Al-Fatihah, ayat 5

Al-Fatihah, ayat 5

Hanya Engkaulah Yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

124 Al-Fatihah

Qira-ah Sab'ah dan jumhur ulama membaca tasydid huruf ya yang ada pada iyyaka. Sedangkan Amr ibnu Fayid membacanya dengan takhfif, yakni tanpa tasydid disertai dengan kasrah, tetapi qira-ah ini dinilai syadz lagi tidak dipakai, karena iya artinya "cahaya matahari". Sebagian ulama membacanya ayyaka, sebagian yang lainnya lagi membaca hayyaka dengan memakai ha sebagai ganti hamzah, se-bagaimana yang terdapat dalam ucapan seorang penyair:

Maka hati-hatilah kamu terhadap sebuah urusan bila sumbernya makin meluas, maka akan sulitlah bagimu jalan penyelesaiannya.

Lafaz nasta'inu dibaca fat-hah huruf nun yang ada pada permulaan-nya menurut qira-ah semua ulama, kecuali Yahya ibnu Sabit dan Al-A'masy; karena keduanya membacanya kasrah, seperti yang dilaku-kan oleh Bani Asad, Bani Rabi'ah, dan Bani Tamim.

Al-'ibadah menurut istilah bahasa berasal dari makna az-zullah, artinya "mudah dan taat"; dikatakan tariqun mu'abbadun artinya "ja-lan yang telah dimudahkan (telah diaspal)" dan ba'irun mu'abbadun artinya "unta yang telah dijinakkan dan mudah dinaiki (tidak liar)". Sedangkan menurut istilah syara' yaitu "suatu ungkapan yang menun-jukkan suatu sikap sebagai hasil dari himpunan kesempurnaan rasa cinta, tunduk, dan takut".

Maful —yakni lafaz iyyaka— didahulukan dan diulangi untuk menunjukkan makna perhatian dan pembatasan. Dengan kata lain, ka-mi tidak menyembah kecuali hanya kepada Engkau dan kami tidak bertawakal kecuali hanya kepada Engkau. Pengertian ini merupakan kesempurnaan dari ketaatan. Agama secara keseluruhan berpangkal dari kedua makna ini, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ula-ma Salaf, bahwa surat Al-Fatihah merupakan rahasia Al-Qur'an; se-dangkan rahasia surat Al-Fatihah terletak pada kedua kalimat ini, yak-ni iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'inu.

Lafaz iyyaka na'budu menunjukkan makna berlepas diri dari se-gala kemusyrikan, sedangkan iyyaka nasta'inu menunjukkan makna berlepas diri dari upaya dan kekuatan serta berserah diri kepada Allah

Tafsir Ibnu Kasir 125

Swt. sepenuhnya. Pengertian ini selain dalam surat Al-Fatihah terda-pat pula di dalam firman-Nya:

Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan seka-li-kali Tuhan kalian tidak lalai dari apa yang kalian kerjakan. (Hud: 123)

,^U> ^^j^&l^^js

Katakanlah. "Dialah Allah Yang Maha Penyayang, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nyalah kami bertawakal." (Al-Mulk 29)

(Dialah) Tuhan masyrik dan magrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil: 9)

Demikian pula ayat yang sedang kita bahas tafsirnya, yaitu: Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-iah

kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5) Pembicaraan berubah dari bentuk gaibah kepada bentuk muwajahah

mel alui huruf kaf yang menunjukkan makna khitab (lawan bicara). Ungkapan ini lebih sesuai, mengingat kedudukannya dalam keadaan memuji Allah Swt., maka seakan-akan orang yang bersangkutan mendekat dan hadir di hadapan Allah Swt. Karena itu, ia mengatakan:

126 Al-Fatihah

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

Pembahasan yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa permulaan surat Al-Fatihah merupakan berita dari Allah Swt. yang memuji diri-Nya sendiri dengan sifat-sifat-Nya yang terbaik, sekaligus sebagai pe-tunjuk buat hamba-hamba-Nya agar mereka memuji-Nya melalui ka-limat-kalimat tersebut. Karena itu, tidaklah sah salat seseorang yang tidak mengucapkan surat ini, sedangkan dia mampu membacanya. Se-bagaimana yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Tidak ada salat (tidak sah salat) orang yang tidak membaca Fa-tihatul Kitab.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Al-Ala ibnu Abdur Rahman maula Al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Tafsir Ibnu Kasir 127

Allah Swt. berfirman, "Aku bagikan salat buat diri-Ku dan ham-ba-Ku menjadi dua bagian; satu bagian untuk-Ku dan sebagian yang lain untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia min-ta." Apabila seorang hamba mengatakan, "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam," maka Allah berfirman, "Hamba-Ku telah memuji-Ku." Apabila dia mengatakan, "Yang Maha Pemu-rah lagi Maha Penyayang," Allah berfirman, "Hamba-Ku telah menyanjung-Ku." Apabila dia mengatakan, "Yang menguasai ha-ri pembalasan," Allah berfirman, "Hamba-Ku telah mengagung-kan-Ku." Apabila dia mengatakan, "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan," maka Allah berfirman, "Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi kamba-Ku apa yang dia minta." Apabila dia mengaiakan, "Tun-jukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah: Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) merela yang dimurkai dan bukan pula jalan) mereka yang sesat, maka Allah berfirman. ~lni untuk hamba-Ku, dan bagi hambaku apa yang dia minta.

Dahak mengat kan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa makna iyyaka na"rudu ialah "Engkaulah Yang kami Esakan. Hanya kepada Eng-kaulah kami takut dan berharap, wahai Tuhan kami, bukan kepada se-Liin Engkau"; Wa iyyaka nasta'inu maknanya "dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan untuk taat kepada-Mu dalam semua urusan kami".

Qatadah mengatakan, makna iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'inu ialah "Allah memerintahkan kepada kalian agar ikhlas dalam ber-ibadah kepada-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam se-mua urusan kalian". Sesungguhnya lafaz iyyaka na'budu didahulukan atas lafaz iyyaka nasta'inu tiada lain karena ibadah kepada-Nya me-rupakan tujuan utama, sedangkan meminta tolong merupakan sarana untuk melakukan ibadah, maka didahulukanlah hal yang lebih pen-ting.

Apabila ada suatu pertanyaan, "Apakah makna nun dalam fir-man-Nya, 'Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'inu?" Jika makna yang dimaksud untuk jamak, temyata yang berdoa hanya seorang; jika

128 Al-Fatihah

yang dimaksud sebagai ta'zim (menganggap diri besar), maka tidak sesuai dengan konteksnya.

Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa makna yang dimak-sud ialah "menyampaikan berita tentang jenis dari hamba-hamba Allah, sedangkan orang yang melakukan salat adalah salah seorang dari mereka; terlebih lagi jika dia berada dalam salat jamaah atau menjadi imam mereka, berarti sebagai berita tentang dirinya dan sau-dara-saudaranya yang mukmin bahwa mereka sedang melakukan iba-dah yang merupakan tujuan utama mereka diciptakan, dan dia men-jadi perantara bagi mereka untuk kebaikan".

Sebagian di antara mereka ada yang mengatakan, boleh mengar-tikannya untuk tujuan ta'zim, dengan pengertian bahwa seakan-akan dikatakan kepada hamba yang bersangkutan, "Apabila kamu berada dalam ibadah, maka kamu adalah orang yang mulia dan kedudukan-mu tinggi." Dia mengatakan:

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

Tetapi apabila kamu berada di luar ibadah, jangan sekali-kali kamu katakan 'kami', jangan pula kamu katakan 'kami telah melakukan', sekalipun kamu berada di tengah-tengah seratus, seribu, bahkan sejuta orang, karena semuanya berhajat dan membutuhkan Allah Swt.

Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa lafaz iyyaka na'budu mengandung makna lebih lembut daripada iyyaka 'abadna dalam hai berendah diri, mengingat lafaz kedua ini mengandung mak-na membesarkan diri karena dia menjadikan dirinya sebagai orang yang ahli melakukan ibadah. Padahal tiada seorang pun yang mampu beribadah kepada Allah Swt. dengan ibadah yang hakiki, tiada pula yang dapat memuji-Nya dengan pujian yang layak buat-Nya.

Ibadah merupakan suatu kedudukan yang besar, seorang hamba menjadi terhormat karena mengingat dirinya sedang berhubungan de-ngan Allah Swt. Salah seorang penyair mengatakan:

Tafeir Ibnu Kasir 129

Jangan kamu panggil aku melainkan dengan julukan 'hai ham-ba-Nya', karena sesungguhnya nama ini merupakan namaku yang terhormat.

Allah Swt. menamakan Rasul-Nya dengan sebutan 'hamba-Nya' da-lam tempat yang paling mulia, yaitu di dalam firman-Nya:

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran kepada hamba-Nya. (Al-Kahfi: 1)

Dan bahwasanya ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembahnya (Al-Jin: 19)