Latar Belakang Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat 1 Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi jandaduda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk Universal Health Coverage. Dalam sidang ke-58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly WHA menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke-58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage diselenggarakan 12 melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termasuk dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 231992 yang kemudian diganti dengan UU 362009 tentang Kesehatan. Dalam UU 362009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Untuk mewujudkan komitmen Global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional JKN bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes Persero dan PT Jamsostek Persero yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas dan Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesda. Namun demikian, 13 skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN. UU 402004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional JKN melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional JKN akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran PBI; Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional. Sesungguhnya keinginan untuk mendirikan BPJS baru telah dibahas dalam proses penyusunan UU SJSN. Perdebatannya berlangsung sangat alot. Berbagai pertimbangan tentang cost-benefit, Nasionalisme, keadilan antar daerah dan antar golongan pekerjaan, serta pertimbangan kondisi geografis serta ekonomis yang berbeda-beda telah pula dibahas mendalam. Apa yang dirumuskan dalam UU SJSN, UU no 4004, merupakan kompromi optimal. Konsekuensi logis dari sebuah negara demokrasi adalah bahwa rumusan suatu UU yang telah diundangkan harus dilaksanakan, baik yang tadinya pro 14 maupun yang tadinya kontra terhadap suatu isi atau pengaturan. Setelah disetujui DPR, wakil rakyat, maka rumusan suatu UU mengikat semua pihak. Sangatlah tidak layak dan tidak matang, apabila UU tersebut sudah divonis tidak mengakomodir kepentingan kita, sebelum UU itu dilaksanakan. Kita harus belajar konsekuen dan berani menjalankan sebuah keputusan UU, meskipun ada aspirasi atau keinginan kita yang berbeda dengan yang dirumuskan UU SJSN. Boleh saja kita tidak setuju dengan isi suatu UU dan tidak ada satupun UU yang isinya 100 disetujui dan didukung oleh seluruh rakyat. Atau, jika seseorang atau sekelompok orang yakin bahwa UU SJSN itu merugikan kepentingan lebih banyak rakyat, maka ia atau mereka dapat mengajukan alternatif ke DPR untuk merevisi atau membuat UU baru. Inilah hakikat negara demokratis. Rumah sakit di Indonesia harus berbenah diri memperbaiki pelayanannya agar tidak semakin banyak warga yang memilih berobat ke luar negeri. Sampai saat ini, uang yang mengalir ke rumah sakit luar negeri setiap tahunnya diperkirakan mencapai triliunan rupiah. “Rumah sakit memang harus berbenah diri memperbaiki mutu agar citranya lebih baik. Untuk pembenahan rumah sakit di Indonesia, Kementrian Kesehatan sendiri sudah mengubah sistem akreditasi rumah sakit. Jika dulu hanya berkutat pada proses pelayanan, maka dengan sistem akreditasi baru Joint Commission International JCI, parameternya bagaimana meningkatkan kepuasan pasien, upaya keselamatan pasien, pembenahan manajemen, serta berpkiprah untuk mencapai target Millenium Development Goals MDG’s. 15 Menurut dia, saat ini pengelola rumah sakit sudah menyadari kelemahannya terletak pada pelayanan dan cara menghargai pasien. Karena itu, Kemenkes membenahi rumah sakit. Saat ini,ada delapan rumah sakit yang sedang berupaya mengubah standarnya menjadi standar internasional. Salah satunya Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Standar internasional, tidak harus membangun rumah sakit baru yang serba mewah. Namun yang harus diperbaiki adalah mutu pelayanan sehingga bertaraf internasional dari kelas VIP hingga kelas III. Dengan begitu, pasien Jamkesmas dan Jampersal dapat menikmati fasilitasnya. Tapi itu tidak mudah dilakukan dan harus bertahap. Sejauh ini, RSUP H.Adam Malik sudah berupaya menuju perbaikan. Pihak manajemen juga akan berusaha memberikan kepastian terkait lama perawatan pasien, biaya, diagnosa, sesuai tuntutan masyarakat. Selain itu, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan akan mengoptimalkan ruang rawat inap. Saat ini kelemahan rumah sakit di Indonesia adalah tidak adanya kepastian tentang penyakit, kesembuhan,dan jumlah dana yang dikeluarkan. Saat ini masih banyak terjadi diskriminatif terhadap pasien rawat inap di rumah sakit. Pelayanan kesehatan baik itu di rumah sakit maupun di Puskemas dan tempat lainnya lainnya agar tidak ada perbedaan. Semua pasien harus diperlakukan sama, tanpa terkecuali. Masyarakat Indonesia masih ba- nyak yang dikategorikan belum mampu, sehingga harus dilayani dengan baik tanpa ada diskriminasi. Pihak pelayanan harus mengutamakan keselamatan pasien. Karena ini sudah berkaitan dengan nyawa orang lain. 16 Jangan sampai hal tersebut terjadi, apalagi mereka yang menggunakan program Badan Penyelenggaraan Jaminan Seosial BPJS Kesehatan yang kini semua jaminan kesehatan dari pemerintah dialihkan kepesertaannya. Karena pelayanan kesehatan rumah sakit yang mendapatkan pasien BPJS kesehatan sudah dibayar, jadi jangan sampai ada perbedaan. Hal yang membedakan pasien menggunakan Program BPJS Kesehatan dan yang tidak hanyalah kelas dan biaya untuk kamar di rumah sakit. Sedangkan pelayanan tidak ada perbedaan. Karena setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan yang sama. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Adam Malik Medan. Untuk itu penulis mengambil judul penelitian “Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.

1.2 Fokus Masalah