Analisis ekonomi pengelolaan sumberdaya air dalam kerangka kebijakan pra dan pasca privatisasi studi kasus pengelolaan air oleh PAM Jaya, Jakarta

fl-l'iCP
?-.o oct

?D)
ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DALAM
KERANGKA KEBIJAKAN PRA DAN PASCA PRIVATISASI

(Studi Kasus Pengelolaan Air oleh PAM Jaya, Jakarta)

Oleh:

Ariestis
A08400044

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTASPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

RINGKASAN
ARIESTIS. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Kerangka

Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi: Studi Kasus Pengelolaan Air oleh PAM
Jaya, Jakarta. (Di bawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT).
Air merupakan sumberdaya alam terbarui; akan tetapi ketersediaannya tidak
selalu mencukupi kebutuhan. Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan kepadatan
penduduk dan aktivitas perekonomian yang tinggi adalab salah satu daerah yang
mengalami ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan air bersih dengan
ketersediaannya. PDAlvI DKI Jakarta (pAM Jaya), sebagai salah satu sarana pelayanan
air bersih dengan kapasitas produksi 15,34 m3 per detik, hingga tahun 2002 baru dapat
melayani kurang lebih 50% dari masyarakat OK! Jakarta (Kadri, 2003). Semenjak tahun
1998 PAM Jaya sebagai sebuah perusahaan telah bekeIja sarna dengan mitra asing yang
berasal dari Inggris yaitu Thames Water International dan dari Perancis yaitu Lyonnaise
des Eaux membentuk Thames PAM Jaya (TPJ) dan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Peri ode ini merupakan awal dimulainya privatisasi pengelolaan air oleh PAM Jaya,
Jakarta.
Sejak diprivatisasi, biaya pengelolaan air PDAM DKI Jakarta mengalami
peningkatan yang sangat tinggi hingga mencapai 75% pada awal pelaksanaannya (dari
tahun 1998 sampai tahun 1999). Peningkatan biaya pengelolaan air bersih ini telah
menyebabkan tarif (harga) air menjadi tinggL Selain itu, keinginan privatisasi
pengelolaan air PDAM yang direncanakan untuk pengembangan pengelolaan
perusahaan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat belum dapat terpenuhi

secara maksimal. Tidak kurang pentingnya, pelayanan pun kurang memuaskan para
pelanggan dan hingga saat ini masih banyak anggota masyarakat yang belum mendapat
pelayanan sama sekali. Karena itu, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapai
tarif yang tidak terlalu memberatkan pelanggan, menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat akan air bersih serta menjamin pula keberlangsungan perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi struktur produksi dan biaya
pengelolaan air dalam kerangka kebijakan sebelum dan sesudah privatisasi, (2)
mengestimasi fungsi biaya pengelolaan air bersih untuk melihat variabel-variabel yang
mempengaruhinya secara ekonomi, dan (3) mengetahui penetapan harga air PDAM
untuk wilayah OK! Jakarta agar tidak memberatkan masyarakat pelanggan serta tidak
merugikan PDAM sendiri.
Lokasi penelitian adalah OK! Jakarta dengan mengambil studi kasus pada
Perusahaan Daerah Air Minum OK! Jakarta (PAM Jaya). Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalab data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan
pihak terkait serta data sekunder yang diperoleh dari dokumen tertulis yang ada di PAM
Jaya sendiri dan dari instansi-instansi lain yang terkait.
Melalui model persamaan regresi linear, dilakukan analisis fungsi biaya
pengelolaan air berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasikan ke
dalam bentuk logaritma linear. Analisis penetapan harga air berdasarkan marginal cost
pricing dilakukan melalui penurunan fungsi biaya pengelolaan air. Evaluasi finansial

dilakukan melalui perhitungan tarif air berdasarkan !nstruksi Menteri Dalam Negeri No.
8 Tahun 1998 mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Penetapan Tarif Air Minum
Pada Perusahaan Daerah Air Minum yang tentunya digunakan PDAM.
Hasil pendugaan fungsi biaya pengelolaan air PDAM OK! Jakarta
menunjukkan bahwa biaya ekspansi, biaya variabel dan jumlah air yang diproduksi

signifikan atau berpengarnh nyata dengan arah yang positifterhadap pembentukan total
biaya pengelolaan air.
Pada masa praprivatisasi laju pertumbuhan harga pokok produksi air sebesar
9,43%, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pada paseaprivatisasi, yaitu sebesar
4,91 %. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhanjumlah air yang diproduksi pada masa
pascaprivatisasi juga lebih keeil karena berkurangnya air baku.
Sepanjang kurun waktu 1992-2002 laju pertumbuhan marginal cost adalah
17,61% per tahun; artinya selama jangka wak1:u tersebut terjadi peningkatan nilai
marginal cost. Pada masa praprivatisasi laju pertumbuhannya sebesar 9,54% per tahun,
lebih kecil dibandingkan laju pada masa pascaprivatisasi, yang sebesar 19,99% per
tahun. Hal ini diduga disebabkan peningkatan jumlah produksi air bersih yang lebih
besar pada masa paseaprivatisasi. Pada masa praprivatisasi (1992-1997), pembentukan
harga air berdasarkan marginal cost tidak menyebabkan terjadinya masalah defisit
karena nilai marginal cost lebih besar daripada average cost pada saat AC nail