Kajian Tempat Tumbuh Alami Palahlar Gunung (Dipterocarpus retusus BI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana Kabupaten Sumedang Jawa Barat

KAJIAN TEMPAT TUMBUH ALAMI
PALAHLAR GUNUNG (Dipterocnrpus retusus BI)
DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG CAKRABUANA
KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT

ANDITA I'IIADIASTORO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANiAN BOGOR
2004

RINGKASAN
Andita Pradiastoro. E01499064. Kajian Tempat Tumb!rh Alami i'alahlar
Gunung (Dipterocarplrs retusus BI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung
Cakrabuana Kabupaten Sumedang Jawa Barat

Kawasan hutan lindung Gunung Cakrabuana terniasuk tipe ekosisten~hutan
hujan tropika tengah, dengan ketinggian berkisar antara 1000 - 1700 meter dpl, yang
didalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi, salah satunya adalah jenis Dipieroccrrpus
reiusus BI. Penelitian ini bertujuan untuk niengkaji pola penyebaran jenis

Dip/erocar~>zr.s
~L'/IISU.Y BI dan mengkaji keberadaan jenis Diplerocur,>us reiustrs B1
berdasarkan ketinggian dan kelerengan tempat. jenis dan sifat-sifat fisik tanah
(khususnya tekstur dan kemasaman tanah).
Untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi telah dilakukan analisis
vegezasi dengan menggunakan metode gabungan antara metode jalur dengan metode
petak ganda. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak tiga jalur. Di dalam jalur tersebut
dibagi-bagi lagi menjadi petak-petak berukuran 20 x 100 n~ dengan interval tiap-tiap
petak adalah 100 11'1.Dari setiap petak berukuran 20 x 100 m tersebut dibagi lagi ke
dalam sub petak-sub petak yang berukuran 20 x 20 m. Masing-masing jalur
diletakkan dari ketinggian 1000 sampai dengan ketinggian 1600 nl dpl, dengan jarak
tiap-tiap jalur adalah 500 m. Pembuatan jalur dilakukan dengan cara memotong
konturltegak lurus terhadap ketinggian. Penetapan jalur dilakukan secara .sy.stemofic
sampling ~viihrcrtdom siart. Dari masing-masing sub petak tersebut kemudian dibagi
kedalan~plot-plot pengamatan yang berbentuk biljur sangkar dengan ukuran masingmasing adalah 2 x 2 m untuk pengamatan vegetasi tingkat semai, 5 x 5 m untuk
pengamatan vegetasi tingkat pancang, 10 x 10 m untuk pengamatan vegetasi tingkat
tiang dan 20 x 20 m untuk pengamatan tingkat pohon.
Untuk mengetahui keadaan profil hutan, petak-petak yang berukuran 20 x
100 m pada tiap jalur tersebut diambil satu petak (petak yang tidak terdapat jenis
Dipferocarpus retusus BI, petak yang terdapat sedikit jenis Dipterocarpus retuslcs B1

dan petak yang terdapat banyak jenis Diplerocurpu.~retzisus BI). Untuk kepentingan
analisis ordinasi, niaka ke-I8 petak'tersebut digabung dengan ketentuan bahwa jalur 1
merupakan petak 1 sampai petak 6, jalur 2 mempakan petak 7 sampai petak 12 dan
jalur 3 merupakan petak 13 sampai petak 18.
Data iingkungan yang diukur di lapangan adalah data suhu, kelembaban,
topografi (meliputi ketinggian dan kelerengan tempat), dan data tanah (jenis dan sifat
tanah). Contoh tanah diambil pada setiap petak pengamatan, dengan masing-masing
petak pengamatan diambil sebanyak lima sampel dari setiap sub petak. Pengambilan
sampel tanah dari setiap sub petak tersebut dilakukan secara acak, kemudian, ,
dicampurkan. Setiap sampel tanah yang dianbil berkedalamm 1 - 20 cm dm. > 20
cm. Analisis contoh tanah meliputi jenis, tekstur dan pH tanah.
Hasii penelitian menunjukkan bahwa di kawasan butan lindung Gunung
Cakrabuana pada seluruh petak pengamatan seluas kira-kira 3,6 hektar ditemukan

sebanyak 81 jenis tumbuhan yang seluruhnya tergolong ke dalam 34 suku. Untuk
tingkat semai ditemukan sebanyak 47 jenis: untuk tingkat pancang sebanyak 61 jenis,
untuk tingkat tiang sebanyak 53 jenis dan untuk tingkat poll011 sebanyak 50 jenis.
Vegetasi tingkat semai didoniinasi oleh jenis Quercus sunrlaicu BI (INP = 43,74 %),
vegetasi tingkat pancang dan tiank didorninasi oleh jenis Acernena ncun~inaiissima
M. r!. P (!NP = 42,88 % nntuk p8-!ca-~g dan 57,54 % untuk tiang) dan vegetasi

tingkat pohon didominasi oleh jenis Schin~ciu~uliclliiKorth (INP = 63,43 %). Jenis
Dipteroca,pu.s refusus BI rne~npunyaiINP sebesar 1,67 % untuk semai, 4,78 % untuk
pancang, 7,47 % untuk tiang dan 20,56 % untuk pobon.
Pola dominansi jenis di kawasan hutan lindung Gunung Cakrabuana ini lebih
dipusatkan pada banyak jenis, dibuktikan dengan tingginya tingkat keanekaraganian
jenis disana. Deniikian pula dengan tingkat kemerataan dan kekayaan jenis yang
cukup besar.
Stratilikasi tajuk terdiri atas tiga strata, yaitu strata A (tinggi polion 30 meter
keatas); strata B (tinggi pohon 20 - 30 meter) dan strata C (tinggi pohon 4 - 20
meter). Secara keseluruhan jumlah individu pohon pada strata B paling banyak
apabila dibandingkan dengan strati C dan strata A. Pola penyebaran jenis
Di[~terocurpus ~ ~ I U S U S B1 di hutan lindung Gunung Cakrabuana adalah
mengelompok, dimana jenis ini cocok tumbuh pada jenis tanah latosol, tekstur tanah
geluh debuan dan lempung, kernasaman tanah kategori masam sampai cukup masam
dengan ketinggian tempat antara 1000 - 1225 m dpl dengan kelerengan sebesar 4 I00 %.
Berdasarkan hasil analisis keragarnan dipeluleh bahwa hubungan antara
faktor lingkungan fisik (ketinggian tempat, tekstur dan pH tanah) dengan kerapatan
jenis Palahlar Gunung adalah sangat nyata. Hal ini berarti terdapat hubungan yang
erat a~itarafaktor lingkungan fisik (ketinggian tempat, tekstur dan pH tanah) dengan
kerapatan jenis Palahlar Gunung. Variabel bebas untuk faktor kelerengan tenipat

tidak dimasukkan ke dalam model dikarenakan faktor tersebut tidak berpengaruh
nyata terhadap kerapatan Palahlar Gunung.

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : KAJIAN TEMPAT TUMBUH ALAMI PALAHLAR GUNUNG
(Diptcrocarprrs rctusus B1) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG
GUNUNG CAKRABUANA KABUPATEN SUMEDANG
JAWA BARAT
Nama

: Andita Pradiastoro

NRP

: E01499064

Fakultas

: Kehutanan


Departemen

: Manajemen Hutan

Program Studi : Budidaya Hutan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

NIP. 131878499

Tanggal Lulus : 29 Juli 2004

KAJIAN TEMPAT TUMBUH ALAMI
PALAHLAR GUNUNG (Dipterocurpus refusus BI)
DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG CAKRABUANA
KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT

ANDITA PRADIASTORO


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

RIWAYAT HIIIUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tarlggal 31 Oktober 1980, sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara keluarga Udi Suprapto dan Iierudiati. Pendidikan penulis
dimulai dari TK Baiturrahman Semarang pada tahun 1986 dan menlasuki jenjang
Sekolah Dasar pada tahun 1987 di SD Negeri Trangkil 1 Semarang. Lulus SD pada
tahun 1993 dan melanjutkan ke Sekolah Menengall Pe~tama(SMI') Negeri 4
Semarang. Penulis masuk ke Sekolall Meuengah Ulnum (SMU) Negeri 4 Senlarang
pada tahun 1996, nlengambil jurusan IPA dan lulus pada taliun 1999.
Tahun 1999 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB pada jurusan Manajemen I-lutan Fakultas Kehutanan.
Pada tahun 2002 penulis memilih Program Studi Budidaya I-lutan.
Penulis menulis skripsi tugas akhir dengan judul "Kajian Tempat
Tumbuh Alami I'alahlar Gunung (Dipterocarpus retusus BI) di Kawasan Hutan
Lindung Gunung Cakrabuana Kabupaten Sumedang Jawa Barat" sebagai salah


satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan
lnstitut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Slialawat dan salan~senantiasa tercurah kepada jut~jungankita Nabi
besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir
zarnan.
Skripsi dengan judul "Kajian Tempat Tumbuh Alarni Palahlar Gunung
(Diptcrocarprrs rdlcsus UI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana

Kabupaten Sumedang Jawa Barat" ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

meniperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kcpada :
1. Papa, Mama, Mas Dita, De' Fifien dan keluarga di Yogya yang telah rnemberi


semangat, dorongan dan doa yang tulus serta segala limpahan cinta dan kasih
sayangnya.

2. Bapak Dr. Ir. Istomo. MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bantuan dan bitnbingan selarna penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Ir. Rita Kartikasari, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari Departemen
Tcknologi Nasil Hutan dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku dosen penguji
wakil dari Departemen Ko~iservasiSumberdaya I-lutan.
4. Adm. KI'H

Sumedang beserla jajarannya yang telah niemberikan izin

penelitian kcpada pcnulis.
5. Bapak Samhadi, Bapak Nana, Bapak Deni, Bapak Yayil, Ridwdn Sugiar.to, S.

Hut dan Danang Mumo atas bantuannya selama di lapangan

6. Teman-teman satu bimbingan, Indra Bimbim dan Abuh Dedi yang telah
niemberikan motivasi, semangat dan dorongan.


7. Asyisanti, S. Nut atas dorongan, semangat, motivasi, cinta dan kasih
sayangnya selama ini.

I

8. Keluarga besar Alaska dan Holliwood, Andrian, Wawan, Eka Gepenk, Fuad,
Panca, Deni. Catur, Windyo, Wisnu, Bono, Nugie, Robby dan Koko atas
kebersamaanliya selama ini.

9. Wahyu Itnnung atas pinjaman monitomya, Didit Oreo atas pinjaman CPU dan
printernya.
10. Rekan-rekan Fahutan Angkatan 36 atas kebersamaan, kerjasama dan
kekompakannya selania ini.
1 1. S e ~ n u apihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalanl
skripsi ini. Oleh karena Itu masukan, kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak akan sangat menibantu dalan~rangka penyempumaan penelitian ini. Akhir kata

penulis berharap semoga skripsi ini bernianfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2004

Penulis

DAFTAR IS1
KATA PENGANTAR
DAFTAR IS1 ........
DAFTAR T.413SL
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vi
..
DAFTAR LAMI'IRAN ............................................................................................. V I I
1.

PENDAHULUAN
A . Latar Belakang ........................................................................................
1
..
B. ?'u.juan I'enel~t~an

..................................................................................... 2

11.

TIN.JAUAN PUSTAKA
A . Keterangan Mengenai Jenis Palahlar Gunung (Dip~erocurpus
re/u.sus BI) ............................................................................................... 3
A .1 . Keterangan Botanis ........................................................................
3
A.2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh ................................................ 4
3
Kegunaan .......................................................................................
5
B. I-Iubungan Antara Vegetasi dengan Faktor-faktor Lingkungan ............. 6
C . I-lubungan Antara Vegetasi dengan Keadaan Tanah ............................... 7
D. Penyebaran Vegetasi ............................................................................... 10
E . Konlposisi dan Struktur Vegetas'
............. 1 1
F . Ordinasi Kornunitas................................................................................. 14

I11 . KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A . Letak .......................................................................................................
B. Status dan Luas ..................................................................................
C . Topografi ................................................................................................
D. Tanah .......................................................................................................
E . lklim .......................................................................................................

16
16
17
17
17

IV. METODOLOCI PENELITIAN
..
...................................................................
A . Waktu dan Lokasi Penel~t~an
B. Bahan dan Alat ........................................................................................
C . Data yang Dikumpulkan ..........................................................................
..
D. Prosedur Penel~t~an
..................................................................................
D.1. Penetapan Pengambilan Contoh ....................................................
.
D.2. Pengamb~lanData Lapangan .........................................................
D.2.1. Analisis Vegetasi .............................................................
. .
D.2.2. Stratifikasl Taluk .............................................................
D.2.3. Pengambilan Contoh Tanah .............................................
D.2.4. Pengamatan Sifat Fisik Lingkungan ................................

19
19
20
20
20
24
24
24
25
26

.

/

..

D.3. A n a l ~ s ~Data
s .........................; ....................................................... 26
..
D.3.1. Anal~slsVegetasi ............................................................. 26
D.3.2. lndeks Dominansi Jenis ................................................... 27
D.3.3. lndeks Keanekaragaman Jenis ......................................... 27
D.3.4. lndeks Ke~iierataa~i
Jenis ................................................. 27
D.3.5. !r?rleks Kekilyaan i e n i s ................................................... 28
D.3.6. Pola Penyebaran .............................................................. 2 s
. .
D.3.7. Ordinas1 ........................................................................... 29
D.3.7.1. Koefisien Kesamaan Komu~iitas
........................29
D.3.S. tlubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Terhadap
Kebcradaan Dipteroccrr;r~u.sretusu.~BI ............................ 30

V.

I-LASIL DAN PEMBAHASAN
A . Kornposisi Jenis dan Struktur Tegakan ................................................... 31
B. Struktur F-i~ltan......................................................................................... 40
C . Pola Penyebaran dan Kelirnpahan Diplerocurpu.~retusu.~B1 ................. 4 s
C .1 . Kelimpahan Dipter-ocurpzrs retusus UI Berdasarkan Jenis.
Tekstur dan Kernasaman Tanah ..................................................... 51
C.2. Kelirnpallan Diprerocurpus relusus BI Berdasarkan Ketinggian
dan Kelerengan Ternpat ................................................................. 52
D. Penyebaran Jenis Diplerocarpus re~ususBI Berdasarkan
Perbedaan Te~iipatTu~nbuli.................................................................... 54
E . Faktor Lingkungan Fisik yang Penting Terhadap Keberadaan
Dipterocarpz~sretzrsus BI ........................................................................ 56

VI . KESIMPULAN DAN SARAN
A . Kesimpulan .............................................................................................. 59
B. Saran ........................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 61

DAFTAR TABEL
Nornor

Teks

Halarnan

1. Juiulah Jenis Masing-masing Tingkat Pertumbuhan Vegetasi
yang Dite~nukanpada Setlap Jalur I'engamatan ............................................ 3 I
2. Kerapatan Jenis Masing-masing Tingkat Pertumbuhan Vegetasi
yang ilitemukan pada Setiap Jalur Pengarnatan ............................................ 32
3. Tiga Nama Jenis yang Melupunyai INP Tertinggi pada-Berbagai
Tingkat I'ertumbuhan di Hutnn Lindung Gunung Cakrabuana ......................j4
4. Juinlah Jenis dan Nilai Indeks Dorninansi Jenis (C)' pada Berbagai
Tingkat Pertulnbuhan di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana ...................... 35
5. Jumlah Jenis dan Nilai Indeks Kemerataan Jenis (E) pada Berbagai
Tingkat Pertumbuhan di IHutan Lindung Gunung Cakrabuana ...................... 35
6. Jumlah Jenis dan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H') pada
Berbagai Tingkat Perturnbullan di l-lutan Lindung Gunung Cakrabuana ......36

7. Jurnlah Jenis dan Nilai Indeks Kekayaan Jenis (R) pada Berbagai
Tingkat I'ertumbuhan di I-lutan Lindung Gunung Cakrabuana ...................... 37
8. Banyaknya lndividu Untuk Keseluruhan Jenis dan Banyaknya Jenis
Pada Setiap Pet& Pengamatan ......................................................................
38
9. Banyaknya lndividu Palahlar Gunung I'ada Berbagai
Tingkat Pertumbuhan .....................................................................................

38

10. Lbds Palahlar Gunung, Non Palahlar Gunung Dan Semua Jenis untuk
Tingkat Pertumbuhan Tiang dan Pohon I'ada Setiap Petak Pengamatan ......39
1 I . Banyaknya Pohon Pada Masing-masing Petak Pengamatan
Pada Diagram Profil Pohon ............................................................................

45

12. Nilai I6 dan Pola Penyebaran Jenis Palahlar Gunung .................................... 48

I,
13. Kelimpahan Jenis Palahlar Gunung Berdasarkan Jenis
dan Sifat Tanah, Ketinggian dan Kelerengan Tempat ................................... 50
14. Analis&Ker~yarnanRegresi Linear Berganda Antara Kerapatan Jenis
Palahlar Gunung dengan Faktor Lingkungan Fisik ....................................... 57

DAFTAR GAMBAR
Nonior

Teks

I-lalaman

..

1. Peta Lokasi Penel~t~an
.................................................................................... 18
2. Bentuk Penempatan Sub Petak Contoh Vegetasi di Lapangan ......................2 1
3. Bentuk Penempatan Pctak Conto11 di Dalam Jalur Tiap Ketinggian .............22
4. Bentuk Sub Petak Contoli Dalam Satu I'etak Pengamatan ............................23

5. Pemetaan Pohon pada Jalur untuk Membuat Stratifikasi Tajuk ....................25
6. Persentase Kelinipahan Jenis Palahlar Gunung dan Jenis Non Palklilar
Gunung Berdasarkan Kerapatan dan Lbds Seluruh Jalur Pada
Berbagai Tingkat Pertumbuhan di Iiutan Lindung Gunung Cakrabuana ......40

7. Sebaran Diameter Batang Jenis Palahlar Gunung dan Non Palahlar
Gunung untuk Tingkat Tiang di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana .........41

8. Sebaran Diameter Batang Jenis Palahlar Gunung dan Non Palahlar
Gunung untuk Tingkat I'ohon di i-iulan Lindung Gunung Cakrabuana .........41
3. Sebaran Tinggi Batang Jenis Palahlar Gunu~igdan Non Palahlar
Gunung untuk Tingkat Tiang di I-lutan Lindung Gunung Cakrabuana .........44
10. Sebaran Tinggi Batang Jenis Palahlar Gunung dan Non Palahlar
Gunung untuk Tingkat Pohon di Iiutan Lindung Gunung Cakrabuana .........44
1 1. Kelimpahan Jenis Palahlar Gunung Berdasarkan Ketinggia~iTcmpat
(M Dpl) di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana ........................................... 53

12. Kelimpahan Jenis Palahlar Gunung Berdasarkan Kelerengan Tempat
(%) di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana ..................................................

54

13. Kedudukan Petak-petak Pengamatan pada Diagram Ordinasi
Dua Dimensi Berdasarkan INP Masing-masing Petak Pengamatan .............. 55

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Teks

Halaman

1. Daftar Nama Jenis Vegetasi dan Familinya yang Dilemukan
..

di Lokasi P e n e l ~ t ~........................................................................................
an

?

-

63

2. Nilai KR, Fli, DR dan INP Masing-masing Jalur pada Berbagai
Tingkat Pertunlbuhan di Hutan Lindung Gunung Caki-abuana...................... 67
3. Nilai KR, FR, DR, INP, C. 14, E dan R pada Berbagai Tingkat
Pertumbuhan di l-lutan Lindung Gunung Cakrabuana ................................... 87
4. Banyaknya Individu, Jenis dan Famili pada Berbagai Tingkat
I'ertumbuhan di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana ................................... 93

5. Stratifikasi Tajuk pada Petak 4 Jalur 1 di Kawasan Nutan Lindung
Gunung Cakrabuana .......................................................................................

97

6. Stratifikasi Tajuk pada Petak 3 Jalur 3 di Kawasan Hutan Lindung
Gunung Cakrabuana .......................................................................................

98

7. Stratifikasi Tajuk pada Petak 2 Jalur 2 di Kawasan
Hutan Lindung Gunung Cakrabuana .......................................................... ..99
8. Matriks Ketidaksamaan Komunitas Tiap Petak Contoh
di I-Iutan Lindung Gunung Cakrabuana ...................................................... 100
9. Posisi Contoh pada Sumbu Ordinasi X - Y Berdasarkan INP
Masing-masing Petak Pengamatan .............................................................

10 1

10. Dokumentasi yang Diambil dilapangan ......................................................

102

11. Hasil ?engolahan Data Antara Kerapatan Jenis ~ a l a h l a Gunung
r
Dengan Faktor Lingkungan Fisik (Ketinggian Tempat
dan Tekstur Tanah) di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana ...................... 103

I. PENDAHULUAN

Sumber daya alam khususnya suniber daya hutan merupakan salah satu
sumber daya yang sangat penling dan potensial bagi kehidupan manusia sehingga
perlu dijaga keberadaannya sebagai fungsi penyangga siste~nkehidupan. Hutan
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap keadaan tanah, sumber air,
penlukiman manusia, rckreasi, pelindung nlarga satwa dan pendidikan.
Agar suatu tumbuhan dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka diperlukan
kondisi lingkungan yang sesuai dan mendukung untuk pertumbuhannya. Lingkungan
merupakan masalah pokok dalani setiap proses perkcmbangan &an pertunibuhan
suatu organisme hidup ternlasuk tumbuhan dikarenakan banyak faktor yang berada di
dalamnya yang turut serta menjadi kunci keberhasilan dari pcrkenibangan dan
pertumbuhan tumbuhan tersebut. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain adalah
faktor iklim, geografis, edafis, manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan itu scndiri.
Faktor-faktor tcrscbut saling berkaitan satu sama lain, menjadi satu kesatuan pang
utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Faktor lingkungan yang dibutuhkan suatu jenis tumbuhan dapat beriainan
tergantung dari jenis tumbuhan itu sendiri. Suatu faktor atau beberapa faktor dari
lingkungan itu dapat dikatakan penting apabila faktor atau faklor-faktor tersebut
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sua!u tumbuhen.
Jenis I'alahlar Gunung (Dipierocurpus reiusus Bl) adalah jenis yang scmakin
menurun populasinya mengingat hutan primer tempat habitat jcnis ini sudah mulai
habis (Kartawinata, 1983) dan dikhawatirkan semakin lama akan se~nakinpunall. Di
samping itu belum banyak dilakukan penelitian tentang populasi, penyebaran dan
faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan Palahlar Gunung di habitat
aslinya, sehingga sulit untuk mengetahui keadaan populasi dan perilaku dari Palahlar
, I

Gunung ini temtama h~bungannya densan keadaan habitatnya. Jenis Palahlar
Gunung mempakan salah satu jenis kayu ekspor yang penting kedua setelah Meranti,

sehingga perlu dipikirkan j u g usaha-usaha untuk pembudidayaantxya (Anonirnous,

1996).
B. Tujuan Penelitia~~
-l'~~juan
dari penelitian ini adalah :
1. Mengka.ji pola penyebaran jenis Diplerocur/>u.s relusus BI di hutan lindung

Gununy Cakrabuana

2. Mengkaji kebcradaan jenis Diprerocur/~usreiusu.5 B1 bcrdasarkan ketinggian dan
kelerengan tempat di hutan lindung Gunung Cakrabuana.
3. Mengkaji keberadaan jerlis Dip/erocurpus relu.su.s B1 berdasarkan jenis dan sifatsifat tanah khususnya tekstur dan kernasaman tanah di hutan lindung Gunung
Cakrabuana.

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterangan Menganai Jenis Palahlar Gunung (Dipferocarprisrefrislis B1)

A.1. Keterangan Botanis

Menurut Kartawinata (1983), jenis Palahlar Gunung ter~nasukke daiam
marga Dipleroccrpzw dan suku Meranti-merantian (Dipterocarpaceae). Di Jawa
Barat, jellis Diplerocnrpzrs rriusus Bi ini niempunyai naliia yang sania dengall
Dipleroco,pzcs hnsseltii BI, yaitu Palahlar. Tetapi sebenarnya berbeda, dan dapat
dicirikan dengan bagian-bagian ranting, perbungaan, kelopak dan lilahkota bunga
yang umutlinya berbillu pendek tetapi tebal, dan pohonnya cukup besar, dapat
mencapai tinggi 50 nl dan diameter 159 cm (Kartawinata, 1983). Jenis ini me~iiiliki
pertunibuhan tinggi rata-rata 50 cmltahun dan pertambahan dianieter rata-rata 0.7
c m / t a h ~ ~(Anonimous,
n
1996).
Selalijutnya Newnian (1999) ~iiengatakanbahwa ciri-ciri diagnostik utama
jenis Palahlar G~uiung ini adalah berdaun besar, licin, dan bertula~ig banyak.
Perawakan pohon berukuran sedang, diameter setinggi dada (dhh) hingga 150 cm.
Ranting bundar, kuncup daun berukuran 20 - 35 x 4 - 10 mm, berbentuk lanset atau
bulat telur. Tangkai daun berukuran 2,5 - 7 cni berupa bulu-bulu coklat nierah,
panjang. Daun lo~ijongatau jorong, berukuran 16 - 28 x 7 - 17 cni, sangat berlipatan,
~ ~ j u nlancip
g
pendek. Pangkal berbentuk ~ a s a katau membundar. Perniukaan atas dan
bawah dari daun bila niengering berwama coklat. Pertulangan sekunder berukuran 16

- 20 cm, lurus hingga ke tepi, sangat menonjol. Pertulangan tersier terlihat jelas.
Bunga berukuran besar, benang sari berjumlah antara 30 - 36 buah. Kelopak huah
dengan dua sayap panjang dan tigd sayap pendek. Sayap panjang berukuran 18 - 25 x

4 - 4,6 cm dan sayap pendeknya berukuran 1,5 - 2 x 1,2 - 1,5 cm.
Hal yang menarik dari jenis Dipterocarpus retusus BI ini khususnya dan
suku Dipterocarpaceae pada umuninya adalah masa berbunga dan berbuahnya yang
memerlukan v:akt.u yang cukup !ama. Suatu ciri yang menarik perhatian pada
Dipterocarpaceae adalah bahwa semua pohon tersebut cenderung untuk berbuah

bersama-sama dengan tenggang waktu yang panjang, paitu 5 - 7 tahun, tetapi tidak
beraturan, ya:lg pada waktu itu sering terdapat kegiatan pembentukan bunga dan buah
yar.g luar biasa pula pada pohon-pohon suku lainnya (Appanah, 1985 dulrit~zWhitten,
1007\
IUI,.

hr,.,,-

Lllaa~

I-,.-L..-,.-

diis jenis Diplerocur/~usre1zr.su.s B1 ini terjadi piida Luia~l

V C ~ ~ ~ I I ~ ( I

Februari, Juni, September, dan November, dan masa berbuahnya terjadi pada buian
Januari, I'ebruari,

September, dan November (Sastrapradja, 1983). Sedanskan

Wahjono dan ihmpubolon (1987) mengataka11 bahwa tiiasa berbunga jenis
Dip~eroca,pirs rerusus B1. terjadi pada bulan Juni - Agustus, sedanykan nvasa
berbuahpya terjadi pada bulan September - November untuk buah muda dan bulan
Dcsember - Februari untuk buah tua.

A.2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Jenis Diplerocurpirs relusus B1 ini banyak tumbuh di liutan hujan
pcgunungan bawah pada ketinggian 800 - 1300 m di Semenanjung Malaysia dan
Jawa Barat, tetapi lebih rendah di daerah-daerah musinian, turun hingga 100 m di
Assam dan Lombok (Newnian, 1999). Di Indonesia, jenis ini bukan hanya terdapat di
Aceh, Jawa Barat dan Jawa Tengall, Lombok dan Sumbawa (Kartawinata, 1983).
Kartawinata (1983) nienambahkan bahwa tenipat tunibuhnya adalah hutan
primer yang masih asli pada ketinggian 800 - 1300 rn, nieskipun ada kaianya terdapat
pula pada ketinggian 100 m di daerah yang beriklim musiman. tnisalnya di Lombok.
Sastrapradja (1980) mengatakan pula bahwa tempat tumbuh jenis ini adalah di hutan
primer atau belukar tila, tumbuh pada tanah liat, berpasir, atau berbatu di sepanjang
sungai ataupun di tempat kering. Jenis ini tumbuh menye:elonipok dan mungkin pada
saat ini sudah jarang ditemukan di Jawa, dikarenakan hutan-hutan primernya sudah
hampir punah (Kartawinata, 1983).
Kisaran persebaran jenis Palahlar Gunung ini nienurut Newman (1999)
meliputi India (Assam), M?'anmar, Thailand, Cina bagian selatan, Semenanjung
Malaysia, Surnytera (Aceh, Dataran Tinggi Gayo, Sumatera Utara), Jawa dan Nusa
Tenggara (Lombok dan Sumbawa).

A.3. Kegunaan
Menurut Kartawinata (1983), jenis Dipterocarpus ini bersama-sama dengan
jenis-jenis dari marga Dryobalunops (Kapur) dan Shorea (Meranti) nierupakan
pengliasil kayu utama dari kawasan hutan di Indonesia bagian barat (Sumatera dan
Kalimantan) yang memenuhi keperlual kayu dalalii negeri maupun kayu untuk
ekspor. Di Indonesia dan Malaysia, eksploitasi Keruing merupakan ha1 yang penting
pada akhir tahun 1980. Dewasa ini Keruing merupakan kayu yang cocok untuk
diken~bangkansebagai I-iutan Tanaman Industri. terutana untuk produksi kayu lapis
(misal di Kalimantan) (Anonimous, 1996). Oleh karena itu kayu ini banyak
digunakan untuk produk kayu lapis. Serutan Keruing digunakan untuk produksi
papan keras, pulp sebagai bahan produksi kertas (Anonimous, 1996).
Keruing rnerupakan sumber penting kayu konstruksi, sedang maupun berat.
Kayu dari jenis ini termasuk kayu yang baik untuk bahan bangunan, meinpunyai berat
jenis 0;75 dan termasuk dalam kelas keawetan 111 dan kelas kekuatan I1
(Kartawinata,l983). Apabila telah diawetkan, kayu Keruing dapat digunakan untuk
bahan konstruksi, seperti tiang dan gardu telepon, pagar, gerbang kereta api,
konstruksi kapal dan dermaga serta dasar tiang pancang. Tetapi Iieyne (1987)
men\latakan bahwa kayu ini dapat dipergunakan untuk bangunan rumall, tetapi
dianggap tidak begitu awet.
Semua jenis Keruing, termasuk jenis l'alahlar

Gunung ini, kayunya

mengaldung damar atau balsem (oleoresin) yang harum, lengket dan berminyak dan
dikenal dengan nania minyak keruing atau rninyak lagan. Di Filipina, minyak keruing
ini dikenal dengan nama Apitong Oil (Anonimous, 1996). Danlar ini banyak dipakai
untuk menyum5at atau menyainbung bagian-bagian kayu pada perahu setelah
dican~pur dengan kulit Kayu Putih (Meluleucu). Balsem Keruing dapat pula
dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan dapat digunakan untuk niembuat obor.
Pada zaman dahulu, penduduk pegunungan di Jawa Barat memanfaatkan damar ini
sebagai

pengharum

dengan

cara

mengoleskan

damar

Palahlar

Gunung

(Dipierocurpus relusus Bl) ini pada daun lebar yang kemudian digulung dan dibakar
hingga timbul aroma yang cukup harum (Kartawinata, 1983).

B. Hubungan Antara Vegetasi dengan Faktor-faktor Lingkungan
Untuk menunjang pertumbuhan dari suatu tanaman agar dapat tumbuh
dengan baik, mutlak diperlukan kondisi lingku~lganyang sesuai atau cocok untuk
pertumbuhan dari tanaman tersebut. Lingkungan inilah yang nienjadi kunci utalila
dalam pertumbuhan selain faktor getletis dari tananla11 itu sendiri. Kcberhasilan
pertumbuhan suatu tanaman hutan di lapangan dikendalikan secara rampatan olch
faktor-faktor pertumbuhan. yang terdiri dari faktor genetis dan faktor-faktor
lingkungan (I'urwowidodo, 2000). Dinyatakan juga bahwa tanaman bergenetik baik
akan gugal tumbuh jika dibudidayakan di tempat ddengn keadaan lingkungan yang
jelek, dan tanaman hergenetis tida'k baik juya akan gaga1 tumbuh walaupun
dibudidayakan di tempat dengan keadaan lingkungan baik. Dengan demikian, antara
organisme dan lingkungan terjalin hubungan yang erat dan bersifat timbal balik.
Tanpa lingkungan, organisme tidak mungkin ada. Dan sebaliknya, lingkungan tanpa
organisme tidak akan berarti apa-apa.
Lingkungan adalah suatu kompleks faktor-faktor yang berinteraksi tidal\ saja
dengan organisme tetapi juga sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk
memisahkan satu bagian dan merubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari
lingkungan tersebut, sehingga untuk dapat memahami struktur dan kegiatannya perlu
dilakukan penggolongan faktor-faktor lingkungan tersebut ('Tjondronegoro, 1979).
Menurut lstomo (2000), lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks
dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik s2tu sama !sin dan dengan
komunitas organisme hidup. Istomo (2000) menambahkan pula bahwa fakror-faktor
lingkungan tersebut dapat dibeda-bedakan menjadi faktor lingkungan abiotik dan
faktor lingkungan biotik. Faktor lingkungan abiotik dapat dijabarkan lagi menjadi
beberapa faktor, yaitu faktor iklim (meliputi cahaya, suhu, curah hujan kele~itbaban
udara dan angin, serta gas udara); faktor geografis (meliputi letak geografis,
topografi, geologi, dan vulkanisme); dan faktor edafis (meliputi jenis tanah, sifat-sifat
,

,

fisik, sifat-sifat kimia, sifat-sifat biotis aan erosi). Sedangkan untuk faktor lingkungan
biotik dipengaruhi oleh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan
Daubenmire (1970) dalam Tjondronegoro (1984) menggolongkan faktor-faktor

lingkungan menjadi tujuh: yaitu tatiah, air, suhu, cahaya, atmasfir. api dan faktor
biotik.
Iklitii adalah faktor terpentilig yalig mempengaruhi penyebaran tumbuhtunibuhan. Faktor-faktor iklim seperti suhu (telnperatur), curah hujan, kelembaban
dan defisit tekanan uap air (~q~rrporpressure defisil) besar pengaruhnya pade
pertumbuhan pohon. Iklim mikro dari suatu tenipat yang dipengaruhi keadaan
topografi dapat mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan

11011011

(Soerianegara

dan Indrawan, 1978).
Tjondronegoro (1979) mengatakan bahwa lingkungan bersifat dina~nis
dalam arti berubali-ubah setiap saal, dimana perbedaan dan perubahan tersebut terjadi
baik secara mutlak maupun relatif di faktor-faktor lingkungan tersebut, demikian pula
kepentingan dan pengaruh dari faktor lingkungan terhadap tumbuhan akan berbedabeda menurut waktu, tempat. dan keadaan tu~nbuhanitu sendiri.
Suatu faktor atau beberapa faktor dikatakan penting apabila pada suatu
waktu tertentu faktor atau faktor-faktor itu sangat mempengaruhi hidup dan
perkembangan tumbuh-tumbuhan, karena terdapat dalam batas minimal. maksimal
atau optimal, inenurut batas-hatas toleransi dari tumbuh-tumbuhan tersebut
(Tjondronegoro, 1979).

C. Hubungan Antara Vcgetasi dengan Keadaan Tanah
Tanah dan vegetasi merupakan faktor yang saling berinteraksi satu sama
lainnya. Perkembangan vegetasi berhubungan erat dengan proses pembentukan canah.
Di dalam kondisi iklim yang sama, kehadiran komunitas tumbuhan ditentukan oleh
keadaan topografi dan kesuburan tanah. Dengan dernikian studi tentang hubungan
antara vegetasi dengan keadaan tanah mempakan keperluan dasar dalam mempelajari
aspek ekologi.
Tanah merupakan faktor lingkungan yang mengandung komponenkomponen biotis maupun abiotis yang diperlukan oleh organisme, termasuk tanaman.
Tanah penting bagi tanaman karena mzmpakan tempat bermukim (tempat tumbuh),
sumber air dati unsur-unsur hara. Umumnya tanah dianggap sebagai suatu hasil

kegiatan bersan~adari iklim, organisme dan tumbuh-tumbuhan terhadap bahan itlduk
kulit bumi. Oleh sebab itu tanah mengandung bahan induk (batu-batuan mineral) dan
bahan organik diillana organisme dan hasilnya bercampur dengan paitikel-partikel
halus hasil hancuran bahan induk.
Adanya klasifikasi tanah, sangat penting untuk mengadakan analisa
ekologis. Keadaan tanah dapat mencerminkan keadaan lingkungan setempat dan jenis
veyetasinya.

Perbedaan jenis

tanah,

sifat-sifat serta keadaannya

seringkali

nlempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, rnenyebabkan terbentuknya tipe-tipe
vegetasi berlainan,

serta mempengaruhi

kesilburan dan produktivitas lahan

(Soerianegara dan Indrawan, 1978). Yang perlu diketahui dalam menganalisa canah
diantaranya adalah tekstur dan kemasaman tanah. Tekstur dan porositas tanah adalah
sifat-sifat tanah yang penting dalam lnenentukan tersedianya zat-zat makanan bagi
tanaman dan hewan-hewan tanah (Tjondronegoro, 1984).
Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa tekstur tanah menunjukkan kasar
halusnya tanah. Tanah terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Bagian tanah
yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (kerikil sampai batu). Bahanbahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi pasir (2 mm - 50 u), debu (50
u - 2 u), dan liat (kurang dari 2 u). Mcnurut Harjadi (1979), komponen mineral dalam
tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang berbeda ukurannya, komposisi dan
sifat-sifat kimia dan fisiknya, sehingga menurut umtan besarnya, partikel-partikel
tersebut adalah ba?u, kerikil, pasir, debu dan liat.
Selanjutnya l-iardjowigeno (1987) mengatakan bahwa berdasar atas
perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat, maka tanah dike!ompokkan
kcdalam beberapa macam kelas tekstur, yaitu kelas tekstur kasar (berupa pasir atau
pasir berlempung); kelas tekstur agak kasar (bempa lempung berpasir atau lempung
berpasir halus); kelas tekstur sedang (berupa lempung berpasir sangat halus atau
lempung atau lempung berdebu atau debu); kelas tekstur agak halus (berupa lempung
liat atau lempung liat berpasir atau lempung liat berdebu) dan kelas tekstur haius
(bempa fiat berpasir atau liat berdebu atau liat).

Tekstur tanah mempengaruhi daya tahan air dan laju infiltrasi air, diniana
tanah-tanah kasar lnenyebabkan infiltrasi dan perlokasi air yang cepat, sehingga tidak
ada

"r.~rtioff'

perlnukaan sekalipun seliabis liujan lebat. Sebaliknya, tanah liat begitu

halus teksturnya, sehingga sedikit air menenibus tingkatan bawah, terutama sesudah
permukaan liat nienjadi basah dan mengembung. Akan tetapi, tanah kasar tidak
mampu n~empertaliankanair dalam jumlah besar (Narjadi, 1979).
Kesuburan tanah hutall pada u~numnyadihubungkan dengan keadaan tekstur
tanahnya. Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil
sehingga sulit nienyerap atau menahan air dan unsur hara. Tanah-tanah yang
bertekstur liat me~npunyailuas permukaan yang besar sehingga kcnialnpuan untuk
menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno, 1987).
Reaksi tanah menunjukkan sifat kernasaman atau kebasaan (alkalinitas)
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH, dimana nilai pH berkisar dari 0

-

14 dengan

pH 7 disebut netral, sedang pH kurang dari 7 disebut masam dan p1-I lebih dari 7
disebut alkalis (Hardjowigeno, 1987). Sedangkan Oslon (1981) dalutn Punvowidodo
(2000) menggunakan kriteria utituk nienentukan keniasan~antanah sebagai berikut :
Nilai p1-1
e

< 4.4

sangat masam sekali

4,5 - 5,O

sangat masam

5,l

0

Kateeori

- 5,5

masam

5,6-6,0

cukup masam

6,l-6,5

agak masam

6,6 -7,3

netral

7,4 - 7,8

agak alkalin

7,9 - 8,4

cukup alkalin

8,5 - 9,O

sangat alkalin

> 9,O

sa~igatalkalin sekali

Harjadi (1979) menyatakan bahwa pH tanah yang cocok (6 - 7) untuk
pertumbuhan tananlan adalah sangat vital. Nilai pH tanah yang terlalu tinygi (diatas
9) atau pH rendah (dibawah 4). sudah ~nerupakanracun untuk akar-akar tanaman.
Hardjowigeiio (1987) menambahkan bahwa pentingnya pH tanah antara lain
untuk menentukan nludah tidaknya unsur-uiisur hara diserap oleh tanaman. Pada
umumnya unsur hara lnudah diserap akar pada pl-I netral, karena pada pl-1 tersebut
kebanyakan unsur hara ~nudahlarut dalaln air. Pada tanah masam, unsur Sosl'or tidak
dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) olch Al, sedang pada tanah alkalis,
unsur fosfor juga tidak dapat diserap tanaman karena diikat oleh Ca.
Pentingnya pl-1 tanah yang lain adalah menunjukkan kemungklnan adanya
unsur-unsur beracun, dimana pada tanah masarn banyak ditemukan ion-ion Al yang
juga merupakan racun bagi tananian.

D. I'enyebaran Vegetasi
Suatu jenis tumbuhan dalam hubungannya dengan keadaan lingkungan dari
suatu ekosistem akan membentuk sistem fungsi tertentu. Setiap individu jenis tersebut
mempunyai toleransi yang berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungan dan
masing-masing individu tersebut mernpunyai kondisi lingkungan tertentu dimana dia
dapat tumbuh secara optimal. Oleh karena itu pada umumnya penyebaran jenis
tumbuhan akan berbeda terutama dalalii ha1 kehadiran dan kelimpahannya (Poole,
1974 dulurn lstomo, 1994).
Kehadiran setiap organisme pada setiap tempat adalah hasil dari perpaduan
dengan keadaan lingkungan setempat. Penyebaran tumbuhan di dunia selain karena
sebab-sebab yang terjadi secarr alani yaitu perubahan geologis dan iklim dari zainan
dahulu sampai sekarang, juga dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia, dimana
kegiatan manusia tersebut adalah dengan menambah luas penyebaran, terutama jenisjenis yang berguna bagi kehidupannya (Tjondronegoro, 1979).
Good (1953) dulum Tjondronegoro (1979) lnenambahkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi penyebaran tumbuhan adalah evolusi, penyebaran
keadaan-keadaan iklim, penyebaran faktor edafik, perpindahan flora yang besar telah

terjadi pada masa lampau dan sampai sekarang masih terus berlangsung, perpindahan
tanaman ini terjadi pada fase dimana tanaman itu dapat disebarkan (dalam bentuk
biji), dalam niasa geologis perubahan-perubahan ikli~nyang besar telah terjadi, dan
dalam masa ini juga telab terjadi perubahan-perubahan dalani perbandingan daratan
dan lautan.
Sebenarnya informasi yang telah didapatkan dari kerapatan populasi saja
belum cukup untuk memberikan suatu gambaran yang lcngkap menge~iaikcadaan
suatu populasi yang ditemukan dalani suatu habitat. Dua populasi mungkin dapat
~uempunyaikerapatan yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dalanl
pola penyebaran tempatnya (Soegianlo, 1994). '
Bentuk-bentuk penyebaran suatu jenis turnbullan sangat diperlukan dalam
rangka keberhasilan dalam pcngelolaannya dan juga akan niempengaruhi teknikteknik pemanfaatannya. Sebenarnya. pola penyebaran organis~nedi alam jarang yang
ditemukan dalam pola yang seragam (teratur) tetapi umumnya niempunyai pola
penyebaran yang mengelonipok (Soegianto, 1994).
Odum (1959) juga menambahkan bahwa pola penyebaran acak merupakan
penyebaran yang relatifjarang terjadi di alam. timbul bila diniana lingkungan tersebut
sangat seragam dan tidak ada kecenderungan untuk mengelompoWberkun~pul.
Penyebaran yang seragam mungkin timbul bila kompetisi antara individu-individu
demikian keras atau bila ada antagonisme positif yang menyebabkan penyebaran
ruang merata.
Selanjutnya Soegianto (1994) menyatakan bahwa ada tiga bentuk pola
penyebaran di dalani populasi, yaitu pcnycbaran seragam, pcnycbaran acak, dan
penyebaran mengelompok.

E. Komposisi dan Struktur Vegetasi
Istilah komposisi digunakan untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon
, I

dalam hutan. Richard (1957) menggunakan isrilah kolnpcsisi untuk menyatakan
keberadaan jenis-jenis pohon dalam hutan. Sebagian besar hutan hujan tropika

mempunyai komposisi campuran; walaupun hutan hujan tidak selalu demikian,
diduga merupakan jenis lanpa dominan tunggal.
Selznjutrya dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu
penutupan tajuk mayoritas terdiri dari tumbuhan berkayu berbentuk pohon, sebagian
besar tumbuhan pelnanjat dan beberapa jenis epifit yang berkayu. tumbuh-tumbuhm
bawah terdiri dari tumbuh-tumbuhan berkayu, semai dan pancang, belukar dan liana
muda
Istilah struktur digunakan untuk nienyatakan sebaran individu tumbuhan
dalanl lapisan tajuk. Struktur hutan ditentukan oleh sebaran pohon-pohon dalam suaru
tegakan, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Tinggi total maupun tinggi
bebas cabang merupakan bagian dari sebaran vertikal, sedangkan sebaran horizontal
dicirikan oleh jumlah batang dan posisi pohon dari pohon dalam tegakan (Richard,
1957). Menurut Michon (1983) dcrlmz lstomo (1994) studi profil arsitekrur
(stratifikasi) merupakan salah satu metode deskripsi dan analisa yang digunakan
untuk ekosistem hutan di daerah tropis. Dalam profil arsitektur komunitas tumbuhan
akan terlihat adanya keragaman arsitektur yang tinggi. Keragaman tersebut terjadi
karena tipe-tipe habitus yang berbeda-bcda seperti adanya pohon, semak belukar,
rumput atau tumbuhan lain yang membentuk lapisan.
Dalam suatu hutan, kanopi pohon-pohon dan tumbuhan herba menempati
tingkat yang berbeda dan dalam hutan hujan tropika aka1 ditcmukan tiga hingga lima
strata. I-ial ini mungkin karena perbedaan tinggi dan sistern percabangan yang unik
(Misra, 1980).
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), di dalam hutan hujan tropika
terdapat lima lapisan tajuk, yaitu lapisan A, B, C, D, dan E. Lapisan A, B, dan C
merupakan lapisan tajuk dari tingkat pohon, dan lapisan D merupakan lapisan perdu
dan semak. Sedangkan lapisan E adalah lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah.

I,

Sedangkan Misra (1980) mengatakan bahwa di hutan hujan tropika akan ditemuken
tiga hingga lima strata.

Ciri dari masing-masing lapisan tersebut adalah :
1. Lapisan A

-

Terdiri dari pohon setinggi 30 m ke atas, tajuknya diskontinyu, batang pohon
tinggi dan lurus, hatang bebas cabang tinggi.
2. Lapisan B
Terdiri dari pohon-pohon setinggi 20

-

30 ni, tajuk umumnya kontinyu.

batang biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak begitu tinggi.
3. Lapisan C
Terdiri dari pohon-pohon setinggi 4 - 20 m, tajuknya kontinyu, rendah. kecil
dan bercabang banyak.
4. Lapisan D

Terdiri dari perdu dan semak, tingginya 1 - 4 m.
5. Lapisan E

Terdiri dari tumbuhan penutup tanah, tingginya 0 - I m.
Batas tinggi lapisan tersebut bcrbeda-beda tergantung pada tempat tumbuh
komposisi hutan. Antara lapisan A dan lapisan B masih jelas dapat dibedakan
berdasarkan kekontinyuan tajuk, akan tetapi, antara lapisan B dan lapisan C kuranz
jelas yang hanya dapat dihedakan berdasarkan tinggi pohon. Tidak semua hutan
mempunyai ketiga lapisan diatas, ada yang hanya mempunyai lapisan A dan B, atau

A dan C saja.
Selanjutnya Soerianegara d m lndrawan (1988) menyatakan

bahma

stratilikasi terjadi akibat persaingan dalarn waktu yang relatif lania setelah meiaiui
proses adaptasi dan stabilisasi. Jenis-jenis tertentu akan lebih berkuasa (dominan)
daripada jenis-jenis yang lain. Pohon-pohon yang tinggi dari stratum teratas
mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenisjenis pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan.

F. Ordinasi Komunitas
Ordinasi komunitas merupakan tahapan utama dari klasiiikasi daialn
~nenlpelajaristruktur komunitas tumbuhan (Setiadi et ul, 1989). Meilurut MuellerEllenberg (1974) dulani Setiadi el a1 (1989), ordinasi adalah penyusunan satuansatuan pengamatan

suatu komunitas ke dalam tatanan

satu sumbu atau

multidimensional sumbu. Scdangkan menurut Siswadi el ol (1992) ordinasi adalah
suatu teknik penataan unit dala~ndi~nensisatu atau ganda agar suatu posisi masingmasing unit (spesies) sepanjang sumbu memberikan informasi maksimunl tcnvang
komposisi tersebut atau hubungannya dengan unit lain.
Sementara' itu Poole (1974) dalum Setiadi ei a1 (1989) menyatakan bahwa
ordinasi adalah serangkaian plotting himpunan pengainatan kuadrat di dalam s u i ~ ~ b u sumbu koordinat. Cox (1967) dolam Setiadi el al (1989) menyatakan bahwa teknik
ordinasi melibatkan kedudukan komunitas dalam sistem yang digambarkan oleh satu
atau beberapa sumbu kedudukan. Sumbu-sumbu kedudukan ini dapat berangsurangsur menggambarkan tingkatan dari faktor lingkungan yang diamati ketika
nlelakukan survey dalmn analisis vegetasi.
Pada tingkat selanjutnya sangat mungkin dapat dinyatakan sebagai
kerapatan, dominansi, frekuensi ataupun nilai adanya perubahan komposisi jenis
tumbuhan yang sejalan dengan perubahan dari kondisi-kondisi lingkungannya.
Penyidikan yang menunjukkan ciri khas dalam perubahan tersebut adalah dapat
dikelompokkan sebagai perubahan yang Sersifat kesinambungan atau confinou.~dan
pembahan yang bersifat terputus mendadak atau di.scontinou.s dari schimpunan
hubungan antara jenis-jenis yang sedang dipelajari (Setiadi ei ul, 1989).
Samingan (1978) mengatakan bahwa teknik ordinasi meliputi penempatan
komuniti di dalam sistem grafik yang mengandung satu atau lebih sumbu-sumbu.
Terdapat dua golongan teknik ordinasi yang agak berbeda, yang berdasarkan pada
metode penetapan sumber-sumber ordinasi.
Sumbu-sumbunya dapat dibagi-bagi ke
, I
dalam tingkat-tingkat berbagcai faktor lingkungan yang diukur untuk komuniti yang
dianalisa, atau mereka dapat dirupakan untuk mencerminkan pei.bedaan di dalam
komposisi komunitas itu sendiri. Dengan ordinasi yang mempunyai sumbu-sumbu

yang dibagi-bagi menurut variabel lingkungan, memungkinkan membuat persamaan
langsung antara perubahan di dalam komposisi komunitas dan perubahan di dalam
keadaan lingkungan, serta mencerminkan perubahan ini sebagai bersambungan atau
terputus-putus.
Selanjutnya Samingan (1978) mengatakan bahwa u~itukordinasi-ordinasi
yang mempunyai sumbu-sumbu berdasarkan pada perbedaan didalam struktur
komunitas, hipotesa organismal menyarankan bahwa komunitas harus masuk
kedalam golongan-golongan yang jelas serta terpisah jauh sedangkan hipotesa
individualistik rnenyarankan bahwa komunitas-komunitas tersebut harus rnembentuk
penyebaran yang kurang lebih bersambungan.
Menurut Smith (1980) ordinasi komunitas dapat dikerjakan dalam dua
pendekatan, yaitu dengan perubahan kondisi lingkungan, maka posisi komunitas
sepanjang sutnbu tersebut telah tnencerminkan bahwa perubahan komposisi
komunitas dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Bila suatu sumbu lain merupakan
landasan komposisi komunitas, nlaka konfigurasi dalarn ruang geometris menyatakan
hubungan antara komunitas mengenai kemiripan dalanl komposisi. Dari gambaran ini
diharapkan dapat ditelusuri faktor-faktor yang mungkin mendasari pola yang diamati
tersebut.
Salah satu cara yang digunakan dalam ordinasi yang dikcnal sebagai rnetode
tak langsung (Whittaker, 1967 dulunt Siswadi el ul, 1992) adalah satuan penarikan
contoh yang diatur dalam suatu sistem koordinat yang tereduksi berdasarkan nilai
ketidakmiripan (atau kemiripan) dalam komposisi spesies. Bray dan Curtis (1957)
dalarn Siswadi er ul (1992) memperkenalkan metode ordinasi tak langsung yang
dikenal dengan nama Ordinasi Kutub. Ordinasi kutub ini hertiasarkan cara kerja Bray
dan Curtis yang membuat suatu suatu peringkat linear dari suatu nilai lainnya.
Keadaan ekstrim tersebut dalam ordinasi komunitas tumbuhan misalnya berhubungan
dengan sifat-sifat komponen lingkungan, misalnya pH tanah, ketinggian tempat dan
penggenangan air.

111. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak
Kawasali hutan lindung Gunung Cakrabuana terletali di Kabupaten
Sumedang Jawa Barat yang masuk dalalll wilayah KPH Sumedang, BKI'H
Cadasngampcr. RP1-i Cakrabuana.
Secara gcografis atau berdasarkan garis lintang, wilayah ini terletak pada 7'

- 107' 44' BT dan 6' 4' - 7' 53' LS. Secara administratif, wilayah Pemerintah berada
di Daerah Tingkat I1 Kabupaten Sumedang, dengan batas-batas hutan sebagai berikut:

,

Bagian Utara

: KPH Indramayu dan KPI-I Majalengka

Bagiaii Timur

: KPN Majalengka

Bagian Selatan

: KPI3 Bandung Utara dan KPIH Garut

Bagian Barat

: KPH Bandung Utara dan KPIH Purwakarta

B. Status dan Luas
KPH Sumedang sebelt~mnyaberasal dari wilayah hutan KPH Bandung, KPH
Indramayu, dali KPH Majalengka. Pads tahun 1968, keluar Surat Keputusan
Gubernur Jawa Barat No. 261 B.XI/BP/SW68 tanggal 23 Januari 1968 tentang
dibentuknya KI'IH Sumedang dengan wilayah meliputi hutan administratif pemerintah
Kabupaten Sumedang.
Kawasan liutan lindung Gunung Cakrabuana mempunyai luas 1.221,59 hs,
dengan pembagian tiap-tiap petak seluas 40,90 ha (petak 13); 85,04 ha (petak 14);
88,22 ha (pelak 15); 8 1,60 ha (petak (16); 135,12 ha (petak 17); 100,32 ha (pelak 18);
29,47 ha (petak 19); 587,32 ha (p