Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing

EVALUASI PENETAPAN HARGA POKOK PENJUALAN
AIR MINUM DALAM KEMASAN PADA PT X DENGAN
METODE ACTIVITY BASED COSTING

ANISSHA HUD ALAYDRUS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penetapan
Harga Pokok Penjualan Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode
Activity Based Costing adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Anissha Hud Alaydrus
NIM F34100015

ABSTRAK
ANISSHA HUD ALAYDRUS. Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan
(HPP) Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based
Costing. Dibimbing oleh HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Penentuan HPP penting sebagai dasar penentuan keputusan strategis
seperti penentuan harga jual yang akan mempengaruhi keuntungan perusahaan.
Tujuan penelitian antara lain : mengevaluasi metode yang digunakan perusahaan
dalam penetapan HPP, menghitung nilai HPP menggunakan metode Activity
Based Costing (ABC), membandingkan hasil antara kedua metode, dan
memberikan saran perbaikan kepada perusahaan. Hasil menunjukkan bahwa PT X
menggunakan metode konvensional dalam penentuan HPP. Perbedaan antara
metode konvensional dan metode ABC menghasilkan nilai HPP Rp 5 375.26 dan
Rp 5 682.23 untuk produk galon, sementara menghasilkan nilai HPP Rp 1 756.13
dan Rp 1 431.22 untuk produk botol 330 ml. Penelitian menunjukkan bahwa PT X

telah menetapkan harga jual produk botol 330 ml saat ini hanya Rp 1 000.00
sementara, perusahaan hanya mendapatkan 12.58% keuntungan dari perhitungan
harga jual. Saran untuk perusahaan sesuai dari hasil yang didapatkan adalah
menaikkan volume produksi untuk mencapai analisis titik impas, menaikkan
harga jual AMDK galon untuk mencapai target perusahaan, dan diharapkan
menggunakan program aplikasi yang dirancang untuk memudahkan penentuan
HPP bedasarkan metode ABC.
Kata kunci : Harga Pokok Penjualan (HPP), metode Activity Based Costing
(ABC), air minum dalam kemasan

ABSTRACT
ANISSHA HUD ALAYDRUS. Evaluation of Cost of Goods Sold (CGS)
Determination of Drinking Water Using Activity Based Costing Method at X
Company. Supervised by HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
CGS determination is important in term of basic usage for strategic
decision such as determination of selling price that will affect the company profit.
The objectives of this study are : to evaluate the method used by company for
CGS determination, to calculate the CGS by using Activity Based Costing (ABC)
method, to compare the result between two methods and to give improvement
suggestion to company. Result showed that company use conventional method for

CGS calculation. The difference between conventional and ABC methods
resulting in Rp 5 375.26 and Rp 5 682.23 for gallons while it gives Rp 1 756.13
and Rp 1 431.22 for 330 ml bottles. We found also that company strategy has
determined the selling price of 330 ml bottle is currently only Rp 1 000.00 while
for the gallon product, the company only take 12.58% profit from the selling price
calculated. Suggestion for company derived from the result are increasing
production volume in order to achieve the break even point analysis, increase the
selling price of gallons product in order to reach the company target and hopefully
using the program application designed to facilitate CGS determination based on
ABC method.
Key words : Cost of Goods Sold (CGS), Activity Based Costing(ABC) method,
drinking water product.

EVALUASI PENETAPAN HARGA POKOK PENJUALAN
AIR MINUM DALAM KEMASAN PADA PT X DENGAN
METODE ACTIVITY BASED COSTING

ANISSHA HUD ALAYDRUS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air Minum Dalam
Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing
Nama
: Anissha Hud Alaydrus
NIM
: F34100015

Disetujui oleh


Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah harga
pokok penjualan, dengan judul Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air
Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo,
DEA selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2014
Anissha Hud Alaydrus

DAFTAR ISI
PRAKATA

x

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii


DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODOLOGI

3

Pengumpulan Data dan Identifikasi Metode Penentuan HPP

3

Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Konvensional

4

Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Activity Based Costing

4


Analisis Hasil

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

6
17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA


18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7


Keadaan umum perusahaan tahun 2013
Perhitungan biaya langsung
Perhitungan biaya tidak langsung metode konvensional
Pengelompokan aktivitas
Konsumsi jam kerja peralatan
Konsumsi jam kerja karyawan
Jumlah unit produksi (JUP), luas bangunan (LB), jumlah produksi, dan
jumlah pengiriman
8 Identifikasi aktifitas, penentuan cost driver (pemacu biaya), dan
penentuan tarif dasar alokasi biaya
9 Perhitungan biaya tidak langsung metode ABC
10 Perbandingan HPP dengan metode ABC dan metode konvensional

6
6
7
8
8
9
9
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Tampilan utama
Biaya langsung
Overhead
Aktivitas
Perhitungan tarif aktivitas
Konsumsi aktivitas
Laporan harga pokok

3
13
14
14
15
15
16
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penggunaan biaya
2 Perhitungan titik impas
3 Perhitungan payback period

20
23
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air minum dalam kemasan (AMDK) produksi PT X memiliki 2 jenis
produk yaitu, AMDK galon dan botol 330 ml. Teknologi proses pengolahan
AMDK pada PT X menggunakan teknologi yang sesuai dengan SNI 01-35531996. Penerapan teknologi dalam dunia industri mempunyai dampak signifikan
terhadap komponen biaya produksi perusahaan (Zhang dan Che 2010).
Pemanfaatan teknologi mengakibatkan penurunan direct manufacturing cost,
dalam hal ini jumlah tenaga kerja langsung. Di sisi lain, terjadi peningkatan
indirect manufacturing cost, dalam hal ini adalah manufacturing overhead costs
(Hatane et al. 2013).
Salah satu alasan utama perusahaan melakukan perbaikan sistem kalkulasi
biaya adalah peningkatan biaya tidak langsung atau overhead (Horngren 2008).
Oleh sebab itu, PT X perlu melakukan perbaikan sistem kalkulasi biaya, termasuk
evaluasi penetapan harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan adalah biaya
yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk ditambah dengan biaya non
produksi per unit (Hansen dan Mowen 2006). Harga pokok penjualan adalah nilai
dari harga pokok produksi yang terdiri atas biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan
baku, dan biaya overhead produksi (Mulyadi 2007) ditambah dengan biaya overhead
non produksi lainnya. Selanjutnya harga pokok penjualan (HPP) digunakan sebagai
dasar penentuan harga jual dengan menambahkan nilai target keuntungan. Penentuan
HPP penting bagi manajemen sebagai dasar untuk pembuatan keputusan seperti:
 menentukan harga jual
 mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
 memantau realisasi biaya
 menghitung laba rugi tiap pesanan
 menentukan HPP persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan
disajikan dalam neraca (Daljono 2004).
Terdapat 2 jenis metode dalam penetapan HPP yaitu metode konvensional
seperti metode full costing dan variable costing dan metode penentuan harga
pokok berdasarkan aktivitas (activity based costing/ABC) (Nafarin 2003). Metode
perhitungan HPP konvensional melakukan alokasi biaya dengan satu dasar
pengukuran seperti, tenaga kerja langsung atau volume produksi. Penggunaan satu
pemacu biaya untuk mengalokasikan keseluruhan biaya pada metode
konvensional menyebabkan jarang terpenuhinya hubungan sebab akibat yang
diinginkan dalam alokasi biaya (Edwards 2008). Metode ini menjadi semakin
tidak akurat jika terjadi peningkatan proporsi relatif dari biaya overhead, sehingga
hasil yang didapatkan tidak layak sebagai dasar pertimbangan pengambilan
keputusan (Edwards 2008).
Salah satu cara terbaik dalam memperbaiki sistem kalkulasi biaya adalah
menerapkan sistem kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas. Sistem ABC
menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya ke objek biaya seperti
produk dan jasa berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan (Horngren 2008).
Penetapan harga pokok metode ABC dilakukan dengan membebankan biaya
overhead perusahaan berdasarkan pada pemacu biaya yang mencerminkan pola

2
konsumsi yang khas dan menghubungkan sebab akibat pada proses pembebanan
biaya overhead (Nafarin 2003). Penggunaan metode ABC ini akan mampu
memberikan informasi HPP yang lebih akurat dibandingkan metode konvensional
(Martusa 2010). Selain itu, dengan metode ABC didapatkan informasi aktivitas
utama yang menyumbang biaya dalam harga pokok produk. Informasi ini dapat
diolah sebagai masukan untuk memberikan saran peningkatan kinerja perusahaan.
Alasan diatas melatarbelakangi penelitian ini, yaitu evaluasi penetapan
harga pokok penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) pada PT X dengan
metode activity based costing (ABC). Hal ini dapat memperbaiki sistem kalkulasi
perusahaan, khususnya dalam penetapan harga pokok penjualan, sehingga
mendapatkan harga pokok penjualan yang lebih tepat dan akurat.

Perumusan Masalah
Permasalahan pengalokasian overhead yang secara abriter pada penentuan
HPP dengan metode konvensional dapat dievaluasi dengan metode activity based
costing, sehingga didapatkan HPP dengan pengalokasian yang lebih sesuai.
Evaluasi ini dapat diterapkan pada PT X dalam penentuan HPP produk.
Evaluasi penentuan HPP pada penelitian ini melalui beberapa tahap, sebagai
berikut: menentukan metode yang digunakan PT X dalam penentuan HPP,
menghitung HPP produk dengan metode perhitungan yang digunakan perusahaan,
menentukan HPP produk dengan metode activity based costing, mengevaluasi
penentuan HPP metode yang digunakan perusahaan dengan metode activity based
costing. Selanjutnya hasil evaluasi dengan metode ABC digunakan untuk
memberikan saran peningkatan kinerja perusahaan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penetapan harga pokok
penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) pada PT X dengan metode activity
based costing dan menganalisis perbedaan antara harga pokok penjualan yang
ditetapkan dengan metode activity based costing dan dengan metode yang telah
diterapkan sebelumnya oleh perusahaan. Tujuan selanjutnya adalah memberikan
saran peningkatan kinerja perusahaan dari hasil evaluasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Fokus penelitian adalah perhitungan terhadap harga pokok penjualan produk
dengan metode perusahaan dan metode activity based costing, analisis perbedaan
hasil yang didapatkan, dan saran peningkatan kinerja perusahaan yang sesuai
dengan masukan hasil evaluasi dengan metode ABC. Penelitian ini hanya
membahas harga pokok proses, karena dalam produksinya PT X tidak memiliki
produk khusus untuk pesanan. Penelitian dibatasi pada produk AMDK galon dan
botol 330 ml yang di produksi oleh perusahaan pada tahun 2013.

3

METODOLOGI
Tahapan penelitian dijelaskan pada diagram alir penelitian yang terdapat
pada Gambar 1.

Mulai
Observasi
langsung,
wawancara,
studi literatur

Pengumpulan Data

Identifikasi metode
penentuan HPP

Wawancara

ABC
Metode
perusahaan
Pengolahan data
menggunakan
metode ABC
dan
konvensional
dengan program
excel
Perbandingan
hasil

Evaluasi
penerapan
ABC

Bukan
ABC

Saran
peningkatan
kinerja pada
perusahaan

Perhitungan HPP dengan Metode
Perusahaan dan Metode ABC

Analisis terhadap hasil
perhitungan kedua metode

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Pengumpulan Data dan Identifikasi Metode Penentuan HPP
Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh melalui laporan produksi dan keuangan tahun
2013, dokumen perusahaan, dan literatur yang sesuai dengan penelitian. Data
primer diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung serta melalui
wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan perusahaan. Metode yang
digunakan untuk memperoleh data dan informasi dari perusahaan meliputi:
1. Wawancara yang dilakukan terhadap pihak perusahaan dengan mengajukan
berbagai pertanyaan yang terkait dengan tujuan penelitian.
2. Pengamatan (observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi yang
dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk.
Setelah melakukan wawancara, maka akan diketahui metode apa yang
digunakan perusahaan dalam penentuan HPP dan informasi lain menyangkut
penentuan harga penjualan produk.

Selesai

4

Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Konvensional
Sistem biaya konvensional membebankan biaya overhead ke unit produk
individual dengan menggunakan pemacu berdasarkan volume. Jam kerja
langsung (JKL), biaya tenaga kerja langsung (BTKL), jam mesin, atau unit yang
diproduksi adalah dasar penerapan atau pemacu berdasar volume (volume-based
application bases). Sistem biaya konvensional beranggapan bahwa overhead
disebabkan oleh banyaknya unit yang diproduksi sehingga pemacu biaya yang
digunakan adalah unit produk atau volume (Daljono 2004).
Sistem biaya konvensional dapat mengukur penggunaan sumber daya
langsung yang dikonsumsi oleh produk secara cukup baik, karena dapat ditelusuri
langsung ke setiap produknya. Hal ini tidak berlaku untuk sumber daya tidak
langsung karena tidak semua penggunaan sumber daya untuk aktivitas relevan
dengan jumlah unit yang diproduksi. Sistem pembiayaan konvensional akan
menyebabkan beberapa alokasi biaya produk tidak tepat karena beberapa produk
tidak mengkonsumsi sumber daya yang ada.
Penetapan harga pokok dengan sistem biaya konvensional dilakukan
melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah membentuk pusat biaya yang seringkali
berupa kelompok kegiatan yang tidak homogen sehingga dasar pembebanan yang
digunakan untuk biaya overhead pabrik tidak mencerminkan konsumsi biaya
secara cermat oleh produk yang diproduksi. Tahap kedua adalah mengalokasikan
biaya overhead pabrik berdasarkan pemacu biaya tunggal seperti volume produk
dan jam tenaga kerja langsung (Nafarin 2003).

Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Activity Based Costing
Penetapan HPP dengan metode Activity Based Costing (ABC) dilakukan
sebagai perbandingan akan hasil HPP dengan metode perusahaan. Perhitungan
harga pokok penjualan dengan metode ABC difokuskan pada perhitungan
overhead atau biaya tidak langsung berdasarkan konsumsi aktivitas produksi.
Tahapan penerapan Activity Based Costing (ABC) menurut Garrison et al. (2006)
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan aktivitas, kelompok biaya aktivitas, dan pemacu biaya
Langkah pertama dalam menerapkan metode activity based costing
(ABC) adalah mengidentifikasikan keseluruhan aktivitas yang dilakukan PT X.
Aktivitas bisa berupa kejadian, tugas, atau unit kerja dengan tujuan khusus
(Horngren 2008). Pemacu biaya adalah suatu kegiatan yang menimbulkan
biaya pada kelompok biaya aktivitas yang dipilih seperti jumlah unit yang
diproduksi, jam peralatan, kilowatt hour, dan jumlah pembelian bahan.
Selanjutnya aktivitas yang memiliki pemacu yang sama di level yang sama
dikelompokkan ke dalam kelompok biaya aktivitas. Menurut Maryam (2013),
pada ABC terdapat 4 level dari hierarki biaya, antara lain :
1. Facility sustaining activity cost : Biaya yang berkaitan dengan aktivitas
mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan seperti biaya
depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci.

5
2. Product sustaining activity cost : Biaya yang berkaitan dengan aktivitas
penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan
produk untuk tetap dapat dipasarkan seperti biaya pengujian produk, biaya
desain produk.
3. Batch activity cost : Biaya yang berkaitan dengan jumlah batch produk
yang diproduksi seperti biaya setup mesin.
4. Unit level activity cost : Biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya
jumlah unit produk yang dihasilkan seperti biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja.
b. Menetapkan biaya overhead pada kelompok biaya aktivitas.
Langkah kedua dalam menerapkan activity based costing (ABC) adalah
menetapkan biaya overhead pada kelompok biaya aktivitas dengan cara
menjumlahkan seluruh biaya pada kelompok biaya aktivitas.
c. Menghitung tarif aktivitas.
Tarif aktivitas adalah biaya yang dikenai setiap satuan pemacu biaya.
Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya overhead ke
produk dan konsumen dihitung dengan membagi biaya dengan total aktivitas
dalam setiap pool atau kelompok biaya aktivitas.
Penentuan tarif aktivitas = Jumlah Biaya / Total aktivitas dalam setiap pool
d. Mengalokasikan biaya overhead ke objek biaya
Langkah kelima dalam penerapan ABC disebut alokasi tahap kedua.
sistem ABC dapat digunakan untuk membebankan biaya aktivitas pada objek
biaya. Objek biaya adalah sesuatu yang biayanya ingin diukur (Horngren
2008). Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif aktivitas sehingga biaya
overhead pabrik yang dibebankan dari setiap kelompok biaya dibebankan
kembali ke produk. Biaya yang dibebankan = tarif aktivitas × unit pemacu
biaya yang digunakan

Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan dengan membandingkan besar hasil harga pokok
penjualan dengan metode yang digunakan perusahaan dengan metode ABC. Hasil
adalah evaluasi sistem penetapan HPP perusahaan dan saran untuk peningkatkan
kinerja perusahaan pada aspek yang sesuai.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap pertama pada penelitian ini adalah pengumpulan data. Data yang
dibutuhkan untuk melakukan evaluasi penetapan harga pokok penjualan antara
lain adalah data produksi dan laporan keuangan tahun 2013. Hasil terangkum pada
tabel 1.
Tabel 1 Keadaan umum perusahaan tahun 2013
Data Produksi
Galon
Botol 330ml
21 273 unit
20 098 unit

Biaya Langsung
74.53%
Rp 111 522 863

Biaya Overhead
25.47 %
Rp 38 119 668

Total Biaya
Rp 149 642 531

PT X memiliki dua jenis produk yaitu AMDK galon dan botol 330 ml.
Tabel 1 menjelaskan jumlah produksi pada kedua produk dan konsumsi biaya
perusahaan. Perusahaan mengkonsumsi biaya langsung yang lebih tinggi
dibandingkan biaya overheadnya. Namun konsumsi biaya overhead cukup besar
yaitu 25 persen dari total biaya keseluruhan. Semakin tingginya nilai overhead
pada suatu unit bisnis, maka semakin tinggi juga penyimpangan alokasi biaya
pada penggunaan sistem pembiayaan konvensional (Krishnan 2006).
Tahapan selanjutnya adalah identifikasi penetapan harga pokok penjualan
(HPP) perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara staf pengelola keuangan
perusahaan, HPP perusahaan ditentukan dengan metode konvensional dan tidak
dilakukan pembaharuan perhitungan secara berkala. Hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Palaiologk et al. (2012) yang menyebutkan bahwa dibutuhkan sistem
pembiayaan yang berkelanjutan, karena kemungkinan adanya perubahan yang
tidak proposional pada kuantitas, kompleksitas data, dan perubahan strategi yang
substansial dalam perjalanan bisnis. Oleh sebab itu, diperlukan perhitungan ulang
dan perbaikannya untuk mendapatkan penetuan HPP yang tepat untuk kondisi
perusahaan saat ini.
Penentuan harga pokok penjualan terdiri atas 2 kelompok biaya yaitu biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Pada metode konvensional dan metode
activity based costing (ABC) diketahui bahwa cara perhitungan biaya langsung
adalah sama. Perbedaan kedua metode ini adalah pada pengalokasian biaya tidak
langsung atau yang disebut juga biaya overhead. Perhitungan biaya langsung dari
kedua produk PT X yaitu AMDK galon dan botol 330 ml disajikan pada tabel 2.
Tabel 2 Perhitungan biaya langsung
Biaya (Rp)

Tenaga kerja
langsung
Kemasan
primer
Total biaya
langsung

AMDK Galon
per Unit (2)
= (1) :
Total (1)
21 273

AMDK Botol 330 ml
per Unit
(4) = (3) :
Total (3)
20 098

41 912 781

1 970.23

5 722 219

284.72

47 635 000

52 833 963

2 483.62

11 053 900

550

63 887 863

94 746 744

4 453.85

16 776 119

834.72

111 522 863

Total (5) =
(1) + (3)

7
Tabel 2 menjelaskan jumlah biaya langsung yang diserap kedua produk per
unit. Pembagian biaya tenaga kerja langsung berdasarkan perbandingan jam
produksi antara produk satu dan lainnya. Berdasarkan perhitungan pada tabel 2,
biaya langsung yang diserap kedua produk ini didominasi oleh harga kemasan
primer setiap produknya.
Pada penentuan HPP dengan metode perusahaan, perhitungan biaya tidak
langsung setiap produk didapatkan dengan menggunakan metode konvensional.
Pada sistem pembiayaan konvensional tahap pertama biaya produksi dikumpulkan
ke dalam kelompok biaya lalu dialokasikan berdasarkan volume produksi
(Krishnan 2006). Pada metode yang digunakan perusahaan biaya dialokasikan
berdasarkan volume produksi sehingga didapatkan hasil sebagai berikut pada tabel
3.
Tabel 3 Perhitungan biaya tidak langsung metode konvensional
Rincian
Volume produksi (unit)
Biaya tidak langsung (Rp)
Biaya/unit (Rp)

Galon

Botol
21 273

20 098

19 601 162.59
921.41

18 518 505.41
921.41

Hasil alokasi biaya tidak langsung atau overhead pada tabel 3 menunjukkan
hasil yang sama pada kedua produk. Total biaya tidak langsung pada tahun 2013
adalah Rp 38 119 668. Pembebanan biaya tidak langsung disamaratakan untuk
kedua produk dengan satu dasar alokasi, yaitu volume produksi. Hal ini
menyebabkan terjadi penyimpangan dalam pembebanan biaya pada salah satu
produk, karena kedua produk ini mengkonsumsi aktivitas perusahaan dengan
jumlah yang berbeda.
Metode ABC memberikan informasi tentang alokasi biaya overhead dengan
lebih aktual. Penerapan metode ABC dimulai dengan penentuan aktivitas hasil
dari analisis aktivitas, yang selanjutnya memiliki tarif biaya aktivitas yang
dibutuhkan untuk mengestimasi biaya produk (Tang et al. 2013). Metode ABC
digunakan untuk mengatasi masalah pembebanan, terutama untuk pembebanan
biaya overhead. Biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan
konsumsi aktivitasnya.
Analisis aktivitas dimulai dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi
aktivitas ke dalam 4 level, (1) Tingkat unit, (biaya overhead yang dikenakan pada
unit produk), (2) Tingkat batch, (biaya overhead yang dikenakan pada batch
produk tidak dalam per unit), (3) Pendukung produk (biaya overhead yang
digunakan semua unit produk) dan akhirnya (4) Pendukung fasilitas (biaya
overhead yang digunakan hanya untuk mendukung operasi fasilitas yang sedang
berlangsung) (El-Deeb et al. 2011). Tahapan ini dilanjutkan dengan penentuan
pemacu biaya untuk setiap aktivitas. Pengelompokan aktivitas yang menghasilkan
biaya overhead bedasarkan pamacu biaya disajikan pada tabel 4. Istilah pemacu
biaya atau cost driver digunakan untuk mengidentifikasi cara produk dalam
mengkonsumsi aktivitasnya. Pemacu biaya adalah hal yang terkait dengan suatu
kegiatan yang mengakibatkan pemakaian sumber daya (Lima 2011).

8
Tabel 4 Pengelompokan aktivitas
Pengelompokan aktivitas
Aktivitas tingkat unit
Penggunaan kemasan sekunder
Aktivitas tingkat batch
Biaya ganti oli
Biaya bahan bakar minyak
Biaya tagihan listrik
Biaya transport pembayaran tagihan listrik
Pembelian aki
Servis mobil
Biaya Perpanjangan KIR dan pajak mobil
Pembelian portal galon
Pembelian terpal plastik penutup mobil
Aktivitas pendukung produk
Biaya depresiasi alat produksi
Perbaikan alat produksi
biaya transport pembelian perlengkapan produksi
Biaya catrige filter
Aktivitas pendukung fasilitas
Biaya potong rumput
Pembuatan cek
Pembelian pulsa
Pembelian bensin untuk keperluan lain
Pembelian ATK
Pembelian alat pelindung diri
Pembelian alat kebersihan
Perbaikan saklar lampu bangungan
Pembelian lampu tempat produksi
Perlengkapan perbaikan tempat produksi

Pemacu biaya
Jumlah unit produksi
Jumlah pengiriman
Jumlah pengiriman
Jam kerja peralatan
Jam kerja peralatan
Jumlah pengiriman
Jumlah pengiriman
Jumlah pengiriman
Jumlah pengiriman
Jumlah pengiriman
Jumlah produksi
Jumlah produksi
Jumlah produksi
Jumlah produksi
Luas bangunan
Jam kerja karyawan
Jam kerjakaryawan
Jam kerjakaryawan
Jam kerjakaryawan
Jam kerjakaryawan
Jam kerjakaryawan
Luas bangunan
Luas bangunan
Luas bangunan

Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan bahwa terdapat enam jenis pemacu
biaya yaitu jumlah unit produksi, jumlah pengiriman, jam produksi, jam kerja
karyawan, jumlah produksi, dan luas bangunan. Pemacu biaya setiap aktivitasnya
dikonsumsi dengan jumlah yang berbeda untuk kedua produk. Berikut adalah
perhitungan konsumsi masing-masing pemacu biaya :
a. Jam kerja peralatan (JPR)
Jam kerja peralatan adalah waktu yang digunakan dalam memakai alat
dan mesin pada produksi PT X. Tabel 5 berikut memberikan data konsumsi
jam peralatan yang digunakan masing masing produk.
Tabel 5 Konsumsi jam kerja peralatan
Produk
Galon
Botol
Total

Waktu Produksi (detik)
3 680 229
502 450
4 182 679

Keterangan :
*= Konsumsi JPR =
=

Konsumsi JPR (jam)
990.09*
135.17
1 125.26

x total JPR
x 1125.26 = Rp 990.09

9
b. Jam kerja karyawan (JKK)
Jam kerja karyawan adalah waktu yang digunakan tenaga kerja dalam
produksi. Tabel 6 berikut memberikan data konsumsi jam kerja karyawan
yang digunakan masing masing produk.
Tabel 6 Konsumsi jam kerja karyawan
Produk
Galon
Botol
Total

Waktu Produksi (detik)
3 680 229
502 450
4 182 679

Keterangan
*= Konsumsi JPR =
=

Konsumsi JKK(jam)
1 942.76*
265.24
2 208.00

x Total JKK
x 2 208 = 1942,76

c. Jumlah Unit Produksi (JUP), Luas Bangunan (LB), Jumlah produksi, dan
Jumlah pengiriman
Pemacu biaya jumlah unit produksi didapatkan dari laporan produksi
tahun 2013. Pemacu biaya luas bangunan dihitung untuk mempertimbangkan
konsumsi luas bangunan kepada tiap-tiap tahap dalam produksi PT X.
Berdasarkan hasil observasi, AMDK galon mengkonsumsi keseluruhan
bangunan, sedangkan AMDK botol tidak mengkonsumsi ruang penyimpanan.
Pemacu biaya jumlah produksi dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi
untuk biaya setiap kali persiapan suatu batch produk. Pemacu biaya jumlah
pengiriman dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi untuk biaya
distribusi dan pemasaran. Ikhtisar keempat pemacu biaya ini disajikan pada
tabel 7.
Tabel 7 Jumlah unit produksi (JUP), luas bangunan (LB), jumlah produksi,
dan jumlah pengiriman
Jenis
Galon
Botol
Total

Jumlah
Produksi
21 273
20 098
41 371

Konsumsi LB
(m2)
84
60
144

Jumlah produksi
255
148
403

Jumlah
pengiriman
36
12
48

Pada tabel 8 terdapat ringkasan 3 tahap awal penentuan HPP dengan
menggunakan metode ABC yaitu identifikasi aktivitas, penentuan cost driver
atau pemacu biaya dari aktivitas penentuan tarif alokasi biaya overhead
aktivitas. Kolom pertama adalah kelompok aktivitas yang terdiri atas
penyederhanaan aktivitas dengan pemacu biaya sama dari tabel 4 dan
klasifikasinya. Aktivitas persiapan sarana produksi terdiri atas aktivitas
kebersihan lokasi produksi, pembelian alat penerangan, pembelian saklar
listrik produksi, pembelian alat kebersihan, dan pembelian alat kelengkapan
penunjang produksi. Tabel 8 dijelaskan jenis dan jumlah pemacu biaya yang
dikonsumsi setiap kelompok biaya aktivitas. Tahapan selanjutnya dalam
penerapan ABC adalah penentuan tarif. Tarif adalah harga persatuan dasar
alokasi biaya atau cost driver. Nilai tarif setiap aktivitas didapatkan dari hasil
pembagian total biaya suatu aktivitas dengan jumlah dasar alokasi biaya.
Rincian total biaya tidak langsung dapat dilihat pada lampiran 1.

10
Tabel 8 Identifikasi aktifitas, penentuan cost driver (pemacu biaya), dan penentuan tarif dasar alokasi biaya

Kelompok
Biaya Aktivitas

Kategori
hierarki
biaya

Total biaya
tidak
langsung
(Rp)

Kuantitas pemacu biaya
Jumlah

Jenis

Tarif pemacu biaya overhead
aktivitas
Tarif (Rp)

Persiapan
sarana
produksi

Pendukung
fasilitas

Persiapan alat
produksi

Pendukung
produk

8 888 084

Jumlah
403
produksi

Produksi

Tingkat
batch

1 129 000

1 125.26 Jam produksi

Pengadaan
kemasan
sekunder

Tingkat
unit

2 054 500

20 098

jumlah unit
produksi

102.22

Pendistribusian
dan pemasaran

Tingkat
batch

24 783 084

48

Jumlah
pengiriman

516 314.25

Administrasi

Pendukung
fasilitas

629 000

636 000

Luas bangunan
144
(m²)

2 208 Jam kerja

Hubungan sebab akibat antara
pemacu biaya dan biaya aktivitas

Satuan

per luas
4 368.05
bangunan (m²)
per jumlah
22 054.80
produksi
1 003.32 per jam produksi

Biaya aktivitas sarana produksi
meningkat seiring semakin
luasnya bangunan untuk produksi
Biaya aktivitas persiapan
peralatan produksi meningkat
setiap kali melakukan produksi
Biaya aktivitas produksi
meningkat seiring bertambahnya
jam produksi

per jumlah unit
produksi

Biaya aktivitas pengadaan
kemasan menigkat seiring
bertambahnya volume produksi

per jumlah
pengiriman

Biaya pendistribusian dan
pemasaran meningkat seiring
bertambahnya pengiriman

288.04 per Jam kerja

Biaya aktivitas administrasi
meningkat seiring jam kerja
10

11
Tahapan selanjutnya dalam ABC adalah membebankan biaya ke objek
biaya yaitu produk. Berikut perhitungannya pada tabel 9
Tabel 9 Perhitungan biaya tidak langsung metode ABC
Perhitungan ABC (Rp)

Total biaya
galon

Biaya per
unit

Total biaya
botol

Biaya
per unit

. sarana produksi
Persiapan
Galon, 84 m² xRp 4 368.05

366 916.67

17.25

Botol, 60 m² x Rp4 368.05
Persiapan alat produksi
Galon,255kali x Rp 22 054.8

5 623 973.75

262 083

13.04

3 264 110.25

162.41

135 619.26

6.75

2 054 000

102.22

6 195 771

308.28

76 401

3.8

11 987 984.51

596.5

264.37

Botol, 148kali x Rp 22 054.8
Produksi
Galon, 990.09 jam x Rp 1 003.32

993 380.74

46.7

Botol, 135.17jam x Rp 1 003.32
Pengadaan kemasan sekunder
Galon, 0 unit

-

-

Botol, 20 098 unit x Rp 102.22
Pendistribusian
Galon, 36 kali x Rp 516 314.3

18 587 313

873.75

Botol, 12 kali x Rp 516 314.3
Administrasi
Galon, 1 942.76jam x Rp 288.04

559 599

26.31

Botol, 265.24jam x Rp 288.04
26 131 183.16

1 228.38

Tabel 9 menjelaskan distribusi biaya aktivitas pada kedua produk. Biaya
aktivitas produk didapatkan dengan mengalikan jumlah konsumsi pemacu biaya
pada aktivitas dengan tarif yang didapatkan pada tabel 8. Konsumsi pemacu biaya
setiap produk dapat dilihat pada tabel 5,6, dan 7. Hasil tabel 9 adalah biaya tidak
langsung per unit setiap produksinya dengan metode ABC yaitu untuk AMDK
galon adalah Rp 1 228.38 dan AMDK botol adalah Rp 596.5. Tabel 9 juga
memberikan informasi tentang aktivitas utama yang memberikan beban biaya
besar pada produk. Pada kedua produk aktivitas yang memberikan biaya terbesar
adalah aktivitas pendistribusian dan persiapan alat produksi. Hal ini disebabkan
oleh besarnya biaya bahan bakar dan biaya penyusutan kendaraan pada aktivitas
pendistribusian yang tidak sebanding dengan jumlah produk. Hal tersebut juga
terjadi pada aktivitas persiapan alat produksi dimana biaya yang dikeluarkan tidak
sebanding dengan volume produksi. Rincian lengkap biaya tidak langsung setiap
aktivitas tersedia pada lampiran 1.

12
Tabel 10 Perbandingan HPP dengan metode ABC dan metode konvensional
Biaya (Rp)

AMDK Galon
Metode ABC

Biaya langsung
Biaya tdk Langsung
HPP

4 453.85
1 228.38
5 682.23

Metode
Konvensional
4 453.85
921.41
5 375.26

AMDK Botol 330 ml
Metode
Metode
ABC
Konvensional
834.72
834.72
596.5
921.41
1 431.22
1 756.13

Hasil penerapan evaluasi HPP produk AMDK galon dengan metode
konvensional adalah Rp 5 375.26 dan dengan metode ABC adalah Rp 5 682.23.
Hasil evaluasi tersebut memberikan informasi bahwa dengan perhitungan metode
ABC diketahui pada produk AMDK galon perusahaan kehilangan keuntungan
dimana HPP yang ditentukan lebih rendah dibandingkan metode ABC. Hasil
penerapan evaluasi HPP produk AMDK botol 330 ml dengan metode
konvensional adalah Rp 1 756.13 dan dengan metode ABC adalah Rp 1 431.22.
Hal ini memberikan informasi yang sebaliknya yaitu perusahaan terlalu rendah
dalam mengestimasi keuntungan yang didapatkan dari produk AMDK botol
330ml. Perbedaan nilai HPP pada kedua metode tersebut disebabkan oleh
perhitungan HPP yang digunakan perusahaan masih sederhana dan biaya tidak
langsung atau overhead tidak diperhitungkan secara rinci berdasarkan konsumsi
pemakaian aktual setiap produknya. Hal ini menimbulkan pemerataan perhitungan
overhead pada metode perusahaan yang mana pada aktualnya kedua produk
mengkonsumsi jumlah overhead yang berbeda. Berdasarkan tabel 10 biaya tidak
langsung per unit dengan metode ABC menjadi lebih terbagi sesuai dengan
konsumsi setiap produk. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang
menyamakan biaya tidak langsung untuk kedua produk tersebut.
Harga jual untuk AMDK galon pada perusahaan berkisar antara Rp 5 500 Rp 6 500. Berdasarkan metode ABC, produk ini menyumbangkan keuntungan
yaitu 12,58% dari harga jual. Harga jual untuk produk botol yaitu Rp 1000 per
botol. Berdasarkan hasil, kedua metode menunjukkan penentuan harga jual
AMDK botol 330 ml masih lebih rendah dibandingkan HPP produk, dimana harga
jual untuk produk ini adalah Rp 1 000 per botol.
Hasil analisis pada perhitungan biaya tidak langsung metode ABC
didapatkan informasi bahwa dua aktivitas utama sebagai beban biaya produk pada
kedua produk adalah aktivitas distribusi dan persiapan alat produksi. Beban per
unit yang besar diakibatkan biaya tidak langsung tetap yaitu penyusutan yang
besar dan tidak diimbangi dengan volume produksi yang sesuai. Saran yang dapat
diberikan hal tersebut adalah menaikkan volume produksi. Penentuan kenaikan
produksi dilakukan dengan mencari volume produksi minimal agar perusahan
mencapai titik impas. Volume produksi minimal dikalkulasi dari perhitungan titik
impas.
Titik impas adalah jumlah penjualan output yang akan menyamakan
pendapatan total dengan biaya total (Horngren 2008). Pada titik impas didapatkan
berapa jumlah penjualan kedua produk untuk mendapatkan keuntungan sama
dengan nol. Pada perusahaan terdapat bauran penjualan (sales mix) yaitu kuantitas
berbagai produk (atau jasa) yang mewakili unit penjualan total perusahaan,
sehingga digunakan marjin kontribusi rata-rata tertimbang dalam perhitungannya.
Hasil perhitungan titik impas pada lampiran 2 didapatkan bahwa untuk mencapai

13
titik impas produksi harus dinaikkan sebesar 686 unit per tahun untuk AMDK
botol dan 726 unit per tahun untuk AMDK galon. Hal ini dikarenakan posisi
perusahaan masih berada dibawah titik impas atau rugi.
Saran kedua yang dapat diberikan yaitu menaikkan harga jual AMDK galon
menimbang harga pasaran yang masih diatas harga jual perusahaan. Penentuan
harga jual dilakukan dengan mencari harga jual minimal dengan target payback
period yang telah ditentukan. Penetuan harga jual yang disarankan untuk AMDK
galon didapatkan dengan perhitungan payback period yang ditargetkan. Payback
period adalah angka perkiraan tahun yang dibutuhkan untuk menutupi investasi
awal (Tze dan Chun 2013). Asumsi yang digunakan target perusahaan adalah
mendapatkan mencapai payback period pada tahun ketiga, sehingga sesuai dengan
perhitungan pada lampiran 3 didapatkan harga jual yang disarankan untuk AMDK
galon adalah Rp 7 916.23. Harga jual dapat dinaikkan sesuai dengan kebijakan
perusahaan, contoh lainnya adalah dengan penetapan target keuntungan.
Saran selanjutnya adalah menggunakan aplikasi dalam melakukan
perhitungan HPP dengan metode ABC, sehingga memberikan kemudahan dan
kecepatan dalam melakukan evaluasi penetapan HPP. Berikut adalah design
aplikasi ABC sesuai dengan langkah-langkah implementasi activity based costing
pada Garrison et al. (2006).

Gambar 2 Tampilan utama
Gambar 2 adalah tampilan utama aplikasi dimana user dapat mempelajari
penggunaan aplikasi dengan menggunakan panduan sebelum memulainya.
Aplikasi dimulai dengan tampilan blanko biaya langsung seperti Gambar 3. Pada
blanko ini user memasukkan detail biaya langsung dan volume produksi setiap
produk pada perusahaannya. Tahapan selanjutnya adalah perhitungan biaya tidak
langsung atau overhead dengan metode ABC.

14

Gambar 3 Biaya langsung
Tahapan pertama dalam implementasi ABC adalah penentuan biaya
overhead, kelompok biaya aktivitas, dan pemacu biaya. Gambar 4 adalah tampilan
aplikasi dalam input biaya overhead berikut dengan penentuan level overhead dan
pemacu setiap overhead.

Gambar 4 Overhead
Selajutnya adalah pengelompokan biaya aktivitas dari overhead yang
dimasukkan pada database. Pengelompokkan aktivitas pada Gambar 5 dilakukan
berdasarkan kesamaan pemacu biaya setiap overhead.

15

Gambar 5 Aktivitas
Tahapan selanjutnya pada Gambar 6 adalah perhitungan tarif setiap
aktivitas. Pada tahap ini pengguna melakukan pengisian jumlah pemacu yang
digunakan setiap aktivitas dan aplikasi akan menghitung tarif setiap aktivitas.

Gambar 6 Perhitungan tarif aktivitas
Tampilan kelima pada Gambar 7 aplikasi melakukan perhitungan konsumsi
biaya setiap produk dengan informasi konsumsi pemacu pada produk yang
dihitung. Secara keseluruhan evaluasi HPP pada PT X dengan metode ABC
menunjukkan terdapat penyimpangan hasil HPP dengan metode perusahaan
dibandingkan metode ABC.

16

Gambar 7 Konsumsi aktivitas
Tampilan terakhir aplikasi ABC ini adalah resume keseluruhan biaya yang
digunakan pada produk dan perhitungan harga pokok produk. Hasil tampilan pada
Gambar 8.

Gambar 8 Laporan harga pokok
Aplikasi ini diharapkan dapat membantu berbagai perusahaan termasuk PT
X dalam melakukan perhitungan harga pokok penjualan dengan metode ABC.
Hasil penelitian ini antara lain, pada evaluasi penatapan HPP pada PT X
menunjukkan terjadi penyimpangan dalam penentuan HPP dengan metode
kovensional yang digunakan perusahaan jika dibandingkan dengan metode ABC.
Pada tujuan kedua yaitu menganalisis perbedaan hasil yang didapatkan, metode

17
menjelaskan bahwa perbedaan dikarenakan perbedaan teknis dari perhitungan
kedua metode, sehingga terjadi kesalahan asumsi keuntungan pada kedua produk.
Tujuan ketiga yaitu memberikan saran untuk peningkatan kinerja perusahaan.
Saran yang diajukan berdasarkan hasil evaluasi dengan metode ABC yaitu
perilaku konsumsi biaya aktivitas pada produk. Saran yang ditawarkan adalah
menaikkan volume produksi agar mencapai titik impas perusahaan, menaikkan
harga jual AMDK galon sesuai dengan target perusahaan, dan menggunakan
aplikasi dalam perhitungan HPP dengan metode ABC agar memudahkan
melakukan evaluasi secara berkala.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil evaluasi penentuan HPP pada PT X dengan metode activity based
costing didapatkan bahwa terjadi penyimpangan pembebanan biaya overhead
pada produk, sehingga tidak sesuai dengan konsumsi biaya aktualnya. Hasil
penerapan evaluasi HPP produk AMDK galon dengan metode konvensional untuk
adalah Rp 5 375.26 dan dengan metode ABC adalah Rp 5 682.23. Hasil
penerapan evaluasi HPP produk AMDK botol 330 ml dengan metode
konvensional adalah Rp 1 756.13 dan dengan metode ABC adalah Rp 1 431.22.
Perbedaan HPP diantara kedua metode pada produk disebabkan oleh perhitungan
HPP pada metode perusahaan masih sederhana dan biaya overhead tidak
diperhitungkan secara rinci berdasarkan pemakaian biaya aktual. Berdasarkan
hasil, kedua metode menunjukkan penentuan harga jual AMDK botol 330 ml
masih lebih rendah dibandingkan HPP produk, dimana harga jual untuk produk ini
adalah Rp 1 000 per botol.

Saran
Perbaikan sistem pembiayaan dibutuhkan oleh PT X agar dapat mengambil
keputusan strategis dengan tepat. Pada produk AMDK galon, sebaiknya harga jual
dinaikkan. Hal ini menimbang telah banyaknya pelanggan dan harga pasaran
umum yang masih diatas harga jual produk sehingga dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan. Penentuan harga jual yang disarankan untuk AMDK
galon dengan perhitungan target payback period adalah Rp 7 916.23. Pada produk
AMDK botol 330ml dengan harga jual Rp 1 000 per botol, perusahaan mengalami
kerugian karena harga jual dibawah HPP produk. Harga jual produk tidak bisa
dinaikkan karena jika harga dinaikkan, maka harga jual tidak bersaing di pasaran.
Saran yang dapat ditawarkan adalah menaikkan volume produksi sehingga
distribusi biaya per produknya menjadi lebih kecil. Titik impas dicapai ketika
produksi dinaikkan sebesar 686 unit per tahun untuk AMDK botol dan 726 unit
per tahun untuk AMDK galon. Saran selanjutnya adalah menggunakan aplikasi
dalam melakukan perhitungan HPP dengan metode ABC, sehingga memberikan
kemudahan dan kecepatan dalam melakukan evaluasi penetapan HPP.

18

DAFTAR PUSTAKA
Al-R f ’ KM. 2012. The Extent Of Applying The Activity Based Costing
System (ABC) In The Field Of Iron And Steel Industry In Jordan.
Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business.4(1):671695.
Daljono. 2004. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok & Pengendalian Edisi
2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Edwards S. 2008. Activity Based Costing. London (UK): The Chartered Institute
of Management Accountants.
El-Deeb MS, Tawfik Y, Bassim M, Elwy E. 2011. Activity Based Costing (ABC)
As An Approach to Optimize Purchasing Performance in Hospitality
Industry. International Journal of Social Sciences and Humanity Studies.
3(2) : 1309-8063.
Garrison RH, Noren EW, dan Brewer PC. 2006, Managerial Accounting, Edisi
Kesebelas, Jilid Satu. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Hansen dan Mowen. 2006. Management Accounting Edisi 7. Jakarta (ID) :
Salemba Empat.
Hatane SE, Sugioanto A, dan Yuliana OY. 2013. Aplikasi Activity-Based Cost
System dalam Sistem Informasi Biaya Manufaktur. Surabaya (ID):
Universitas Kristen Petra.
Horngren CT. 2008. Akutansi Biaya Jilid 1. Jakarta (ID) : Erlangga.
Krishnan A. 2006. An Application of Activity Based Costing in Higher Learning
Institution: A Local Case Study. Contemporary Management Research
Pages. 2(2):75-90.
Lima CMF. 2011. The Applicability of the Principles of ActivityBased Costing
System in a Higher Education Institution. Economics and Management
Research Projects: An International Journal. 1(1): 57-65.
Martusa R. 2010. Peranan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan
Cost of Goods Manufactured. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. 2(1)
Maryam D. 2013. Analisis Efisiensi Metode Konvensional dengan Metode Activity
Based Costing (ABC) Terhadap Harga Pokok Produksi Pada CV. Faiz Jaya
Sidoarjo. Malang (ID): Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Mulyadi. 2007. Activity Based Cost System. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN.
Nafarin M. 2003. Akuntansi: Pendekatan Siklus dan Pajak untuk Perusahaan
Industri dan Dagang. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia.
Palaiologk A S, Economides AA, Tjalsma HD, Sesink LB. 2012. An activitybased costing model for long-term preservation and dissemination of digital
research data: the case of DANS. Int J Digit Libr (2012) 12:195–214.
Tang S, Gao Y, Qian F, Wang D. 2013. An Improved Activity-Based Costing
Model for Product Cost Estimation Applied in A Complex Manufacturing
Environment. High Technology Letters. 19(2): 125-131.
Tze SO dan Chun HT. 2013. Net Present Value and Payback Period for Building
Integrated Photovoltaic Projects in Malaysia. International Journal of
Academic Reasearch in Business and social Sciences. 3(2): 153-171.

19
Zhang YF dan Che RI. 2010. Factors Influencing Activity-Based Costing Success:
A Research Framework. International Journal of Trade, Economics and
Finance. 1(2):144-150.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1 Penggunaan biaya
A. Biaya langsung

Pada PT X biaya yang dikonsumsi adalah biaya langsung dan biaya tidak
langsung. biaya langsung terdiri atas biaya tenaga kerja langsung dan biaya
kemasan primer.
a. Biaya kemasan primer
Kemasan primer pada PT X berupa galon, tutup galon, segel penutup,
dan stiker pada AMDK galon. Pada AMDK botol terdiri atas botol, tutup
botol, segel penutup dan label merek. Biaya kemasan primer dihitung
berdasarkan metode rata-rata tertimbang, semua kegiatan pengadaan
sepanjang periode diambil rataannya sehingga mendapatkan harga
persatuan yang mewakili.
Biaya kemasan primer
Kemasan (Rp)
Total produksi
HPP per unit

Galon
52 833 963
21 273
2 483.62

Botol
11 053 900
20 098
550

b. Penggunaan tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang terlibat langsung
dalam produksi. Jenis biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja antara
lain gaji bulanan, insentif untuk pekerja lama, tunjangan transportasi,
biaya lembur dan uang makan. Total biaya tenaga kerja langsung pada
periode tahun 2013 adalah Rp 47 635 000.
Perhitungan biaya tenaga kerja langsung diperoleh dengan
menghitung waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu produk dan
dikalikan dengan jumlah produksi dalam periode 2013.
Biaya tenaga kerja
Waktu per unit (detik)
Total produksi (unit)
Total waktu (detik)
Biaya total (Rp)
BTKL/unit (Rp/unit)

Galon
173
21 273
3 680 229
41 912 780.87
1 970.23

Botol
25
20 098
502 450
5 722 219.13
284.72

Pada tabel dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja sebagian besar
terserap untuk produk AMDK galon. Hal ini disebabkan oleh jumlah
produksi AMDK galon yang lebih banyak dalam periode 2013 dan waktu
tenaga kerja yang terserap dalam proses produksi yang lebih banyak
dibandingkan dengan produk AMDK botol.

21
B. Biaya tidak langsung

a. Biaya persiapan sarana produksi
Kelompok biaya aktivitas persiapan sarana produksi terdiri atas
perencanaan produksi, pengadaan kebutuhan sarana produksi, pengecekan
kesiapan lokasi produksi. Total biaya persiapan sarana produksi selama
tahun 2013 adalah Rp 629 000.
Jenis Biaya
Biaya potong rumput lokasi mata air
Biaya lampu tempat produksi
Perbaikan saklar lampu
Pembelian alat kebersihan
Pembelian alas kaki ruang produksi
Pembelian gembok
Perbaikan tempat produksi
Total

Jumlah biaya (Rp)
400 000
41 000
30 000
50 000
25 000
25 000
58 000
629 000

b. Biaya persiapan alat dan mesin produksi
Kelompok biaya aktivitas biaya persiapan alat dan mesin produksi
terdiri atas biaya pemeliharaan mesin dan alat berikut dengan
penyusutannya. Biaya penyusutan didapatkan menggunakan metode garis
lurus yaitu (harga beli – nilai sisa)/ umur ekonomis. Total biaya persiapan
alat dan mesin produksi selama tahun 2013 adalah Rp 8 888 084.
Jenis Biaya
Perbaikan pipa
Penggantian catrige filter
Transport pembelian perlengkapan produksi
Peralatan perbaikan pompa
Penyusutan alat produksi
Total

Jumlah biaya (Rp)
100 000
390 000
10 000
93 000
8 295 084
8 888 084

c. Biaya produksi tidak langsung
Kelompok biaya aktivitas biaya produksi tidak langsung terdiri atas
biaya pemakaian lsitrik untuk produksi dan biaya lain yaitu transport untuk
pembayarannya. Biaya listrik per Kwh pada lokasi produksi yaitu Rp 950.
Berdasarkan tagihan yang ada selama periode tahun 2013, PT X
mengkonsumsi 1 125.26 Kwh. Total biaya produksi tidak langsung selama
tahun 2013 adalah Rp 1 129 000.
Jenis Biaya
Pembayaran listrik untuk produksi
Transport pembayaran listrik
Total

Jumlah biaya (Rp)
1 069 000
60 000
1 129 000

22
d. Pengadaan kemasan sekunder
Kelompok biaya aktivitas biaya kemasan sekunder terdiri atas biaya
pengadaan kardus sebagai kemasan sekunder AMDK botol dan peralatan
lain yang menunjang kemasan tersebut. Total biaya kemasan sekunder
selama tahun 2013 adalah Rp 2 054 500.
Jenis Biaya
Pembelian kardus
Transport pembelian kardus
Pembelian selotip/lakban
Total

Jumlah biaya (Rp)
1 860 000
70 000
124 000
2 054 500

e. Administrasi
Kelompok biaya aktivitas biaya administrasi terdiri atas biaya
pembelian pulsa untuk komunikasi bagian operasional, dan biaya ATK.
Total Administrasi selama tahun 2013 adalah Rp 636 000.
Jenis Biaya
Pembuatan cek
Pembelian pulsa
Pembelian ATK
Total

Jumlah biaya (Rp)
75 000
473 000
88 000
636 000

f. Biaya pemasaran dan distribusi
Kelompok biaya aktivitas biaya pemasaran dan distribusi terdiri atas
biaya pemasaran seperti mengikuti pameran dan biaya distribusi berikut
pemeliharaan mobil operasional, pembelian bensin, biaya pengadaan suku
cadangnya, biaya penyusutan mobil, dan lain sebagainya. Biaya
penyusutan didapatkan menggunakan metode garis lurus yaitu, (harga beli
– nilai sisa) / umur ekonomis. Total biaya persiapan alat dan mesin
produksi selama tahun 2013 adalah Rp 24 783 084.
Jenis Biaya
Penyusutan mobil
Biaya bahan bakar
Service dan ganti oli
Pengadaan suku cadang
Pajak dan asuransi
Total

Jumlah biaya (Rp)
4 714 284
11 685 000
3 039 000
2 867 000
2 477 800
24 783 084

23
Lampiran 2 Perhitungan titik impas
Rincian
Unit terjual
Harga per unit (Rp)
Pendapatan
Biaya variabel (Rp)
Produksi
Kemasan sekunder
Distribusi
Kemasan primer
Biaya tenaga kerja
langsung
Total biaya variabel
Margin kontribusi
Total Margin kontribusi
Biaya tetap (Rp)
Tenaga kerja
Persiapan sarana produksi
Persiapan alat produksi
Administrasi
Total biaya tetap

Galon
21 273
6 000
127 638 000

Botol 330ml
20 098
1 000
20 098 000

Total

46.7
873.75
2 483.62
1 970.23

6.75
102.22
308.28
550
284.72

53.45
102.22
1 182.03
3 033.62

3 404.07
2 595.93
55 223 218.89

967.25
32.75
658 209.5

4 371.32
2 628.68
55 881 428.39

41 371
147 736 000

47 635 000
629 000
8 888 084
636 000
57 788 084

Margin kontribusi rata-rata tertimbang

Perbandingan jumlah produksi galon : botol yaitu 21 273 : 20 098 maka,

Menaikkan produksi botol sejumlah

Menaikkan produksi botol sejumlah

dan

24
Lampiran 3 Perhitungan payback period
Asumsi :
 target tahun ketiga mencapai payback period
 kapasitas produksi yang digunakan sesuai dengan laporan tahun 2013
 harga jual AMDK boto