Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa
KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS KAYU SEBAGAI
BAHAN BAKU ENERGI BIOMASSA
TIA MULYASARI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Beberapa
Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Tia Mulyasari
NIM E24090021
ABSTRAK
TIA MULYASARI. Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku
Energi Biomassa. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI.
Kayu merupakan sumber energi biomassa yang sangat potensial untuk
mensubtitusi energi fosil yang semakin berkurang. Biomassa bersifat terbarukan
dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur sifat-sifat delapan
jenis kayu potensial sebagai bahan baku energi biomassa. Karakterisasi dilakukan
dengan analisis proksimat berdasarkan standar ASTM. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis-jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 10,2414,25%, kadar abu 0,25-1,13%, kadar zat terbang 81,00-84,75%, kadar karbon
terikat 14,85 -18,12%, kerapatan kayu berkisar 0,44-0,74 g/cm³, dan nilai kalor
3571-4288 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik tersebut, jenis kayu yang memiliki
kualitas baik sebagai sumber energi biomassa adalah bagian batang kayu gamal,
lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, dan sengon merah, sedangkan bagian batang
kayu mindi, gmelina dan kaliandra bagian cabang memiliki kualitas lebih rendah
namun masih berpotensi sebagai sumber kayu energi.
Kata kunci: analisis proksimat, biomassa, energi alternatif, energi terbarukan
ABSTRACT
TIA MULYASARI. Characteristics of Some Wood Species as Biomass Energy
Raw Materials. Supervised by DEDED SARIP NAWAWI.
Wood is an alternative renewable energy resources which potential to
substitute fossil energy. Biomass is renewable and environmentally fiendly. The
objective of this research is to measure the properties of eight wood species as an
energy feedstock. Characteristics of woods was analyzed by proxymate analysis
according to ASTM standard. The results showed that characteristics of woods
were moisture content 10.24-14.25%, ash content 0.25-1.13%, volatile matter
content 81.00-84.75%, fixed carbon content 85-18.12%, density 0,44-0,74 g/cm³,
and calorific value 3571-4288 kcal/kg. Based on these characteristics, the woods
species that has good quality as a source of biomass energy are stem of gamal,
lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, and red sengon, while mindi, gmelina and
branch stem of kaliandra have lower quality but it still has the potential for
biomass energy.
Keywords: alternative energy, biomass, proximate analysis, renewable energy
KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS KAYU SEBAGAI
BAHAN BAKU ENERGI BIOMASSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi
Biomassa
Nama
: Tia Mulyasari
NIM
: E24090021
Disetujui oleh
Ir Deded Sarip Nawawi, MSc
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2013 ini ialah energi
terbarukan, dengan judul Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku
Energi Biomassa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Deded Sarip Nawawi, MSc
selaku pembimbing. Penghargaan penulis disampaikan kepada Bapak Suprihatin
dan Mas Gunawan dari Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang telah membantu
selama penelitian. Penulis ucapkan terimakasih kepada PT PLN atas bantuannya
untuk penyediaan bahan baku dan biaya pengujian nilai kalor. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, sahabat, dan
teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Tia Mulyasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kadar Air
4
Kerapatan Kayu
6
Kadar Zat Terbang
7
Kadar Abu
8
Kadar Karbon Terikat
9
Nilai Kalor
SIMPULAN DAN SARAN
10
10
Simpulan
10
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
14
DAFTAR TABEL
1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa
2
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi
Kerapatan kayu dari beberapa jenis kayu bahan baku energi
Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
Kadar abu beberapa jenis kayu bahan baku energi
Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu bahan energi
Nilai kalor beberapa jenis kayu bahan energi
5
6
7
8
9
10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi energi yang semakin meningkat dan menipisnya sumber energi
berbahan dasar fosil menimbulkan masalah keberlanjutan sumber energi di masa
mendatang. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil di seluruh dunia
diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas
alam, dan 200 tahun untuk batu bara (Quan 2006). Untuk itu pencarian dan
pengembangan sumber energi alternatif terbarukan menjadi tidak bisa ditawar
lagi. Di antara sumber energi alternatif terbarukan, biomassa merupakan sumber
energi yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Biomassa merupakan material organik berupa produk maupun limbah yang
terbentuk dari tanaman, hewan, dan mikro organisme. Biomassa tersedia dalam
jumlah besar dan dapat dijumpai di hampir seluruh permukaan bumi serta dapat
dimanfaatkan dengan teknologi sederhana (kayu bakar) sampai modern (bahan
baku pembangkit listrik atau bahan bakar kimia). Oleh karena itu biomassa
berpotensi besar sebagai sumber energi di berbagai tingkatan, mulai dari
pemenuhan energi bagi masyarakat di daerah terpencil hingga untuk pemenuhan
energi di industri. Menurut Hunt dan Förster (2006) Indonesia memiliki potensi
besar untuk dapat memproduksi energi yang berasal dari biomassa yang dikenal
dengan nama bioenergi. Sebagai contoh, energi listrik yang dapat dihasilkan dari
bahan baku biomassa mencapai 49,8 Gwe, dan baru terpasang sebesar 302 MWe
atau kurang dari 1% (Departemen ESDM 2005).
Sumber energi biomassa selain bersifat terbarukan (renewable energy), juga
bersifat ramah lingkungan jika dikelola secara berkelanjutan, dengan kadar CO2
yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan energi fosil serta
kandungan sulfur dan heavy metal yang relatif rendah. Walaupun pembakaran
biomassa menghasilkan karbondioksida tetapi akan diseimbangkan kembali oleh
tumbuhan, sehingga tidak ada penimbunan karbondioksida dalam atmosfer dan
keberadaannya terus berimbang (Priambudi 2008). Menurut Mindawati (2005), di
antara usaha yang dapat dilakukan untuk pengembangan sumber energi biomassa
adalah dengan menggalakkan kembali pembangunan hutan dengan tujuan kayu
energi, khususnya bagi penyediaan energi di daerah terpencil dan bagi masyarakat
golongan bawah.
Dalam pembangunan hutan tanaman energi harus mampu menghasilkan
biomassa dengan karakteristik tertentu sesuai tujuan penggunaannya sebagai
bahan bakar. Dalam pemilihan jenis kayu yang akan ditanam sebagai bahan baku
energi harus memperhatikan beberapa hal, antara lain aspek kesesuaian ekologi
(tempat tumbuh) dan teknologi. Alimah (2010) menyatakan sifat-sifat kayu yang
dapat digunakan sebagai sumber energi adalah berasal dari jenis dengan
pertumbuhan cepat (2-3 tahun dapat dipanen), percabangan lebat, riap tinggi,
mudah tumbuh pada berbagai kondisi tempat tumbuh, cepat bertunas setelah
dipangkas, dan memiliki nilai kalor yang tinggi. Oleh karena itu penelitian tentang
karakteristik kayu sebagai bahan baku energi menjadi dasar penilaian kesesuaian
jenis tertentu sebagai tanaman sumber energi biomassa.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur karakteristik dan kualitas 8 jenis kayu
potensial sebagai bahan baku energi biomassa. Karakteristik kayu energi yang
diukur meliputi kerapatan, nilai kalor, dan kadar air, kadar abu, kadar zat terbang,
dan karbon terikat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai karakteristik kayu
sebagai sumber energi. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dalam
pemilihan jenis kayu untuk pembangunan hutan tanaman energi biomassa.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei-Juli 2013. Penelitian bertempat di
Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor dan Pustekolah Kementerian Kehutanan Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah 8 jenis kayu berasal dari daerah Sumba
Barat Daya sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Alat yang digunakan pada
penelitian ini antara lain willey mill, alat pemotong kayu, timbangan analitik,
saringan bertingkat, oven, desikator, cawan porselin, tanur listrik, dan Bomb
Calorimeter.
Tabel 1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa
Diameter
Jenis Kayu
Nama Latin
(cm)
Gmelina
Gmelina arborea
20,0
Kaliandra bagian batang
Calliandra calothyrsus
5,4
Kaliandra bagian cabang
Calliandra calothyrsus
3,8
Gamal
Gliricidia sepium
7,6
Mindi
Melia azedarach
20,0
Jambu Mete
Anacardium occidentale
7,6
Lamtoro bagian batang
Leucaena leucocephala
10,2
Lamtoro bagian cabang
Leucaena leucocephala
4,5
Ki hiyang
Albizia lebbeck
6,1
Sengon merah
Albizia chinensis
30,0
3
Prosedur Penelitian
Karakterisasi kayu energi menggunakan analisis proksimat (proximate
analysis) berdasarkan standar ASTM. Parameter yang diuji meliputi kadar air,
kadar zat terbang (volatile matter), kadar abu, karbon terikat (fixed carbon), nilai
kalor, dan kerapatan kayu.
Penyiapan serbuk kayu
Sampel kayu dipotong menjadi serpih berukuran kecil dan
dikeringudarakan. Serpih kayu digiling dengan alat willey mill dan disaring
dengan saringan bertingkat untuk menghasilkan serbuk berukuran lolos saringan
40 mesh dan tertahan pada saringan 60 mesh. Serbuk kayu disimpan dalam botol
tertutup dan diukur kadar airnya.
Pengukuran kadar air serbuk
Prosedur pengukuran kadar air serbuk kayu mengacu pada ASTM E-871.
Sampel serbuk kayu sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pengering selama 24
jam pada suhu 105±3 °C atau hingga berat keringya konstan. Kadar air dinyatakan
sebagai berat air terhadap berat kering contoh uji yang dinyatakan dalam persen.
Kadar zat terbang
Kadar zat terbang diuji berdasarkan standar ASTM E-872. Sebanyak 2 g
serbuk kayu ditimbang dalam cawan porselen. Cawan berisi sampel serbuk kayu
kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dan dipirolisis pada suhu 950 oC
selama 7 menit. Sampel didinginkan dalam desikator dan sampel ditimbang ketika
sudah dingin. Kadar zat terbang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kadar zat terbang (%) =
100%
Pengukuran kadar abu
Kadar abu merupakan kandungan bahan mineral dalam bahan yang
merupakan sisa dari proses pembakaran sampel. Pengukuran kadar abu merujuk
pada standar ASTM D-1102. Sampel serbuk kayu sebanyak 2 g ditempatkan
dalam cawan porselen dan diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 6 jam.
Sampel abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) =
100%
4
Kadar karbon terikat (fixed carbon)
Karbon terikat merupakan kandungan karbon dalam sampel setelah
penghilangan zat terbang dan abu. Kadar karbon terikat dihitung sebagai berikut:
Kadar karbon terikat (%) = 100% - kadar zat terbang (%) - kadar abu (%).
Kerapatan
Kerapatan kayu diukur dalam kondisi kering udara dengan menggunakan
sampel uji berukuran 1cm × 1cm × 1cm. Sampel uji ditimbang dan diukur
volumenya. Kerapatan kayu dihitung sebagai berikut:
Kerapatan kering udara =
Nilai kalor
Nilai kalor kayu diukur dengan menggunakan alat Bomb calorimeter yang
dilakukan di Pustekolah Kementerian Kehutanan. Nilai kalor dinyakatan dalam
nilai kalor kasar (gross calorific value) (kkal/kg).
Pengolahan data
Pengolahan data sederhana dilakukan dengan program Microsoft Excel 2010
untuk melihat indikasi korelasi antar variabel. Data penelitian ditampilkan dalam
bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Informasi data kadar air biomassa untuk bahan energi sering kali diperlukan
terkait dengan penanganan bahan, seperti dalam pengangkutan, dan pendugaan
nilai kalor efektif. Kadar air bahan baku energi biomassa dapat mempengaruhi
nilai kalor bersih yang dihasilkan pada saat konversi energi (Huhtinen 2005).
Semakin tinggi kadar air pada bahan bakar akan semakin rendah nilai kalor yang
dihasilkan (Haygreen & Bowyer 1996). Semakin tinggi kadar air kayu maka
efisiensi energi menjadi semakin rendah karena dalam proses konversi energi dari
kayu tersebut akan lebih banyak kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air
menjadi uap sehingga energi yang tersisa dalam bahan bakar menjadi lebih kecil.
Selain itu, kadar air kayu tinggi juga akan menyebabkan sulitnya pembakaran
awal.
Kadar air kering udara kayu yang diuji berkisar 10,24-14,25%, dengan
kadar air rataan 12,32% (Gambar 1). Kayu ki hiyang memiliki kadar air tertinggi
(14,25%) dan kayu mete memiliki kadar air terendah (10,24%).
5
Gambar 1 Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi.
Pada kayu lamtoro dan kaliandra terdapat perbedaan nilai kadar air kering udara
yang tidak jauh berbeda pada bagian cabang dan batang, keragaman nilai kadar air
kering udara ini menurut Tsoumis (1991) dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti jenis kayu, posisi kayu pada batang, dan kondisi lingkungan tempat kayu
berada. Soenardi (1976) menambahkan bahwa perbedaan nilai kadar air bagian
batang dan cabang disebabkan oleh perbedaan tebal dinding sel dan rongga sel
yang akan menentukan air keluar dari kayu. Cahyono et al. (2008) menyebutkan
kayu akan mudah digunakan sebagai bahan bakar pada kondisi kering udara
dengan kadar air sekitar 12%. Lebih lanjut penelitian Cahyono et al. (2008)
menunjukkan bahwa peningkatan kadar air kayu sebesar 1% akan menyebabkan
penurunan nilai kalor kayu sekitar 50,87 kkal/kg.
Berbagai jalur alternatif konversi kayu menjadi energi biomassa seperti
gasifikasi sangat berpeluang untuk dikembangkan guna mencapai efisiensi
terhadap pemanfaatannya. Gasifikasi merupakan metode mengkonversi secara
termokimia bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas dalam alat gasifier dengan
menyuplai agen gasifikasi seperti uap panas, udara dan lainnya (Anis & Budiyono
2008). Abdullah et al. (1998) menyatakan bahwa salah satu variabel bahan baku
yang mempengaruhi hasil proses gasifikasi adalah kadar air bahan bakar. Kadar
air yang baik dalam proses gasifikasi berkisar 10-20%. Secara umum, kayu
sebagai bahan baku energi biomassa sebaiknya memiliki kadar air lebih rendah
dari 20% sehingga akan memudahkan pada tahap pengeringan dan tidak banyak
energi terbuang (Rajvanshi 1986, Raglan & Aerts 1991). Berdasarkan nilai kadar
air yang diperoleh, semua jenis kayu yang diuji sesuai sebagai bahan baku energi
biomassa.
Kerapatan Kayu
Kerapatan kayu sering dijadikan parameter penduga kesesuaian kayu sebagai
bahan baku energi biomassa. Tiruno dan Sabit (2011) menyatakan bahwa
6
kerapatan kayu memiliki korelasi dengan nilai kalor yang dihasilkan. Nilai kalor
cenderung semakin besar untuk jenis kayu berkerapatan tinggi.
Gambar 2 Kerapatan kayu dari beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Kerapatan kayu untuk jenis-jenis kayu yang diteliti tergolong cukup tinggi
berkisar 0,44-0,74 g/cm³ (Gambar 2). Kayu gamal memiliki kerapatan tertinggi
yakni sebesar 0,74 g/cm3 dan kerapatan terendah adalah kayu gmelina 0,44 g/cm3.
Gambar 2 menunjukan adanya perbedaan kerapatan pada bagian batang dan
cabang pada kayu kaliandra dan lamtoro. Kayu dari bagian batang memiliki
kerapatan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian cabang. Seng (1967)
menyatakan bahwa batang memiliki dinding sel yang tebal dan rongga sel yang
relatif kecil sehingga menyebabkan massa zat kayu menjadi lebih besar.
Kerapatan kayu berpengaruh pada massa per satuan volume sehingga berkorelasi
juga dengan potensi nilai kalor per satuan volume kayu. Nilai kalor kayu sangat
ditentukan oleh kadar karbon dalam bahan baku energi. Komponen kimia yang
paling besar pengaruhnya terhadap kadar karbon adalah selulosa dan lignin
(Kendry 2002, Basu 2010) sebagai penyusun dinding sel dan massa kayu yang
berpengaruh terhadap kerapatan atau berat jenis kayu (Tsoumis 1991).
Hygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan
kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dimensi serat, letak kayu awal dan
kayu akhir, persentase selulosa dan lignin serta kandungan zat ekstraktif yang ada
dalam kayu. Secara umum, kerapatan bahan energi biomassa 0,4 g/cm³ atau lebih
dianggap sesuai sebagai bahan baku energi biomassa, sedangkan kerapatan
biomassa yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan densifikasi.
Densifikasi atau pengempaan merupakan cara lain untuk memperbaiki sifat suatu
bahan sumber bahan bakar agar dalam penggunannya lebih mudah dan efisien.
Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
Purwitasari (2011) menyatakan bahwa zat terbang menunjukan kandungan
zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 °C. Penurunan
massa bahan karena terjadinya pemanasan mengakibatkan dekomposisi bahan
atau terlepasnya senyawa yang mudah menguap atau zat terbang. Zat terbang
terdiri dari metan, senyawa hidrokarbon, hidrogen dan nitrogen.
7
Gambar 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Kadar zat terbang pada jenis-jenis kayu yang diuji berkisar 81,00-84,75%
(Gambar 3). Kadar zat terbang terendah diantara jenis kayu yang diuji adalah
kayu gamal sebesar 81% dan kadar zat terbang tertinggi adalah kayu mindi
sebesar 84,75%. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Stahl et al. (2004)
yang memperoleh kadar zat terbang sebesar 84% untuk kayu energi. Kadar zat
terbang biomassa kayu umumnya berkisar 75-85% (Fuwape et al. 1997, Ragland
& Aerets 1991, Kendry 2002). Berdasarkan grafik diatas tidak terdapat perbedaan
kadar zat terbang pada bagian batang dan cabang kayu lamtoro dan kaliandra.
Fauziah (2009) menyatakan bahwa besarnya kadar zat terbang dipengaruhi
oleh temperatur dan lamanya proses pirolisis. Pirolisis merupakan pembakaran
biomassa tanpa kehadiran oksigen sehingga yang terlepas hanya bagian zat
terbang sedangkan karbonnya tetap dan tidak akan terjadi pembakaran tanpa
adanya oksigen (Sutiyono 2002). Fauziah (2009) mengatakan semakin rendah
kadar zat terbang, maka semakin tinggi nilai karbon terikat yang menunjukan
semakin baik kayu sebagai sumber energi. Biomassa dengan kandungan zat
terbang tinggi umumnya akan memiliki nilai kalor yang rendah dan berkontribusi
terhadap pembentukan tar pada saat digunakan dalam proses gasifikasi (Anonimus
1988, Ragland & Aerets 1991). Besarnya kadar zat terbang yang dimiliki seluruh
jenis kayu yang diuji lebih kecil 85%, sehingga jenis-jenis kayu tersebut tergolong
baik digunakan sebagai sumber energi biomassa.
Kadar Abu
Analisis kadar abu untuk kayu sebagai bahan energi sangat penting, karena
akan mempengaruhi mutu bahan bakar. Menurut Jamilatun (2011) abu yang
terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat terbakar dan
tertinggal setelah proses pembakaran dan reaksi-reaksi yang menyertainya selesai.
Kadar abu jenis kayu yang diteliti tergolong rendah yaitu berkisar 0,25-1,13%
(Gambar 4), walaupun kadar abu jenis kayu tropis umumnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jenis kayu temperate (Rowell 1984, Fengel & Wegener
1984).
8
Gambar 4 Kadar abu beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Kadar abu menjadi salah satu parameter penting dalam penilaian biomassa
sebagai bahan energi. Tsoumis (1991) menyebutkan besarnya kadar abu pada
kayu umumnya sebesar 0,1-5% dan semakin rendah kadar abu, maka nilai kalor
yang dihasilkan akan semakin besar. Kadar abu tertinggi terdapat pada kayu
gmelina yakni sebesar 1,13%. Pada kayu kaliandra terdapat perbedaan kadar abu
yang tinggi antara bagian batang dan cabang. Hal ini dikarenakan pada bagian
cabang masih terdapat senyawa-senyawa ekstraktif primer yang tinggi (Arryati
2006). Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis adalah kalium, kalsium,
magnesium, dan silika (Haygreen & Bowyer 1996). Salah satu unsur utama abu
yaitu silika memiliki pengaruh kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
Dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku gasifikasi untuk pembangkit
listrik, kadar abu sangat penting diperhatikan. Kadar abu tinggi, selain dapat
mengurangi nilai kalor bersih juga pada suhu tinggi berpotensi membentuk kerak
besi yang mengotori alat. Kadar abu tinggi pada saat mengalami pelunakan
(melting) pada suhu tinggi akan menggumpal dan membentuk kerak sehingga
akan menutupi reaktor. Bahan energi biomassa dengan kadar abu < 5% termasuk
kelompok bahan energi biomassa yang tidak menyebabkan pembentukan kerak
metal (non-slagging fuel) dan biomassa dengan kadar abu < 1,5% termasuk
kelompok bahan energi biomassa “excellent non-slagging fuel” (Rajvanshi 1986,
Anonimus 1988).
Kadar Karbon Terikat
Karbon terikat (fixed carbon) merupakan fraksi karbon selain fraksi abu, air,
dan zat terbang (Djatmiko 1981). Karbon terikat sangat berpengaruh pada
rendemen arang dalam proses karbonisasi dan berkontribusi pada nilai kalor kayu.
Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 5.
9
Gambar 5 Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu bahan energi.
Kadar karbon terikat pada kayu yang diteliti berkisar 14,85-18,12%, dan
kayu gamal memiliki kadar karbon terikat tertinggi sebesar 18,12% sedangkan
kayu mindi terendah 14,85%. Stahl et al. (2004) menyatakan bahwa kadar karbon
terikat untuk kayu energi sekitar 16%, oleh karena itu kardar karbon terikat semua
jenis kayu yang diuji tergolong baik sebagai kayu energi kecuali kayu mindi, mete
dan sengon. Pada pengujian kayu kaliandra, kadar karbon terikat pada bagian
batang lebih besar dibandingkan dengan cabang, hal ini dikarenakan bagian pohon
yang mampu menyimpan lebih banyak karbon adalah batang. Haygreen dan
Bowyer (1996) menyatakan bahwa batang umumnya memiliki zat penyusun kayu
lebih banyak dibandingkan dengan bagian pohon lain. Kadar karbon terikat
berkorelasi negatif dengan zat terbang (Gambar 3 dan 5). Kayu dengan kadar zat
terbang tinggi memiliki kadar karbon terikat rendah, dan sebaliknya.
Hendra dan Winarni (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar karbon
terikat maka semakin tinggi pula nilai kalornya, walaupun nilai kalor merupakan
hasil interaksi dari beberapa komponen termasuk didalamnya zat terbang, kadar
abu dan kadar air (Basu 2012). Fraksi zat terbang dapat berkontribusi pula
terhadap nilai kalor, karena fraksi zat terbang bisa berasal dari komponen selulosa
amorf, hemiselulosa dan zat ekstraktif. Ketiga komponen kimia tersebut disusun
terutama oleh unsur karbon. Oleh sebab itu, untuk menduga nilai kalor juga dapat
dilakukan berdasarkan kadar unsur penyusun kayu (karbon, hidrogen, oksigen)
melalui analisis ultimat (Basu 2012). Kadar karbon dalam biomassa kayu berkisar
45-50% (Stahl et al. 2004).
Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan parameter utama yang digunakan untuk menilai
bahan baku energi. Nilai kalor merupakan hasil interaksi dari komponen kimia
penyusun biomassa. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai kalor kayu
yaitu kadar karbon, zat terbang, kadar abu, dan kadar air bahan (Basu 2012).
10
Gambar 6 Nilai kalor beberapa jenis kayu bahan energi.
Nilai kalor yang tinggi dihasilkan dari bahan baku yang memiliki kadar air,
kadar abu, dan zat terbang rendah serta kerapatan dan kadar karbon terikat yang
tinggi. Gambar 6 menunjukan besarnya nilai kalor pada masing masing jenis kayu
berkisar 3571-4288 kkal/kg. Kayu gmelina memiliki nilai kalor terendah yakni
sebesar 3571 kkal/kg dan kayu gamal memiliki nilai kalor tertinggi sebesar 4288
kkal/kg. Pada kayu lamtoro dan kaliandra nilai kalor pada bagian batang lebih
besar dibandingkan dengan bagian cabang, karena pada bagian batang memiliki
kadar karbon yang lebih tinggi, dan massa kayu yang lebih besar dibandingkan
dengan bagian cabang. Nilai kalor sangat berpengaruh terhadap laju pembakaran
pada proses pembakaran. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin lambat laju
pembakaran pada proses pembakaran (Tiruno & Sabit 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 10,24-14,25%,
kadar abu 0,25-1,13%, kadar zat terbang 81,00-84,75%, kadar karbon terikat
14,85-18,12%, dan nilai kalor 3571-4288 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik
tersebut, jenis kayu yang memiliki kualitas baik sebagai sumber energi biomassa
adalah kayu gamal, lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, dan sengon merah,
sedangkan kayu kaliandra bagian cabang, gmelina dan mindi memiliki kualitas
lebih rendah namun masih berpotensi untuk dijadikan sebagai kayu energi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai komponen kimia penyusun jenis- jenis
kayu untuk melengkapi informasi karakteristik kayu sebagai sumber energi
sehingga dapat meningkatkan produktifitas energi yang dihasilkan dengan
pengolahan yang tepat dan efisien.
11
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D-1102. Test
Method for Ash in Wood. USA.
______________________________________. 2013. ASTM E-871. Test Method
for moisture in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.
______________________________________. 2013. ASTM E-872. Test Method
for Volatile Matter in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.
Abdullah K et al. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. PROJECT/ADAET: JTA9a (132). Bogor (ID): IPB Pr.
Alimah D. 2010. Kayu sebagai sumber energi. [diunduh 20 September 2013].
Tersedia pada: http://foreibanjarbaru.or.id.
Anis S, Budiyono A. 2008. Pengaruh bentuk buffle terhadap unjuk kerja alat
penukar kalor (Heat Exchanger), Laporan penelitian Dosen Muda, 2007
DP2M Dikti.
Anonimus. 1988. Handbook of Biomass Downdraft Gasifier Engine System.
Colorado (US): Solar Energy Information Program.
Arryati H. 2006. Analisis kimia kayu batang, cabang dan kulit kayu jenis kayu
leda (Eucalyptus deglupta Blume). Jurnal Hutan Tropis Borneo.18: 81-84.
Basu P. 2012. Biomass Gasification and Pyrolysis: Practical Design and Theory.
(US): Academic Pr.
Cahyono TD, Zahrial C, Fauzi F. 2008. Analisis nilai kalor dan kelayakan
ekonomis kayu sebagai bahan bakar subtitusi batu bara dipabrik semen.
Forum Pascasarjana 31(2): 105-110.
Departemen ESDM. 2005. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005
[Internet]. [Jakarta, 2005]. [diunduh 20 Agustus 2013]. Tersedia pada:
http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/714-blue-print-pengelolaanenergi-nasional-pen.html.
Djatmiko B, Ketaran, Setyahartini S. 1981. Arang Pengolahan dan Kegunaannya.
Bogor (ID): IPB Pr.
Fauziah N. 2009. Pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit Acacia
mangium Wild dengan aktivasi fisika dan aplikasinya sebagai Adsorben
[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Fengel D, Wegener G. 1984. Wood:Chemistry Ultrastructure and Reactions.
Berlin (DE): pp.217-20.
Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast
growing multy purpose trees in Nigeria. Biomass and Energy 12:101-106
Tersedia pada: http:// www.ecn.nl/phyllis2/Biomass/view/2121.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar.
Hadikusumo SA. penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta(ID):
Gadjah Mada University Pr.
Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah
kayu gergajian dan sebetan kayu. Bul Penelitian Hasil Hutan 18:1-9.
http://www.worldagroforestry.org/sea/publications/files/book/BK0089%2005/BK0089-05-2.pdf.
12
Huhtinen M. 2005. Wood Energy Basic Information Pages, Wood as a Fuel.
[diunduh 7 September
2013].
Tersedia Pada:
http://www20.gencat.cat/docs/dmah/Home/Ambits%20dactuacio/Medi%20
natural/Gestio%20forestal/ 20biomassa%20forestal/2_ncp.pdf.
Hunt S, Förster E. 2006. Biofuels for transportation. Renewable Energy World.
9:94-103.
Jamilatun S. 2011. Kualitas sifat-sifat penyalaan dari pembakaran briket
tempurung kelapa, briket serbuk gergaji kayu jati, briket sekam padi dan
briket batubara. Journal of Energi Convertion and Management. 43:12911299.
Kendry PM. 2002. Energy production from biomass (Part 3): gasification
technologies,” Bioresource Technology. 83:55-63.
Mindawati N. 2005. Dampak kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
terhadap kerusakan hutan dan alternatif penanggulangannya. Warta Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 2(4): 3-5.
Prambudi NA. 2008. Menyulap Biomassa Menjadi Energi. [Internet]. [waktu dan
tempat tidak diketahui]. [di unduh 29 Juli 2013]. Tersedia pada:
http://netsains.net/2008/03/menyulap-biomassa-menjadi-energi/.
Purwitasari H. 2011. Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon
Pohon Akasia Mangium. Bogor (ID): IPB Pr.
Quan VA. 2006. Degradation of the solar cell dye sensitizer N719 Preliminary
building of dye-sensitized solar cell [Tesis]. Denmark (DK): Roskilde
University.
Ragland KW, Aerts DJ. 1991. Properties of Wood for Combutions Analysis. (US):
University of Wisconsin- Madison Pr.
Rajvanshi AK. 1986. Biomass Gasification. Di dalam: D.Yogi Goswami, editor;
Nimbkar Agricultural Research Institute, India. Phaltan (415523): CRC
Press. hlm 83-102.
Rowell RM. 1984. The Chemistry of Solid Wood. Washington (US): American
Chemical Society.
Seng OD. 1990. Specifik Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for
Prectical Use. Terjemahan Soewarsono. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan.
Soenardi. 1976a. Sifat - Sifat Fisika Kayu. Yogjakarta (ID): Yayasan Pembina
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Sthal R, Henrich E, Gehrmann HJ, Vodegel S, Koch M. 2004. Definition of
Standard Biomass.Germany (DE): Forschungszentrum Karlsruhe.
Suyitno. 2002. Pembuatan briket arang dari tempurung kelapa dengan bahan
pengikat tetes tebu dan tapioka. Jurnal Kimia dan Teknologi: 2(2):3-8.
Tiruno, Sabit. 2011. Efek suhu pada proses pengarangan terhadap nilai kalor
arang tempurung kelapa (Coconut Shell Charcoal). Jurnal Neutrino.
3(2):149-151.
Tsoumis G. 1991. Science of technology of wood (Structure, Properties,
Utilization). New York (US): Van Nostrand Reinhold.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 20 September 1991 yang merupakan
putri ke tiga dari lima bersaudara pasangan Bapak S. Wahyudi dan Ibu
Marhamah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun
yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi
Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah
mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Cikeong dan Gunung Tangkuban
Perahu pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL)
pada tahun 2013 di PT Korindo Ariabima Sari, Pangkalan Bun, Kalimantan
Tengah.
Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan
pernah menjadi Sekertaris HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan)
dan anggota Divisi Kelompok Minat Kimia Hasil Hutan Mahasiswa Hasil Hutan
pada tahun 2011. Penulis juga merupakan anggota Divisi Kewirausahaan
Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan dan Divisi Pengembangan Sumber Daya
Manusia PC Sylva IPB pada tahun 2011. Selain itu penulis memperoleh
pendanaan Dikti dalam PKM Kewirausahaan dan lolos PIMNAS XXV Jogjakarta
2012, dan CDA IPB dalam Program Mahasiswa Wirausaha 2013.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari
Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku
Energi Biomassa” dibawah bimbingan Ir Deded Sarip Nawawi, MSc.
BAHAN BAKU ENERGI BIOMASSA
TIA MULYASARI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Beberapa
Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Tia Mulyasari
NIM E24090021
ABSTRAK
TIA MULYASARI. Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku
Energi Biomassa. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI.
Kayu merupakan sumber energi biomassa yang sangat potensial untuk
mensubtitusi energi fosil yang semakin berkurang. Biomassa bersifat terbarukan
dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur sifat-sifat delapan
jenis kayu potensial sebagai bahan baku energi biomassa. Karakterisasi dilakukan
dengan analisis proksimat berdasarkan standar ASTM. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis-jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 10,2414,25%, kadar abu 0,25-1,13%, kadar zat terbang 81,00-84,75%, kadar karbon
terikat 14,85 -18,12%, kerapatan kayu berkisar 0,44-0,74 g/cm³, dan nilai kalor
3571-4288 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik tersebut, jenis kayu yang memiliki
kualitas baik sebagai sumber energi biomassa adalah bagian batang kayu gamal,
lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, dan sengon merah, sedangkan bagian batang
kayu mindi, gmelina dan kaliandra bagian cabang memiliki kualitas lebih rendah
namun masih berpotensi sebagai sumber kayu energi.
Kata kunci: analisis proksimat, biomassa, energi alternatif, energi terbarukan
ABSTRACT
TIA MULYASARI. Characteristics of Some Wood Species as Biomass Energy
Raw Materials. Supervised by DEDED SARIP NAWAWI.
Wood is an alternative renewable energy resources which potential to
substitute fossil energy. Biomass is renewable and environmentally fiendly. The
objective of this research is to measure the properties of eight wood species as an
energy feedstock. Characteristics of woods was analyzed by proxymate analysis
according to ASTM standard. The results showed that characteristics of woods
were moisture content 10.24-14.25%, ash content 0.25-1.13%, volatile matter
content 81.00-84.75%, fixed carbon content 85-18.12%, density 0,44-0,74 g/cm³,
and calorific value 3571-4288 kcal/kg. Based on these characteristics, the woods
species that has good quality as a source of biomass energy are stem of gamal,
lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, and red sengon, while mindi, gmelina and
branch stem of kaliandra have lower quality but it still has the potential for
biomass energy.
Keywords: alternative energy, biomass, proximate analysis, renewable energy
KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS KAYU SEBAGAI
BAHAN BAKU ENERGI BIOMASSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi
Biomassa
Nama
: Tia Mulyasari
NIM
: E24090021
Disetujui oleh
Ir Deded Sarip Nawawi, MSc
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2013 ini ialah energi
terbarukan, dengan judul Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku
Energi Biomassa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Deded Sarip Nawawi, MSc
selaku pembimbing. Penghargaan penulis disampaikan kepada Bapak Suprihatin
dan Mas Gunawan dari Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang telah membantu
selama penelitian. Penulis ucapkan terimakasih kepada PT PLN atas bantuannya
untuk penyediaan bahan baku dan biaya pengujian nilai kalor. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, sahabat, dan
teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Tia Mulyasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kadar Air
4
Kerapatan Kayu
6
Kadar Zat Terbang
7
Kadar Abu
8
Kadar Karbon Terikat
9
Nilai Kalor
SIMPULAN DAN SARAN
10
10
Simpulan
10
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
14
DAFTAR TABEL
1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa
2
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi
Kerapatan kayu dari beberapa jenis kayu bahan baku energi
Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
Kadar abu beberapa jenis kayu bahan baku energi
Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu bahan energi
Nilai kalor beberapa jenis kayu bahan energi
5
6
7
8
9
10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi energi yang semakin meningkat dan menipisnya sumber energi
berbahan dasar fosil menimbulkan masalah keberlanjutan sumber energi di masa
mendatang. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil di seluruh dunia
diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas
alam, dan 200 tahun untuk batu bara (Quan 2006). Untuk itu pencarian dan
pengembangan sumber energi alternatif terbarukan menjadi tidak bisa ditawar
lagi. Di antara sumber energi alternatif terbarukan, biomassa merupakan sumber
energi yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Biomassa merupakan material organik berupa produk maupun limbah yang
terbentuk dari tanaman, hewan, dan mikro organisme. Biomassa tersedia dalam
jumlah besar dan dapat dijumpai di hampir seluruh permukaan bumi serta dapat
dimanfaatkan dengan teknologi sederhana (kayu bakar) sampai modern (bahan
baku pembangkit listrik atau bahan bakar kimia). Oleh karena itu biomassa
berpotensi besar sebagai sumber energi di berbagai tingkatan, mulai dari
pemenuhan energi bagi masyarakat di daerah terpencil hingga untuk pemenuhan
energi di industri. Menurut Hunt dan Förster (2006) Indonesia memiliki potensi
besar untuk dapat memproduksi energi yang berasal dari biomassa yang dikenal
dengan nama bioenergi. Sebagai contoh, energi listrik yang dapat dihasilkan dari
bahan baku biomassa mencapai 49,8 Gwe, dan baru terpasang sebesar 302 MWe
atau kurang dari 1% (Departemen ESDM 2005).
Sumber energi biomassa selain bersifat terbarukan (renewable energy), juga
bersifat ramah lingkungan jika dikelola secara berkelanjutan, dengan kadar CO2
yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan energi fosil serta
kandungan sulfur dan heavy metal yang relatif rendah. Walaupun pembakaran
biomassa menghasilkan karbondioksida tetapi akan diseimbangkan kembali oleh
tumbuhan, sehingga tidak ada penimbunan karbondioksida dalam atmosfer dan
keberadaannya terus berimbang (Priambudi 2008). Menurut Mindawati (2005), di
antara usaha yang dapat dilakukan untuk pengembangan sumber energi biomassa
adalah dengan menggalakkan kembali pembangunan hutan dengan tujuan kayu
energi, khususnya bagi penyediaan energi di daerah terpencil dan bagi masyarakat
golongan bawah.
Dalam pembangunan hutan tanaman energi harus mampu menghasilkan
biomassa dengan karakteristik tertentu sesuai tujuan penggunaannya sebagai
bahan bakar. Dalam pemilihan jenis kayu yang akan ditanam sebagai bahan baku
energi harus memperhatikan beberapa hal, antara lain aspek kesesuaian ekologi
(tempat tumbuh) dan teknologi. Alimah (2010) menyatakan sifat-sifat kayu yang
dapat digunakan sebagai sumber energi adalah berasal dari jenis dengan
pertumbuhan cepat (2-3 tahun dapat dipanen), percabangan lebat, riap tinggi,
mudah tumbuh pada berbagai kondisi tempat tumbuh, cepat bertunas setelah
dipangkas, dan memiliki nilai kalor yang tinggi. Oleh karena itu penelitian tentang
karakteristik kayu sebagai bahan baku energi menjadi dasar penilaian kesesuaian
jenis tertentu sebagai tanaman sumber energi biomassa.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur karakteristik dan kualitas 8 jenis kayu
potensial sebagai bahan baku energi biomassa. Karakteristik kayu energi yang
diukur meliputi kerapatan, nilai kalor, dan kadar air, kadar abu, kadar zat terbang,
dan karbon terikat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai karakteristik kayu
sebagai sumber energi. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dalam
pemilihan jenis kayu untuk pembangunan hutan tanaman energi biomassa.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei-Juli 2013. Penelitian bertempat di
Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor dan Pustekolah Kementerian Kehutanan Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah 8 jenis kayu berasal dari daerah Sumba
Barat Daya sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Alat yang digunakan pada
penelitian ini antara lain willey mill, alat pemotong kayu, timbangan analitik,
saringan bertingkat, oven, desikator, cawan porselin, tanur listrik, dan Bomb
Calorimeter.
Tabel 1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa
Diameter
Jenis Kayu
Nama Latin
(cm)
Gmelina
Gmelina arborea
20,0
Kaliandra bagian batang
Calliandra calothyrsus
5,4
Kaliandra bagian cabang
Calliandra calothyrsus
3,8
Gamal
Gliricidia sepium
7,6
Mindi
Melia azedarach
20,0
Jambu Mete
Anacardium occidentale
7,6
Lamtoro bagian batang
Leucaena leucocephala
10,2
Lamtoro bagian cabang
Leucaena leucocephala
4,5
Ki hiyang
Albizia lebbeck
6,1
Sengon merah
Albizia chinensis
30,0
3
Prosedur Penelitian
Karakterisasi kayu energi menggunakan analisis proksimat (proximate
analysis) berdasarkan standar ASTM. Parameter yang diuji meliputi kadar air,
kadar zat terbang (volatile matter), kadar abu, karbon terikat (fixed carbon), nilai
kalor, dan kerapatan kayu.
Penyiapan serbuk kayu
Sampel kayu dipotong menjadi serpih berukuran kecil dan
dikeringudarakan. Serpih kayu digiling dengan alat willey mill dan disaring
dengan saringan bertingkat untuk menghasilkan serbuk berukuran lolos saringan
40 mesh dan tertahan pada saringan 60 mesh. Serbuk kayu disimpan dalam botol
tertutup dan diukur kadar airnya.
Pengukuran kadar air serbuk
Prosedur pengukuran kadar air serbuk kayu mengacu pada ASTM E-871.
Sampel serbuk kayu sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pengering selama 24
jam pada suhu 105±3 °C atau hingga berat keringya konstan. Kadar air dinyatakan
sebagai berat air terhadap berat kering contoh uji yang dinyatakan dalam persen.
Kadar zat terbang
Kadar zat terbang diuji berdasarkan standar ASTM E-872. Sebanyak 2 g
serbuk kayu ditimbang dalam cawan porselen. Cawan berisi sampel serbuk kayu
kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dan dipirolisis pada suhu 950 oC
selama 7 menit. Sampel didinginkan dalam desikator dan sampel ditimbang ketika
sudah dingin. Kadar zat terbang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kadar zat terbang (%) =
100%
Pengukuran kadar abu
Kadar abu merupakan kandungan bahan mineral dalam bahan yang
merupakan sisa dari proses pembakaran sampel. Pengukuran kadar abu merujuk
pada standar ASTM D-1102. Sampel serbuk kayu sebanyak 2 g ditempatkan
dalam cawan porselen dan diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 6 jam.
Sampel abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) =
100%
4
Kadar karbon terikat (fixed carbon)
Karbon terikat merupakan kandungan karbon dalam sampel setelah
penghilangan zat terbang dan abu. Kadar karbon terikat dihitung sebagai berikut:
Kadar karbon terikat (%) = 100% - kadar zat terbang (%) - kadar abu (%).
Kerapatan
Kerapatan kayu diukur dalam kondisi kering udara dengan menggunakan
sampel uji berukuran 1cm × 1cm × 1cm. Sampel uji ditimbang dan diukur
volumenya. Kerapatan kayu dihitung sebagai berikut:
Kerapatan kering udara =
Nilai kalor
Nilai kalor kayu diukur dengan menggunakan alat Bomb calorimeter yang
dilakukan di Pustekolah Kementerian Kehutanan. Nilai kalor dinyakatan dalam
nilai kalor kasar (gross calorific value) (kkal/kg).
Pengolahan data
Pengolahan data sederhana dilakukan dengan program Microsoft Excel 2010
untuk melihat indikasi korelasi antar variabel. Data penelitian ditampilkan dalam
bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Informasi data kadar air biomassa untuk bahan energi sering kali diperlukan
terkait dengan penanganan bahan, seperti dalam pengangkutan, dan pendugaan
nilai kalor efektif. Kadar air bahan baku energi biomassa dapat mempengaruhi
nilai kalor bersih yang dihasilkan pada saat konversi energi (Huhtinen 2005).
Semakin tinggi kadar air pada bahan bakar akan semakin rendah nilai kalor yang
dihasilkan (Haygreen & Bowyer 1996). Semakin tinggi kadar air kayu maka
efisiensi energi menjadi semakin rendah karena dalam proses konversi energi dari
kayu tersebut akan lebih banyak kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air
menjadi uap sehingga energi yang tersisa dalam bahan bakar menjadi lebih kecil.
Selain itu, kadar air kayu tinggi juga akan menyebabkan sulitnya pembakaran
awal.
Kadar air kering udara kayu yang diuji berkisar 10,24-14,25%, dengan
kadar air rataan 12,32% (Gambar 1). Kayu ki hiyang memiliki kadar air tertinggi
(14,25%) dan kayu mete memiliki kadar air terendah (10,24%).
5
Gambar 1 Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi.
Pada kayu lamtoro dan kaliandra terdapat perbedaan nilai kadar air kering udara
yang tidak jauh berbeda pada bagian cabang dan batang, keragaman nilai kadar air
kering udara ini menurut Tsoumis (1991) dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti jenis kayu, posisi kayu pada batang, dan kondisi lingkungan tempat kayu
berada. Soenardi (1976) menambahkan bahwa perbedaan nilai kadar air bagian
batang dan cabang disebabkan oleh perbedaan tebal dinding sel dan rongga sel
yang akan menentukan air keluar dari kayu. Cahyono et al. (2008) menyebutkan
kayu akan mudah digunakan sebagai bahan bakar pada kondisi kering udara
dengan kadar air sekitar 12%. Lebih lanjut penelitian Cahyono et al. (2008)
menunjukkan bahwa peningkatan kadar air kayu sebesar 1% akan menyebabkan
penurunan nilai kalor kayu sekitar 50,87 kkal/kg.
Berbagai jalur alternatif konversi kayu menjadi energi biomassa seperti
gasifikasi sangat berpeluang untuk dikembangkan guna mencapai efisiensi
terhadap pemanfaatannya. Gasifikasi merupakan metode mengkonversi secara
termokimia bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas dalam alat gasifier dengan
menyuplai agen gasifikasi seperti uap panas, udara dan lainnya (Anis & Budiyono
2008). Abdullah et al. (1998) menyatakan bahwa salah satu variabel bahan baku
yang mempengaruhi hasil proses gasifikasi adalah kadar air bahan bakar. Kadar
air yang baik dalam proses gasifikasi berkisar 10-20%. Secara umum, kayu
sebagai bahan baku energi biomassa sebaiknya memiliki kadar air lebih rendah
dari 20% sehingga akan memudahkan pada tahap pengeringan dan tidak banyak
energi terbuang (Rajvanshi 1986, Raglan & Aerts 1991). Berdasarkan nilai kadar
air yang diperoleh, semua jenis kayu yang diuji sesuai sebagai bahan baku energi
biomassa.
Kerapatan Kayu
Kerapatan kayu sering dijadikan parameter penduga kesesuaian kayu sebagai
bahan baku energi biomassa. Tiruno dan Sabit (2011) menyatakan bahwa
6
kerapatan kayu memiliki korelasi dengan nilai kalor yang dihasilkan. Nilai kalor
cenderung semakin besar untuk jenis kayu berkerapatan tinggi.
Gambar 2 Kerapatan kayu dari beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Kerapatan kayu untuk jenis-jenis kayu yang diteliti tergolong cukup tinggi
berkisar 0,44-0,74 g/cm³ (Gambar 2). Kayu gamal memiliki kerapatan tertinggi
yakni sebesar 0,74 g/cm3 dan kerapatan terendah adalah kayu gmelina 0,44 g/cm3.
Gambar 2 menunjukan adanya perbedaan kerapatan pada bagian batang dan
cabang pada kayu kaliandra dan lamtoro. Kayu dari bagian batang memiliki
kerapatan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian cabang. Seng (1967)
menyatakan bahwa batang memiliki dinding sel yang tebal dan rongga sel yang
relatif kecil sehingga menyebabkan massa zat kayu menjadi lebih besar.
Kerapatan kayu berpengaruh pada massa per satuan volume sehingga berkorelasi
juga dengan potensi nilai kalor per satuan volume kayu. Nilai kalor kayu sangat
ditentukan oleh kadar karbon dalam bahan baku energi. Komponen kimia yang
paling besar pengaruhnya terhadap kadar karbon adalah selulosa dan lignin
(Kendry 2002, Basu 2010) sebagai penyusun dinding sel dan massa kayu yang
berpengaruh terhadap kerapatan atau berat jenis kayu (Tsoumis 1991).
Hygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan
kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dimensi serat, letak kayu awal dan
kayu akhir, persentase selulosa dan lignin serta kandungan zat ekstraktif yang ada
dalam kayu. Secara umum, kerapatan bahan energi biomassa 0,4 g/cm³ atau lebih
dianggap sesuai sebagai bahan baku energi biomassa, sedangkan kerapatan
biomassa yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan densifikasi.
Densifikasi atau pengempaan merupakan cara lain untuk memperbaiki sifat suatu
bahan sumber bahan bakar agar dalam penggunannya lebih mudah dan efisien.
Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
Purwitasari (2011) menyatakan bahwa zat terbang menunjukan kandungan
zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 °C. Penurunan
massa bahan karena terjadinya pemanasan mengakibatkan dekomposisi bahan
atau terlepasnya senyawa yang mudah menguap atau zat terbang. Zat terbang
terdiri dari metan, senyawa hidrokarbon, hidrogen dan nitrogen.
7
Gambar 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Kadar zat terbang pada jenis-jenis kayu yang diuji berkisar 81,00-84,75%
(Gambar 3). Kadar zat terbang terendah diantara jenis kayu yang diuji adalah
kayu gamal sebesar 81% dan kadar zat terbang tertinggi adalah kayu mindi
sebesar 84,75%. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Stahl et al. (2004)
yang memperoleh kadar zat terbang sebesar 84% untuk kayu energi. Kadar zat
terbang biomassa kayu umumnya berkisar 75-85% (Fuwape et al. 1997, Ragland
& Aerets 1991, Kendry 2002). Berdasarkan grafik diatas tidak terdapat perbedaan
kadar zat terbang pada bagian batang dan cabang kayu lamtoro dan kaliandra.
Fauziah (2009) menyatakan bahwa besarnya kadar zat terbang dipengaruhi
oleh temperatur dan lamanya proses pirolisis. Pirolisis merupakan pembakaran
biomassa tanpa kehadiran oksigen sehingga yang terlepas hanya bagian zat
terbang sedangkan karbonnya tetap dan tidak akan terjadi pembakaran tanpa
adanya oksigen (Sutiyono 2002). Fauziah (2009) mengatakan semakin rendah
kadar zat terbang, maka semakin tinggi nilai karbon terikat yang menunjukan
semakin baik kayu sebagai sumber energi. Biomassa dengan kandungan zat
terbang tinggi umumnya akan memiliki nilai kalor yang rendah dan berkontribusi
terhadap pembentukan tar pada saat digunakan dalam proses gasifikasi (Anonimus
1988, Ragland & Aerets 1991). Besarnya kadar zat terbang yang dimiliki seluruh
jenis kayu yang diuji lebih kecil 85%, sehingga jenis-jenis kayu tersebut tergolong
baik digunakan sebagai sumber energi biomassa.
Kadar Abu
Analisis kadar abu untuk kayu sebagai bahan energi sangat penting, karena
akan mempengaruhi mutu bahan bakar. Menurut Jamilatun (2011) abu yang
terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat terbakar dan
tertinggal setelah proses pembakaran dan reaksi-reaksi yang menyertainya selesai.
Kadar abu jenis kayu yang diteliti tergolong rendah yaitu berkisar 0,25-1,13%
(Gambar 4), walaupun kadar abu jenis kayu tropis umumnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jenis kayu temperate (Rowell 1984, Fengel & Wegener
1984).
8
Gambar 4 Kadar abu beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Kadar abu menjadi salah satu parameter penting dalam penilaian biomassa
sebagai bahan energi. Tsoumis (1991) menyebutkan besarnya kadar abu pada
kayu umumnya sebesar 0,1-5% dan semakin rendah kadar abu, maka nilai kalor
yang dihasilkan akan semakin besar. Kadar abu tertinggi terdapat pada kayu
gmelina yakni sebesar 1,13%. Pada kayu kaliandra terdapat perbedaan kadar abu
yang tinggi antara bagian batang dan cabang. Hal ini dikarenakan pada bagian
cabang masih terdapat senyawa-senyawa ekstraktif primer yang tinggi (Arryati
2006). Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis adalah kalium, kalsium,
magnesium, dan silika (Haygreen & Bowyer 1996). Salah satu unsur utama abu
yaitu silika memiliki pengaruh kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
Dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku gasifikasi untuk pembangkit
listrik, kadar abu sangat penting diperhatikan. Kadar abu tinggi, selain dapat
mengurangi nilai kalor bersih juga pada suhu tinggi berpotensi membentuk kerak
besi yang mengotori alat. Kadar abu tinggi pada saat mengalami pelunakan
(melting) pada suhu tinggi akan menggumpal dan membentuk kerak sehingga
akan menutupi reaktor. Bahan energi biomassa dengan kadar abu < 5% termasuk
kelompok bahan energi biomassa yang tidak menyebabkan pembentukan kerak
metal (non-slagging fuel) dan biomassa dengan kadar abu < 1,5% termasuk
kelompok bahan energi biomassa “excellent non-slagging fuel” (Rajvanshi 1986,
Anonimus 1988).
Kadar Karbon Terikat
Karbon terikat (fixed carbon) merupakan fraksi karbon selain fraksi abu, air,
dan zat terbang (Djatmiko 1981). Karbon terikat sangat berpengaruh pada
rendemen arang dalam proses karbonisasi dan berkontribusi pada nilai kalor kayu.
Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 5.
9
Gambar 5 Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu bahan energi.
Kadar karbon terikat pada kayu yang diteliti berkisar 14,85-18,12%, dan
kayu gamal memiliki kadar karbon terikat tertinggi sebesar 18,12% sedangkan
kayu mindi terendah 14,85%. Stahl et al. (2004) menyatakan bahwa kadar karbon
terikat untuk kayu energi sekitar 16%, oleh karena itu kardar karbon terikat semua
jenis kayu yang diuji tergolong baik sebagai kayu energi kecuali kayu mindi, mete
dan sengon. Pada pengujian kayu kaliandra, kadar karbon terikat pada bagian
batang lebih besar dibandingkan dengan cabang, hal ini dikarenakan bagian pohon
yang mampu menyimpan lebih banyak karbon adalah batang. Haygreen dan
Bowyer (1996) menyatakan bahwa batang umumnya memiliki zat penyusun kayu
lebih banyak dibandingkan dengan bagian pohon lain. Kadar karbon terikat
berkorelasi negatif dengan zat terbang (Gambar 3 dan 5). Kayu dengan kadar zat
terbang tinggi memiliki kadar karbon terikat rendah, dan sebaliknya.
Hendra dan Winarni (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar karbon
terikat maka semakin tinggi pula nilai kalornya, walaupun nilai kalor merupakan
hasil interaksi dari beberapa komponen termasuk didalamnya zat terbang, kadar
abu dan kadar air (Basu 2012). Fraksi zat terbang dapat berkontribusi pula
terhadap nilai kalor, karena fraksi zat terbang bisa berasal dari komponen selulosa
amorf, hemiselulosa dan zat ekstraktif. Ketiga komponen kimia tersebut disusun
terutama oleh unsur karbon. Oleh sebab itu, untuk menduga nilai kalor juga dapat
dilakukan berdasarkan kadar unsur penyusun kayu (karbon, hidrogen, oksigen)
melalui analisis ultimat (Basu 2012). Kadar karbon dalam biomassa kayu berkisar
45-50% (Stahl et al. 2004).
Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan parameter utama yang digunakan untuk menilai
bahan baku energi. Nilai kalor merupakan hasil interaksi dari komponen kimia
penyusun biomassa. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai kalor kayu
yaitu kadar karbon, zat terbang, kadar abu, dan kadar air bahan (Basu 2012).
10
Gambar 6 Nilai kalor beberapa jenis kayu bahan energi.
Nilai kalor yang tinggi dihasilkan dari bahan baku yang memiliki kadar air,
kadar abu, dan zat terbang rendah serta kerapatan dan kadar karbon terikat yang
tinggi. Gambar 6 menunjukan besarnya nilai kalor pada masing masing jenis kayu
berkisar 3571-4288 kkal/kg. Kayu gmelina memiliki nilai kalor terendah yakni
sebesar 3571 kkal/kg dan kayu gamal memiliki nilai kalor tertinggi sebesar 4288
kkal/kg. Pada kayu lamtoro dan kaliandra nilai kalor pada bagian batang lebih
besar dibandingkan dengan bagian cabang, karena pada bagian batang memiliki
kadar karbon yang lebih tinggi, dan massa kayu yang lebih besar dibandingkan
dengan bagian cabang. Nilai kalor sangat berpengaruh terhadap laju pembakaran
pada proses pembakaran. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin lambat laju
pembakaran pada proses pembakaran (Tiruno & Sabit 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 10,24-14,25%,
kadar abu 0,25-1,13%, kadar zat terbang 81,00-84,75%, kadar karbon terikat
14,85-18,12%, dan nilai kalor 3571-4288 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik
tersebut, jenis kayu yang memiliki kualitas baik sebagai sumber energi biomassa
adalah kayu gamal, lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, dan sengon merah,
sedangkan kayu kaliandra bagian cabang, gmelina dan mindi memiliki kualitas
lebih rendah namun masih berpotensi untuk dijadikan sebagai kayu energi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai komponen kimia penyusun jenis- jenis
kayu untuk melengkapi informasi karakteristik kayu sebagai sumber energi
sehingga dapat meningkatkan produktifitas energi yang dihasilkan dengan
pengolahan yang tepat dan efisien.
11
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D-1102. Test
Method for Ash in Wood. USA.
______________________________________. 2013. ASTM E-871. Test Method
for moisture in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.
______________________________________. 2013. ASTM E-872. Test Method
for Volatile Matter in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.
Abdullah K et al. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. PROJECT/ADAET: JTA9a (132). Bogor (ID): IPB Pr.
Alimah D. 2010. Kayu sebagai sumber energi. [diunduh 20 September 2013].
Tersedia pada: http://foreibanjarbaru.or.id.
Anis S, Budiyono A. 2008. Pengaruh bentuk buffle terhadap unjuk kerja alat
penukar kalor (Heat Exchanger), Laporan penelitian Dosen Muda, 2007
DP2M Dikti.
Anonimus. 1988. Handbook of Biomass Downdraft Gasifier Engine System.
Colorado (US): Solar Energy Information Program.
Arryati H. 2006. Analisis kimia kayu batang, cabang dan kulit kayu jenis kayu
leda (Eucalyptus deglupta Blume). Jurnal Hutan Tropis Borneo.18: 81-84.
Basu P. 2012. Biomass Gasification and Pyrolysis: Practical Design and Theory.
(US): Academic Pr.
Cahyono TD, Zahrial C, Fauzi F. 2008. Analisis nilai kalor dan kelayakan
ekonomis kayu sebagai bahan bakar subtitusi batu bara dipabrik semen.
Forum Pascasarjana 31(2): 105-110.
Departemen ESDM. 2005. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005
[Internet]. [Jakarta, 2005]. [diunduh 20 Agustus 2013]. Tersedia pada:
http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/714-blue-print-pengelolaanenergi-nasional-pen.html.
Djatmiko B, Ketaran, Setyahartini S. 1981. Arang Pengolahan dan Kegunaannya.
Bogor (ID): IPB Pr.
Fauziah N. 2009. Pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit Acacia
mangium Wild dengan aktivasi fisika dan aplikasinya sebagai Adsorben
[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Fengel D, Wegener G. 1984. Wood:Chemistry Ultrastructure and Reactions.
Berlin (DE): pp.217-20.
Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast
growing multy purpose trees in Nigeria. Biomass and Energy 12:101-106
Tersedia pada: http:// www.ecn.nl/phyllis2/Biomass/view/2121.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar.
Hadikusumo SA. penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta(ID):
Gadjah Mada University Pr.
Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah
kayu gergajian dan sebetan kayu. Bul Penelitian Hasil Hutan 18:1-9.
http://www.worldagroforestry.org/sea/publications/files/book/BK0089%2005/BK0089-05-2.pdf.
12
Huhtinen M. 2005. Wood Energy Basic Information Pages, Wood as a Fuel.
[diunduh 7 September
2013].
Tersedia Pada:
http://www20.gencat.cat/docs/dmah/Home/Ambits%20dactuacio/Medi%20
natural/Gestio%20forestal/ 20biomassa%20forestal/2_ncp.pdf.
Hunt S, Förster E. 2006. Biofuels for transportation. Renewable Energy World.
9:94-103.
Jamilatun S. 2011. Kualitas sifat-sifat penyalaan dari pembakaran briket
tempurung kelapa, briket serbuk gergaji kayu jati, briket sekam padi dan
briket batubara. Journal of Energi Convertion and Management. 43:12911299.
Kendry PM. 2002. Energy production from biomass (Part 3): gasification
technologies,” Bioresource Technology. 83:55-63.
Mindawati N. 2005. Dampak kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
terhadap kerusakan hutan dan alternatif penanggulangannya. Warta Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 2(4): 3-5.
Prambudi NA. 2008. Menyulap Biomassa Menjadi Energi. [Internet]. [waktu dan
tempat tidak diketahui]. [di unduh 29 Juli 2013]. Tersedia pada:
http://netsains.net/2008/03/menyulap-biomassa-menjadi-energi/.
Purwitasari H. 2011. Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon
Pohon Akasia Mangium. Bogor (ID): IPB Pr.
Quan VA. 2006. Degradation of the solar cell dye sensitizer N719 Preliminary
building of dye-sensitized solar cell [Tesis]. Denmark (DK): Roskilde
University.
Ragland KW, Aerts DJ. 1991. Properties of Wood for Combutions Analysis. (US):
University of Wisconsin- Madison Pr.
Rajvanshi AK. 1986. Biomass Gasification. Di dalam: D.Yogi Goswami, editor;
Nimbkar Agricultural Research Institute, India. Phaltan (415523): CRC
Press. hlm 83-102.
Rowell RM. 1984. The Chemistry of Solid Wood. Washington (US): American
Chemical Society.
Seng OD. 1990. Specifik Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for
Prectical Use. Terjemahan Soewarsono. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan.
Soenardi. 1976a. Sifat - Sifat Fisika Kayu. Yogjakarta (ID): Yayasan Pembina
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Sthal R, Henrich E, Gehrmann HJ, Vodegel S, Koch M. 2004. Definition of
Standard Biomass.Germany (DE): Forschungszentrum Karlsruhe.
Suyitno. 2002. Pembuatan briket arang dari tempurung kelapa dengan bahan
pengikat tetes tebu dan tapioka. Jurnal Kimia dan Teknologi: 2(2):3-8.
Tiruno, Sabit. 2011. Efek suhu pada proses pengarangan terhadap nilai kalor
arang tempurung kelapa (Coconut Shell Charcoal). Jurnal Neutrino.
3(2):149-151.
Tsoumis G. 1991. Science of technology of wood (Structure, Properties,
Utilization). New York (US): Van Nostrand Reinhold.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 20 September 1991 yang merupakan
putri ke tiga dari lima bersaudara pasangan Bapak S. Wahyudi dan Ibu
Marhamah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun
yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi
Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah
mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Cikeong dan Gunung Tangkuban
Perahu pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL)
pada tahun 2013 di PT Korindo Ariabima Sari, Pangkalan Bun, Kalimantan
Tengah.
Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan
pernah menjadi Sekertaris HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan)
dan anggota Divisi Kelompok Minat Kimia Hasil Hutan Mahasiswa Hasil Hutan
pada tahun 2011. Penulis juga merupakan anggota Divisi Kewirausahaan
Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan dan Divisi Pengembangan Sumber Daya
Manusia PC Sylva IPB pada tahun 2011. Selain itu penulis memperoleh
pendanaan Dikti dalam PKM Kewirausahaan dan lolos PIMNAS XXV Jogjakarta
2012, dan CDA IPB dalam Program Mahasiswa Wirausaha 2013.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari
Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku
Energi Biomassa” dibawah bimbingan Ir Deded Sarip Nawawi, MSc.