Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

(1)

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK

(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

SKRIPSI

MELFRIANTI ROMAULI 080309006

PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK

(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

SKRIPSI

MELFRIANTI ROMAULI 080309006

PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

Diajukan kepada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, untuk Memenuhi dari Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL : TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

NAMA : MELFRIANTI ROMAULI

NIM : 080309006

PROGRAM STUDI : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Lily Fauzia M.Si) (Ir. M. Roem S, M.Si) NIP. 196210051987031005 NIP. 196703031998022001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agribisnis

(Dr. Ir. Salmiah, MS) NIP. 195702171986032001


(4)

RINGKASAN

MELFRIANTI ROMAULI (080309006) dengan judul skripsi “TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK “. Studi kasus penelitian di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Lily Fauzia M.Si sebagai Ketua Komis Pembimbing dan Ir. M. Roem S, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu budidaya padi organik di daerah penelitian, Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu budidaya padi organik di daerah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan karena daerah ini merupakan desa percontohan dan sedang melaksanakan teknologi Sistem Pertanian Terpadu berupa PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada budidaya tanaman padi sawah. Metode penentuan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 KK. Metode pengumpulan data terdiri data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis korelasi Rank Spearman dan secara deskriptif.

Dari penelitian diperoleh hasil yakni tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik yaitu tergolong kategori tinggi.


(5)

Ada hubungan antara pengalaman bertani dengan tingkat adopsi petani terhadap pertanian terpadu usahatani padi organik.

Kata Kunci : Padi Organik, Sistem Pertanian Tanaman Terpadu, Tingkat Adopsi Petani


(6)

RIWAYAT HIDUP

MELFRIANTI ROMAULI, lahir di Simpang Marbau pada tanggal 14 April 1990. Anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan M. Purba dan T. M. R Tampubolon.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah :

1. Tahun 1996 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 115509 Simpang Marbau dan tamat tahun 2002.

2. Tahun 2002 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2 Sei Raja dan tamat tahun 2005.

3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Merbau dan tamat tahun 2008.

4. Tahun 2008 diterima di Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Sumatera Utara .

5. Bulan Juli – Agustus mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan.

6. Bulan Juni – Juli 2013 melakukan penelitian skripsi di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Yang Maha Esa atas anugerah dan kasihNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “ Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik “ (Studi Kasus di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai ) yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Lily Fauzia M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.

2. Ir. M. Roem, S M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis.

3. Dr. Ir. Salmiah, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Pengurus Kelompok tani Subur. 6. Warga desa di daerah penelitian.

7. Seluruh instansi terkait dalam penelitian ini yang telah membantu dalam memperoleh data selama penulisan skripsi ini.

Terimakasih secara khusus penulis haturkan kepada ayahanda M. Purba dan ibunda T. M. R Tampubolon serta abangnda Michael Jhon P. Purba dan Mitchun C. Purba serta kakak Mountcharlina Purba atas kasih sayang, nasehat, motivasi


(8)

serta dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman – teman di Jurusan Agribisnis Stambuk 2008 yang telah banyak membantu penulis selama penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, atas dukungan doa dan motivasi .

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima Kasih.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 16

Kerangka Pemikiran ... 26

Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 29

Metode Penentuan Sampel ... 29

Metode Pengumpulan Data ... 29

Metode Analisis Data ... 30

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 35

Batasan Operasional ... 36

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Deskripsi Wilayah ... 37

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 37

Keadaan Penduduk ... 37


(10)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik ... 43 Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik ... 46

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 51 6.2 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

1. Standart pertanian organik di Indonesia ... 1

2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik Binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara, Oktober 2011 ... 18

3. Parameter yang digunakan untuk mengukur Tingkat Adopsi Petani ... 31

4. Tabel Nilai Hubungan Korelasi menurut Guilford ... 35

5. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di desa Lubuk Bayas tahun 2011 ... 38

6. Distribusi Penduduk Menurut Umur di desa Lubuk Bayas tahun 2011 .. 38

7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di desa Lubuk Bayas tahun 2011 ... 38

8. Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di desa Lubuk Bayas tahun 2011 ... 39

9. Sarana dan Prasarana di desa Lubuk Bayas tahun 2011 ... 39

10.Banyaknya Jumlah Tenaga Kerja Kesehatan di desa Lubuk Bayas tahun 2011 ... 40

11.Karakteristik Petani Sampel yang Mengusahakan Padi Organik ... 41

12.Jumlah dan Persentase Tingkat Adopsi Petani di desa Lubuk Bayas ... 45

13.Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Petani ... 46

14.Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi ... 47

15.Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi ... 48

16.Hubungan Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi ... 49


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 27


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karakteristik Sampel

2. Biaya Produksi per Musim Tanam (Varietas) 3.Biaya Input Produksi per Musim Tanam 4. Biaya Tenaga kerja per Musim Tanam 5. Biaya Penyusutan Alat per Musim Tanam 6. Biaya Lain - Lain

7. Total Biaya Produksi per Musim Tanam 8. Total Penerimaan per Musim Tanam 9. Total Pendapatan per Musim Tanam 10. Tingkat Adopsi Petani

11. Korelasi Rank Spearman antara Umur dengan Tingkat Adopsi

12. Korelasi Rank Spearman antara Tingkat pendidikan dengan Tingkat Adopsi 13. Korelasi Rank Spearman antara Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi

13. Korelasi Rank Spearman antara Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi 14. Korelasi Rank Spearman antara Total Pendapatan dengan Tingkat Adopsi 15. Matriks Hasil Penelitian


(14)

RINGKASAN

MELFRIANTI ROMAULI (080309006) dengan judul skripsi “TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK “. Studi kasus penelitian di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Lily Fauzia M.Si sebagai Ketua Komis Pembimbing dan Ir. M. Roem S, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu budidaya padi organik di daerah penelitian, Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu budidaya padi organik di daerah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan karena daerah ini merupakan desa percontohan dan sedang melaksanakan teknologi Sistem Pertanian Terpadu berupa PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada budidaya tanaman padi sawah. Metode penentuan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 KK. Metode pengumpulan data terdiri data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis korelasi Rank Spearman dan secara deskriptif.

Dari penelitian diperoleh hasil yakni tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik yaitu tergolong kategori tinggi.


(15)

Ada hubungan antara pengalaman bertani dengan tingkat adopsi petani terhadap pertanian terpadu usahatani padi organik.

Kata Kunci : Padi Organik, Sistem Pertanian Tanaman Terpadu, Tingkat Adopsi Petani


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam beberapa tahun dekade terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha – usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah, air, dan udara. Akan tetapi karena kerawanan pangan sering terjadi dibanyak negara yang sedang berkembang, maka negara – negara industri berusaha mengembangkan teknologi “revolusi hijau” untuk mencukupi ketahanan pangan dunia (Sutanto, 2002).

Di Indonesia pertanian organik baru dikenal awal tahun 1990-an. Pertanian Organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan. Pertanian organik berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitar. Ciri utama pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang relatif masih alami, diikuti dengan penggunaan pupuk organik dan pestisida organik. Pertanian organik merupakan tuntutan zaman, bahkan sebagai pertanian masa depan. Akhir–akhir ini kesadaran manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan makin meningkat (Andoko, 2008).

Menurut Sudaryanto dkk. (2005) dalam General Assembly Jaker PO, standar pertanian organik di Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Standart Pertanian Organik

No. Hal Standart

1. Benih/ bibit •Melarang benih hasil

rekayasa genetika termasuk hibrida.


(17)

•Benih-benih berasal bukan dari proses produksi bahan kimia.

•Melalui proses adaptasi.

•Benih teruji minimal 3 periode musim tanam.

•Diutamakan dari pertanian organik dan seleksi alam. •Asal usul harus jelas.

•Diutamakan benih lokal / benih petani.

2. Lahan •Masa konversi / peralihan

lahan bekas sawah selama 3-4 musim tanam berturut turut secara organik. Catatan : melihat karakteristik (ciri khas) sesuai jenis lahan.

•Lahan bukaan baru (alami) tanpa konversi.

•Percepatan pemulihan lahan menggunakan pupuk hijau.

3. Pupuk •Melarang penggunaan bahan

kimia sintetis dan pabrikan.

•Mendorong penggunaan pupuk hasil komposisasi.

•Mengutamakan dari pupuk kandang dan ternak sendiri. •Pupuk cair dari bahan alami. •Mendorong mikroorganisme

lokal. 4. Teknik Produksi :

a. Penyiapan lahan

•Tidak merusak lingkungan. •Pengelolaan secara bertahap.

•Pengolahan seminimal mungkin.

•Mengutamakan alat tepat guna, contoh : alat tradisional.

•Sesuai sifat tanaman dan kondisi tanah.

b. Penanaman •Sistem campuran (tumpang

sari), tumpang gilir dan mina padi.

•Keragaman varietas sesuai dengan musim dan


(18)

c. Pemupukan

d. Pengolahan OPT

e. Gulma

f. Kontaminasi

g. Konfersi lahan dan air

h. Metode panen

lokal.

•Disesuaikan dengan kebutuhan.

•Disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah.

•Pencegahan preventif alami. •Sehat dan aman.

•Mengendalikan populasi hama dengan prinsip alami.

•Pengamatan intensif.

•Dikendalikan sebelum merugikan tanaman.

•Dipandang sebagai sumber hara.

•Irigasi dibuat trap (perangkap pada parit).

•Mengutamakan pencegahan erosi.

•Mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikro-organisme.

•Tepat waktu.

•Teknologi tepat guna.

5. Pasca Panen •Teknologi tepat guna untuk mendapatkan padi kadar air ideal, contoh: pengeringan.


(19)

bahan sintetis atau pengawet. •Penyimpanan di lumbung

padi.

6. Harga •Sistem fair trade : penetapan

harga harus mempertimbangkan jasa

petani sebagai penyokong kebutuhan pangan nasional. •Kemitraan produsen –

konsumen.

7. Label •Diserahkan kepada SC.

Pertanian organik sebagai bagian pertanian akrab lingkungan perlu segera dimasyarakatkan atau diingatkan kembali sejalan makin banyaknya dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan kimia pertanian. Disamping itu, makin meningkatnya jumlah konsumen produksi bersih dan menyehatkan serta meluasnya gerakan “green consumer” merupakan pendorong segera disosialisasikan gerakan pertanian organik (Sutanto, 2002).

Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Mayoritas pekerjaan penduduk desa Lubuk Bayas bergerak di bidang pertanian, terutama padi sawah. Desa ini menerapkan sistem Pertanian Tanaman Terpadu khususnya padi organik yang sudah dimulai sejak tahun 2008. Kelompok Tani Subur merupakan satu-satunya kelompok pertanian padi organik di Desa Lubuk Bayas. Daerah ini merupakan daerah terbesar binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara mengenai produksi padi organik. Daerah ini juga sering diberikan pelatihan – pelatihan untuk meningkatkan produksi padi organik Dinas Pertanian Kabupaten Serdang


(20)

Hal inilah yang menjadi alasan penulis ingin meneliti tentang tingkat adopsi petani terhadap usahatani padi organik.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik di daerah penelitian ?

2. Apakah ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu budidaya padi organik di daerah penelitian ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu budidaya padi organik di daerah penelitian.


(21)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan referensi dan study untuk pengembangan ilmu bagi pihak – pihak yang membutuhkan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka peningkatan produksi usahatani padi organik.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan untuk menjadi seorang peneliti.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan dimana mereka itu tinggal dapat dikatakan masih menyedihkan. Sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Setiap petani ingin meningkatkan kesejahteraan hidupnya, akan tetapi hal – hal diatas merupakan penghalang, sehingga cara berpikir, cara kerja dan cara hidup mereka lama tidak mengalami perubahan – perubahan (Kartasapoetra, 1993).

Tingkat adopsi dipengaruhi oleh persepsi petani tentang ciri – ciri inovasi dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi didalam pengelolaan pertanian serta peranan dari keluarga petani. Inovasi didalam pengelolaan pertanian serta peranan dari keluarga petani. Inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena : • Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani

• Sesuai dengan nilai – nilai, pengalaman dan kebutuhannya • Tidak rumit

• Dapat dicoba dalam skala kecil • Mudah diamati


(23)

Hasil penelitian adopsi dapat digunakan oleh organisasi – organisasi penyuluhan untuk mempercepat tingkat adopsi inovasi atau mengubah proses adopsi inovasi sedemikian rupa sehingga kategori petani tertentu dapat mengadopsinya lebih cepat (Hawkins, dkk, 1999).

Menurut Kartasapoetra (1993) mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya tangkap para petani maka dengan sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan melalui beberapa pentahapan. Pentahapan tersebut adalah sebagai berikut :

Awareness (Mengetahui dan menyadari) • Interesting (Penaruhan minat)

Evaluation (Penilaian)

Trial (Melakukan Pencobaan) • Adoption (Penerapan / Adopsi).

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan inovasi teknologi melalui penyuluhan – penyuluhan pertanian, dapat dikemukakan beberapa golongan petani yang terlibat didalamnya antara lain :

• Pelopor (Inovator)

• Penerap inovasi teknologi lebih dini (Early Adopter) • Penerap inovasi teknologi awal (Early Mayority)

• Penerap inovasi teknologi yang lebih akhir (Late Mayority) • Penolak inovasi teknologi (Leggard)


(24)

Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggungjawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Dalam 25 tahun mendatang kebutuhan pangan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya penduduk Indonesia. Dengan demikian kebutuhan masukan teknologi tinggi berupa pupuk makin meningkat, demikian juga kebutuhan pestisida akan lebih besar daripada yang diperlukan sekarang. Dengan makin meningkatnya kebutuhan masukan energi tinggi, maka biaya produksi yang diperlukan akan semakin besar. Hal ini merupakan tantangan para pakar bidang pertanian untuk mencari teknologi alternatif dalam mencukupi kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik dan menyehatkan, tetapi tidak menimbulkan kerusakan lingkungan (Sutanto, 2002).

Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

Manfaat Pertanian Organik

Sejumlah keuntungan yang dapat dipetik dari pengembangan pertanian organik adalah, antara lain:

a. Kesehatan

1. Menghasilkan makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat. Data menunjukkan bahwa praktek pertanian organik mampu meningkatkan hasil sayuran hingga 75%


(25)

dibanding pertanian konvensional. Disamping itu, produk pertanian organik juga mempunyai kandungan vitamin C, kalium, dan beta karoten yang lebih tinggi.

2. Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, karena petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.

3. Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Karena pertanian organik: (1) Menghindari penggunaan bahan kimia sintetis dan (2) Memanfaatkan limbah kegiatan pertanian seperti kotoran ternak dan jerami sebagai pupuk kompos.

b. Lingkungan 1. Kualitas Tanah

Menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik merupakan hal yang penting dalam pertanian organik. Untuk itu dalam pertanian organik diutamakan cara pengelolaan tanah yang meminimalkan erosi, meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta mendorong kuantitas dan diversitas biologi tanah. Dalam pertanian organik peningkatan kesuburan tanah dilakukan tanpa menggunakan pupuk kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan teknik-teknik sebagai berikut:

• Rotasi tanaman secara tepat, mixed cropping dan integrasi tanaman dengan ternak.

• Meningkatkan populasi mikroorganisme tanah melalui penggunaan pupuk organik.


(26)

• Menjaga tanah selalu tertutup dengan mulsa organik.

• Menghindari pengolahan tanah yang berlebihan pada tanah yang miring untuk mencegah erosi.

• Menggunakan tanaman dalam strip dan tumpang sari. • Menghindari penggembalaan yang berlebihan.

• Tidak menggunakan bahan kimia sintetis yang meracuni mikroorganisme tanah dan merusak struktur tanah.

2. Penghematan energi

Sistem produksi organik hanya menggunakan 50–80% energi minyak untuk menghasilkan setiap unit pangan dibandingkan dengan sistem produksi pertanian konvensional. Namun demikian, ini tidak berlaku untuk semua sistem produksi sayuran dan buah-buahan.

3. Kualitas Air

Penjagaan kualitas air merupakan upaya yang sangat penting dalam sistem pertanian lestari (sustainable agriculture system). Kenyataan menunjukkan bahwa polusi air tanah (groundwater) dan air muka tanah (surface water) oleh nitrat dan fosfat menjadi hal yang umum terjadi di kawasan pertanian. Residu pupuk dan pestisida sintetis serta bakteri penyebab penyakit seperti Escherichia Coli juga seringkali terdeteksi di sistem perairan.

Pada areal pertanian organik, sumber air dijaga dengan menghindari praktek-praktek pertanian yang menyebabkan erosi tanah dan pencucian nutrisi, pencemaran air akibat penggunaan bahan kimia. Kotoran hewan yang akan digunakan untuk pupuk organik selalu dikelola dengan hati-hati dan dikomposkan


(27)

sebelum digunakan. Di samping itu, penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis juga dilarang dalam sistem pertanian organik.

4. Kualitas Udara

Pertanian organik terbukti mampu meminimalkan perubahan iklim global karena emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian organik lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pertanian organik tidak menggunakan pupuk nitrogen sintetis sehingga tidak ada emisi nitrogen oksida dari pupuk buatan tersebut. Penggunaan minyak bumi juga lebih rendah sehingga menurunkan emisi gas karbon dioksida. Lebih penting lagi, pertanian organik menyediakan penampungan (sink) untuk karbon dioksida melalui peningkatan kandungan bahan organik di tanah serta penutupan permukaan tanah dengan tanaman penutup tanah.

5. Pengelolaan Limbah

Praktek pertanian organik mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang selama ini dianggap limbah, justru menjadi bahan yang mempunyai nilai sebagai sumber nutrisi dan bahan organik bagi pertanian organik.

6. Keanekaragaman Hayati

Pertanian organik tidak hanya menghindari penggunaan pestisida sintetis, namun juga mampu menciptakan keanekaragaman hayati. Praktek seperti rotasi pertanaman, tumpang sari serta pengolahan tanah konservasi merupakan hal-hal yang mampu meningkatkan keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat yang sehat bagi banyak spesies mulai dari jamur mikroskopis hingga binatang besar. Pertanian organik tidak menggunakan organisme hasil rekayasa genetika


(28)

(Genetic Enggineering Organism) atau organisme transgenik (Genetically Modified Organism) serta produknya karena alasan keamanan lingkungan, kesehatan dan sosial. Produk-produk seperti ini tidak dibutuhkan karena mungkin menyebabkan resiko yang tidak dapat diterima pada integritas spesies.

c. Perekonomian masyarakat

Penerapan pertanian organik, memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat antara lain :

1. Hasil

Pertanian organik yang dilakukan secara benar oleh petani yang berpengalaman seringkali hasilnya sama, atau bahkan lebih tinggi, dari hasil pertanian konvensional. Namun seringkali hasil pertanian organik lebih rendah dari pertanian konvensional. Adanya perbedaan hasil ini mencerminkan adanya perbedaan teknik bercocok tanam dan pengalaman petani. Industri pangan organik berkembang sangat cepat sementara petani belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menerapkan sistem pertanian organik yang benar. Perbedaan hasil juga seringkali bergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Di samping itu, pertanian organik juga relative lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.

2. Biaya Produksi

Pertanian organik memerlukan biaya produksi relatif lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional, khususnya untuk penyediaan input produksi. Dalam pertanian organik pembelian pupuk dan pestisida sintetis tidak diperlukan lagi tetapi dalam implementasinya pertanian organik harus


(29)

menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati atau agen hayati. Di samping itu, dalam pertanian organik nilai penyusutan peralatan juga lebih rendah.

Dalam praktek pertanian organik, pengendalian gulma dilakukan secara mekanis. Pengolahan tanah untuk pengendalian gulma setelah tanaman tumbuh dilakukan dengan cara minimal. Banyak orang berpendapat bahwa pengendalian gulma akan meningkatkan frekuensi pengolahan tanah dan juga biaya. Dalam prakteknya, ternyata tidaklah demikian. Dengan perbaikan struktur tanah dan praktek pengelolaan yang baik, pertanian organik justru meminimalkan pengolahan tanah, atau lebih sedikit, dibanding pertanian konvensional.

3. Pendapatan

Pendapatan petani organik sedikit lebih besar dibanding dengan petani konvensional. Secara umum, biaya produksi lebih rendah dan pendapatan lebih besar (karena premium price). Industri organik berubah sangat cepat sehingga mempengaruhi ketidakstabilan harga. Sebagai contoh, adanya harga tinggi pada satu jenis komoditi telah mendorong banyak petani menanam komoditi yang sama secara bersamaan. Ini menyebabkan harga turun ketika musim panen. Banyak orang berpendapat bahwa sejalan dengan waktu premium price akan stabil. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani.

4. Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.

Pertanian organik akan merangsang hadirnya industri kompos rakyat yang berarti adanya lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan. Disamping itu, penerapan pertanian organik juga akan merangsang adanya kerjasama kemitraan


(30)

antara petani peternak-pekebun untuk menerapkan sistem pertanian terpadu. Dalam hubungan ini, peternak mendapatkan bahan makanan ternak dari limbah pertanian (jerami dan dedak, misalnya) dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran hewan dari peternak sebagai bahan kompos untuk usaha pertanian organiknya. Hal ini secara langsung akan menciptakan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.

5. Pemasaran

Permintaan akan pangan organik akhir-akhir ini tumbuh dengan pesat di seluruh dunia, baik di Eropa, Canada, Amerika Utara, atau Jepang. Adanya pertumbuhan yang cepat ini menimbulkan fluktuasi di pasar. Sebagai contoh, beberapa pasar mempunyai persyaratan mutu yang sangat spesifik serta permintaannya selalu berubah dari tahun ke tahun. Industri organik baru berkembang, dan infrstruktur seperti sistem pengangkutan, pedagang dan distributor masih perlu menyesuaikan diri (Rachman, 2007).

Salah satu upaya mengurangi penggunaan bahan kimiawi pada budidaya tanaman adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme. Dan keberadaan mikroorganisme dapat dimanfaatkan dalam budidaya pertanian modern yang berorientasi organic farming berupa pupuk hayati (biofertilizer), agensia pengendali hayati (biopestisida), dan pengolahan limbah organik/hewan menjadi pupuk kompos (biokomposer) telah berkembang dengan pesat. Pertanian alamiah dapat menggunakan benih unggul, penggunaan mikroba berguna (biopestisida dan biofertilizer), pupuk organik, dan pestisida nabati (Sipayung, 2010).


(31)

Landasan Teori

Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melakanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya.

Penyuluhan pertanian di Indonesia telah mempunyai sejarah yang cukup panjang, yang dimulai sejak awal abad 20 di masa penjajahan. Penyuluhan bermula dari adanya kebutuhan untuk meningkatkan hasil pertanian, baik untuk kepentingan penjajah maupun untuk mencukupi kebutuhan pribumi. Penyuluhan dilandasi pula oleh kenyataan adanya kesenjangan yang cukup jauh antara praktek – praktek yang dilakukan para petani di satu pihak dan adanya teknologi – teknologi yang lebih maju di lain pihak. Kebutuhan peningkatan produksi pertanian diperhitungkan akan dapat dipenuhi seandainya teknologi – teknologi maju yang ditemukan oleh para ahli dapat dipraktekkan oleh para petani sebagai produsen primer (Mardikanto, 1993).


(32)

Menurut Sutanto (2002) konsep perkembangan pertanian berkelanjutan sangatlah luas, tidak mungkin begitu saja dilaksanakan tanpa dukungan petani, ilmuwan, pemerintah bahkan politikus. Bagaimanapun juga arah kebijakan pembangunan pertanian sangat tergantung pada minat pemerintah untuk mendukung suatu sistem pembangunan pertanian. Banyak pakar pertanian dan lembaga swadaya masyarakat internasional berusaha mengembangkan pertanian alternatif yang bertujuan untuk merehabilitasi kondisi tanah yang sedang sakit. Salah satu usaha meningkatkan kesehatan tanah adalah membangun kesuburan tanah yang dilaksanakan dengan cara meningkatkan kandungan bahan organik melalui kearifan tradisional, atau menggunakan masukan dari dalam usahatani (on farm inputs) itu sendiri.

Menurut Suprayono dan Setyono (1997) padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai sekarang menjadi tanaman utama dunia. Bukti sejarah di Provinsi Zheijiang, Cina Selatan, menunjukkan bahwa penanaman padi di Asia sudah dimulai 7.000 tahun yang lalu. Beberapa daerah yang diduga menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian Timur, Bangladesh Utara dan daerah yang membatasi negara Burma, Thailand, Laos, Vietnam dan Cina bagian Selatan. Padi (Oryza sativa l.) tumbuh baik di daerah tropis maupun sub – tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus – menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk inilah sewaktu – waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah.


(33)

Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik Binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara, Oktober 2011.

No Desa Kabupaten Kelompok

Tani

Luas Lahan (ha)

Produksi (ton) 1. Lubuk Bayas Serdang Bedagai Tani Subur 27 135 2. Namu Landor Deli Serdang Tani Mandiri 5 30

JUMLAH 32 165

Sumber: BITRA Indonesia, 2012

Dari tabel dapat dilihat berdasarkan Luas Lahan dan Produksi, desa binaan BITRA di Lubuk Bayas lebih tinggi dibanding desa binaan BITRA di Namu Landor. LSM BITRA merupakan institusi yang memberikan pembinaan pertanian padi organik di Sumatera Utara.

Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pertanian organik dalam arti sempit yaitu pertanian yang bebas dari bahan – bahan kimia. Sedangkan pengertian pertanian dalam arti luas, adalah pertanian masih memberi toleransi penggunaan bahan kimia dalam batas – batas tertentu. Pertanian yang baik adalah yang tidak mengabaikan ekosistem alam yang didalamnya termasuk tanaman budidaya, gulma dan jasad pengganggu, hama dan penyakit serta manusia.

Tanaman pangan, khususnya padi merupakan tanaman pokok yang diusahakan oleh sebagian besar petani di Indonesia. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, pemerintah mencanangkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang diimplentasikan pada periode 2007-2009. Melalui program ini, produksi beras ditargetkan meningkat lima


(34)

persen atau setara 2 juta ton per tahun. Salah satu strategi yang ditempuh adalah pada tahun 2008 diharapkan dapat terselenggara Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di 60.000 unit. Strategi ini diharapkan dapat memperluas penyebaran pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang akan berdampak terhadap percepatan implementasi program P2BN (Deptan, 2008).

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan dilapangan. Hamparan sawah milik petani peserta program penerapan PTT disebut hamparan SL-PTT, sedangkan hamparan sawah tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium lapang. SL-PTT juga mempunyai kurikulum, evaluasi pra dan pasca kegiatan dan sertifikat. Bahkan sebelum SL-PTT dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang mencakup nama dan luas lahan sawah garapan, pembukaan dan studi banding atau kunjungan lapang.

Proses belajar SL-PTT berawal dari kegiatan yang kemudian memberikan pengalaman pribadi, mengungkapkan pengalaman tersebut, menganalisis masalah yang terjadi dan menyimpulkan hasil kegiatan. Kalau petani peserta SL-PTT telah merasakan dampak positif dari teknologi yang diterapkan, baik dari aspek materi dan non materi, maka mereka akan menerapkan teknologi itu kembali pada musim berikutnya. Adapun tujuan utama dari SL-PTT adalah untuk mempercepat alih teknologi melalui pelatihan dari peneliti atau narasumber lainnya.


(35)

Ciri SL-PTT :

1. Peserta dan Pemandu saling memberi dan menghargai

2. Perencanaan dan pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan)

3. Komponen teknologi yang akan diterapkan berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh petani peserta

4. Pemandu tidak mengajari petani tetapi petani belajar dengan inisiatif sendiri, pemandu sebagai fasilitator memberikan bimbingan

5. Materi latihan, praktek dan sarana belajar ada dilapangan

6. Kurikulum dirancang untuk satu musim tanam sehingga dalam periode tersebut diharapkan terdapat 10 – 18 kali pertemuan antara peserta dengan pemandu

Prinsip Pendidikan dalam SL-PTT

Agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan keinginan, SL-PTT hendaknya dilaksanakan berdasarkan prinsip pendidikan untuk orang dewasa berdasarkan pengalaman sendiri. Untuk itu, materi pendidikan yang akan diberikan dalam SL-PTT mencakup aspek yang diperlukan oleh kelompok tani diwilayah pengembangan PTT. Dalam kaitan itu, tiga aspek berikut perlu mendapat perhatian :

1. Aspek Teknologi : Keterampilan dan Pengetahuan

Dalam SL-PTT petani diberikan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menjadi manager dilahan usahataninya sendiri.


(36)

2. Aspek Hubungan Antar Petani : Interaksi dan Komunikasi

SL-PTT mendorong petani untuk dapat bekerjasama, melakukan analisis secara bersama – sama, diskusi dan berkomunikasi dengan santun menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang lain.

3. Aspek Pengelolaan : Manager di Lahan Usahatani Sendiri

Dalam SL-PTT, petani peserta didorong untuk pandai menganalisis masalah yang dihadapi dan membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Menurut Soekartawi (1998) Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi :

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur Petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut.


(37)

c. Luas Pemilihan Lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan keefesienan penggunaan sarana produksi.

d. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

Penyuluhan pertanian sebagai suatu pendidikan bagi para petani dan keluarganya haruslah menggunakan landasan falsafah kerja meningkatkan potensi dan kemampuan para petani dan keluarganya, sehingga mereka akan dapat mengatasi sendiri kekurangannya dan dapat sendiri memenuhi kebutuhan dan keinginannya, tanpa harus selalu tergantung kepada orang lain. Tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah mempengaruhi para petani dan keluarganya agar berubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan (oleh pihak penyuluh) yang akan memnyebabkan perbaikan mutu hidup dari para keluarga tani. Jadi perubahan perilaku itu dapat terjadi dalam tiga bentuk :

1. Bertambahnya perbendaharaan informasi yang berguna bagi petani dan pengertian tentang itu.

2. Tumbuhnya keterampilan, kemampuan dan kebiasaan baru atau yang bertambah baik.

3. Timbulnya sikap mental dan motivasi yang lebih kuat sesuai dengan yang dikehendaki.


(38)

Menurut Kartasapoetra (1993) perubahan perilaku yang diusahakan dengan melalui penyuluhan pertanian pada diri para petani pada umumnya berjalan dengan lambat, hal ini disebabkan :

• Tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani

• Penyuluhan hal – hal yang disampaikan hanya akan diterima dan dipraktekkan (diterapkan, diadopsi) setelah para petani mendapat gambaran nyata atau keyakinan bahwa hal – hal baru yang diterima dari penyuluhan akan berguna, memberi keuntungan, peningkatan hasil bila dipraktekkan atau tidak menimbulkan kerugian terhadap apa yang sedang dilakukan. Menurut Mosher dalam Penyuluhan Pertanian (1999) bahwa penyuluhan dapat berjalan dengan efektif apabila syarat berikut dapat terpenuhi, yaitu :

• Pasar dan hasil – hasil pertanian

• Teknologi pertanian yang terus – menerus berubah • Tersedianya input dan alat pertanian di tingkat lokal

• Insentif produksi yang menguntungkan petani untuk memproduksi lebih banyak, tidak hanya menguntungkan tuan tanah dan tengkulak saja

• Sarana transportasi dari desa ke desa.

Agen penyuluhan dapat memanfaatkan berbagai cara untuk membantu kliennya untuk mencapai tujuannya :

• Memberi nasihat secara tepat waktu guna menyadarkannya tentang suatu masalah


(39)

• Memberi informasi mengenai konsekuensi yang dapat diharapkan dari masing – masing alternatif

• Membantunya dalam memutuskan tujuan mana yang paling penting

• Membantunya dalam mengambil keputusan secara sisitematis baik itu secara perorangan maupun berkelompok

• Membantunya belajar dari pengalaman dan dari pengujicobaan

• Mendorongnya untuk tukar – menukar informasi dengan rekan petani. Peranan – peranan lain dari organisasi penyuluhan dapat membantu petani : • Mengadakan percobaan dengan teknologi baru atau sistem usahatani baru • Menambah akses informasi yang relevan dengan aneka ragam sumbernya • Mengevaluasi dan menafsirkan informasi itu untuk keadaan mereka sendiri • Belajar dari pengalaman sendiri.

Kemampuan agen penyuluhan untuk mempengaruhi petani mengalami peningkatan, sebagian disebabkan oleh pembangunan dibidang teknologi komunikasi dan informasi, dan sebagian lagi penggunaan ilmu – ilmu sosial dalam penyuluhan. Agen penyuluhan tidak saja memikirkan perubahan tetapi juga cara memberikan bantuan pada masyarakat. Didalam berbagai kasus, agen penyuluhan tidak berurusan dengan hanya adopsi satu inovasi melainkan seluruh paketnya. Tidak jarang inovasi harus disesuaikan dengan situasi spesifik agar dapat digunakan.

Dalam diri seorang penyuluh pertanian sangat dibutuhkan adanya keyakinan yang kuat dan tidak mudah goyah oleh sesuatu persoalan. Sedangkan yang dimaksud ilmu – ilmu pengetahuan adalah perangkat persyaratan yang


(40)

selanjutnya. Masalahnya, sampai sejauh mana ilmu – ilmu yang telah dikuasainya itu dapat mendukung inovasi yang senantiasa hadir ke tengah – tengah kehidupan para petani. Tentunya selama pembangunan ini terus dilaksanakan kehadiran inovasi dalam kehidupan masyarakat desa adalah satu tolak ukur untuk mengetahui sampai batas mana saja pembangunan ini mengalami kemajuan dan perkembangannya (Sastraatmadja, 1993).

Menurut Rogers (1995), model proses pengambilan inovasi terdiri dari 5 langkah. Langkah-langkah tersebut adalah :

1. Pengetahuan, terjadi ketika seseorang dihadapkan pada suatu inovasi dan memperoleh beberapa pemahaman fungsi-fungsi dari inovasi itu sendiri. 2. Persuasi atau bujukan, terjadi ketika seseorang membentuk suatu sikap yang

kurang baik atau baik ke arah inovasi.

3. Pengambilan keputusan, terjadi ketika seseorang terlibat dalam aktivitas yang mendorong kearah suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi.

4. Implementasi, terjadi ketika seseorang menggunakan suatu inovasi.

5. Konfirmasi, terjadi ketika seseorang mencari penguatan mengenai suatu inovasi untuk menolak atau mengadopsi suatu inovasi.


(41)

Kerangka Pemikiran

Petani padi organik dalam melakukan budidaya padi organik berdasarkan teknologi budidaya padi organik berdasarkan segi : bibit/benih, lahan, pupuk, teknik budidaya, pasca panen, harga dan label. Penyuluh mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi tersebut kepada petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh masyarakat tani khususnya para petani padi organik.

Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan total pendapatan.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi (teknologi).

Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi apabila tingkat adopsi petani tinggi. Bila dalam diri seorang petani ada kesadaran akan perlunya perubahan maka inovasi yang diusulkan oleh penyuluhan pertanian dapat diterapkan dalam usahataninya. Pada akhirnya suatu teknologi diterapkan atau tidak terletak pada petani itu sendiri. Apakah tingkat adopsinya tinggi, sedang atau rendah tergantung dari teknologi baru tersebut.


(42)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan:

: menyatakan hubungan

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran Usahatani

Padi Organik

Karakteristik sosial ekonomi petani:

1. Umur

2. Tingkat Pendidikan 3. Pengalaman Bertani 4. Tingkat Pendapatan 5. Luas Lahan

Teknologi Budidaya Padi Organik

Tingkat adopsi Tahapan – Tahapan

Teknologi Budidaya Padi Organik:

•Benih/ bibit •Lahan •Pupuk

•Teknik Produksi •Pasca Panen •Harga •Label

SEDANG

TINGGI RENDAH

Petani Padi Organik


(43)

Hipotesis Penelitian

1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usaha padi organik di daerah penelitian tinggi.

2. Ada hubungan karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik didaerah penelitian.


(44)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu di desa Lubuk Bayas kecamatan Perbaungan kabupaten Serdang Bedagai. Daerah ini dipilih karena merupakan desa percontohan dan sedang melaksanakan teknologi Sistem Pertanian Terpadu berupa PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada budidaya tanaman padi sawah dan karena merupakan daerah dengan produksi padi organik terbesar binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara. Luas lahan dan produksi padi organik menurut binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara pada Oktober 2011. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengelola usahatani padi organik di desa Lubuk Bayas sebanyak 64 KK. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling. Menurut Nazir (1983) mengatakan bahwa ukuran sampel yang diterima berdasarkan pada metode penelitian deskriptif minimal 30 sampel.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada ketua kelompok tani di daerah penelitian dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Medan serta buku yang mendukung penelitian ini.


(45)

Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif berdasarkan 7 (tujuh) parameter. Setiap parameter diberi skor 4 untuk mengikuti semua teknologi sesuai anjuran, skor 3 untuk melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran, skor 2 untuk mengikuti semua anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya, skor 1 untuk melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran, skor 0 untuk tidak melakukan semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. Maka tingkat adopsi dilihat dari penjumlahan skor secara keseluruhan yaitu berada antara 0-28 apabila skor :

• 0 – 9 : Tingkat Adopsi Rendah • 10 – 19 : Tingkat Adopsi Sedang • 20 – 28 : Tingkat Adopsi Tinggi


(46)

Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat adopsi petani dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 3. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik

No. Teknologi Budidaya

Teknologi Anjuran Pengukuran Skor

1. Benih/ bibit •Melarang benih hasil rekayasa genetika termasuk hibrida.

•Benih-benih berasal bukan dari proses produksi bahan kimia.

•Melalui proses adaptasi. •Benih teruji minimal 3

periode musim tanam.

•Diutamakan dari pertanian organik dan seleksi alam. •Asal usul harus jelas.

•Diutamakan benih lokal / benih petani.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. 4 3 2 1 0

2. Lahan •Masa konversi / peralihan lahan bekas sawah selama 3-4 musim tanam berturut turut secara organik. Catatan : melihat karakteristik (ciri khas) sesuai jenis lahan. •Lahan bukaan baru (alami)

tanpa konversi.

•Percepatan pemulihan lahan menggunakan pupuk hijau.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan semua teknologi 4 3 2 1 0


(47)

budidaya dan tidak melakukan semua anjuran.

3. Pupuk •Melarang penggunaan bahan kimia sintetis dan pabrikan. •Mendorong penggunaan

pupuk hasil komposisasi. •Mengutamakan dari pupuk

kandang dan ternak sendiri. •Pupuk cair dari bahan alami. •Mendorong mikroorganisme

lokal.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. 4 3 2 1 0

4. Teknik Produksi : a. Penyiapan

lahan

•Tidak merusak lingkungan. •Pengelolaan secara bertahap. •Pengolahan seminimal

mungkin.

•Mengutamakan alat tepat guna, contoh : alat tradisional.

•Sesuai sifat tanaman dan kondisi tanah.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua

anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan

semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. 4 3 2 1 0

b. Penanaman •Sistem campuran (tumpang sari), tumpang gilir dan mina padi.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai 4


(48)

c. Pemupukan d. Pengolahan OPT e. Gulma f. Kontaminasi g. Konfersi lahan dan air h. Metode panen

•Keragaman varietas sesuai dengan musim dan mempertimbangkan kearifan lokal.

•Disesuaikan dengan kebutuhan.

•Disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah.

•Pencegahan preventif alami. •Sehat dan aman.

•Mengendalikan populasi hama dengan prinsip alami. •Pengamatan intensif.

•Dikendalikan sebelum merugikan tanaman.

•Dipandang sebagai sumber hara.

•Irigasi dibuat trap (perangkap pada parit).

•Mengutamakan pencegahan erosi.

•Mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikro-organisme.

•Tepat waktu.

•Teknologi tepat guna.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua

anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan

semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. 3 2 1 0

5. Pasca Panen •Teknologi tepat guna untuk mendapatkan padi kadar air

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai 4


(49)

ideal, contoh: pengeringan.

•Dilarang menggunakan bahan sintetis atau pengawet.

•Penyimpanan di lumbung padi.

anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua

anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan

semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. 3 2 1 0

6. Harga •Sistem fair trade : penetapan

harga harus mempertimbangkan jasa

petani sebagai penyokong kebutuhan pangan nasional. •Kemitraan produsen –

konsumen.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua

anjuran tetapi tidak melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan

semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran. 4 3 2 1 0

7. Label •Diserahkan kepada SC. 1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran.

2. Melakukan salah satu teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Mengikuti semua

4

3


(50)

melakukan teknologi budidaya.

4. Melakukan teknologi budidaya tidak sesuai anjuran.

5. Tidak melakukan

semua teknologi budidaya dan tidak melakukan semua anjuran.

1

0

Untuk identifikasi masalah 2, dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs) untuk membuktikan adanya keeratan hubungan antara faktor sosial

ekonomi petani dengan tingkat adopsinya dengan rumus :

rs = 1 – 6 ∑ 2��

�3 Dimana :

rs = koefisien korelasi

di = selisih antara rangking nilai karekteristik petani dengan tingkat adopsi

n = jumlah petani yang mengadopsi teknologi usahatani padi organik dimana range rs = -1 ≤ 0 ≥ 1

│th

│= r

s

�−2

1−��2 Dengan kriteria sebagai berikut :

t- hitung ≤ tα (0,05) ... Ho diterima, tidak ada hubungan t- hitung > tα (0,05)... Ho ditolak, ada hubungan

Untuk melihat besarnya nilai dari derajat keeratan dapat menggunakan klasifikasi koefisien korelasi dua variabel menurut Guilford dalam Supriana (2009), berikut ini :


(51)

Tabel 4. Nilai Hubungan Korelasi Menurut Guilford Nilai Koefisien Korelasi Keterangan

<0,2 Tidak terdapat hubungan antara kedua variabel

Antara 0,2 s/d 0,4 Hubungan kedua variabel lemah Antara 0,4 s/d 0,7 Hubungan kedua variabel sedang Antara 0,7 s/d 0,9 Hubungan kedua variabel kuat Antara 0,9 s/d 1 Hubungan kedua variabel sangat kuat

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi

a. Petani sampel adalah petani yang mengelola usahatani padi organik.

b. Tahapan-tahapan teknologi adalah dilihat dari segi benih/bibit, lahan, pupuk, teknik produksi, pasca panen, harga, dan label.

c. Adopsi dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya.

d. Karakteristik sosial ekonomi terdiri dari umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pengalaman bertani dan luas lahan.

e. Pendapatan petani adalah total pendapatan yang diperoleh petani/keluarga dari usahatani padi organik dan usahatani lain yang dikelolanya.


(52)

f. Padi organik adalah padi yang disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar “organik” yang ditetapkan.

g. Paket teknologi anjuran adalah perangkat modern dalam pelaksanaan mendayagunakan sumber daya pertanian yang sudah ditetapkan atau dianjurkan oleh Petugas Penyuluh Lapang.

Batasan Operasional

1. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan usahatani padi organik. 2. Daerah penelitian adalah desa Lubuk Bayas kecamatan Perbaungan

kabupaten Serdang Bedagai.


(53)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian Luas dan Letak Geografis

Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur umumnya lembung berpasir.

Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas wilayah 869 Ha. Desa Lubuk Bayas terletak 14 km dari Ibukota Kecamatan Perbaungan, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai dan ± 52 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Utara.

Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Naga Kisar, Pantai Cermin • Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Buluh

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan. Keadaan Penduduk

Desa Lubuk Bayas memiliki jumlah penduduk sebanyak 3200 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 628 yang tersebar di seluruh Desa Lubuk Bayas. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel :


(54)

Tabel 5. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Laki – Laki 1509 47,15

2. Perempuan 1691 52,85

Total 3200 100

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Pada tabel menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang dominan di Desa Lubuk Bayas adalah penduduk yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 1691 jiwa atau sekitar 52,85 % dari keseluruhan jumlah penduduk.

Tabel 6. Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 0-5 286 8,94

2. 6-12 775 24,22

3. 13-16 910 28,44

4. 17-59 1055 32,97

5. 60 + 174 5,43

Total 3200 100

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Tabel dapat dilihat bahwa jumlah penduduk tertinggi pada kelompok umur (17-59) yaitu sebanyak 1055 jiwa atau sekitar 32,97 %. Sedangkan jumlah penduduk terendah pada kelompok umur (60 +) sebanyak 174 jiwa atau sekitar 5,43 %.


(55)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. PNS 5 0,15

2. ABRI/ POLRI 0 0,00

3. Karyawan 168 5,25

4. Wiraswasta 137 4,28

5. Jasa 11 0,34

6. Tani 224 7,00

7. Nelayan 18 0,56

8. Buruh 61 1,90

9. Lainnya 2576 80,52

Total 3200 100

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Tabel menunjukkan bahwa 224 penduduk Desa Lubuk Bayas bermata pencaharian sebagai petani, 2576 lainnya, 168 orang karyawan, 137 orang wiraswasta,61 orang buruh, 18 orang nelayan, 11 orang jasa dan 5 orang PNS. Tabel 9. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa

Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. TK 110 3,43

2. SD 260 8,12

3. SMP 209 6,53

4. SMA 112 3,50

5. D1 25 0,78

6. D2 6 0,18


(56)

8. S1 84 2,62

9. S2 0 0

10. S3 0 0

11. Tidak Berpendidikan 2347 73,38

Total 3200 100

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Tabel menunjukkan bahwa penduduk Desa Lubuk Bayas dominan tamat SD yakni sebanyak 260 orang, SMP 209 orang, 112 orang SMA, 110 orang TK, orang S1, 47 orang D3, 25 orang D1 dan 6 orang D2 dan tidak berpendidikan sebanyak 2347 orang.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana umum yang ada akan memepengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik fasilitas sarana dan prasarana pendukung yang ada akan mempercepat laju kemajuan masyarakat di Desa tersebut. Untuk mengetahui lebih jelasnya sarana dan prasarana yang ada di Desa Lubuk Bayas dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lubuk Bayas kurang memadai. Mulai dari fasilitas pendididikan yang hanya terdapat 1 unit SD Negeri dan 1 unit SLTP Swasta dan fasilitas kesehatan yang hanya ada 1 unit Puskesmas Pembantu serta hanya ada tempat ibadah bagi penduduk yang beragama islam yaitu masjid sebanyak 3 unit dan Surau/ Langgar sebanyak 6 unit.


(57)

Tabel 10. Sarana dan Prasarana di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1. Sekolah

• SD Negeri 1

• SD Swasta -

• SLTP Negeri -

• SLTP Swasta 1

• SLTA Negeri -

• SLTA Swasta -

2. Fasilitas Kesehatan

• Rumah Sakit -

• Rumah Sakit Bersalin -

• Rumah Bersalin -

• Poliklinik -

• Puskesmas -

• Puskesmas Pembantu 1

• Balai Pengobatan -

3. Tempat Ibadah

• Masjid 3

• Surau/ Langgar 6


(58)

Tabel 11. Banyaknya Jumlah Tenaga Kesehatan di Lubuk Bayas Tahun 2011 No. Tenaga Kesehatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Dokter 0 0

2. Bidan 2 33,33

3. Bidan Desa 1 16,67

4. Dukun Bayi 2 33,33

5. Para Medis 1 16,67

Total 6 100

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Tabel 11. menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan yang ada di Desa Lubuk bayas terdapat Bidan dan Dukun Bayi sebanyak 2 jiwa serta Bidan Desa dan Para Medis sebanyak 1 jiwa.

Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai sebagai petani yang mengusahakan usahatani padi organik. Karakteristik sampel yang dimaksud meliputi umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani.


(59)

Tabel 13. Karakteristik Petani Sampel yang mengusahakan Padi Organik

No. Uraian Satuan Range Rataan

1. Umur Tahun 25-58 43,40

2. Tingkat Pendidikan Tahun 6-12 9,06

3. Pengalaman Bertani Tahun 2-23 4,70

4. Total Pendapatan Rupiah 1.630.000 -1.4536.000 6. 232.950

5. Luas Lahan Ha 0.02 – 1,44 0,49

Sumber : Data diolah dari lampiran 1

Tabel menunjukkan bahwa umur rata – rata petani adalah 43,4 tahun dengan range 25-58 tahun artinya petani sampel sebagian besar masih dalam usia produktif.

Tingkat pendidikan petani rata – rata 9,06 tahun dengan range 6-12 tahun artinya petani paling rendah tamat SD dan paling tinggi SMA.

Pengalaman bertani petani padi organik rata – rata 4,7 tahun dengan range 2-23 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani dalam mengusahakan padi organik masih ada pada tahap pemula dan ada yang sudah berpengalaman. Umumnya petani sampel telah ikut bertani secara konvensional sejak anak – anak dan memilih pekerjaan sebagai petani setelah berumah tangga. Dengan pengalaman bertani maka sangat diharapkan tingkat adopsi petani lebih tinggi dalam mengadopsi teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

Total pendapatan petani rata– rata Rp 6.232.950 dengan range Rp 1.630.000 – Rp 1.4536.000 dan Luas lahan petani rata – rata 0,49 Ha dengan range 0.02 Ha - 1.44 Ha.


(60)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap petani padi organik yang terdapat di desa Lubuk Bayas kecamatan Perbaungan kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap pertanian terpadu usahatani padi organik dan hubungan karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi petani terhadap pertanian terpadu usahatani padi organik.

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik di Daerah Penelitian

Adapun teknologi budidaya yang dianjurkan adalah sebagai berikut : 1. Varietas

Tidak semua varietas padi cocok dibudidayakan secara organik. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik di Desa Lubuk Bayas adalah jenis atau varietas alami. Adapun 2 jenis varietas padi organik tersebut adalah :

• Cintanur merupakan beras/padi varietas lokal yang dikembangkan lewat perkawinan silang secara alami yang melibatkan benih varietas lokal. Persilangan tersebut yaitu antara varietas pandan wangi dan lusi. Pandan wangi dengan wanginya yang sangat khas dan lusi dengan sifat pulennya yang kentara. Persilangan varietas lokal ini bukan GMO (genetic modified organisme) sehingga sangat aman untuk dikonsumsi semua orang. Oleh karena itu beras organik (organic rice) Cintanur jika dimasak rasanya sangat enak. Wangi sekaligus sangat pulen. Beras organik cintanur bahkan lebih


(61)

pulen daripada beras organik pandan wangi, dengan tingkat aroma wangi yang hampir dikatakan sama

• Ciherang merupakan beras organik yang berbeda dengan varietas lain. Karakter khususnya yaitu butir beras ciherang berbentuk panjang. Untuk baunya, beras organik ciherang tidak berbau wangi, berbeda dengan beras organik pandan wangi. Dalam budidayanya, beras organik ciherang dikenal karena mempunyai daya tahan yang kuat terhadap hama daripada beras organik varietas lain. Dalam produktifitasnya pun, beras organik ciherang dikenal lebih produktif dari beras organik varietas lain (Mulyawan, 2011). 2. Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi organik dapat dilakukan

secara: (1)pengendalian secara mekanis dilakukan dengan menangkap hama secara langsung atau menggunakan perangkap, (2) pengendalian secara kultur teknis dilakukan dengan menanam tanaman inang di sekitar lahan tanaman padi organik, (3) pengendalian menggunakan pestisida organik urinsa yang dapat mengendalikan hama walang sangit, penggerek batang, wereng cokelat, dan wereng hijau (Sriyanto, 2010).

3. Pupuk organik yang sering digunakan untuk memupuk tanaman adalah kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman, hewan,dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi. Pemupukan lahan konversi secara total sudah tidak menggunakan pupuk anorganik seperti urea, TSP, atau KCl sama sekali. Padi organik membutuhkan pupuk kandang dan pupuk kompos legume sebanyak 4 ton/ha (Parnata, 2010).


(62)

Tingkat adopsi diukur dengan melihat pemanfaatan teknologi yang disarankan yaitu mulai dari benih/bibit, lahan, pupuk, teknik produksi, pasca panen, harga dan label.

Penilaian tingkat adopsi petani padi organik dilakukan dengan menggunakan skor pada setiap parameter yang diukur pada setiap kegiatan petani dengan rentang skor 0 – 28, dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

Skor antara 0 – 9 : Rendah Skor antara 10 -19 : Sedang Skor antara 20 – 28 : Tinggi

Untuk mengetahui tingkat adopsi petani padi organik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Tingkat Adopsi Petani di desa Lubuk Bayas kecamatan Perbaungan kabupaten Serdang Bedagai : Tingkat Adopsi Jumlah (orang) Persentase (%)

Tinggi 21 70

Sedang 9 30

Rendah 0 0

Jumlah 30 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 10

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang mempunyai tingkat adopsi tinggi sebanyak 21 sampel (70%), tingkat adopsi sedang sebanyak 9 sampel (30%), dan tingkat adopsi rendah 0 sampel.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik tinggi diterima (terima H1 tolak H0).


(63)

Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi terhadap Pertanian Terpadu Budidaya Padi Organik

Faktor sosial ekonomi yang diduga berhubungan dengan tingkat adopsi patani adalah umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani.

Untuk mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani, maka dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. a. Analisis hubungan Umur dengan tingkat adopsi petani

Dalam penelitian ini diduga bahwa makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut.

Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur petani maka respon petani terhadap teknologi akan semakin berkurang. Petani lamban dalam menerapkan teknologi bahkan tidak mau menerapkan teknologi baru tersebut karena petani juga terbiasa dengan usahatani yang dilakukanya secara turun temurun, disamping kesehatan dan kekuatan yang semakin menurun.


(64)

Gambaran hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 14. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Petani

Uraian Umur (Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Rata - Rata 43,40 20.66

rs 0.102 ttabel :1.701

thitung : 0.542

Data diolah dari lampiran 11

Untuk melihat hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman.Dari hasil analisis pada tabel 14. diperoleh rs =0.102. Sementara

thitung = 0.542 (α= 0,05) dengan db = (n-2) = 28 maka ttabel= 1.701. Data ini

menunjukkan bahwa thitung < ttabel. Maka H1 ditolak dan H0 diterima artinya tidak

ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik. Besarnya nilai dari derajat keeratannya yaitu <0.2 artinya tidak terdapat hubungan antara kedua variabel. Jadi dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan umur dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu ditolak.

b. Analisis hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi petani Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin tinggi juga tingkat adopsinya.


(65)

Gambaran hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 15. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani Uraian Tingkat Pendidikan

(Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Rata - Rata 9.06 20.66

rs 0.239 ttabel :1.701

thitung : 1.302

Sumber : Data diolah dari lampiran 12

Untuk melihat hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 15. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0.239. Sementara thitung=1.302 (α = 0.05) dengan db =

(n-2) = 28 maka ttabel = 1.701. Data ini menunjukkan bahwa thitung < ttabel. Maka

H1 ditolak dan H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan

petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik. Besarnya nilai dari derajat keeratannya yaitu antara 0.2 s/d 0.4 artinya hubungan antara kedua variabel lemah. Jadi dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani terhadap usahatani padi organik ditolak.

c. Analisis hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Petani.

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan keefesienan penggunaan sarana produksi.


(66)

Gambaran hubungan luas lahan dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Petani

Uraian Luas Lahan (Ha) Tingkat Adopsi (Skor)

Rata - Rata 0.49 20.66

rs -0.23 ttabel :1.701

thitung : -6.799

Sumber : Data diolah dari lampiran 13

Untuk melihat hubungan luas lahan dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 15. diperoleh rs = -0,23.

Sementara thitung = -6.799 (α = 0.05) dengan db = (n-2) = 28 maka ttabel = 1.701.

Data ini menunjukkan bahwa thitung < ttabel. Maka H1 ditolak dan H0 diterima,

artinya tidak ada hubungan antara luas lahan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik. Besarnya nilai dari derajat keeratannya yaitu <0.2 artinya tidak terdapat hubungan antara kedua variabel. Jadi dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan luas lahan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi usahatani padi organik ditolak.

d. Analisis hubungan Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi Petani. Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.


(67)

Gambaran hubungan pengalaman bertani dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 15. Hubungan Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi Petani Uraian Pengalaman Bertani

(tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Rata - Rata 4.70 20.66

rs 0.403 ttabel :1.701

thitung : 2.330

Sumber : Data diolah dari lampiran 14

Untuk melihat hubungan pengalaman bertani dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,403.

Sementara thitung = 2.330 (α = 0.05) dengan db = (n-2) = 28 maka ttabel = 1.701.

Data ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Maka H1 diterima dan H0 ditolak,

artinya ada hubungan antara pengalaman bertani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik. Besarnya nilai dari derajat keeratannya yaitu <0.4 s/d 0.7 artinya hubungan antara kedua variabel sedang. Jadi dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan pengalaman bertani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik diterima.

e. Analisis hubungan Total Pendapatan dengan Tingkat Adopsi Petani. Dalam penelitian ini diduga bahwa total pendapatan sebagai satu karakteristik sosial ekonomi petani mempunyai hubungan dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik. Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan petani maka akan semakin tinggi tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik.


(1)

Lampiran 11. Korelasi Rank Spearman Antara Umur dengan Tingkat Adopsi

No Umur

(Tahun)

Rank (X)

Tingkat Adopsi

Rank (Y)

d

(X-Y) (d²)

1 57 28 25 29,5 -1,5 2,25

2 48 19 24 28 -9 81

3 58 29,5 25 29,5 0 0

4 28 2 21 17,5 -15,5 240,25

5 56 27 18 3 24 576

6 31 4,5 19 7 -2,5 6,25

7 52 22 21 17,5 4,5 20,25

8 44 17 16 1 16 256

9 25 1 23 26,5 -25,5 650,25

10 55 24,5 20 11 13,5 182,25

11 31 4,5 19 7 -2,5 6,25

12 40 13 19 7 6 36

13 50 20,5 19 7 13,5 182,25

14 35 8 20 11 -3 9

15 40 13 20 11 2 4

16 55 24,5 21 17,5 7 49

17 38 10 22 24 -14 196

18 42 16 18 3 13 169

19 34 6 19 7 -1 1

20 40 13 20 11 2 4

21 45 18 22 24 -6 36

22 40 13 21 17,5 -4,5 20,25

23 50 20,5 18 3 17,5 306,25

24 35 8 21 17,5 -9,5 90,25

25 55 24,5 21 17,5 7 49

26 35 8 23 26,5 -18,5 342,25

27 55 24,5 21 17,5 7 49

28 40 13 22 24 -11 121

29 30 3 21 17,5 -14,5 210,25

30 58 29,5 21 17,5 12 144

Total 1302 465 620 458,5 6,5 4.039,25

Rata2 43,4 15,5 20,67 15,28 0,22 134,67


(2)

Lampiran 12. Korelasi Rank Spearman antara Tingkat pendidikan dengan Tingkat Adopsi

No Tingkat

Pendidikan (Tahun)

Rank (X)

Tingkat Adopsi

Rank (Y)

D

(X-Y) (d²)

1 9 15,5 25 29,5 -14 196

2 12 25 24 28 -3 9

3 13 29,5 25 29,5 0 0

4 13 29,5 21 17,5 12 144

5 9 15,5 18 3 12,5 156,25

6 12 25 19 7 18 324

7 12 25 21 17,5 7,5 56,25

8 9 15,5 16 1 14,5 210,25

9 12 25 23 26,5 -1,5 2,25

10 6 5 20 11 -6 36

11 9 15,5 19 7 8,5 72,25

12 6 5 19 7 -2 4

13 6 5 19 7 -2 4

14 6 5 20 11 -6 36

15 9 15,5 20 11 4,5 20,25

16 9 15,5 21 17,5 -2 4

17 12 25 22 24 1 1

18 9 15,5 18 3 12,5 156,25

19 9 15,5 19 7 8,5 72,25

20 12 25 20 11 14 196

21 6 5 22 24 -19 361

22 9 15,5 21 17,5 -2 4

23 9 15,5 18 3 12,5 156,25

24 6 5 21 17,5 -12,5 156,25

25 6 5 21 17,5 -12,5 156,25

26 6 5 23 26,5 -21,5 462,25

27 12 25 21 17,5 7,5 56,25

28 6 5 22 24 -19 361

29 9 15,5 21 17,5 -2 4

30 9 15,5 21 17,5 -2 4

Total 272 465 620 458,5 6,5 3.421,25

Rata2 9,07 15,5 20,67 15,28 0,22 114,04

rs : 0,239 th : 1,302


(3)

Lampiran 13. Korelasi Rank Spearman antara Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi

No Luas Lahan (Ha)

Rank (X)

Tingkat Adopsi

Rank (Y)

d

(X-Y) (d²)

1 0,02 1 25 29,5 -28,5 812,25

2 0,4 15 24 28 -13 169

3 1,44 30 25 29,5 0,5 0,25

4 0,23 9 21 17,5 -8,5 72,25

5 1 27 18 3 24 576

6 1 27 19 7 20 400

7 0,52 20 21 17,5 2,5 6,25

8 1 27 16 1 26 676

9 0,16 2 23 26,5 -24,5 600,25

10 0,2 5,5 20 11 -5,5 30,25

11 0,3 11 19 7 4 16

12 0,2 5,5 19 7 -1,5 2,25

13 0,6 22,5 19 7 15,5 240,25

14 0,4 15 20 11 4 16

15 0,4 15 20 11 4 16

16 1 27 21 17,5 9,5 90,25

17 0,5 18,5 22 24 -5,5 30,25

18 0,4 15 18 3 12 144

19 0,6 22,5 19 7 15,5 240,25

20 0,4 15 20 11 4 16

21 0,2 5,5 22 24 -18,5 342,25

22 0,2 5,5 21 17,5 -12 144

23 0,6 22,5 18 3 19,5 380,25

24 1 27 21 17,5 9,5 90,25

25 0.3 11 21 17,5 -6,5 42,25

26 0,6 22,5 23 26,5 -4 16

27 0,2 5,5 21 17,5 -12 144

28 0,5 18,5 22 24 -5,5 30,25

29 0,2 5,5 21 17,5 -12 144

30 0,3 11 21 17,5 -6,5 42,25

Total 14,87 465 620 458,5 6,5 5.529,25

Rata2 0,49 15,5 20,67 15,28 0,22 184,31


(4)

Lampiran 14. Korelasi Rank Spearman antara Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi

No

Pengalaman Bertani (Tahun)

Rank (X)

Tingkat Adopsi

Rank (Y)

d

(X-Y) (d²)

1 23 30 25 29,5 0,5 0,25

2 3 6 24 28 -22 484

3 4 15 25 29,5 -14,5 210,25

4 6 27,5 21 17,5 10 100

5 8 29 18 3 26 676

6 2 2 19 7 -5 25

7 3 6 21 17,5 -11,5 132,25

8 3 6 16 1 5 25

9 6 27,5 23 26,5 1 1

10 4 15 20 11 4 16

11 4 15 19 7 8 64

12 4 15 19 7 8 64

13 5 24 19 7 17 289

14 4 15 20 11 4 16

15 4 15 20 11 4 16

16 5 24 21 17,5 6,5 42,25

17 4 15 22 24 -9 81

18 2 2 18 3 -1 1

19 4 15 19 7 8 64

20 2 2 20 11 -9 81

21 4 15 22 24 -9 81

22 4 15 21 17,5 -2,5 6,25

23 3 6 18 3 3 9

24 4 15 21 17,5 -2,5 6,25

25 3 6 21 17,5 -11,5 132,25

26 5 24 23 26,5 -2,5 6.,25

27 4 15 21 17,5 -2,5 6,25

28 5 24 22 24 0 0

29 5 24 21 17,5 6,5 42,25

30 4 15 21 17,5 -2,5 6,25

Total 141 465 620 458,5 6,5 2.683,75

Rata2 4,7 15,5 20,67 15,28 0,22 89,46

rs : 0,403 th : 2,330


(5)

Lampiran 15. Korelasi Rank Spearman Antara Total Pendapatan dengan Tingkat Adopsi

No Total

Pendapatan

Rank (X)

Tingkat Adopsi

Rank (Y)

d

(X-Y) (d²)

1 1.630.000 1 25 29,5 -28,5 812,25

2 4.200.000 12 24 28 -16 256

3 14.536.000 30 25 29,5 0,5 0,25

4 3.457.500 10 21 17,5 -7,5 56,25

5 9.300.000 24 18 3 21 441

6 4.550.000 14 19 7 7 49

7 9.185.000 23 21 17,5 5,5 30,25

8 9.450.000 25 16 1 24 576

9 1.870.000 2 23 26,5 -24,5 600,25

10 2.775.000 4 20 11 -7 49

11 2.887.500 5 19 7 -2 4

12 2.950.000 6 19 7 -1 1

13 12.837.500 28 19 7 21 441

14 6.660.000 18 20 11 7 49

15 6.020.000 17 20 11 6 36

16 11.500.000 27 21 17,5 9,5 90,25

17 6.950.000 20 22 24 -4 16

18 5.025.000 16 18 3 13 169

19 13.475.000 29 19 7 22 484

20 3.200.000 8 20 11 -3 9

21 3.000.000 7 22 24 -17 289

22 3.900.000 11 21 17,5 -6,5 42,25

23 10.600.000 26 18 3 23 529

24 7.150.000 21 21 17,5 3,5 12,25

25 3.300.000 9 21 17,5 -8,5 72,25

26 6.750.000 19 23 26,5 -7,5 56,25

27 2.475.000 3 21 17,5 -14,5 210,25

28 8.300.000 22 22 24 -2 4

29 4.555.000 15 21 17,5 -2,5 6,25

30 4.550.000 13 21 17,5 -4,5 20,25

Total 187.038.500 465 620 458,5 6,5 5.411,25 Rata2 6.234.616,67 15,5 20,67 15,28 0,22 180,375


(6)

Lampiran . Matriks Hasil Penelitian

No. Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Data Analisis Data Hasil Penelitian 1. Apakah ada hubungan

antara karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat

pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan

pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat

pendidikan, total pendapatan, luas lahan

dan pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

Ada hubungan antar karakteristik sosial ekonomi(umur, tingkat pendidikan, total pendapatan, luas lahan dan pengalaman bertani) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

Data Primer

Korelasi Rank Spearman

• Terdapat hubungan antara pengalaman bertani dengan tingkat adopsi pertani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

• Tidak terdapat hubungan antara umur, tingkat pendidikan, total pendapatan dan luas lahan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

2. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu

Tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik

Data Primer

Deskriptif • Tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik tinggi.


Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

15 104 93

Partisipasi Petani Dalam Penerapanpertanian Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas,Kecamatan Perbaungan,Kabupaten Serdang Bedagai)

1 68 72

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 4 104

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 16

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 4

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 11

PERTANIAN PADI ORGANIK (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ) SKRIPSI

0 0 13

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

0 3 19

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ) SKRIPSI MELFRIANTI ROMAULI 080309006 PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

0 1 13