Pengertian Baitul Mal Wattamwil BMT Kedudukan dan Status Baitul Maal Wattamwil BMT

16

2.2. Ruang Lingkup Baitul Mal Wattamwil

2.2.1 Pengertian Baitul Mal Wattamwil BMT

Baitul Maal Wattamwil BMT merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitulmaal dan baitul tamwil. Baitul Maal terdiri dari kata bait yang berarti rumah sedangkan maal berasal dari kata mall yang artinya harta, jadi baitul maal artinya rumah harta. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha- usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah serta mengoptimalkan pendistribusiannya sesuai dengan peraturan dan amanah. Sedangkan baittul tamwiil secara etimologi berasal dari kata baitun dan mawala, tetapi jamaknya tamwil yang artinya berputar atau produktif sehingga dana yang ada dapat disimpan untuk dibiayakan atau diputar melalui usaha agar produktif. Dengan kata lain baittul tamwil adalah usaha yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonomi. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank Islam atau BPRS. BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang mengalami hambatan psikologis bila berhubungan dengan pihak bank. Kegiatan utama BMT antara lain adalah menyumbangkan usaha-usaha produktif dan investasi-investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Sedangkan kegiatan Baitul Mal, BMT dapat Universitas Sumatera Utara 17 menerima titipan BAZIS dari dana zakat, infaq, dan sedekah dan menjalankan sesuai dengan peraturan serta amanahnya sehingga fungsi BMT tidak hanya profit oriented, tetapi juga social oriented.

2.2.2 Kedudukan dan Status Baitul Maal Wattamwil BMT

Sama halnya dengan lembaga-lembaga ekonomi lainnya, kedudukan dan status BMT merupakan lembaga keuangan yang memiliki badan hukum. Tiga landasan pokok pendirian BMT Solehudin dalam Endang, 2012 yakni: 1. Filosofis Gagasan pendirian BMT didasarkan kepada kepentingan menjabarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam fiqh al-muamalah dalam praktek. Prinsip- prinsip ekonomi Islam sejenis tauhid, keadilan, persamaan, kebebasan, tolong-menolong, dan toleransi menjadi kerangka filosofis bagi pendirian BMT di Indonesia. Selain itu, azas-azas muamalah seperti kekeluargaan, gotong-royong, mengambil manfaat dan menjauhi mudharat serta kepedulian terhadap golongan ekonomi lemah menjadi dasar utama bagi kepentingan mendirikan BMT di Indonesia. 2. Sosiologis Pendirian BMT di Indonesia lebih didasarkan kepada adanya tuntutan dan dukungan dari umat Islam bagi adanya lembaga keuangan berdasarkan syariah. Seperti diketahui, umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia, tetapi belum ada lembaga keuangan berbasis syariah. Pada Universitas Sumatera Utara 18 gilirannya, ide pembentukan BMT semakin mencuat ke permukaan di awal tahun 1990-an Antonio, 2001: 25. 3. Yuridis Pendirian BMT di Indonesia diilhami oleh keluarnya kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 7 1992 dan PP No. 72 1992 tentang Perbankan. Ketika bank-bank syariah banyak didirikan diberbagai wilayah, pada saat bersamaan BMT-BMT pun tumbuh subur mengikuti kebijakan pemerintah tersebut. BMT berasaskan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan kaffah, kekeluargaan koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagi lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan di akhirat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil sosial dan bisnis. Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus professional. Universitas Sumatera Utara 19

2.2.3 Karakteristik Baitul Maal Wattamwil BMT