Optimasi Produksi Bibit Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) ‘Granola’ dengan Teknik Fotoautotrofik

OPTIMASI PRODUKSI BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum)
‘GRANOLA’ DENGAN TEKNIK FOTOAUTOTROFIK
IN VITRO

SONYA PUTRI RAI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Produksi
Bibit Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) ‘Granola’ dengan Teknik
Fotoautotrofik In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor

Bogor, Juli 2015

Sonya Putri Rai
NIM A24110040

4

RINGKASAN
SONYA PUTRI RAI. Optimasi Produksi Bibit Tanaman Kentang (Solanum
tuberosum) ‘Granola’ dengan Teknik Fotoautotrofik. Dibimbing oleh NI MADE
ARMINI WIENDI dan KRISANTINI.
Kentang merupakan bahan pangan keempat di dunia setelah padi, jagung,
dan gandum. Indonesia masih mengimpor kentang untuk memenuhi kebutuhan
bibit, benih dan bahan pangan terutama untuk industri pengolahan. Rendahnya
produksi Indonesia disebabkan belum banyaknya petani penghasil bibit kentang

bermutu, sehingga permintaan bibit kentang tidak dapat dipenuhi. Upaya yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan memanfaatkan
bioteknologi dengan cara pembiakan mikro bibit kentang. Tanaman yang
ditumbuhkan dalam kondisi in vitro pada umumnya tidak melakukan fotosintesis,
lapisan kutikula dan jaringan pembuluh antara akar dan pucuk tidak berkembang
serta stomata belum berfungsi dengan baik sehingga sulit bertahan pada saat
aklimatisasi. Metode mikropropagasi fotoautotrofik telah dikembangkan untuk
mengatasi kendala daya adaptasi planlet yang rendah saat aklimatisasi. Metode ini
menggunakan gula dengan konsentrasi lebih rendah sebagai sumber energi bagi
eksplan dan eksplan diinduksi agar mampu berfotosintesis di dalam kondisi semi
terbuka. Kondisi ini lebih mirip dengan kondisi di lapangan, sehingga eksplan
akan memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi ketika aklimatisasi
Penelitian ini bertujuan mempelajari respon pertumbuhan kentang kultivar
Granola yang dikulturkan dengan sistem fotoautotrofik untuk menyediakan bibit
kentang yang unggul dan bermutu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Kultur Jaringan 2, analisis morfologi stomata dilakukan di Laboratorium Mikro
Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan November 2014 hingga April
2015. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan terpisah. Percobaan pertama
menggunakan eksplan buku tunggal, percobaan kedua menggunakan eksplan

pucuk. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor, yaitu konsentrasi gula yang terdiri dari 5
taraf, yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25 gL-1 serta ventilasi yang terdiri dari 2 taraf, yaitu
1 dan 2 lubang.
Pada percobaan pertama diperoleh bahwa pengurangan konsentrasi gula
nyata menghambat jumlah daun dan buku tunas kentang. Interaksi gula yang
rendah dan penambahan ventilasi menyebabkan peningkatan jumlah stomata dan
kloroplas serta menghasilkan diameter stomata yang lebih kecil. Sebanyak 45 %
planlet yang ditumbuhkan pada media dengan konsentrasi gula 25 gL-1 dengan
ventilasi 1 serta 67 % planlet dari media gula 25 gL-1 dengan ventilasi 2 mampu
bertahan selama aklimatisasi dan diduga dapat digunakan untuk produksi bibit.
Interaksi pengurangan konsentrasi gula dengan penambahan ventilasi pada semua
perlakuan nyata meningkatkan kerapatan stomata dan jumlah kloroplas serta
menyebabkan diameter stomata yang lebih kecil. Pada percobaan ini tidak
terdapat planlet yang mampu bertahan pada tahap aklimatisasi.
Kata kunci : kentang, in vitro, fotoautotrofik, fotosintesis

5

SUMMARY

SONYA PUTRI RAI. Optimation of Potato (Solanum tuberosum) ‘Granola’
Seedlings Production using Photoautotrophic System. Supervised by NI MADE
ARMINI WIENDI and KRISANTINI.
Potato is the fourth food in the world after rice, corn, and wheat. Indonesia
still imports potatoes for seedlings, seeds and foods, especially for the industry.
Indonesian production was law caused farmers have not been producing good
quality of potatoes seed, so the demand for seed of potatoes can not filled. The
efforts should be made to overcome these obstacles is use biotechnology by
micropropagation for potatoes seedling. In vitro plants rarely photosynthesise;
their cuticle, vascular tissue between roots and shoots and stomata do not grow
and functioning so that the in vitro derived plantlets had low survival in ex vitro
conditions. Photoautotrofik system have been developed to overcome the low
adaptability of plantlets when acclimatization. This method uses a lower
concentration of sugar as an energy source for explants and explants induced to be
able to photosynthesise in the semi-open conditions. This condition is more
similar to conditions on the ground, so that the explants will have a higher
adaptability when the acclimatization.
This research aims to study the growth of potato ‘Granola’ cultured in vitro
with photoautotrophic system to provide good quality potato explants. This
research was conducted at the Laboratory of Tissue Culture 2, morphological

analysis of stomata was conducted at the Laboratory of Micro Technique,
Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor
Agricultural University. The research was conducted from November 2014 until
April 2015. This research is consisted of two separate experiments. The first
experiment used a single node explant, a second trial using shoot explants. The
experiment was arranged in a Randomized Blok Design with two factors
concentration of sugar and ventilation. The concentration of sugar are 5, 10, 15,
20 and 25 gL-1, the ventilaion are one and two ventilation.
Increases in sucrose concentration correlated positively to the growth of
Solanum tuberosum plantlets. Interaction of low sugar and additional ventilation
increased the number of stomata and chloroplasts as well as narrowing the
diameter of stomata. 45% plantlets grown on media with the treatment of 25 gL-1
sugar with 1 ventilation and 67% on 25 gL-1 sugar with 2 ventilation survived and
could be used for seedling production. Interaction of low concentration of sugar
with the addition of ventilation in second trial on all treatments significantly
increased the density of stomata, number of chloroplast and causes smaller
diameter of stomata. In this experiment there is no plantlets were able to survive
in the acclimatization stage.
Keywords : potato, in vitro, photoautotrophic, photosynthesis


2

OPTIMASI PRODUKSI BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum)
‘GRANOLA’ DENGAN TEKNIK FOTOAUTOTROFIK
IN VITRO

SONYA PUTRI RAI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul
Nama
NIM

:Optimasi Produksi Bibit Tanaman Kentang (Solanum tuberosum)
' Granola' dengan Teknik Fotoautotrofik In Vitro
: Sonya Putri Rai
: A24110040

Disetujui oleh

Dr Ir Krisantini, MSc
Pembimbing II

Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS
Pembimbing I

MSc.A r

Tanggal Lulus:


'3. 1 JIJL 2015

7

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul ‘Optimasi Produksi Bibit
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Granola dengan Teknik Fotoautotrofik In
Vitro’ ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S. dan Dr. Ir. Krisantini, M.Sc. selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dorongan
dan dana selama penyelesaian tugas akhir.
2. Dr. Ir. Diny Dinarty, M.S. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menempuh pendidikan
di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
3. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah
banyak memberikan ilmunya.

4. Abah dan mama serta kedua saudara, Sunny dan Reskha yang senantiasa
memberikan doa, dukungan dan kasih sayangnya.
5. Fajri Khairiz Zaman, Elvira, Fahmi Al-hafiz, Christine Della, Regi
Meiliani, Dian Prawita dan Febry Muliani atas doa, bantuan, kasih sayang
dan dukungan sampai saat ini.
6. Amel, Nawang, Fittia, Galuh, Novi, Dyra, Abi dan Usamah atas dukungan
dan semangatnya selama menempuh pendidikan dan kegiatan penelitian.
7. Teman-teman Kultur Jaringan 2 atas bantuannya selama kegiatan
penelitian.
8. Teman-teman Dandelion AGH 48 yang telah memberikan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Sonya Putri Rai

8

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


3

Hipotesis Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE

5

Tempat dan Waktu

5

Bahan dan Alat

6

Metode Percobaan

6

Prosedur Percobaan

7

Pengamatan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

KESIMPULAN

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

28

9

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh konsentrasi gula terhadap pertumbuhan eksplan buku tunggal
kentang ‘Granola’ secara fotoautotrofik pada 6 MST
2 Pengaruh ventilasi terhadap pertumbuhan eksplan buku tunggal kentang
‘Granola’ secara fotoautotrofik pada 6 MST
3 Perbandingan nilai tengah perlakuan konsentrasi gula dengan kontrol
pada peubah jumlah daun dan buku
4 Perbandingan nilai tengah perlakuan ventilasi dengan kontrol pada
peubah jumlah daun dan buku
5 Waktu munculnya akar (MST) pada tanaman kentang ‘Granola’
6 Rekapitulasi hasil uji F pengaruh kombinasi konsentrasi gula dengan
jumlah ventilasi terhadap morfologi stomata tanaman kentang ‘Granola
7 Perbandingan nilai tengah perlakuan konsentrasi gula dengan kontrol
pada morfologi stomata
8 Perbandingan nilai tengah perlakuan ventilasi dengan kontrol pada
morfologi stomata
9 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap kerapatan stomata
kentang ‘Granola’
10 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap diameter stomata
kentang ‘Granola’
11 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap kloroplas kentang
‘Granola’’
12 Pengaruh konsentrasi gula terhadap pertumbuhan eksplan pucuk
kentang ‘Granola’ secara fotoautotrofik pada 6 MST
13 Pengaruh ventilasi terhadap pertumbuhan eksplan pucuk kentang
‘Granola’ secara fotoautotrofik pada 6 MST
14 Perbandingan nilai tengah perlakuan konsentrasi gula dengan kontrol
pada peubah jumlah daun dan buku
15 Perbandingan nilai tengah perlakuan ventilasi dengan kontrol pada
peubah jumlah daun dan buku
16 Waktu munculnya akar (MST) pada tanaman kentang ‘Granola’
17 Rekapitulasi hasil uji F pengaruh kombinasi konsentrasi gula dengan
jumlah ventilasi terhadap morfologi stomata tanaman kentang ‘Granola
18 Perbandingan nilai tengah perlakuan konsentrasi gula dengan kontrol
pada morfologi stomata
19 Perbandingan nilai tengah perlakuan ventilasi dengan kontrol pada
morfologi stomata
20 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap kerapatan stomata (mm2
) kentang ‘Granola’
21 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap diameter stomata (nm)
kentang ‘Granola’
22 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap jumlah kloroplas kentang
‘Granola’
23 Pengaruh konsentrasi gula dan ventilasi terhadap pertumbuhan kentang
‘Granola’ percobaan 1 pada tahap aklimatisasi
24 Pengaruh konsentrasi gula dan ventilasi terhadap pertumbuhan kentang
‘Granola’ percobaan 2 pada tahap aklimatisasi

11
12
12
13
14
14
14
15
15
16

17
18
19
19
20
20
21
21
22
23
23
24
24
25

10

DAFTAR GAMBAR
1 Metode penanaman eksplan
2 Keragaan tunas kentang yang mengalami kekeringan akibat penyusutan
media
3 Keragaan eksplan kentang pada 0 minggu setelah tanam
4 Keragaan pertumbuhan tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik
5 Kerapatan stomata tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik
6 Diameter stomata tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik
7 Keragaan eksplan kentang pada 0 minggu setelah tanam
8 Keragaan pertumbuhan tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik
9 Kerapatan stomata tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik
10 Diameter stomata tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik

8
10
11
13
16
17
18
20
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Suhu ruang kultur pada tahap in vitro
2 Riwayat Hidup

28
29

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kentang merupakan salah satu jenis sayuran yang mendapat prioritas
untuk dikembangkan di Indonesia. Kentang merupakan bahan pangan keempat di
dunia setelah padi, jagung, dan gandum. Sentra produksi kentang di Indonesia
tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Menurut Samadi (2007) Kandungan
vitamin C pada kentang dapat mencukupi setengah kebutuhan per hari bagi orang
dewasa dan lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan gandum. Perbandingan
protein dan karbohidrat yang terdapat di dalam ubi kentang lebih tinggi daripada
biji serealia dan ubi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki
potensi yang baik untuk mendukung program diversifikasi pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
Produktivitas tanaman kentang di Indonesia relatif masih rendah dan tidak
stabil, yaitu berkisar antara 15 sampai 16 ton ha-1 (BPS 2013). Hasil rata-rata
tersebut masih jauh lebih rendah daripada hasil rata-rata negara maju seperti
Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat dan negara-negara Oseania yang
mencapai 25 ton ha-1. Hasil kentang maksimum di Australia dan California,
Amerika serikat, lebih dari 50 ton ha-1 dengan umur panen 120 hari dan kultivar
yang ditanam adalah Delaware, Kennebec dan Atlantic (Rukmana 2007).
Indonesia masih mengimpor kentang untuk memenuhi kebutuhan bibit, benih dan
bahan pangan terutama untuk industri pengolahan. Kebutuhan industri makanan
ringan diperkirakan tidak kurang dari 2 000 ton setiap bulannya, namun yang
tersedia hanya 150 sampai 200 ton. Kebutuhan benih kentang nasional pada tahun
2005 tidak kurang dari 14 894 ton dan yang terpenuhi hanya 5 508 ton (Setiadi
2009).
Rendahnya produksi Indonesia disebabkan belum banyaknya petani
penghasil bibit kentang bermutu, sehingga permintaan bibit kentang tidak dapat
dipenuhi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah
dengan memanfaatkan bioteknologi dengan cara pembiakan mikro bibit kentang.
Melalui perbanyakan mikro dapat dihasilkan tanaman dalam jumlah besar dan
waktu yang singkat serta bebas dari penyakit sistemik (Gunawan 1992).
Masa aklimatisasi merupakan masa kritis bagi kelangsungan hidup tanaman
hasil kultur jaringan. Aklimatisasi adalah satu tahapan dalam kultur jaringan yang
merupakan proses adaptasi planlet pada kondisi aseptik dan heterotrof lalu
dipindah ke kondisi yang tidak aseptik dan harus hidup dalam kondisi autotrof.
Tanaman kultur jaringan hampir tidak pernah berfotosistesis, lapisan kutikula
tidak berkembang, jaringan pembuluh antara akar dan pucuk tidak berkembang
serta stomata yang belum berfungsi dengan baik. Kondisi tersebut menyebabkan
tanaman belum dapat bertahan terhadap proses transpirasi, belum dapat
berfotosintesis serta tidak tahan terhadap serangan mikroorganisme.
Tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi heterotrof biasanya tidak
mampu berfotosintesis, oleh karena itu perlu penambahan gula dalam media untuk
memenuhi kebutuhan energi dalam pertumbuhan dan fungsi fisiologis (Hazarika
2003). Kandungan gula yang umum digunakan dalam media in vitro adalah 3 %,

2
hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Murashige dan Skoog (1962) .
Penambahan gula ke dalam media kultur juga membantu pemeliharaan osmotik
sel dan konservasi air (Hazarika 2003). Gula pada media tanam in vitro
meningkatkan pati dan cadangan makanan pada perbanyakan tanaman dan dapat
mendukung aklimatisasi serta mempercepat adaptasi fisiologis (Pospı´sˇilova´ et
al. 1999). Meskipun demikian , penambahan gula ke dalam media kultur terbukti
berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan akar tanaman karena tidak dapat
berkembang dengan baik (Kwa et al. 1995) dan hampir tidak melakukan
fotosintesis (Hdider dan Desjardins 1994).
Hasil penelitian pada plantlet Limonium latifolium menunjukkan bahwa
perbanyakan in vitro tanpa menggunakan gula menghasilkan berat kering yang
sama, konsentrasi klorofil yang lebih tinggi, laju fotosintesis yang lebih tinggi,
sistem perakaran berkembang lebih baik, tunas yang lebih baik dan kontaminasi
yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan perbanyakan menggunakan gula
(Xiao dan Kozai 2006). Penelitian ini dilakukan pula pada tanaman kentang
‘Granola’. Menurut Purwito dan Wattimena (2008) kultivar Granola banyak
ditanam di Indonesia karena memiliki keunggulan seperti berumur pendek, daya
adaptasi luas, hasil tinggi, bentuk umbi yang bagus dan relatif tahan penyakit layu
bakteri. Kelemahan kultivar ini adalah mempunyai kadar air tinggi dan tidak
cocok untuk kentang olahan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pertumbuhan dan perbanyakan tanaman
kentang in vitro dengan sistem fotoautotrofik, yaitu dengan mengurangi
konsentrasi gula pada media dan memberikan ventilasi pada botol kultur.
Penambahan gula pada media dilakukan hingga konsentrasi tinggi pada penelitian
ini karena pergerakan udara dari luar ke dalam botol kultur masih dalam jumlah
yang terbatas sehingga mempengaruhi karbon dioksida (CO2) yang tersedia untuk
proses fotosintesis, hal ini disebabkan oleh ventilasi yang memungkinkan adanya
pergerakan udara pada botol kultur ditutup menggunakan paper filter dan
micropore. Penambahan paper filter dan micropore dimaksudkan untuk
mengurangi persentase kontaminasi.
Menurut Gunawan (1992) kultur meristem adalah kultur dengan
menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik. Eksplan yang dapat
digunakan pada kultur meristem adalah meristem pucuk apikal atau meristem
tunas aksilar. Perkembangan pada kultur meristem diarahkan untuk mendapatkan
tanaman sempurna dari organ tersebut serta memperbanyaknya. Selain untuk
perbanyakan, kultur meristem juga digunakan untuk mengeliminasi virus dari
bahan tanaman. Tunas yang berasal dari pucuk apikal digunakan untuk produksi
bibit dalam skala besar, sedangkan tunas yang berasal dari tunas aksilar digunakan
untuk bahan perbanyakan pada kultur selanjutnya. Penelitian ini menggunakan
dua jenis sumber eksplan, yaitu buku tunggal dan pucuk dengan tujuan
mengetahui sumber eksplan yang tepat untuk produksi bibit kentang dengan
teknik fotoautotrofik.
Media Murashige dan Skoog (MS) paling banyak digunakan untuk kultur
tanaman. Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat kalium dan
amoniumnya yang tinggi (Gamborg 1991). Penelitian ini menggunakan media
dengan konsentrasi hara makro dua kali lebih banyak dari konsentrasi seharusnya,
hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan dan pembentukan organ lebih cepat yang
kemudian berperan dalam proses fotosintesis.

3
Tujuan Penelitian
Mempelajari respons pertumbuhan buku tunggal dan pucuk kentang
‘Granola’ yang dikulturkan secara in vitro dengan sistem fotoautotrofik untuk
menyediakan bibit kentang yang unggul dan bermutu.

Hipotesis Penelitian
1. Eksplan kentang ‘Granola’ dapat tumbuh dan berkembang pada media tanam
dengan pengurangan konsentrasi gula dan planlet yang dihasilkan memiliki
kemampuan hidup sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan pada
media dengan konsentrasi gula 30 gL-1.
2. Pemberian ventilasi pada botol kultur meningkatkan kemampuan tumbuh
eksplan dibandingkan eksplan media tanpa ventilasi.
3. Terdapat interaksi antara konsentrasi gula dengan ventilasi pada ruang tumbuh
terhadap kemampuan tumbuh eksplan kentang.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim
yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,
Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum dan
Spesies Solanum tuberosum L. (Beukema 1977). Tanaman kentang berasal dari
Amerika Selatan (Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah
Amerika Tengah. Penyebaran kentang ke Asia (India, Cina, dan Jepang), sebagian
ke Afrika, dan kepulauan Hindia Barat dilakukan oleh orang-orang Inggris pada
akhir abad ke-17 dan di daerah-daerah tersebut kentang ditanam secara luas pada
pertengahan abad ke-18 (Hawkes 1992).
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro sudah sangat berkembang dan
digunakan dalam berbagai penelitian mutakhir maupun secara komersial, di
bidang hortikultura, agrikultura maupun kehutanan. Bila dibandingkan dengan
pengadaan bibit kentang secara teknik konvensional yang hasilnya kadang tidak
stabil dan tidak seragam, metode perbanyakan tanaman secara in vitro akan
menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dengan kualitas seragam, dalam
waktu yang singkat serta bebas penyakit (Gunawan 1992).
Menurut Sugiarto (2001) varietas Granola dirakit pada tahun 1975 di
Jerman. ‘Granola’ mempunyai daging umbi berwarna kuning, mata umbi dangkal,
dan bentuk umbi bulat. Kentang varietas Granola memiliki kandungan gula
reduksi tinggi dan persentase berat kering rendah (16 sampai 17 %) sehingga tidak
sesuai dengan kriteria kentang sebagai bahan baku industri. Menurut Purwito dan
Wattimena (2008) varietas Granola banyak dipilih oleh petani karena
keunggulannya antara lain berumur pendek, adaptasinya luas, hasil cukup tinggi,

4
bentuk umbi yang bagus dan agak tahan penyakit layu bakteri, meskipun
kelemahannya mempunyai kadar air tinggi dan tidak cocok untuk kentang olahan.

Perbanyakan Tanaman dengan Sistem Fotoautotrofik
Menurut Kubota (2002) terdapat dua metode perbanyakan in vitro, yaitu
metode fotomiksotrofik dan fotoautotrofik. Metode kultur jaringan konvensional
yang umum digunakan saat ini menggunakan gula sebagai sumber energi bagi
tanaman, sehingga disebut juga sebagai mikropropagasi fotomiksotrofik. Adanya
gula dalam wadah kultur, didukung dengan kondisi dalam wadah yang sangat
lembab dan tertutup, menyebabkan organisme kontaminan mudah tumbuh di
dalam wadah. Planlet yang dihasilkan juga memiliki daya adaptasi yang rendah
karena tanaman tidak berfotosintesis sebagaimana yang terjadi di lapangan.
Metode mikropropagasi fotoautotrofik telah dikembangkan untuk mengatasi
kendala daya adaptasi planlet yang rendah saat aklimatisasi. Metode ini
menggunakan gula dengan konsentrasi lebih rendah sebagai sumber energi bagi
eksplan dan eksplan diinduksi agar mampu berfotosintesis di dalam kondisi semi
terbuka. Kondisi ini lebih mirip dengan kondisi di lapangan, sehingga eksplan
akan memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi ketika aklimatisasi. Rendahnya
konsentrasi gula juga dapat menurunkan pertumbuhan organisme kontaminan
dalam wadah, sehingga kematian eksplan akibat serangan organisme kontaminan
juga dapat ditekan.
Udara di dalam sistem mikropropagasi fotomiksotrofik bersirkulasi dalam
keadaan tertutup dan memiliki kandungan CO2 (karbon dioksida) yang rendah,
sehingga proses fotosintesis eksplan terhambat (Kozai et al. 2005). Berbeda
dengan sistem mikropropagasi fotomiksotrofik, di dalam mikropropagasi
fotoautotrofik aerasi diatur secara kontinyu melalui sistem ventilasi berfilter dan
diperkaya dengan CO2. Peningkatan konsentrasi CO2 dimaksudkan untuk
mengatasi pembatasan proses fotosintesis di dalam sistem mikropropagasi
fotomiksotrofik.
Menurut Kozai et al. (2005) kultur fotoautotrof merupakan sistem kultur
jaringan tanaman dengan sumber karbon tergantung sepenuhnya pada tanaman in
vitro. Tanaman ditumbuhkan dalam media kultur tanpa gula agar tanaman dilatih
melakukan fotosintesis sedini mungkin dengan sistem ini. Lingkungan
fotoautotrof harus didukung oleh lingkungan yang menguntungkan untuk eksplan
atau planlet, dengan memperhatikan konsentrasi CO2, intensitas cahaya dan
kelembaban udara di dalam botol kultur. Perbanyakan tanaman dalam lingkungan
fotoautotrof secara in vitro mempunyai berbagai keuntungan, antara lain
kemudahan dalam pengawasan lingkungan fisik, meningkatkan multiplikasi,
meningkatkan persentase planlet yang hidup, menekan kontaminasi, dapat
diterapkan pada wadah kultur yang besar dan dapat mengurangi biaya produksi
(bahan-bahan kimia). Planlet hasil perbanyakan dalam keadaan fotoautotrof lebih
mampu bertahan hidup pada saat aklimatisasi, karena sejak dalam botol kultur
tanaman sudah mulai menjalankan fungsinya, antara lain dalam proses fotosintesis
dan respirasi, sehingga lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan hidup
tanaman yang sebenarnya (Pertamawati 2010).

5
Kondisi dalam wadah kultur dikendalikan untuk mendukung fotosintesis
tanaman. Kondisi dalam wadah kultur dalam mikropropagasi fotoautotrofik diatur
menggunakan pompa udara agar memiliki konsentrasi CO2 yang tinggi,
kelembaban udara yang lebih rendah, dan tingkat pertukaran udara yang lebih
tinggi (Kozai et al. 2005). Komposisi udara juga disesuaikan berdasarkan umur
eksplan. Kondisi seperti ini lebih mirip dengan kondisi sebenarnya di lapangan,
sehingga kemampuan adaptasi eksplan menjadi tinggi sehingga sebagian besar
eksplan dapat bertahan hidup ketika aklimatisasi.
Mikropropagasi fotoautotrofik memiliki kelebihan dibanding kultur
jaringan konvensional, baik dari aspek biologis maupun teknis. Mikropropagasi
fotoautotrofik dari aspek biologis, memiliki keunggulan seperti: 1) peningkatan
pertumbuhan dan fotosintesis 2) tingkat keberhasilan yang tinggi 3) mengurangi
terjadinya keragaman morfologi planlet dan 4) penurunan tingkat kematian akibat
kontaminasi (Kubota 2002).
Perbanyakan fotoautotrofik juga memiliki keunggulan dari segi biaya.
Biaya perbanyakan per eksplan dalam mikropropagasi fotoautotrofik pada
tanaman China fir dan calla lily lebih tinggi dibandingkan dengan metode kultur
jaringan konvensional, namun tingkat keberhasilannya yang tinggi membuat
metode ini lebih unggul secara ekonomis (Kozai et al. 2005).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 2, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis
morfologi stomata di Laboratorium Mikro Teknik Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan
dari bulan November 2014 hingga April 2015.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman (eksplan) yang digunakan adalah buku tunggal dan pucuk
dari planlet kentang ‘Granola’ berumur 4 minggu yang dikulturkan dalam medium
Murashige & Skoog (MS) dengan konsentrasi hara makro (Larutan stok A, B, C
dan D) dua kali dari konsentrasi yang seharusnya. Bahan yang digunakan adalah
paper filter dan micropore 3M sebagai ventilator, kalsium pantotenat (CaP) serta
HCl dan KOH sebagai pengatur pH. Media yang digunakan adalah media dasar
MS. Media yang digunakan adalah media dasar MS (Murashige & Skoog). Bahan
yang digunakan pada tahap ex vitro adalah media tanam yang mengandung
campuran sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1 (v/v) serta Agrept (bahan
aktif 20% streptomisin sulfat) dan Dithane M-45 (bahan aktif mancozep 80%)
Alat yang digunakan terdiri atas laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf,
pH meter, mikroskop, gelas piala, gelas ukur, erlenmeyer, botol kultur, cawan

6
petri, bunsen, pinset, gunting, pipet, hand sprayer dan rak kultur yang dilengkapi
dengan lampu 120.7 Wm-2. Alat yang digunakan pada tahap ex vitro terdiri atas
tray sebagai wadah tanam dan autoklaf untuk sterilisasi media tanam.
Metode Percobaan
Percobaan dalam penelitian ini terdiri atas 2 percobaan terpisah, yaitu
percobaan dengan menggunakan bahan tanam buku tunggal dan percobaan
menggunakan bahan tanam pucuk. Masing-masing percobaan ini disusun dengan
menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan dua faktor.
Faktor pertama adalah konsentrasi gula terdiri atas 5 taraf perlakuan yaitu 5, 10,
15, 20 dan 25gL-1. Faktor ke dua adalah ventilasi dengan 2 taraf yaitu 1 lubang
ventilasi dan 2 lubang ventilasi. Perlakuan 30 gL-1 gula tanpa ventilasi merupakan
kontrol. Penanaman eksplan terdiri atas 10 kombinasi perlakuan. Percobaan
menggunakan bahan tanam buku tunggal dengan sepuluh ulangan, sedangkan
percobaan menggunakan bahan tanam pucuk dengan tiga ulangan. Jumlah satuan
percobaan dengan bahan tanam buku tunggal adalah 100 satuan percobaan dan
jumlah satuan percobaan dengan bahan tanam pucuk adalah 30 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 eksplan sebagai satuan amatan.
Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data adalah Microsoft Excel
2010 untuk rekapitulasi data dan seleksi indeks; SAS 9.1.3 untuk uji F dan uji
lanjut. Model linier yang digunakan seperti yang dicontohkan oleh Mattjik dan
Sumertajaya (2006) sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada perlakuan konsentrasi gula ke-i, ventilasi ke-j
dan kelompok ke-k
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh perlakuan konsentrasi gula ke-i (i= 1, 2, 3, 4, 5)
βj
= Pengaruh perlakuan ventilasi ke-j (j= 1,2)
ρk
= Pengaruh ulangan ke-k (k=1, 2, 3,..,10)
(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi gula ke-i dan perlakuan
ventilasi ke-j
εijk
= Pengaruh galat percobaan yang menyebar normal
Prosedur Percobaan
Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanaman (eksplan) yang digunakan adalah planlet kentang ‘Granola’
yang diambil bagian buku tunggal dan pucuk berumur 4 minggu yang
diperbanyak menggunakan media MS dengan penambahan kalsium pantotenat
(CaP) sebanyak 4 mgL-1 sebelum penelitian dilaksanakan.
Pembuatan Larutan Stok dan Media
Pembuatan media dimulai dengan memipet larutan stok yang telah dibuat
sesuai dengan komposisi media MS (Gunawan 1992). Jumlah hara makro atau
stok A, B, C dan D dua kali lebih banyak dari komposisi yang sebenarnya. Media
MS ditambah gula dengan konsentrasi berbeda sesuai dengan perlakuan, yaitu 5,

7
10, 15, 20 dan 25 gL-1 serta kalsium pantotenat (CaP) sebanyak 4 mgL-1. Larutan
ditambahkan akuades dan ditera pH nya menggunakan pH meter mencapai 6.0
dengan menambahkan HCl 1 M atau KOH 1 M. Media yang telah ditera
ditambahkan agar dan dipanaskan hingga mendidih. Media dimasukkan ke dalam
botol kultur.
Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi media dilakukan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu
tinggi yaitu 121 oC, tekanan 17.5 psi selama 20 menit (Gunawan 1992).
Micropore 3M, paper filter dan plastik yang telah diberi lubang ventilasi sesuai
perlakuan diletakkan dalam botol kemudian ditutup menggunakan plastik dan
disterilisasi menggunakan autoklaf selama 20 menit. Sterilisasi LAFC dilakukan
dengan cara menyemprotkan alkohol 70%.
Persiapan Ruang Tanam
Persiapan ruang tanam dilakukan dengan menyalakan blower pada LAFC
terlebih dahulu. LAFC disemprot menggunakan alkohol 70 %. Alat-alat tanam
disemprot alkohol 70 % kemudian dimasukkan ke dalam LAFC. Alat tanam
seperti gunting dan pinset dipanaskan terlebih dahulu menggunakan bunsen setiap
kali digunakan untuk menghindari kontaminasi.
Penanaman Eksplan
Penanaman eksplan dalam botol sebanyak 5 eksplan buku tunggal
(percobaan 1) dan 5 eksplan pucuk (percobaan 2) untuk setiap ulangan dalam
perlakuan. Botol kultur ditutup menggunakan paper filter kemudian dilapisi
dengan plastik yang telah diberi ventilasi sesuai perlakuan. Lubang ventilasi
berdiameter 7 mm dan ditutup dengan menggunakan micropore berukuran 0.2 µm
(Gambar 1). Botol disimpan di ruang kultur.

Gambar 1 Metode penanaman eksplan
Inkubasi Kultur
Kultur tanaman kentang ditumbuhkan di ruang kultur. Botol – botol kultur
diletakkan di rak kultur yang dilengkapi lampu 120.7 Wm-2 untuk menyinari
kultur. Penyinaran dilakukan selama 16 jam. Ruang kultur dilengkapi dengan
termometer untuk membaca suhu dan Air Conditioner (AC) untuk mengatur suhu

8
serta kelembaban ruang kultur. Rak kultur yang telah dilengkapi dengan lampu
dan termometer kemudian dialasi dengan kertas putih.
Uji Morfologi Stomata
Bagian tunas yang diuji morfologi adalah daun pada buku pertama untuk
setiap pengujian dengan pengambilan sampel pada tahap in vitro dalam kondisi
penyinaran. Percobaan ini terdiri atas analisis stomata dan kloroplas daun tanaman
kentang, masing-masing perlakuan diambil 3 sampel.
Analisis stomata dan kloroplas dimulai dengan mengambil daun bagian
epidermis bawah tanaman dan meletakkannya pada selotip. Tahap selanjutnya
dilakukan pengerokan pada bagian atas daun menggunakan silet sampai hanya
tersisa lapisan tipis di bawah daun. Tahap terakhir adalah meletakkan kaca
preparat di atas meja mikroskop dan melakukan pengaturan fokus lensa sehingga
stomata dan kloroplas dapat terlihat jelas untuk dilakukan perhitungan.
Dokumentasi dibuat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40.
Aklimatisasi
Tahap ex vitro atau aklimatisasi dilakukan pada 6 minggu setelah kultur in
vitro. Media aklimatisasi menggunakan campuran sekam dan kompos dengan
perbandingan 1:1 (v/v) serta menggunakan wadah tray (2x2 cm). Campuran
media disterilisasi terlebih dahulu untuk mematikan cendawan yang dapat
menyebabkan kematian saat adaptasi plantlet. Pengelompokan plantlet pada tahap
aklimatisasi didasarkan pada kombinasi perlakuan saat planlet masih berada
dalam kultur in vitro. Terdapat tiga ulangan yang diaklimatisasi untuk setiap
perlakuan pada percobaan 1 dan dua ulangan pada percobaan 2. Media yang sudah
diautoklaf dimasukkan ke dalam tray. Bibit dikeluarkan dari botol menggunakan
pinset satu persatu lalu dicuci hingga bersih dari media agar dengan air steril.
Akar-akar yang terlalu panjang dipotong dengan gunting kemudian direndam
dengan larutan streptomosin sulfat 20% dan mancozep 80%. Bibit ditanam pada
tray yang sudah diberikan media dan diletakkan pada rak kultur yang dilengkapi
dengan lampu 120.7 Wm-2. Penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari dengan
menggunakan air steril.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama 6 minggu pada tahap in vitro dan 1 minggu
pada tahap ex vitro. Peubah yang diamati pada tahap in vitro antara lain:
Jumlah Buku
Jumlah tunas buku yang terbentuk dihitung saat eksplan berumur 1-6
minggu setelah tanam (MST). Jumlah buku diamati untuk masing-masing eksplan
pada setiap ulangan dalam perlakuan.
Waktu Munculnya Akar
Waktu munculnya akar dilihat setiap minggu mulai 1-6 MST dan diamati
untuk masing-masing eksplan.

9
Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung setiap minggu mulai 1-6 MST. Jumlah daun yang
diamati merupakan daun yang telah membuka penuh untuk masing-masing
eksplan pada setiap ulangan dalam perlakuan.
Persentase Eksplan Hidup
Persentase eksplan hidup diamati setiap hari selama 6 minggu untuk
masing-masing ulangan pada setiap perlakuan.
Persentase Kontaminasi
Persentase kontaminasi diamati setiap hari selama 6 minggu untuk
masing-masing ulangan pada setiap perlakuan.
Jumlah dan Diameter Stomata
Jumlah stomata diamati sebelum tanaman diaklimatisasi dengan
menggunakan mikroskop. Pengamatan stomata menggunakan daun pada buku
pertama untuk setiap perlakuan sebanyak tiga ulangan. Jumlah stomata diamati
melalui tiga bidang pandang dengan perbesaran 10 × 40. Diameter stomata diukur
dari sisi terlebar dengan jumlah sebanyak tiga stomata untuk tiga ulangan pada
setiap perlakuan.
Kerapatan Stomata
Kerapatan stomata diukur dengan rumus :
Kerapatan =
Jumlah Stomata
Luas Bidang pandang
Kerapatan =
Jumlah Stomata
0.19625 mm2
Jumlah Kloroplas
Jumlah kloroplas diamati sebelum tanaman diaklimatisasi dengan
menggunakan mikroskop. Jumlah kloroplas dihitung dari tiga stomata untuk tiga
ulangan pada setiap perlakuan. Pengamatan jumlah kloroplas menggunakan daun
yang digunakan untuk pengamatan stomata, yaitu daun pada buku pertama untuk
setiap perlakuan sebanyak tiga ulangan.
Peubah yang diamati pada tahap ex vitro antara lain:
Jumlah Daun dan Buku
Jumlah daun dan buku yang terbentuk dihitung saat 0, 5 dan 7 hari setelah
aklimatisasi (HSA). Jumlah buku diamati untuk masing-masing planlet pada
setiap ulangan dalam perlakuan.
Persentase Planlet Hidup
Persentase eksplan hidup diamati setiap hari selama 7 hari untuk masingmasing ulangan pada setiap perlakuan.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertumbuhan tanaman selama proses pengkulturan berlangsung baik.
Ruang kultur dilengkapi dengan termometer pembaca suhu kemudian suhu dicatat
pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB (Lampiran 1). Pembentukan daun dan
buku pada percobaan ini berkolerasi positif dengan konsentrasi gula yang
diberikan. Perlakuan konsentrasi gula menyebabkan rendahnya laju pertumbuhan
akar pada tunas, bahkan tidak terbentuk akar pada beberapa perlakuan di
percobaan 2.

Gambar 2 Keragaan tunas kentang yang tidak mengalami (A) dan mengalami (B)
kekeringan akibat penyusutan media
Secara umum pertumbuhan tanaman berlangsung baik walaupun terjadi
kontaminasi pada media dengan perlakuan konsentrasi gula 20 gL-1 dengan
ventilasi 1 serta 10 gL-1 dengan ventilasi 2 masing-masing pada 2 MST dan 3
MST (Percobaan 1). Pada 4 MST terjadi penyusutan media yang menyebabkan
kekeringan pada beberapa tanaman di dalam botol kultur (Gambar 2). Hal ini
menyebabkan dilakukan pemindahan media pada perlakuan-perlakuan yang
mengalami susut media. Kondisi ini diperkirakan karena air pada media menguap
akibat adanya ventilasi yang disinari langsung oleh cahaya lampu yang terjadi
setelah 4 MST.

Percobaan 1. Optimasi Produksi Bibit Kentang (Solanum Tuberosum)
‘Granola’ dengan Teknik Fotoautotrofik In Vitro dengan
Eksplan Buku Tunggal
Pertumbuhan Eksplan In Vitro
Percobaan ini menggunakan bahan tanam buku tunggal tanaman kentang
‘Granola’ berumur 4 minggu. Eksplan yang digunakan adalah buku tunggal yang
terletak 1-3 buku dibawah pucuk (Gambar 3).

11

Gambar 3 Keragaan eksplan kentang pada 0 MST
Konsentrasi gula menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap
variabel jumlah daun dan jumlah buku, namun tidak menunjukkan pengaruh
terhadap persentase kontaminasi dan eksplan hidup (Tabel 1). Konsentrasi gula
rendah pada media menurunkan jumlah daun dan buku yang terbentuk pada tunas
dan tidak mempengaruhi persentase kontaminasi dan eksplan hidup. Eksplan yang
ditumbuhkan pada media dengan konsentrasi gula 25 gL-1 memberikan respons
pertumbuhan yang tinggi dilihat dari jumlah daun dan buku.
Tabel 1 Pengaruh konsentrasi gula terhadap pertumbuhan eksplan buku tunggal
kentang ‘Granola’ secara fotoautotrofik pada 6 MST
Jumlah
Jumlah
Persentase
Persentase
Konsentrasi
daun
buku
eksplan hidup
kontaminasi
-1
gula (gL )
(helai)
(buku)
(%)
(%)
5
3.44 d
1.38 d
97.50
0
10
6.35 c
3.10 c
96.33
0
15
7.95 b
4.12 b
97.22
0
20
8.77 b
4.67 a
97.78
4.16
25
9.89 a
5.20 a
97.46
0
KK (%)
4.43
8.25
11.47
810.01
Keterangan:

Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 α %

Semakin banyak karbon dioksida (CO2) di udara, semakin banyak jumlah
bahan yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis. Jika
kadar CO2 dalam sel rendah maka fotosintesis akan menurun. Kondisi di dalam
wadah kultur pada perbanyakan konvensional memiliki konsentrasi CO2 yang
rendah selama fotoperiodisitas sehingga proses fotosintesis hampir tidak terjadi
Pemberian lubang ventilasi memungkinkan terjadinya pertukaran udara pada botol
kultur. Perlakuan ventilasi menyebabkan persentase kontaminasi yang tinggi pada
media karena terjadi pertukaran udara luar dengan udara steril di dalam botol
kultur (Kubota 2002). Pada percobaan ini penambahan ventilasi tidak
mempengaruhi persentase kontaminasi, hal ini diduga karena rendahnya
konsentrasi gula yang dapat menurunkan pertumbuhan organisme kontaminan
dalam wadah (Xiao dan Kozai 2006).

12
Tabel 2 Pengaruh ventilasi terhadap pertumbuhan eksplan buku tunggal kentang
‘Granola’ secara fotoautotrofik pada 6 MST
Persentase
Persentase
Jumlah
Jumlah daun Jumlah buku
eksplan hidup
kontaminasi
ventilasi
(helai)
(buku)
(%)
(%)
1
6.93 b
3.50 b
95.10
1.66
2
7.59 a
3.86 a
95.60
0.66
KK (%)
4.43
8.25
11.47
810.01
Keterangan:

Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 α %

Tabel 3 Perbandingan nilai tengah perlakuan konsentrasi gula dengan kontrol
pada peubah jumlah daun dan buku
Konsentrasi gula (gL-1)
5
10
15
20
25
KK (%)
Keterangan:

tn
*
**

:
:
:

Jumlah daun

Jumlah buku

-5.36 **
-2.46 **
-0.85 tn
-0.03 tn
1.09 tn
17.95

-3.32 **
-1.59 **
-0.58 tn
-0.02 tn
0.50 tn
19.76

tidak berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda sangat nyata pada uji t-dunnet taraf α 1%

Pembentukan daun dan buku pada media dengan konsentrasi gula 5 dan 10
gL lebih sedikit bila dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Respons jumlah
daun dan buku yang dibentuk oleh tunas lebih baik pada mikropropagasi
fotoautotrofik dibandingkan dengan mikropropagasi konvensional hanya pada
perlakuan gula tinggi, yaitu 25 gL-1. Pembentukan daun dan buku pada tunas yang
ditumbuhkan pada media dengan konsentrasi gula 15 dan 20 gL-1 tidak berbeda
nyata dengan kontrol. Penambahan ventilasi pada botol kultur nyata menyebabkan
jumlah daun dan buku yang dibentuk oleh tunas lebih sedikit dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 4).
-1

Tabel 4

Perbandingan nilai tengah perlakuan ventilasi dengan kontrol pada
peubah jumlah daun dan buku
Ventilasi
Jumlah daun
Jumlah buku
1
-1.87 **
-1.19 **
2
-1.21 **
-0.83 **
KK (%)
17.95
19.76

Keterangan:

tn
*
**

:
:
:

tidak berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda sangat nyata pada uji t-dunnet taraf α 1%

13
V

Gambar 4 Keragaan pertumbuhan tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik pada perlakuan konsentrasi gula 5 gL-1 (A,B);10 gL-1
(C,D); 15 gL-1 (E,F); 20 gL-1 (G,H); 25 gL-1 (I,J) dengan ventilasi 1
(A,C,E,G,I); ventilasi 2 (B,D,F,H,J); kontrol (K) pada 3 MST (1) dan
6 MST (2)
Tunas mulai membentuk akar pada 2-3 MST (Tabel 5). Hasil rataan waktu
munculnya akar tersebut mengindikasikan bahwa pemberian konsentrasi gula dan
jumlah ventilasi yang berbeda tidak mempengaruhi waktu munculnya akar dalam
percobaan ini.
Tabel 5 Waktu munculnya akar pada tanaman kentang ‘Granola’
Jumlah
Konsentrasi gula (gL-1)
ventilasi
5
10
15
20
25
1
3 MST
2 MST
3 MST
3 MST
2 MST
2
3 MST
3 MST
3 MST
3 MST
3 MST
Keterangan:

Kontrol
2 MST

MST: Minggu Setelah Tanam

Morfologi Stomata
Konsentrasi gula dan jumlah ventilasi berpengaruh sangat nyata terhadap
peningkatan jumlah stomata, kerapatan stomata dan jumlah kloroplas pada daun
tunas serta menyebabkan penyempitan diameter stomata (Tabel 6).

14
Tabel 6 Rekapitulasi hasil uji F pengaruh kombinasi konsentrasi gula dengan
jumlah ventilasi terhadap morfologi stomata tanaman kentang ‘Granola’
Peubah
Gula
Ventilasi
Ulangan Interaksi KK(%)
Kerapatan stomata
**
**
tn
**
4.25
Diameter stomata

**

*

tn

*

6.47

Jumlah kloroplas

**

**

tn

tn

3.62

Keterangan:

tn
*
**

:
:
:

tidak berbeda nyata pada uji F taraf α 5%
berbeda nyata pada uji F taraf α 5%
berbeda sangat nyata pada uji F taraf α 1%

Tabel 7 Perbandingan nilai tengah perlakuan konsentrasi gula dengan kontrol
pada morfologi stomata
Konsentrasi Rata-rata Perbandingan Diameter Rata-rata Perbandingan
gula
kerapatan
kerapatan
stomata
jumlah
jumlah
-1
(gL )
stomata
stomata
(nm)
kloroplas
kloroplas
(mm-2)
(mm-2)
5
10
15
20
25
KK (%)
Keterangan:
tn
*
**

191.0
185.2
181.7
180.0
163.9
:
:
:

70.4 **
-13289.1**
24.2
10.17 **
64.5 **
-13229.2**
23.0
9.00 **
61.1 **
-10812.1**
22.3
8.33 **
59.4 **
-10704.0 **
21.3
7.33 **
43.3 **
-8826.10**
20.3
6.33 **
2.4
6.47
3.62
tidak berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda sangat nyata pada uji t-dunnet taraf α 1%

Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa pengurangan konsentrasi gula
dan penambahan ventilasi nyata menyebabkan kerapatan stomata dan jumlah
kloroplas yang lebih tinggi serta diameter stomata yang lebih kecil
dibandingkandengan kontrol. Semakin banyak pengurangan konsentrasi gula dan
penambahan ventilasi, semakin besar perbedaan nilai tengah perlakuan dengan
kontrol.
Tabel 8 Perbandingan nilai tengah perlakuan ventilasi dengan kontrol pada
morfologi stomata
Ventilasi
Rata-rata Perbandingan Diameter Rata-rata Perbandingan
kerapatan
kerapatan
stomata
jumlah
jumlah
stomata
stomata
(nm)
kloroplas
kloroplas
(mm-2)
(mm-2)
1
2
KK (%)
Keterangan:

171.5
189.2
tn
*
**

:
:
:

50.9**
-10963.6**
21.3
7.33 **
68.6**
-11780.6 **
23.1
9.13 **
2.4
6.5
3.62
tidak berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda nyata pada uji t-dunnet taraf α 5%
berbeda sangat nyata pada uji t-dunnet taraf α 1%

Jumlah stomata yang lebih sedikit per satuan luas daun menunjukkan
bahwa tunas kentang yang mendapat perlakuan konsentrasi gula dan lubang

15
ventilasi memiliki stomata yang lebih besar. Ukuran stomata yang besar
menyebabkan jumlah stomata lebih sedikit tiap luas bidang pandang. Adanya
stomata pada daun memungkinkan terjadinnya pertukaran gas. Jumlah stomata
yang sedikit pada tanaman dapat menjadi indikator bahwa tanaman mengalami
laju fotosintesis yang rendah. Pada mikropropagasi in vitro tanaman hampir tidak
melakukan proses fotosintesis karena gula sebagai sumber energi utama bagi
eksplan telah disediakan (Kubota 2002). Pengurangan konsentrasi gula dan
penambahan ventilasi menyebabkan daun pada tunas membentuk kerapatan
stomata yang lebih tinggi (Tabel 9).
Tabel 9 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap kerapatan stomata (mm-2)
kentang ‘Granola’
Jumlah
Konsentrasi gula (gL-1)
ventilasi
5
10
15
20
25
1
188.5 a
181.7 a
173.3 b
169.9 b
144.4 b
2
193.6 a
188.5 a
190.2 a
190.2 a
183.4 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf α 5%

K
Gambar 5 Kerapatan stomata tanaman kentang ‘Granola’ pada perlakuan
konsentrasi gula 5 gL-1 (A,B); 10 gL-1 (C,D); 15 gL-1 (E,F); 20 gL-1
(G,H); 25 gL-1 (I,J) dengan ventilasi 1(A,C,E,G,I); ventilasi 2
(B,D,F,H,J); kontrol (K)

16
Daun dari tunas yang ditumbuhkan pada media dengan perlakuan 5 gL-1
dengan ventilasi 1 (Gambar 5A) memiliki kerapatan stomata tertinggi dan tidak
berbeda dengan perlakuan konsentrasi gula 5 gL-1 dengan ventilasi 2 (B), 10 gL-1
dengan ventilasi 1 (C), 10 gL-1 dengan ventilasi 2 (D), 15 gL-1 dengan ventilasi 2
(F) serta 20 gL-1 dengan ventilasi 2 (H). Media dengan perlakuan ventilasi 1
menyebabkan daun menghasilkan jumlah stomata yang tinggi jika
dikombinasikan dengan gula yang rendah (5 gL-1 dengan ventilasi 1 serta gula 10
gL-1 dengan ventilasi 1). Perlakuan ventilasi 2 memungkinkan terjadinya
pertukaran udara yang lebih baik. Kombinasi ventilasi 2 dengan konsentrasi gula
rendah meningkatkan pembentukan stomata daun.
Tabel 10 Pengaruh interaksi gula dan ventilasi terhadap diameter stomata (nm)
kentang ‘Granola’
Jumlah
Konsentrasi gula (gL-1)
ventilasi
5
10
15
20
25
1
21555.4 c
21551.7 c 23271.0 b
22595.5 bc 25214.9 a
2
19469.1 c
19592.5 c 22707.5 b
23599.2 ab 24735.6 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf α 5%

Stomata diapit oleh sepasang sel penjaga. Sel penjaga mengontrol
diameter stomata dengan cara menyempitkan atau melebarkan celah diantara
kedua sel tersebut. Ketika sel penjaga mengambil air melalui osmosis, sel penjaga
akan membengkak. Ketika sel kehilangan air, sel penjaga menjadi lembek serta
mengkerut, sel-sel tersebut akan mengecil secara bersamaan kemudian menutup
ruangan diantaranya (Campbell 2004). Menurut Kozai et al. (2005) sel penjaga
pada tanaman in vitro tidak dapat berfungsi secara normal sehingga stomata akan
membuka secara terus menerus dan memicu terjadinya transpirasi yang berlebihan
saat dikeluarkan dari botol kultur dan menyebabkan tanaman mati. Pengurangan
konsentrasi gula dan pemberian ventilasi pada tanaman in vitro memicu terjadinya
proses fotosintesis sehingga diameter stomata mengkerut saat kehilangan air.
Tanaman kentang merupakan tanaman C3 yang akan melakukan penutupan sel
penjaga pada stomata ketika berada dalam kondisi pencahayaan untuk mengurangi
proses transpirasi (Campbell 2004). Pengambilan sampel untuk pengamatan
morfologi stomata dilakukan pada kondisi pencahayaan. Tabel 10 menunjukkan
eksplan pada perlakuan konsentrasi gula 5 gL-1 dengan ventilasi 1 (Gambar 6A)
menyebabkan daun pada tunas menghasilkan diameter terkecil dan tidak berbeda
pada perlakuan gula 5 gL-1 dengan ventilasi 2 (B), gula 10 gL-1 dengan ventilasi 1
(C) serta gula 10 gL-1 dengan ventilasi 2 (D). Diameter terbesar dihasilkan oleh
daun dari tunas pada perlakuan gula 25 gL-1 dengan ventilasi 2 (J), tidak berbeda
dengan perlakuan gula 20 gL-1 dengan ventilasi 2 (H ) serta gula 25 gL-1 dengan
ventilasi 1 (I). Eksplan yang ditumbuhkan pada media dengan pengurangan
konsentrasi gula dan penambahan ventilasi menyebabkan diameter stomata
mengecil. Hal ini mungkin disebabkan oleh sel penjaga di stomata pada sistem ini
berkembang lebih baik dibandingkan dengan sistem mikropropagasi
konvensional.

17

Gambar 6 Diameter stomata tanaman kentang ‘Granola’ dengan teknik
fotoautotrofik pada perlakuan konsentrasi gula 5 gL-1 (A,B);10 gL-1
(C,D); 15 gL-1 (E,F); 20 gL-1 (G,H); 25 gL-1 (I,J) dengan ventilasi
1(A,C,E,G,I); ventilasi 2 (B,D,F,H,J); kontrol (K)

Organ utama tumbuhan tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil yang
memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang
disebut kloroplas, dimana fotosintesis berlangsung tepatnya pada bagian stroma.
Permukaan daun dilapisi oleh kutikula lilin yang tahan air yang melindungi daun
dari penguapan yang berlebihan dan mengurangi penyerapan sinar biru untuk
mengurangi pemanasan. Lapisan epidermis yang tembus pandang memungkinkan
cahaya untuk masuk melalui sel mesofil palisade tempat sebagian besar
fotosintesis berlangsung (Campbell 2004)