Penjaga Dan Penafsir Tunggal Konstitusi
d. Penjaga Dan Penafsir Tunggal Konstitusi
penafsir konstitusi, yakni: 34
Mahkamah Konstitusi
i. agar konstitusi dilaksanakan secara bertanggung jawab (amandemen) konstitusi pasca orde baru, didesain khusus sebagai sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. lembaga penjaga dan penafsir tunggal konstitusi. Hal ini secara
ii. menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang tegas dinyatakan dalam penjelasan resmi UU No. 24 Tahun 2003
stabil.
tentang Mahkamah Konstitusi, bahwa keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai
Mahkamah Konstitusi. 34
Malik. Op.cit., hlm. 84.
iii. merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan
BAB III
ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir
TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS PERMASALAHAN KEDUA
ganda terhadap konstitusi. Dalam konteks ini, putusan-putusan yang final dan mengikat
3.1. TINJAUAN PUSTAKA
ditafsirkan sesuai dengan konstitusi sebagai hukum tertinggi
3.1.1. Akibat Hukum
(gronwet), dimana pelaksanaannya harus bertanggungjawab. Menurut Prof. Achmad Ali, akibat hukum adalah akibat yang Artinya Mahkamah Konstitusi tidak hanya sebagai penafsir
diberikan oleh hukum, atas suatu tindakan subjek hukum. 36 melalui putusan-putusannya, melainkan juga sebagai korektor
Lebih lanjut, beliau mengidentifikasi akibat hukum dalam 3 (tiga) yang aplikasinya tercermin dalam undang-undang yang dibuat
golongan: 37
oleh DPR dan Presiden dengan batu uji konstitusi melalui
1. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya interprestasinya dengan kritis dan dinamis. 35 suatu kaidah hukum tertentu;
2. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya final dan mengikat secara hukum (binding) merupakan refleksi
Maka dari itu, putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat
suatu hubungan hukum tertentu; dan dari fungsinya sebagai penjaga serta penafsir konstitusi, dan
3. Akibat hukum berupa sanksi.
memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan sebagai Dengan demikian, akibat hukum dapat diartikan sebagai akibat
produk DPR beserta Pemerintah, tetap sejalan dengan amanat yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa hukum. Dan dalam hal ini,
konstitusi. putusan Mahkamah Konstitusi merupakan suatu peristiwa hukum
dimana terjadi proses persidangan karena, adanya sengketa yang dimohonkan untuk diputus. Tatkala putusan tersebut diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum, sejak saat itu tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh dan pada saat itu pulalah awal mula adanya akibat hukum.
Achmad Ali, Op. cit, hlm. 251.
Ibid.
37 Ibid, hlm. 252
3.1.2. Asas Hukum
4. Eikema Hommes
a. Definisi Asas Hukum Menurut Eikema Hommes, asas hukum tidak boleh Asas hukum merupakan dasar dari peraturan-peraturan hukum.
dianggap sebagi norma-norma hukum yang konkret, akan tetapi Olehnya itu, asas-asas hukum yang berlaku dapat menjadi
perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk- cerminan suatu penegakan hukum (law enforchment). Berikut
petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum adalah definisi tentang asas hukum dari beberapa pakar hukum,
praktis perlu berorentasi pada asas hukum tersebut.
diantaranya sebagai berikut: 38
Berdasarkan beberapa definisi di atas, menurut hemat penulis,
1. Satjipto Rahardjo asas hukum merupakan pijakan dasar bagi lahirnya suatu peraturan Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum adalah jiwanya hukum. Hal tersebut dikarenakan, asas hukum merupakan landasan peraturan hukum, karena itu merupakan dasar lahirnya yang paling luas lahirnya suatu peraturan hukum. Asas hukum peraturan hukum, asas hukum adalah ratio legisnya peraturan tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum. hukum melainkan akan terus ada dan akan melahirkan peraturan-
2. J.J.H. Bruggink
peraturan selanjutnya. 39
Menurut J.J.H. Bruggink, asas hukum adalah kaidah yang Menarik apa yang dikemukakan oleh Prof. Satjipto Rahardjo berpengaruh terhadap kaidah perilaku, karena asas hukum mengenai urgensi sebuah asas hukum. Beliau berpendapat bahwa memainkan peranan pada interpretasi terhadap aturan hukum asas hukum bukanlah sebuah peraturan hukum, namun tidak ada dan dengan itu menentukan wilayah penerpan kaidah hukum. peraturan hukum yang dapat dipahami tanpa mengetahui asas-asas
3. E. Utrecht hukum yang ada di dalamnya. Untuk itu, jika ingin memahami Menurut E. Utrecht, asas hukum adalah dasar dari hukum suatu bangsa dengan sebaik-baiknya, tidak bisa hanya peraturan-peraturan hukum yang mengkualifikasikan beberapa melihat pada peraturan-peraturan hukumnya saja, melainkan harus peraturan hukum sehingga peraturan-peraturan hukum itu menggalinya sampai pada asas-asas hukumnya. 40 bersama-sama merupakan suatu lembaga hukum.
Muhtang, Skripsi: Analisis Asas-Asas Hukum Yang Berlaku Dalam Proses Beracara Di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar,
39 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm, 45. 16 Mei 2011, hlm. 36.
40 Ibid, hlm, 47.
b. Asas Hukum yang Berlaku di Mahkamah Konstitusi dibacakan serta tidak berlaku surut. Pernyataan tidak berlaku Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, Mahkamah
surut mengandung makna bahwa sebelum putusan Mahkamah Konstitusi juga menerapkan beberapa asas hukum yang diterapkan
Konstitusi, objek yang menjadi perkara, seperti halnya dalam oleh kekuasaan kehakiman lainnya. Namun secara khusus, asas
permohonan pengujian undang-undang terhadap undang- hukum yang diterapkan oleh Mahkamah Konstitusi berbeda
undang dasar harus selalu dianggap sah atau tidak dengan yang terdapat di lingkungan peradilan oleh Mahkamah
bertentangan, sebelum putusan Hakim Konstitusi menyatakan Agung dan lingkungan peradilan yang berada di bawahnya.
sebaliknya.
Berikut adalah asas-asas hukum yang diterapkan oleh Mahkamah
3. Asas Pembuktian Bebas
Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya, yaitu:
Dalam
melakukan
pemeriksaan, Hakim Konstitusi
1. Asas Putusan Bersifat Final dan Mengikat (binding) menganut asas pembuktian bebas. Artinya, Hakim Konstitusi Asas ini telah banyak dibahas dalam Bab sebelumnnya.
bebas dalam menentukan apa yang harus dibuktikan, beban Namun secara umum, asas putusan yang bersifat final dan
pembuktian beserta penilaian pembuktian sah atau tidaknya alat mengikat (binding) ini tidak terlepas dari amanat konstitusi
bukti berdasarkan keyakinan Hakim. Hal tersebut ditegaskan pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:
dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 24 tahun 2003 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
Tentang Mahkamah Konstitusi, sebagai berikut: pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final…”
(1) Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Putusan final artinya tidak ada lagi upaya hukum yang
Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan
dapat ditempuh setelahnya. Dan tatkala putusan tersebut
Hakim. (2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan
diucapkan dalam sidang pleno, maka ketika itu lahir kekuatan
permohonan
didasarkan pada sekurang- kurangnya 2 (dua) alat bukti.
harus
mengikat secara hukum (binding).
Dengan asas ini, para Hakim Konstitusi dapat mencari
2. Asas Praduga Rechtmatige kebenaran materil melalui pembuktian bebas. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan akhir
demikian, Hakim Konstitusi dapat dengan leluasa untuk dan mempunyai kekuatan hukum tetap pada saat putusan
menentukan alat bukti, termasuk alat bukti yang tergolong baru menentukan alat bukti, termasuk alat bukti yang tergolong baru
5. Asas Putusan Bersifat Erga Omnes
sebelumnya digunakan
Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang pemeriksaan kasus Anggodo, berupa rekaman pembicaraan
tidak hanya mengikat para pihak (interparties), tetapi juga telepon, teleconference, dan sebagainya.
harus ditaati oleh siapa pun (Erga Omnes). Asas ini tercermin
4. Asas Keaktifan Hakim Konstitusi pada ketentuan yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Asas Keaktifan Hakim Konstitusi ini cukup berperan aktif
Konstitusi langsung dapat dilaksanakan tanpa memerlukan lagi dalam membantu para Hakim Konstitusi dalam melakukan
keputusan pejabat yang berwenang, kecuali peraturan penelusuran dan mengeksplorasi lebih jauh guna mendapatkan
mengatur lain. Ketentuan ini kebenaran terhadap masalah yang ditangani. Asas ini tercermin
perundang-undangan
mencerminkan kekuatan hukum mengikat dan karena sifat dalam kewenangan Hakim Konstitusi memerintahkan kepada
hukumnya publik, maka putusan Mahkamah Konstitusi berlaku para pihak untuk hadir sendiri dalam persidangan, sekalipun
pada siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang berperkara. telah diwakili oleh kuasa hukumnya. Ketentuan ini
6. Asas lndependensi
dimaksudkan agar Hakim Konsitusi dalam menemukan Bahwa Kekuasaan Kehakiman, merdeka dan bebas dari kebenaran materil yang dapat diperoleh dari kesaksian dan
segala macam campur tangan kekuasaan yang lain, baik secara penjelasan para pihak yang berperkara.
langsung maupun tidak langsung yang bermaksud untuk Dasar hukum dari asas keaktifan Hakim ini dapat dilihat
mempengaruhi keobjektifan putusan pengadilan. 41 Hal tersebut pada Pasal 11 UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 Konstitusi, sebagai berikut:
Tentang Mahkamah Konstitusi, sebagai berikut: “Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana
“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah
negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah,
Konstitusi
menyelenggarakan peradilan guna atau warga masyara kat untuk memberikan keterangan”.
merdeka
untuk
menegakkan hukum dan keadilan.”
Asas independensi ini bukan hanya dianut oleh Mahkamah
Konstitusi, namun berlaku juga untuk peradilan lainnya. Hal ini
Muhtang. Loc.cit, hlm. 51.
dikarenakan asas tersebut adalah asas yang berlaku untuk Dan terbukti, untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi seluruh peradilan di Indonesia.
tidak dipungut biaya sepeser pun. Selain itu, proses beracara di Asas independensi ini kembali dipertegas dalam Peraturan
Mahkamah Konstitusi juga dilakukan dengan cepat, misalnya Mahkamah
saja mengenai Perselisihan Hasil Pemilukada yang tenggat Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang
Konstitusi Nomor
09/PMK/2005
tentang
waktunya harus diputus paling lambat 14 (empat belas) hari menyatakan:
kerja sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara. Hakim
konstitusi – kecuali mengakibatkan tidak
terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan – harus
Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila Hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat
Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini:
a. Hakim konstitusi tersebut nyata-nyata mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak; dan/atau
pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. 42
b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
Sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 40 ayat (1) UU No.
7. Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya
24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, yang
menyatakan:
Ringan “Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum,
Sederhana adalah hukum acara yang mudah dipahami dan kecuali rapat permusyawaratan Hakim. ”
tidak berbelit-belit. Pada dasarnya asas ini dianut oleh setiap Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka persidangan pengadilan, baik itu pengadilan di Mahkamah Agung dan
yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dapat diakses oleh pengadilan di bawahnya maupun Mahkamah Konstitusi. Asas
publik, dalam arti, setiap orang dapat hadir untuk mendengar ini merupakan asas dari kekuasaan kehakiman Pasal 4 ayat (2)
dan menyaksikan jalannya persidangan. Namun dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
ketentuan, para peserta sidang yang harus menaati Tata Tertib Kehakiman, sebagai berikut:
persidangan yang berlaku di Mahkamah Konstitusi. “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan”
Ibid, hlm. 57.
9. Asas Objektivitas
11. Asas Hakim Majelis
Demi tercapainya putusan yang seadil-adilnya, maka Keberadaan asas Hakim majelis ini, diatur dalam Pasal 28 Hakim ataupun Panitera Mahkamah Konstitusi wajib
ayat (1) sampai ayat (4) UU No. 24 Tahun 2003 tentang mengundurkan diri, apabila para pihak yang berperkara terikat
Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan: hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga
(1) Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan
dengan 9 (sembilan) orang Hakim Konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang Hakim
tergugat, penggugat, atau penasihat hukum atau antara Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.
dan salah seorang Hakim atau Panitera juga terdapat hubungan (2) Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno sebagaimana dimaksud pada sebagaimana yang disebutkan di atas, atau Hakim atau Panitera
ayat (1), sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.
tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak (3) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi berhalangan pada waktu yang bersamaan, langsung. sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah Konstitusi.
10. Asas Sosialisasi (4) Sebelum sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Mahkamah Konstitusi dapat membentuk panel Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi wajib diumumkan
Hakim yang anggotanya terdiri atas sekurang- kurangnya 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi untuk
dan dilaporkan secara berkala kepada masyararat secara memeriksa yang hasilnya dibahas dalam sidang pleno untuk diambil putusan.
terbuka. Penerapan asas sosialisasi ini, sebagaimana yang
12. Asas Ne Bis In Idem
diatur dalam Pasal 13 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Ada yang menarik dari penerapan asas ne bis in idem ini. Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan: Tidak hanya di Mahkamah Konstitusi, di lingkungan peradilan Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai:
umum pun, baik ranah hukum pidana maupun perdata, masing- -
Permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus. -
Pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya. masing menerapkan asas ini secara berbeda. Dalam pengertian peradilan umum, asas ini berarti, tidak diperbolehkan mengajukan perkara yang sama untuk kedua
kalinya dengan orang yang sama pula. Sedangkan dalam ranah Lihat: Bagian II Prinsip Ketakberpihakan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
hukum pidana juga melarang seorang terdakwa diadili lebih hukum pidana juga melarang seorang terdakwa diadili lebih
yang menghukum atau membebaskannya. Memang prinsip ini
mohonkan kembali”
semata-mata untuk melindungi hak asasi manusia seseorang, Jelas pasal ini menganut asas ne bis in idem, namun dalam agar seseorang tidak diadili untuk perkara yang sama dan
Mahkamah Konstitusi Nomor mengedepankan kepastian hukum. Maka dari itu, sebuah
Pasal
42 Peraturan
06/PMK/2005 dijelaskan lebih jauh lagi tentang hal tersebut, perkara yang diperiksa di pengadilan dapat dihentikan
bahwa:
penyidikan atau penuntutannya jika ditemukan ne bis in idem, “Terlepas dari ketentuan ayat (1) di atas, permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, Pasal, dan/atau bagian
dan seorang Hakim harus memutuskan tuntutan jaksa tidak yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan dapat diterima. 44 syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda.”
Lain halnya dalam ranah hukum perdata, dimana asas ne Berdasarkan hal tersebut maka jelas perbedaan antara asas bis in idem mengandung makna bahwa sebuah perkara dengan ne bis in idem yang berlaku di peradilan umum dan yang objek sama, para pihak sama dan materi pokok perkara yang berlaku di Mahkamah Konstitusi. Selain hal itu, dengan adanya sama, yang diputus oleh pengadilan yang telah berkekuatan ketentuan pasal tersebut membuktikan bahwa Mahkamah hukum tetap (in kracht), tidak dapat diperiksa kembali untuk Konstitusi juga menganut asas ne bis in idem meski dalam kedua kalinya.
penafsiran yang berbeda.
Sedangkan dalam proses beracara di Mahkamah konstitusi, asas ne bis in idem mengandung makna bahwa suatu perkara
13. Hak Untuk Didengar Secara Seimbang dapat diajukan kembali dengan orang yang sama, namun
Dalam berperkara semua pihak, baik pemohon atau dengan dalil yang berbeda dari sebelumnya. Asas ne bis in
termohon beserta penasihat hukum yang ditunjuk berhak idem ini diatur pada Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang
menyatakan pendapatnya dalam persidangan. Setiap pihak Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan:
mempunyai kesempatan yang sama dalam hal mengajukan pembuktian guna menguatkan dalil masing-masing .
Op.cit, hlm. 64.
Asas untuk didengar secara seimbang ini tercermin dalam halnya dalam pemberlakuan asas hukum acara pidana, perdata, Pasal 14 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
ataupun tata usaha negara dalam proses beracara di 06/PMK/2005 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara
Mahakamah Konstitusi yang belum diatur sebelumnya. Pengujian Undang-Undang, sebagai berikut :
Asas ini tercermin dalam Pasal 21 Peraturan Mahkamah Pihak Terkait sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat
Konstitusi Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara diberikan hak-hak yang sama dengan Pemohon dalam persidangan dalam hal keterangan dan alat bukti yang
Dalam Memutus Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat diajukannya belum cukup terwakili dalam keterangan dan alat bukti yang diajukan oleh Presiden/Pemerintah, DPR,
Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil dan/atau DPD.
Presiden, sebagai berikut:
14. Asas Ius Curia Novit
“Dalam hal hukum acara pemeriksaan atas pendapat DPR Asas ius curia novit ini merupakan suatu adagium hukum
belum diatur dalam peraturan ini. Mutatis mutandis berlaku asas-asas hukum acara yang terkait baik hukum acara
yang menyatakan bahwa Hakim dianggap tahu semua hukum. pidana, hukum acara perdata, maupun hukum acara hukum tata usaha negara.”
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 16 UU No. 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan:
16. Asas nemo judex idoneus in propria causa “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,
Asas nemo judex idoneus in propria causa merupakan salah mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas satu asas hukum beracara Mahkamah Konstitusi yang melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. digunakan dalam setiap proses peradilan di Indonesia karena Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu
asas ini merupakan perwujudan dari imparsialitas (ketidak- pelaksana kekuasaan kehakiman, juga harus menaati asas ini, berpihakan/impartiality) Hakim sebagai pemberi keadilan. 46 bahwa setiap pengadilan dianggap mengetahui hukum.
Asas ini secara umum, memiliki kesamaan dengan asas
15. Asas Mutatis Mutandis independensi yang dibahas sebelumnya. Dimana para Hakim Asas mutatis mutandis adalah asas yang memberlakukan
Konstitusi diharapkan mampu menjaga independensi dan asas-asas hukum acara peradilan lainnya yang belum diatur
ketidakberpihakannya.
Sebagaimana dipertegas dalam
dalam hukum acara peradilan yang bersangkutan. 45 Seperti
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2005 tentang
Ibid, hlm. 49.
Ibid.
Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang Asas ini berkaitan erat dengan kedudukan hukum (legal menegaskan:
standing ) seorang Pemohon dalam memhonkan perkara di Hakim Konstitusi
Mahkamah Konstitusi. Asas p oint d’etre, poin d’action terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan – harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila
– kecuali mengakibatkan tidak
bermakna tanpa kepentingan maka tak ada tindakan. Sehingga Hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini:
apabila subjektum tidak dirugikan hak dan/atau kewenangan
a. Hakim konstitusi tersebut nyata-nyata mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak; dan/atau
konstitusionalnya, maka yang bersangkutan dipandang tidak
b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
memiliki kepentingan guna melakukan permohonan. 48 Asas ini dapat ditemukan pedoman beracara di Mahkamah
Dengan demikian, setiap Hakim tidak boleh menyimpangi Konstitusi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1b)
asas nemo judex idoneus in propria causa. Sehingga ketika poin kedua Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 tahun
seorang Hakim menemukan dirinya berpotensi imparsial 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-
terhadap sebuah perkara yang akan diperiksa, maka seharusnya
Undang, yang menyatakan:
mengundurkan diri. “kedudukan hukum (legal standing) Pemohon yang berisi
17. Asas Nullus Commondum Capere Potest De Injuria Sua uraian yang jelas mengenai anggapan Pemohon tentang hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang
Propria dirugikan dengan berlakunya UU yang dimohonkan untuk diuji”.
Asas ini bermakna tidak seorangpun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri
19. Asas Non Retroaktif
dan tidak seorangpun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan Asas non rektroaktif atau yang juga disebut putusan yang pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. 47 tidak berlaku surut ini, dapat dilihat khususnya pada kompetensi Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Sebagaimana yang diatur
18. Asas Point d’etre, Poin d’action
48 Laica Marzuki, Berjalan-jalan di Ranah Hukum, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2006, hlm. Dikutip dari majalah Mahkamah Konstitusi Nomor 27 Edisi Maret 2009, hlm. 64.
dalam Pasal 58 UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah penitera pengganti yang ikut bersidang. Apa yang diucapkan Konstitusi, yang menyatakan:
Hakim pada persidangan (uitspraak) harus benar-benar sama “Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi
dengan apa yang tertulis (vonnis), begitu jujga sebaliknya. Jika tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan
terjadi perbedaan apa yang diucapkan dengan yang tertulis, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ”
yang sah adalah yang diucapkan, karena lahirnya sutu putusan
sejak diucapkannya. 50