp., yaitu fungisida penghambat pertumbuhan
kapang patogen penyebab penyakit tanaman budidaya yang diharapkan efektif
mengendalikan serangan kapang patogen Phytophthora infestans tanaman serta
aman

bagi

tanaman

budidaya

sebagai

tanaman

bukan

sasaran

(Purwantisari dkk, 2008).
Sehubungan dengan hal diatas, maka dilakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma harzianum Rifai dalam
mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum Rifai

dalam

mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry
pada tanaman tomat.

Hipotesa Penelitian

-

Trichoderma harzianum Rifai dapat mengendalikan penyakit busuk daun
Phytophthora infestans (Mont.) de Barry pada tanaman tomat.

-

Penggunaan kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah sekaligus
mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry
pada tanaman tomat.

-

Interaksi

antara

Trichoderma

harzianum

Rifai

dan

kompos

dapat

mengendalikan busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry pada
tanaman tomat.
Kegunaan Penelitian

-

Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

-

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman

Menurut Anonimous (2004), tanaman tomat

dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:
Kerajaan

: Plantae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Solanales

Famili

: Solanaceae

Genus

: Lycopersicom

Spesies

: Lycopersicom esculentum Mill.
Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman tomat berakar tunggang

dengan akar samping yang menjalar ditanah. Batang tomat walaupun tidak sekeras
tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna batang hijau dan berbentuk persegi
empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus
terutama dibagian yang berwarna hijau. Diantara rambut - rambut tersebut
biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku - bukunya terjadi penebalan
dan kadang - kadang pada buku bagian bawah terdapat akar - akar pendek. Jika
dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan mempunyai banyak cabang yang
menyebar rata (Anonimous, 2004).
Daunnya mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas yaitu
berbentuk oval, bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya
merupakan daun majemuk ganjil dengan jumlah daun antara 5-7. Daunnya
berukuran sekitar 15-30 cm x 10-25 cm. Tangkai daun majemuk mempunyai

Universitas Sumatera Utara

panjang sekitar 3-6 cm. Umumnya diantara pasangan daun yang besar terdapat 12 daun kecil . Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya
(Tim penulis PS, 2009).
Bunga tanaman tomat kuning dan tersusun dalam dompolan dengan
jumlah 5-10 bunga perdompolan atau tergantung varietasnya. Kuntum bunganya
terdiri dari lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang
letaknya

menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai

kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe
bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi
penyerbukan silang (Wiryanta, 2002).
Buahnya buah buni, berdaging, berbiji banyak terbenam dalam lendir,
pipih bentuknya agak berbulu, dan coklat warnanya. Bentuk buahnya ada yang
bulat, lonjong, bulat pipih, ada pula yang beralur sedang hingga dalam. Besarnya
ada yang sebesar kelereng, namun ada yang berdiameter tidak kurang dari 5 cm.
Apabila masih muda buahnya cukup keras, dan lunak benar bilamana sudah
masak (Rismunandar, 1995).

Gbr.1. Tanaman Tomat
Sumber : Foto langsung

Universitas Sumatera Utara

Syarat Tumbuh
Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur liat yang banyak
mengandung pasir. Dan akan lebih disukai bila tanah itu banyak mengandung
humus, gembur, sarang, dan berdrainase baik. Sedangkan keasaman tanah yang
ideal untuk pertumbuhannya adalah pada pH netral, yaitu sekitar 6 - 7
(Hanum, 2008).
Iklim
Tomat secara umum dapat ditanam di dataran rendah, medium, dan tinggi
tergantung varietasnya. Namun, kebanyakan varietas tomat hasilnya lebih
memuaskan apabila ditanam di dataran tinggi yang sejuk dan kering sebab tomat
tidak tahan panas terik dan hujan. Suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah
23°C pada siang hari dan 17°C pada malam hari (Hanum, 2008).

Biologi Penyebab Penyakit

Menurut Agrios (1996), patogen penyebab penyakit busuk daun dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Fungi

Divisio

: Eumycota

Kelas

: Oomycota

Ordo

: Peronosporales

Famili

: Pythiaceae

Genus

: Phytophthora

Spesies

: Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

Universitas Sumatera Utara

Konidiofor tumbuh dari substrat daun melalui stomata dan dari substrat
umbi melalui lentisel, hialin, bercabang, dan tidak beraturan, berdinding tipis,
oval, konidium hialin (21 - 38µ atau 12 - 23µ) dengan papilla apikal tumbuh di
ujung cabang, dan saat mendekati matang, ujung cabang sedikit membengkak,
berproliferasi, dan mengubah konidium terpasang ke sisi sebagai perpanjangan
dari hasil konidiofor. Miselium dalam jaringan coenocytic, intraseluler dan
interselular (Walker,1957).
Zoospora yang dihasilkan sporangia berjumlah 5-30 zoospora yang berukuran
7 x 11 m dan mempunyai dua flagel. Klamidospora sphaerical menuju oval dengan
diameter 25 m (Singh, 1998).

Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32.
Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk hifa (benang)
baru, atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara, konidium
dapat juga disebut sporangium atau zoosporangium (Nurafni, 2010).

Sporangium

Miselium

Zoospora
Gambar.2. Phytophthora infestans
Sumber: www.ctahr.hawaii.edu

Universitas Sumatera Utara

Gejala Serangan

Pada

buah

penyakit

juga

dapat

timbul

pada

semua

tingkat

perkembangannya. Becak yang berwarna hijau kelabu kebasah - basahan meluas
menjadi becak yang bentuk dan besarnya tidak tertentu. Pada buah hijau bercak
berwarna cojklat tua, agak keras dan berkerut. Bercak mempunyai batas yang
cukup tegas, dan batas ini tetap berwarna hijau pada waktu bagian buah yang
tidak sakit matang kewarna yang biasa. Kadang - kadang becak mempunyai cincin
cincin (Semangun, 1991).
Mulai timbul becak tidak terbatas, tetesan air mempercepat becak meluas
menjadi hijau pucat hingga coklat kehitaman dan bisa menutupi seluruh
pernukaan daun. Selama cuaca basah, becak pada permukaan daun abaxial
mungkin ditutupi dengan pertumbuhan jamur abu - abu hingga putih (jangan
dikelirukan dengan penyakit embun tepung). Pada sisi bawah becak lebih besar,
pertumbuhan cincin jamur patogen sering terlihat selama cuaca lembab. Selama
penyakit berlangsung, dedaunan berubah kuning dan kemudian coklat, ikal,
shrivels, dan mati. Gejala hawar daun berbeda dan tidak harus bingung dengan
gejala penyakit embun tepung, spora yang muncul biasanya pada permukaan daun
atas tomat. Pada batang, bercak dimulai tanpa batas, tetesan air mempercepat
perkembangan menjadi coklat hingga hitam yang mencakup besar wilayah di
petioles dan batang. Selama cuaca basah, becak dapat ditutupi dengan
pertumbuhan jamur patogen berwarna abu abu hingga putih. Jika batang dan
petioles terinfeksi menyebabkan kematian semua bagian tanaman (Nelson, 2008).

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)

(c)
Gambar 3. Gejala Serangan busuk daun(a). Pada daun, (b). Pada batang,
(c). Pada Buah.
Sumber : foto langsung

Daur Hidup Penyakit

Sporangium jamur terutama disebarkan oleh angin. Jika jatuh pada setetes
air pada permukaan bagian tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan
spora kembara (zoospora) yang dapat berenang, yang seterusnya membentuk
pembuluh kecambah yang mengadakan infeksi. Dalam, keadaan yang kurang
menguntungkan bagi pertumbuhannya, sporangium tumbuh langsung dengan
membentuk pembuluh kecambah, tanpa melalui pembentukan spora kembara.
Sampai sekarang belum diketahui dengan cara bagaimana Ph. infestan pada tomat
mempertahankan diri dari musim ke musim dalam kondisi indonesia. Tetapi

Universitas Sumatera Utara

karena tanaman tomat selalu terdapat di daerah sayuran di pegunungan, jamur
akan selalu dapat menemukan tumbuhan inang untuk bertahan. Selain itu, jamur
juga dapat bertahan pada tanaman kentang dan terung yang biasanya terdapat
didaerah penanaman sayuran pegunungan. Meskipun demikian diduga di suatu
daerah ras Ph. infestan pada kentang dan tomat tidak selalu sama, sehingga ada
kalanya satu pertanaman kentang binasa oleh Phytophthora, sedang pertanaman
tomat didekatnya bebas dari penyakit (Semangun,1991).
Patogen dapat tersebar sampai kebatang dengan sangat cepat dalam
jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya
miselium tumbuh di antara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan
vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai kepermukaan tanah. Ketika
miselium mencapai udara di sekitar bagian tanaman miselium memproduksi
sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar
melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel - sel
dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas
sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor
timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi
tanaman baru (Agrios, 1996).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. Infestans sangat di
pengaruhi oleh kelembapan dan suhu terutama kelembapan. Pada udara yang
kering konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan 5080% dalam waktu 3-6 jam. Pada suhu 10-25°C, kalau ada air konidium

Universitas Sumatera Utara

membentuk spora kembara dalam waktu ½-2 jam. Perkembangann bercak pada
daun paling cepat terjadi pada suhu 16-24°C. Di dataran tinggi di Jawa busuk
daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan
Desember dan Februari. Keadaan lingkungan di Indonesia sangat membantu
perkembangan penyakit busuk daun kentang. Desiree, suatu varietas kentang yang
di Eropa mempunyai ketahanan yang cukup terhadap beberapa ras Ph. Infestans
(race non-specific), ternyata di Indonesia menjadi rentan. Menurut Suhardi (1983)
terdapat korelasi yang positif anatara intesitas penyakit dan curah hujan. Di
Segunung, Cipanas, kentang yang ditanam bulan Oktober - Februari mendapat
serangan berat dari Ph. Infestans, sehingga sering fungisida tidak tampak
pengaruhnya. Pada bulan - bulan kering, Mei - Agustus, hanya sedikit spora yang
tertangkap oleh alat penangkap spora (Nurafni, 2010).
Tingkat kenaikan pupuk nitrogen berpengaruh dua kali lipat pada hawar
daun. Pada tanah subur disertai dedaunan yang lebat pada tanaman menyediakan
kondisi iklim mikro yang ideal untuk infeksi dan sporulasi jamur yang bahkan
mungkin luput dampak perubahan tiba - tiba dalam cuaca luar terhadap kondisi
kering. Selain itu, pertumbuhan linear becak pada daun juga meningkat. Tanaman
muda yang paling rentan. Pada tanaman yang lebih tua daun atas menunjukkan
lebih gejala cepat dari daun yang lebih rendah. Tanaman terinfeksi yang virus
lebih rentan dibandingkan tanaman bebas virus. (Singh, 1998).
Konidia, sekali terbentuk dapat segera terlepas dan menyebar diudara.
Kondisi yang mendukung produksi spora, penyebaran, dan infeksi merupakan
penentu besarnya epidemi. Mereka telah mendapat perhatian oleh banyak peneliti,
diantaranya Croisier menyediakan data yang sangat lengkap. Konidia dibentuk

Universitas Sumatera Utara

pada kelembaban relatif minimal 91% dengan optimal 100%, dan berbagai suhu
3-26°C, dengan optimum 18-22°. Konidia terbentuk pada 15°C mencapai puncak
pembentukan zoospora pada suhu yang menguntungkan dalam 1-2 jam, terbentuk
di 25° memerlukan 5-7 jam, untuk mencapai puncak ini. Suhu optimum untuk
pembentukan zoospora adalah 12° untuk pembentukan germ tube dari sporangia
25°. Zoospora berkecambah paling cepat pada 12-15°. Setelah perkecambahan,
germ tube dari zoospora tumbuh terbaik pada 21-24°. Dingin, malam lembab
demikian diperlukan untuk memberikan yang paling cepat membangun inokulum
dan yang paling menguntungkan bagi pembentukan zoospora dan perkecambahan.
Sedikit suhu yang lebih tinggi baik untuk pertumbuhan setelah infeksi. Cuaca
dingin berkepanjangan mungkin kurang baik. Penyakit ini begitu penting di
Norwegia utara pada account ini (Walker, 1957).

Pengendalian

1. Tanaman yang telah terserang segera dicabut dan dibakar;
2. Tanaman yang sakit tidak boleh dipendam di areal pertanaman tomat;
3. Menanam varietas tomat yang resisten;
4. Melakukan rotasi tanaman;
5. Tanah yang telah dicangkul dibiarkan beberapa waktu agar terkena sinar
matahari;
6. Disemprot dengan fungisida, misalnya Dithane M-45, Difolatan, zineb,
propineb, atau maneb (Anonimous, 2011a).

Universitas Sumatera Utara

Trichoderma harzianum Rifai

Biologi Trichoderma harzianum Rifai
Menurut Anonimous (2010), jamur Trichoderma dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kerajaan

: Fungi

Divisi

: Ascomycota

Subdivisi

: Pezizomycotina

Kelas

: Sordariomycetes

Ordo

: Hypocreales

Famili

: Hypocreaceae

Genus

: Trichoderma

Spesies

: Trichoderma harzianum Rifai
Koloni pada medium OA (Oats Agar) (20˚C) mencapai diameter lebih dari

5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih
kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan
banyak terdapat konidia. Sebaliknya koloni tidak berwarna. Konidiofor dapat
bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang
berulang ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek.
Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada aspeks dari cabang, dan
berukuran

18 x 2,5 μm. Konidia berbentuk semibulat hingga oval pendek,

berukuran (2,8 - 3,2) x (2,5 - 2,8) m, dan berdinding halus. Klamidospora
umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar
dan kadang - kadang terminal, umumnya berbentuk bulat, berwarna hialin, dan
berdinding halus (Gandjar dkk, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Konidiofor

Fialid

Konidia

Gbr.4. Trichoderma harzianum
Sumber: Foto Langsung

Ekologi Trichoderma harzianum Rifai
Trichoderma merupakan jamur yang tersebar luas pada suhu wilayah
tropis dan umum ditemukan pada tanah dan kayu. Trichoderma juga sering
ditemukan di air yang tercemar, kertas, di kayu bangunan, dan mineral fiber
panels. Jamur tanah ini terlibat sebagai dekomposer pada bahan-bahan tanaman
dan degradasi selulosa. Trichoderma dikabarkan mempunyai gen type I dan III.
Species Trichoderma viride sering diisolasi dari udara terbuka dan debu rumah.
Beberapa species bersifat parasit dari jamur lain. Spesies Trichoderma dapat
tumbuh dengan hypa pada jamur lain, mengikat reaksi lectin - mediated dan
degradasi dinding sel dari jamur target. Mekanisme ini (Mikoparasit) membatasi
pertumbuhan dan aktifitas dari jamur parasit patogen tanaman. Sifat antagonis ini
telah digunakan sebagai agensia pengendalian hayati beberapa jamur penyebab
penyakit tanaman (Kunkel, 2007).
Konidium T. harzianum berkecambah pada kelembapan tanah antara
-100 hingga -70 bar dan optimum pada kelembapan 30% di tanah. Perkecambahan
jamur memerlukan sumber nutrisi luar dan CO2 pada kondisi miskin nutrisi.

Universitas Sumatera Utara

Bahkan pada kondisi asam, presentase perkecambahannya lebih besar bila
dibandingkan dengan kondisi netral. Suhu optimum untuk pertumbuhannya pada
kisaran 15 - 350C, dengan rerata suhu yang terbaik pada 30 - 360C. Jamur
mempunyai daya hambat tertinggi pada pH 5 - 6,4, sedangkan pH optimumnya
antara 3,7 - 4,7 pada tekanan CO2 normal. Jamur

antagonis ini mampu

menguraikan pati dan selulosa serta herbisida dialat di dalam tanah meskipun
lambat (Soesanto, 2008).
Pada umumnya sifat baik dan efisien yang dimiliki Trichoderma lignorum
untuk pengendalian secara hayati cukup banyak diantaranya : dapat ditemukan
pada berbagai tempat, cepat, dan dapat tumbuh di berbagai substrat, kisaran
parasitismenya terhadap patogen tumbuhan sangat luas, jarang yang bersifat
patogen

pada

tumbuhan

tingkat

tinggi,

dapat

bekerja

sebagai

mikoparasit/hiperparasit, berkemampuan tinggi dalam berkompetisi makanan,
ruang (tempat), menghasilkan antibiotik, sistem kerja enzim yang memungkinkan
merusak pada berbagai kapang patogen termasuk didalamnya kapang P. infestan
(Djafaruddin, 2000).

Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai
Trichoderma spp mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase
sehingga dapat merusak dinding sel kapang patogen pada kelompok jamur famili
Pythiaceae seperti Phytophthora infestans. Selain itu kapang tanah Trichoderma
spp mempunyai kemampuan melakukan pelilitan dan penetrasi hifa pathogen serta
menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin bagi patogen lawannya. Mekanisme
antibiosis dilakukan dengan menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin untuk
membunuh P. infestans. Mekanisme antibiosis tergantung dari jenis dan sifat

Universitas Sumatera Utara

tanah sebagai substrat tumbuhnya. T. viride lebih suka pada kondisi tanah yang
asam, apabila T. viride ini terdapat pada tanah yang asam kemungkinannya untuk
memproduksi antibiotik lebih tinggi (Purwantisari, Rejeki dan Budi, 2008).
Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk
pengendalian hayati. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat
spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari
serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan
hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati.
Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih
maupun melalui kompos. Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis
mudah dibiakkan secara massal, mudah disimpan dalam waktu lama dan dapat
diaplikasikan sebagai seed furrow dalam bentuk tepung atau granular /butiran
Beberapa keuntungan dan keunggulan Trichoderma spp. yang lain adalah mudah
dimonitor dan dapat berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan
dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan, hewan dan manusia lantaran
tidak menimbulkan residu kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah
(Purwantisari dan Rini, 2009).
Mekanisme pengendalian populasi jamur patogen dilakukan melalui
interaksi hifa langsung. Setelah konidia Trichoderma harzianum diintroduksikan
ke tanah, akan tumbuh kecambah konidianya di sekitar perakaran tanaman.
Dengan laju pertumbuhan cepat akibat rangsangan jamur patogen, dalam waktu
yang singkat (sekitar tujuh hari) daerah perakaran tanaman sudah didominasi oleh
biofungsida tersebut yang bersifat mikroparasitik dan akan menekan populasi
jamur patogen yang sebelumnya mendominasi. Interaksi diawali dengan pelilitan

Universitas Sumatera Utara

hifanya terhadap jamur patogen yang akan membentuk struktur seperti kait yang
disebut haustorium dan menusuk jamur patogen. Bersamaan dengan penusukan
hifa, jamur itu mengeluarkan enzim yang akan menghancurkan dinding sel jamur
patogen, seperti enzim kitinase dan b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur
patogen akan rusak protoplasmanya keluar dan jamur akan mati. Secara
bersamaan juga terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya senyawa antifungi
golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh Trichoderma harzianum yang dapat
menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen (Suara Merdeka, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur antagonis Trichoderma
lignorum mampu menekan pertumbuhan jamur pathogen Phytophthora infestan
secara in vitro. Hal ini dapat dilihat diameter pertumbuhan jamur Phytophthora
infestan pada umur 3 hari, dimana pada kontrol diameter pertumbuhannya lebih
besar yaitu sebesar 4,16 cm sedangkan pada perlakuan hanya sebesar 0,66 cm.
Penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa inokulasi jamur Trichoderma
lignorum pada media tanah tanaman kentang dapat menekan serangan
Phytophthora infestan ditunjukkan dengan menurunnya indeks kelayuan daun
selama 3 bulan umur tanaman. Penggunaan jamur Trichoderma lignorum sebagai
pengendali hayati untuk menanggulangi penyakit oleh jamur pathogen
Phythophthora infestans cukup menjanjikan karena mempunyai aktivitas
selulolitik sedangkan selulosa merupakan komponen utama dinding sel jamur
yang spesifik jamur Oomycota yang dalam hai ini Phythophthora infestans
termasuk di dalamnya. Selain mempunyai aktivitas selulolitik jamur antagonis
Trichoderma lignorum mampu menghasilkan hormon tumbuh yang dapat

Universitas Sumatera Utara

memacu

pertumbuhan

tanaman

sebagai

tanaman

bukan

sasaran

(Purwantisari dkk, 2004).
Formulasi padat Trichoderma spp. dapat diaplikasikan secara langsung
sebelum maupun setelah penanaman. Aplikasi dilakukan dengan memasukkan
sekitar 10 g biakan pada lubang di sekitar perakaran tanaman atau dapat pula
melarutkan biakan dalam air dan selanjutnya disemprotkan pada tanaman.
Cendawan ini akan mengadakan kolonisasi pada perakaran tanaman, sehingga
memungkinkan tidak terjadinya infeksi oleh patogen. Hal ini tentunya didukung
oleh kemampuan cendawan Trichoderma ini dalam berkompetisi dengan
cendawan lainnya. Selain itu, dapat membantu mempercepat penyerapan unsur
hara oleh tumbuhan. Aplikasi produk biofungisida berbahan aktif cendawan
Trichoderma spp. ini juga dapat dilakukan melalui perlakuan benih (seed
treatment) sehingga tanaman yang tumbuh akan tahan terhadap serangan penyakit
(Syahri dan Tumarlan, 2011).
Pada setiap tanaman yang diberi perlakuan, tanah disekitar pokok batang
dibuka dengan menggali tanah, selanjutnya bubuk fungisida ditaburkan disekitar
pokok batang dan pada akar yang terlihat jamur pathogen. Kemudian lubang
bukaan ditutup kembali dengan tanah, dan ditutup dengan mulsa selam 6-7 hari.
Tujuannya untuk memberikan kelembaban pada tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan jamur Trichoderma didalam tanah. Untuk perlindungan tanaman
cukup diberikan 50 gr sedangkan yang sudah terserang penyakit jika belum parah,
dapat diberikan 100 gr/tanaman (Suwahyono,2009)

Universitas Sumatera Utara

Kompos

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Anonimous, 2011b).
Pemberian kompos pada tanaman sayuran sangat penting untuk
menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Sayuran memerlukan banyak sekali
hara tanaman. Pemberian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak
seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari
kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N
dan dapat menjadi polusi lingkungan. Pada tanaman cabe merah dan tomat, pupuk
N sangat diperlukan dalam jumlah yang besar (sekitar 150 kg/ha) untuk
mendapatkan hasil yang tinggi (Adil dkk, 2006).
Pupuk organik berupa pupuk kandang atau pupuk kompos jika
dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:
1. Memperbaiki tekstur tanah.
2. Meningkatkan pH tanah.
3. Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.
4. Meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah.

Universitas Sumatera Utara

5. Relatif tidak menimbulkan polusi lingkungan.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk
anorganik.
2. Respon tanaman lebih lambat.
3. Sumber hama dan penyakit bagi tanaman (Anonimous,2011c).
Pemakaian kotoran baik yang segar maupun yang sudah difermentasikan
telah

banyak

dilaporkan

berhasil

untuk

menunjang

pertumbuhan

dan

mengendalikan penyakit tanaman. Sebagai contoh, kotoran ayam dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mengendalikan penyakit
busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora. Dari hasil penelitian penulis,
kotoran ayam dan sapi yang dikomposkan selama 5 minggu telah berhasil
menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol penyakit busuk akar
oleh Phytopthora cinnamomi. Keberhasilan ini berkorelasi positif dengan aktivitas
mikroba dan populasi mikroba antagonist (aktinomiset dan bakteri penghasil
endospora) dalam tanah. Keragaman jenis mikroba juga tampak paling tinggi pada
tanah yang diberi perlakuan dengan kotoran ayam. Kotoran sapi segar juga
ditemukan dapat mengendalikan keganasan nematode (Aryantha, 2002).
Tabel 1. Kandungan unsur hara kompos dari berbagai bahan organik.
Kompos
Parameter

Kadar Air
pH H2O (1:5)
pH Kcl(1:5)
C
N
C/N

Satuan

%

%
%

Kotoran
Ayam
54,63
7,10
7,17
22,62
1,72
13,15

Kotoran
Sapi
75,46
6,69
6,47
30,23
1,66
18,21

Universitas Sumatera Utara

KTK
P
P tersedia
K total
K tersedia
Na total
Na tersedia
Ca total
Ca tersedia
Mg total
Mg
Fe total
Fe tersedia
Cu total
Cu tersedia
Zn total
Zn tersedia
Mn total
Mn tersedia
(Suryani, 2007).

Me/100g
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm

129,02
3,48
0,48
1,55
0,79
0,46
0,52
21,59
1,44
1,14
1,24
2609,5
2,7
24,9
2,8
177,2
3,3
377,7
24,4

122,59
1,09
0,48
1,10
5,62
0,29
1,41
3,55
3,73
0,79
1,70
1131,7
9,4
24,0
3,7
182,3
60,1
445,1
274,8

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan

Penelitian

ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Buah

Berastagi,Tongkoh dengan ketinggian tempat 1.340 m dpl. Pelaksanaan dimulai
bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat,
kompos ayam, kompos sapi, Urea, Phonska, NPK, Hydro Compleks, Paten X, top
soil, air, polibag, aquadest, Trichoderma harzianum, PDA, clorox, jagung giling.
Adapun alat yang dipergunakan adalah cangkul, pisau, timbangan,
erlenmeyer, petridish,beaker glass, gelas ukur, mikroskop, pipet tetes, jarum ose,
inkubator, meteran, objek glass, pinset, bunsen, aluminium foil, cling wrap,
selotip, autoclave, kukusan tanah, ayakan tanah, knapsack, dan bambu.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari
2 faktor, yaitu:
Faktor 1 adalah banyaknya Trichoderma harzianum
T0 = Kontrol
T1 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 25 gr/polibag
T2 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 50 gr/polibag
T3 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 75 gr/polibag

Universitas Sumatera Utara

T4 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 100 gr/polibag
Faktor 2 adalah kompos, yaitu:
KA = Kompos ayam
KS = Kompos sapi
Kombinasi Perlakuan = 10
T0KA T1KA T2KA T3KA T4KA
T0KS T1KS T2KS T3KS T4KS
Ulangan sebanyak 3 kali, diperoleh dari:
(t-1) (r-1) > 15
(10 -1) (r-1) > 15
9r – 9> 15
r> 24/9
r = 2,66
r=3
Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = µ + αi +βj + (αβ)ij + Σijk
Dimana :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
αβ = pengaruh taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II
Σij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
(Bangun, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Jumlah perlakuan

= 10 perlakuan

Jumlah ulangan

= 3 ulangan

Jumlah polibag per plot

= 4 polibag

Jumlah plot

= 30 plot

Jumlah tanaman seluruhnya

= 120 tanaman

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Jamur Trichoderma harzianum Rifai
Isolat Trichoderma harzianum diperoleh dari Balai Pengembangan
Proteksi Tanaman Perkebunan. Isolat T. harzianum kemudian ditanam di dalam
media PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.

Perbanyakan Trichoderma harzianum

Ditimbang jagung dan bersihkan, kemudian cuci bersih selanjutnya
dikukus dengan menggunakan dandang (1/2 matang) atau selama 30 menit mulai
dari keluar uap. Hamparkan jagung yang telah dikukus di atas nampan/baki
sampai dingin, kemudian masukkan masing-masing ke dalam kantong plastik
sesuai perlakuan dan sterilkan selama 2 kali 60 menit. Diinokulasi biakan murni
Trichoderma pada media jagung sebanyak 3 coxborer. Diaduk hingga rata
kemudian disusun di dalam inkubator. Diinkubasikan pada suhu kamar. Setelah
10 – 15 hari jamur siap untuk diaplikasikan.

Universitas Sumatera Utara

Gbr.5. Trichoderma harzianum dalam media jagung
Sumber : Foto langsung

Penyemaian Benih
Benih yang sudah dipersiapkan dapat langsung disemai pada tempat
penyemaian yang telah disediakan. Biji yang telah tersebar itu kemudian ditutup
dengan kompos, lalu disiram. Untuk menghindarkan kerusakan akibat kekeringan
atau hujan, petakan ditutup dengan jerami kering atau atap.

Persiapan Media Tanam
Tanah top soil dan kompos yang akan digunakan 3 : 1 diayak terlebih
dahulu. Media campuran tersebut disterilkan dengan menggunakan uap panas
untuk membunuh mikroorganisme pada media tanam. Sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan drum pengkukus selama ± 1 jam. Media yang telah
dipanaskan dikeluarkan dari kukusan, lalu dikering-anginkan di atas plastik di
ruangan tertutup sampai dingin. Kemudian media tanam tersebut diberi pupuk,
kemudian diaduk rata. Hal ini bertujuan agar unsur hara yang diberikan merata
pada masing-masing polibag.

Universitas Sumatera Utara

Pengaplikasian Trichoderma harzianum Rifai
Aplikasi jamur Trichoderma dilakukan 1 minggu sebelum penanaman
bibit tomat ke polibag.

Penanaman
Bibit tomat yang telah berumur 4 minggu ditanam ke dalam polibag
dengan menggunakan tugal kecil. Bibit ditanam 1 bibit/polibag.

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tomat meliputi :
1. Penyiraman.
2. Pengajiran setelah tanaman berumur 4 minggu setelah tanam.
3. Pemupukan yaitu pemupukan I (urea 10gr/tanaman, phonska 5gr/tanaman, dan
NPK 5 gr/tanaman) dan pemupukan II (hydro complex 5 gr/tanaman dan paten
x 5 gr/tanaman).
4. Penyiangan gulma.
5. Pemangkasan.
Peubah Amatan
Intensitas Serangan Phytophthora infestans
Pengamatan terhadap intensitas serangan dilakukan pada saat tanaman
berumur 56 hari sampai 91 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan sekali lima
hari, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang pada setiap
perlakuan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

∑ (ni x Vi)
IS =

x 100%

(N x Z)
Dimana :
I = Intensitas Serangan (%)
ni = Tanaman Ke-i yang menunjukkan gejala pada perlakuan tertentu
vi = Nilai skala pada tiap tanaman ke-i
N = Jumlah tanaman yang diamati
Z = Nilai skala tertinggi

Universitas Sumatera Utara

Nilai
Skala CIP
1

Busuk Daun (%)
Rata rata
Batas
0

Gejala
Tidak ada busuk daun

2

2,5

Nilai
terkecil ≤ 5

Busuk daun terlihat. Maksimum 10
bercak/tanaman

3

10

5 ≤ 15

Tanaman tampak sehat, tetapi bila
dilihat lebih dekat terli