KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN AIR LI

Tugas Makalah M. Azwar Ramadhani - 3315202005
ANALISIS KEBIJAKAN SPASIAL

KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

Kalimantan Selatan

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016

DAFT AR I SI
Halaman

DAFTAR ISI


.............................................................................................i

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... I-1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ II-3
BAB III. PENDEKATAN ....................................................................... III-16
BAB IV. DATA/KONDISI WILAYAH ..................................................... III-21
BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN................................................V-26
BAB VI. KESIMPULAN .........................................................................V-35
DAFTAR PUSTAKA

i

BAB I

PEN DAH U LU AN

Salah satu konsekuensi logis dari perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk

adalah meningkatnya timbulan air limbah domestik. Pembuangan air limbah domestik tanpa
memperhatikan kriteria teknis beresiko memberikan pengaruh buruk terhadap pencemaran

lingkungan yang akhirnya berdampak pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena air limbah

domestik mengandung beberapa zat pencemar seperti organik, nitrat, nitrit, fosfat, dan bakteri
coliform yang dapat mencemari badan air penerima atau air tanah yang nantinya digunakan

sebagai sumber air bersih masyarakat sehingga dapat menimbulkan epidemic penyakit. Oleh

karena itu diperlukan rencana pengelolaan air limbah secara komprehensif yang mendukung
terhadap perkembangan kota tanpa menimbulkan masalah terhadap kesehatan masyarakat di
Kab. Hulu Sungai Utara.

Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam

menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi

seringkali dianggap sebagai urusan belakang , sehingga sering termarjinalkan dari urusanurusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup
masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung
lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus


diperhatikan. Masih sering dijumpai bahwa aspek-aspek pembangunan sanitasi, yaitu air limbah,
persampahan dan drainase, serta penyediaan air bersih, masih berjalan sendiri-sendiri.

Di Kabupaten Hulu Sungai Utara sendiri pembangunan sanitasi masih banyak dilakukan

secara parsial, masing-masing SKPD melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya sendiri-sendiri, seringkali kegiatan tersebut sebetulnya dapat diintegrasikan dalam satu

kegiatan yang saling bersinergi. Tidak jarang masih terdapat tumpang tindih kegiatan
pembangunan bidang sanitasi oleh

SKPD yang berbeda-beda, yang kadang-kadang

membingungkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan. Untuk itu perlu disusun

suatu perencanaan sanitasi secara lebih integratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan
kebutuhan riil masyarakat. Tahapan-tahapan proses perencanaan harus dilaksanakan secara
berurutan, bertahap dan berkelanjutan, sehingga solusi yang ditawarkan juga akan tepat, sesuai


dengan permasalahan yang dihadapi. Permasalahan bidang sanitasi yang muncul tidak selalu
disebabkan oleh aspek teknis, namun juga berhubungan dengan aspek ekonomi dan sosial,

seperti tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi tantangan
lain dalam pembangunan bidang sanitasi.

Ketersediaan infrastrukstur sanitasi khususnya terkait pengelolaan limbah di Kabupaten

Hulu Sungai Utara masih perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat dapat mudah dalam

mengaksesnya. Infrastruktur pengelolaan limbah domestik/rumah tangga di masyarakat perlu
diperbaiki dan dipenuhi, sehingga sesuai dengan standar yang disyaratkan dalam pengelolaan

limbah rumah tangga. Untuk mewujudkan pencapaian target tersebut, dilaksanakan programprogram meliputi peningkatan kualitas air limbah domestik, pengembangan on-site management,
pengembangan sanitasi berbasis masyarakat, program percontohan sistem pengelolaan air
limbah skala lingkungan berbasis masyarakat, pengembangan cakupan pelayanan sistem air

limbah terpusat yang ada, peningkatan perencanaan pembangunan prasarana sarana air limbah,
penelitian dan pengembangan serta aplikasi teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.


Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan peningkatan efektifitas dan efisiensi

dalam penyelenggaraan penyediaan infrastruktur air limbah, khususnya di sektor rumah tangga
melalui pengelolaan secara terpadu dan terkoordinasi dalam satu sistem. Selain itu, diperlukan

peningkatan kualitas dan perkuatan kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM)

pengelola di daerah, partisipasi aktif dari masyarakat, peningkatan dan pengembangan kinerja
pengelolaan, serta kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait.



BAB I I

T I N J AU AN PU ST AK A

Teknologi Pelayanan Pengelolaan air limbah
Pemilihan teknologi air limbah yang tepat bergantung beberapa faktor fisik dan non fisik. Teknologi
yang paling tepat adalah teknologi yang dapat memberikan kenyamanan secara sosial, ekonomi


dan lingkungan. Lebih tepatnya teknologi yang diinginkan berpatokan pada prinsip sebagai
berikut:



Ramah Lingkungan : air limbah ditangani sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya seperti, keberadaan nyamuk, lalat,
tikus dan pencemaran air tanah dan lain sebagainya.







Nyaman :

Mudah dioperasikan

Tahan lama dan pemeliharaan yang minim

Upgradable

Biaya yang dapat diterima

Kriteria Pemilihan Opsi
Pada dasarnya sistem On-site lebih disukai karena sistem tersebut adalah yang paling murah yang

tersedia dan dapat dibangun masing-masing individu pemilik rumah. Sedangkan sistem Off-site
dirancang

untuk memaksimalkan kenyamanan pengguna dengan standard terbaik, dan

memberikan manfaaat kesehatan yang baik.

Penerapan pilihan sistem On-site maupun sistem off-site mempunyai kriteria-kriteria yang harus
dipenuhi agar dapat berfungsi effektif dalam pengendalian pencemaran lingkungan,
Dasar utama pemilihan opsi teknologi tersebut adalah :


Kepadatan penduduk terbangun






Fungsi tata guna lahan



Kemiringan/topografi permukaan tanah





Kedalaman air tanah, permeabilitas tanah
Ketersediaan lahan untuk IPAL

Kemampuan membayar dan keinginan/kesesuaian


Langkah pemilihan opsi teknologi secara rinci diperlihatkan sebagaimana dalam diagram alir
gambar 2.1 berikut ini

Gambar 2.1 Diagram Alir Pemilihan Sistem Teknologi Pengolahan Air Limbah
Teknologi On-site
Sistem On-Site merupakan system pengolahan air limbah domestik setempat, yaitu setiap

bangunan mempunyai fasilitas pengolahan (sistem individu).
1.

Septic Tank Murah (Low Cost Saptik Tank)

Merupakan pengembangan dari sistem cubluk , yang murah dan aman terdiri dari 2 tangki ,
dimana tangki 1 (pertama) dengan konstruksi buis beton atau fibre terhubung dengan kloset
4

jongkok maupun leher angsa (black water) sedangkan tangki 2 (kedua) dengan konstruksi

pasangan bata kosong yang menerima effluent dari tangki pertama dan buangan dari kamar
mandi lihat gambar


dibawah ini

Gambar 2.2 Septic Tank Murah
2.

Septic Tank dengan resapan (SNI 03-2398-2001)

Suatu ruangan kedap air/beberapa kompartemen yg berfungsi menampung & mengolah air
limbah rumah tangga dengan kecepatan alir lambat, sehingga memberi kesempatan untuk terjadi

pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasa dan
aerobik membentuk bahan larut air & gas.
-

Dapat dibuat dengan sistem kombinasi anaerobik dan aerobik.

-

Pipa aliran masuk dan aliran keluar sesuai dengan ketentuan.


-

-

Terbuat dari bahan bangunan yang tahan terhadap asam, harus kedap air.
Pipa udara sesuai dengan ketentuan
Dilengkapi dengan bidang resapan.

5

Gambar 2.3 Septik tank dengan resapan yang ditingkatkan

Tabel 2.1 Ukuran Tangki Septik SNI 03-2398-1991

No

Jumlah
Pemakai
(Jiwa)

Kebutuhan
ruang lumpur
(m2)
2
tahun

3
tahun

Ruang
Basah
(m2)

Ruang
Bebas
Air
(m2)

Volume total
(m2)
2
tahun

3
tahun

Ukuran (m)
2 tahun

3 tahun

P

L

T

P

L

T

1

5

0,4

0,6

1

0,25

1,65

1,85

1,6

0,8

1,3

1,7

0,85

1,3

2

10

0,8

1,2

2

0,5

3,3

3,7

2,2

1,1

1,4

2,3

1,15

1,4

3

15

1,2

1,8

3

0,75

4,95

5,55

2,6

1,3

1,5

2,75

1,35

1,5

4

20

1,6

2,4

4

1

6,6

7,4

3

1,5

1,5

3,2

1,55

1,5

5

25

2

3

5

1,25

8,25

9,25

3,25

1,6

1,5

3,4

1,7

1,6

6

3.

Septik Tank dengan An-aerobic Upflow filter (Biofilter)

Merupakan septik tank terpadu yang terdiri dari septic tank dan An-aerobik biofilter dalam
satu kesatuan unit bangunan, dilengkapi media untuk pertumbuhan bakteri, sehingga
menghasilkan effisiensi pengolahan yang lebih tinggi, dan effluent dapat dibuang langsung

ke saluran drainase. Biofilter ini sering digunakan oleh pengembang perumahan. Lihat
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Septik Tank Biofilter
Teknologi Off-site
Merupakan sistem terpusat (Off-site) dengan sistem perpipaan, sistem ini terdiri dari 3 jenis yaitu;

1. Sistem Komunal Kecil, 2. Sistem Kawasan dan 3. Sistem Wilayah/Kota.
1. Sistem Komunal Kecil
a. Peruntukan


Jumlah Sambungan sambungan < 500 SR



Topografi < 4%



b.






Daerah perumahan teratur

Daerah padat penduduk/kumuh miskin >150 jiwa/Ha

Unit SistemPenyaluran

Menerima buangan grey water dan black water
Sistem Gravitasi

Unit Sambungan Rumah dengan bak kontrol kemiringan 1% - 2%

7



Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC diameter 100 mm

Manhole dengan kemiringan 6% - 1%

200 mm lengkap dengan

c. Unit Sistem Pengolahan


Pengolahan secara An-aerobik baik sistem pertumbuhan suspensi maupun sistem



Menggunakan konstruksi beton atau paket pengolahan fiber

menempel dalam media



Tanpa pemeliharaan



Perencanaan dan pengawaan Berbasis Masyarakat (SLBM, SANIMAS)

d. Sistem Perencanaan, Pengawasan dan Pengelolaan


Dikelola oleh KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)

Gambar 2.5 Skematik diagram pengolahan air limbah sistem komunal
2. Sistem Perpipaan Skala Kawasan
a. Peruntukan ;


Jumlah Sambungan sambungan 500



Kepadatan >250 jiwa/Ha



b.






1.000 SR

Daerah perumahan teratur (perumahan developer)
Sebagai daerah Pusat pelayanan lingkungan
Sumber air >60% menggunakan PAM

Unit SistemPenyaluran

Menerima buangan grey water dan black water
Sistem Gravitasi dan atau pompa

Unit Sambungan Rumah dengan bak kontrol kemiringan 1% - 2%

8



Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC diameter 100 mm

6%o -1%



Manhole jaringan pipa



Sistem Pengolahan beragam sistem Aerobik



Tersedia lahan minimal 1500 m2



Dikelola oleh Institusi (UPTD, BLU)

400 mm dengan kemiringan

c. Unit Sistem Pengolahan


Perlu Biaya untuk O& M

d. Sistem Pengelolaan

Gambar 2.6 Skematik diagram pengolahan air limbah sistem Intermidiate (Sewerage skala kecil)
3. Sistem Perpipaan Skala Wilayah/Kota
a. Peruntukan ;


Jumlah Sambungan sambungan >1.000 SR



Sebagai daerah Pusat pelayanan Kota/Regional



b.







Kepadatan >250 jiwa/Ha

Sumber air >60% menggunakan PAM

Unit SistemPenyaluran

Menerima buangan grey water dan black water
Sistem Gravitasi dan atau pompa

Unit Sambungan Rumah dengan bak kontrol kemiringan 1% - 2%

9




Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC dan atau pipa beton diameter 150 mm

mm dengan kemiringan 0,1% - 1%

2.000

Manhole jaringan pipa

c. Unit Sistem Pengolahan


Sistem Pengolahan beragam sistem An-aerobik maupun sistem aerobik



Tersedia lahan cukup luas tergantung teknologi yang dterapkan



Dikelola oleh Institusi ( BLU, PERUSDA, Kerjasama Swasta)



Perlu Biaya untuk O& M

d. Sistem Pengelolaan

Gambar 2.7 Pengolahan limbah sistem Wilayah/Kota
Sistem Pengolahan Air Limbah
Sistem komunal, sistem kawasan, dan sistem wilayah membutuhkan suatu instalasi pengolahan

air limbah guna menurunkan senyawa organik dan padatan (suspended solids) yang terkandung

dalam air limbah sampai mencapai target hasil olahan (efluent) yang diinginkan (lihat Tabel .2.2).
Beberapa instalasi pengolahan yang lebih canggih dirancang juga mampu menurunkan
kandungan pencemar lainnya, seperti senyawa nutrien (nitrogen dan pospat). Instalasi

pengolahan untuk air limbah domestik hampir selalu menerapkan proses biologis untuk
menurunkan kandungan senyawa organik, baik secara aerobik, anaerobik, maupun fakultatif.

10

Tabel 2.2 Target Hasil Olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah
PARAMETER

TARGET HASIL OLAHAN

pH

6-9

BOD5 (Biological Oxygen Demand)

100

TSS (Total Suspended Solid)

100

Minyak dan lemak

10

Sumber : MenKLH No.112/2003, Baku Mutu Air Limbah Domestik

Pemilihan opsi jenis instalasi yang layak diterapkan di Kab. Jombang dilakukan dengan
mempertimbangkan :

a. kinerja teknis yang dapat dicapai

b. kondisi dan kemampuan Kab. Jombang,

c. jenis instalasi yang sudah digunakan di Kab. Jombang,

d. pengalaman kota lain di Indonesia atau negara tetangga,
e. ketersediaan teknologi di Indonesia,
f.

kemudahan operasi, dan

g. biaya investasi. Berikut ini akan dibahas seluruh opsi jenis instalasi pengolahan yang layak
diterapkan, baik itu instalasi sederhana dan instalasi mekanis.

-

Instalasi Sederhana

Instalasi sederhana dicirikan sebagai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang mudah

dioperasikan, tidak membutuhkan banyak energi, dan dapat diterapkan untuk SSAL berskala
kecil, seperti Sistem Komunal dan Sistem Kawasan. Tabel berikut menunjukkan beberapa opsi
instalasi sederhana.

Tabel 2.3 Opsi Instalasi Pengolahan Sederhana
JENIS INSTALASI
KOLAM OKSIDASI

DESKRIPSI
 Kolam terbuka dengan kedalaman 1- 2 m, agar terjadi proses
oksidasi

 Dapat terbagi menjadi beberapa bagian/buffle
 Pasangan batu kedap air/beton
 Lahan cukup luas

11

KOLAM AN-AEROBIK

TANGKI AN-AEROBIK

 Kolam terbuka dengan kedalaman 3
an-aerobik

5 m, agar terjadi proses

 Dapat terbagi menjadi beberapa bagian/buffle

 Berupa tangki kedap air denagan konstruksi beton, fiber

 Terbagi menjadi beberapa kompartemen dengan pola aliran
berliku (atas bawah)

 Dapat dilengkapi media plas

tik untuk pertumbuhan melekat bakteri
 Umumnya digunakan dalam program-program SANIMAS, SLBM

BIOFILTER

-

 Berupa tangki fiber kedap udara

 Berisi media plastik tempat bakteri an-aerobik melekat

Instalasi Mekanis

 Digunakan di banyak bangunan komersial dan apartemen

Merupakan Instalasi Pengolahan Limbah yang dicirikan dengan menggunakan peralatan mekanis
untuk meningkatkan kinerja pengolahan misalnya, aerator, pompa resirkulasi lumpur, screen,

penyapu lumpur dan sebagainya. Oleh karena itu instalasi ini membutuhkan energi listrik. Instalasi
ini cocok untuk sistem pengolahan skala kawasan dan skala wilayah/kota.

Beberapa opsi instalasi pengolahan yang dapat digunakan sebagaiman tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Opsi Instalasi Pengolahan Air Limbah Mekanis
JENIS INSTALASI
Kolam Aerasi
(Aerated Lagoon)

DESKRIPSI
 Berupa kolam terbuka yang dilengkapi
dengan aerator

 Tidak membutuhkan clarifier (bak
pengendap)

 Perlu dilengkapi kolam maturasi apabila
effluent akan dimanfaatkan

 Digunakan untuk skala kawasan dan skala
wilayah/kota

 Pembersihan lumpur pada kolam aerasi
dilakukan dengan penyedotan secara
periodik

12

BEBAN ORGANIK
0,1

0,3 Kg

BOD/m3/hari

JENIS INSTALASI
Lumpur Aktif
(Activited Sludge)

DESKRIPSI
 Berupa tangki/bak aerasi dengan aerotor
atau diffuser

 Konstruksi beton/fiber

BEBAN ORGANIK
0,1

0,4 Kg

0,1

0,4 Kg

BOD/m3/hari

 Membutuhkan clarifier/bak pengendap
dan resirkulasi lumpur

 Membutuhkan sistem pengeringan lumpur
(sludge drying Bed atau pengeringan
mekanis)

 Digunakan skala kawasan /wilayah
 Digunakan di Kota Tangerang dan
Balikpapan

Extended Aeration

 Berupa tangki/bak aerasi dengan aerotor

(EAAS)

 Konstruksi beton/fiber

Activited Sludge

atau diffuser

 Membutuhkan clarifier/bak pengendap

BOD/m3/hari

dan sistem resirkulasi

 Membutuhkan sistem pengeringan lumpur
(sludge drying Bed atau pengeringan
mekanis)

 Digunakan skala kawasan /wilayah

 Digunakan di banyak bangunan bangunan
Oxidation Ditch

komersial

 Berupa bak terbuka membentuk parit
melingkar dilengkapi aerator sikat

 Konstruksi beton

 Membutuhkan clarifier/bak pengendap
dan sistem resirkulasi

 Membutuhkan sistem pengeringan lumpur
(sludge drying bed atau pengeringan
mekanis)

 Digunakan skala kawasan /wilayah

13

0,09

0,5 Kg

BOD/m3/hari

JENIS INSTALASI
RBC (Rotating

Biological Contactor)

DESKRIPSI

BEBAN ORGANIK

 Berupa bak/tangki yang dilengkapi dengan
media contactor biologis berupa

disc/media sarang tawon yang berputar

tempat pertumbuhan bakteri melekat dan

0,5

1 Kg

0,2

0,7 Kg

BOD/m3/hari

mengkonsumsi senyawa organik

 Membutuhkan clarifier

 Menggunakan listrik lebih rendah

 Digunakan skala kawasan/wilayah
Trickling Filter

 Digunakan di Kota Manado

 Berupa tangki aerasi yang berisi media
(batu ukuran kecil, bola atau rangka
plastik)

 Air limbah yang masuk dialirkan dengan

BOD/m3/hari

cara menyemprotkan secara

merata/berputar ke permukaan media.

 Membutuhkan clarifier

 Menggunakan listrik lebih rendah
Moving Bed Biosolid
Reactor (MBBR)

 Digunakan untuk skala kawasan

 Berupa tangki/bak aerasi yang berisi
media (rangka plastik) dimana media

tersebut dapat bergerak karena tekanan
udara sehingga bakteri melekat pada
media dan mengkonsumsi senyawa
organik

 Mengunakan proses hibrid dimana proses
lumpur aktif dikombinasikanan antara
pertumbuhan suspensi dan melekat

 Membutuhkan clarifier tanpa resirkulasi
lumpur

 Digunakan untuk skala kawasan/wilayah
yang luas lahan terbatas

14

0,91 Kg

BOD/m3/hari

JENIS INSTALASI
Upflow An-aerobik
Sludge Blanked

DESKRIPSI

BEBAN ORGANIK

 Berupa tangki dalam kondisi tanpa udara
(anaerobik)

 Mengendalikan proses an-aerobik dari

terbentuknya lapisan flok mikroba yang
tersuspensi (sludge blanked) dibagian
tengah tangki

 Mengalir secara vertikal ke atas
 Tidak menggunakan energi
 Digunakan di Medan

 Cocok untuk pengolahan dengan
kandungan organik tinggi

15

2

4 Kg

BOD/m3/hari

BAB I I I

PEN DEK AT AN

Untuk menentukan pengolahan air limbah yang sesuai diterapkan di suatu wilayah, maka
beberapa hal berikut ini menjadi pendekatan, yaitu :
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk menjadi faktor penentu dalam hal penyediaan lahan untuk
pembangunan fasilitas pengolahan air limbah baik dalam sistem terpusat maupun setempat.
Akan tetapi pada dasarnya faktor ini tergantung pula pada tipe perumahan dan tata letaknya.
Sebagai salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan teknologi yang akan
diterapkan, maka makin tinggi angka kepadatan penduduknya, teknologi yang dipakai juga
akan semakin mahal baik dalam investasi maupun operasi dan pemeliharaanya. Dalam hal
tersebut, sebaiknya diikuti pula dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang memadai
sehingga dapat ikut serta dalam
memelihara

prasarana

yang

telah

dibangun.

Strategi

nasional

telah

mengklasifikasikan tingkat kepadatan sebagai berikut :
-

Tingkat kepadatan sangat tinggi

= 500 jiwa/ha

-

Tingkat kepadatan tinggi

= 300 – 500 jiwa/ha

-

Tingkat kepadatan sedang

= 150 – 300 jiwa/ha

-

Tingkat kepadatan rendah

= < 150 jiwa/ha

Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang dapat
ditimbulkan pada air permukaan.
-

Kepadatan rendah 100 jiwa/ha

-

Kepadatan sedang 100 – 300 jiwa/ha = BOD 30 – 80 mg/L

-

Kepadatan tinggi 300 jiwa/ha

= BOD 0 – 30 mg/L
= BOD 80 – 200 mg/L

b. Sumber air Yang Ada
Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaian sewerage terutama
sewerage yang direncanakan membawa buangan padat disamping limbah cairnya.
Pemakaian sewerage lebih disarankan untuk daerah yang telah mempunyai jaringan
air bersih dengan besar pemakaian > 60 L/org/hari
16

c. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah sangat dipertimbangkan untuk efektifnya pemakaian fasilitas
pembuangan limbah seperti septic tank yang menjadi faktor yang harus ada dalam
pemilihan sistem Small Bore Sewer. Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2.7 104

– 4.2 10-3 L/m2/det

d. Kedalaman Muka Air Tanah
Kedalaman air tanah dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan pencemaran
air tanah oleh fasilitas sanitasi yang dipergunakan
e. Kemiringan Tanah
Kondisi tanah permukaan/topografi/kemiringan tanah, dimana daerah dengan
kemiringan 1% lebih memberikan biaya ekonomis dalam pembangunannya
dibandingkan daerah yang datar
f.

Kemampuan Membiayai
Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan
operasi dan pemeliharaan.

Banyak pilihan jenis bentuk kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan air limbah. Di
Indonesia telah digunakan beberapa bentuk kelembagaan seperti PD PAL di Jakarta, PDAM
di Medan dan Bandung, dan BLU di Denpasar. Namun masih ada pengelolaan dibawah dinas
terutama unutk pengelolan lumpur tinja. Belakangan Pemerintah merekomendasikan agar
pengelolaan air limbah berbentuk BLU. Sebelum proyek dibangun idealnya lembaga
pengelola sudah terbentuk atau paling tidak sebelum proyek selesai dibangun kelompok
pengelola sudah ada. Struktur organisasi dapat dibuat sesederhana mungkin dan tidak
melibatkan banyak personil. Pengelolaan pembuangan air limbah dengan sistem Tangki
Septik Komunal pada hakekatnya adalah lembaga kemasyarakatan yang dikelola dan dibiayai
oleh semua anggota. Fasilitas yang akan dikelola adalah sistem pembuangan air limbah
terpusat yang dibangun oleh Pemerintah. Bentuk organisasi dapat dipilih dan yang penting
dapat disetujui oleh anggota pengguna fasilitas air limbah terpusat. Tugas dan tanggung
jawab personil pengelola harus jelas dan disosialisaikan kepada masyarakat pengguna.
Masyarakt pengguna harus menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan oleh
pengelola. Lembaga Pengelola Sarana dan Prasarana Air Limbah Strategi Pengembangan
Khusus institusi pengelola yang mempunyai revenue, ada empat skenario yang harus dikaji :

17

1. Mempertahankan eksistensi di bawah Dinas dalam bentuk Unit Pengelola teknis Dinas.
Walaupun dengan melibatkan unsur swasta dan badan informal dari masyarakat untuk
serta pada proses tertentu, namun keadan ini masih belum bisa terlepas dari jeratan
birokrasi tetapi fungsi sosialnya masih kental sebagai institusi pemerintah. Pilihan ini
diambil karena bila kondisi self supporting institusi masih belum tercapai. Artinya bila
subsidi Pemerintah masih lebih besar dari 30%
2. Di bawah Dinas berubah menjadi di bawah perusahaan daerah dalam bentuk divisi air
limbah. Perusahaan daerah lebih otonom mengelola pekerjaannya jadi lebih mobile
mengatasi masalah dan lebih dapat diukur tingkat efisiensinya. Namun kondisi
keuangan harus mencapai self supporting maka harus dapat meningkatkan
pemasukan mengurangi subsidi dibawah 30%
3. Public & private sector partnership (mitra). Hal mana kerja sama antara perusahan
daerah dengan swasta dalam pemilikan saham. Biasanya dilakukan perjanjian
pembagian laba yang berbeda antara PD dengan swasta tersebut untuk memenuhi
perkiraan portofolio investasi swasta yang bersangkutan. Hanya dampaknya juga
terhadap kenaikan tarif retribusi tak dapat dihindarkan. Konsep parthnership ini
ditujukan untuk mencarikan dana untuk perluasan sistem
4. Swastanisasi murni. Dilakukan dengan menjual seluruh aset kepada swasta dengan
pertimbangan mencarikan dana bagi sektor lain. Umumnya sebelum penawaran
dilakukan ke swasta dilakukan terlebih dahulu kenaikan tarif retribusi agar kira-kira
profit marginnya besar dan menarik bagi swasta
a. Pengelolaan Di Bawah Dinas
Dasar pemikiran pengelolan di bawah Dinas agar pembiayaan dapat dibantu dari APBD,
dan potensi pengelolaannya dapat dilakukan oleh pegawai dari Dinas tersebut dan tidak
perlu merekrut tenaga kerja baru. Biaya operasi dan pemeliharaan dapat dikutip dari
retribusi dan jika tidak mencukupi dapat menganggarkannya dari APBD. Jadi kelebihan
kelembagaan di bawah Dinas dapat dibiayai pemerintah melaui APBD.
b. Pengelolaan Di Bawah Badan Pengelola (BP)
Dasar pemikiran pengelolaan air limbah di bawah badan pengelola biasanya sebagai
persiapan untuk kelak dirubah menjadi perusahaan daerah. Sebagai bentuk badan
pengelola biaya operasionalnya dapat dibantu oleh pemerintah, sedangkan personilnya
diambil dari pegawai negeri yang terkait dengan keteknikan air limbah. Kekurangan
18

badan pengelola tidak bersifat mencari keuntungan, dan tugasnya sebatas mengelola
dengan biaya dari Pemerintah.
c. Pengelolaan Di Bawah Perusahaan Daerah
Dasar pemikiran

pengelolaan air limbah dari perusahan daerah diharapkan dapat

mandiri mulai dari pengelolaan dan mencari biaya operasi dan pemeliharaan dari
retribusi dan bersifat semi perusahaan yang mencari laba. Jika diperlukan dapat
disubsidi dari pemerintah.
d. Pengelolaan Di Bawah Unit Pengelola Daerah (UPTD)
Bentuk kelembagaan UPT-D merupakan langkah awal untuk kelak ditingkatkan menjadi
BLU. Bentukan UPT-D dibawah sebuah Dinas yang terkait dengan air limbah, umumnya
di bawah Dinas kebersihan.
Kelebihan UPTD dapat mengunakan personil dari pegawai di lingkungan Dinas Tata
Kota dan Kebersihan dan tidak perlu merekrut tenaga dari luar. Biaya operasi dan
pemeliharaan dapat dibantu dari anggaran dinas tersebut yang berasal dari APBD.
e. Pengelolaan Di Bawah Badan Layanan Umum (BLU)
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau
Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berpotensi untuk mendapatkan imbalan secara signifikan terkait dengan
pelayanan yang diberikan, maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan kepada publik secara
signifikan dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk
meningkatkan pelayanan yang diberikan. Hal ini merupakan upaya peng-agenan
aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi
19

pemerintah daerah yang dikelola “secara bisnis”, sehingga pemberian layanan kepada
masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif yaitu dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD mempunyai manfaat sebagai berikut: Dapat dilakukan
peningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instasi
pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktek bisnis yang
sehat. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi
terkait.
f.

Pengelolaan Oleh Kelompok Masyarakat (KSM)
Pengelolan air limbah seperti untuk sistem Skala Komunitas atau proyek-program
SANIMAS diarahkan untuk dikelola oleh masyarakat pengguna, di mana sekelompok
masyarakat diberi layanan air limbah sistem perpipaan dimana pembangunan juga
melibatkan calon masyarakat pengguna dan biasanya dikelola sendiri dengan
menentukan sendiri besaran retribusi yang ditagihkan.

20

BAB I V

DAT A K ON DI SI WI LAY AH

Kondisi Fisik Daerah
- Geografi
Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai merupakan sebuah
kerajaan Hindu Negaradipa (1438). Peninggalan dari kerajaan Hindu Negaradipa ini
masih dapt dijumpai di perdesaan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah,
berupa sebuah situs purbakala Candi Agung Negaradipa kemudian berkembang
menjadi Kota Amuntai.
Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai secara geografis
terletak pada koordinat 2 1’ 37” - 2 35’ 58” Lintang Selatan dan 144 50’ 58” - 115
50’ 24” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara sebesar 915,5 km²,
memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan sebanyak 222 desa/kelurahan. Adapun
batas-batas administrasi Kabupaten HSU sebagai berikut:
Sebelah Utara

: Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Hulu Sungai Utara;

Sebelah Barat

: Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah;

Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah;
Sebelah Timur : Kabupaten Kabupaten Balangan.

21

Master Plan Air Limbah
Kabupaten Hulu Sungai Utara

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara
22

SARANA DAN PRASARANA
Air Limbah
Secara kelembagaan, pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Hulu
sungai Utara belum ditangani oleh sebuah institusi baik secara operator maupun
regulator, kondisi, kondisi yang ada bahwa penanganan air limbah masih ditangani
oleh beberapa SKPD teknis yaitu DInas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum
sementara Kantor Pengelolaan Lingkungan Hidup (KPLH) belum menyentuh
penanganan limbah domestik tetapi sebatas limbah industri yang memiliki perijinan
sementara industry-industri sejenis pembuatan tahu dan tempe belum dilakukan
pengawasan. Secara legal formal (peraturan dan kebijakan mengenai pengelolaan
imbah domestic belum dibuat/belum ada, baik dari sisi pencapaian target, kewajiban
dan sanksi, retribusi, maupun tata cara perizinan terkait dengan kegiatan pemukiman,
usaha rumah tangga dan perkantoran. Kebiasaan masyarakat buang air besar (BAB)
di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko turunnya status
kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat
mencemari sumber air minum. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai
bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi
juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun
sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak
kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Sistem pengelolaan
air limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagian besar masih menggunakan
sistem on site individual (WC/MCK) sementara MCK Komunal berjumlah 2 unit saja.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan kondisi eksisting teknologi yang
digunakan oleh masyarakat.
Kepemilikan sarana sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2012
Sarana Sanitasi
No

Puskesmas

Tangki
septik

Cubluk/Leher
Angsa

Cemplung

MCK

MCK
Komunal

1.

Sungai Karias

22

3.810

0

0

0

2.

Sungai Malang

0

4.049

0

55

0

3.

Sungai Turak

0

1671

0

28

0

4.

Guntung

0

610

0

74

0

23

5.

Haur Gading

0

1670

0

110

0

6.

Alabio

0

2799

0

66

0

7.

Pasar Sabtu

0

1574

0

7

0

8.

Danau
Panggang

0

863

0

0

0

9.

Babirik

0

640

0

49

0

10.

Amuntai Selatan

0

4488

111

82

2

11

Sapala

0

58

0

8

0

12

Paminggir

0

109

0

0

0

13

Banjang

0

1996

0

56

0

22

24.337

111

535

2

TOTAL

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2103

Diagram Sistem Sanitasi (DSS) Pengelolaan Air Limbah Domestik
Input

User
Interface

Pengumpulan &
Penampungan/
Pengolahan Awal

Pengangkutan/
Pengaliran

Black Water
Jamban
(Tinja, urine, air
apung
pembersih)
Black Water
WC
(Tinja, urine, air
sewer
jongkok
pembersih)
Black Water
WC
(Tinja, urine, air
Tangki Cubluk
jongkok
pembersih)
Black Water
WC
(Tinja, urine, air
Tangki Septik
jongkok
pembersih)
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2103

(Semi)
Pengolahan
Akhir
Terpusat

Pembuangan
Akhir

Kode/Nama
Aliran

---

Sungai/rawa

Aliran
Limbah D1

---

Sungai/rawa

Aliran
Limbah D2

---

-

Aliran
Limbah D2

---

-

Aliran
Limbah D2

Sistem Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Kelompok Fungsi
User interface

Teknologi yang
digunakan
Jamban apung
WC jongkok leher angsa

Penampungan awal

Tangki Cubluk
Tangki septik

Pembuangan akhir

Sungai/rawa

Jenis Data
Sekunder
Jumlah
(kuantitas)
Jumlah
(kuantitas)
Jumlah
(kuantitas)
Jumlah
(kuantitas)
Nama Sungai

24

(Perkiraan) Nilai
Data
4010 jamban

Sumber Data

24.337 unit

Dinas Kesehatan

24.337 unit

Dinas Kesehatan

22 tangki

Dinas Kesehatan

Sungai Hulu Sungai
Utara
Sungai Negara

Dinas PU

Dinas PU

Sungai Balangan
Sungai Babirik
Sungai Harus
Sungai Kayakah
Sungai Paminggir
Sungai Alabio
Sungai Karias
Dll
Keterangan : Jumlah kepemilikian WC jongkok/leher angsa adalah sama dengan kepemilikan
Tangki cubluk
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2013

25

BAB V

AN ALI SA DAN PEM BAH ASAN

Rencana Fasilitas IPAL SANIMAS MCK++
Sarana IPAL SANIMAS adalah dengan format Tangki septik komunal MCK++
merupakan fasilitas tangki septik yang dibangun untuk melayani beberapa rumah
tangga/Kepala Keluarga (KK) yang belum mempunyai jamban keluarga/jamban pribadi, juga
bagi yang belum mempunyai tangki septik untuk pengolahan pendahuluan di masing-masing
rumahnya. Cakupan layanan tangki septik komunal ini maksimal 30 KK. fasilitas IPAL MCK++
ini juga bisa disambungkan dari jamban keluarga/jamban pribadi pada masing-masing rumah
yang dilayani dengan perpipaan (Small Bore Sewer) menuju IPAL MCK++. Dimensi IPAL
MCK++ tipikal cakupan 30 KK sesuai standar yang disyaratkan SNI (SNI 03-2398-2002)
adalah:
Ruang basah: 2 m3 , Ruang lumpur: 5.25 m3 , Ruang bebas: 1.5 m3, Panjang: 3.2 m
, Lebar: 1.6 m, Lebar: 1.6 m, Tinggi: 1.7 m, Volume: 5.7 m3
Tabel 7.8. Kebutuhan Fasilitas IPAL MCK++ per desa di Kabupaten Hulu Sungai
Utara
No.

Kecamatan

ZONA

MCK ++
SANIMAS
9

1

Amuntai Tengah

2

Sungai Pandan

3

Sungai Tabukan

14

4

Amuntai Utara

15

5

Haur Gading

6

Banjang

7

Babirik

8

Amuntai Selatan

13

9

Danau Panggang

9

10

Paminggir

13

Kabupaten HSU

I

12

7

II

15

VOL
(UNIT)
35

44

CAKUPAN
PELAYANAN (JIWA)

5.250

6.600

7

III

6

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

26

28
107

4200
16.050

Berdasarkan analisa arahan sistem pengelolaan air limbah domestik, untuk penerapan
sistem yang menggunakan fasilitas tangki septik komunal MCK++ adalah di setiap Kelurahan
setiap kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sehingga dengan jumlah 219
kelurahan/desa hampir di sebagian kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara maka total
unit MCK++ yang diperlukan sampai tahun 20134 adalah 107 unit. Berdasarkan kapasitas
MCK++ dimana 1 unit dapat melayani 30 KK, dengan asumsi 1 KK terdiri dari 5 orang, maka
terdapat 150 KK yang dapat terlayani, baik oleh jamban, MCK maupun MCK++. Rekomendasi
penanganan pengelolaan air limbah domestik terhadap penduduk yang belum terlayani di
daerah tersebut adalah melalui pembangunan jamban keluarga/jamban pribadi dan tangki
septik komunal. Adapun dengan tipikal IPAL MCK++ cakupan 30 KK, biaya investasi yang
dibutuhkan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi Kalimantan Selatan
dan Harga Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 untuk 1 unit IPAL
MCK++ adalah sekitar Rp 327.154.350,-

Rencana Fasilitas IPAL Komunal
Pengembangan IPAL Komunal dilakukan pada lokasi perumahan, dengan tipikal cakupan
layanan satu unit IPAL Komunal direncanakan sekitar 100 KK atau 200 KK. IPAL Komunal
dibangun dengan sistem pipanisasi menggunakan pipa jenis Small Bore Sewer (SBS).
Adapun kebutuhan IPAL Komunal pada masing-masing zone disesuaikan dengan jumlah
perumahan terbangun pada masing-masing zone perencanaan, lokasi rencana IPAL bisa
dilihat pada table 7.13 dibawah. Teknologi pengolahan IPAL Komunal yang direkomendasikan
adalah Anaerobic Baffled Reactor (ABR), dimana kriteria yang digunakan adalah:
• V Up: < 2 m/jam , Organic loading: < 3 kg COD/m3.hari
• Removal efficiency : 65% - 90% COD dan 70% - 95% BOD
• Panjang sekat/kompartemen (m): 0,5 – 0,6 kedalaman efektif unit ABR
• Lebar kompartemen (m): lebar unit ABR, Tinggi kompartemen (m): tinggi ABR +
freeboard .Biofilter: bahan (plastik, batu, fiber),
• Volume biofilter (m3): 0,4-0,6 volume efektif reaktor
Lebar biofilter (m): lebar unit ABR
• Tinggi biofilter (m): tinggi ABR + freeboard
• Ketinggian biofilter (m): 0,4-0,6 kedalaman efektif reaktor
• HRT (Hidraulic Retention Time): > 8 Jam

27

Kriteria perhitungan debit dan perhitungan dimensi tipikal IPAL Komunal dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 7.14 Kriteria perhitungan debit dan perhitungan dimensi tipikal IPAL Komunal
A. Kriteria Perencanaan

Uraian

Satuan

1 Standar Q air bersih
2 Q air buangan
(70-80) % x Q air bersih
3 Q max day air buangan
Q max day = (1,1-1,3) Q ab
4 Hidraulic Retention Time (HRT)
Waktu tinggal (1 - 3) hari
5 Volume Lumpur
(30-40) Lt/Org/thn
6 Masa Kuras
(1-3) tahun
7 BOD5 Perorangan
(50-55) gr/Org/hari
8 Ratio COD : BOD
(2 : 1)

B. Contoh Hasil Perhitungan

150 Lt/Org/Hari
80 % x Q air bersih
120 Lt/Org/Hari
Qr air buangan x 1,15
138 Lt/Org/Hari
1,5 hari
30 Lt/Org/thn
2 tahun
55 gr/Org/hari
2

Uraian

2 Volume Air Buangan (V1)

500 Orang

5 Konsentrasi BOD5 (Inlet)
Populasi (P) untuk 100 KK

BOD5 Perorangan
BOD5 * P
Konsentrasi BOD5 :
Maka Konsentrasi BOD5 :
7 Konsentrasi COD (Inlet)

L

F

Sat.

Ket.

2,5

10,4

4

0,5 m

Ruang 2

2,5

2,25

4

0,5 m

Ruang 1

2,5

12,6

4

0,5 m

3,4

14,3

4,5

V tot = V1 + V2
126 m3

Vol air Buangan

P

V2 = Qlumpur x P x HRT
22.500 Liter
22,5 m3

4 Volume Total (V total)

Dimensi IPAL

D

V1= Qmax x P x HRT
103.500 Liter
103,5 m3

3 Volume Lumpur (V2)

C.

Satuan

1 Populasi Pelayanan (P) 100 KK
(1KK = 4-5 orang)

m

R1+R2
Aktual

Keterangan :

500 Orang

D:

Kedalaman bak

(ditentukan)

V = P x Qair buangan
60.000
0,69
55
27.500

Lt/hari

P:

Panjang bak

(dicari)

Lt/hari
Lt/detik
gr/hari
gr/hari

L:

Lebar bak

F:

Ambang Bebas

(ditentukan)
(ditentukan)

Vol air buangan/Px BOD5
0,458
458
2 *BOD5
916,67

gr/Liter

8 Effisiensi Pengolahan :
BOD5 max di Out Let
Maka Effisiensi IPAL Rencana :

gr/Liter
mg/Liter
mg/Liter

50 mg/Liter

Eff = (BOD5 inlet- BOD5 out)x 100%
BOD5 inlet

89 %

28

Penentuan P atau L tergantung
ketersediaan lahan yang ada

Standar Q air bersih
Q air buangan

150
80% x Q air bersih
120
Q max day air buangan
1,15 x Q air buangan
138
Hidraulic retention time (HRT)
2
Volume lumpur
30,0
Masa kuras
2
BOD5 perorangan
55
Ratio COD : BOD
2

l/o/hari
l/o/hari
l/o/hari
hari
l/o/tahun
tahun
gr/orang/hari

Perhitungan :
Populasi pelayanan 200 KK
Volume air buangan (V1)

1.000 jiwa
V1 = Qmax x P x HRT
276.000 liter
276 m3
Volume lumpur (V2)
V2 = Qlumpur x P x HRT
60.000 liter
60,0 m3
Volume total (Vt) = V1 =V2)
336 m3
Dimensi :
15 x 6 x 4,5 m
p=
14,00 m
l=
6,00 m
d=
4,00 m

Adapun dengan tipikal IPAL berkapasitas 200 KK menggunakan ABR seperti di atas, biaya
investasi yang dibutuhkan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi
Kalimantan Selatan dan Harga Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun
2015 adalah sekitar Rp 473.222.408,- dan biaya operasional dan perawatan yang dibutuhkan
sekitar Rp 1.335.000,-/bulan. Biaya operasional dan perawatan tersebut meliputi biaya:
Pengurasan lumpur

Rp 3,000,000.00

per 2 tahun

Rp 125,000/bulan

Truk tangki air

Rp 150,000.00

per minggu

Rp 600,000/bulan

Listrik untuk pompa

Rp 400,000.00

per bulan

Rp 400,000/bulan

Pemeliharaan

Rp 150,000.00

per bulan

Rp 150,000/bulan

Rp 60,000.00

per bulan

Rp 60,000 /bulan
Rp 1,335,000

(kerusakan pipa, dll)
Penyusutan pompa
Total biaya per bulan

Dengan total biaya operasional dan perawatan sekitar Rp 1.335.000,-/bulan dan jumlah
cakupan layanan 200 KK, maka tarif retribusi IPAL Komunal 200 KK per rumah tangga atau
KK atau sambungan adalah sekitar Rp 6.675,-/bulan/KK. Adapun dengan tipikal IPAL
berkapasitas 100 KK menggunakan ABR seperti di atas, biaya investasi yang dibutuhkan
29

berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi Kalimantan Selatan dan Harga
Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 adalah sekitar Rp
394.352.007,- dan biaya operasional dan perawatan yang dibutuhkan sekitar Rp 1.112.500,/bulan. Biaya operasional dan perawatan tersebut meliputi biaya:
Biaya pengurasan lumpur

Rp 1,500,000.00

per 2 tahun

Rp 62,500.00/bulan

Biaya truk tangki air

Rp 150,000.00

per minggu

Rp 600,000.00/bulan

Biaya listrik untuk pompa

Rp 300,000.00

per bulan

Rp 300,000.00/bulan

Biaya pemeliharaan

Rp 100,000.00

per bulan

Rp 100,000.00/bulan

Rp 50,000.00

per bulan

Rp 50,000.00/bulan

(kerusakan pipa, dll)
Biaya penyusutan pompa
Total biaya per bulan

Rp 1,112,500.00

Dengan total biaya operasional dan perawatan sekitar Rp 1.112.500,-/bulan dan jumlah
cakupan layanan 100 KK, maka tarif retribusi IPAL Komunal 100 KK per rumah tangga atau
KK atau sambungan adalah sekitar Rp 11.125,-/bulan/KK. Keberlangsungan IPAL Komunal
tersebut dikelola oleh swadaya masyarakat, yang dapat dilakukan melalui lembaga swadaya
masyarakat, misalnya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). IPAL Komunal ini
direkomendasikan dibangun pada lokasi perumahan dengan masyarakat yang memiliki
aspirasi

positif

terhadap

pengelolaan

air

limbah

domestik,

sehingga

diharapkan

keberlangsungannya dapat optimal, misalnya pada perumahan kelas menengah ke atas dan
perumahan pada daerah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Tabel Kebutuhan Fasilitas IPAL Komunal di Kabupaten Hulu Sungai Utara sampai Tahun 2035
No.

Kecamatan

Luas

Kepadatan
2

2

1

Amuntai Tengah

57

Per (Km )
879,4

2

Sungai Pandan

45

592,9

3

Sungai Tabukan

29,24

482,8

4

Amuntai Utara

45,09

453,4

5

Haur Gading

34,15

429,4

6

Banjang

41

408,0

7

Babirik

77,44

236,4

8

Amuntai Selatan

183,16

150,1

9

Danau Panggang

224,49

89,6

10

Paminggir

156,13

49,1

892,7

242,3

Kabupaten HSU

(Km )

ZONA
I

II
III

IPAL (UNIT)
KOMUNAL
4
4
2
2
1
1
14

CAKUPAN
PELAYANAN (JIWA)

4.000
4.000
2.000
2.000
1.000

-

1.000

14.000

Sistem IPAL Komunal merupakan sanitasi skala masyarakat. Bentuk akhir sistem pelayanan
ini akan berupa jaringan perpipaan air limbah dengan IPAL komunal terpusat (off site).
30

Pembangunan dengan sistem IPAL komunal skala masyarakat terdiri dari (1) septic tank
komunal dan (2) modul small sewerage sistem atau shallow sewerage ditujukan bagi
peningkatan pelayanan di wilayah kumuh perkotaan (slum area), permukiman padat.
Kebutuhan sistem sanitasi setempat dan intermediate akan ditempatkan secara merata di
seluruh kelurahan di Kota Amuntai diluar SPAL kawasan.
Peruntukan



Daerah padat penduduk dengan pendapatan menengah ke bawah



Merupakan daerah permukiman developer