Faktor Penentu Adopsi Sistem Pertanian Sayuran Organik dan Keberdayaan Petani di Provinsi Sumatera Barat

i

FAKTOR PENENTU ADOPSI SISTEM PERTANIAN
SAYURAN ORGANIK DAN KEBERDAYAAN PETANI
DI PROVINSI SUMATERA BARAT

ZULVERA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Faktor Penentu

Adopsi Sistem Pertanian Sayuran Organik dan Keberdayaan Petani di Provinsi
Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Zulvera
NIM I361090051

iv

v

RINGKASAN
ZULVERA. Faktor Penentu Adopsi Sistem Pertanian Sayuran Organik dan

Keberdayaan Petani di Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh SUMARDJO,
MARGONO SLAMET, dan BASITA GINTING SUGIHEN.
Pertanian berkelanjutan merupakan tantangan dalam dunia pertanian yang
menuntut petani untuk memiliki perilaku yang berbeda dari pengetahuan, sikap
dan praktek sistem usahatani yang terbangun selama ini. Salah satu sistem
pertanian yang merupakan implementasi dari pertanian berkelanjutan adalah
sistem pertanian organik. Pertanian organik merupakan salah satu sistem bertani
yang ramah lingkungan dan mengoptimalkan penggunaan input lokal non
kimiawi. Sistem pertanian organik diyakini dapat melepaskan petani dari
ketergantungan terhadap faktor-faktor produksi yang merusak lingkungan. Hal ini
diperkuat oleh hasil-hasil penelitian yang mengatakan bahwa pertanian organik
dapat menjadi strategi pembangunan yang memberdayakan petani. Sejak
dicanangkannya program Go Organic 2010 pada tahun 2001 oleh pemerintah,
berbagai upaya telah dilakukan untuk pengembangan sistem pertanian organik di
kalangan petani, baik oleh pemerintah pusat melalui Departemen Pertanian
maupun pemerintah daerah. Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu daerah
percontohan pertanian organik di Indonesia telah mengembangkan sistem
pertanian organik secara intensif mulai tahun 2008, salah satu kegiatannya adalah
pengembangan kawasan sayuran organik. Berdasarkan pengamatan lapangan dan
informasi berbagai sumber ternyata perkembangan sistem pertanian sayuran

organik di kalangan petani bervariasi dan berjalan lambat.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perilaku petani dalam
sistem pertanian sayuran organik, (2) menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik, (3)
menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberdayaan petani
sayuran, dan (4) menganalisis faktor penentu dan merumuskan model peningkatan
adopsi sistem pertanian sayuran organik untuk mengembangkan keberdayaan
petani sayuran di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian menggunakan pendekatan
kuantitatif dan pengumpulan data menggunakan metode survei. Lokasi penelitian
di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat.
Populasi penelitian adalah petani sayuran yang pernah mengikuti program
pengembangan pertanian sayuran organik di lokasi penelitian. Jumlah populasi
penelitian terdiri dari 541 orang petani, tersebar sebanyak 303 orang di Kabupaten
Agam dan 238 orang di Kabupaten Tanah Datar. Sampel penelitian ditetapkan
sebanyak 300 orang, tersebar di Kabupaten Agam sebanyak 168 orang dan 132
orang di Kabupaten Tanah Datar. Penetapan jumlah sampel ditentukan secara
proporsional berdasarkan sebaran populasi di daerah penelitian dan penentuan
anggota sampel dilakukan secara simple random sampling. Penelitian
dilaksanakan bulan September 2013 sampai Januari 2014. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis uji beda

Man-Whitney digunakan untuk menganalisis perbandingan antara peubah
penelitian di Kabupaten Agam dan Tanah Datar. Hubungan antar peubah
penelitian dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman, sedangkan
analisis SEM (Struktural Equation Model) digunakan untuk mengkaji faktor

vi

penentu dalam tingkat adopsi sistem pertanian organik dan keberdayaan petani
serta melihat kecocokan model empirik.
Sikap petani terhadap sistem pertanian sayuran organik tergolong baik,
namun pengetahuan petani tentang sistem pertanian sayuran organik tergolong
sedang dan diikuti oleh keterampilan petani yang rendah. Faktor-faktor yang
berhubungan erat positif dengan perilaku petani melalui indikator pengetahuan,
sikap dan keterampilan petani dalam sistem pertanian sayuran organik adalah: (1)
karakteristik petani yang terdiri dari kekosmopolitan, keberanian menanggung
resiko dan motivasi berusaha tani, (2) intensitas belajar petani yang terdiri dari
kesesuaian materi belajar, intensitas interaksi dengan kelompok dan sumber
belajar, dan (3) intensitas penyuluhan yang terdiri dari kesesuaian materi dan
model komunikasi dalam penyuluhan, kompetensi penyuluh serta frekuensi
penyuluhan. Perubahan perilaku petani kearah yang lebih baik dalam sistem

pertanian sayuran organik dapat dilakukan dengan peningkatan intensitas belajar
dan penyuluhan, serta mendorong kemauan petani untuk lebih terbuka terhadap
sumber informasi.
Tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian sayuran organik tergolong
rendah, begitu juga halnya dengan tingkat keberdayaan petani juga rendah.
Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan tingkat adopsi sistem pertanian
sayuran organik oleh petani terdiri dari: karakteristik internal petani, dukungan
lingkungan, sifat inovasi sistem pertanian sayuran organik, dan dukungan
penyuluhan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberdayaan petani
sayuran adalah: karakteristik internal petani, dukungan penyuluhan, dan dukungan
lingkungan. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa faktor penentu rendahnya
tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik oleh petani adalah perilaku petani
berkaitan dengan sistem pertanian sayuran organik, dukungan lingkungan, sifat
inovasi dan dukungan penyuluhan. Hasil uji persamaan struktural juga
memperlihatkan bahwa rendahnya tingkat keberdayaan petani dipengaruhi secara
nyata oleh tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik dan dukungan
lingkungan.
Strategi peningkatan adopsi sistem pertanian sayuran organik untuk
pengembangan keberdayaan petani sayuran dilakukan dengan pendekatan
penguatan terhadap faktor-faktor penentu dalam adopsi sistem pertanian sayuran

organik. Penguatan perilaku petani dapat dilakukan melalui penguatan dukungan
penyuluhan dan fasilitasi intensitas belajar petani. Penguatan dukungan
lingkungan dan sifat inovasi dapat dilakukan melalui penyusunan dan pelaksanaan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sistem pertanian sayuran organik,
pengembangan lembaga-lembaga pertanian terkait usahatani organik serta
pelaksanaan penelitian oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga-lembaga penelitian
bersama petani berkaitan dengan teknologi pertanian organik.
Kata kunci: Adopsi, penyuluhan pertanian, perilaku petani, sistem pertanian
sayuran organik

vii

SUMMARY
ZULVERA. Determinants Factor of the Adoption of an Organic Vegetable
Farming System and Farmer Empowerment in West Sumatra Province.
Supervised by SUMARDJO, MARGONO SLAMET, and BASITA GINTING
SUGIHEN.
Sustainable agriculture is a challenge in the world of agriculture which
requires farmers to have a different behavior from the knowledge, attitude and
practice of the farming systems that have been built up all this time. One of the

agricultural systems which is the implementation of sustainable agriculture is an
organic farming system. It is an environmentally friendly farming system that
optimizes the use of local non-chemical inputs and is believed to be able to release
farmers from dependence on the factors of production that damage the
environment. As confirmed by the results of researches, organic farming can be a
development strategy to empower farmers. Since Go Organic program 2010 was
launched by the government in 2001, various attempts have been made to develop
the organic agriculture system among farmers, both by the central government
through the Ministry of Agriculture and local governments. West Sumatra
Province as one of the pilot areas for organic farming in Indonesia has developed
a system of intensive organic farming since 2008, and one of the activities is to
develop regional organic vegetables. However, based on field observations and
various sources of information, the developments of the organic vegetable
farming system among the farmers varied and went relatively slowly.
This study aimed to: (1) analyze the behavior of farmers in the organic
vegetable farming system, (2) to analyze the factors associated with the adoption
level of the organic vegetable farming system, (3) analyze the factors associated
with the level of vegetable farmer empowerment, and (4) analyze the determinants
and formulate a model of adoption increase in the organic vegetable farming
system to develop empowerment vegetable farmers in West Sumatra Province.

The research used a quantitative approach and the data collection used a survey
method. The study was conducted in the regencies of Agam and Tanah Datar in
West Sumatra Province. The study population consisted of vegetable farmers who
had attended a development program of organic vegetable farming in the study
site. The research population consisted of 541 farmers--303 farmers in Agam and
238 farmers in Tanah Datar. The research sample was set to include 300 farmers,
168 from Agam and 132 from Datar. The number of the samples was
proportionally determined based on the population distribution in the research
area, and the population members were determined by simple random sampling.
The study was carried out from September 2013 to January 2014. The data
analysis was performed using descriptive statistics and inferential statistics.
Analysis of Man-Whitney‟s test of difference was used to analyze the comparison
between the study variables in Agam and in Tanah Datar. The relationship
between the study variables was analyzed using Spearman Rank Correlation,
whereas analysis of SEM (Structural Equation Model) was used to analyze the
determinants in the adoption level of the organic farming system and farmer
empowerment and to see the suitability of an empirical model.

viii


The result of the research showed that the farmer attitude toward organic
vegetable farming system was categorized as good although the farmer knowledge
about the organic vegetable farming system was categorized as medium with low
skills. The factors positively closely related with farmer behavior through such
indicators as education, attitude, and farmer skills in organic vegetable farming
system were: (1) farmer characteristics consisting of cosmopolitant oriented, the
bravery to take risk and work motivation; (2) farming learning intensity consisting
of the relevance of study material, interaction intensity with the group and
learning sources; and (3) extension intensity including material suitability and
communication model in extension activity, extension competency, extension
frequency. The change in farmer behavior into a better one in the system of
organic vegetable farming could be done by increasing learning intensity and
extension, and by encouraging farmers to be more open to information sources.
The adoption level of farmers toward the organic vegetable farming
system was categorized as low. Similarly, farmer empowerment level was also
low. The factors closely related to the adoption level of the organic vegetable
farming system by farmers consisted of: farmer internal characteristics, external
environment support, and extension support. The factors closely related to the
empowement level of vegetable farmers were: farmer external characteristics,
extension support, and external environment support. The SEM analysis result

indicated that the factors determining the low adoption level of organic vegetable
farming by the farmers were farmer behavior related to the organic vegetable
farming system, external environment support, innovativeness, and extension
support. The test result of structural equation also showed that the low
empowerment level of farmers was significantly affected by the adoption level of
the organic vegetable farming system and external environment support.
The strategy of increasing the organic vegetable farming system to
improve vegetable farmer empowerment was developed by a strengthening
approach to determinants in the organic vegetable farming system. The
strengthening of farmer behavior could be done through strengthening extension
support and farmer learning intensity facility. The strengthening of external
environment support and innovativeness could be carried out through the
formulation and implementation of the regulations related to the organic vegetable
farming system, the development of agricultural institutions involving organic
farming and the researches by universities and research institutions together with
the farmers related to organic farming technology.

Keyword: adoption, agricultural extension, farmer behavior, organic vegetable
farming system


ix

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

x

xi

FAKTOR PENENTU ADOPSI SISTEM PERTANIAN
SAYURAN ORGANIK DAN KEBERDAYAAN PETANI
DI PROVINSI SUMATERA BARAT

ZULVERA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

xii

Penguji Luar Komisi:
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof (R) Dr Ign Djoko Susanto, SKM
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
2. Dr Lukman Effendy, MSi
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan
Pertanian (STPP) Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof (R) Dr Ign Djoko Susanto, SKM
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
2. Dr Ir Ranny Mutiara Chaidirsyah
Kepala Bidang Pemberdayaan Kelembagaan
Petani dan Usahatani Pusat Penyuluhan
Pertanian BPPSDMP Kementerian Pertanian

xiii

Judul Disertasi

: Faktor Penentu Adopsi Sistem Pertanian Sayuran
Organik dan Keberdayaan Petani
di Provinsi Sumatera Barat

Nama
NIM

: Zulvera
: I361090051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Ketua

Prof Dr R Margono Slamet, MSc
Anggota

Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Juli 2014

Tanggal Lulus:

xiv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul: “Faktor Penentu Adopsi
Sistem Pertanian Sayuran Organik dan Keberdayaan Petani di Provinsi Sumatera
Barat” berhasil diselesaikan.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS, Bapak Prof Dr R
Margono Slamet, MSc dan Bapak Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku
Komisi Pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing penulis mulai
dari penyusunan proposal penelitian hingga penyusunan disertasi ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Departemen Sain Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, dan Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan IPB beserta dosen dan staf kependidikan. Kepada Bapak Prof (R)
Dr Ign Djoko Susanto, SKM dan Bapak Dr Lukman Effendy, MSi selaku penguji
luar komisi pada ujian tertutup; Ibu Dr Ir Ranny Mutiara Chaidirsyah dan Bapak
Prof (R) Dr Ign Djoko Susanto, SKM selaku penguji luar komisi pada ujian
terbuka, penulis mengucapkan terimakasih.
Terimakasih penulis sampaikan kepada pihak Dikti Kemendiknas sebagai
pemberi dana beasiswa studi bagi penulis. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar atas ijin yang
diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta seluruh responden dan
enumerator yang telah membantu sehingga data penelitian dapat dikumpulkan.
Kepada rekan-rekan seangkatan PPN 2009 terimakasih atas kebersamaan,
dukungan dan semangatnya. Tak lupa buat rekan-rekan KMP dan PPN 2010, serta
Pak Herry terimakasih atas motivasinya.
Ayahanda Asgul terimakasih atas dukungan dan doa yang tiada lelah bagi
keberhasilan penulis dan Ibunda (alm) Zuraida yang mendampingi separuh
perjalanan studi penulis semoga Allah SWT menempatkan pada tempat yang
sebaik-baiknya. Terimakasih tak hingga kepada semua saudara dan keluarga besar
yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis dalam penyelesaian studi.
Kepada suami tercinta Dr Admi Nazra, MSc dan anakku Muhammad Hazim
Vemi Khairy terimakasih atas kesabaran, pengertian, kesetiaan, dan doanya
selama penulis menjalankan pendidikan S3.
Penulis tetap membuka diri untuk semua saran dan kritik yang
membangun untuk menambah makna disertasi ini. Harapan penulis, semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014

Zulvera

xv

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN TEORITIS DAN EMPIRIS
Tinjauan pustaka
Penelitian Terdahulu
Kerangka Berpikir dan Hipotesis
Metode Penelitian
3 PERILAKU PETANI DALAM MERESPON SISTEM PERTANIAN
SAYURAN ORGANIK DI KABUPATEN AGAM DAN TANAH
DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4 TINGKAT ADOPSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT ADOPSI SISTEM
PERTANIAN SAYURAN ORGANIK DI KABUPATEN AGAM
DAN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 TINGKAT KEBERDAYAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI
SAYURAN DI KABUPATEN AGAM DAN TANAH DATAR
PROVINSI SUMATERA BARAT
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

1
1
7
7
8
9
9
36
42
50
63

63
63
64
65
75
76

76
76
78
79
90
91

91
91
94
94
101

xvi

6 FAKTOR PENENTU DAN MODEL PENINGKATAN ADOPSI
SISTEM PERTANIAN SAYURAN ORGANIK MENUJU
KEBERDAYAAN PETANI SAYURAN DI PROVINSI SUMATERA
BARAT
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
7 PEMBAHASAN UMUM
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

102

102
102
104
105
125
127
133
133
134
136
143
169

DAFTAR TABEL
1

Karakteristik dari Centralized Diffusion system dan Decentralized
Diffusion System

12

2

Perkembangan Masyarakat ditinjau dari Perspektif Kemandirian
(modern, efisien dan daya saing)

25

3

Hasil-hasil penelitian terkait dengan adopsi inovasi pertanian organik

39

4

Sebaran sampel penelitian

51

5

Indikator, definisi operasional, parameter peubah karakteristik petani
( X1)

54

6

Indikator, Definisi operasional, dan parameter peubah intensitas
proses pembelajaran petani ( X2)

55

7

Indikator, definisi operasional, dan parameter peubah dukungan
penyuluhan (X3)

56

8

Indikator, definisi operasional, dan parameter peubah perilaku petani

57

9

Indikator, definisi operasional, dan parameter peubah persepsi petani
tentang sifat inovasi (X4)

58

10

Indikator, definisi operasional, dan parameter peubah lingkungan
(X5)

59

11

Definisi operasional dan parameter peubah tingkat adopsi sistem
pertanian organik (Y2)

60

xvii

DAFTAR TABEL (lanjutan)

12

Definisi operasional, parameter dan pengukuran peubah tingkat
keberdayaan petani (Y3)

61

13

Sebaran sampel berdasarkan karakteristik internal

67

14

Sebaran sampel berdasarkan intensitas belajar

68

15

Sebaran sampel berdasarkan dukungan penyuluhan

69

16

Sebaran sampel berdasarkan perilaku petani dalam sistem pertanian
sayuran organik

71

17

Koefisien korelasi antara karakteristik individu petani dengan
perilaku petani dalam sistem pertanian sayuran organik

72

18

Koefisien korelasi antara intensitas belajar petani dengan perilaku
petani dalam sistem pertanian sayuran organik

73

19

Koefisien korelasi antara intensitas penyuluhan dengan perilaku
petani dalam merespon sistem pertanian sayuran organik

74

20

Sebaran sampel berdasarkan rataan skor karakteristik internal

79

21

Sebaran sampel berdasarkan rataan skor dukungan penyuluhan

80

22

Sebaran sampel berdasarkan sifat inovasi

81

23

Sebaran sampel berdasarkan dukungan lingkungan

82

24

Sebaran sampel berdasarkan tingkat adopsi sistem pertanian sayuran
organik

83

25

Koefisien korelasi antara karakteristik individu petani dengan tingkat
adopsi sistem pertanian sayuran organik

85

26

Koefisien korelasi antara intensitas penyuluhan dengan tingkat
adopsi sistem pertanian sayuran organik

86

27

Koefisien korelasi antara kompetensi penyuluh dengan metode,
materi, model komunikasi dan intensitas penyuluhan

87

28

Koefisien korelasi antara sifat inovasi dengan tingkat adopsi sistem
pertanian sayuran organik

88

29

Koefisien korelasi antara dukungan lingkungan dengan tingkat
adopsi sistem pertanian sayuran organik

89

30

Sebaran sampel berdasarkan rataan skor peubah penelitian

95

31

Sebaran sampel berdasarkan indikator tingkat keberdayaan petani

97

xviii

DAFTAR TABEL (lanjutan)

32

Koefisien korelasi antara karakteristik internal petani dengan
keberdayaan petani

98

33

Koefisien korelasi antara dukungan penyuluhan dengan
keberdayaan petani

99

34

Koefisien korelasi antara dukungan lingkungan dengan
keberdayaan

100

35

Dekomposisi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
antar peubah penelitian

107

36

Rancangan strategi peningkatan adopsi sistem pertanian sayuran
organik melalui penguatan dukungan penyuluhan pertanian

126

37

Deskripsi rancangan strategi peningkatan adopsi sistem pertanian
sayuran organik dalam pengembangan keberdayaan petani

131

DAFTAR GAMBAR

1

Model inovasi linear (diadopsi dari Leeuwis 2009)

10

2

Model inovasi non linear

11

3

Centralized diffusion systems (diadopsi dari Rogers 2003)

11

4

Decentralized diffusion system (diadopsi dari Rogers, 2003)

12

5

Tahapan proses keputusan inovasi (Rogers 2003)

15

6

Variabel-variabel yang menentukan kecepatan adopsi dari inovasi
(Rogers, 2003)

16

7

Model variabel dasar yang relevan terhadap pemahaman praktek
dan respon petani secara individu terhadap alternatif yang
diusulkan (diadopsi dari Leeuwis,2009)

20

8

Alur berpikir penelitian faktor penentu dalam tingkat adopsi
sistem pertanian organik

48

9

Hubungan antar variabel penelitian faktor penentu dalam tingkat
adopsi sistem pertanian organik dan keberdayaan petani

49

10

Hubungan antara variabel penelitian perilaku petani dalam sistem
pertanian sayuran organik

65

xix

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

11

Hubungan antara peubah penelitian faktor yang berhubungan
dengan tingkat adopsi

78

12

Kerangka pemikiran faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat keberdayaan

93

13

Kerangka hubungan antara peubah penelitian faktor penentu dalam 104
tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik dan keberdayaan
petani

14

Model struktural faktor penentu adopsi sistem pertanian sayuran
organik dan keberdayaan petani

106

15

Model pengembangan keberdayaan petani sayuran melalui adopsi
sistem pertanian sayuran organik

116

16

Rancangan strategi pengembangan adopsi sistem pertanian
sayuran organik menuju keberdayaan petani

120

DAFTAR LAMPIRAN

1

Peta Provinsi Sumatera Barat

143

2

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Agam

144

3

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Tanah Datar

145

4

Hasil Uji Validitas Reliabilitas Instrumen

146

5

Diagram Jalur Model Hipotetik Persamaan Struktural

147

6

Pengembangan Sistem Pertanian Organik Di Provinsi Sumatera
Barat

150

7

Analisis SEM menggunakan LISREL 8.30

152

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan yang penting dalam pembangunan
Negara Indonesia dari dulu dan pada masa yang akan datang. Arti penting
pertanian dapat dilihat secara proporsional dan kontekstual (Krisnamurthi 2006).
Secara proporsional pertanian memiliki arti penting dalam posisinya bersama
dengan sektor lain dilihat dari perannya bagi kesejahteraan dan berbagai dimensi
kehidupan manusia. Arti penting pertanian secara kontekstual sesuai dengan
perkembangan masyarakat, bukan hanya karena pertimbangan masa lalu, namun
berkaitan dengan pemahaman atas kondisi saat ini dan antisipasi masa depan
dalam masyarakat yang mengglobal, semakin modern, dan menghadapi
persaingan yang semakin ketat (Krisnamurthi 2006). Peran penting sektor
pertanian tersebut menyebabkan pembangunan pertanian menjadi prioritas dalam
setiap langkah pembangunan.
Seiring dengan perkembangan lingkungan global yang dinamis, sektor
pertanian dewasa ini dan masa yang akan datang menghadapi tantangan yang
besar. Salah satu tantangan yang dihadapi petani dan dunia pertanian dewasa ini
adalah berkaitan dengan keberlanjutan, ekosistem dan manajemen sumberdaya
alam (Leeuwis 2009). Diseluruh dunia, pertanian mendapat kritik tajam karena
aktivitas pertanian yang selama ini dilakukan sarat dengan penggunaan input
kimia dalam jumlah yang relatif tinggi, sehingga telah mengakibatkan rusaknya
lingkungan alam. Hal ini menimbulkan seruan terhadap dunia pertanian untuk
tidak eksploitatif dan harus berkelanjutan, yang berarti bahwa pertanian harus
dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan, memanfaatkan sumberdaya
daya alam dan input yang tersedia dengan sebaik-baiknya (Leeuwis 2009). Sistem
ini dikenal dengan sistem pertanian yang berkelanjutan, yaitu sistem pertanian
yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dengan lingkungan (Salikin
2003).
Keberlanjutan atau sustainabilitas saat ini menjadi issu penting yang
sangat diperhatikan dalam pembangunan pertanian di seluruh dunia. Pertanian
dengan penggunaan input eksternal rendah telah menyebar secara cepat
keberbagai belahan dunia sebagai alternatif yang menantang terhadap sistem
revolusi hijau yang telah membuat petani terbiasa dengan penggunaan input luar
tinggi. Revolusi hijau telah menjadikan petani tidak mandiri dan terjadinya
pengabaian terhadap aspek lingkungan hidup. Kebergantungan petani pada input
pertanian dari luar yang tinggi selama ini, menyebabkan hilangnya keberdayaan
petani. Petani menjadi sangat rentan terhadap kondisi saprotan dari luar, padahal
di sekitar lahan petani melimpah sumberdaya yang dapat dijadikan alternatif
untuk mengatasi langkanya sarana produksi (Sulaiman 2009).
Pertanian berkelanjutan merupakan tantangan dalam dunia pertanian, yang
menuntut petani untuk memiliki perilaku yang berbeda dari pengetahuan, sikap
dan praktek usahatani yang terbangun selama ini (lebih kurang selama tiga puluh
tahun praktek revolusi hijau). Paradigma pembangunan pertanian yang selama ini
berjalan telah menimbulkan dampak menurunnya kreativitas petani,
menumbuhkan sikap ketergantungan pada bantuan dari pemerintah, kurang
berfungsi atau matinya kelembagaan lokal, lemahnya kemandirian petani, serta

2

dapat mengancam keberlanjutan pembangunan pertanian (Chambers 1993, Uphoff
dalam Sadono 2008).
Menurut Leeuwis (2009) praktek pertanian berkelanjutan menjadikan
petani harus memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang situasi lokal, dan
banyak pengetahuan yang harus dikembangkan atau diadaptasi sesuai dengan
kondisi karena situasi ekologis yang berbeda dalam wilayah individu petani, dan
ini harus ditunjang dengan kerjasama yang erat antara petani, peneliti dan pelaku
penyuluhan pertanian. Tantangan dalam dunia pertanian ini hanya dapat ditangani
jika pelaku pertanian mampu menggunakan pengetahuan dan informasi yang
diadaptasikan dengan lebih baik.
Salah satu sistem pertanian yang merupakan implementasi dari sistem
pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian organik. Konsep sistem pertanian
organik sudah sering dibahas pada berbagai pertemuan ilmiah, dan secara teoritis
banyak pakar pertanian dan ekologi yang sepaham bahwa sistem pertanian
organik merupakan salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian
industrial (Salikin 2003). Hasil survei yang dilakukan di Negara-negara Eropa
menunjukkan bahwa 94 persen responden membeli produk organik karena mereka
sangat peduli dengan kesehatan pribadi dan anggota keluarganya. Permintaan
konsumen terhadap produk organik terus meningkat, hingga dapat mencapai 20
sampai 30 persen pertahun, bahkan dibeberapa Negara dapat mencapai 50 persen
pertahun (Pangan ... 2008). Peningkatan konsumsi produk organik juga diperkuat
oleh Ketua Umum Masyarakat Pertanian Organik Indonesia yang menyatakan
bahwa konsumsi produk organik secara nasional dan global mengalami
peningkatan antara 20 – 25 persen pertahun (Pangan ... 2008).
Pertanian organik merupakan salah satu sistem bertani yang diyakini dapat
melepaskan petani dari ketergantungan terhadap faktor-faktor produksi yang
merusak lingkungan, sebagaimana yang dialami petani selama tiga dasawarsa ini
(semenjak diterapkannya revolusi hijau di kalangan petani), senada dengan
pernyataan Beban (2008) yang mengatakan bahwa pertanian organik dapat
menjadi strategi pembangunan yang memberdayakan petani. Penerapan prinsipprinsip sistem pertanian organik yang kembali pada alam dan ramah lingkungan,
akan membuat petani berdaya dalam arti mampu menyediakan input-input
pertaniannya sendiri, yang selama ini merupakan biaya produksi yang harus
dibayar tunai oleh petani. Biaya-biaya tunai yang dapat dikurangi oleh petani
tersebut adalah penyediaan benih yang sifatnya lokal, pemberantasan hama secara
alami, dan pemupukan secara organik atau non kimiawi yang selama ini menjadi
beban biaya produksi yang memberatkan petani. Apabila biaya produksi dapat
dikurangi, tentu harga produk yang dihasilkan akan lebih kompetitif, sehingga
petani akan memiliki daya kompetisi yang lebih baik dengan produk-produk
sejenis lainnya. Disamping hal itu, dengan dihasilkannya produk pertanian yang
ramah lingkungan, sesuai dengan tuntutan dan selera konsumen, maka usaha
petani akan mempunyai posisi tawar yang bagus, kondisi ini merupakan salah satu
faktor yang akan membuat usahatani akan berkelanjutan. Kemampuan petani
memenuhi sarana produksi, kompetitif dan berkelanjutan dalam berusahatani
merupakan ciri yang menunjukkan keberdayaan petani.
Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2010) tentang Pemberdayaan
Tenaga Kerja Perdesaan dalam Pengembangan Sistem Pertanian Organik di
Sragen Jawa Tengah menunjukkan bahwa pengembangan pertanian organik padi

3

telah menyebabkan petani berdaya, mengurangi ketergantungan pada pupuk
kimia, petani menemukan cara pemupukan alami secara mandiri tanpa bantuan
pemerintah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa target pengembangan
padi organik di Sragen secara ekonomi telah memberikan surplus pendapatan
bagi daerah karena nilai jual padi organik lebih tinggi dibandingkan padi non
organik, usaha tani padi organik mampu menyerap tenaga kerja terbesar
dibandingkan dengan usaha komoditas pertanian lainnya. Penyediaan lapangan
kerja usaha padi organik mulai dari hulu hingga hilir adalah berupa pengolahan
limbah tanaman padi seperti, jerami, sekam padi, disertai pula makin
berkembangnya pengolahan pupuk kandang dari hasil peternakan hewan. Petani
menjadi berdaya, dan dapat memberi kesempatan kerja bagi penduduk di daerah
tersebut, sehingga dapat mengurangi pengangguran (Widodo 2010).
Indonesia sebagai negara agraris, memiliki potensi besar mengembangkan
pertanian organik. Indonesia memiliki 17 juta hektar lahan kosong dan masih
luasnya pertanian tradisional yang dikelola tanpa menggunakan bahan sisntetis,
menjadi salah satu modal penting dalam mengembangkan pertanian organik
(Pangan ... 2008). Pemerintah Indonesia mendukung trend pertanian organik
dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah yang disebut Go Organik 2010. Hal
ini bertujuan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan dan mengatur
perkembangan pertanian organik. Pencanangan Program Go Organik 2010 oleh
Departemen Pertanian sudah dilakukan sejak tahun 2001 dengan visi mewujudkan
Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia.
Pengembangan pertanian organik dirancang dalam enam tahapan mulai dari tahun
2001 hingga 2010 (Departemen Pertanian 2009). Dikeluarkannya Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik,
Pupuk hayati dan Pembenah tanah menunjukkan pentingnya perhatian terhadap
pertanian organik.
Sayuran sebagai salah satu produk hortikultura merupakan salah satu
subsektor non pangan utama yang sangat rentan dengan penggunaan zat kimia dan
perlu mendapat perhatian. Koordinasi Pengembangan Sayuran Organik yang
diadakan di Bali pada bulan Juli 2012, menyimpulkan bahwa masalah dan
tantangan pengembangan sayuran dan tanaman obat saat ini diantaranya adalah :
(1) Paradigma kegiatan budidaya dan produksi yang aman konsumsi, bermutu,
ramah lingkungan dan berkelanjutan, (2) Gerakan gaya hidup sehat “back to
nature” untuk sayuran, obat-obatan, kosmetika, keasrian dan kenyamanan
lingkungan, dan (3) Impor sayuran cukup besar dan cenderung meningkat, atau
ada upaya luar untuk meningkatkan dan membuat ketergantungan, termasuk
sayuran organik. Produk yang sehat dan terhindar dari kandungan zat-zat kima
serta ramah lingkungan merupakan selera konsumen dan tantangan pasar yang
harus mampu dipenuhi oleh petani sayuran saat ini agar dapat bersaing di pasar.
Peningkatan permintaan produk organik secara nasional yang mencapai angka 2025 persen pertahun merupakan gambaran semakin terbukanya peluang pasar bagi
produsen sayuran organik.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memasyarakatkan sistem pertanian
organik pada petani sayuran, namun kenyataan di lapangan masih banyak petani
yang belum menerapkan sistem pertanian organik tersebut. Standar penggunaan
pupuk kimia dalam satu hektar lahan yang menurut petani adalah 250 kg, namun
mereka menggunakan pupuk kimia sampai dengan 400 kg dalam satu hektarnya

4

(Bahan ... 2011). Rendahnya penerapan pertanian organik di Provinsi Sumatera
Barat juga diperkuat oleh informasi dari Media Medan Bisnis (Pertanian ... 2011)
yang mengutip pernyataan Gubernur Sumatera Barat yang menyatakan,“Saat ini
jumlah petani organik di Sumbar baru mencapai satu persen karena sebagian besar
petani lainnya masih membutuhkan pupuk dan pestisida dalam menggarap lahan
pertanian mereka,".
Penelitian Reflinaldon et al. (2009) tentang Penggunaan Pestisida dan
Dampaknya Terhadap Keanekaragaman Hayati serta Upaya Restorasi
Agroekosistim di Kawasan Sentra Sayuran Kecamatan Lembah Gumanti
Sumatera Barat menunjukkan bahwa ditemukan residu pestisida berbahan aktif
diazinon, propenofos, dimetoat (organoposfat) dan sipermetrin (piretroid) pada
bawang merah, kubis dan tomat. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kualitas
lingkungan kawasan Lembah Gumanti (merupakan salah satu daerah sentra
sayuran di Provinsi Sumatera Barat) masih rendah dan memerlukan perhatian
untuk upaya restorasi melalui peningkatan kepedulian lingkungan dan
pengetahuan tentang cara pertanian yang ramah lingkungan sehingga akan dapat
menghasilkan komoditi sayuran berkualitas dan aman bagi konsumen
(Reflinaldon et al. 2009).
Keputusan petani untuk tidak menerapkan inovasi yang diperkenalkan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Selama ini petani menjadi pihak yang
selalu disalahkan dengan tidak berkembangnya suatu inovasi. Sikap petani yang
menolak untuk mengadopsi inovasi dianggap semata-mata merupakan kesalahan
petani. Namun terdapat hal lain yang dilupakan berkaitan dengan keputusan
petani untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi suatu inovasi, yang berada diluar
diri individu petani. Proses keputusan inovasi tidak sesederhana yang
dibayangkan oleh berbagai pihak selama ini. Berbagai hasil penelitian yang
berkaitan dengan fenomena perubahan perilaku menunjukkan bahwa proses
perubahan perilaku petani tidaklah terjadi secara linear. Berdasarkan beberapa
hasil penelitian tentang keputusan adopsi inovasi dapat disimpulkan mengenai
fakta di tengah masyarakat menunjukkan bahwa apa yang disampaikan kepada
petani tidak selalu didengar oleh petani, dan jika didengar tidak selalu dipahami
petani, apabila mereka memahami belum tentu petani setuju dengan hal tersebut,
dan meskipun mereka setuju dengan apa yang disampaikan, ternyata petani belum
tentu melakukannya. Terakhir, jikalau mereka menerapkan apa yang disampaikan,
dalam banyak kasus ternyata penerapan inovasi tersebut tidak selalu
dipertahankan atau tidak berkelanjutan (Prager dan Posthumus 2010).
Setiap tahapan dari proses penyebaran inovasi kepada petani sepertinya
sering berjalan tidak sesuai dengan harapan, sebagaimana yang dinyatakan oleh
Slamet (2003) yang menyebutkan bahwa masalah pertanian bukan hanya masalah
teknologi tapi juga bagaimana men-diseminasikan informasi sampai ke petani
yang jumlahnya banyak dan tersebar luas, hingga petani berpartisipasi. Kondisi ini
merupakan hal yang menarik untuk ditelusuri, yaitu yang berkaitan dengan
faktor-faktor apa yang mempengaruhi petani untuk melakukan atau tidak
melakukan inovasi. Kajian ini sejalan dengan lingkup ilmu penyuluhan
pembangunan yang merupakan disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola
perilaku manusia terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau
diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan
perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi

5

lebih baik (Slamet 2003). Penyuluhan dapat menjalankan fungsinya dalam
membantu petani melakukan perubahan jika terdapat pemahaman yang benar
tentang peubah-peubah yang memainkan peran dalam pembentukan kebiasaan
manusia. Tanpa adanya pemahaman yang benar tentang mengapa seseorang
melakukan sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) pada waktu tertentu, maka
tidak akan mungkin kita dapat memberikan bantuan untuk perubahan yang efektif
(Leeuwis 2009).
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu sistem sosial sebagai hasil
dari penerapan suatu inovasi atau kebiasaan baru yang dilakukan oleh anggota
sistem sosialnya merupakan konsekwensi dari suatu inovasi. Keberdayaan petani
sayuran merupakan konsekwensi yang diharapkan setelah petani mengadopsi
sistem pertanian sayuran organik di lahannya.
Masalah Penelitian
Sistem pertanian organik merupakan salah satu sistem bertani yang dapat
menjawab tuntutan dan tantangan dunia pertanian saat ini. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem pertanian organik,
petani akan memperoleh manfaat, diantaranya mengurangi biaya produksi,
mendapatkan harga yang lebih tinggi dari produk konvensional, meningkatkan
pendapatan, menghindari ketergantungan dari pihak penyalur input dan
meningkatkan keberlanjutan ekonomi petani serta meningkatkan kesehatan petani
dan keluarganya (Beban 2008, Widodo 2010, Widiarta dan Adiwibowo 2011).
Sistem pertanian organik telah mengalami perkembangan pesat di Negara-negara
Eropah dan Amerika. Laju penjualan pangan organik di Negara-negara tersebut
berkisar dari 20-25% pertahun selama dekade terakhir (Apriantono 2006).
Permintaan pertanian organik di seluruh dunia juga tumbuh 20% per tahun
(Damardjati 2006)
Indonesia sebagai negara agraris juga diharapkan mampu menjadi salah
satu produsen organik terkemuka di dunia sebagaimana yang dinyatakan dalam
Program Go Organik 2010. Namun berdasarkan berbagai survei dan hasil
pengamatan di lapangan, ternyata pertanian organik mengalami perkembangan
yang lambat di tengah-tengah masyarakat petani. Perkembangan yang lambat
tersebut juga diikuti dengan terjadinya penurunan luas area pertanian organik di
Indonesia pada tahun 2010 sampai 2012. Berdasarkan data statisitik pertanian
organik Indonesia 2012, total luas area pertanian organik Indonesia tahun 2012
adalah 213.023,55 ha, menurun sekitar 10 persen dari tahun sebelumnya
(Ariesusanty 2012).
Kondisi ini tergambar juga di Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu
daerah yang menjadi percontohan pertanian organik di Indonesia. Berbagai
kegiatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku petani agar menerapkan
usahatani dengan sistem pertanian organik telah dilakukan oleh Pemerintah daerah
Propinsi Sumatera Barat (Pemda Sumatera Barat). Untuk mendukung
pengembangan sistem pertanian organik, Pemda Sumatera Barat menginisiasi
pembentukan kelembagaan pendukung, seperti Satuan tugas (Satgas) Organik
dan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang berada di bawah naungan Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat. Disamping lembaga resmi
tersebut, Pemda Sumatera Barat juga membangun lembaga non pemerintah yaitu

6

Institut Pertanian Organik (IPO) yang saat ini dijadikan sebagai pusat magang
para petugas dan petani serta TOT penggiat organik di Sumatera Barat. Upaya lain
yang dilakukan Pemda Sumatera Barat adalah pembuatan leaflet, brosur, banner
serta mengadakan pameran produk pertanian organik (Daniel 2011).
Usaha untuk mengembangkan sistem pertanian organik dan merangsang
semangat petani melakukan usahatani dengan sistem organik dari segi finansial
juga diupayakan, Pemda Sumatera Barat melakukan pemberian insentif sebesar
Rp 250,00 per kilogram dari setiap produk pertanian organik. Namun berdasarkan
pengamatan ternyata perkembangan pertanian organik di Sumatera Barat ini
lambat sekali, bahkan ada petani yang awalnya telah bertani secara organik,
namun balik lagi ke sistem pertanian yang menggunakan zat kimia secara
berlebihan (Daniel 2011). Setelah berjalan lebih kurang delapan tahun gerakan Go
Organik 2010, hanya sekitar satu persen dari petani di Sumatera Barat yang
menerapkan pertanian organik pada usaha taninya (Pertanian ... 2011).
Petani sayuran merupakan pengguna pestisida kimia terbanyak dan
tertinggi dibandingkan dengan petani tanaman pangan. Penggunaan pestisida
kimia dijadikan sebagai tindakan preventif oleh petani, dengan cara melakukan
penyemprotan 1-7 hari setelah tanam (Ameriana 2008). Hasil penelitian Ameriana
(2008) menyatakan bahwa penggunaan pestisida pada usahatani sayuran
menghabiskan 20-30 persen dari total biaya produksi. Mengantisipasi tingginya
resiko penggunaan pestisida kimia dalam usahatani sayuran menyebabkan Pemda
Sumatera barat memberi perhatian cukup besar pada pengembangan sistem
sayuran organik oleh petani. Berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan
sistem pertanian sayuran organik (tersaji pada lampiran 6).
Berkaitan dengan kondisi yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana perilaku petani dalam merespon inovasi sistem
pertanian sayuran organik? Faktor penentu apakah yang menyebabkan petani
mengadopsi sistem pertanian sayuran organik? Apakah sistem pertanian sayuran
organik dapat meningkatkan keberdayaan petani dalam berusahatani dan
bagaimana model yang efektif untuk mengembangkan dan meningkatkan adopsi
inovasi sistem pertanian sayuran organik di tengah masyarakat? Semua itu
merupakan fenomena yang harus dicarikan jawabannya.
Berbagai permasaalahan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan
spesifik yang diidentifikasi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Bagaimanakah perilaku petani dalam merespon sistem pertanian sayuran
organik?
Sejauhmanakah tingkat adopsi dan faktor-faktor apakah yang berhubungan
dengan tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik oleh petani?
Sejauhmanakah tingkat keberdayaan petani dan faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan tingkat keberdayaan petani sayuran?
Apakah faktor penentu dan model yang efektif dalam meningkatkan adopsi
sistem pertanian sayuran organik untuk mengembangkan keberdayaan
petani di Provinsi Sumatera Barat?

7

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan :
1.
2.
3.
4.

Menganalisis perilaku petani dalam adopsi sistem pertanian sayuran organik
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku petani.
Menganalisis tingkat adopsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik.
Menganalisis tingkat keberdayaan dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat keberdayan petani sayuran.
Menganalisis faktor penentu dan merumuskan model yang efektif dalam
meningkatkan adopsi sistem pertanian sayuran organik untuk
mengembangkan keberdayaan petani sayuran di Provinsi Sumatera Barat

Kebaruan Penelitian
Penelitian tentang faktor penentu dalam tingkat adopsi sistem pertanian
sayuran organik dan keberdayaan petani di Sumatera Barat ini menghasilkan
kebaruan (novelty) sebagai berikut:
1. Dari aspek teoritis adopsi dan difusi inovasi, penelitian ini memasukkan faktor
perilaku sebagai salah satu peubah yang mempengaruhi adopsi inovasi yang
belum dikaji pada penelitian sebelumnya.
2. Mengungkapkan dan memperkuat pernyataan bahwa adopsi inovasi sistem
pertanian sayuran organik dengan dukungan berbagai aspek pemberdayaan
dapat mewujudkan keberdayaan petani dalam menjalankan usahataninya,
sehingga sistem pertanian organik dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
dalam pembangunan pertanian yang memberdayakan petani.
3. Model dan rancangan strategi yang efektif untuk mengembangkan
keberdayaan petani melalui adopsi sistem pertanian sayuran organik di
Provinsi Sumatera Barat. Hal ini diharapkan juga dapat meningkatkan
konsumsi sayuran oleh masyarakat Sumatera Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan secara ilmiah dan secara praktis. Dari sisi ilmiah hasil penelitian ini
bermanfaat untuk memperkaya khasanah keilmuan khususnya ilmu penyuluhan
pembangunan, yang berkaitan dengan konsep-konsep keputusan inovasi, difusi
inovasi dan keberdayaan.
Secara praktis, beberapa hasil penelitian ini harapannya dapat digunakan
oleh berbagai pihak, antara lain:
1. Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat yang berkepentingan dengan
kebijakan pertanian khususnya sistem pertanian organik, hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam merumuskan suatu kebijakan
pertanian yang berorientasi pada pengembangan keberdayaan petani dan
peningkatan konsumsi sayuran daun hijau oleh masyarakat.

8

2.

3.

Bagi penyuluh pertanian (baik penyuluh pemerintah, swadaya atau swasta)
hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan atau informasi dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran bersama petani
Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengkaji topik-topik yang
berkaitan dengan proses keputusan inovasi dan difusi inovasi serta
pengembangan sumberdaya manusia petani organik.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kajian adopsi petani sayuran terhadap
sistem pertanian sayuran organik dan tingkat keberdayaan petani sayuran serta
faktor-faktor penentu dalam tingkat adopsi dan keberdayaan petani sayuran di
Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat.
Dipilihnya sayuran sebagai komoditi yang dikembangkan untuk sistem pertanian
organik pada penelitian ini disebabkan sayuran merupakan komoditi strategis
yang bernilai ekonomis tinggi, rentan terhadap serangan hama dan penyakit
sehingga berpotensi tinggi dalam penggunaan pestisida kimia, dan hal ini sangat
berbahaya bagi konsumen karena sayuran banyak yang dikonsumsi dalam
keadaan mentah. Usahatani sayuran yang jauh dari sistem pertanian berkelanjutan
ini dapat diperbaiki dengan penerapan sistem pertanian sayuran organik oleh
petani.
Hasil penelitian disusun dalam rangkaian penelitian yang terdiri dari (1)
perilaku petani sayuran organik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku petani, (2) tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian sayuran
organik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi sistem
pertanian organik, (3) tingkat keberdayaan petani dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keberdayaan petani, dan (4) faktor penentu dalam tingkat
adopsi dan keberdayaan petani sayuran serta model peningkatan adopsi sistem
pertanian sayuran organik dalam mengembangkan keberdayaan petani sayuran di
Provinsi Sumatera Barat.
Bagian pertama dari penelitian tentang perilaku petani sayuran organik
memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan petani
sayuran dalam sistem pertanian sayuran organik serta faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku petani dalam sistem pertanian sayuran organik.
Tujuan kedua dan ketiga penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik dan keberdayaan petani
menggambarkan tingkat adopsi sistem pertanian sayuran organik oleh petani dan
tingkat keberdayaan petani serta faktor-faktor yang menyebabkan petani
mengadopsi dan tidak mengadopsi sistem pertanian sayuran organik di lahan
usahataninya. Tujuan penelitian keempat tentang model peningkatan adopsi
sistem pertanian sayuran organik dalam mengembangkan keberdayaan petani
menggambarkan tentang faktor-faktor penentu yang mempengaruhi tingkat adopsi
petani terhadap sistem pertanian sayuran organik dan faktor penentu keberdayaan
petani serta model dan strategi untuk pengembangan adopsi sistem pertanian
sayuran organik dalam mewujudkan keberdayaan petani sayuran di Kabupaten
Agam dan Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat.

9

2 TINJAUAN TEORITIS DAN EMPIRIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Inovasi
Inovasi menurut Rogers (2003) adalah ide-ide baru, praktek-praktek baru,
atau objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau
masyarakat . van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa inovasi adalah
suatu gagasan, metode atau objek, yang dianggap sebagai sesuatu yang baru,
tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir.
Lionberger (1960) dan Mardikanto (2009) mempe