Pengaturan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan

5 Manfaat Penelitian Manfaat dalam skripsi ini antara lain adalah : 1. Manfaat Secara Teoritis Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam skripsi ini tentu akan menambah pemahaman dan pandangan baru kepada semua pihak baik masyarakat pada umumnya maupun pihak yang berhubungan dengan dunia hukum pada khususnya. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan perundang- undangan dan kebajikan terhadap pemberian hak restitusi sebagai bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana 2. Manfaat Secara Praktis Penelitian skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan juga aparat penegak hukumpemerintah tentang pemberian hak restitusi sebagai bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana khususnya dalam kasus perdagangan orang.

D. Keaslian Penulisan

Penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta - fakta yang akurat dan dari sumber yang terpercaya dalam hal penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Dalam menyusun skripsi ini pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik dari literatur yang diperoleh penulis dari perpustakaan dan media massa baik cetak maupun media elektronik yang akhirnya penulis tuangkan dalam skripsi ini. Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara USU, maka judul mengenai “Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Studi Kasus Nomor :1554Pid.B2012PN.MDN” ” belum ada yang mengangkatnya, atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan

Orang Di Indonesia Universitas Sumatera Utara 6 Masalah korban kejahatan menimbulkan berbagai permasalahan dalam masyarakat pada umumnya dan pada korbanpihak korban kejahatan pada khususnya. Belum adanya perhatian dan pelayanan terhadap para korban kejahatan suatu masyarakat merupakan tanda belum atau kurang adanya keadilan dan pengembangan kesejahteraan dalam masyarakat tersebut. Ini berarti juga bahwa citra mengenai sesama manusia dalam masyarakat tersebut masih juga belum memuaskan dan perlu disempurnakan demi pembangunan manusia seutuhnya. 8 Jika dilihat dalam pengaturan hukum Indonesia, korban selalu menjadi pihak yang paling dirugikan. Selain korban telah menderita kerugian akibat kejahatan yang menimpa dirinya, baik secara materiil, fisik maupun psikologis, korban juga harus menanggung derita berganda karena tanpa disadari sering diperlakukan hanya sebagai sarana demi terwujudnya sebuah kepastian hukum. Perlindungan hukum terhadap korban selama ini didasarkan pada KUHP sebagai sumber hukum materiil, dengan menggunakan KUHAP sebagai hukum acaranya. Didalam KUHP lebih banyak diatur mengenai tersangka daripada mengenai korban. Kedudukan korban dalam KUHP tampaknya belum optimal dibandingkan dengan kedudukan pelaku. Hal ini dapat dijelaskan dalam penjelasan sebagai berikut : 9 Pertama , KUHP belum secara tegas merumuskan ketentuan yang secara konkrit atau langsung memberikan perlindungan hukum terhadap korban misalnya dalam hal penjatuhan pidana wajib dipertimbangkan pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban. KUHP juga tidak merumuskan jenis pidana restitusi ganti rugi yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi korban danatau keluarga korban. Rumusan pasal-pasal dalam KUHP cenderung berkutat pada rumusan tindak pidana, pertanggungjawaban dan ancaman pidana. Hal ini tidak terlepas pula dari doktrin hukum pidana yang melatarbelakanginya sebagaimana dikatakan oleh Herbert Packer dan Muladi bahwa masalah hukum pidana meliputi perbuatan yang dilarang atau kejahatan offense , orang yang melakukan perbuatan terlarang dan mempunyai aspek kesalahan guilt , serta ancaman pidana punishment . Kedua, KUHP menganut aliran neoklasik yang antara lain menerima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan bagi pelaku tindak pidana yang menyangkut fisik, lingkungan serta mental. Demikian pula dimungkinkannya aspek-aspek yang meringankan pidana bagi pelaku tindak pidana dengan pertanggungjawaban sebagian, di dalam hal-hal yang khusus, misalnya jiwanya cacat gila, dibawah umur dan sebagainya. Pengaturan KUHP berorientasi terhadap pelaku, bahkan korban cenderung dilupakan. Padahal korban merupakan salah satu aspek yang benar-benar mengalami penderitaan akibat perbuatan pelaku. Perlindungan hukum bagi korban seharusnya diatur 8 Arief Gosita. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2009. halaman 17. 9 Rena Yulia.Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Bandung : Graha Ilmu, 2009.halaman 181. Universitas Sumatera Utara 7 secara eksplisit dalam KUHP. Misalnya dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dipertimbangkan juga kerugian yang diderita oleh korban atau keluarga korban. Sehingga pelaku bisa saja diberikan pidana ganti rugi yang mungkin akan lebih bermanfaat bagi korban. 10 Pengaturan mengenai hak-hak korban didalam KUHP sangat terbatas, oleh karena itu, dibentuklah beberapa peraturan yang mengatur tentang perlindungan terhadap korban khususnya mengenai pemberian restitusi yang diberikan oleh pelaku tindak pidana kepada korban danatau keluarga korban. Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang restitusi antara lain sebagai berikut :

A. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang