Pengaruh Pemberian Fungisida Botani Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan

(1)

PENGARUH PEMBERIAN FUNGISIDA BOTANI

TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN

(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN

KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH:

NOVA FRYANTI MANGUNSONG 050302024/HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN FUNGISIDA BOTANI

TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN

(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN

KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH:

NOVA FRYANTI MANGUNSONG 050302024/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. H. Hasanudin, MS.) (Ir. Zulnayati Ketua Anggota I

)

(Ir. Fritz Silalahi, MS. Anggota II

)

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

Nova Fryanti Mangunsong, Effect of fungicides against attacks of leaf

botanical Phytophthora blight disease intensity infestans (Mont) Barry in the field. The research was carried out at the experimental station of the fruit (KPTB) with tongkoh ± 1000 feet of elevation above sea level. The experiment was carried out from March until June 2010.

This research uses random block design (RBD) not factorial consisted of

six treatments and four repetitions. Treatment consisted in A (control), C1 (Clove extract 100 ml/l of water), C2 (Clove extract 150 ml/l of water), E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water), E2 (Equisetum sp extract 150 ml/l

water), M (fungicide Mankozeb 2 ml / l water). In this study, they observed variables were intensity (%) in crops and crop production (kg / plot).

The results showed that the effect of several fungicides significantly affect the intensity of P. infestans highest insensitas where attacks 90% in the treatment of E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water ) and the lowest 85.25% in the E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l water). In the research also shows that the average production of potatoes when compared between the two fungicides highest production 10.2 kg / plot is E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l

water) and the lowest is 6.9 kg / plot in the treatment of C1 (Clove extract 100 ml/l water).


(4)

ABSTRAK

Nova Fryanti Mangunsong, Pengaruh Pemberian Fungisida Botani

Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun

Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan. Penelitian ini dilaksanakan

di Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB) tongkoh dengan ketinggian ± 1000 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret

sampai dengan Juni 2010.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tidak berfaktor terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari A (control), C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air), C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air),

E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air), E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air), M (Fungisida Mankozeb 2 ml/l air). Pada penelitian ini peubah amatan yang

diamati adalah intensitas serangan (%) pada tanaman, dan produksi tanaman (kg/plot).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian beberapa fungisida botani berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. infestans

dimana insensitas serangan tertinggi 90 % pada perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) dan yang terendah adalah 85,25 % pada perlakuan E2

(ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air). Pada hasil penelitian juga diketahui bahwa Rataan produksi kentang jika dibandingkan diantara kedua jenis fungisida botani maka produksi tertinggi 10,2 kg/plot adalah pada perlakuan E2 (ekstrak

Equisetum sp. 150 ml/l air) dan terendah 6,9 kg/plot pada perlakuan C1 (ekstrak


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 16 November 1987 dari Ayahanda H.E. Simangunsong dan Ibunda J. Br. Sijabat penulis merupakan putri pertama dari tujuh bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negri 1 Talawi dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk USU melalui jalur Pemandu Minat Prestasi (PMP) penulis memilih program studi Hama dan penyakit Tumbuhan Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten laboratorium epidemiologi penyakit tumbuhan 2007 – 2009, asisten laboratorium mikologi dan bakteriologi 2007/2008. Penulis juga mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) 2006 – 2007, Pemerintahan mahasiswa Fakultas (PEMA FP) 2006 – 2007, dan Kelompok Pencinta Alam Putra/i Pencintaalam dan Lingkungan

Hidup (PARINTAL) 2006 – 2010.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III unit kebun Bangun, Pematang Siantar. Pada tanggal 1 Juli sampai 30 Agustus 2009. Penulis melaksanakan penelitian di kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Jalan Medan – Brastagi Km. 60 Brastagi.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENGARUH PEMBERIAN

FUNGISIDA BOTANI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN”

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. H.Hasanuddin, MS selaku ketua komisi pembimbing, Ir. Zulnayati

sebagai anggota komisi pembimbing, dan Bapak Ir. Fritz Silalahi, MS sebagai pembimbing Lapangan Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf dan karyawan KPTB tongkoh yang telah membantu penulis selama penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak – pihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Hipotesa Penelitian... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 6

Syarat Tumbuhan Tanaman Kentang ... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 8

Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) ... 9

Biologi Penyakit ... 9

Gejala Serangan ... 11

Daur Penyakit ... 12

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ... 13

Pengendalian Penyakit ... 13

Pemanfaatan Daun Paku Ekor Kuda/Horsetail (Equisetum sp.)... 15

Pemanfaatan Bunga Cengkeh ... 16

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 18

Pelaksaan Penelitian ... 20


(8)

Pengolahan Lahan ... 20

Persiapan Bibit ... 20

Pemupukan ... 21

Penanaman ... 21

Pemeliharaan Tanaman ... 22

Penyiangan ... 22

Pembumbunan ... 22

Pengendalian Hama ... 22

Pengendalian Penyakit ... 22

Penyediaan Daun Paku Ekor Kuda(Equisetum sp.) ... 23

Pembuatan Larutan Daun Paku Ekor Kuda (Equisetum sp.) ... 23

Aplikasi Larutan Daun Paku Ekor Kuda (Equisetum sp.) ... 23

Penyediaan Bunga Cengkeh ... 24

Pembuatan Larutan Bunga Cengkeh ... 24

Aplikasi Larutan Bunga Cengkeh ... 24

Parameter Pengamatan ... 24

Intensitas Serangan ... 24

Produksi Tanaman Kentang ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas serangan (%) P. infestans ... 26

Produksi kentang (ton/ha) ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Gambar Hal

Tabel 1. Rataan intensitas serangan (%) P. infestans dengan

perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai

pembanding pada tanaman... 27 Tabel 2. Uji beda rataan produksi kentang (Ton/Ha) terhadap perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai pembanding pada tanaman kentang... 28


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal

Gambar 1. Phytophthora sp. A : Sporangia. B : Zoospora.

C: Chlamidospora. D.Oospora ... 10

Gambar 2. Sporulasi Phytophthora infestans pada daun kentang ... 11

Gambar 3. Gejala serangan Phytophthora infestans pada umbi kentang ... 12

Gambar 4. Daur hidup Phytophthora infestans ... 13

Gambar 5. paku Ekor kuda/ horsetail ... 15


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal

Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 25

Lampiran 2. Pengambilan Tanaman Sampel ... 26

Lampiran 3. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 30 HST ... 37

Lampiran 4. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 34 HST ... 38

Lampiran 5. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 38 HST ... 39

Lampiran 6. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 42 HST ... 40

Lampiran 7. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 46 HST ... 41

Lampiran 8. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 50 HST ... 42

Lampiran 9. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 54 HST ... 43

Lampiran 10. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 58 HST ... 44

Lampiran 11. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 62 HST ... 45

Lampiran 12. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 66 HST ... 46

Lampiran 13. Data Rataan Produksi (Ton/Ha) ... 47

Lampiran 14. Foto Produksi Kentang Per Tanaman Sampel ... 48

Lampiran 15. Foto Lahan ... 56


(12)

ABSTRACT

Nova Fryanti Mangunsong, Effect of fungicides against attacks of leaf

botanical Phytophthora blight disease intensity infestans (Mont) Barry in the field. The research was carried out at the experimental station of the fruit (KPTB) with tongkoh ± 1000 feet of elevation above sea level. The experiment was carried out from March until June 2010.

This research uses random block design (RBD) not factorial consisted of

six treatments and four repetitions. Treatment consisted in A (control), C1 (Clove extract 100 ml/l of water), C2 (Clove extract 150 ml/l of water), E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water), E2 (Equisetum sp extract 150 ml/l

water), M (fungicide Mankozeb 2 ml / l water). In this study, they observed variables were intensity (%) in crops and crop production (kg / plot).

The results showed that the effect of several fungicides significantly affect the intensity of P. infestans highest insensitas where attacks 90% in the treatment of E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water ) and the lowest 85.25% in the E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l water). In the research also shows that the average production of potatoes when compared between the two fungicides highest production 10.2 kg / plot is E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l

water) and the lowest is 6.9 kg / plot in the treatment of C1 (Clove extract 100 ml/l water).


(13)

ABSTRAK

Nova Fryanti Mangunsong, Pengaruh Pemberian Fungisida Botani

Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun

Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan. Penelitian ini dilaksanakan

di Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB) tongkoh dengan ketinggian ± 1000 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret

sampai dengan Juni 2010.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tidak berfaktor terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari A (control), C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air), C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air),

E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air), E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air), M (Fungisida Mankozeb 2 ml/l air). Pada penelitian ini peubah amatan yang

diamati adalah intensitas serangan (%) pada tanaman, dan produksi tanaman (kg/plot).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian beberapa fungisida botani berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. infestans

dimana insensitas serangan tertinggi 90 % pada perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) dan yang terendah adalah 85,25 % pada perlakuan E2

(ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air). Pada hasil penelitian juga diketahui bahwa Rataan produksi kentang jika dibandingkan diantara kedua jenis fungisida botani maka produksi tertinggi 10,2 kg/plot adalah pada perlakuan E2 (ekstrak

Equisetum sp. 150 ml/l air) dan terendah 6,9 kg/plot pada perlakuan C1 (ekstrak


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang berasal dari pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang sudah dikenal di Indonesia (Pengalengan, lembang, dan Karo) sejak sebelum Perang Dunia II yang disebut Eugenheimer. Kentang ini merupakan hasil seleksi di Negeri Belanda pada Tahun 1890, berkulit umbi kekuning – kuningan, berdaging kuning, dan rasanya enak. Kelemahan dari kentang ini adalah peka terhadap penyakit busuk daun, virus Y dan A, dan peka terhadap penyakit layu. (Soelarso, 1997).

Permintaan terhadap sayuran termasuk kentang di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, kesadaran gizi masyarakat, permintaan ekspor serta tumbuhnya industri pengolahan kentang. Data dari BPS menunjukkan adanya peningkatan permintaan kentang untuk bahan olahan industri dari 19.635 ton pada tahun 2002 menjadi 20.243 ton pada tahun 2003 (Soegihartono, 2008).

Diantara tanaman sayur dunia lainnya kentang merupakan yang terpenting, hampir dimanfaatkan oleh seluruh penduduk dunia. Selain sebagai bahan pangan dunia, umbi kentang juga dapat dibuat menjadi tepung, dibuat kripik, serta untuk kebutuhan industri alkohol. Umbi kentang mengandung air 80%, protein 2% dan karbohidrat (terutama pati) sekitar 17%. Tanaman kentang merupakan herba semusim, tingginya mencapai 0,3 – 1 meter, batangnya agak lunak, berbulu, bercabang, dan akarnya akar serabut (Ashari, 1995).


(15)

Pada kentang, patogen hawar daun mula – mula dideskripsi di Perancis pada tahun1845 oleh Montagne dan pada tomat oleh Payen tahun 1847. Pada tahun 1876 setelah melakukan penelitian selama bertahun – tahun Anton de Bary mengukuhkan nama patogen P. infestans (Mont.) de Bary sebagai penyebab penyakit hawar daun pada kentang (Sherf dan Macnab,1986).

Nama lain dari P. infestans (Mont.) de Bary adalah

Gangreana tuberum solani Mart. 1842, Botrytis devastatrix Lib. 1845, Botrytis solani hartig. 1846, Peronospora trifurcata Ung. 1847,

Perenospora fintelmani casp. 1852, Peronospora devastatrix (Lib.) Casp. 1855, Peronospora infestans (Mont.) Dby. 1863 ( Walker, 1969).

P. infestans datang dengan isyarat bercak cokelat kehitaman di permukaan

daun muda. Bercak lalu melebar membentuk area nekrosis berwarna cokelat keputihan. Umbi kentang yang terserang menjadi melekuk dan berair. Ketika kita membelah umbi tampak warna cokelat busuk. Perkembangbiakannya begitu cepat sebabnya P. infestans patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Patogen ini mampu berkembangbiak secara aseksual. Mempunyai zoospora yang bisa berkecambah langsung. P. infestans bersifat heterotalik yaitu berkembang biak secara seksual dengan memiliki oospora. Perantara penyebaran paling utama adalah benih yang berpotensi mengandung patogen. Angin juga berperan menyebarkan spora dari satu tanaman ke tanaman lain, bahkan dari satu daerah ke daerah lain (Trubusid, 2008).

Pengendalian Penyakit tumbuhan adalah pencegahan (preventif) dan pemberantasan (kontrol). Pencegahan (preventif) artinya kita melakukan suatu tindakan atau usaha agar tanaman kita yang masih sehat di lapangan atau yang


(16)

akan ditanamkan nantinya terhindar dari serangan atau gangguan suatu penyakit. Jadi sasaran kita adalah tanaman yang masih sehat agar tetap sehat atau terhindar dari serangan suatu penyakit (Djafaruddin, 2000).

Salah satu upaya pengendalian penyakit tanaman secara preventif adalah dengan menggunakan fungisida nabati. Ekstrak Equisetum sp. merupakan fungisida nabati dimana pada bagian batangnya memiliki kandungan silika sebanyak 7 – 8 %. Pembuatan ekstrak Equisetum sp. dengan mengambil batang (modifikasi daun) tanaman segar sebanyak 1 kg dan ditambahkan 10 liter air. Ekstrak Equisetum sp. dapat dibuat menjadi tepung berwarna kuning terang yang memiliki umur simpan selama 18 – 24 bulan di dalam kondisi yang baik. Agar bertahan lama tepung Equisetum disimpan di tempat yang sejuk, kering, dan jauh dari sinar matahari langsung (Watson, 2009).

Penyebaran Equisetum sp. hampir di seluruh penjuru dunia, dan umumnya berada di habitat hutan rawa. Di negara Belgia, Kanada, Inggris, Finlandia, Jerman, Jepang, Selandia Baru, Soviet Rusia, Amerika dan Yugoslavia tumbuhan

Equisetum sp. ini merupakan tumbuhan pengganggu penting. Di negara Alaska,

Argentina, Brazil, Perancis, Indonesia, Iran, Madagascar, Mauritius, Belanda, Rolandia, Roma, Spanyol dan Swedia tumbuhan ini merupakan pengganggu umum. Sedangkan dibeberapa negara lain seperti : Chili, Cina, Islandia, Italia, Korea, dan Turku tumbuhan ini dikenal dan berlaku sebagai tumbuhan pengganggu, tetapi tingkat kepentingannya tidak diketahui (Holm etc, 1979).

Beberapa jenis fungisida dapat diperoleh dari eksudat tanaman baik akar, batang, daun, bunga. Misalnya pada tanaman cengkeh, eksudat yang dihasilkan adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan senyawa minyak yang menguap


(17)

dan tidak larut dalam air. Ekstrak minyak atsiri juga diketahui dapat dijadikan pestisida botani. Eksudat dari tanaman cengkeh sudah teruji dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici pada tanaman cabai (Aryabudi, 2009).

Kelebihan dari pestisida berbahan baku nabati antara lain mengalami penguraian yang cepat oleh sinar matahari, tidak meracuni dan merusak tanaman, beresifat selektif, dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang kebal pestisida kimiawi. Kekurangan dari pestisida berbahan baku nabati antara lain cepat terurai dan aplikasinya harus sering, daya racunnya rendah, ketersediaannya terbatas (Samsudin, 2008).

Hipotesa Penelitian

1. Diduga ekstrak daun paku ekor kuda/horsetail (Equisetum sp.) dan ekstrak bunga cengkeh dapat memberikan ketahanan terhadap tanaman sehingga

tidak mudah diserang oleh penyakit hawar daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada kentang.

2. Diduga adanya pengaruh dosis pemberian ekstrak daun paku ekor kuda/horsetail (Equisetum sp.) dan ekstrak cengkeh terhadap intensitas serangan penyakit hawar daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada kentang.

3. Diduga adanya perbandingan tingkat keefektifan antara ekstrak

Equisetum sp., ekstrak cengkeh dan fungisida berbahan aktif Mankozeb

terhadap intensitas serangan penyakit hawar daun (Phytophthora infestans (Mont.) pada kentang.


(18)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian fungisida botani terhadap

intensitas serangan penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di Lapangan.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

Menurut Sharma (2002), tanaman kentang mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyleddonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genum : Solanum

Species : Solanum tuberosum L.

Kentang adalah tanaman berumur pendek. Tanaman kentang yang dihasilkan secara aseksual dari umbi memiliki akar serabut dengan percabangan yang halus, agak dangkal, dan akar adventif berserat yang menyebar, sedangkan tanaman yang berasal dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar lateral yang banyak (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995).

Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang tetapi hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. di dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Rich, 1983).

Batang tanaman kentang yang berada di atas permukaan tanah berwarna hijau polos, hijau kemerahan, atau ungu tua. Penampang lintang batang berbentuk bulat atau bersudut. Batang yang bersudut dapat bersayap atau tidak bersayap.


(20)

Pada batang yang bersayap, sayap dapat lebar (>0,5 cm) atau sempit (<0,5 cm) dan tepi sayap dapat lurus atau bergelombang. Tanaman kentang berbentuk semak dan panjang batang kentang 50 cm – 120 cm. Batang yang berada di bawah permukaan tanah disebut juga dengan stolon (Soelarso,1997).

Daun menyirip majemuk, dengan lebar daun bertangkai memiliki ukuran, bentuk dan tesktur yang beragam (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995).

Bunga kentang adalah zygomorph (mempunyai bidang simetris), berjenis kelamin dua (Hermaphroditus) warna mahkota brbentuk terompet dengan ujung seprti bintang, lima benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya. Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (inflorescens) yang tumbuh diujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1 – 30 bunga. Tetapi pada umumnya 7 – 15 bunga untuk tiap karangan bunga. Bunga kentang membuka

pada pagi hari dan menutup pada sore hari yang berlangsung 3 – 7 hari (Soelarso, 1997).

Seminggu setelah penyerbukan, bakal buah membesar dan samapai keunguan, berbentuk bulat, bergaris tengah ± 2,5 cm dan berongga dua. Buah kentang mengandung 500 bakal biji dan yang dapat berkembang menjadi biji hanyalah berkisar antara 10 – 300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira – kira 6 – 8 minggu setelah penyerbukan (Soelarso, 1997).

Buku (internode) yamg memanjang dan melengkung pada bagian ujungnya disebut stolon. Ujung stolon membengkak sebagai tempat berkumpulnya zat cadangan makanan yang di sebut umbi kentang. Seluruh stolon tidak dapat membentuk umbi. Stolon yang tidak tertutup tanah akan berkembang menjadi batang vertical yang ditumbuhi daun. Jumlah mata umbi 2 – 14 buah,


(21)

tergantung ukuran umbi. Mata umbi tersusun dalam lingkaran spiral pada permukaan umbi dan berpusat pada ujung umbi. Waktu tumbuh tunas berkisar antara 3 – 6 bulan (Soelarso, 1997).

Syarat Tumbuh

Iklim

Di Indonesia, tanaman kentang diusahakan di daerah yang memiliki ketinggian 500 meter – 3000 meter di atas permukaan laut, pada ketinggian optimal 1000 meter – 2000 meter di atas permukaan laut. Suhu yang paling baik

adalah 20 0C – 24 0C pada siang hari dan 8 0C – 12 0C pada malam hari.

Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari bertunas sampai stadium primordial bunga adalah 12 0C – 16 0C. Sedangkan setelah stadium primordial

bunga suhu yang cocok adalah 19 0C – 21 0C. Tanaman kentang dapat tumbuh

baik pada suhu rata – rata 15 0C – 20 0C. Jika suhu rata –rata 23 0C, daun biasanya

akan menjadi kecil dan jarak antar ruas menjadi panjang. Curah hujan antara 200 mm – 300 mm / bulan dan rata – rata 1000 mm selama masa pertumbuhan. RH tanah yang paling baik adalah 40% sampai dengan 60%. RH udara yang tinggi 80% - 90% sangat baik untuk pertumbuhan kentang (Soelarso, 1997).

Tanah

Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai struktur cukup halus atau gembur, drainase baik, tanapa lapisan kedap air, debu atau debu berpasir dan sedikit kering. Tanaman kentang lebih menyukai tanah – tanah


(22)

vulkanis (andosol) yang gembur dan bayak mengandung humus atau subur. pH tanah yang cocok adalah 6 – 7 (Ashari, S., 1995).

Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)

Biologi Penyakit

Menurut Agrios (1996) mengklasifikasikan jamur ini sebagai berikut :

Kingdom : Mycetae

Divisio : Eumycota

Sub Divisi : Mastigomycotina

Class : Oomycetes

Ordo : Peronosporales Famili : Pythiaceae Genus : Phytophthora

Species : Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

Miselium pada jamur parasit tanaman ini dapat tumbuh di dalam sel (intracelluler) atau antar sel (intercelluler). Sporangiofor biasanya bercabang-cabang dan biasanya dibentuk di permukaan tanah, pada tanaman, dan dapat muncul dari inang melalui efidermis atau stomata (Landecker, 1982).

Hifa dari species Phytophthora tidak mempunyai sekat dan mempunyai banyak cabang (Lucas, et al, 1985).

Miselium biasanya tidak bersepta, hyaline, diameter berubah-ubah, bercabang dan sangat berkembang dibawah epidermis (Weber, 1973).


(23)

Sporangium (zoosporangium) berbentuk bulat telur seperti buah per (pyriform) yang mempunyai sebuah tonjolan (papil). Sporangium mempunyai ukuran (32 – 52) x (29 – 41) µm. Sporangium dapat berkecambah secara tidak langsung membentuk spora kembara (zoospora) yang keluar satu persatu dari dalam sporangium. Disamping itu sporangium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa atau pembuluh kecambah. Oleh karena itu sporangium

Phytophthora disebut konidium. Seperti yang tertera pada gambar 1

(Semangun, 2000).

Gambar 1. Phytophthora sp. A : Sporangia. B : Zoospora. C: Chlamidospora. D.Oospora. (Sumber: Widya, 2009 http://wpcontent.answers.com/wikipedia/commons/thumb/f/fe/Phytophtora


(24)

Zoospora yang dihasilkan sporangia berjumlah 5-30 zoospora yang berukuran 7 x 11 µm dan mempunyai dua flagel. Klamidospora sphaerical menuju oval dengan diameter 25 µm (Singh, 2001).

Gejala Serangan Cendawan (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)

Daun – daun yang sakit mempunyai bercak – berrcak nekrotis pada tepid an ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak – bercak akan meluasdengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca demikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atas tanah akan mati. Dalam cuaca kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman sudaah berumur lebih dari 1 bulan, meskipun Kadang – kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 21 hari. Dalam cuaca yang lembab pada sisi bawah bagian daun yang sakit terdapat lapisan kelabu tipis, yang terdiri darri konidiofor dan konidium jamur. Seperti yang tertera pada gambar 2 (Semangun, 2000).


(25)

P. Infestans ini juga menyerang umbi kentang, mula – mula adanya bercak

coklat dipermukaan kulit umbi kemudian bercak meluas, selain itu pada permukaan kulit umbi terlihat miselium – miselium jamur berwarna putih keabu – abuan seperti benang – benang halus. Seperti yang tertera pada gambar 3 (Semangun, 2000).

Gambar 3. Gejala serangan Phytophthora infestans pada umbi kentang

(Sumber: Paul, 1998 http:/

Daur Penyakit

Jamur ini dapat mempertahankan diri dari musim ke musim dalam umbi – umbi yang sakit. Kalau umbi yang sakit ditanam, jamur dapat naik ke tunas muda yang baru saja tumbuh dan membentuk banyak konidium atau sporangium di sini. Konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman atau pertanaman di sekitarnya (Semangun, 2000).


(26)

Gambar 4. Daur hidup Phytophthora infestans

(Sumber: Paul, 1998 http:/

Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Penyakit

Pembentukan dan perkecambahan konidium P. infestans sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu, terutama kelembaban. Pada udara yang kering konidium sudah mati dalam waktu 1 – 2 Jam, sedangkan pada kelembaban 50 – 80 % dalam waktu 3 – 6 jam. Pada suhu 10 – 25 0C, kalau ada air, konidium

membentuk spora kembara dalam waktu ½ - 2 jam, dan spora kembara ini akan membentuk pembuluh kecambah dalam waktu 2 – 2 ½ jam. Perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18 – 20 0C. pada suhu 30 0C

perkembangan bercak akan terhambat. Oleh karena itu pada tanaman kentang dataran rendah (kurang dari 500 meter di atas permukaan laut) P. infestans bukan merupakan masalah. Epidemik penyakit ini biasanya terjadi pada suhu 16 – 24 0C,

dan biasanya pada bulan Desember dan Februari (Semangun, 2000). sporangium

oospora

Oogonium Antheridium

Reproduksi Seksual

Sporulasi dari tanaman muda

sporangium

sporangium

zoospora

Tabung kecambah

Sporulasi di daun


(27)

Temperatur yang optimum untuk pertumbuhan patogen ini adalah 16 – 18 0C sedangkan suhu yang diperlukan patogen ini untuk bersporulasi

adalah 9 – 29 0C, optimumnya 21 0C. Pada saat perkecanbahan spora dengan

zoospora memerlukan suhu 12 0C, sedangkan untuk membentuk tabung

kecambahnya suhu yang diperlukan 21 0C. Temparatur minimum untuk

perkecambahan spora adalah suhu sangat rendah yaitu 2 – 3 0C (Mehrotra, 1983).

Pengendalian Penyakit

Penyakit dapat dikendalikan dengan melakukan beberapa usaha dibawah ini secara terpadu :

1. Hanya menanam umbi – umbi (bibit) yang sehat 2. Penanaman jenis kentang yang tahan

3. Penyemprotan dengan fungisida, dengan menggunakan Dithane M-45 (Mankozeb) dengan kadar 0,2 – 0,3 % atau 2 – 3 kg/ha

(Semangun, 2000).

Pengendalian penyakit hawar daun juga dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan yang biasa disebut fungisida botani contohnya adalah minyak atsiri dari daun sirih, ekstrak cengkeh. Eksudat tanaman lainnya seperti tanaman paku ekor kuda/ horsetail Equisetum sp. Yang mengandung silika untuk menekan pertumbuhan pathogen Phytophthora infestans (Syamsudin dkk, 2007).


(28)

Pemanfaatan Daun Paku Ekor Kuda

Semua anggota paku ekor kuda bersifat

meskipun beberapa anggotanya (hidup di Amerika Tropik) ada yang bisa tumbuh

mencapai 6-8 m (E. giganteum dan E. myriochaetum).

berperan sebagai organ

mengandu

Gambar 5. paku Ekor kuda/ horsetail ( Equisetum sp.)

(Sumber: Watson,

Ekstrak Equisetum sp. merupakan fungisida nabati dimana pada bagian batangnya memiliki kandungan silika sebanyak 7 – 8 %. Pembuatan ekstrak

Equisetum sp. dengan mengambil batang tanaman segar sebanyak 1 kg dan

ditambahkan 10 liter air. Ekstrak dapat dibuat menjadi tepung berwarna kuning terang yang memiliki umur simpan selama 18 – 24 bulan di dalam kondisi yang baik (gambar 6). Agar bertahan lama tepung Equisetum disimpan di tempat yang sejuk, kering, dan jauh dari sinar matahari langsung (Watson, 2009).


(29)

Gambar 6. Ekstrak equisetum sp. Berbentuk tepung

(Sumber: Watson,

Pemanfaatan Bunga Cengkeh

Fungisida nabati yang berasal dari ekstrak minyak bunga cengkeh yang memiliki kandungan atsiri. Minyak atsiri adalah senyawa yang mudah menguap dan tidak larut di dalam air yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses distilasi. Kandungan utama minyak cengkeh terdiri dari 70-80% senyawa eugenol, eugenol asetat dan caryophylene. Sedangkan 20% yang lain adalah methyl n-hepthyl alcohol, benzyl alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol (Aryabudi, 2009).

Eksudat bunga cengkeh ternyata memiliki daya penghambatan lebih baik terhadap pertumbuhan koloni cendawan P. infestans dibandingkan jenis fungisida nabati lainnya. Minyak cengkeh telah mampu menghambat pertumbuhan koloni cendawan P. infestans hingga 62,56 % pada konsentrasi fungisida 0.020 %, sementara pada konsentrasi yang sama jenis fungisida lainnya, hanya mampu menghambat di bawah 50 %, kecuali jenis fungisida nabati yang berasal dari kencur. Peningkatan konsentrasi minyak cengkeh hingga 0.025 %, menyebabkan pertumbuhan koloni P. infestans terhambat hingga >90 %. Minyak kencur juga


(30)

memiliki kemampuan lebih baik terhadap penghambatan pertumbuhan koloni P. capsici secara in vitro (Syamsudin dkk, 2007).


(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000

meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2010.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak tanaman paku ekor kuda/horsetail (Equisetum sp.), ekstrak cengkeh, benih kentang, aquades, pupuk kandang, pupuk Urea, SP-18, Blue Spesial, Ponskha fungisida berbahan aktif Mankozeb, air bersih.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cangkul, pacak, mortal, blender, gelas reaksi, gelas ukur, knapsek, gembor, timbangan, papan nama, buku data, kalkulator, alat tulis, tali plastik, mikroskop.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yang terdiri dari 6 perlakuan dengan 4 ulangan, yaitu :

A : control

C1 : ekstrak cengkeh 100 ml/l air C2 : ekstrak cengkeh 150 ml/l air


(32)

E1 : ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air E2 : ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air M : fungisida Mankozeb 2 ml/l air Jumlah ulangan diperoleh dari rumus: (t-1) (r-1) ≥ 15

(6-1) (r-1) ≥ 15 5r – 5 ≥ 15 5r ≥ 15 + 5 5r ≥ 20 r ≥ 4

jumlah ulangan = 4

jumlah unit percobaan = 24 plot.

Model linear aditif yang digunakan dalam Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal ini adalah sebagai berikut :

Yij : µ + Ti + ∑ij : i = 1,2,…………t j = 1, 2,………...r dimana,

Yij : hasil pengamatan pada perlakuan taraf ke-I dengan ulangan ke-j µ : nilai tengah sebenarnya

Ti : pengaruh perlakuan ke-i

∑ij : pengaruh eror pada unit percobaan. (Nazir, 2003).

Jika hasil analisa menunjukkan nilai nyata dilanjutkan dengan uji jarak Berganda Duncan (DMRT) (Bangun, 1991).


(33)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan

Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei lapangan yang akan digunakan, dan mengurus perizinan pemakaian tempat di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara.

Pengolahan lahan

Lahan diolah sebanyak dua kali, olahan pertama tanah ditraktor dengan rotari dan dibiarkan 2 hari kemudian disemprotkan Round-up dibiarkan selama 1 minggu. Olahan kedua lahan di ayap akar dan digemburkan. Lahan kemudian dibuat petakan – petakan sesuai perlakuan dengan ukuran tiap petak 4,5 m x 1,5 m. Jarak antar petak 40 cm dan jarak antar blok 70 cm. Setelah petak selesai kemudian di bentuk bedengan dimana dalam 1 plot (petak perlakuan) terdapat 5 bedengan.

Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan adalah bibit yang bersertifikat, varietas granola (G7) yang diperoleh dari Kebun Percobaan Tanaman Bunga Tongkoh.


(34)

Pemupukan

Pemupukan diberikan dalam 2 tahapan, yaitu pemupukan dasar sebelum tanam dan pemupukan susulan 1 bulan setelah tanam. Dimana komposisi pemupukan sebagai berikut:

• Pemupukan Dasar mengunakan pupuk kandang 100 ton/Ha (300gr/lubang tanam atau 7,5 kg/plot), Urea 370,370kg/Ha (10gr/lubang tanam atau 250gr/plot), SP-18 245kg/Ha (6,6gr/lubang tanam atau 165 gr/plot), Pupuk Ponska 370,370 kg/Ha (10gr/lubang tanam atau 250 gr/plot), Pupuk Blue Spesial 123 kg/Ha (3,3 gr/lubang tanam atau 82,5 gr/plot).

• Pemupukan Susulan menggunakan Urea 370,370kg/Ha (10gr/lubang tanam atau 250gr/plot), SP-18 245kg/Ha (6,6gr/lubang tanam atau 165 gr/plot), Pupuk Ponska 370,370 kg/Ha (10gr/lubang tanam atau 250 gr/plot), NPK perfek 245 kg/Ha (6,6 gr.lubang tanam atau 165 gr/plot). Pada saat pemupukan pertama, pupuk dasar dicampur seluruhnya, kemudian ditabur diatas lubang tanam.

Penanaman

Penanaman dilaksanakan pada bulan Maret 2010. Sebelum penanaman Pupuk Dasar ditabur diatas lubang tanam dan kemudian ditutup dengan tanah setelah itu bibit diletakkan diatas dan ditutup lagi dengan tanah. Bibit ditanam dengan jarak tanam 90 cm x 30 cm.


(35)

Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan

Penyiangan Gulma dilakukan sebelum pembumbunan, dan minimal 2 kali selama musim tanam.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan untuk menegakkan tanaman agar tidak mudah rebah, pembumbuna dilakukan sebanyak 2 kali. Tahap I pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dan tahap II setelah tanaman berumur 40 hari setelah tanam.

Pengendalian Hama

Pengendalian hama pada tanaman kentang ini dilakukan dengan menyemprotkan beberapa macam insektisida secara berurutan tahapannya yaitu :

Serpa untuk hama Agrotis ipsilon

• Curacron untuk hama kutu – kutuan

• Confidor untuk hama ulat

Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan fungisida botani dan kimiawi sesuai perlakuan yang dicobakan pada penelitian ini.


(36)

Penyediaan Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.)

Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.) diadakan dari lahan rawa di daerah merek yang merupakan habitat dari tumbuhan ini dan diperbanyak sebelum memulai penelitian.

Pembuatan Ekstrak Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.)

Ekstrak Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.) diperoleh dari Daun equisetum yang sudah dikeringkan dibawah dinar matahari ditimbang sebanyak 100 gr dan ditambahkan 1 liter air kemudian direbus sampai berubah warna coklat kekuningan kemudian didinginkan. Setelah itu diblender (dihaluskan) lalu disaring. Ekstrak di diamkan selama minimal 12 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan.

Aplikasi Larutan Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.)

Aplikasi dimulai sejak tanaman berumur 30 hari setelah tanam (HST) dan formula diaplikasikan sesuai dengan perlakuan, aplikasi dilakukan mengambil formula dan disesuaikan dengan dosis pada perlakuan dan ditambahkan 10 gr sabun colek diaduk merata lalu dituang ke dalam knepsek kemudian disemprotkan.


(37)

Penyediaan Bunga Cengkeh

Bunga cengkeh kering diperoleh dari produk jadi yang dijual di pasar yang juga biasa digunakan sebagai bumbu masak.

Pembuatan Larutan Bunga Cengkeh

Bunga cengkeh sebanyak 1 kg, kemudian ditumbuk halus dengan menggunkan mortal kemudian diayak. Untuk membuat ekstrak diambil 100 gr bubuk cengkeh dan ditambahkan 1 liter air lalu direbus, kemudian disaring dan didiamkan selama 12 jam sebelum aplikasi.

Aplikasi Larutan Bunga Cengkeh

Formula yang sudah tersedia dituang sesuai dosis perlakuan di dalam knepsek dan ditambahkan 10 gr sabun colek. Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan ke tanaman dimulai sejak umur 30 hari setelah tanaman. Dengan interval 3 hari.

Parameter Yang Diamati

Intensitas Serangan

% 100 ) ( 0

x NxV

nixvi IS

i


(38)

Keterangan :

IS = intensitas serangan (%)

ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i

vi = nilai skor penyakit dai i = 0, 1, 2 sampai i t-skor tertinggi N = jumlah tanaman sampel keseluruhan

V = skor tertinggi (Sinaga, 2003).

Pengambilan data dilakukan sebanyak 8 kali dalam interval waktu 3 hari (pengambilan data dilakukan 2 x 1 minggu), sampai tanaman berumur dua

bulan di lapangan (fase perbungaan). Pada setiap plot terdapat 5 tanaman sampel.

Produksi Tanaman kentang

Produksi kentang dihitung dengan menimbang berat kentang (kg) yang dipanen dari setiap plot perlakuan kemudian di konversikan dalam ton/Ha menggunakan rumus :

kg m x L X Ha Ton Y 1000 2 10000 ) / ( = Keterangan:

Y : Produksi dalam Ton/Ha X : Produksi dalam Kg/Plot L : Luas Plot ( m2)


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas Serangan (%) Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

Data pengamatan intensitas serangan P. infestans pada setiap waktu pengamatan mulai dari tanaman berumur 30 – 66 Hari Setelah Tanam (hst) dapat dilihat pada lampiran 3 – 12. Uji beda Rataan intensitas serangan P. infestans dengan perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Uji beda Rataan intensitas serangan (%) P. infestans dengan perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai pembanding pada tanaman.

Perlakuan Hari Setalah Tanam (HST)

30 HST 34 HST 38 HST 42 HST 46 HST 50 HST 54 HST 58 HST 62 HST 66 HST

A 2,25 5,05 11,7 a 31 a 44,5 a 55,35 a 64,5 a 93 a 99,75 a 100 a C1 0,35 1,35 5,3 b 18 a 26 b 38,55 b 48 b 62 b 75,5 b 86,25 b C2 0,35 0,7 3,8 b 15,65 b 27,25 b 35,75 b 45,25 b 61 b 73,5 b 87 b E1 0,9 1,25 5,35 b 22,25 a 34,75 a 42,9 a 52,25 a 66,25 b 79,75 a 90 a E2 0,25 1,2 5,25 b 18 a 29 a 38,75 b 48,75 b 62,75 b 77,25 b 85,25 b

M 0,75 0,85 3,75 b 10,7 b 15,5 b 28 b 37 b 46 c 58 b 68,25 c

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa intensitas serangan pada perlakuan A (kontrol) sebesar 100 % tidak berbeda nyata dengan perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) sebesar 90 %, tetapi perlakuan (A dan E1) berbeda

nyata terhadap perlakuan C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) sebesar 86,25 %, C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air) sebesar 87 %, E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) sebesar 85,25 dan M (Fungisida Mankozeb 2 gr/l air)


(40)

sebesar 68,25 %. Untuk melihat perbedaan nyata diantara perlakuan terhadap intensitas serangan P. infestans dapat dilihat pada histogram di bawah ini :

Gambar 10. Histogram hubungan antara intensitas serangan dengan waktu pengamatan terhadap penyakit hawar daun P. infestans.

Dapat dilihat bahwa persentase serangan P. infestans mulai terlihat pada saat tanaman berumur 30 HST sampai dengan akhir pengamatan 66 HST. Intensitas serangan tertinggi pada perlakuan E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air) yaitu sebesar 90 % dan terendah pada perkuan E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) yaitu sebesar 85,25 %. Hal ini dikarenakan mekanisme kerja fungisida botani yang berasal dari ekstrak equisetum yang merupakan pengendalian secara preventif sedangkan ekstrak cengkeh bekerja mengendalikan secara kuratif. Hal ini sesuai dengan literatur Watson (2009) yang menyatakan bahwa ekstrak Equisetum sp. ini adalah sebagai pembentuk kekebalan tubuh pada tumbuhan (antibodi) atau disebut juga pengendalian preventif (pencegahan) karena ekstrak Equisetum sp. ini mengandung zat berupa silika yang merupakan unsur mikro tanaman yang berfungsi meningkatkan kesehatan tanaman. Namun jika tanaman sudah terlebih dahulu terinfeksi patogen sebelum diberikan fungisida botani ekstrak Equisetum sp. ini, mekanisme kerja ekstrak Equisetum sp. ini

0 20 40 60 80 100 120 30 HST 34 HST 38 HST 42 HST 46 HST 50 HST 54 HST 58 HST 62 HST 66 HST In te n si ta s S e ra n g a n ( % ) Pengamatan A C1 C2 E1 E2 M


(41)

sangat rendah atau tidak dapat mengendalikan patogen tersebut. Juga menurut Aryabudi (2009) yang menyatakan bahwa fungisida botani berbahan baku dari cengkeh dapat menghambat pertumbuhan patogen P. infestans.

Pengaruh pemberian fungisida botani berupa ekstrak cengkeh dengan dosis yang berbeda menunjukkan bahwa antara perlakuan C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) sebesar 86,25 % dan C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air) sebesar 87 % tidak berbeda nyata. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh pemberian dosis yang berbeda terhadap intensitas serangan P. infestans.

Pengaruh pemberian fungisida botani berupa ekstrak equisetum dengan

dosis yang berbeda menunjukkan bahwa antara perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) sebesar 90 % berbeda nyata dengan perlakuan

E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) sebesar 85,25 %. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar kemampuannya untuk menekan intensitas serangan P. infestans.

Pada pengamatan 42 HST – 66 HST intensitas serangan P. infestans menunjukkan kenaikan angka persentase yang tinggi karena pada umur tanaman 40 hari sampai 70 hari adalah masa epidemi bagi petogen P. infestans dimana adanya pengaruh beberapa faktor baik dari tanaman itu sendiri maupun dari lingkungan. Faktor dari tanaman berupa kematangan tanaman pada usia ini sangat disukai oleh P. Infestans. Faktor lingkungan berupa seringnya terjadi hujan panas dimana curah hujan setiap harinya sedikit tetapi suhu panas dan intensitas curah hujan tinggi. Situasi ini dapat dilihat pada lampiran cuaca dimana temperatur


(42)

RH 87 %, 75%. Seperti yang tertera pada (Semangun, 2000) Epidemi penyakit ini biasanya terjadi pada suhu 16 – 24 0C.

2. Produksi kentang (Ton/Ha)

Data pengamatan produksi kentang pada waktu pengamatan waktu panen dapat dilihat pada lampiran 13. Dimana hasil panen tanaman kentang yang diperoleh (kg/plot) telah dikonversikan ke (ton/ha). Uji beda Rataan produksi kentang (ton/ha) dengan perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Uji beda rataan produksi kentang (Ton/Ha) terhadap perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai pembanding pada tanaman kentang.

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang Berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan.

Pada tabel 2 diketahui bahwa produksi kentang pada perlakuan C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air) sebesar 12,65 ton/ha tidak berbeda nyata,

terhadap E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air) sebesar 11,825 ton/ha. Produksi kentang pada perlakuan (C2 dan E1) berbeda nyata dengan produksi kentang pada perlakuan A (kontrol) sebesar 7,45 ton/ha, C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) sebesar 10,175 ton/ha, E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) sebesar 14,75 ton/ha, dan M (fungisida Mankozeb 2 gr/l air) sebesar 19,5 ton/ha.

Perlakuan Rataan Produksi (kg/plot) Rataan produksi (Ton/Ha)

A 5 7,45 e

C1 6,9 10,175 d

C2 8,6 12,65 c

E1 8 11,825 c

E2 10,2 14,75 b


(43)

Untuk melihat pengaruh antara perlakuan terhadap roduksi tanaman kentang dapat dilihat pada histogram di bawah ini :

Gambar 11. Histogram hubungan antara produksi terhadap perlakuan.

Produksi tanaman kentang jika dibandingkan antara kedua fungisida botani yang tertinggi terdapat pada perlakuan E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l

air) yaitu 14,75 Ton/Ha dan terendah pada perlakuan C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) yaitu 10, 175 Ton/Ha. Perbedaan produksi kentang menunjukkan

bahwa hasil produksi berbanding terbalik dengan intensitas serangan. Dimana jika nilai intensitas serangan P. infestans tinggi maka nilai produksi akan rendah dan sebaliknya. Ini menunjukkan fungisida botani ekstrak equisetum lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak cengkeh.

0 5 10 15 20 25

A C1 C2 E1 E2 M

(t

0

n

/H

a

)

Perkauan


(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Fungisida botani yang lebih efektif terhadap intensitas serangan

P. infestans adalah E2 (ekstrak equisetum 150 ml/l air).

2. Pada pengendalian menggunakan fungisida botani Intensitas serangan

tertinggi pada pengamatan 66 HST adalah pada perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) yaitu 90% dan terendah pada perlakuan E2

(ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) yaitu 85,25%.

3. Pada pengendalian menggunakan fungisida botani Produksi tertinggi pada perlakuan E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) yaitu 14,75 Ton/Ha dan terendah pada perlakuan C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) yaitu 10, 175 Ton/Ha.

4. Epidemi Penyakit hawar daun P. infestan terjadi pada tanaman setelah tanaman berumur lebih dari 40 hari setelah tanam (HST).

5. Pemberian dosis yang berbeda pada perlakuan fungisida botani berbahan baku cengkeh tidak berpengaruh terhadap intensitas seranagan P. infestans.

6. Pemberian dosis yang berbeda pada perlakuan fungisida botani berbahan baku equisetum berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. infestans.

7. Produksi tanaman antara fungisida botani (C1 = 5 kg/plot , C2 = 6,9 kg/plot,

E1 = 8,6 kg/plot, E2 = 10,2 kg/plot) dibandingkan dengan mankozeb (M = 16,4 kg/plot) jauh berbeda nyata.


(45)

Saran

Penulis menyarankan sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai fungisida botani ekstrak equisetum untuk dosis yang berbeda, dan beberapa metode ekstraksi yang efektif dan efisien untuk mengendalikan penyakit hawar daun P. infestans tersebut pada tanaman kentang.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 465.

Aryabudi, 2009. Pemanfaatan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh. http://

Ashari, S. , 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 232.

www.Iptek.co.id/ Pemanfaatan Minyak atsiri/data.hmtl.

Azwar, 2009. Horsetail (Equisetum sp.). http://

Bangun, M.K., 1991. Perancangan Percobaan Untuk Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Djafaruddin, 2000. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. PT. Bumi Aksara, Jakarta.Hal. 8.

Holm, L. , Juan V. Parciho, James P.H and Donald L.P. , 1979. A Geograpichal

Atlas of World Weeds. Jhon Willey & Sons, New York. Hal. XXVI dan

143.

Landecker, E. M., 1982. Fundamental of Fungi. Prentice Hall Inc, Engelwood Cliffs, New Jersay. Hal. 73.

Lucas, G. B., Campbell, and Lucas, L. T., 1985. Introduction To Plant Diseases

Indentification and Management. An Avi Book Published by Van

Nustrand Reinhold, New York. Hal. 146-147.

Mehrotra, R.S. , 1983. Plant Pathology. Tata Mc Graw-Hill, New York. Hal. 382.

Nazir, M. , 2003. Metode Penelitian. PT. Ghalia Indonesia , Jakarta.

Paul, 1998. The Irish Potato Famine and the Birth of Plant Pathology. http ://.

tanggal 20 Oktober 2009.

Rich, A.E. , 1983. Potato Diseases. Academic Press. Inc., New York. Hal. 46–49. Rubatzky, V.E., dan Mas Yamaguchi. , 1995. Sayuran Dunia 1 (Prinsip,


(47)

Samsudin, H., 2008. Kelebihan dan Kekurangan Fungisida Botani.

Semangun, H. , 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 113 – 129.

Sharma, J.P., 2002. Plant Taxonomy. Tata McGraw – Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Sherf, A.F. and A.A. Macnab. 1986. Vegetables diseases and their control. John Wiley and Sons, New York. Hal. 728 .

Sinaga, L., 2003. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 137.

Singh, R. S., 2001. Plant Diseases. Seventh Edition. Oxford & IBH Publishing CO.PVT.LTD. New Delhi.

Soegihartono, C., 2005. Kajian kepuasan petani dalam penggunaan benih

kentang tidak bersertifikat di kota batu propinsi jawa timur. Institut

Pertanian Bogor Press, Yogyakarta.

Soelarso, B. , 1997. Budidaya Kentang Beban Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Hal. 9, 12 – 17.

Sudarsono, T. dan T. Suparman, 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani Dinas

Pendidikan Pertanian. Direktorat Pendidikan Pertanian, Jakarta

Syamsudin, Satriyas I., Buni Amin, dan Alfizar, 2007. Pengembangan Biological

Seed Treament untuk Pengendalian Phytophthora.

irsyamsudd-1056 . Diakses tanggal 24 Okteber 2009.

Trubusid, 2008. Perampok di Ladang Kentang. Trubus Majalah Pertanian

Indonesia

Walker, J.C. , 1969. Plant Pathology. Edisi III, Mc Graw-Hill, New York. Hal. 232

Watson, G.C. , 2009. Horsetail Extract.

tanggal 18 Oktober 2009.

Weber, G. F., 1973. Bacterial and Fungal Diseases of Plant In The Tropics. University of Florida Press, USA. Hal. 90.


(48)

Lampiran 1

BAGAN PENELITIAN

U

III II I IV

S

Keterangan :

A : control

C1 : ekstrak cengkeh 100 ml/l air C2 : ekstrak cengkeh 150 ml/l air E1 : ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air E2 : ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air M : fungisida Mankozeb 2 gr/l air

E 2 E 1 A C2 A M A C 2

C 1

C 2 M

E 2 C 1

E 2 C 2 E 1 M A

E 1 C1

E1

E 2

C1


(49)

Lampiran 2

TANAMAN SAMPEL DALAM PLOT

4,5 m

U

1,5 m

Keterangan : = Tanaman Sampel

Luas Lahan : p x l = 22,5 m x 15,9m = 357,75 m2

Luas Plot : p x l = 4,5 m x 1,5 m = 6,75 m2

Jarak Antar Plot (Parit) : 70 cm Jumlah Tanaman per Plot : 25 tanaman Jarak Antar Tanaman : 30 cm x 90 cm Jumlah tanaman Sampel per Plot : 5 tanaman Jumlah Seluruh Tanaman : 600 tanaman

X 90 cm x x x x 30 cm

x x x x x

x x x x x

15 cm

x x x x x

x x x x x 5

1 4

2


(50)

Lampiran 3. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 30 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 1,6 3 3,6 0,8 9 2,25

C1 0,4 0,4 0,6 0 1,4 0,35

C2 0 1 0 0,4 1,4 0,35

E1 1,6 2 0 0 3,6 0,9

E2 1 0 0 0 1 0,25

M 0 0 2 1 3 0,75

Total 4,6 6,4 6,2 2,2 19,4

Rataan 0,77 1,07 1,03 0,37 0,808333

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 1,89 0,63 0,88 tn 3,29 Perlakuan 5 11,29 2,26 3,16 * 2,90

Galat 15 10,71 0,71

Total 23 23,88

FK 15,68

KK 104,51 %

Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 30 HST Setelah Transformasi

√x+0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 1,45 1,87 2,02 1,14 6,48 1,62 C1 0,95 0,95 1,05 0,71 3,65 0,91 C2 0,71 1,22 0,71 0,95 3,59 0,90 E1 1,45 1,58 0,71 0,71 4,44 1,11 E2 1,22 0,71 0,71 0,71 3,35 0,84 M 0,71 0,71 1,58 1,22 4,22 1,06

Total 6,49 7,04 6,78 5,43 25,74

Rataan 1,08 1,17 1,13 0,91 1,07

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 0,25 0,08 0,65 tn 3,29 Perlakuan 5 1,66 0,33 2,63 tn 2,90

Galat 15 1,89 0,13

Total 23 3,80

FK 27,60

KK 33,14 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata


(51)

Lampiran 4. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 34 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 3,4 4,8 8 4 20,2 5,05

C1 1,4 2 2 0 5,4 1,35

C2 1,2 1,6 0 0 2,8 0,7

E1 3 2 0 0 5 1,25

E2 2,6 0,4 1,8 0 4,8 1,2

M 0 0,4 3 0 3,4 0,85

Total 11,6 11,2 14,8 4 41,6

Rataan 1,93 1,87 2,47 0,67 1,733333

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 10,40 3,47 2,14 tn 3,29 Perlakuan 5 54,05 10,81 6,67 * 2,90

Galat 15 24,32 1,62

Total 23 88,77

FK 72,11

KK 73,46 %

Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 34 HST Setelah Transformasi

√x+0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 1,97 2,30 2,92 2,12 9,31 2,33 C1 1,38 1,58 1,58 0,71 5,25 1,31 C2 1,30 1,45 0,71 0,71 4,17 1,04 E1 1,87 1,58 0,71 0,71 4,87 1,22 E2 1,76 0,95 1,52 0,71 4,93 1,23 M 0,71 0,95 1,87 0,71 4,23 1,06

Total 9,00 8,81 9,30 5,66 32,76

Rataan 1,50 1,47 1,55 0,94 1,37

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 1,45 0,48 2,62 tn 3,29 Perlakuan 5 4,68 0,94 5,09 * 2,90

Galat 15 2,76 0,18

Total 23 8,88

FK 44,72

KK 31,40 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata


(52)

lampiran 5. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 38 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 9 9,2 15,6 13 46,8 11,7 C1 7,6 4,6 3,6 5,4 21,2 5,3

C2 3 4,4 1,8 6 15,2 3,8

E1 6,6 5 5,4 4,4 21,4 5,35 E2 7,8 2,6 4,2 6,4 21 5,25

M 1,2 5 6,6 2,2 15 3,75

Total 35,2 30,8 37,2 37,4 140,6

Rataan 5,87 5,13 6,20 6,23 5,858333

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 4,70 1,57 0,29 tn 3,29 Perlakuan 5 174,99 35,00 6,45 * 2,90

Galat 15 81,39 5,43

Total 23 261,08

FK 823,68

KK 39,76 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata

* : Nyata Uji Jarak Berganda Duncan

Sy 1,16

0,24 0,12 1,46 1,44 1,44 7,76

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 3,51 3,68 3,79 3,86 3,91 3,94

Perlakuan M C2 E2 C1 E1 A

Rataan 3,75 3,80 5,25 5,30 5,35 11,7

.a b


(53)

Lampiran 6. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 42 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 31 23 36 34 124 31

C1 27 14 13 18 72 18

C2 11,6 30 6 15 62,6 15,65

E1 13 39 20 17 89 22,25

E2 21 18 15 18 72 18

M 3,8 12 15 12 42,8 10,7

Total 107,4 136 105 114 462,4

Rataan 17,90 22,67 17,50 19,00 19,26667

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 99,72 33,24 0,54 tn 3,29 Perlakuan 5 944,99 189,00 3,07 * 2,90

Galat 15 922,38 61,49

Total 23 1967,09

FK 8908,91

KK 40,70 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda Duncan

Sy 3,92

-1,10 5,61 2,91 5,02 9,08 17,75

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 11,80 12,39 12,74 12,98 13,17 13,25

Perlakuan M C2 E2 C1 E1 A

Rataan 10,70 15,65 18,00 18,00 22,25 31,00

a b


(54)

Lampiran 7. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 46 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 45 34 51 48 178 44,5 C1 39 25 18 22 104 26 C2 20 43 17 29 109 27,25 E1 33 49 33 24 139 34,75 E2 32 21 26 37 116 29

M 10 11 21 20 62 15,5

Total 179 183 166 180 708

Rataan 29,83 30,50 27,67 30,00 29,5

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 28,33 9,44 0,10 tn 3,29 Perlakuan 5 1864,50 372,90 4,09 * 2,90

Galat 15 1367,17 91,14

Total 23 3260,00

FK 20886,00

KK 32,36 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda Duncan

Sy 4,77

1,13 10,92 11,74 13,20 18,71 28,37

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 14,37 15,08 15,51 15,80 16,04 16,13

Perlakuan M C1 C2 E2 E1 A

Rataan 15,50 26,00 27,25 29,00 34,75 44,50

a b


(55)

Lampiran 8. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans

50 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 61 48 56,4 56 221,4 55,35 C1 51 37 28 38,2 154,2 38,55 C2 38 49 19 37 143 35,75 E1 46 56 37 32,6 171,6 42,9 E2 47 25 38 45 155 38,75

M 26 23 34 29 112 28

Total 269 238 212,4 237,8 957,2

Rataan 44,83 39,67 35,40 39,63 39,88333

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 268,27 89,42 1,09 tn 3,29 Perlakuan 5 1638,71 327,74 3,98 * 2,90

Galat 15 1235,65 82,38

Total 23 3142,63

FK 38176,33

KK 22,76 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda

Duncan

Sy 4,54

14,34 21,41 23,80 23,73 27,65 40,01

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 13,66 14,34 14,75 15, 02 15,25 15,34

Perlakuan M C2 C1 E2 E1 A

Rataan 28,00 35,75 38,55 38,75 42,90 55,35

a b


(56)

Lampiran 9. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans

54 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 74 60 61 63 258 64,5 C1 69 46 35 42 192 48 C2 50 56 29 46 181 45,25 E1 58 63 50 38 209 52,25 E2 62 37 45 51 195 48,75

M 40 32 41 35 148 37

Total 353 294 261 275 1183

Rataan 58,83 49,00 43,50 45,83 49,29167

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 819,79 273,26 3,72 * 3,29 Perlakuan 5 1637,71 327,54 4,46 * 2,90

Galat 15 1101,46 73,43

Total 23 3558,96

FK 58312,04

KK 17,38 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda Duncan

Sy 4,28

24,10 31,71 34,08 34,57 37,85 50,02

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 12,90 13,54 13,92 14,18 14,40 14,48

Perlakuan M C2 C1 E2 E1 A

Rataan 37,00 45,25 48,00 48,75 52,25 64,50

a b


(57)

Lampiran 10. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 58 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 98 91 91 92 372 93

C1 78 61 53 56 248 62

C2 64 70 49 61 244 61

E1 68 75 69 53 265 66,25

E2 69 51 63 68 251 62,75

M 51 40 48 45 184 46

Total 428 388 373 375 1564

Rataan 71,33 64,67 62,17 62,50 65,16667

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 326,33 108,78 1,92 tn 3,29 Perlakuan 5 4705,83 941,17 16,63 * 2,90

Galat 15 849,17 56,61

Total 23 5881,33

FK = 101920,67

KK = 11,55 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda Duncan

Sy 3,76

34,68 49,11 49,77 50,30 53,61 80,28

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 11,32 11,89 12,23 12,45 12,64 12,72

Perlakuan M C2 C1 E2 E1 A

Rataan 46,00 61,00 62,00 62,75 66,25 93,00

.a b


(58)

Lampiran 11. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 62 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 100 100 100 99 399 99,75

C1 89 79 66 68 302 75,5

C2 76 85 61 72 294 73,5

E1 80 90 79 70 319 79,75 E2 85 71 75 78 309 77,25

M 63 49 60 60 232 58

Total 493 474 441 447 1855

Rataan 82,17 79,00 73,50 74,50 77,29167

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 293,13 97,71 1,92 * 3,29 Perlakuan 5 3600,71 720,14 14,12 * 2,90

Galat 15 765,13 51,01

Total 23 4658,96

FK 143376,04

KK 9,24 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda

Duncan

Sy 3,57

47,25 62,22 63,89 65,43 67,75 87,68

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 10,75 11,28 11,61 11,82 12,00 12,07

Perlakuan M C2 C1 E2 E1 A

Rataan 58,00 73,50 75,50 77,25 79,75 99,75

a b


(59)

Lampiran 12. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 66 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 100 100 100 100 400 100 C1 98 93 74 80 345 86,25

C2 90 97 79 82 348 87

E1 91 98 87 84 360 90

E2 95 86 72 88 341 85,25 M 72 62 72 67 273 68,25

Total 546 536 484 501 2067

Rataan 91,00 89,33 80,67 83,50 86,125

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 424,46 141,49 3,51 * 3,29 Perlakuan 5 2114,38 422,88 10,51 * 2,90

Galat 15 603,79 40,25

Total 23 3142,63

FK 178020,38

KK 7,37 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda

Duncan

Sy 3,17

58,70 76,98 75,94 74,75 79,34 89,28

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 9,55 10,02 10,31 10,50 10,66 10,72

Perlakuan M C2 C1 E2 E1 A

Rataan 68,25 87,00 86,25 85,25 90,00 100,00

a b


(60)

Lampiran 13. Data Rataan Produksi

(Ton/Ha)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

A 7,8 7,8 7 7,2 29,8 7,45 C1 10,8 9,4 10,1 10,4 40,7 10,175 C2 13,2 13,6 13,3 10,5 50,6 12,65 E1 12,4 12,1 11,5 11,3 47,3 11,825 E2 15,6 14,8 15,1 13,5 59 14,75 M 19,7 19,3 19,5 19,5 78 19,5

Total 79,5 77 76,5 72,4 305,4

Rataan 13,25 12,83 12,75 12,07 12,725

Analisis Sidik ragam

SK db JK KT Fh F0,05

Ulangan 3 4,33 1,44 3,20 tn 3,29 Perlakuan 5 340,58 68,12 151,22 * 2,90

Galat 15 6,76 0,45

Total 23 351,67

FK 3886,22

KK 5,27 %

Keterangan: tn : Tidak Nyata * : Nyata Uji Jarak Berganda Duncan

Sy 0,34

6,44 9,11 10,73 11,54 13,62 18,37

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 3,38 LSR 0,05 1,01 1,06 1,09 1,11 1,13 1,13

Perlakuan A C1 E1 C2 E2 M

Rataan 7,45 10,18 11,83 12,65 14,75 19,50

.a .b

c

.d

.e


(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

Lampiran 15. Foto Lahan

Foto 7 Lahan Ulangan I


(68)

Foto 9 Lahan Ulangan III


(69)

Foto 11 Lahan

Foto 12 Supervisi Penelitian


(70)

Asal : Jerman Masa Panen : 90 – 115 hari

Kecambah : - Ukuran kecil dan kokoh - Warna merah keunguan - Pucuknya terbuka - Mempunyai sedikit akar Batang : - Semi tegak lurus dan kokoh

- Berwana hijau muda Daun : - Berwarna hijau muda

- Pinggiran daun mengeriting Bunga : - Berwarna ungu kemerahan

- Jumlahnya sedikit

- Dapat menghasilkan buah

Umbi : - Oval dan pendek - Berwarna kuning

- Daging umbi berwarna kuning - Tidak gampang memar

Produksi : 18 – 30 ton / Ha

Penyakit : - Toleran terhadap penyakit busuk daun - Sedikit tahan terhadap busuk buni

- Tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus - Tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh nematode


(1)

(2)

(3)

Lampiran 15. Foto Lahan

Foto 7 Lahan Ulangan I


(4)

Foto 9 Lahan Ulangan III


(5)

Foto 11 Lahan

Foto 12 Supervisi Penelitian


(6)

Asal : Jerman Masa Panen : 90 – 115 hari

Kecambah : - Ukuran kecil dan kokoh - Warna merah keunguan - Pucuknya terbuka - Mempunyai sedikit akar Batang : - Semi tegak lurus dan kokoh

- Berwana hijau muda Daun : - Berwarna hijau muda

- Pinggiran daun mengeriting Bunga : - Berwarna ungu kemerahan

- Jumlahnya sedikit

- Dapat menghasilkan buah

Umbi : - Oval dan pendek - Berwarna kuning

- Daging umbi berwarna kuning - Tidak gampang memar

Produksi : 18 – 30 ton / Ha

Penyakit : - Toleran terhadap penyakit busuk daun - Sedikit tahan terhadap busuk buni

- Tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus - Tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh nematode


Dokumen yang terkait

Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum Linn.)di Kecamatan Simpang Empat

1 47 79

Penggunaan Beberapa Jamur Antagonis Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun(Phytophthora Infestans (mont.) De Bary) Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L) Di Lapangan

1 40 102

Uji Resistensi Phythopthora infestans (Mont.) de Bary Terhadap Beberapa Jenis Fungisida Di Laboratorium

1 40 67

Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)

0 39 79

Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan

2 35 105

Pengaruh Beberapa Jenis Mulsa terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun Tomat (Phytophthora infestans Mont.) de Bary

0 6 79

Peranan Agens Antagonis Pseudomonas Spp. Kelompok Fluorescens Terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytophthora Infestans (Mont.) De Bary)

0 15 63

Pemanfaatan gen RB dalam pengenbangan tanaman kentang tahan penyakit hawar daun (phytophthora infestans)

0 3 147

PENGARUH TAKARAN PUPUK N DAN K TERHADAP TEBAL EPIDERMIS DAN INTENSITAS SERANGAN Phytophthora infestans PADA DAUN KENTANG.

0 0 11

HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN IKLIM (TEMPERATUR DAN CURAH HUJAN) DENGAN LUAS SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN KENTANG (Phytophthora infestans) DI JAWA BARAT.

0 0 2