Analisis Koperasi Bitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) Di Kota Jakarta.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PERAN KOPERASI BAITUL MAAL WAT TAMWIL (

BMT ) BERKAH MADANI DALAM PENGEMBANGAN UMK DI

KOTA JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

KANIA SUCI UTAMI

080501029

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

2011


(2)

ABSTRAK

Usaha Mikro Kecil (UMK) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UMK ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Sektor UMK telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UMK telah terbukti tangguh, ketika terjadi krisis Ekonomi, hanya sektor UMK yang bertahan dan terbukti menyelamatkan perekonomian bangsa pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1998.

Dalam proses perjalanannya, UMK di Indonesia menghadapi ketatnya pasar dalam negeri. Sehingga membuat sebagian pelaku UMK berlomba – lomba dalalam pengembangkan usahanya. Walaupun terdapat kendala dalam berbagai aspek, seperti permodalan, sistem produksi, target pasar dan lain - lainnya.

Maka untuk mengatasi berbagai masalah UMK, muncullah Koperasi BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) sebagai lembaga keuangan syariah yang memiliki produk pembiayaan dan pembinaan yang dapat membantu menaungi UMK dalam pengembangan usahanya. Dengan prinsip berdasarkan syariah islam, mudah, cepat dan aman. BMT hadir ditengah – tengah masyarakat Indonesia memberikan nafas bagi pelaku UMK.

Kata kunci : Usaha Mikro Kecil (UMK,), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Omzet, Aspek Keuangan dan Aspek Non Keuangan.


(3)

ABSTRACT

Micro Small Enterprises (MSEs) have an important role in the economy of Indonesia. Due to these MSEs, unemployment due to labor force that is not absorbed in the workforce to be reduced. MSE sector has been promoted and used as the main agenda of economic development of Indonesia. MSE sector has proven resilient, when the economic crisis, only the MSE sector to survive and prove to rescue the nation's economy during the economic crisis hit Indonesia in 1998.

In the process of his journey, MSEs in Indonesia face intense domestic market. So make the most MSEs in developing racing business. Although there are constraints in various aspects, such as capital, production systems, and other target markets other.

So to solve various problems MSEs, comes the Cooperative BMT (Baitul Maal wa Tamwil) as an Islamic financial institution that has the financing and development of products that can help shade the SMEs in their business development. With principles based on Islamic sharia, easy, fast and secure. BMT is present in the middle - the middle of the Indonesian people to give breath to the MSEs.

Key words: Micro, Small, Enterprises (MSE,), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Turnover, Aspects of Financial and Non Financial Aspects.


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmatNya yang dilimpahkan memberikan kekuatan, kesabaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beserta dalam semoga senentiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunuukkan umat manusia ke jalan yang lurus.

Skripsi ini berjudul “Analisis Koperasi Bitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) Di Kota Jakarta. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Kedua Orang Tua tercinta, ayahanda Ir. Dani Dityawan, SE dan ibunda Krishna Tiwikrama Miraza. Kakek tercinta, Prof. Bachtiar Hassan Miraza. Dan adik saya Rizka Dwi Putri Amanda beserta sahabat seperjuangan Imam Darmawan yang tidak henti – hentinya memberikan kekuatan lahir dan batin beserta doa untuk keselamtan dan keberhasilan penulis.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, Mec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara merangkap sebagai Dosen Pembimbing penulis telah banyak memberikan dorongan, masukan dan saran yang berguna dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.soc. Sc. Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan juga selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan kritik membangun guna terselesaikannya skripsi ini.


(5)

Dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Raina Linda Sari Lubis, SE, Msi yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan berbagai ilmunya kepada penulis beserta staff administrasi Fakultas Ekonomi, khususnya untuk Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Bapak dan Ibu staff administrasi Fakultas Ekonomi, khususnya Departemen Ekonomi pembangunan yang telah dengan ikhlas melayani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada pimpinan Koperasi beserta jajarannya BMT Berkah Madani Jakarta yang telah membantu dalam proses penelitian penulis demi menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengaharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 1 Januari 2012 Penulis

Kania Suci Utami 0 8 0 5 0 1 0 2 9


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ……….. i

ABSTRAK ………. ii

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Rumusan Masalah………... 8

1.3 Tujuan Penelitian………. 8

1.4 Manfaat Penelitian……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi………. 10

2.1.1. Pengertian, Prinsip dan Fungsi Koperasi………. 10

2.1.2. Permodalan Koperasi………... 12

2.2 Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )………. 14

2.2.1. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )………. 14

2.2.2. Fungsi dan Tujuan Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )……… 16

2.2.3. Azaz dan Prinsip Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )………... 18

2.2.4. Anggota dan Modal Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )…….. 19

2.2.5. Cara Kerja Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )……… 20

2.2.6. Teori Dana Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT )……….. 21

2.2.7. Produk Penghimpun, Pembiayaan dan Tujuan Produk BMT…. 22 2.2.7.1. Produk Penghimpunan Dana………. 22


(7)

2.2.7.2. Produk Pembiayaan……… 23

2.2.8. Pelayanan BMT……… 29

2.2.9. Peran BMT terhadap pengembangan UKM……….. 33

2.3 Usaha Mikro Kecil ( UMK )………... 35

2.3.1. Pengertian Usaha Mikro Kecil ………. 35

2.3.2. Kriteria Usaha Mikro Kecil ………... 35

2.3.3. Peran UMKM terhadap perekonomian………. 37

2.3.4. Kelemahan Usaha Mikro Kecil ………. 38

2.3.5. Strategi Pembangunan Usaha Mikro Kecil ………... 39

2.4 Kondisi Lembaga Keuangan Mikro (LKM)………... 41

2.4.1. Permasalahan LKM di Indonesia ……… 44

2.4.2. Pemberdayaan UMK oleh BMT ... 45

2.5 Hipotesis …..………. 48

2.6 Penelitian Terdahulu ………. 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian……….. 52

3.2 Jenis dan Sumber Data……… 52

3.3 Teknik Pengumpulan Data………. 53

3.4 Metode Pemilihan Sampel………. 53

3.5 Metode Analisis Data ……… 54

3.6 Definisi Operasional………. 55

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ……… 57

4.2. Gambaran Umum BMT Berkah Madani ……… 60

4.2.1. Profil BMT Berkah Madani ………... 61


(8)

4.2.3. Visi dan Misi BMT Berkah Madani ………. 62

4.2.4. Tujuan BMT Berkah Madani ……… 63

4.2.5. Produk – Produk Pembiayaan BMT Berkah Madani………… 63

4.2.6. Struktur Organisasi BMT Berkah Madani ………... 66

4.3. Hasil Analisa Data dan Pembahasan ……….. 67

4.3.1. Karakteristik Responden ……….. ……… 67

4.3.2. Jenis Kelamin Responden ………. 67

4.3.3. Tingkat Pendidikan ………... 67

4.3.4. Jabatan Dalam Perusahaan ……… 68

4.3.5. Jenis Produk Usaha ……… 68

4.3.6. Jumlah Tenaga Kerja……….. 69

4.3.7. Perolehan Modal Usaha ……… 70

4.3.8. Tingkat Omzet ……… 70

4.3.9. Tingkat Pinjaman ……… 70

4.3.10. Faktor yang Mendorong UMK Meminjam Ke BMT ……….. 71

4.3.11. Perkembangan Kehidupan UMK setelah Mendapat Pinjaman.. 73

4.3.12. Tingkat Peran Pemberdayaan Oleh BMT kepada UMK……... 75

4.4. Interpretasi Data ……….. 78

4.4.1. Uji Paired Sample T – Test Untuk Melihat Perubahan Omzet ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………... 80

5.2. Saran ………. 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Permasalahan yang Dihadapi LKM dan UMKM 44 4.1 Nama – nama Kota Madya, Jumlah Kecamatan, Kelurahan 60

dan Jumlah Penduduk bulan Juni 2011 di DKI Jakarta

4.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin 67 4.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan 68 4.4 Distribusi Jenis Produk Usaha 69 4.5 Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja 69 4.6 Distribusi Responden Menurut Tingkat Omzet per Bulan 70 4.7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pinjaman 71 4.8 Alasan UMK Meminjam Kredit Usaha Dari BMT 72 4.9 Distribusi Responden Menurut Perkembangan Kehidupan 74

Setelah Mendapat Pinjaman dari BMT

4.10 Distribusi Responden Menurut Manfaat Pembinaan 78 Non – Financial Oleh BMT kepada UMK


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Grafik Siklus Pengembangan UMK 33 2.2 Peran Penting BMT sebagai Agent of Local Development 34 4.1 Struktur Organisasi BMT Berkah Madani 69


(11)

ABSTRAK

Usaha Mikro Kecil (UMK) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UMK ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Sektor UMK telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UMK telah terbukti tangguh, ketika terjadi krisis Ekonomi, hanya sektor UMK yang bertahan dan terbukti menyelamatkan perekonomian bangsa pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1998.

Dalam proses perjalanannya, UMK di Indonesia menghadapi ketatnya pasar dalam negeri. Sehingga membuat sebagian pelaku UMK berlomba – lomba dalalam pengembangkan usahanya. Walaupun terdapat kendala dalam berbagai aspek, seperti permodalan, sistem produksi, target pasar dan lain - lainnya.

Maka untuk mengatasi berbagai masalah UMK, muncullah Koperasi BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) sebagai lembaga keuangan syariah yang memiliki produk pembiayaan dan pembinaan yang dapat membantu menaungi UMK dalam pengembangan usahanya. Dengan prinsip berdasarkan syariah islam, mudah, cepat dan aman. BMT hadir ditengah – tengah masyarakat Indonesia memberikan nafas bagi pelaku UMK.

Kata kunci : Usaha Mikro Kecil (UMK,), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Omzet, Aspek Keuangan dan Aspek Non Keuangan.


(12)

ABSTRACT

Micro Small Enterprises (MSEs) have an important role in the economy of Indonesia. Due to these MSEs, unemployment due to labor force that is not absorbed in the workforce to be reduced. MSE sector has been promoted and used as the main agenda of economic development of Indonesia. MSE sector has proven resilient, when the economic crisis, only the MSE sector to survive and prove to rescue the nation's economy during the economic crisis hit Indonesia in 1998.

In the process of his journey, MSEs in Indonesia face intense domestic market. So make the most MSEs in developing racing business. Although there are constraints in various aspects, such as capital, production systems, and other target markets other.

So to solve various problems MSEs, comes the Cooperative BMT (Baitul Maal wa Tamwil) as an Islamic financial institution that has the financing and development of products that can help shade the SMEs in their business development. With principles based on Islamic sharia, easy, fast and secure. BMT is present in the middle - the middle of the Indonesian people to give breath to the MSEs.

Key words: Micro, Small, Enterprises (MSE,), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Turnover, Aspects of Financial and Non Financial Aspects.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang telah menorehkan catatan khusus bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Ketika krisis ekonomi tersebut melanda beberapa pelaku sektor ekonomi banyak sekali yang dirugikan. Perbankan dan perusahaan – perusahaan besar menjadi sasaran utamanya. Dan krisis tersebut telah merubah wajah perekonomian Indonesia kearah keterpurukan, tepatnya pada masa Orde Baru terjadi kegoncangan ekonomi dan politik. Perusahaan – perusahaan besar banyak yang gulung tikar karena tidak sanggup membeli bahan baku impor yang semakin meningkat, bersamaan dengan cicilan utang dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan juga berfluktuasi terus menerus. Banyaknya tenaga kerja seperti buruh – buruh pabrik yang di berhentikan dan tidak diberikan pesangon layak sebagai penggantinya karena perusahaan sendiri tidak sanggup menutup biaya kerugian yang diderita. Dari sisi permodalan, perbankan ikut tersepuruk karena langsung berimbas dari sektor industri di Indonesia. Bunga bank pun menjadi tinggi dan para perusahaan yang tidak sanggup membayar bunga kredit berakibat pada meningkatnya kredit macet sehingga perputaran uang di perbankan menjadi terganggu. Namun demikian di satu sisi lainnya ternyata dari seluruh permasalahan ekonomi yang melanda perusahaan besar pada saat itu, UMK (Usaha


(14)

Mikro Kecil) dapat bertahan dari terpaan krisis ekonomi dan sebaliknya semakin berkembang.

UMK memiliki beberapa alasan mengapa dapat bertahan pada saat krisis ekonomi. Pertama, karena sebagian besar UMK modalnya dari milik pribadi dan tidak meminjam ke bank atau tidak berhubungan langung dengan sistem perbankan. Sehingga ketika perbankan mengalami masalah yang mengakibatkan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor UMK. Kedua, UMK dapat dikembangkan pada semua sektor usaha dan tersebar diseluru wilayah Indonesia. Ketiga, karena sifat penyebarannya (baik sektor usaha dan wilayahnya) UMK juga dapat berperan dalam proses berusaha dan pemerataan kesempatan kerja. Keempat, UMK pada umumnya bersifat fleksibel, karena sekala usaha yang tidak besar serta kesederhanaan spesifikasi dan teknologi yang digunakan akan lebih mudah menyesuaikan dengan perubahan atau perkembangan yang terjadi. Kelima, UMK merupakan industri padat karya. Keenam, produk yang dihasilkan sebagian besar merupakan produk yang berkaitan langsung dengan kebutuhan primer masyarakat. Ketujuh, UMK sesuai dan lebih dekat dengan kehidupan pada tingkat bawah (grassroot) sehingga upaya mengentaskan masyarakat dari keterbelakangan lebih efektif (Wijono, 2005).

Berdasarkan ketujuh alasan di atas UMK dapat dijadikan alat untuk mendukung peningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri serta dapat membantu untuk mengurangi penganguran dalam rangka mengurangi kemiskinan dengan mengembangkan sumberdaya manusia yang berkreatifitas dan terus berinovasi. UMK hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. Maka jelas bahwa


(15)

UMK dapat diperhitungkan dalam mendukung ekonomi kerakyatan dan ikut menjaga stabilisasi sistem ekonomi yang ada di Indonesia. Dalam perjalanan nya nilai ekspor UMK juga terus meningkat, hal ini dikarenakan adanya ciri khas lokal Indonesia yang menjadi keunikan dan merupakan produk budaya (culture product) yang dapat dijual sebagai nilai tambah di pasar eksport. Selain itu dikarenakan sifat UMK yang flexsible serta dapat dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat bawah dan menengah, membuat mereka dapat dengan mudah berpartisipasi di dalamnya (www.majalahwk.com).

Dalam pengembangan keberadaan UMK di Indonesia, khususnya di Kota Jakarta maka dukungan penuh dari pihak pemerintah, perbankan dan juga lembaga keuangan mikro cukup tersedia. Pemerintah tidak hanya tinggal diam dalam mengembangkan dan memajukan UMK (Usaha Mikro Kecil). Kementerian Koperasi dan UMKM sebagai kementrian yang bertanggung jawab terhadap pengembangan UMK di Indonesia memfokuskan kinerja di tahun 2011 pada program utama yang akan digenjot untuk mempercepat pertumbuhan sektor usaha mikro kecil serta pengembangan koperasi secara berkelanjutan yaitu : 1). pertumbuhan sektor UMK diproyeksikan terjadi pertumbuhan kegiatan ekspor sebesar 20% dengan menggenjot peningkatan kompetensi dan daya saing pelaku usaha; 2). Sektor UMK juga didukung dengan teknologi informasi yang semakin baik; 3). Peningkatkan distribusi pembiayaan usaha mikro kecil yang dijamin pemerintah melalui kredit usaha rakyat (KUR) dengan target penyaluran ditetapkan sebesar Rp20 triliun setiap tahun; 4). Dari sisi peningkatan sumber daya manusia, lanjutnya, akan digenjot terpenuhinya


(16)

sebanyak 1.000 sarjana wirausaha baru setiap tahunnya agar jumlah entrepreneur di kalangan usaha kecil dan menengah semakin besar guna mengejar porsi ideal wirausaha minimalnya 2% terhadap jumlah penduduk; 5). Pembentukan 100 kawasan pencontohan One Village One Product (OVOP) yang dikembangkan di setiap kabupaten dan kota. Namun, ternyata dalam perjalanannya program utama yang dicanangkan Kementerian Koperasi dan UMKM belum dapat terlaksana dengan baik dan semestinya (http://www.bisnis.com/articles/kemenkop).

Setelah dilakukan banyak penelitian terdahulu hampir seluruh permasalahan UMK untuk mengembangkan usahanya terbagi dalam dua kelompok besar. Pertama, kendala keuangan yaitu pendanaan. Kedua kendala non keuangan yaitu kurangnya bimbingan atau pendampingan pengembangan kapasitas usaha bagi UMK dari aspek produksi, pemasaran, distrisusi dan lain - lainnya. Maka disinilah bantuan dari pihak diluar pemerintah dan swasta diharapkan dapat ikut berpartisipasi membantu dalam melakukan pengembangan UMK sebagai usaha binaan yang nantinya dapat sama – sama memberikan manfaat timbal balik antara pihak swasta, pemerintah dan pengusaha UMK serta LKM (Lembaga Keuangan Mikro) (www.depkop.go.id).

Dari sisi perbankan, banyak produk – produk perbankan yang menawarkan kemudahan pemberian jenis – jenis kredit usaha yang ditawarkan untuk mengembangkan usaha kecil. Namun sangat disayangkan kredit yang diberikan perbankan tersebut tidak dapat dinikmati oleh pengusaha mikro dan kecil karena mereka tidak masuk kriteria perbankan (bankable), yaitu memiliki NPWP, adanya surat keterangan usaha, usaha sudah berjalan minimal dua tahun, memiliki


(17)

pembukuan yang jelas, asset dan adanya rekening di Bank (www.iei.or.id). Disamping UMK biasanya bersifat segera sehingga sulit diakses UMK. Disisi lain banyak UMK yang mengalami kegagalan dalam pengembalian pinjaman yang diterima dikarenakan kapasitas usaha yang terbatas namun dipaksakan untuk menerima pembiayaan yang besarnya diluar kapasitanya akibatnya pengunaan kredit tidak sesuai tujuan dan mengakibatkan kemacetan. Ironisnya praktek rentenir di daerah pingiran kota dan juga pedesaan berkembang cukup subur dan merajalela dikarenakan adanya kebutuhan UMK pedesaan yang sangat membutuhkan modal namun tidak dapat menjangkau ke lokasi perbankan yang berada daerah perkotaan dikarenakan infrastruktur daerah yang tidak memadai ataupun tidak masuk kriteria perbankan Indonesia.

Seiring dengan berkembangnya UMK dan globalisasi ekonomi, sistem Ekonomi Syariah yang sedang berkembang sepertinya memberikan salah satu solusi bagi permasalahan UMK. Hadirnya salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dikenal dengan nama BMT atau Baitul Maal Wat Tanwil atau Balai-balai Mandiri Terpadu ataupun badan hukum formal dalam bentuk Koperasi Jasa Keuangan Syariah “KJKS” yang merupakan lembaga keuangan syariah pendukung kegiatan ekonomi masyarakat bawah dan kecil, yang dijalankan berdasarkan syariat Islam. Kehadiran BMT saat ini dapat dikatakan sangat tepat dan strategis, karena BMT lahir pada saat seluruh bangsa Indonesia bertekat dan berusaha untuk meningkatkan kemakmuran, pemerataan, dan pengentasan kemiskinan. BMT, berupaya meningkatkan dan memberdayakan ekonomi masyarakat paling bawah atau


(18)

disebut akar rumput (grass root class), baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kelahiran BMT dimaksudkan untuk melepaskan umat atau masyarakat dari jeratan praktek rentenir yang memberatkan dan menekan secara zalim lewat sistem ekonomi ribawi yang diharamkan Al-Qur’an (www.agustiantocentre.com).

BMT hadir ditengah – tengah masyarakat Indonesia sebagai angin segar bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, untuk membangun ekonomi kerakyatan yang bernafaskan syariah Islam. Kehadiran BMT sebagai lembaga keuangan yang bernuansa syariah, mempunyai peran strategi dan signifikan untuk membantu dan mendukung program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan umat dan mengurangi pengangguran di berbagai provinsi sampai dengan kabupaten berbagai kota di Indonesia. BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berbasis komunitas/ jamaah dalam sistemnya memiliki tiga fungsi utama yaitu : 1). Sebagai Baitu Mal (Rumah Zakat/kegiatan Sosial Ekonomi); 2). Simpan Pinjam; dan 3). Serba Usaha atau Ril Sektor. Dalam hubungannya dengan mengatasi masalah kemiskinan, BMT memiliki kelebihan dalam hal konsep pinjaman kebajikan (qardhul hasan) yang diambil dari alokasi dana sosial sehingga dengan model pinjaman ini maka BMT dapat melakukan pemberdayaan masyarakat untuk berusaha tanpa memiliki resiko kerugian dari kredit macet karena bersumber dari dana sosial yang dialokasikan untuk masyarakat paling miskin bukan dari modal lembaga, karena sesuai dengan konsep pemberdayaan, maka aktivitas sosial (non-profit oriented) seperti pengorganisasian dan penguatan kelompok di tingkat komunitas (jamaah) menjadi langkah awal sebelum masuk pada aktivitas komersial yang mendatangkan


(19)

profit (seperti pinjaman/pembiayaan). Keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia (terutama di daerah pedesaan dan pinggiran kota besar) saat ini (islamiccenter.upi.edu).

Kehadiran BMT di Kota Jakarta merupakan awal langkah yang baik bagi UMK di Kota Jakarta. BMT hadir di Kota Jakarta pertama kali pada tahun 1992. Dan ternyata BMT ini mampu memberi warna bagi perekonomian masyarakat di Jakarta. Muncullah berbagai BMT yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Termasuk BMT Berkah Madani yang tidak hanya bertujuan untuk membantu UMK dalam pembiayaan namun juga membantu dalam pengembangan UMK yang dibina oleh BMT Berkah Madani.

Berdasarkan kajian tersebut di atas maka penulis melakukan suatu penelitian melalui penulisan skripsi yang berjudul: “Analisis Peran Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Berkah Madani Dalam Pengembangan UMK di Kota Jakarta.


(20)

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan omset nasabah BMT Berkah Madani setelah dan sebelum mendapatkan pembiayaan ?

2. Bagaimana peran BMT Berkah Madani dari aspek keuangan dan non keuangan terhadap UMK?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menganalisa omset nasabah BMT sebelum dan sesudah mendapat pembiayaan.

2. Menganalisa peran BMT dari aspek keuangan dan non terhadap UMK.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan, memberikan informasi bagi Koperasi BMT di Jakarta didalam pengambilan keputusan pemasaran untuk meningkatkan jumlah nasabah.

2. Bagi peneliti, untuk dapat mengamplikasikan antara teori yang diperoleh dalam perkuliahan dan membandingkannya dengan kondisi rill di dunia usaha sehingga melatih kemampuan menganalisis dengan sistematis.


(21)

3. Bagi pihak lain, dapat menjadi rujukan bagi peneliti lain yang memfokuskan studi penelitian pada bidang yang sama dengan penulis.

4. Bagi akademisi, sebagai informasi dan masukan untuk lembaga akademis sehingga dapat dijadikan bahan referensi untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Koperasi

2.1.1. Pengertian, Prinsip dan Fungsi Koperasi

Koperasi mengandung makna “kerjasama”, ada juga mengartikan “menolong satu sama lain”. Koperasi berkaitan dengan fungsi-fungsi yaitu, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi politik, dan fungsi etika (Arifin dan Halomoan, 2001 : 13).

Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perorangan atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Sesuai Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 Pasal 3, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Fungsi koperasi menurut UUD No. 25 Tahun 1992 Pasal 4, yaitu :

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.


(23)

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Koperasi juga memiliki beberapa prinsip yang sesuai dengan UUD No. 25 Tahun 1992 yang telah di sahkan dan menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan koperasi di Indonesia, yaitu :

a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. b. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi.

c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota.

d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. e. Kemandirian.

f. Pendidikan perkoperasian. g. Kerjasama antar koperasi.


(24)

2.1.2 Permodalan Koperasi

Modal terdiri dari modal jangka panjang dan modal jangka pendek. Yang menjadi acuan pembahasan permodalan koperasi di Indonesia adalah UU No. 25 Tahun 1992 pasal 41, Bab VII tentang perkoperasian. Sumber-sumber Modal koperasi, yaitu :

1. Modal Sendiri

Yaitu modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal eksekutif. Modal sendiri terdiri dari :

a. Simpanan Pokok

Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

b. Simpanan Wajib

Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

c. Dana Cadangan

Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.


(25)

d. Donasi atau Hibah

Donasi dan Hibah adalah sejumlah uang atau barang yang dengan nilai tertentu yang disumbangkan oleh pihak ketiga,tanpa adanya suatu kewajiban untuk mengembalikannya.

2. Modal Pinjaman

Untuk pengembangan usahanya Koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal pinjaman atau modal luar bersumber dari :

a. Anggota

Yaitu pinjaman dari anggota ataupun calon anggota koperasi yang bersangkutan .

b. Koperasi Lainnya atau anggotanya

Yaitu pinjaman dari koperasi lainnya dan atau anggotanya didasari dari kerja sama antar koperasi .

c. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

Yaitu pinjaman dari Bank dan Lembaga Keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku .

d. Penerbitan Obligasi dan Surat Hutang Lainnya

Adalah dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku .


(26)

2.2. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

2.2.1. Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT )

Dilihat dari konteks masa sekarang pengertian “Baitul Maal Wa Tamwil

dalam konteks istilah BMT kini lebih menyempit maknanya. Baitul Maal Wa

Tamwil dalam konteks BMT hanya menjalankan fungsi sosial yang lepas dari

kaitan politik Negara. Baitul Maal dalam kaitan BMT mempunyai kegiatan yang

menyempit yaitu hanya menerima dan menyalurkan zakat, infaq, shodaqoh (ZIS)

yang tidak bersifat komersial. Penyalurannya difokuskan kepada mustahik dalam

aturan syariah dengan prioritas utama untuk fakir miskin. Baitul Maal dalam kaitannya dengan BMT ialah menyalurkan dana Qordhul Hasan yang tidak

berorientasi komersial untuk keperluan kesejahteraan dan pengembangan ekonomi

ummat. Dan apabila BMT berbadan hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat

berfungsi untuk kegiatan ril sektor atau serba usaha membantu kebutuhan sehari

hari anggotanya (www.koperasisyariah.com).

Dalam perkembangannya kedepan pengelolaan dana ZIS (zakat, infaq dan

shodaqah) dihubungkannya dengan pemberlakuan UU No. 38 tahun 1998 tentang

pengelolaan zakat. BMT masih dipercaya sebagai lembaga yang berhubungan

langsung dengan kaum dhuafa yang dengan demikian memiliki kesempatan besar

sebagai mitra kerja Lembaga Pengelola Zakat, baik berfungsi sebagai unit

penghimpun ZIS maupun sebagai mitra menyalurkan ZIS.

Pengertian Baitul Maal menurut para Ulama ialah “Pihak yang mengelola keuangan Negara, mulai dari menghimpun, memungut, mengambangkan, memelihara


(27)

hingga menyalurkannya”. Definisi tersebut ditegaskan oleh Imam Mawardi dalam kitab Ahkam Sulthoniyyah dengan mendefinisikannya sebagai “Tempat atau wadah untuk memelihara dan menjaga hak-hak keuangan Negara. Baitul Maal juga diartikan petugas yang berwenang dalam mengatur keuangan Negara tersebut” (www.fiqhislam.com).

BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri terpadu menurut Soemitra (2009) adalah “lembaga keuangan mikro yang di operasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin”.

Secara konseptual dasar (Huda, 2010 : 363), BMT memiliki dua fungsi :

1. Baitut Tamwil (Bait = rumah, at-Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha – usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecilterutama dengan mendorongkegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

2. Baitul Maal (Bait = rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq, sadaqah, serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.


(28)

Beberapa ahli mendefenisikan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan alternatif sebagai lembaga pendanaan di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Suhadi (1998) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lembaga keuangan alternatif adalah “suatu lembaga pendanaan yang mengakar di tengah-tengah masyarakat, di mana proses penyaluran dananya dilakukan secara sederhana, mudah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada masyarakat kecil dan berazaskan keadilan”. Dengan cara pandang dan pengertian lembaga pendanaan tersebut, maka BMT dikelompokkan ke dalam koperasi jasa keuangan yang diartikan sebagai koperasi yang menyelenggarakan jasa keuangan alternatif.

Dalam perkembangannya saat ini secara konseptual dasar BMT sebagai lembaga keuangan berbadan hukum koperasi berkembang kearah menjalankan juga fungsi kegiatan serba usaha atau ril sektor bagi memenuhi kebutuhan anggotanya. Sifat BMT adalah terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan simpanan dan pembiayaan sangat mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi angota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar (Ahmad, 2009 : 174).

2.2.2. Fungsi dan Tujuan Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT )

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dikatakan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan banyak berdirinya lembaga


(29)

keuangan yang secara operasional menggunakan prinsip bagi hasil atau dikenal dengan prinsip syariah. Kaitannya dengan segi kelembagaan BMT, memiliki kedudukan dan fungsi untuk terlibat langsung dalam upaya pengembangan UMK. BMT didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Segala dasar dan tujuan dari didirikannya BMT antara lain untuk kepentingan masyarakat dan dilakukan secara swadaya dan berkesinambungan. Oleh karena itu peran BMT hanya dapat dibangun apabila BMT dan masyarakat dapat bekerja sama secara aktif. Khususnya keterlibatan para pengusaha UMK dengan menjadi mitra usaha utama lembaga BMT. Peran utama BMT adalah sebagai berikut (Huda, 2010 : 365) :

1. Sebagai motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak. 2. Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah.

3. Penghubung antara kaum aghniya (kaya) dan kaumdhu’afa’ (miskin). 4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah,

ahsanu ’amala, dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiyah.

Jika dilihat dari kerangka ekonomi islam, tujuan BMT dapat berperan melakukan hal – hal berikut (Suhendi, 2004) :

1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan.

2. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.


(30)

3. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syari’ah.

4. Menumbuhkan usaha – uaha produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota di bidang usahanya.

5. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian islam.

6. Membantu pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman.

7. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2.3. Azaz dan Prinsip Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT )

BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.

Prinsip Dasar BMT (Huda, 2010 : 365) adalah:

1. Ahsan (mutu hasil kerja yang terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ’amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.

2. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.


(31)

4. Demokratis, parsitipatif, dan inklusif.

5. Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non-diskriminatif. 6. Ramah lingkungan.

7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya.

8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan maningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.

2.2.4. Anggota dan Modal Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT ) Anggota BMT terdiri atas (Sudarsono, 2005) :

a. Anggota pendiri BMT, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan-simpanan pokok khusus minimal 4% dari jumlah modal awal BMT yang direncanakan.

b. Anggota biasa, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok dan simpanan wajib.

c. Calon Anggota, yaitu mereka yang memanfaatkan jasa BMT tetapi belum melunasi simpanan pokok dan simpanan wajib.

d. Anggota kehormatan, yaitu anggota yang mempunyai kepedulian untuk ikut serta memajukan BMT baik moril maupun materiil tetapi tidak bisa ikut serta secara penuh sebagai anggota BMT.


(32)

Modal BMT terdiri atas (Sudarsono, 2005) :

a. Simpanan Pokok (SP) yang ditentukan besarnya sama besar untuk semua anggota.

b. Simpanan Pokok Khusus (SPK), yaitu simpanan pokok yang khusus diperuntukkan guna mendapatkan sejumlah modal awal sehingga memungkinkan BMT melakukan persiapan-persiapan pendirian dan memulai operasinya. Jumlahnya dapat berbeda-beda antaranggota pendiri. Pada pendirian BMT, para pendiri dapat bersepakat agar dalam waktu 4 (empat) bulan sejak disepakati dapat terkumpul uang sejumlah minimal Rp75 juta untuk wilayah Jabotabek, minimal Rp50 juta untuk wilayah ibu kota provinsi, minimal Rp30 juta untuk wilayah ibu kota kabupaten/kota minimal Rp20 juta untuk wilayah kecamatan, minimal Rp10 juta untuk daerah pedesaan.

2.2.5. Cara Kerja BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) Cara Kerja BMT (Sudarsono, 2005) :

1. Pembiayaan dan usaha mikro dilakukan dengan menerapkan sistem bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.

2. Hasil bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor pada pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.

3. Hasil bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada penyimpan dana, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para penyimpan dana bisa lebih besar dari bunga bank konvensional.


(33)

4. BMT juga dapat melakukan penghimpunan dana baik untuk tujuan komersil melalui produk simpanan juga sebagai Baitul Mal menghimpun dana wakaf dan zakat.

5. Apabila diperlukan BMT dapat membuka unit serba usaha bagi memenuhi kepentingan anggotanya.

2.2.6. Teori Dana BMT

Pengertian Dana BMT, yaitu Dana BMT atau Financeable Fund adalah sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu BMT dalam kegiatan operasionalnya. Dana BMT ini terdiri dari :

1. Dana Pihak Pertama yaitu, dana yang berasal dari pemilik/ simpanan wajib anggota berupa modal dan hasil usaha BMT.

2. Dana Pihak Kedua yaitu, dana yang berasal dari instrumen pasar uang dan instrumen pasar modal.

3. Dana Pihak Ketiga yaitu, dana yang berasal dari penghimpunan dana BMT berupa tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito berjangka, kewajiban segera lainnya.

Dana BMT memiliki fungsi yakni:

1. Sebagai sumber dana biaya operasional BMT.

2. Sumber dana untuk investasi primer dan sekunder BMT.


(34)

4. Sebagai tolok ukur besar kecilnya suatu BMT.

5. Untuk menarik masyarakat yang kelebihan dana agar menyimpan uangnya di BMT bersangkutan.

6. Untuk memperbesar solidaritas masyarakat terhadap BMT bersangkutan. 7. Untuk memperbesar daya saing BMT bersangkutan.

8. Untuk mempermudah penarikan dan peningkatan sumber daya manusia. 9. Untuk memperbanyak pembukaan kantor cabang.

10. Sebagai tool of management bagi manajer BMT.

2.2.7. Produk Penghimpun dan Pembiayaan BMT 2.2.7.1. Produk Penghimpunan Dana

Pada sistem operasional BMT syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga keuangan syariah adalah (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003) :

1. Tabungan Wadiah

Tabungan Wadiah adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan Tabungan oleh BMT. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif (Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-DSN-MUI/IV/2000).


(35)

2. Tabungan Mudharabah

Dana yang disimpan nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akandiberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal danlembaga keuangan syariah bertindak sebagai mudharib (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000). 3. Deposito Mudharabah

BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan syariah dan mengembangkannya. BMT bebas mengeola dana (Mudharabah Mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan nasabah juga shahibul maal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu. Nasabah memberi batasan penggunaan dana untuk jenis dan tempat tertentu. Jenis ini disebut Mudharabah Muqayyadah.

2.2.7.2. Produk Pembiayaan

Dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan, BMT syariah menempuh mekanisme bagi hasil sebagai pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing) dan investasi berdasarkan imbalan melalui mekanisme jual beli sebagai pemenuhan kebutuhan pembiayaan (debt financing) (Arifin, 1999).

1. Equity Financing


(36)

a. Pembiayaan Musyarakah (Join Venture Profit Sharing)

Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:50). Dari pengertian di atas, dapat dilihat ciri-ciri dari perjanjian/akad musyarakah, yaitu kontribusi dana berasal dari dua pihak (BMT dan nasabah) dan bagi hasil berdasarkan kontribusi modal. Dalam musyarakah, kepemilikan dua orang atau lebih terbagi dalam sebuah aset nyata. Dalam hal pengelolaan usaha, pihak BMT diikutsertakan atau dilibatkan dalam proses manajemen. Aplikasi BMT untuk akad musyarakah adalah :

1. Pembiayaan Proyek. Nasabah dan BMT sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati bersama.

2. Modal Ventura. Pada BMT yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktutertentu, dan setelah itu BMT melakukan divestasi, baik secara singkat maupun bertahap.


(37)

b. Pembiayaan Mudharabah (Trustee Profit Sharing)

Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:40). Di dalam mudharabah hubungan kontrak bukan antara pemberi modal, melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan enterpreneur (mudharib) (Arifin,1999). Dari kedua pengertian diatas dapat dilihat bahwa BMT menanggung seluruh modal sedangkan nasabahhanya memiliki modal keahlian (tetapi tidak mempunyai dana). Keuntungan usaha dibagi menurutkesepakatan sedangkan kerugian seluruhnya ditanggung oleh pemilik modal (BMT) selam bukan akibatkelalaian si pengelola. Aplikasi dalam BMT untuk mudharabah dari sisi pembiayaan adalah:

1. Pembiayaan Modal Kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

2. Investasi khusus (mudharabah muqayyadah), dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yangkhusus dengan syarat-syarat yang tetapkan oleh shahibul mal.

2. Debt Financing

Debt Financing dilakukan dengan teknik jual-beli. Pengertian bai’ meliputi berbagai kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tetentu atas barang dan jasa bersangkutan (Arifin,1999). Penyerahan jumlah barang atau jasa dapat dilakukan


(38)

dengan segera (cash) atau dengan tangguh (deferred). Bentuk dari Debt Financing adalah sebagi berikut :

1. Murabahah

BMT membeli barang kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli pluskeuntungannya. BMT harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati dalam jangka waktu tertentu (Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000). Dalam hal ini BMT bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagaitambahannya. Sistem ini diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karenasederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia BMT pada umumnya.

2. Bai as-salam

Bai as-salam jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Pembayaran hrus dilakukan pada saat kontrak disepakati. Waktu penyerahan barangditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati pula (HimpunanFatwa DSN-MUI, 2003 : 30).


(39)

3. Bai al-istishna

Bai al-istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengankriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni ) dan penjual (pembuat, shani) (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:36). Transaksi Bai al-istishna biasanya dipakai untuk pembiayaan konstruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek.bKontrak Bai al-istishna walaupun kelihatan sama dengan bai’ as-salam tetapi berbeda.

4. Al Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (Himpunan FatwaDSN-MUI, 2003 : 58 ). Tujuan pemberian pembiayaan tersebut tidak akan terlepas dari misi BMT tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu pembiayaan antara lain :

a. Mencari Keuntungan

Yaitu bertujuan untuk meperoleh hasil dari pemberian pembiayaan tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh BMT sebagai balas jasa dan biaya administrasi pembiayaan yang diberikan BMT kepada nasabah.

b. Membantu usaha nasabah

Yaitu untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya.


(40)

c. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak pembiayaan yang disalurkan oleh pihak BMT, maka semakin baik, mengingat semakin banyak Pembiayaan berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

Disamping tujuan di atas, suatu fasilitas pembiayaan memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya Pembiayaan dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.

b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga,suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh Pembiayaan maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

d. Untuk meningkatkan daya guna barang

Pembiayaan yang diberikan oleh BMT akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi barang berguna atau bermanfaat. e. Meningkatkan peredaran barang

Pembiayaan dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lain bertambah atau pembiayaan dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.


(41)

e. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan pembiayaan dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya pembiayaan yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

f. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi penerima pembiayaan tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak Pembiayaan yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan.

h. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima pembiayaan dengan si pemberi pembiayaan.

2.2.8. Pelayanan BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil )

Keberadaan perbankan syariah yang semakin memberikan prospek yang cerah terhadap iklim investasi di dalam negeri, mendorong munculnya lembaga-lembaga keuangan syariah yang sejenis. Sehingga bermunculan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) diseluruh Indonesia. Meskipun BMT tidak setingkat bank, bahkan berdirinya di bawah naungan koperasi guna memperoleh izin usahanya, namun prinsip oparasinya mengacu pada prinsip yang digunakan syariah. Pelayanan yang baik akan menumbuhkan minat masyarakat untuk menabung di bank tersebut semakin pasar,


(42)

untuk menumbuhkan minat masyarakat kepada lembaga keuangan syariah, perlu dilakukan sosialisasi tentang perbankan syariah serta memberikan kesan yang baik, yaitu dengan memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada masyarakat. Kualitas pelayanan memiliki hubungan erat dengan kepuasan anggota. Kualitas pelayanan memberikan suatu dorongan kepada nasabah untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan pihak bank, menginggat kualitas pelayanan kepada nasabah semakin menduduki peran utama dan memegang peranan kunci keberhasilan pada industri perbankan, hal ini memaksa pihak bank untuk lebih berorientasi eksternal dengan cara memberikan pelayanan dengan kuliatas terbaik dengan nasabah, dimana tingkat kualitas pelayanan yang baik akan berpengaruh pada kepuasan nasabah.

Dalam memberikan pelayanannya BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan lembaga jasa keungan lainnya yaitu adanya kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. Berbeda dengan perbankan yang lebih mengutamakan nasabah ‘kakap’, prosedur relatif lama, dan keharusan adanya jaminan (http://efrisbahri.wordpress.com/page/6)

Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat, maka BMT sebagai Lembaga Pembiayaanan, harus melakukan analisis melalui prinsip 5C, guna meminimalkan risiko bermasalahnya atau tidak kembalinya pembiayaan (Zulkifli, 2003 : 144) . Kelima prinsip tersebut meliputi :


(43)

1. Character

Keyakinan pihak BMT bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, ataupun sifat-sifat pribadi yang positip dan koperatip dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dari kehidupan pribadi sebagaimanusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya.

2. Capacity

Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan pembiayaan dari BMT. Jadi jelaslah maksud dari penilaian terhadap capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat waktu sesuaidengan perjanjian yang telah disepakatinya.

3. Capital

Penilaian terhadap jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan pembiayaan yang berfungsi sebagai penyedia dana. Namun memang demikianlah halnya dalam kaitan bisnis murni, semakin kaya seseorang ia akan dipercaya untuk memperoleh Pembiayaan.

4. Collateral

Suatu penilaian terhadap barang-barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau debitur sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya. Manfaat collateral yaitu sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan


(44)

pembiayaan tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi pembiayaannya dari hasil usahanya yang normal.

5. Condition of economy

Condition of economy yaitu adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi kondisi perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh pembiayaan. Banyak faktor yang menyebabkan pembiayaan tersebut menjadi bermasalah. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, yaitu : a. Faktor internal BMT.

b. Faktor internal nasabah. c. Faktor eksternal.

d. Faktor kegagalan bisnis.


(45)

Time Potensial Passive Potential Active Bankable Eligible BAZNAS, Bina Lingkungan, Donor PKBL Dana program Dana Komersil Dana Komersil Type Feasible Sosial Fund Target Market : KSM

Target Market : Micro finance Target Market : Micro Banking Target Market : Bank

2.2.9. Peran BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) terhadap pengembangan UMK.

Sumber : bmt.berkah madani

Siklus perkembangan UMK berkembang dari mulai dari usaha mikro yang bersifat potensial passive atau tahap paling dini yang ada di posisi paling kiri grafik siklus UMK menuju posisi grafik paling kanan yang disebut dengan UMKM yang bankable dimana UMK sudah dapat dapat diterima dan dibiayai oleh semua jenis lembaga keuangan yang punya produk UMK terutama lembaga keuangan formal seperti perbankan. UMK berharap usaha yang dibangun dapat tumbuh dan berkembang kearah kondisi yang bankable. Sedangkan untuk Usaha UMK diawal yang masih bersifat potensial aktive hingga eligible dapat dibiayai oleh lembaga keuangan mikro yang berbasis sistem konventional ataupun syariah.


(46)

Untuk dapat melayani Usaha mikro dan kecil yang masih bersifat potential aktif hingga eligible maka Lembaga Keuangan tidaklah cukup hanya berfungsi sebagai lembaga simpan pinjam akan tetapi juga memiliki fungsi sosial dan juga dapat menyentuh kegiatan ril sektor. Oleh karena itu maka BMT yang dirasakan memiliki konsep yang lengkap dapat diandalkan sebagai penunjang ekonomi kerakyatan baik di sesa maupun wilaha pinggiran kota. Diharapkan dengan tiga peran tersebut BMT dapat menjadi pendukung ekonomi lokal serta membantu dalam pengentasan kemiskinan.

Sumber : permodalan nasional madani


(47)

2.3. Usaha Mikro dan Kecil ( UMK )

2.3.1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil ( UMK )

Dalam Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1 tentang Koperasi dijelaskan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadibagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

2.3.2 Kriteria Usaha Mikro dan Kecil

Usaha Mikro dan Kecil menurut UU No. 20 tahun 2008 pasal 6. Yaitu sebagai berikut :

(1). Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).


(48)

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Ciri - ciri Usaha Mikro antara lain adalah :

1. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu – waktu dapat berganti .

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu – waktu dapat pindah tempat. 3. Belum melakuakan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan

tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.

4. Sunber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.

5. Tingkat pendidikan rata – rata relatif sangat rendah.

6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses kelembaga keuangan non bank.

7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP (nomor pokok wajib pajak).

Ciri – ciri Usaha Kecil antara lain adalah :

1. Jenis barang atau komoditinya yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.


(49)

2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah - pindah. 3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana.

4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 5. Sumber daya manusianya memiliki pengalaman dalam berwira usaha.

6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.

7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

2.3.3. Peran Usaha Mikro Kecil dalam Perekonomian

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMK selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. UMK memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian (Kuncoro, 2010 : 187-188), yaitu :

1. UMK banyak menyerap tenaga kerja dan dominan dalam jumlah unit usaha. Dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja, sehingga intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Akhirnya menimbulkan dampak positif seperti pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang, et al., 1994; Kuncoro, 1996).


(50)

2. UMK berkontribusi terhadap penerimaan eksport, walaupun jumlahnya masih jauh dari usaha besar.

3. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida, yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar anatara pemain kecil dan besar dalam ekonomika Indonesia.

Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Koperasi dan UKM.

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UMK dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UMK saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UMK dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan (Partomo, 2004 : 2).

2.3.4. Kelemahan dan UMK di Indonesia

Dalam proses perkembangan UMK (Usaha Mikro Kecil) di Indonesia, terdapat beberapa kelemahan yang membuat daya saing UMK menjadi kurang progresif, yaitu disebabkan karena hal – hal (Hubeis, 2009 : 2) :


(51)

2. Keterbatasan keuangan.

3. Ketidak mampuan aspek pasar.

4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidak mampuan menguasai informasi.

6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar).

7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar.

9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.

2.3.5. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil.

Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan.

Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK, pemerintah dan masyarakat setempat.

Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam (Kuncoro, 2010 : 197) :


(52)

1. Aspek menejerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omzet/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% ari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit.

3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar baik lewat sistem Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu – hilir (forward linkage), keterkaitan hilir – hulu (backward linkage), modal ventura ataupun subkontrak.

4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara atau “Intermediasi” dalam aktivitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara uasaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha.Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya peningkatan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh UMK (www.bimakab.go.id).


(53)

2.4. Kondisi Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro Kecil (UMK). Peranan UMK terutama semenjak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada saat ini sangat banyak dan bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan, tujuan pendirian, budaya masyarakat, kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu yang bersifat formal dan Informal. LKM formal dalam bentuk Bank terdiri dari BKD, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit, sementara LKM formal non Bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) dan Koperasi (KSP & KUD). Adapun LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan lembaga swadaya masyarakat (KSM & LSM), Baitul Maal wat Tanwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa - Simpan Pinjam (UED-SP), dan bentuk kelompok lainnya (Thohari, 2002 : 4).

Dengan mendasarkan fakta bahwa sebagian besar ekonomi rakyat adalah usaha skala mikro dan kecil (UMK) maka sistem pembiayaan mikro yang digerakkan oleh LKM merupakan kebutuhan dan pilihan pembiayaan bagi pelaku ekonomi rakyat. Belajar dari pengalaman dan ketangguhan sistem pembiayaan mikro, maka dapat diidentifikasi beberapa nilai kunci. Pertama, sistem pembiayaan mikro tumbuh


(54)

di atas nilai kemandirian. Kedua, sistem pembiayaan mikro menempatkan aspek sosial-kultural sebagai pilarnya, disamping juga pertimbangan komersial. Ketiga, dilihat dari segi proses penumbuhan, sering sistem pembiayaan mikro pada mulanya sebagai instrumen pembangunan pedesaan atau wilayah (http://bachtiar-bachtiarfadhil.blogspot.com/).

Maka dapat dikatakan dalam perkembangannya LKM informal lebih mengena di kalangan pelaku UMK karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan dalam pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UMK, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha UMK. Keberadaan lembaga - lembaga keuangan informal ini yang kemudian disebut lembaga keuangan mikro.

Lembaga Keuangan Mikro baik formal, semi formal, maupun informal adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah (Krisnamurthi, 2002).

Lembaga Keuangan Mikro mempunyai karakter khusus yang sesuai dengan konstitusinya (Chotim dan Handayani : 2001), seperti:

1. Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman.

2. Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah. 3. Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana.


(55)

Secara garis besar, LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan nonbank, berikut ini :

1. Bank :

- BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI

- BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan serta Peraturan Perbankan oleh BI.

2. Non bank :

- keluarga LKM nonbank yang besar (LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan BK3D)

- keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil (BMT, KSP)

- berbagai program keuangaan mikro, NGO, dan asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain.

Sungguh sebuah harapan yang ideal. Namun harus realistis dengan kenyataan bahwa LKM memiliki beban berat dengan dirinya sendiri maupun ketika berhadapan dengan lingkungan eksternal. Secara internal, LKM masih berkutat juga dengan masalah manajemen, pengembalian kredit, dan lain - lain. Secara eksternal, harus berhadapan dengan berbagai kekuatan dan kepentingan agar dapat tetap survive di tengah situasi yang masih abu-abu.


(56)

2.4.1. Permasalahan LKM ( Lembaga Keungan Mikro )

Tabel 2.1 Permasalahan yang Dihadapi LKM dan UMK

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO USAHA MIKRO KECIL

1. Kekurangan tenaga pendamping. 1. Akses ke bank formal. 2. Minimnya dana pendampingan. 2. Kekurangan permodalan.

3. Pembayaran angsuran kurang lancar. 3. Kuantitas dan Kualitas produksi.

4. Kekurangan sumber daya murah. 4. Pembukuan. 5. Keberlanjutan tidak terjamin. 5. Pemasaran. Sumber : Hasil Penelitian Kementerian KUKM dengan BPS (2006).

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat adanya benang merah antara permasalahan yang dialami oleh LKM dengan UMK. Bagi UMK, masalah akses ke bank formal yang terbatas dan permodalan dapat diatasi oleh LKM dengan cara mengakses ke lembaga keuangan internasional maupun bank formal. Sementara masalah produksi, pembukuan, dan pemasaran dapat diatasi dengan pelatihan, dimana peran LKM adalah sebagai fasilitator. Disamping itu beberapa LKM juga mencoba mencarikan pasar buat produknya. Sementara bagi LKM, masalah kekurangan tenaga pendamping dan minimnya dana pendampingan dapat diatasi dengan melakukan pelatihan terhadap LKM atau unsur lainnya. Atau dengan kata lain LKM mengatasinya dengan capacity building baik kelembagaan maupun para stafnya. Di sisi lain temuan di lapangan menyatakan bahwa meskipun berbagai upaya dalam meningkatkan kemampuan UMK untuk survive dan berkembang selalu menghadapi kendala. Apapun yang dilakukan oleh berbagai pihak secara umum kurang memberikan hasil yang maksimal bagi perkembangan UMK (Wardoyo dan Hendro, 2001).


(57)

2.4.2. Pemberdayaan UMK (Usaha Mikro Kecil) oleh BMT

Industri Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam beberapa tahun terakhir ini khususnya di Indonesia sedang berkembang cukup pesat. Bahkan LKS dinilai lebih tahan dari krisis global. Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan, “di tengah kondisi krisis ekonomi saat ini, pasar modal sudah terpangkas cukup banyak. Investor yang menitipkan aset di saham pun sudah banyak tergerus, sementara di sisi likuiditas semakin ketat dengan investor yang menyelamatkan asetnya”. Menurutnya sistem keuangan syariah menawarkan sistem yang lebih amanah dan bertanggung jawab (Republika, 27 Maret 2009).

LKS Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) mendapat penyaluran dana sebesar Rp. 10 Miliar dari Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) BMT yang diperoleh dari Lembaga Pembiayaan dan Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Negara Koperasi dan UKM (Republika, 27 Maret 2009). Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh – tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang berintikan keadilan. BMT bukan hanya sebuah lembaga yang berorientasi bisnis, tetapi juga sosial, lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Oleh karena itu BMT menjadi


(58)

harapan bagi masyarakat atau UKM untuk mendapatkan pembiayaan. Dalam beberapa operasional BMT, LKMS tersebut juga melakukan pemberdayaan umat.

Berdasarkan keterangan diatas, BMT dapat melakukan pemberdayaan kepada UKM khususnya pedagang kecil atau masyarakat menengah ke bawah, yaitu dengan melakukan tiga kegiatan sebagai berikut :

1. Pembiayaan

Pedagang kecil ataupun masyarakat menengah ke bawah dalam memperoleh dana pembiayaan untuk memperluas usahanya ataupun membangun usaha baru bagi masyarakat menengah ke bawah relatif sangat sulit, maka BMT mampu menjangkaunya untuk memperoleh pembiayaan yang diberikan oleh BMT tanpa menghilangkan unsur kehati-hatian dalam penyaluaran pembiayaannya.

2. Pembinaan

Pedagang Kecil dan masyarakat menengah ke bawah dalam melakukan usahanya dan agar mampu mempertanggungjawabkan pembiayaannya, maka BMT sering kali memberikan pembinaan kewirausahaan maupun pengelolaan keuangan. Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara mengadakan seminar ataupun pelatihan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh penerima pembiayaan. Dalam program pembinaan ini, BMT dapat melakukan pembinaan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat umum, hal ini akan dapat meningkatkan nilai positif bagi masyarakat umum sekaligus membangkitkan semangat berwirausaha kepada masyarakat umum. Dengan demikian program


(59)

pembinaan dapat memberikan peningkatan jumlah penyaluran dana BMT dengan meningkatnya jumlah penerima pembiayaan yang telah mendapatkan pembinaan terlebih dahulu. Faktor keberhasilan dan kegagalan usaha kecil yang dikemukakan erat kaitannya dengan bentuk pembinaan, baik parsial maupun alternatif, yaitu sebagai berikut (Hubeis, 2009 : 3) :

a. Pembinaan Parsial

1. Pengembangan model inti – plasma.

2. Pengembangan model bapak angkat, yaitu antara usaha kecil dengan perusahaan besar dan atau BUMN.

3. Kemitraan usaha antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil.

4. Kepemilikan saham oleh usaha koperasi dan pembinaan rutin oleh lembaga terkait.

b. Pembinaan alternatif

1. Bantuan inkubasi bisnis yang melibatkan LKS, pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha.

2. Pengembangan perusahaan modal ventura. 3. Pembuatan klinik konsultasi bisnis (KKB).

4. Pengembangan konsep LIK (Lingkungan Industri Kecil) atau PIK (Perkampungan Industri Kecil).

3. Pemasaran Produk / Jasa

Untuk membantu kelancaran usaha dari penerima pembiayaan dan menjawab kerisauan para anggota penerima pembiayaan, maka BMT dapat melakukan bantuan


(60)

kepada penerima pembiayaan usaha tersebut dengan cara menghubungkan antara penjual dan pembeli bahan baku yang tergabung dalam penerima pembiayaan. Dan bahkan BMT dengan bekerja sama dengan lembaga bisnis dalam lingkup usaha besar mampu melakukan pemasaran kepada masyarakat luas terhadap hasil usaha penerima pembiayaan.

Dengan demikian BMT secara aktif mampu menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan sektor reil, kegiatan BMT dengan program CSR secara nyata telah membangun suatu masyarakat apalagi masyarakat tersebut merupakan daerah operasional BMT tersebut berada. Dengan adanya BMT yang secara aktif melakukan program CSR dalam pembangunan berkelanjuatan (sustainable development) dengan pemberdayaan masyarakat atau UKM tentunya dapat menghidupkan sektor rill.

2.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan atas fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empiris (Sugiyono, 1992). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Adanya perbedaan omset nasabah BMT pada saat sebelum dan sesudah menerima pembiayaan dari BMT.”


(61)

2.6. Penelitian Terdahulu

BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru.

Jati diri BMT adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis, pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-produknya, mengesankan citra Islami.

Sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjadi motor penggerak sektor usaha mikro dan usaha kecil (UMK). Dengan fokus penyaluran kepada sektor UMK yang merupakan tumpuan hidup dari mayoritas rakyat Indonesia, maka diharapkan produktifitas masyarakat secara keseluruhan menjadi meningkat. Pada giliran berikutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena ditopang oleh sektor riil akan terjadi secara memadai dan berkesinambungan, sehingga menguatkan


(62)

fundamental ekonomi Indonesia. Keuangan mikro (microfinance) pada saat ini dipercaya menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk mengatasi kemiskinan, sekaligus menciptakan masyarakat yang memiliki tanggung jawab, mandiri dan bermartabat. Pandangan demikian tak hanya bersifat nasional, namun telah berlaku umum di dunia internasional.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan para akademisi maupun praktisi menemukan bahwa BMT memberikan peluang untuk terbentuknya economic society yaitu kondisi dimana seluruh masyarakat mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi dalam mendapatkan kesejahteraan hidup melalui pembiayaan BMT yang berlandaskan atas hukum Islam (syariah) yang menyentuh aspek keungan (financial). Dan juga adanya fungi non keungan (non-financial) berupa pembinaan atau bimbingan pengembangan usaha.

Dalam penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh Fauziah Amini (2008) dengan judul “Analisis Peranan Koperasi Simpan Pinjam BMT Insani Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Di Kota Padangsidimpuan” menyimpulkan bawa keberadaan BMT penting bagi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga keberadaannya bisa tetap berlangsung hingga sampai saat ini. Disamping itu banyaknya usaha yang muncul lewat BMT dikarenakan BMT merupakan lembaga keungan mikro yang menawarkan kredit / pinjaman yang sangat mudah dan cepat prosesnya dan adanya kemudahan fasilitas apabila terjadi penunggakan pembayaran.


(63)

Dan juga berdasarkan uji t-statistik yang dilakukan bahwa BMT berpengaruh nyata (signifikan) terhadap pengembangan UMKM yang ditinjau dari jumlah omset pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Lalu kehidupan usaha yang jika dilhat dari segi omset produksi, nilai penjualan, pendapatan, asset perusahaan dan lain – lainnya mengalami peningkatan setelah bergabung dan melalukan pinjaman kredit usaha di BMT.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurul Widyaningrum (2002) dengan judul “Model Pembiayaan BMT dan Dampaknya bagi Pengusaha Kecil : Studi Kasus BMT dampingan Yayasan Peramu Bogor” menunjukkan ada empat kelebihan BMT, yakni: adanya kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. Berbeda dengan perbankan yang lebih mengutamakan nasabah ‘kakap’, prosedur relatif lama, dan keharusan adanya jaminan. Dan alasan utama UKM menerima kehadiran BMT bukanlah karena sistem syariahnya. Studi ini menunjukkan bahwa mayoritas mitra ternyata belum terlalu memahami sistem syariah yang digunakan BMT. Sebanyak 61 responden (41%) menyatakan hanya tahu sedikit tentang sistem syariah, 71 responden (47%) menyatakan tidak tahu, dan hanya 18 (12 %) yang menyatakan sudah tahu.

Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui bahwa secara umum keberadaan BMT memang sangat diperlukan dan bermanfaat bagi pengembangan usaha, terutama untuk usaha mikro dan kecil. Dan lewat sistem syari’ah nya BMT hadir memberikan kemudahan dan kecepatan dalam pendanaan usaha, tanpa ada pihak yang dirugikan


(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini menganalisis peran koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Berkah Madani dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kota Jakarta. Dalam penelitian ini UMK yang diteliti adalah yang menjadi anggota atau nasabah di Koperasi BMT Berkah Madani di kota Jakarta.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik individu maupun kelompok, yaitu kuisioner yang diberikan kepada nasabah BMT Berkah Madani di Kota Jakarta pada waktu saat ini ( tahun 2011) dengan jumlah responden sebanyak 50. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk cross section yang merupakan data primer.

2. Data sekunder adalah data primer yang diolah lebih lanjut, yaitu dokumen perusahaan seperti sejarah BMT Berkah Madani, laporan tahunan, jumlah anggota dan dokumen lain – lain yang berhubungan dengan penelitian di BMT Berkah Madani Kota Jakarta.


(65)

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini untuk data primer adalah dengan :

1. Kuisioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden yaitu anggota BMT Berkah Madani di Kota Jakarta.

2. Wawancara atau mengadakan tanya jawab dengan pimpinan dan anggota BMT Berkah Madani dan nasabah nya yaitu UMK. Adapun hal – hal yang ditanyakan penulis adalah segala sesuatu hal yang berkaitan dengan peran BMT Berkah Madani dalam pengembangan UMK.

3. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dalam hal ini nasabah BMT Berkah Madani di Kota Jakarta. Teknik pengumpulan data untuk data sekunder dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan teknik dokumentasi atau bahan tertulis yang didapat dari berbagai sumber seperti data BPS, laporan keuangan BMT Berkah Madani, internet dan lain – lainnya.

3.4. Metode pemilihan Sampel

Roscoe dan Sugiyono (Metode Penelitian Pendidikan, 2004) memberikan saran – saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini :

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasilnya ditemukan perbedaan pendapatan UMK sebelum dan sesudah mendapat penyaluran kredit modal usaha dari BMT Berkah Madani di Jakarta. Kenaikan pendapatan UMK minimal sebesar Rp.8.700.000 perbulan dan kenaikan pendapatan maksimal sebesar Rp.80.000.000 perbulan serta dari nilai mean paired samples test dapat dilihat kenaikan pendapatan rata – rata dari 50 responden sebesar Rp 30.690.000 perbulan.

2. Pada aspek keuangan, BMT Berkah Madani berperan penting dalam pemberian kredit modal usaha UMK di Kota Jakarta. Dari 50 responden, sebesar 100% (50 responden) modal yang mereka peroleh ialah dari lembaga keuangan BMT. UMK juga merasakan kenaikan omzet, kenaikan laba, dan asset perusahaan secara nyata ketika mereka melakukan pinjaman modal ke BMT.

3. Pada aspek non keungan, peran BMT Berkah Madani cukup banyak. Nasabah BMT merasakan manfaat pembinaan non financial. Sehingga berpengaruh terhadap peningkatan produksi, laba, omzet, jaringan dan juga pemasaran UMK.


(2)

5.2. Saran

1. Kehadiran BMT sebagai lembaga keuangan syariah memberikan pengaruh yang positif dalam pengembangan dan pembinaan UMK yang saat ini belum dapat diperhatikan secara lebih dalam oleh pemerintah. Karena karakteristik sistem BMT yang berbeda dengan lembaga keuangan yang lain, membuat ia cocok menjadi wadah UMK untuk terus berkembang dalam meningkatkan skala usaha produksinya. Bagi para UMK penelitian ini bermanfaat untuk sebagai informasi dalam keputusan pengambilan kredit modal usaha UMK itu sendiri.

2. Kepada pihak BMT diharapkan dapat terus membenahi kualtias pelayanan nya dalam jasa keuangan dan juga meningkatkan peran yang tidak hanya sebagai pemberi modal, namun juga pembinaan yang bersifat continue kepada UMK nya.

3. Kepada pihak pemerintah diharapkan terus dapat membantu UMK dalam pemberian modal yang tepat sasaran dan seharusnya secara khusus peran pemerintah untuk mendorong tumbuh dan perkembangnya UMK yang paling mendasar adalah menyediakan kerangka regulasi yang menjamin lapangan permainan yang sama atau level playing field. Sehingga pengaturan harus menjamin persaingan yang sehat dan apa yang dapat dilakukan usaha lain juga terbuka bagi UKM. Dalam persfektif otonomi daerah terdapat masalah


(3)

keterpaduan yang harus terus menerus dikembangkan. Pada akhirnya UKM sebagai pelaku bisnis akan berada dalam lingkup pembinaan di daerah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustianto. 2011. Pembedayaan Ekonomi Umat Lewat BMT. http://www.agustiantocentre.com/ (12 Oktober 2011).

Ayub, Muhammad. 2009. Understanding Islamic Finance. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Bachtiar. 2009. Eksistensi LKM Sebagai Alternatif Strategi Penguatan Ekonomi Rakyat. http://bachtiar-bachtiarfadhil.blogspot.com/ (13 Oktober 2011). Bahri, Efri S. 2009. Belajar dari Baitul Maal Wa Tamwil. http://efrisbahri.wordpress.com/ 14 Oktober 201.

Bayu, Krisnamurthi. 2002. RUU Keuangan Mikro : Rancangan Keberpihakan Terhadap Ekonomi Rakyat. www.bmm-online.org ( 1 Desember 2011). Faisal, Baasir. 2003. Pembangunan dan Krisis: Kritik dan Solusi Menuju Kebangkitan Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Fajar, Sidik. 2011. Kemenkop rumuskan 7 program utama pada 2011.

http://www.bisnis.com/articles/kemenkop-rumuskan-7-pada-2011 (1 September 2011).

E.E, Chotim, dan Handayani, A.D. 2001. Lembaga Keuangan Mikro Dalam Sejarah, Jurnal Analisis Sosial, Volume 6 Nomor 13.

Edwin Nasution, Mustafa dan Budi Setyanto. 2006. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.

Gudjarati, Damonar S. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga

Hubeis, Musa. 2009. Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis. Bogor: Ghalia

Kuncoro, Mudrajat. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga

Partomo, Titik Sartika. 2004. “Usaha kecil dan Menegah Koperasi”, working paper, Series No.9, hal. 3-4.

Rachmad, Sri Hartini. 2010. Info Usaha UMK.http://www.majalahwk.com /artikel-artikel/info-usaha/196-edisi-majalah/ (13 Oktober 2010).

Retnadi, Djoko. 2007. Bank Musti Inovatif untuk Kredit UMKM. http://www.iei.or.id/publicationfiles/ (13 Oktober 2011).

Ridwan, Ahmad. 2004. BMT dan Bank Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Sam, Ichwan. 2006. Himpunan Fatwa Dewan Syariah MUI. Jakarta: DSN-MUI dan BI.


(5)

Sholihin, Ahmad Ifham. 2009. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Sitio, Arifin dan Haloman Tamba. 2001. Koperasi Teori dan Parktik. Jakarta: Erlangga.

Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keungan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudarsono, Heri. 2005. Bank dan Lembaga Keungan Syariah.Yogyakarta: Ekonisia Sugiyono, Djoko. 2004. Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D ). Bandung: Alfabeta

Tambunan, Tulus. 2009. UMKM di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. Taufiq, Muhammad. 2007. Membangun Sistem Pembiayaan Bagi Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK), http://www.smecda.com/

deputi7/file_infokop/m.taufiq/ (3 Desember 2011).

Thohari, Endang S. 2002. Peningkatan Aksesibilitas Petani Terhadap Kredit Melalui Lembaga Keuangan Mikro, Jurnal Strategi Pengembangan dan

Pemberdayaan UKM, hal 4.

Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.

Undang – Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Wardoyo, dan Hendro Prabowo. 2002. “Kinerja Lembaga Keungan Mikro Bagi Upaya Penguatan UMKM di Jabotabek”, Jurnal ekonomi dan Bisnis, Volume 1 hal 2 – 3.

Widodo, Hertanto, Dwi Haruyadi dan Eri Sudewo. 1999. Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Bandung: Mizan.

Amini, Fauziah. 2008. Skripsi : Analisis Peranan Koperasi Simpan Pinjam BMT Insani Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Di Kota Padangsidimpuan, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

, BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berbasis komunitas/ jamaah. 2010. www.islamiccenter.upi.edu.

(21 September 2011).

,Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara atau “Intermediasi”. 2004. www.bimakab.go.id. 13 Oktober 2011.

,Letak Demografi dan Gografi Kota Jakarta. 2010. www.jakarta.bps.go.id. (3 September 2011).

,Permasalahan UMK untuk pengembangan usaha. 2009. www.depkop.go.id. (14 Oktober 20011).

,Pengenalan Baitul Maal Wat Tamwil. www.koperasisyariah.com.

(14 Oktober 2011).

,Peran Pemberdayaan BMT. 2009. www.replublika.com.

(12 Oktober 2011).

,Sejarah Baitul Maal Wat Tamwil. http://www.fiqhislam.com/. (14 Oktober 2011).


(6)