Karakteristik Kimia Kulit Buah Kapuk Randu sebagai Bahan Energi Biomassa

KARAKTERISTIK KIMIA
KULIT BUAH KAPUK RANDU SEBAGAI BAHAN ENERGI
BIOMASSA

INDRA TRI PUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kimia
Kulit Buah Kapuk Randu sebagai Bahan Energi Biomassa adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Indra Tri Putra
NIM E24100084

ABSTRAK
INDRA TRI PUTRA. Karakteristik Kimia Kulit Buah Kapuk Randu sebagai
Bahan Energi Biomassa. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI.
Kulit buah kapuk merupakan salah satu jenis biomassa yang berpotensi
sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji karakteristik buah kapuk sebagai bahan energi berdasarkan analisis kadar
komponen kimianya (holoselulosa, α-selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat
ekstraktif) dan analisis proksimat (kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar
karbon terikat, dan nilai kalor). Sampel kulit buah kapuk berasal dari Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Nilai kalor kulit buah kapuk berkorelasi positif
dengan kadar lignin, zat ekstraktif, dan karbon terikat, tetapi berkorelasi negatif
dengan kadar holoselulosa, hemiselulosa, abu, dan zat terbang. Walaupun secara
umum kulit buah kapuk berpotensi menjadi bahan energi biomassa yang baik,
akan tetapi berdasarkan karakter kimia dan nilai kalornya, kulit buah kapuk asal
Jawa Barat memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan dengan kulit buah

kapuk asal Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kata kunci: kulit buah kapuk, energi biomassa, nilai kalor, komponen kimia,
analisis proksimat.

ABSTRACT
INDRA TRI PUTRA. Chemical Characteristics of Kapuk Randu Fruit’s Hull as
Biomass Energy Resources. Supervised by DEDED SARIP NAWAWI
Kapuk fruit’s hull is one of the potential biomass as an alternative
renewable energy. The aims of this research is to characterize kapuk fruit’s hull
for biomass energy resources based on the analysis of its chemical components
(holocellulose, α-cellulose, hemicellulose, lignin, and extractives contents) and
proximate analysis (moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, and
calorific value). Kapuk fruit’s hulls samples were taken from West, Central, and
East Java. Calorific value of kapuk fruit’s hull positively correlated with lignin,
extractives, and fixed carbon, however it negatively correlated with holocellulose,
hemicelluloses, ash and volatile matter. Generally, kapuk fruit’s hull has good
characteristics for biomass energy. Based on the chemical characteristics and
calorific value, kapuk fruit’s hull from West Java is better than that from Central
and East Java.
Keywords: kapuk fruit’s hull, biomass energy, calorific value, chemicals

component, proxymate analysis.

INDRA TRI PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Kimia Kulit Buah Kapuk Randu sebagai Bahan
Energi Biomassa
Nama
: Indra Tri Putra
NIM
: E24100084


Disetujui oleh

Ir Deded Sarip Nawawi, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Fauzi Febrianto, MS.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Bapak Ir Deded Sarip Nawawi, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberi bimbingan, saran, dan arahan selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis disampaikan kepada
Bapak Supriatin dan Bapak Gunawan dari Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang

telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada orangtua, kakak, dan adik serta seluruh keluarga besar, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Indra Tri Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

ABSTRAK

ii


PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Lokasi

2


Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

2

Persiapan Bahan Baku

2

Penentuan Komponen Kimia

2

Analisis Proksimat

5


Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kadar Komponen Kimia

6

Klasifikasi Biomassa Berdasarkan Nisbah Komponen Kimia

9

Karakteristik Kulit Buah Kapuk sebagai Bahan Energi

10


Hubungan Karakteristik Kimia Kulit Buah Kapuk dengan Nilai Kalor

14

Hubungan Parameter Proksimat dengan Nilai Kalor

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17


DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar

4

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kadar ekstraktif kulit buah kapuk
Kadar holoselulosa dan selulosa kulit buah kapuk
Kadar hemiselulosa kulit buah kapuk
Kadar lignin klason kulit buah kapuk
Klasifikasi biomassa berdasarkan nisbah komponen kimia
Kadar air kulit buah kapuk
Kadar zat terbang kulit buah kapuk
Kadar abu kulit buah kapuk
Kadar karbon terikat kulit buah kapuk
Nilai kalor kulit buah kapuk
Pengaruh zat ekstraktif terhadap nilai kalor
Pengaruh polisakarida terhadap nilai kalor
Pengaruh lignin terhadap nilai kalor
Pengaruh parameter proksimat terhadap nilai kalor

6
7
8
9
10
11
11
12
13
13
14
15
15
16

1

PENDAHULUAN
Meningkatnya permintaan energi disertai dengan semakin terbatasnya
sumber energi fosil serta masalah lingkungan telah membawa perhatian pada
pencarian dan pengembangan sumber energi alternatif terbarukan salah satunya
biomassa. Keuntungan biomassa sebagai sumber energi antara lain terbarukan,
rendah emisi karbon dan sulfur. Potensi sumber energi biomassa antara lain
berasal dari limbah kehutanan, limbah pertanian, limbah industri dan rumah
tangga, dan tanaman untuk tujuan penggunaan energi (Basu 2010, McKendry
2002). Salah satu limbah pertanian di Indonesia yang berpotensi sebagai sumber
energi biomassa adalah kulit buah kapuk randu yang merupakan limbah
pengolahan serat kapuk.
Kapuk randu (Ceiba pentandra) merupakan tanaman tropis dan banyak
dijumpai di Indonesia terutama di daerah Jawa (Ningrum dan Kusuma 2013).
Areal tanaman kapuk di Indonesia mencapai 250500 ha, dengan sentra
pengembangan terutama di Jawa Tengah (95107 ha) dan Jawa Timur (77449 ha)
(Badan Pusat Statistika 2012). Satu pohon kapuk menghasilkan 4000-5000 buah
dan menghasilkan sekitar 15-20 kg serat kapuk bersih dan 24-32 kg kulit buah
kapuk (Barani 2006).
Selama ini buah kapuk randu yang telah dimanfaatkan secara intensif adalah
seratnya, terutama untuk pengisi kasur, bantal, dan isolator suara. Selain itu,
beberapa penelitian berupaya untuk meningkatkan kegunaan kulit buah randu,
antara lain sebagai sumber mineral untuk pembuatan sabun (Ningrum dan
Kusuma 2013) atau sebagai sumber serat selulosa (Astika 2010; Handayani et al.
2012). Sementara itu, pemanfaatan kulit buah kapuk sebagai bahan energi
biomassa belum berkembang, hanya terbatas sebagai pengganti kayu bakar. Untuk
pengembangan kulit buah kapuk sebagai sumber energi baru terbarukan
diperlukan penelitian karakteristiknya sebagai dasar pemanfaatan yang lebih baik,
seperti untuk bahan pembuatan pellet kayu, pirolisis, dan gasifikasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar komponen kimia kulit buah
kapuk yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Karakteristik
bahan baku energi biomassa diukur dengan analisis proksimat meliputi kadar air,
kadar zat terbang, kadar abu, karbon terikat, dan nilai kalor. Karakteristik kimia
yang diukur meliputi holoselulosa, α-selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat
ekstraktif.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk pemanfaatan
limbah kulit buah kapuk sebagai sumber energi alternatif. Informasi kadar
komponen kimia dan proksimatnya merupakan data dasar untuk pengolahan dan
pengembangan produk energi biomassa berbahan kulit buah kapuk.

2

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan April 2014 di
Laboratorium Kimia Hasil Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Nilai kalor kulit buah kapuk diukur di Pustekolah Badan Litbang
Kehutanan Bogor.
Bahan dan Alat
Buah kapuk diambil dari daerah Bogor Jawa Barat, Kabupaten Pati Jawa
Tengah, dan Sampang Madura, Jawa Timur. Contoh kulit buah diambil dari buah
kapuk matang, kering dan berwarna coklat. Bagian kulit dipisahkan dari bagian
serat dan biji. Alat yang digunakan antara lain Willey mill, saringan bertingkat,
timbangan analitik, oven, desikator, cawan porselin, tanur listrik, dan bomb
calorimeter, penangas air, aluminium foil, kertas saring, soxhlet, dan peralatan
gelas laboratorium.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku (TAPPI T 257 om-85)
Sampel kulit buah kapuk dipotong menjadi ukuran-ukuran kecil dan
dikeringudarakan. Potongan kecil kulit buah kapuk digiling dengan alat willey
mill dan partikel disaring dengan saringan bertingkat. Serbuk kulit buah kapuk
yang digunakan untuk analisis kimia dan proksimat adalah serbuk yang lolos
saringan 40 mesh dan tertahan pada saringan 60 mesh. Serbuk disimpan dalam
wadah tertutup untuk menghindari perubahan kadar air.
Penentuan Komponen Kimia
Kadar Zat Ekstraktif Terlarut dalam Etanol-Benzena (1:2) (TAPPI T 204
om-88)
Serbuk sebanyak 10 g diekstraksi dengan campuran pelarut etanol-benzena
(1:2 v/v) selama 8 jam. Sampel dibilas dengan etanol, direndam selama satu
malam dan setelah kering udara kemudian dioven pada suhu 103±2 ºC sampai
beratnya konstan. Untuk penyiapan sampel bebas zat ekstraktif, ekstraksi
dilanjutkan dengan air panas selama 3 jam. Kadar zat ekstraktif yang terlarut
dalam etanol-benzena (1:2), dihitung dengan rumus:
Kadar zat ekstraktif % =

BKTA − BKTB
× 100%
BKTA

dengan BKTA= berat serbuk kering sebelum ekstraksi (g), dan BKTB= berat
serbuk kering setelah ekstraksi (g)

3
Kadar Zat Ektraktif Terlarut dalam Air Panas (TAPPI T 207 0m-93)
Serbuk sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml, lalu
ditambahkan 100 ml air destilata panas dan diekstraksi dalam penangas air selama
3 jam. Sampel disaring dan dibilas dengan air panas, lalu dioven pada suhu 103±2
ºC sampai beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif yang terlarut dalam air panas
dihitung dengan rumus:
BKTA − BKTB
Kadar zat ekstraktif % =
× 100%
BKTA
dengan BKTA= berat serbuk kering sebelum ekstraksi (g), BKTB= berat serbuk
kering setelah ekstraksi (g).
Kadar Zat Ektraktif Terlarut dalam Air Dingin (TAPPI T 207 0m-93)
Serbuk sebanyak 2 g diekstraksi dengan 300 ml air destilata dalam gelas
piala 400 ml selama 48 jam pada suhu kamar. Sampel disaring dan dibilas dengan
200 ml air destilata, lalu dioven pada suhu 103±2º C sampai beratnya konstan.
Kadar zat ekstraktif yang terlarut dalam air dingin dihitung dengan rumus:
Kadar zat ekstraktif % =

BKTA − BKTB
× 100%
BKTA

dengan BKTA= berat serbuk kering sebelum ekstraksi (g), BKTB= berat serbuk
kering setelah ekstraksi (g).
Kadar Zat Ektraktif Terlarut dalam NaOH 1% (TAPPI T 212 om-93)
Serbuk sebanyak 2 g diekstraksi dengan 100 ml larutan NaOH 1% dalam
gelas piala 200 ml. Sampel dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 ºC
selama 1 jam. Larutan diaduk setelah pemanasan 10, 15, dan 25 menit. Sampel
disaring dan dicuci dengan 100 ml air panas, kemudian ditambahkan 25 ml asam
asetat 10% sebanyak 2 kali. Sampel dicuci dengan air panas hingga bebas asam.
Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 ºC sampai beratnya konstan.
Kadar zat ekstraktif yang terlarut dalam NaOH 1% dihitung dengan rumus:
BKTA − BKTB
× 100%
BKTA
dengan BKTA= berat serbuk kering sebelum ekstraksi (g), BKTB= berat serbuk
kering setelah ekstraksi (g).
Kadar zat ekstraktif % =

Kadar Holoselulosa (Browning 1967)
Serbuk bebas ekstraktif sebanyak 2 g dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 ml
dan ditambahkan 80 ml air destilata, 3 ml sodium klorit, dan 0.5 ml asam asetat
glasial. Sampel dipanaskan dalam penangas air pada suhu 70 ºC dan ditambahkan
3 ml sodium klorit, dan 0.5 ml asam asetat glasial setiap interval pemanasan 1 jam
sampai penambahan sebanyak empat kali. Sampel disaring dan dibilas dengan air
panas sampai filtrat bening, kemudian dicuci dengan 25 ml asam asetat 10%, dan
dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 103±2 ºC
sampai beratnya konstan.Kadar holoselulosa dihitung dengan rumus:

4
Holoselulosa % =

Berat holoselulosa (g)
× 100%
Berat serbuk bebas ekstraktif (g)

Kadar α-selulosa (Browning 1967)
Holoselulosa sebanyak 2 g dimasukkan dalam gelas piala 250 ml dan
ditambahkan 10 ml larutan NaOH 17.5% pada suhu 20 ºC dan diaduk. Setelah itu,
pada 5, 10, dan 15 menit pertama ditambahkan 5 ml larutan NaOH 17.5%, lalu
sampel dibiarkan selama 45 menit. Ke dalam sampel ditambahkan 33 ml air
destilata, diaduk dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu 20 °C. Sampel disaring
dan dibilas dengan 100 ml NaOH 8.3% dan dibilas dengan air destilata. Sampel
ditambah dengan asam asetat 10% dan dibilas dengan air destilata sampai bebas
asam. Sampel dioven pada suhu 103±2 ºC sampai beratnya konstan. Kadar αselulosa dihitung dengan rumus:
Berat α − selulosa (g)
α − selulosa % =
× 100%
Berat serbuk kering bebas zat ekstraktif (g)

Kadar Hemiselulosa
Kadar hemiselulosa diperoleh dengan mengurangi kadar holoselulosa
dengan kadar selulosa. Kadar hemiselulosa dihitung dengan rumus:
Hemiselulosa % = Holoselulosa % – α-Selulosa (%)

Kadar Lignin Klason (TAPPI T 222 m 88 dengan modifikasi)
Serbuk bebas zat ekstraktif sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam gelas piala
50 ml dan ditambahkan 5 ml asam sulfat 72% sambil diaduk setiap 15 menit
dengan suhu dijaga tetap 20 °C selama 3 jam. Sampel diencerkan hingga
mencapai konsentrasi asam sulfat 3%. Larutan direaksikan pada suhu 121 °C
selama 30 menit dengan alat autoclave. Lignin diendapkan, disaring dengan kertas
saring dan dicuci dengan air destilata sampai bebas asam, lalu sampel dioven pada
suhu 103±2 ºC sampai beratnya konstan. Kadar lignin dihitung dengan rumus:
Lignin % =

Berat lignin (g)
× 100%
Berat serbuk kering bebas zat ekstraktif (g)

Komponen kimia biomassa tumbuhan terdiri atas komponen penyusun
dinding sel (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan zat ekstraktif. Kadar
komponen kimia kayu daun lebar diklasifikasikan ke dalam kelas rendah, sedang,
dan tinggi (Tabel 1).
Tabel 1 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar
Komponen kimia
(%)
Selulosa*)
Hemiselulosa*)
Lignin*)
Zat ekstraktif**)
Keterangan
Sumber

Tinggi
>44
>30
>25
>4

Kelas komponen
Sedang
40-44
20-30
18-25
2-4

Rendah