Gambar 2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren
Sumber : http:tumoutou.netbiologi_perilaku_rayap.htm
1. Kasta Reproduktif
Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer bersayap dari rayap dewasa atau laron yang bersayap dua
pasang, berbentuk sama yaitu bulat memanjang bagian luar dari sayap sama dengan bagian dalamnya. Sayap – sayap ini terletak membujur diatas abdomen.
Pnjangnya melebihi ukuran panjang tubuhnya. Warna tubuh coklat muda sampai coklat tua dan lebih gelap dari warna tubuh dari anggota kasta – kasta lainnya
Hasan, 1986.
Gambar 3. Ratu Rayap Sumber :
http:tumoutou.netbiologi_perilaku_rayap.htm
2. Kasta Prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan sklerotisasi kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya
mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di
Universitas Sumatera Utara
antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui suara tertentu sehingga prajurit-prajurit
bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan
pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih
lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel rahang yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit
musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati Tarumingkeng, 2001. .
Gambar 4. Kasta Prajurit
3. Kasta Pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja
Tarumingkeng, 2001. Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa
sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil Borror and De Long, 1971.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta
ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber
makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang
memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan Nandika dkk, 2003. Kasta pekerja jumlahnya jauh lebih besar dari seluruh kasta yang terdapat
dalam koloni rayap. Nimfa yang menetas dari telur pertama dari sebuah koloni yang baru akan berkembang menjadi kasta pekerja. Waktu keseluruhan yang
dibutuhkan dari keadaan telur sampai dapat bekerja secara aktif sebagai kasta pekerja pada umumnya adalah 6-7 bulan. Umur kasta pekerja dapat mencapai 19-
24 bulan Hasan, 1986.
Gambar 5. Kasta Pekerja
Gejala Serangan C. Curvignathus pada Kelapa Sawit
Pada tanaman kelapa sawit muda gejala serangan rayap diketahui dari adanya penumpukan tanah pada pangkal pelepah sampai ke pucuk tanaman. Di
dalam lapisan tanah tersebut dapa ditemukan rayap prajurit yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
penggerekan ke dalam batang, mencapai titik tumbuh dan akhirnya tanaman
tersebut mati Andriaty, 2007.
Gejala serangan C. Curvignathus pada bagian luar tanaman kelapa sawit dewasa adalah berupa lapisan tanah mulai daru pangkal batang sampai ke tandan
buah. Pada bagian dalam batang gejala tersebut adalah berupa libang besar dan adanya sarang kembara C. Curvignathus yang menyerupai lapisan karton yang
bercampur dengan kotoran serta dikelilingi oleh kumpulan tanah liat. Sarang kembara tersubut hanya berisi rayap dari kasta prajurit, pekerja dan nimfa,
sedangkan raja, ratu, telur berada pada sarang utama. Sarang utama biasanya berada di dalam kayu mati yang berada di bawah atau di atas permukaan tanah
Prasetiyo, 2006 .
Perilaku Rayap
Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan
juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus
Tarumingkeng, 2004. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya
kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak
produktif lagi karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas, baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk
mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam
Universitas Sumatera Utara
pengaturan homeostatika keseimbangan kehidupan koloni rayap Tarumingkeng, 2001.
Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam
bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa
flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit eksidis, karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperluan untuk
mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu
Tarumingkeng, 2004.
Sistem Sarang
Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa
tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan
komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil 2,00 mm, pasir kuarsa 2,0-0,2 mm, pasir halus 0,2-0,02 mm, Lumpur 0,02-0,002
mm,dan liat 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang Nandika dkk, 2003.
Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari seramgga sosial. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong-
lorong di dalam kayu atau lorong-lorong di dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu
Universitas Sumatera Utara
sarangnya membentuk bukit bukit dengan konstruksi sarang yang yang sangat kokoh dan sangat luas Nandika dkk, 2003.
Rayap Sebagai Hama
Kegagalan penyisipan tanaman kelapa sawi pada areal yang telah terkontaminasi C. Curvignathus pada tingkat populasi yang tinggi sering terjadi,
karena tanaman sisipan segera diserang rayap tersebut dan akhirnya mati. Keadaan ini sering terjadi berulang kali, sehingga akhirnya perkebunan tidak
memanfaatkan lagi areal tersebut Christina dkk, 1998 Bahan-bahan yang berkayu yang melimpah pada lahan gambut
merupakan habitat yang ideal bagi rayap C. Curvignathus yang menyerang dan merusak jaringan-jaringan hidup hingga menyebabkan kematian tanaman kelapa
sawit. Tanaman kelapa sawit di lahan gambut dapat terserang rayap pada berbagai tingkat perkembangannya. Rayap tersebut pada umumnya bersarang
pada tunggul-tunggul kayuan yang melapuk di sekitar tanaman kelapa sawit, dimana mereka bertahan hidup dan berkembangbiak, dan dari sana mereka mulai
merayap membentuk lorong-lorong kembara menuju tanaman kelapa sawit Tarumingkeng, 2004.
Pengendalian Rayap
Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu
umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk
mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah.
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain : tidak mencemari tanah, tepat
sasaran, bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sample French 1994 dalam Kadarsah, 2005.
Menurut Bakti 2004 nematoda Steinernema carpocapsae memiliki
efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap
C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil menimbulkan
mortalitas 38,16 dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80. Pegendalian hama terpadu PHT termasuk pengendalian rayap pada
kelapa sawit berpedoman pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan
memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan patogen menjadi komponen utama, sedangkan pengendalian kimiawi menggunakan
pestisida merupakan pilihan Kadarsah, 2005. Penelitian mengenai pengaruh jamur Beauveria bassiana Balsamo
Vuillemin dan Metarhizium anisopliae Mets. Sorokin terhadap rayap Coptotermes curvignathus Holmgren telah dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi dan Toksikologi, Departemen Biologi ITB pada bulan November 2004 – April 2005. Rayap C. curvignathus diperoleh dari Pusat Studi Ilmu Hayati
IPB Bogor dan jamur B. bassiana serta M. anisopliae diperoleh dari BALITROP Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae dapat
digunakan untuk mengendalikan rayap C. curvignathus Novianty, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Beauveria bassiana Balsamo Vuillemin
Menurut Barnett dan Berry 1972 jamur Beauveria bassiana dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Division : Eumycotina
Class : Deuteromycotina
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Beauveria
Spesies : Beauveria bassiana Balsomo vuillemin.
Jamur B. bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus hifa. Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang
disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya Anonimus, 2008.
Jamur Beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam
bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melelui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga. jamur ini ternyata memiliki
spectrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk
mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak Dinata, 2006. Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih, didalam tubuh
serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µ m, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µ m. hifa fertile terdapat pada
cabang branchlests, tersusun melingkar verticillate dan biasanya
Universitas Sumatera Utara
menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya Utomo dan Pardede, 1990.
Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana
Balsamo Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu
putih, dan beberapa jenis kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam
sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat. Di beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai
agensi hayati pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan,
kehutanan hingga tanaman gurun pasir Sutopo. D, dan Indriyani, 2007. Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga
inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah
dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi
dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga.
Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana
akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih Anonimus, 2008
Universitas Sumatera Utara
Serangga yang terinfeksi gerakannya lamban, nafsu makan berkurang bahkan berhenti, lama kelamaan diam dan mati. Tubuh mulai pucat dan mengeras
serta permukaannya penuh dengan badan buah dan konidia berwarna putih Riyatno dan Santoso, 1991
Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana Balsomo vuillemin.
Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au...beauveria1.htm
Metarhizium anisopliae var anisopliae
Menurut Alexopoulus 1996, klasifikasi Metarhizium anasopliae adalah sebagai berikut :
Division : Eumycotina
Class : Deuteromycotina
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Metarhizium
Spesies : Metarhizium anisopliae var anisopliae
Jamur M. anisopliae ini pertama kali ditemukan oleh Metschikoff pada tahun 1879, jamur ini bersifat parasitik terhadap serangga termasuk kumbang
kelapa Jumar, 2000
Universitas Sumatera Utara
Jamur ini biasanya disebut Green Muscardine Fungus dan tersebar diseluruh dunia. Jamur ini pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama
kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan dibeberapa Negara termasuk Indonesia Tanada dan Kaya, 1993.
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur bewarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter
1,98 – 2,97 µm, kemudian tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder
dengan ukuran 9 µm Prayogo, dkk., 2005. Konidiofor tersusun rapat dalam struktur seperti spodokium, mendukung
beberapa “phialidae” yang sering kali tersusun seperti susunan lilin “phialidae” berbentuk silindris. Pada ujungnya dibentuk konidia dalam rantai konidia satu sel,
berdinding halus, tidak bewarna dan berbentuk silindris “oval” Rayati, 2000. Jamur M. anisopliae terdiri dari dua jenisbentuk, yang pertama adalah
yang mempunyai spora pendek yaitu M. anisopliae var anisopliae dan yang mempunyai spora panjang yaitu M. anisopliae var major. Strain varietas M.
anisopliae yang memiliki spora pendek, konidia berukuran 9,0 – 9,9 µ m sedangkan varietas major memiliki spora yang panjang, konidia berukuran 9,0 –
18,0 µm. pada pengujian dengan enzim yang sama strain varietas major relative genusnya sama tetapi untuk strain varietas anisopliae genusnya sangat berbeda
Tanada dan Kaya. 1993. Jamur M. anisopliae ini bersifat parasit pada serangga dan bersifat saprofit
pada tanah atau bahan organic. Jamur ini mengadakan penetrasi ke dalam tubuh serangga melalui kontak dengan kulit di antara ruas-ruas tubuh. Mekanisme
Universitas Sumatera Utara
penetrasinya di mulai dengan menempelkan konidia pada kutikula atau mulut serangga. Konidia ini selanjutnya berkecambah dengan membentuk tubuh
kecambah. Apresorium mula-mula dibentuk dengan menembus epitikula, selanjutnya menembus jaringan yang lebih dalam Situmorang, 1990.
Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa
tanaman Alexopoulus dan Mims, 1996. Cendawan ini pertama kali digunakan untuk
mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia. M. anisopliae telah lama
digunakan sebagai agen hayati dan menginfeksi beberap jenis serangga, antara lain ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera, dan Isoptera
Strack, 2003.
Gambar 7. Konidia
Metarhizium anisopliae var anisopliae http:fruit.naro.affrc.go.jpkajunoheyaepfdbDeutteMetarhmicroFRM01.jpg.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan,
dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Dilaksanakan mulai awal Oktober sampai November 2009
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rayap Coptotermes curvignathus Holmgren , sarang rayap, kayu lapuk, pasir B. bassiana
dan M. anisopliae, aquadest. Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah toples, kain kasa,
karet gelang, timbangan digital, beaker glass, handsprayer, label nama, alat pengaduk, cangkul, kuas, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan RAL nonfaktorial yang terdiri 7
perlakuan dan 3 ulangan:
Perlakuan yang diuji adalah ; A
: Kontrol A
1
: Suspensi B. bassiana 10
5
A
2
: Suspensi B. bassiana 10
6
A
3
: Suspensi B. bassiana 10
7
Universitas Sumatera Utara
A
4
: Suspensi M. anisopliae 10
5
A
5
: Suspensi M. anisopliae 10
6
A
6
: Suspensi M. anisopliae 10
7
Jumlah perlakuan : 7
Jumlah ulangan : 3
Jumlah keseluruhannya : 21
Jumlah rayap dalam 1 toples : 20 ekor Jumlah rayap yang diperlukan: 420 ekor
Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial adalah sebagai berikut
Y ij =
μ + Ti + Σij ; i = 1, 2,....t j = 1, 2,...r
Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan pada taraf ke-j dengan ulangan ke-i μ
= Nilai tengah sebenarnya Ti = Pengaruh Perlakuan ke-i
Σij = Pengaruh galat pada unit percobaan
Selanjutnya bila analisa menunjukkan hasil yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil BNT Satrosupadi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei dilakukan pada lokasi
pengambilan hama rayap Coptotermes curvignathus Holmgren di lapangan.
Pengambilan Rayap di Lapangan
Rayap dan sarangnya diambil dari lapangan kemudian dimasukkan kedalam ember dan dipelihara di dalam laboratorium. Rayap yang digunakan
adalah rayap dari karta pekerja
Penyediaan Jamur B. Bassiana dan M. anisopliae
Jamur B. bassiana dan M. anisopliae, diperoleh dari BP2TP Medan. Jamur tersebut sudah tersedia dalam bentuk biakan yang dapat diaplikasikan langsung
pada serangga uji.
Pembuatan Suspensi B. bassiana dan M. anisopliae.
Jamur yang telah diperoleh dari BP2TP dengan kerapatan konidia 10
7
. Jamur diambil sebanyak 50 gr kemudian dicampur dengan 450 ml air aquadest
maka diperoleh kerapatan konidia 10
7
, kemudian diambil 50 ml suspensi dan dicampur 450 ml air aquadest maka diperoleh kerapatan konidia 10
6
, kemudian diambil 50 ml suspensi dan dicampur 450 ml air aquadest maka diperoleh
kerapatan konidia 10
5
.
Universitas Sumatera Utara
Peubah Amatan 1. Persentase Mortalitas rayap
Pengamatan mortalitas rayap dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pada 3, 6, 9,
11, 14 dan 17 hari setelah aplikasi. Persentase Mortalitas rayap dihitung dengan