8
bentuk hak restitusi yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban.
12
B. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan
atas Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan
Korban
Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara
bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkapkan suatu tindak pidana. Keberadaan saksi dan korban merupakan hal yang sangat menentukan dalam
pengungkapan tindak pidana pada proses peradilan pidana. Oleh karena itu, terhadap saksi dan korban diberikan perlindungan pada semua tahap proses peradilan pidana. Ketentuan
mengenai subjek hukum yang dilindungi dalam Undang – Undang ini diperluas selaras
dengan perkembangan hukum dimasyarakat. Pada saat proses peradilan pidana, saksi dan korban memegang peranan kunci
dalam upaya mengungkap suatu kebenaran materiil. Pasal 184 Ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi ditempatkan pada urutan pertama diatas alat bukti lain
berupa keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Pada saat saksi korban akan memberikan keterangan tentunya harus disertai jaminan bahwa yang bersangkutan terbebas dari rasa takut sebelum, pada saat, dan setelah
memberikan kesaksian. Jaminan ini penting untuk diberikan guna memastikan bahwa keterangan yang akan diberikan benar-benar murni bukan hasil rekayasa apalagi hasil dari
tekanan pihak-pihak tertentu.
Kedudukan korban tidak hanya sekedar dapat ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan atau dapat memperoleh informasi
mengenai putusan pengadilan ataupun korban dapat mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan. Namun, sebagai pihak yang dirugikan korban pun berhak untuk memperoleh
ganti rugi dari apa-apa yang diderita. Korban tindak pidana berhak mendapat perlindungan seperti mendapat restitusi dari pelaku tindak pidana. Pengaturan mengenai restitusi terdapat
dalam Pasal 7 A Undang
– Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.
12
Lihat penjelasan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
Universitas Sumatera Utara
9
C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi, Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Yang Berat
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah
– Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan harus dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh
perseorangan, kelompok orang baik sipil, militer, maupun polisi, maka pihak korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya berhak memperoleh perlindungan salah
satunya berupa pemberian restitusi secara cepat, tepat dan layak dalam arti bahwa pihak korban danatau ahli warisnya berhak memperoleh ganti kerugian atau pengembalian hak-hak
dasarnya yang dilakukan sesuai dengan sasaran yakni korban dan kelurga korbanahli warisnya, pelaksanaannya segera diwujudkan, dan pengembalian haknya harus patut sesuai
dengan rasa keadilan.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 mengatur tentang pemberian restitusi harus yang diberikan oleh pelaku pelanggaran HAM berat kepada korban danatau ahli
warisnya. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai tata cara pelaksanaan restitusi kepada pihak korban mulai dari proses diterimanya salinan putusan kepada Instansi
Pemerintahan Terkait dan korban atau keluarga korban sampai dengan pelaksanaan pengumuman pengadilan dan pelaksanaan laporan.
D. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian