Efektivitas Leaflet Sebagai Media Sosialisasi Program Gerakan Bebas Plastik

EFEKTIVITAS LEAFLET SEBAGAI MEDIA SOSIALISASI
PROGRAM GERAKAN BEBAS PLASTIK

R. IRINNE DEVITA ARIANY

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Efektivitas Leaflet sebagai
Media Sosialisasi Program Gerakan Bebas Plastik” adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

R. Irinne Devita Ariany
I34120017

ABSTRAK
R. IRINNE DEVITA ARIANY. Efektivitas Leaflet sebagai Media Sosialisasi
Program Gerakan Bebas Plastik. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO.
Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbanyak nomor dua
di dunia. Hal itu membuat pemerintah merumuskan berbagai kebijakan mengenai
sampah, khususnya sampah plastik. Namun belum adanya kesadaran dari
masyarakat menjadikan kebijakan pemerintah hanya sebuah wacana. Maka
dibutuhkan sosialisasi yang menarik di tingkat terkecil dalam masyarakat melalui
Posdaya. Sosialisasi Gerakan Bebas Plastik melalui leaflet merupakan media yang
tepat untuk menyampaikan informasi kepada tingkat terkecil masyarakat. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas leaflet Gerakan Bebas Plastik yang
dilihat dari perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku,
serta hubungannya dengan karakteristik masyarakat dan desain leaflet. Penelitian

ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode eksperimental dan didukung
data kualitatif. Hasil penelitian menggunakan uji beda t test menunjukkan bahwa
pengetahuan, sikap, dan perilaku responden mengalami perubahan setelah
membaca leaflet. Hasil uji rank spearman menunjukkan terdapat hubungan yang
negatif antara tingkat pendidikan dengan peningkatan pengetahuan, serta tidak
terdapat hubungan antara desain leaflet dengan efektivitas leaflet.
Kata kunci: efektivitas media, pengetahuan, perilaku, sikap

ABSTRACT
R. IRINNE DEVITA ARIANY. Effectiveness of Leaflet as Media Socialization of
Free Plastic Movement Program. Supervise by PUDJI MULJONO.
Indonesia is the number two country in the world which mismanaged plastic
waste. It made the government formulated various policies regarding garbage,
especially plastic waste. But the lack of public awareness made the government
policies only a discourse. Therefore be required an appealing socialization at the
lowest level in society through Posdaya. Socialization of Free Plastic Movement
through leaflets is an excellent medium for communicate the information to the
smallest levels of society. The purpose of this research is to examine the
effectiveness of the Free Plastic Movement leaflet which seen from changes in
knowledge, attitude, and behavior, and relation with community characteristics

and the design of leaflets. This research is a quantitative experiment method and
supported by qualitative data. The results using t test showed that the knowledge,
attitudes, and behaviors of respondents changed after reading the leaflet.
Spearman rank test results showed a negative correlation between level of
education and change of knowledge and leaflet design is not related to the
effectiveness of the leaflet.
Keywords: attitude, behavior, knowledge, leaflet, media effectiveness

EFEKTIVITAS LEAFLET SEBAGAI MEDIA SOSIALISASI
PROGRAM GERAKAN BEBAS PLASTIK

R. IRINNE DEVITA ARIANY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor


DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

:

Efektivitas Leaflet sebagai Media Sosialisasi Program
Gerakan Bebas Plastik

:
:

R. Irinne Devita Ariany
I34120017

Judul Skripsi
Nama

NIM

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Pudji Muljono, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Pengesahan: _______________

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 ini berjudul
“Efektivitas Leaflet sebagai Media Sosialisasi Program Gerakan Bebas Plastik”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Pudji Muljono,

M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan
selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga
menyampaikan hormat dan terima kasih kepada orang tua tercinta Bapak R.
Dadeng Maulana dan Ibu Een Lusmanawati yang selalu mendoakan, memberikan
semangat, dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Kepada
adik tersayang Zaid Maulana Jayadipura, serta adik sepupu penulis Ayu Audya
Iskandar yang selalu memberikan semangat dan menemani penulis dalam
penulisan skripsi. Terima kasih kepada Wahyu Setiyawan atas dukungan, lecutan,
dan semangatnya selama ini, serta untuk Rezky, Rona, Fahmi, dan Hafiz atas
dukungan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
kepada sahabat Namolova yang selalu memberikan semangat dan menghibur
penulis saat patah arang. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada
Koran Kampus IPB angkatan 9, pengurus dan pimpinan BEM FEMA Kabinet
Terasa Manis serta Kabinet Mozaik Toska, terutama departemen Kominfo.
Kepada sahabat dan teman-teman SKPM 49, Sahabat Sekret, Keluarga PDD
MPKMB, teman-teman satu bimbingan Fitri Zakiyah dan Siti Hoelilah. Tidak
lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Bogor, September 2016

R. Irinne Devita Ariany
I34120017

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pemilihan Responden
Teknik Pembuatan Media Leaflet
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM
Kelurahan Pasirkuda
Kelurahan Situ Gede
Karakteristik Responden
Usia
Tingkat Pendidikan
Tanggungan Keluarga
EFEKTIVITAS LEAFLET
Pengetahuan, Sikap, dan Kecenderungan Berperilaku Awal
Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Kecenderungan Berperilaku
Efektivitas Leaflet
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP

EFEKTIVITAS MEDIA LEAFLET
Hubungan Usia dengan Peningkatan Pengetahuan
Hubungan Usia dan Perubahan Sikap
Hubungan Usia dengan Perubahan Kecenderungan Perilaku
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Peningkatan Pengetahuan
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perubahan Sikap

vii
viii
viii
1
1
3
4
4
5
5
14
15
17

17
17
18
19
20
21
21
25
25
27
29
30
30
31
33
33
41
43
47
47

48
49
49
50

vi

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perubahan Kecenderungan
Perilaku
Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Peningkatan
Pengetahuan
Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Perubahan Sikap
Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Perubahan
Kecenderungan Perilaku
HUBUNGAN DESAIN LEAFLET TERHADAP EFEKTIVITAS MEDIA
LEAFLET
Hubungan Desain dengan Peningkatan Pengetahuan
Hubungan Desain dengan Perubahan Sikap
Hubungan Desain dengan Perubahan Kecenderungan Perilaku
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

51
52
52
53
55
55
56
57
59
59
59
61
65
77

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Lima besar negara pembuang sampah plastik terbanyak tahun 2010 dan 2025
Jumlah penduduk dan kepala keluarga RW 07 Kelurahan Pasirkuda tahun
2015
Jumlah penduduk dan kepala keluarga RW 05 Kelurahan Situ Gede tahun
2015
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik RW 07 tahun 2016
Jumlah dan persentase responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sebelum membaca leaflet menurut nilai pengetahuan
Nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum membaca
leaflet menurut pertanyaan pada aspek pengetahuan
Jumlah dan persentase responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sebelum membaca leaflet menurut nilai sikap
Nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum membaca
leaflet menurut pertanyaan aspek sikap
Jumlah dan persentase responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sebelum membaca leaflet menurut nilai kecenderungan perilaku
Nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum membaca
leaflet menurut pertanyaan aspek kecenderungan perilaku
Perbandingan nilai rata-rata pre-test, post-test, dan perubahan pengetahuan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Perbandingan nilai rata-rata pre-test, post-test, dan perubahan sikap kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
Perbandingan nilai rata-rata pre-test, post-test, dan perubahan kecenderungan
perilaku kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Hasil nilai signifikansi pengetahuan, sikap, dan kecenderungan perilaku
dengan karakteristik responden di RW 07 Kelurahan Pasirkudaa 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan peningkatan
pengetahuan di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan perubahan sikap di
RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan perubahan
kecenderungan perilaku di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dan
peningkatan pengetahuan di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan
perubahan sikap di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dan
perubahan kecenderungan perilaku di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
dan peningkatan pengetahuan di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
dan perubahan sikap di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
dan perubahan kecenderungan perilaku di RW 07 Kelurahan Pasirkuda 2016
Jumlah dan persentase responden menurut penilaian aspek desain

1
25
28
29
33
34
36
37
39
40
41
42
43
47
47
48
49
50
50
51
52
53
53
55

viii

25 Persentase responden kelompok eksperimen berdasarkan hubungan desain
dengan peningkatan pengetahuan responden setelah membaca leaflet
26 Persentase responden kelompok eksperimen berdasarkan hubungan desain
dengan perubahan sikap responden setelah membaca leaflet
27 Persentase responden kelompok eksperimen berdasarkan hubungan desain
dengan perubahan kecenderungan perilaku responden setelah membaca leaflet

55
56
57

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Model Lasswell
Kerangka Pemikiran
Komposisi responden kelompok eksperimen berdasarkan usia
Komposisi responden kelompok kontrol berdasarkan usia
Komposisi responden kelompok eksperimen berdasarkan tingkat
pendidikan
Komposisi responden kelompok kontrol berdasarkan tingkat pendidikan
Komposisi responden kelompok eksperimen berdasarkan tanggungan
keluarga
Komposisi responden kelompok kontrol berdasarkan tanggungan
keluarga

6
15
30
30
31
31
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Peta Wilayah Posdaya Puspa Lestari
Peta Wilayah Posdaya Kenanga
Rencana Alokasi Waktu Penelitian
Kerangka Sampling Kelompok Eksperimen
Kerangka Sampling Kelompok Kontrol
Hasil Uji Reliabilitas
Hasil Uji Statistik
Tematik Catatan Harian
Media Leaflet
Dokumentasi Penelitian

66
66
67
68
69
70
70
74
75
76

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Plastik merupakan salah satu benda yang sulit dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari. Karena sifatnya yang kuat dan tidak mudah rusak, plastik dijadikan
salah satu bahan untuk wadah membawa makanan dan minuman, pakaian maupun
alat rumah tangga lainnya. Setiap tahunnya, penggunaan tas plastik pada hampir
seluruh negara di dunia mengalami peningkatan. Penggunaan plastik yang
semakin banyak ini menyebabkan sampah plastik akan semakin banyak. Data
Deputi Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH)
menyebutkan, setiap individu rata-rata menghasilkan 0.8 kilogram sampah dalam
satu hari, dimana 15 persennya adalah plastik. Menurut Statistik Persampahan
Indonesia tahun 2008, tercatat 14 persen sampah plastik dihasilkan dari 26 kota
besar di Indonesia. Sementara di tingkat dunia, Indonesia menduduki posisi kedua
dalam daftar 20 negara yang paling banyak membuang sampah plastik di laut.1
Tabel 1 merupakan statistik lima negara yang paling banyak membuang sampah
plastik sejak tahun 2010 hingga tahun 2025 dengan memprediksikan peningkatan
populasi di masing-masing negara.
Tabel 1

Peringkat

Lima besar negara pembuang sampah plastik terbanyak tahun 2010 dan
2025
Tahun 2010
Tahun 2025
Negara

1
China
2
Indonesia
3
Filipina
4
Vietnam
5
Sri Lanka
Sumber: Jambeck et al.

Penyalahgunaan
Limbah Plastik
(PLP/tahun)

Negara

Penyalahgunaan
Limbah Plastik
(PLP/tahun)

88.20
3.22
1.88
1.83
1.59

China
Indonesia
Filipina
Vietnam
India

17.81
7.42
5.09
4.17
2.88

Perubahan
populasi
sejak 2010
(%)
3.70
11.90
26.00
13.30
18.70

Sahwan et al. (2005) menyatakan bahwa sampah plastik merupakan bahan
yang sulit terdegradasi sehingga sangat potensial mencemari lingkungan. Jika
sampah plastik dibakar, akan menciptakan polusi udara, sedangkan jika dibiarkan
begitu saja, plastik akan membutuhkan waktu sekitar 1000 tahun untuk dapat
terurai di tanah dan 450 tahun terurai di air (Adiwijaya 2009). Tas atau kantong
plastik yang dibiarkan dibuang di air dapat membunuh makhluk hidup air dan
akan merusak ekosistem laut.
Permasalahan sampah ini ditangani oleh Pemerintah Pusat Indonesia melalui
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) yang menjalankan fungsi
regulasinya, yaitu menerapkan Undang - Undang No. 18/2008 tentang
pengelolaan sampah. Salah satu isi dari undang - undang tersebut adalah memaksa
para pebisnis ritel modern untuk membatasi penggunaan kantong plastik. Petunjuk
dan pedoman khusus dari UU tersebut diturunkan dalam PP No. 81 tahun 2012.
1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jambeck et al. yang diterbitkan pada Journal
Science edisi Jumat 13 Desember 2015.

2

Peraturan tersebut menegaskan tentang pembatasan timbulan sampah, dengan
contoh implementasinya adalah membatasi penggunaan kantong plastik. Tindak
lanjut dari peraturan tersebut, pada tahun 2015 Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan mengeluarkan Surat Edaran tentang kantong plastik berbayar yang
ditujukan kepada Pemerintah Daerah dan dunia usaha. Sejalan dengan kebijakan
tersebut, upaya pengurangan kantong plastik ini juga telah dilakukan beberapa
perusahaan ritel di Indonesia. Kebijakan terkait kantong plastik berbayar ini
nantinya akan dimasukkan dalam sebuah regulasi Peraturan Menteri (Permen)
sebagai salah satu langkah pengelolaan sampah. Sementara itu kebijakan ini sudah
diuji coba pada bulan Februari 2016.
Upaya pembatasan penggunaan plastik tidak hanya dilakukan oleh
pemerintah, tetapi juga dari kampanye komunitas peduli lingkungan dan inisiasi
pengusaha ritel. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Adiwijaya (2009),
gencarnya kampanye pembatasan penggunaan plastik ini sudah dilaksanakan di
negara-negara Eropa maupun Asia. Bahkan di Indonesia, kampanye pengurangan
penggunaan kantong plastik sudah dimulai sejak Oktober 2010 dengan nama
kampanye Diet Kantong Plastik oleh Greeneration Indonesia. Kemudian pada
tahun 2013, beberapa lembaga pegiat isu kantong plastik membentuk gerakan
nasional bersama, bernama Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Sejak
munculnya gerakan tersebut, kampanye-kampanye lainnya terus bermunculan
mulai dari berbagai lembaga pegiat isu lingkungan hingga peritel di Indonesia.
Adanya peraturan dan kampanye tersebut ternyata tidak langsung
menyelesaikan masalah persampahan di Indonesia. KLH mencatat jumlah
peningkatan timbulan sampah di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun, dengan
tantangan terbesar pengelolaannya adalah penanganan sampah plastik yang tidak
ramah lingkungan. Adiwijaya (2009) mengatakan dalam penelitiannya bahwa
ternyata kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya sampah plastik serta
kepedulian akan kelestarian lingkungan hidup masih rendah. Maka diperlukan
adanya keseriusan dari pemerintah untuk mulai mengedukasi masyarakat dimulai
dari unit paling kecil, yaitu melalui sosialisasi pada keluarga. Sosialisasi tersebut
dapat dimasukan melalui Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) yang merupakan
gagasan baru dari pemerintah untuk membangun SDM melalui partisipasi
keluarga secara aktif. Ernawati (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
Posdaya merupakan forum silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi
dan sekaligus dapat dikembangkan untuk merangsang dan mengembangkan forum
pemberdayaan keluarga serta penggalangan kebersamaan dengan mengubah sikap
dan tingkah laku.
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan upaya untuk mengurangi
penggunaan plastik sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dengan
berbagai kebijakannya, tetapi juga diperlukan upaya dari akar rumput, yaitu
merubah perilaku masyarakat agar dapat mengurangi penggunaan sampah plastik.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu sosialisasi yang menarik dan mudah diterima
agar upaya tersebut berhasil. Usaha untuk mempengaruhi pendapat, sikap dan
tingkah laku pada negara yang demokratis hanya dapat dilakukan berdasarkan
pada bujukan-bujukan atau ajakan (persuasi), tidak boleh berdasarkan pemaksaan
(koersif) walaupun terkadang dalam pengemasan pesan-pesan mengandung sifat
“fear arrousing” (menimbulkan kecemasan) ketika menerima pesan (Rudy 2005).
Berlandaskan hal tersebut, maka kegiatan komunikasi (pemberian informasi)

3

kepada masyarakat harus mengutamakan upaya persuasif dengan mengutamakan
komunikasi yang informatif.
Sosialisasi yang persuasif tersebut bisa menggunakan media komunikasi yang
menarik dan kreatif. Pada zaman yang serba digital ini, sosialisasi berupa narasi
saja tidak cukup, namun juga diperlukan adanya dukungan media dan teknologi.
Salah satu hal yang dapat digunakan dalam menyampaikan informasi yaitu
dengan pembuatan materi informasi yang dikemas dalam bentuk media cetak
(visual) berupa leaflet, folder, poster, brosur dan lain-lain atau dalam bentuk
media elektronik (audio visual) berupa film, video, dan lain-lain. Meskipun
kampanye pembatasan penggunaan plastik kini sudah marak di internet dan media
sosial, namun nyatanya masih banyak masyarakat yang belum terdedah dan
sebagian diantaranya masih sulit mengakses media tersebut. Hal ini menunjukkan
sarana/saluran/media konvensional seperti leaflet dan poster masih tetap penting
dan efektif digunakan, sehingga pembahasan mengenai media komunikasi berupa
leaflet ataupun poster masih dibutuhkan di samping maraknya media modern
seperti internet, slide¸maupun video (Rudy 2005).
Masih banyaknya masyarakat yang awam dan memiliki keterbatasan dalam
mengakses media modern tersebut menjadi salah satu alasan penulis memilih
pembahasan media cetak konvensional berupa leaflet. Selain itu leaflet merupakan
sarana untuk kegiatan publikasi dan sosialisasi yang biasanya dilakukan di tengah
antara komunikasi antarpersona dan komunikasi massa, dimana khalayak yang
dituju tidak secara serempak menerima pesan (Effendy 2002). Hal tersebut sesuai
dengan keadaan Posdaya yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sehingga
kegiatan sosialisasi yang dilakukan melalui leaflet tidak secara serempak namun
menjangkau unit-unit terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga. Berdasarkan
situasi tersebut, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana efektivitas media
leaflet dalam upaya mengurangi penggunaan plastik?
Masalah Penelitian
Berbagai regulasi sebagai bentuk upaya mengurangi sampah plastik sudah
diterapkan oleh pemerintah. Mulai dari UU No. 8 tahun 2008 yang mengatur
tentang pengelolaan sampah, PP No. 81 tahun 2012 tentang pembatasan timbulan
sampah, hingga peraturan plastik berbayar. Kenyataannya upaya pemerintah yang
dilakukan tersebut belum memberikan hasil yang signifikan, sehingga Indonesia
diprediksi masih menduduki posisi dua sebagai penghasil sampah plastik
terbanyak di dunia pada tahun 2025 (Jambeck et al.). Kondisi tersebut disebabkan
belum adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik.
Berdasarkan hal itu, maka diperlukan adanya upaya sosialisasi dari aras terkecil
masyarakat, yaitu sosialisasi pada keluarga melalui Posdaya, yang merupakan
gagasan baru dari pemerintah untuk membangun SDM melalui partisipasi
keluarga secara aktif. Kegiatan sosialisasi biasanya dilakukan di antara
komunikasi antarpersona dan komunikasi massa, dimana khalayak yang dituju
tidak secara serempak menerima pesan, dapat dibantu media komunikasi nonmassa berupa leaflet (Effendy 2002). Media leaflet dipilih menjadi media
sosialisasi karena memiliki beberapa kelebihan seperti lebih menarik dan dapat
diingat lebih lama, selain itu leaflet juga dapat disimpan dan bisa dilihat kembali
sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan

4

bagaimana perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu rumah tangga
setelah membaca leaflet?
Hasil penelitian Limandoko (2000) menunjukkan bahwa desain mampu
membentuk perilaku dengan syarat desain tersebut mampu mengomunikasikan
pesan dengan baik kepada khalayak secara tepat sasaran. Menurutnya, langkah
awal yang ideal untuk mencapai tujuan itu adalah dengan mengetahui
karakteristik khalayak sasaran. Faktor-faktor tersebut salah satunya adalah faktor
internal dari individu yang dituju, karena setiap individu memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, sehingga memengaruhi hasil akhir dari sosialisasi yang
dilakukan. Maka timbul pertanyaan bagaimana hubungan karakteristik
individu terhadap efektivitas media leaflet dalam sosialisasi?
Media leaflet dirancang khusus menggunakan elemen-elemen desain grafis
agar mampu menarik perhatian. Effendy (2002) membagi elemen desain berupa
bentuk, warna, gambar/ilustrasi, huruf dan bahasa yang digunakan. Hasil
penelitian Kamil et al. (2013) menunjukkan bahwa huruf dan warna yang terdapat
pada media cetak merupakan salah satu komponen yang paling penting karena
menurut respondennya, kedua hal tersebut mempengaruhi kenyamanan membaca
media cetak. Berdasarkan hal tersebut, maka timbul pertanyaan bagaimana
hubungan desain leaflet terhadap efektivitas media leaflet dalam sosialisasi?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan utama sesuai dengan permasalahan yang telah
dipaparkan yaitu menganalisis pengaruh media leaflet dalam mengubah perilaku
mengurangi penggunaan plastik di tingkat keluarga. Sedangkan tujuan-tujuan
penelitian yang lebih spesifik adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan
perilaku ibu rumah tangga setelah membaca leaflet.
2. Mengidentifikasi hubungan karakteristik individu terhadap efektivitas
media leaflet dalam sosialisasi.
3. Mengidentifikasi hubungan desain leaflet terhadap efektivitas media
leaflet dalam sosialisasi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Pemerintah dan instansi terkait, sebagai masukan dalam strategi sosialisasi
dan promosi kebijakan atau peraturan yang ditujukan untuk masyarakat.
2. Peneliti dan akademisi, sebagai bahan informasi dan bahan pembanding
mengenai penelitian sejenis.
3. Fasilitator atau kader, sebagai bahan masukan dalam memperbaiki proses
sosialisasi.
4. Masyarakat umum, sebagai masukan pengetahuan tentang bahaya dan cara
penanganan sampah plastik.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Definisi Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses yang tidak dapat kita hindari.
Komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang dalam Kamus Latin
Indonesia berarti “pemberitahuan”2. Kata communicatio ini bersumber pada kata
communis yang berarti “sama”, yang mempunyai maksud “sama arti” atau “sama
makna”. Effendy (2002) menjelaskan bahwa pengertian komunikasi berkembang
seiring perkembangan zaman. Selain bermakna pemberitahuan, komunikasi juga
diartikan sebagai pengumuman, penerangan, penjelasan, penyuluhan, perintah,
instruksi, komando, nasihat, ajakan, bujukan, dan sebagainya. Melihat dari
berbagai makna itu, komunikasi tidak lagi merupakan upaya agar orang tahu,
tetapi juga agar seseorang melakukan sesuatu atau melaksanakan kegiatan
tertentu. Terlepas dari berbagai makna tersebut, komunikasi tetap memiliki inti
hakikatnya, yaitu adanya “kesamaan makna” didalam prosesnya (Effendy 2002).
Definisi komunikasi menurut Black dan Bryant (1992) adalah proses orangorang berbagi makna, dimana seseorang (komunikator) mengirimkan rangsangan
untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) karena adanya pengalihan
pesan sehingga orang saling mempengaruhi (Lubis et al. 2010). Komunikasi tidak
hanya dari satu individu ke individu lainnya, tetapi juga bisa dari satu individu ke
suatu kelompok atau bahkan ke masyarakat luas.
Berelson dan Stainer (1972) mendefinisikan komunikasi sebagai
penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan
menggunakan lambang-lambang – kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lainlain (Effendy 2002). Pengertian komunikasi ini bukan hanya menyampaikan
informasi, tetapi juga gagasan, emosi, dan keterampilan. Effendy (2002) juga
menjelaskan pengertian menurut Carl I Hovland, komunikasi merupakan proses
dimana seseorang menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa) untuk
mengubah perilaku orang lain. Hovland menerangkan bahwa komunikasi
mempunyai tujuan untuk mengubah perilaku, yaitu di dalamnya terdapat
bagaimana cara agar seseorang atau sejumlah orang berperilaku tertentu,
melakukan kegiatan tertentu, atau melakukan tindakan tertentu.
Pengertian Hovland ini kemudian dikembangkan oleh Miller (1966), yaitu
komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana
seseorang sebagai sumber menyampaikan suatu kesan kepada seseorang atau
sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya
(Effendy 2002). Lebih lanjut lagi, Effendy (2002) merangkum tiga tujuan sentra
komunikasi menurut para ahli, yaitu:
- To secure understanding (memastikan pemahaman)
- To establish acceptance (membina penerimaan)
- To motivate action (motivasi kegiatan)
Pengertian tersebut menunjukkan pengertian komunikasi sebagai proses
agar sasaran komunikasi pertama-tama harus bisa memahami isi pesan. Jika sudah
2

Kamus Latin Indonesia karya Drs. K. Prent C.M., Drs J. Adisubrata, dan W.Js. Poerwadarminta
yang dikutip oleh Effendy (2002)

6

memahami, berarti mereka sudah bisa menerima kemudian penerimaan tersebut
butuh dibina, sehingga hal itu bisa menjadi dasar untuk memotivasi mereka agar
melakukan suatu kegiatan. Maka setelah melihat beberapa penjabaran ahli tentang
definisi komunikasi, tujuan awal dari komunikasi adalah adanya kesamaan
makna, dan tujuan akhirnya adalah adanya perubahan perilaku, karena dalam
prosesnya, tidak mungkin orang melakukan kegiatan tertentu (yang komunikator
inginkan) jika tidak ada kesamaan makna (pemahaman) di dalamnya.
Definisi komunikasi dari beberapa ahli tersebut juga dapat dijelaskan oleh
model komunikasi Harold Lasswell. Menurut Lubis et al. (2010), pandangan
Lasswell ini menekankan pada unsur-unsur pembicara (speaker), pesan
(message), dan khalayak (audience). Model Lasswell ini berbunyi Who Says What
In Which Channel To Whom With What Effect, yang digambarkan dalam bentuk
dibawah ini.

Who
(Speaker)

What
(Message)

Channel
(or Medium)

Whom
(Audience or
Listener)

=

Effect

Gambar 1 Model Lasswell

Dibandingkan dengan model komunikasi dari beberapa ilmuan lainnya,
pendekatan Lasswell ini memberikan pandangan tentang pengaruh (effect) dari
komunikasi yang terjadi. Model ini dapat digunakan untuk melihat beragam hasil
atau pengaruh dari proses komunikasi. Pengaruh atau efek yang dimaksud disini
adalah adanya perubahan perilaku yang sebelumnya sudah dijelaskan pada
definisi komunikasi menurut beberapa ahli. Model Lasswell ini juga menerangkan
secara lebih luas tentang saluran komunikasi, yaitu suatu media yang digunakan
untuk menyalurkan pesan.
Berdasarkan definisi komunikasi dari beberapa ahli dan model komunikasi
Lasswell, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian
pesan baik itu berupa informasi, pikiran ataupun gagasan oleh seseorang untuk
mengubah sikap, opini, atau perilaku orang lain melalui suatu media tertentu
dengan upaya memperoleh tanggapan.
Sosialisasi
Sosialisasi merupakan penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang
efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga seseorang
dapat aktif di dalam masyarakat (Effendy 2011). Telah dijelaskan pada awal bab
ini bahwa komunikasi bermakna “pemberitahuan”. Komunikasi yang memberikan
efek mengerti dan kemudian menjadi tahu, maka komunikasi tersebut hanya
bertaraf informatif, sedangkan jika komunikator memiliki tujuan agar komunikan
melakukan suatu kegiatan atau tindakan, maka tarafnya menjadi persuasif
(Effendy 2002). Maka sosialisasi dapat digolongkan kedalam komunikasi yang
persuasif, yaitu komunikasi yang dapat membujuk, mengajak, atau meyakinkan.
Effendy (2002) dalam bukunya membahas beberapa pengertian komunikasi
persuasif menurut beberapa ahli, yaitu:

7

a. Menurut Kenneth E. Anderson yang membatasi persuasi hanya pada
komunikasi anterpersona. Kenneth mengatakan bahwa terdapat tiga
pergeseran penekanan yang penting antara batasan komunikasi dengan
persuasi. Pertama, komunikasi diartikan sebagai upaya “mempengaruhi”
kognisi, sedangkan pada persuasi dampak terhadap kognisi diupayakan
untuk menghasilkan perubahan pada sikap, kepercayaan, nilai, atau
tindakan. Pergeseran kedua adalah penekanan pada kesenjangan dari
perubahan, yaitu menyebabkan perubahan tanpa menggunakan paksaan.
Pergeseran yang ketiga adalah perubahan pada sikap atau kegiatan yang
diinginkan oleh komunikator.
b. Menurut Edwin P. Bettinghause, agar bersifat persuasif suatu komunikasi
harus mengandung upaya yang dilakukan oleh seseorang dengan secara
sadar untuk mengubah perilaku orang lain dengan menyampaikan
beberapa pesan. Menurutnya, yang diubah dengan upaya secara sadar itu
hanya perilaku, sedangkan proses komunikasinya bisa tatap muka ataupun
melalui media.
Berdasarkan penjabaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi merupakan salah satu penyampaian komunikasi persuasif. Proses
penyampaian pesan tersebut dengan upaya mempengaruhi kognisi seseorang yang
selanjutnya diharapkan menghasilkan perubahan pada sikap dan perilaku yang
diinginkan oleh komunikator tanpa adanya paksaan. Sosialisasi bisa dilakukan
melalui tatap muka ataupun dengan menggunakan media.
Efektivitas Komunikasi
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan (Ernawati 2011). Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan, jika hasil kegiatan semakin
mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Maulida 2013).
Efektivitas merupakan usaha pencapaian sasaran yang sesuai dengan
harapan. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian definisi komunikasi, Miller
memperluas pengertian komunikasi dengan adanya tujuan perubahan perilaku
(Effendy 2002). Menurutnya, komunikasi bukan sekadar upaya memberi tahu,
tetapi juga upaya memengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan
kegiatan atau tindakan tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa jika tujuan
perubahan perilaku dalam proses komunikasi tercapai, maka komunikasi tersebut
bisa dikatakan efektif.
Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif
jika dapat menimbulkan efek berikut:
1. Kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan, meliputi peningkatan
kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan.
2. Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya
tergerak akibat komunikasi, meliputi efek yang berhubungan dengan emosi,
perasaan dan sikap.
3. Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan,
yang berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu.
Ketiga efek yang timbul tersebut akan muncul jika diberikan dimensi-dimensi
pada komunikasi, yaitu penerima pesan, isi pesan, ketepatan waktu, media

8

komunikasi, format, dan sumber pesan (Hapsari 2013). Hasil penelitian Hapsari
(2013) menunjukkan bahwa dimensi yang mempunyai efektivitas komunikasi
paling tinggi adalah isi pesan dan media komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa
jika isi pesan dikombinasikan dengan media komunikasi maka proses komunikasi
akan semakin efektif.
Media Komunikasi
Kegiatan komunikasi pada umumnya dilakukan melalui media, seperti
yang diungkapkan pada model komunikasi Lasswell. Effendy (2002) membagi
komunikasi bermedia ke dalam dua bagian, yaitu komunikasi media utama dan
komunikasi media kedua. Komunikasi melalui media utama merupakan
penyampaian pesan melalui lambang, contohnya bahasa, biasanya komunikasi ini
merupakan komunikasi secara tatap muka. Sedangkan komunikasi media kedua
merupakan proses penyampaian pesan kepada orang lain menggunakan suatu
sarana sebagai media. Media kedua ini digunakan oleh komunikator jika
komunikan berada di tempat yang jauh atau dalam jumlah yang banyak.
Contohnya adalah televisi, surat kabar, poster, leaflet, telepon, dan lain-lain.
Penelitian ini akan memfokuskan tentang komunikasi media kedua. Lebih
jauh lagi, Effendy (2002) menjelaskan bahwa media kedua ini diklasifikasikan
menjadi media massa dan media nirmassa (non-massa). Komunikasi massa
diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan melalui media massa (Effendy
2011). Ciri utama media massa adalah bahwa media tersebut dirancang untuk
menjangkau banyak orang yang menimbulkan keserempakan (simultaneity).
Bungin (2008) mengungkapkan bahwa komunikasi massa adalah proses
komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan
komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi
massa merupakan penyederhanaan dari komunikasi melalui media massa,
contohnya televisi, surat kabar, radio, dan lain-lain.
Komunikasi media nirmassa (non-massa) terbagi ke dalam dua bagian, yaitu
media individual, contohnya telepon, sms, fax, dan lain sebagainya. Serta media
umum, yaitu sarana komunikasi yang digunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan pesannya ke khalayak luas, contohnya leaflet, poster, brosur, dan
lain sebagainya. Meskipun media massa dan media umum ini sama-sama
ditujukan kepada khalayak luas, terdapat perbedaan dalam aspek keserempakan
(simultaneity) ketika masyarakat/khalayak menerima suatu pesan. Media massa
menimbulkan keserempakan disebabkan oleh jumlah orang yang dijadikan
sasaran sangat besar. Sementara itu untuk media umum, orang yang membaca
pesan melalui media tersebut (leaflet, poster, brosur, dan lain-lain) tidak serempak
atau dalam waktu yang relatif berbeda-beda (Effendy 2002). Blake dan Haroldsen
(1979) menyebut komunikasi tersebut sebagai medio communication, yang berarti
komunikasi medio (Effendy 2002). Medio dalam bahasa latin memiliki arti
“tengah”, yang bermakna di tengah antara komunikasi antarpersona dan
komunikasi massa.
Jika ditinjau dari jenisnya, media komunikasi dibagi menjadi tiga bagian.
Widjaja (2010) membagi media komunikasi menjadi media audio, media visual,
dan media audio visual. Media audio merupakan media yang dapat didengar,
misalnya radio, tape recorder, dan sebagainya. Media visual adalah media yang

9

dapat dilihat, seperti slide, surat kabar, buletin, pamflet, leaflet, dan lain-lain.
Sedangkan media audio-visual adalah media yang bisa dilihat dan didengar
sekaligus, misalnya video, film, televisi, dan lain-lain.
Selain jenis media tersebut, pesan juga bisa disampaikan melalui media
cetak ataupun media elektronik. Media cetak merupakan media generasi kedua
sebelum adanya teknologi media elektronik, media ini merupakan susunan atas
unsur-unsur visual saja. Media cetak memiliki beberapa keunggulan di antaranya
bentuknya yang praktis, pesannya dapat dilihat berulang serta dapat disimpan jika
suatu saat diperlukan. Beberapa contoh media cetak di antaranya poster, leaflet,
folder, brosur, dan lain-lain. Sedangkan media elektronik meliputi gabungan
antara unsur audio dan visual. Media audio visual ini memberikan banyak
keuntungan di antaranya mampu menarik perhatian komunikan, praktis dan
mudah dibawa dalam bentuk piringan CD, serta dapat menunjukkan tahapan demi
tahapan secara jelas dan rinci.
Pada penelitian ini peneliti membatasi penelitian pada media nirmassa (nonmassa), berupa media visual tercetak, yaitu leaflet. Hal ini dikarenakan media
umum merupakan sarana untuk kegiatan publikasi dan sosialisasi yang biasanya
dilakukan di antara komunikasi antarpersona dan komunikasi massa, dimana
khalayak yang dituju tidak secara serempak menerima pesan. Selain itu,
komunikasi melalui media leaflet ini relatif mudah dilakukan secara mandiri oleh
kader atau fasilitator pada posdaya. Hal ini akan membantu pemerintah dalam
memecahkan permasalahan kurangnya dukungan media informasi pada
masyarakat yang sulit terjangkau media massa atau media elektronik.
Leaflet
Leaflet merupakan salah satu media komunikasi yang biasa digunakan untuk
berbagai macam proses komunikasi, seperti publikasi, sosialisasi, penyuluhan,
iklan, dan lain sebagainya. Leaflet dapat diartikan sebagai selebaran yang berisi
informasi mengenai suatu hal atau peristiwa tertentu untuk diketahui oleh umum.
Sebagai media komunikasi, leaflet lebih tahan lama dan dapat disimpan untuk
dilihat sewaktu-waktu. Menurut Bovee dan Arens (1986), leaflet mempunyai
ukuran standar 8.5 x 11 inchi. Leaflet atau dalam Bahasa Inggris disebut flyer
(flier) pada umumnya tercetak pada satu atau kedua sisinya (Adawiyah 2003).
Berdasarkan panduan Bimbingan Teknis Media Cetak dari Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan (2013), leaflet dapat berupa lipatan maupun tidak terlipat.
Pada panduan ini juga dijelaskan bagian muka lembar leaflet berisikan judul
tulisan dan uraian tulisan pembuka materi informasi yang akan disampaikan. Pada
bagian lembar belakang leaflet berisikan muatan isi materi lanjutan dari lembar
depan leaflet. Isi materi informasi yang disampaikan melalui leaflet harus singkat
jelas dan padat berupa pokok – pokok uraian yang penting saja dengan
menggunakan kalimat yang sederhana. Pembuatan leaflet sangat dianjurkan
dilengkapi dengan pemberian gambar sederhana dan terfokus yang akan
memperjelas materi tulisan untuk menarik minat sasaran pembaca leaflet.
Saefudin dan Setiawan (2006) menjelaskan bahwa umumnya leaflet
dikeluarkan oleh penerbitnya dengan tujuan untuk memberitahukan atau
menginformasikan tentang sesuatu peristiwa atau kegiatan terkini kepada
masyarakat luas. Namun terdapat beberapa jenis leaflet yang dilihat dari segi
fungsi media komunikasi secara umum, yaitu:

10

1. Leaflet yang berfungsi informatif, yaitu leaflet yang dibuat dengan maksud
untuk memberitahukan atau menginformasikan sesuatu peristiwa atau
kegiatan tertentu dari lembaga yang menerbitkannya itu. Secara fisik tidak
bisa dibedakan dalam hal isi yang disampaikannya, kecuali tentu saja jika
yang dilihatnya adalah masalah kualitas kertasnya dan teknik penyajiannya
serta kedalaman isinya.
2. Leaflet yang berfungsi edukatif, yaitu leaflet yang di samping sudah
mengandung sifat informatif, namun di dalamnya terkandung juga aspek
edukatif. Isinya disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi unsur-unsur
pendidikan di dalamnya. Jenis leaflet ini banyak dibuat di perpustakaan dan
lembaga-lembaga penelitian lainnya. Contohnya antara lain dalam bentuk
bulletin, selipat.
3. Leaflet yang berfungsi rekreatif, leaflet jenis ini bersifat menghibur
pembacanya, atau setidaknya berisi tentang informasi mengenai aspek hiburan
atau entertainment. Banyak kita jumpai misalnya dalam arena pameran atau
hiburan-hiburan massal.
4. Leaflet yang berfungsi persuasif, leaflet jenis ini biasanya dibuat oleh
kalangan yang mempunyai tujuan-tujuan atau kepentingan tertentu, baik
kepentingan yang bersifat bisnis, sosial, ataupun agama. Misi akhir dari jenis
leaflet ini adalah agar para pembacanya terpengaruh oleh ajakan sesuai dengan
yang disajikan dalam leaflet.
5. Leaflet yang berfungsi promosi atau iklan, leaflet jenis ini yang terbanyak kita
jumpai. Sebenarnya fungsi-fungsi umum seperti sudah disebutkan di atas tetap
ada, namun untuk yang satu ini sudah lebih mengarah kepada unsur-unsur
bisnis dan bertujuan komersial. Bentuknya antara lain adalah iklan suatu
produk tertentu dari perusahaan tertentu.
Penelitian ini dibatasi pada jenis leaflet edukatif, yang juga di dalamnya berisi
pesan informatif. Isinya disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi unsur-unsur
pembelajaran (perubahan perilaku). Maka pada media leaflet perlu penyajian
pesan yang sesuai dengan keadaan ukurannya dan sasaran yang dituju (Firda
2013). Penyajian pesan yang baik dapat dilihat dari efek yang terjadi pada
masyarakat yang dituju setelah membaca pesan. Menurut Effendy (2002), terdapat
tiga efek yang dapat dilihat, yaitu:
1. Efek kognitif, yang bersangkutan dengan penalaran, audiences memahami
pesan yang merangsangnya melalui leaflet yang dibacanya.
2. Efek afektif, audiences merasa tersentuh hatinya oleh pesan tersebut,
seperti perasaan bangga, kagum, penasaran, ataupun takut.
3. Efek konatif, yaitu dampak yang timbul pada audiences dalam bentuk
perilaku, kegiatan, tindakan, dan sebagainya.
Lebih jauh lagi Effendy (2002) memaparkan beberapa faktor yang dapat
menentukan komunikatif atau tidaknya sebuah media cetak visual, yaitu:
1. Bentuk.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, leaflet memiliki beberapa
macam bentuk ada yang terlipat maupun tidak. Bahkan terdapat juga
poster yang tidak berbentuk persegi panjang, melainkan bulat atau
mengikuti suatu bentuk objek tertentu. Faktor bentuk ini juga harus
memperhatikan kemudahan pembaca dalam memegang dan membaca
leaflet tersebut.

11

2. Warna.
Warna merupakan faktor yang sangat penting bagi leaflet, karena
menjadi pemikat perhatian khalayak. Warna yang mencolok dan enak
dilihat akan lebih menarik dibanding dengan yang polos dan tidak
berwarna. Namun dalam pemilihan warna pada leaflet perlu
memperhatikan tema dan isu apa yang dibahas agar sesuai dengan isi
pesan.
3. Ilustrasi (gambar).
Ilustrasi dan gambar memiliki keunggulan yaitu dapat
mendeskripsikan suatu hal yang sulit dijelaskan, atau sesuatu yang akan
panjang jika dijelaskan. Adanya gambar ataupun ilustrasi di dalam leaflet
akan membantu pembaca memahami isi pesan yang disampaikan, selain
itu juga akan membuat pesan semakin jelas tanpa penjelasan yang berteletele. Di samping sebagai penunjang pemahaman, gambar jga biasanya
digunakan untuk mempercantik leaflet.
4. Bahasa.
Bahasa maksudnya adalah kalimat yang efektif, jelas, serta
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa yang
digunakan juga harus bahasa umum yang dimengerti oleh seluruh lapisan
masyarakat.
5. Huruf.
Bentuk, jenis, warna, dan ukuran huruf juga menjadi faktor yang
penting. Huruf harus bisa terbaca dari jarak pandang baca yang normal (30
cm dari mata), berarti harus menggunakan ukuran yang sesuai dan tidak
terlalu kecil. Jenis dan bentuk huruf juga perlu diperhatikan, karena
berhubungan dengan kemudahan dan kenyamanan membaca. Selain itu
warna huruf harus kontras dengan warna latar agar kalimat dapat terbaca
dengan jelas.
Efektivitas Leaflet sebagai Media Sosialisasi
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, efektivitas merupakan usaha
pencapaian sasaran yang sesuai dengan harapan. Jika dikaitkan dengan
komunikasi dan sosialisasi, maka harapan atau tujuan tersebut adalah adanya
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku dari
komunikan. Efektivitas komunikasi dapat dilihat dari beberapa komponen, salah
satunya adalah media atau saluran yang dipakai. Jika media yang digunakan dapat
menghasilkan pencapaian tujuan komunikasi, berarti komunikasi tersebut
dikatakan efektif.
Pentingnya media dalam melakukan sosialisasi dapat dilihat dari penelitian
yang dilakukan Murdiyanto (2011), yang menunjukkan penggunaan media
penyuluhan berupa metode audio visual menunjukkan peningkatan lebih tinggi
dibanding dengan metode farmer meeting dan farmer field day terhadap
pengetahuan serta mempengaruhi petani untuk menanam kool dengan baik.
Penelitian Gani et al. (2013) menunjukkan bahwa media leaflet tentang
penanggulangan AIDS mampu meningkatkan praktik mencegah HIV/AIDS
dibandingkan media cetak lain seperti poster. Bentuk leaflet yang sederhana,
mudah dibawa kemana-mana, informasi yang tersaji pun jelas sehingga mudah
dibaca dimana pun dan pengguna dapat melihat isinya pada saat santai membuat

12

media leaflet mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap lebih tinggi daripada
poster yang ditempelkan dan informasinya tersaji singkat. Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Siagian et al. (2008) menyatakan bahwa perlakuan pemasangan
poster dan leaflet mampu memperbaiki tindakan siswa dalam mengonsumsi
jajanan.
Berdasarkan beberapa penelitan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
leaflet dapat dijadikan media sosialisasi untuk mencapai tujuan berupa
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku. Maka dapat
jika tujuan perubahan perilaku dalam proses komunikasi tercapai, maka
komunikasi tersebut bisa dikatakan efektif.
Plastik
Plastik merupakan salah satu bahan baku yang paling banyak digunakan
untuk membuat peralatan rumah tangga, industri, maupun keperluan lainnya.
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah daripada
serat, dan dapat dilunakkan atau dicetak pada suhu tinggi. Hasil cetakan tersebut
didesain dengan variasi yang sangat banyak dalam berbagai bentuk sesuai
fungsinya. Perkembangan produk plastik di Indonesia sangat pesat pada hampir
dua dekade terakhir dengan merambah hampir semua jenis kebutuhan manusia
(Sahwan et al. 2005). Pembuatan plastik di Indonesia membutuhkan 12 juta barel
minyak bumi per tahun, dan 14 juta pohon ditebang. Hal itu dikarenakan plastik
terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene.
Menurut Hermono (2009), secara garis besar plastik dapat digolongkan
menjadi dua jenis, yaitu plastik yang dapat didaur ulang atau dicetak lagi
(thermoplastic) dan yang tidak dapat didaur ulang atau dicetak lagi (thermoset).
Plastik yang dapat didaur ulang dibagi menjadi beberapa jenis dengan diberikan
nomor (kode) pada setiap jenis plastiknya.
1. PET (Polyethylene Terephthalate), tertera logo daur ulang dengan angka 1
di dalamnya, biasanya digunakan untuk botol plastik yang jernih atau
transparan seperti botol air mineral.
2. HDPE (High Density Polyethylene), logo daur ulang dengan angka 2,
biasanya dipakai untuk kemasan sampo, kosmetik, bedak dan lain-lain.
3. PVC (Polyvinyl Chloride), tertera logo daur ulang dengan angka 3. Plastik
ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap).
4. LDPE (Low Density Polyethylene), tertera logo daur ulang dengan angka
4, digunakan untuk plastik kemasan. Kantong plastik merupakan jenis
plastik yang termasuk LDPE.
5. PP (Polypropylene), tertera logo daur ulang dengan angka 5, merupakan
pilihan terbaik untuk bahan plastik, digunakan untuk botol bayi.
6. PS (Polystyrene), tertera logo daur ulang dengan angka 6, biasa dipakai
sebagai bahan Styrofoam.
7. OTHER, tertera logo daur ulang dengan angka 7, yang termasuk ke dalam
jenis ini adalah SAN (styrene acrylonitrile), digunakan untuk sikat gigi.
ABS (acrylonitrile butadiene styrene), digunakan sebagai pipa, dan PC
(polycarbonate), digunakan untuk galon.
Sebagian diantara kemasan plastik yang ditemukan di pasaran berasal dari
material PET, PP dan PVC yang jika dibakar atau dipanaskan bisa menimbulkan

13

dioksin, yaitu suatu zat yang sangat beracun dan merupakan penyebab kanker
serta dapat mengurangi sistem kekebalan tubuh seseorang (Sumbung 2012).
Bahan dasar plastik juga merupakan bahan yang sulit terurai, plastik akan
membutuhkan waktu sekitar 1000 tahun untuk dapat terurai di tanah dan 450
tahun terurai di air (Adiwijaya 2009).
Noverriana (2011) menjelaskan bahwa plastik yang sudah tidak terpakai atau
dalam kata lain telah menjadi sampah, dapat dikategorikan menjadi tiga
karakteristik. Pertama, sampah plastik yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi
bentuk barang baru yang mempunyai nilai jual, seperti botol sampo, botol air
mineral, kemasan kopi, kemasan pewangi, dan sebagainya. Kedua, sampah
berbahan plastik lain seperti botol susu, tempat makan, komputer atau televisi
yang merupakan sampah-sampah yang dibuang secara berkala. Sampah seperti ini
pada umumnya akan dibuang saat sudah tidak terpakai atau rusak, namun tetap
dapat didaur ulang atau dipergunakan untuk keperluan lain. Terakhir adalah
sampah kantong plastik, sampah jenis ini adalah sampah yang tidak diambil
pemulung karena tidak memiliki nilai jual meskipun dapat didaur ulang. Sehingga
sampah kantong plastik ini adalah yang paling banyak menumpuk di tempat
pembuangan sampah.
Kantong plastik merupakan plastik yang termasuk ke dalam jenis plastik
LDPE dan HDPE. Sifatnya kuat, tembus cahaya, fleksibel dan daya proteksi
terhadap uap air tergolong baik. Dua jenis plastik ini dapat didaur ulang tetapi
sulit dihancurkan secara alami oleh alam sehingga dalam jangka panjang dapat
menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Menurut Noveriana (2011), kantong
plastik yang beredar di masyarakat memiliki berbagai ukuran dari mulai 15 cm,
17 cm, 24 cm, 28 cm, 40 cm hingga 50 cm dengan keteb