PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PERHIASAN PERAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING DI PT. X.

(1)

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PERHIASAN

PERAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY

BASED COSTING DI PT. X

SKRIPSI

Oleh :

JADI

0732015001

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PERHIASAN

PERAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY

BASED COSTING DI PT. X

OLEH :

JADI

NPM : 0732015001

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negara Lisan Gelombang III Tahun Ajaran 2011-2012

Surabaya, 9 Desember 2011 Dosen Pembimbing I

Dr.Ir. Sunardi, MT NIP. 19560717 198703 1 001

Dosen Pembimbing II

Ir. Endang PW, MMT NIP. 19591228198803 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur

Dr. Ir. Minto Waluyo, MM NIP. 19611130 199003 1 001


(3)

SKRIPSI

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PERHIASAN

PERAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY

BASED COSTING DI PT. X

Disusun oleh :

JADI

NPM : 0732015001

Telah Dipertahankan Dihadapkan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi

Pada Tanggal 9 Desember 2011

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Ir. Sutiyono, MT. NIP.19600713 198703 1 001 Tim Penguji

1.

Ir. Erlina Purnamawaty, MT NIP.19580828 198903 2 001 2.

Ir. Budi Santoso , MMT NIP.19561205 198703 1 001

3.

Drs. Pailan , MPd

NIP.19530504 198303 1 00 1

Pembimbing 1.

Dr.Ir. Sunardi, MT

NIP. 19560717 198703 1 001

2.

Ir. Endang PW, MMT


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat

rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan

baik, walaupun terdapat beberapa beberapa kendala dan sedikit keterlambatan

waktu.

Penyusunan laporan ini berdasarkan pengamatan selama Penelitian tugas

akhir dengan kata-kata, informasi yang penyusun peroleh dari pembimbing

lapangan dan dari para staf operasional dilapangan dan Dosen Pembimbing

skripsi, juga dari literature yang ada.

Atas terselesainya pelaksanaan skripsi ini dan terselesainya penyusunan

laporan skripsi ini, maka penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN

“Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM , selaku Ketua Jurusan Teknik Indutri UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Drs. Pailan, Mpd, selaku Sekertaris Jurusan Teknik Indutri UPN “Veteran”

Jawa Timur.

4.

Bapak Dr. Ir. Sunardi, MT selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing

saya dalam menyelesaikan Laporan Skripsi ini.

5.

Ibu Ir. Endang PW, MMT selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing

saya dalam menyelesaikan Laporan Skripsi ini.


(5)

6.

Semua Staf dan Karyawan PT. X. yang telah banyak membantu selama penyusun

melaksanakan Skripsi.

7.

Ibu dan seluruh keluargaku tersayang yang selalu senantiasa memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis.

8.

Teman-temanku yang berada di UPN “Veteran” Jawa Timur maupun di luar

kampus UPN, terima kasih atas semangat, doa dan bantuannya dalam

menyelesaikan laporan kerja praktek ini.

9.

Pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat

dalam pembuatan atau penyelesaian laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu

per satu.

Penyusun menyadari bahwa penulisan Laporan Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, baik isi maupun penyajian.. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

membangun akan penyusun terima dengan senang hati.

Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa

memberikan rahmat dan berkat kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan kepada penyusun, Amin.

Surabaya, November 2011

Penyusun


(6)

DAFTAR ISI

Cover ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar... x

Daftar Lampiran ... xi

Abstraksi ... xii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar

Belakang ...

1

1.2 Perumusan

Masalah ...

3

1.3 Batasan

Masalah ...

4

1.4 Asumsi-asumsi ...

4

1.5 Tujuan

penelitian...

4

1.6 Manfaat

Penelitian ...

5

1.7 Sistematika

Penulisan ...

5

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1

Penentuan Harga Pokok Produk ... 7

2.1.1 Sistem Biaya Tradisional ... 7

2.2 Klasifikasi

Biaya ...

8


(7)

2.2.2 Selain Biaya Pabrikasi (Non Manufacturing Cost)... 11

2.3

Sistem Pembebaban Biaya Tradisional... 13

2.3.1 Metode Penentuan Harga Pokok Produk ... 13

2.3.2 Kalkulasi

Biaya ... 15

2.3.3 Pangalokasian Biaya Overhead... 17

2.3.4 Metode Pembebanan Biaya Overhead Pabrik... 21

2.3.5 Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional... 23

2.4

Konsep Dasar Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity

Based

Costing) ... 25

2.4.1 Definisi Akuntansi Aktivitas... 25

2.4.2 Definisi Activity Based Costing System... 31

2.4.3 Asumsi-asumsi dalam Activity Based Costing ... 35

2.5

Tahapan-tahapan dalam Implementasi Sistem Biaya Berdasarkan

Aktivitas (Activity Based Costing) ... 35

2.5.1 Tahap

Pertama... 36

2.5.2 Tahap

Kedua ... 40

2.5.3 Pemacu

Biaya... 41

2.5.4

Prosedur pembebanan Biaya Overhead pada Sistem

Tradisional dan Sistem ABC... 44

2.5.5 Keunggulan ABC disbanding dengan system tradisional.. 46

2.6 Penelitian

terdahulu...

49


(8)

Bab III Metode Penelitian

3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

3.2 Identifikasi

&

Definisi

Operasional Variabel ... 55

3.2.1 Identifikasi Variabel... 55

3.2.2 Definisi Operasional Variabel... 56

3.3

Metode Pengumpulan Data ... 57

3.4

Metode Analisis Data... 57

3.4.1 Penentuan Biaya Overhead Berdasarkan Sistem Tradisional

……….58

3.4.2 Perhitungan

Biaya

Overhead Berdasarkan Aktivitas... 58

3.4.3 Menghitung Harga Pokok Produksi ... 58

3.5

Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 59

Bab IV Analisa dan Pembahasan

4.1

Pengumpulan Data ... 67

4.1.1 Laporan Biaya Produksi... 67

4.1.2 Data Biaya Bahan Baku Langsung ... 69

4.1.3 Data Biaya Tenaga Kerja Langsung ... 70

4.1.4 Data Jam Tenaga Kerja ... 71

4.1.5 Data Jam Mesin... 71

4.1.6 Data

Transportasi ... 72

4.2

Pengolahan Data ... 72

4.2.1

Menetapkan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan


(9)

Metode Konvensional (HPP Konvensional) ... 72

4.2.2

Menetapkan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan

Metode Activity Based Costing (HPP ABC) ... 77

4.2.3

Perbandingan Harga Pokok Produksi Metode Konvensional

Dengan Metode ABC (Activity Based Costing)... 89

4.3

Analisa dan Pembahasan... 91

Bab V Kesimpulan dan Saran

5.1

Kesimpulan ... 92

5.2

Saran... 93

Daftar Pustaka


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Laporan Biaya Produksi ... 68

Tabel 4.2 Biaya Total Bahan Baku Langsung ... 69

Tabel 4.3 Produksi Perbulan ... 69

Tabel 4.4 Produksi Perbulan ... 70

Tabel 4.5 Biaya Bahan Baku Langsung per produk ... 70

Tabel 4.6 Biaya Total Tenaga Kerja Langsung ... 70

Tabel 4.7 Biaya Tenaga Kerja Langsung untuk Tiap Produk... 71

Tabel 4.8 Data Jam Tenaga Kerja ... 71

Tabel 4.9 Data Jam Mesin ... 71

Tabel 4.10 Data Transportasi ... 72

Tabel 4.11 Biaya Bahan Baku Langsung perunit... 73

Tabel 4.12 Data Biaya Tenaga Kerja Langsung Perunit Produk ... 74

Tabel 4.13 Tarif BOP perunit Produk metode tradisional ... 75

Tabel 4.14 Biaya Overhead Pabrik Dibebankan perbulan ... 75

Tabel 4.15 HPP Konvensional perunit tiap produk ... 76

Tabel 4.16 HPP perunit tiap Produk ... 77

Tabel 4.17 Peta Aktivitas Overhead... 79

Tabel 4.18 Rasio Konsumsi Berdasarkan Volume Produk... 80

Tabel 4.19 Rasio Konsumsi Berdasarkan Jam Tenaga Kerja ... 81

Tabel 4.20 Rasio Konsumsi Berdasarkan Jam Mesin... 82


(11)

Tabel 4.22 Rasio Konsumsi dengan Cost Driver untuk masing-masing

Aktivitas Periode ... 83

Tabel 4.23 Cost Pool Homogen,Rasio Konsumsi dengan Cost Driver

Untuk Masing-masing Aktivitas ... 84

Tabel 4.24 Pool Rate Kategori Periode Bulan Januari 2010... 85

Tabel 4.25 BOP Perunit dengan ABC Costing ... 86

Tabel 4.26 HPP ABC Perunit tiap Jenis Produk ... 88

Tabel 4.27 HPP ABC per unit Tiap Produk... 88

Tabel 4.28 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk HTT... 89

Tabel 4.29 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk KM ... 90

Tabel 4.30 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk VGE ... 90


(12)

DAFTAR GAMBAR

Ganbar 2.1 Hubungan antara elemen-elemen aktivitas... 30

Gambar 2.2 Model Activity Based Costing secara logika ... 33

Gambar 2.3 Sistem Biaya Tradisional ... 44

Gambar 2.4 Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas ... 46


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Laporan Biaya Produksi Periode Bulan Januari – Juni 2011

Lampiran II Tabel Cost Driver Untuk masing-masing aktivitas Periode Januari –

Juni 2011

Lampiran III Tabel Cost Pool Untuk masing-masing aktivitas Periode Bulan

Januari – Juni 2011

Lampiran IV Tabel Pool Rate Kategori Periode Bulan Januari – Juni 2011

Lampiran V Biaya Overhead Perunit dengan ABC Bulan Januari – Juni 2011


(14)

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PERHIASAN PERAK

DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING

DI PT. X

ABSTRAK

Persaingan yang ketat antara perusahaan yang ada di sini mendorong

beberapa perusahaan untuk memenangkan atau paling tidak

mempertahankan posisinya agar dapat terus aktif dalam menjalankan

usahanya. Keunggulan kompetitif yang mencakup kualitas, waktu, biaya dan

inovasi harus dimiliki oleh setiap perusahaan yang ingin bersaing dalam

pangsa pasar. Faktor biaya merupakan tolak ukur keberhasilan dalam hal

persaingan antara industri besar maupun kecil, hal ini dapat dijelaskan

bahwa biasanya konsumen langsung membandingkan suatu produk serupa

lainnya berdasarkan harga produk.

PT. X merupakan perusahaan yang memproduksi produk perhiasan.

Bentuk proses produksi didalam PT. X dijalankan secara kontinyu, dimana

dalam menentukan harga pokok produknya masih menggunakan sistem

konvensional, yaitu membebankan biaya pada pemakaian bahan baku dan

pemakaian tenaga kerja langsung pada produk, ditambah biaya overhead,

kemudian dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Untuk mengatasi

terjadinya distorsi (penyimpangan) terhadap harga pokok produk,maka

digunakan sistem pembebanan biaya berdasarkan aktivitas atau activity

based costing (ABC). Activity Based Costing (ABC) .

Perhitungan dengan menggunakan sistem konvensional memberi hasil

yang kurang akurat, oleh karena itu sangat mungkin untuk dilakukan

perhitungan dengan metode Activity Based Costing (ABC). Dengan

menggunakan sistem ABC diharapkan penentuan harga pokok produk lebih

tepat dan proprosional, sehingga didapat harga jual produk yang lebih

kompetitif. Dengan tujuan adalah untuk menentukan harga pokok produksi

yang optimal (akurat) dan Untuk mengetahui penyimpangan HPP

perusahaan bila dibandingkan dengan HPP metode ABC.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa penetapan harga pokok produksi dengan

menggunakan metode Activity Based Costing pada kenyataannya lebih

akurat dan jelas dari pada biaya konvensional (tradisional). Kesalahan dalam

melakukan perhitungan harga pokok produksi akan memberikan dampak

negatif bagi perusahaan. Untuk produk yang overcosting akan menyebabkan

produk kalah bersaing dalam masalah harga di pasaran dengan produk yang

sejenis dari perusahaan lain, sehingga permintaan semakin kecil dan susah

untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Pada produk yang undercosting

akan menyebabkan perusahaan merugi karena harga pokok produksinya

lebih rendah dari harga pokok produksi yang sebenarnya. Hal ini akan

mengurangi laba yang akan diperoleh oleh produk tersebut.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan yang ketat antara perusahaan yang ada di sini mendorong beberapa perusahaan untuk memenangkan atau paling tidak mempertahankan posisinya agar dapat terus aktif dalam menjalankan usahanya. Keunggulan kompetitif yang mencakup kualitas, waktu, biaya dan inovasi harus dimiliki oleh setiap perusahaan yang ingin bersaing dalam pangsa pasar. Faktor biaya merupakan tolak ukur keberhasilan dalam hal persaingan antara industri besar maupun kecil, hal ini dapat dijelaskan bahwa biasanya konsumen langsung membandingkan suatu produk serupa lainnya berdasarkan harga produk. Dan di lain pihak perusahaan tidak akan kesulitan untuk berproduksi sesuai dengan kualitas dan waktu yang diinginkan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada.

PT. X merupakan perusahaan yang memproduksi produk perhiasan. Bentuk proses produksi didalam PT. X dijalankan secara kontinyu, dimana dalam menentukan harga pokok produknya masih menggunakan sistem konvensional, yaitu membebankan biaya pada pemakaian bahan baku dan pemakaian tenaga kerja langsung pada produk, ditambah biaya overhead, kemudian dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan.

Untuk mengatasi terjadinya distorsi (penyimpangan) terhadap harga pokok produk,maka digunakan sistem pembebanan biaya berdasarkan aktivitas atau


(16)

activity based costing (ABC). Activity Based Costing (ABC) merupakan suatu

sistem manajemen yang dapat digunakan untuk menciptakan efektifitas kerja, melalui evaluasi terhadap aktifitas, konsep ABC ini mengakui bahwa biaya disebabkan oleh aktivitas, sehingga usaha mereduksi biaya produksi harus dengan mengevaluasi kembali aktivitas yang ada.

Pada penelitian terdahulu dengan judul evaluasi dalam menentukan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing Sysytem (ABC System) Di PT. Multi Manao Indonesia Gresik, UPN “Veteran” Jawa Timur,2005. Perumusan masalah dari penelitian tersebut adalah Berapa harga pokok produksi dari masing– masing produk yang sebenarnya dengan menggunakan metode Activity Based

Costing System ?. Penelitian tersebut dilakukan bertujuan untuk menetapkan

harga pokok produk berdasarkan aktivitas, sehingga menghasilkan biaya produksi yang akurat, serta dapat menetapkan harga jual dan laba yang proporsional dari masing – masing produk. Pengambilan data dilakukan pada PT. MULTI MANAO INDONESIA. Gresik, yang berlokasi di Driorejo Km. 282 Gresik , baik dari data produksi maupun keuangan yang digunakan data bulan Januari 2004 sampai dengan Juni 2004. Dalam penelitian ini, tentunya diperlukan variabel-variabel yang perlu diperhitungkan. Adapun variabel–variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : Biaya Bahan Baku Langsung, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya Overhead Pabrik, Sehingga dapat diketahui hasil dari penelitian tersebut adalah Total Biaya produksi perusahaan dengan metode Konvensional didapatkan sebesar Rp 26,989,145,259.99 sedangkan dengan metode ABC total biaya produksi perusahaan didapatkan sebesar Rp 26,989,145,259.99. Total


(17)

pendapatan perusahaan dengan metode konvensional sebesar Rp 35,197,350,000.00 dan metode Activity Based Costing sebesar Rp 35,196,989,897.87. Laba perusahaan berdasarkan harga jual pasar dengan metode konvensional didapatkan sebesar Rp.8,208,204,740.01 sedangkan dengan metode ABC didapatkan sebesar Rp.8,207,844,637.89

.

Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Untuk produk yang overcosting akan menyebabkan produk kalah bersaing dalam masalah harga di pasaran dengan produk yang sejenis dari perusahaan lain, sehingga permintaan semakin kecil dan susah untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Sebaliknya pada produk yang cenderung undercosting, maka perusahaan akan merugi karena harga pokok produksinya lebih rendah dari harga pokok produksi yang sebenarnya. Hal ini akan mengurangi laba yang akan diperoleh oleh produk tersebut.

Perhitungan dengan menggunakan sistem konvensional memberi hasil yang kurang akurat, oleh karena itu sangat mungkin untuk dilakukan perhitungan dengan metode Activity Based Costing (ABC). Dengan menggunakan sistem ABC diharapkan penentuan harga pokok produk lebih tepat dan proprosional, sehingga didapat harga jual produk yang lebih kompetitif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat suatu perumusan masalah sebagai berikut :


(18)

“Berapa harga pokok produksi perhiasan perak bila dihitung dengan metode Activity Based Costing dan selisih HPP bila dibandingkan dengan metode Tradisional ?”

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih terarah diperlukan batasan masalah, antara lain :

1. Data yang digunakan baik dari data produksi maupun keuangan yang digunakan data bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011.

2. Obyek penelitian meliputi : perhiasan gelang bertipe HTT, KM, VGE, dan MAR.

3. Kapasitas produksi tetap.

1.4. Asumsi-Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Kebijakan pemerintah terutama dalam hal perekonomian tidak mengalami perubahan dan keadaan ekonomi berjalan stabil.

b. Kalkulasi biaya produksi total telah diidentifikasikan sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan

c. Tidak terjadi fluktuasi keuangan.

1.5 Tujuan Penelitian


(19)

1. Untuk menentukan harga pokok produksi perhiasan perak secara akurat.

2. Untuk mengetahui penyimpangan HPP perusahaan bila dibandingkan dengan HPP metode ABC.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari menentukan harga pokok produk ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Mahasiswa

Untuk dapat menerapkan teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang berkaitan dengan pengendalian produksi di perusahaan.

2. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan untuk perusahaan didalam mengatur tenaga kerja untuk melaksanakan proses produksi.

3. Bagi Universitas

Sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi penelitian yang akan datang.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini membantu agar penulisan skripsi lebih terarah pada masalah yang dibahas sehingga tidak menyimpang dari ketentuan dan tujuan yang ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan maksud penelitian, asumsi yang digunakan, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.


(20)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang berhubungan dalam berkenaan dengan topik yang dibahas dan akan dipakai sebagai dasar dalam menganalisa dan menyelesaikan masalah.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi lokasi dan waktu penelitian, langkah-langkah penelitian, langkah-langkah analisa penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi data hasil penelitian serta pengolahan perhitungan data dan analisis terhadap hasil yang diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan memberikan saran-saran yang berguna untuk PT. X sehubungan dengan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penentuan Harga Pokok Produk

Selama ini pada umumnya perusahaan menentukan harga pokok produknya dengan menggunakan metode tradisional tetapi untuk menghitung harga pokok produk dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sistem biaya tradisional dan Activity Based Costing (ABC).

2.1.1 Sistem Biaya Tradisional

Untuk memahami dan menyelesaikan perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan sistem biaya Tradisional diperlukan beberapa pemahaman tentang pokok pokok dasar dan aspek - aspek ekonomi yang meliputi :

a. Pengertian Akutansi Biaya.

Akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian. Akuntansi biaya merupakan suatu sistem dalam organisasi yang berfungsi dalam pencatatan, penyajian, dan analisis data biaya yang membantu kegiatan manajemen dalam proses penyelesaian tugas sebagai berikut (Matz Usry, 1992 : 10-11)

1) Menyusun dan melaksanakan rencana dan anggaran operasi perusahaan. 2) Menetapkan metode kalkulasi biaya dan prosedur pengendalian biaya.

3) Menentukan nilai persediaan dalam rangka kalkulasi biaya dan penetapan harga.


(22)

4) Menghitung biaya dan laba perusahaan pada periode akuntansi tertentu. 5) Memilih alternatif terbaik yang bisa menaikkan pendapatan atau menurunkan

biaya.

Sedangkan menurut Mulyadi (Mulyadi, 1992 : 6-7) Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara – cara beserta penafsiran terhadapnya. Proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, penyajian, serta penafsiran informasi biaya adalah tergantung untuk siapa proses itu ditujukan. Proses akuntansi biaya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai luar perusahaan harus memperhatikan karakteristik keuangan. Sedang yang ditujukan utnuk memenuhi kebutuhan dalam perusahaan, harus memperhatikan karakteristik akuntansi manajemen .Akutansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu sebagai pengendali biaya , penentuan harga pokok dan pengambilan keputusan khusus. Untuk memenuhi tujuan penentuan harga pokok produk akuntasi biaya mencatat,, pengolongkan dan meringkas biaya – biaya pembuatan produk.Akuntansi Biaya menganalisa perusahaan untuk membantu manajemen dalam pengawasan biaya.

2.2Klasifikasi Biaya

Manajemen dalam mengelola perusahaan memerlukan data biaya yang akurat. Biaya yang akurat memungkinkan dapat ditentukannya harga pokok produk secara teliti dan tepat. Untuk menentukan harga pokok secara teliti maka biaya


(23)

perlu diklasifikasikan. Berdasarkan dalam hubungannya dengan fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan biaya terdiri atas :

2.2.1 Biaya Pabrikasi (manufacturing cost)

Biaya pabrikasi merupakan biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi dari fasilitas produksi atau pabrik. Biaya pabrikasi terdiri dari biaya pabrikasi langsung (direct manufacturing cost) dan biaya pabrikasi tidak langsung

(indirect manufacturing cost).

A) Biaya pabrikasi Langsung (direct manufacture cost)

Biaya pabrikasi langsung adalah biaya pabrikasi yang dapat secara langsung ditelusuri pada setiap produk yang diproduksi. Pada perusahaan dengan produk tunggal, seluruh biaya pabrikasi ditelusuri pada produk. Sedangkan pada perusahaan dengan banyak produk, terdapat dua tipe biaya pabrikasi langsung yaitu biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung, yang diperlukan dalam proses transformasi bahan baku menjadi produk akhir.

1. Biaya bahan langsung (direct material cost)

Biaya bahan langsung adalah biaya yang berkaitan dengan keseluruhan bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi. Dasar pertimbangan dalam pengelompokkan bahan baku ke dalam biaya bahan langsung adalah kemudahan penelusurannya dalam proses pengubahan bahan baku hingga menghasilkan produk akhir.


(24)

2. Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost)

Biaya tenaga kerja langsung adalah upah dari tenaga kerja yang dikerahkan secara langsung untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Biaya ini dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jumlah produk yang dihasilkan.

B) Biaya Pabrikasi Tidak Langsung (indirect manufacturing cost)

Biaya pabrikasi tidak langsung adalah biaya pabrikasi yang tidak dapat ditelusuri secara langsung pada produk. Biaya pabrikasi tidak langsung dikelompokkan dalam satu kategori yaitu biaya overhead pabrik.

Biaya ovehead pabrik (manufacturing overhead cost) meliputi semua komponen biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung, yaitu biaya dari bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung dan semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan secara langsung ke produk, seperti biaya penyusutan fasilitas pabrik, pengangkutan material, pajak property, sarana utilitas, keamanan, dll.

1. Biaya bahan tidak langsung (indirect material cost)

Biaya bahan tidak langsung adalah bahan-bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk dengan jumlah yang dikonsumsi relatif kecil sehingga tidak dapat digolongkan sebagai bahan langsung.

2. Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor cost)

Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan tenaga kerja yang dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi pembuatan produk jadi. Biaya tenaga


(25)

kerja tidak langsung meliputi gaji penyelia, klerk gudang, dan kegiatan tenaga kerja lain yang tidak berkaitan secara langsung dengan proses produksi.

2.2.2 Selain Biaya Pabrikasi (non manufacturing cost)

Terdapat dua kategori biaya non-manufacturing yaitu biaya pemasaran

(marketig cost) dan biaya administrasi (administrasi cost).

A ) Biaya Pemasaran

Biaya pemasaran merupakan biaya yang diperlukan dalam kegiatan mendistribusikan dan memasarkan produk atau jasa, yang meliputi seluruh biaya dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pemasaran, yaitu :

1. Biaya untuk memperoleh pesanan (order getting cost)

Biaya memperoleh pesanan meliputi semua biaya yang terjadi dalam rangka untuk mencari atau memperoleh pesanan dari pembeli kepada perusahaan. Dari segi fungsi biaya ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :

a) Biaya promosi dan advertise, meliputi gaji bagian promosi dan advertise, perlengkapan bagian promosi, pembuatan contoh produk, biaya advertasi pada berbagai media, dll.

b) Biaya penjualan, meliputi gaji staft penjualan, komisi bagian penjualan, perlengkapan kantor, biaya telpon dll.

2. Biaya untuk memenuhi pesanan (order filling cost)

Biaya memenuhi pesanan meliputi semua biaya yang terjadi dalam rangka memenuhi pesanan yang diterima dari pembeli. Dari segi fungsinya biaya ini dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu :


(26)

a) Biaya gudang dan penyimpanan, meliputi: gaji bagian gudang, perlengkapan bagian penyimpanan produk gelang, perbaikan dan pemeliharan gudang, penyusutan gudang dan peralatannya, asuransi gudang, penerangan gudang. dll.

b) Biaya pengemasan dan pengiriman, meliputi: gaji bagian pengemasan dan pengiriman, perlengkapan bagian pengepakan dan pengiriman, biaya transportasi produk yang dijual, biaya penyusutan kendaraaan, reparasi dan pemeliharaan peralatan pengemasan dan pengiriman produk, dll. c) Biaya pemberian kredit dan pengumpulan piutang, yang meliputi gaji

bagian pemberian kredit dan pengambilan piutang, perlengkapan kantor, penyusutan dan pemeliharaan peralatan dll.

d) Biaya administrasi penjualan, meliputi gaji bagian administrasi penjualan, perlengkapan kantor, pemeliharaaan dan penyusutan peralatan, dll.

B) Biaya Administrasi

Biaya administrasi meliputi seluruh biaya yang berhubungan dengan kegiatan admnistrasi umum dalam organisasi yang tidak dapat dibebankan pada kegiatan pemasaran dan pabrikasi. Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang terjadi dan berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum. Meliputi biaya yang berhubungan dengan penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengarahan, dan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan secara keseluruhan

Termasuk dalam biaya administrasi dan umum adalah biaya bagian direktur dan staf, bagian umum dan personalia, bagian humas dan hukum, bagian


(27)

keuangan, bagian akuntansi, dan sebagainya. Berdasarkan tingkat variabilitasnya, biaya administrasi dan umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Biaya tetap, yaitu biaya administrasi dan umum dengan jumlah keseluruhan tetap, tidak terpengaruh oleh perubahan volume poduksi atau kegiatan sampai dengan tingkatan aktivitas tertentu. Misalnya biaya gaji, biaya penyusutan aktiva tetap, dan biaya tetap lainnya.

2. Biaya variabel, yaitu biaya administrasi dan umum yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding dengan perubahan volume atau kegiatan, semakin besar volume kegiatan maka biaya akan meningkat. Misalnya: biaya perlengkapan kantor, premi dan insentif, dan biaya variabel lainnya.

2.3 Sistem Pembebanan Biaya Tradisional

Secara konseptual sistem pembebanan biaya tradisional adalah suatu sistem dimana bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung dibebankan pada obyek biaya actual atau produk, dan overhead pabrikasi yang ditetapkan dengan menggunakan tarif yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Semua biaya tersebut digabung dan kemudian dibagi dengan jumlah unit produk yang dihasilkan untuk mendapatkan harga pokok produk, dalam penentuan harga pokok produk ini terdapat dua metode yaitu Full Cost dan Variabel Cost

2.3.1 Metode Penentuan Harga Pokok Produk

Metode penentuan harga pokok produk adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produk, dalam sistem akuntansi biaya


(28)

tradisional terdapat dua metode yang dipergunakan untuk menentukan harga pokok produk yaitu metode harga pokok penuh (full costing) atau absorption

costing dan metode harga pokok variabel (variabel costing)

a. Metode Harga Pokok Penuh (Full Cost)

Adalah metode penentuan harga pokok produk dengan memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga produk, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (variabel maupun tetap) : yang dibebankan pada produk dengan berdasarkan tarif yang telah ditentukan

(predetermine rate) serta dialokasi berdasarkan volume produksi. Dengan

demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini :

Biaya Bahan Baku xxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx

Biaya overhead pabrik variabel xxx

Biaya overhead pabrik tetap xxx

Harga Pokok Produksi xxx

Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, biaya overhead variabel tetap, ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum)


(29)

b. Metode Harga pokok Variabel (Variable Costing)

Varibel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variabel costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini :

Biaya bahan baku xxx

Biaya tenaga kerja langsung xxx

Biaya overhead pabrik variabel xxx

Harga pokok produksi xxx

Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan variabel costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya non-produksi variabel (biaya pemesanan varibel dan biaya administrasi dan umum variabel) dan dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap).

2.3.2 Kalkulasi Biaya.

Prosedur kalkulasi biaya yang digunakan oleh perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi dua :


(30)

a. Kalkulasi Biaya Pesanan (Job order costing)

Dalam kalkulasi biaya produksi pesanan, biaya setiap pesanan yang diproduksi untuk seorang pelanggan tertentu atau biaya setiap tumpukan/lot yang akan dibebankan pada persediaan, akan dicatat dalam kartu biaya produksi pesanan (job order sheet) atau cukup dengan kartu biaya (cost sheet).kartu biaya ini merupakan catatan tambahan yang dikendalikan oleh perkiraan barang dalam proses. Walaupun berapa pekerjaan atau pesanan diproses dalam pabrik secara serentak, namun setaip kartu biaya dirancang untuk mengumpulkan biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik, yang dibebankan ke masing-masing pekerjaan.

Overhead pabrik yang tercatat dalam kartu biaya dihitung berdasarkan taksiran,

bukan berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan, jumlah biaya overhead tersebut dinamakan overhead pabrik yang dibebankan (Applied factory overhead) (Matz Usry, 1992 : 51).

b. Kalkulasi Biaya Proses (Process costing)

Metode biaya proses digunakan untuk barang-barang yang diproduksi melalui cara pengolahan yang berkesinambungan atau melalui proses produksi massal. Keadaan seperti ini terdapat dalam perusahaan industri yang menghasilkan komoditi seperti plastik, minyak bumi, tekstil, baja, gula, dll. Metode biaya proses memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Matz Usry, 1992 : 75) 1. Biaya-biaya dibebankan pada perkiraan barang dalam proses pada tiap


(31)

2. Suatu laporan biaya produksi digunakan untuk mengumpulkan, mengikhtisarkan, dan menghitung biaya per unit dan biaya total. Biaya per unit diperoleh dengan membagi jumlah biaya yang dibebankan pada sebuah departemen dengan jumlah produksi departemen tersebut pada suatu periode tertentu.

3. Barang dalam proses pada akhir periode akan dinilai kebali dalam satuan unit ekuivalen.

4. Biaya-biaya dari unit yang telah diselesaikan pada sebuah departemen akan ditransfer ke departemen pengolahan brikutnya dengan maksud agar pada akhirnya dapat diperoleh biaya total untuk barang jadi selama satu periode dan biaya yang harus dibebankan pada barang dalam proses.

2.3.3 Pengalokasian Biaya Overhead.

Pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk berdasarkan unit related

cost driver (volume produk dan jam tenaga kerja langsung) mengakibatkan distorsi (penyimpangan) dan subsidi silang , terutama untuk perusahaan yang

menghasilkan multi produk.

Metode alokasi biaya dua tahap pada sistem biaya tradisional mendistribusikan biaya overhead produksi ke produk dengan menggunakan dasar aplikasi yang disebut dengan unit based measure (pengukuran berdasarkan jumlah unit), yaitu jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung , jam mesin, biaya bahan baku langsung, atau dibebankan secara merata pada seluruh produk yang dihasilkan.


(32)

Sistem biaya tradisional ini menggunakan pembebanan biaya dua tahap , tahap pertama biaya overhead produksi didistribusikan ke pusat pusat biaya (cost

center). Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasi dalam tiap-tiap pusat biaya

dialokasikan ke produk dengan menggunakan pemacu unit based yang telah ditentukan tadi.

Biaya overhead pabrik adalah seluruh biaya produksi yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai biaya bahan baku langsung atau biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik dapat pula diidentifikasi sebagai seluruh biaya produksi yang tidak dapat dilacak atau tidak perlu dilacak ke unit produksi secara individual. Biaya overhead pabrik dapat digolongkan dengan tiga penggolongan : 1. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut sifatnya.

Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan :

 Biaya Bahan penolong

Bahan penolong adalah bahan ynag tidak menjadi bagian dari produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.

 Biaya Reparasi dan Pemeliharaan

Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang (sparepart), biaya bahan habis pakai (factory supplies) dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan


(33)

perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan equiepmen, kendaraan, perkakas, dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik.

 Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. Biaya tenaga kerja tidak langsung termasuk terdiri dari upah, tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung tersebut. Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari :

฀ Karyawan yang bekerja dalam departemen pembantu, seperti

departemen-departemen pembangkit tenaga listrik, bengkel dan departemen gudang.

฀ Karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, seperti kepala departemen produksi, karyawan administrasi pabrik, mandor.

 Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap.

Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya pemeliharaan mesin-mesin, bangunan pabrik dan equipment pabrik, perkakas dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.

 Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu.

Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya asuransi gedung, asuransi mesin dan equipment, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan dan lain lain.

 Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai.


(34)

Biaya overhead pabrik yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN dan sebagainya.

2. Penggolongan overhead pabrik lain secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai.

Dalam penggolongan ini, biaya overhead pabrik dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

a. Biaya overhead pabrik tetap : biaya overhead pabrik yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu.

b. Biaya overhead pabrik variable : biaya overhead pabrik yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

c. Biaya overhead pabrik semivariabel : biaya overhead pabrik yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Untuk keperluan penentuan tarif biaya overhead pabrik dan untuk pengendalian biaya , biaya overhead pabrik yang bersifat semi variabel dipecah menjadi dua unsur : biaya tetap dan biaya variabel.

3. Penggolongan Biaya Overhead Pabrik Menurut Hubungannya dengan departemen.

Dalam penggolongan ini, biaya overhead dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :


(35)

a. Biaya overhead pabrik langsung departemen : biaya yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati oleh departemen tersebut. Contoh biaya ini adalah gaji mandor departemen produksi, biaya depresiasi mesin, dan biaya bahan penolong.

b. Biaya overhead pabrik tidak langsung departemen adalah biaya overhead pabrik yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Contoh biaya ini adalah biaya depresiasi, pemeliharaan dan asuransi gedung pabrik.

2.3.4 Metode pembebanan biaya overhead pabrik. Sistem biaya tradisional terdapat dua metode dalam membebankan biaya

overhead pabrik yaitu metode Plantwide rates dan Departemental rates :

a. Metode Plantwide rates.

Metode umum untuk membebankan biaya overhead ke produk adalah menghitung tarif pabrik secara keseluruhan (Platwide rates). Pada tahap awal dalam metode plantwide rate, seluruh biaya overhead pabrikasi diakumulasikan pada satu pusat biaya yaitu plantwide pool. Biaya overhead dibebankan pada pusat biaya secara sederhana yaitu dengan menjumlahkan semua biaya overhead yang diidentifikasikan dari buku besar (general ledger).

Pada tahap ini obyek biaya adalah seluruh fasilitas pabrik dan penelusuran langsung dilakukan untuk membebankan biaya pada pusat biaya tersebut. Tahap selanjutnya adalah menentukan plantwide rates dengan mempergunakan pemicu biaya tunggal (single cost driver), pada umumnya menggunakan dasar jam tenaga


(36)

kerja langsung dan produk diasumsikan mengkonsumsi overdhead dari sumber daya berdasarkan proporsi penggunaan tenaga kerja langsung (direct labor hours) atau pemicu lain yang ditetapkan.

Tahap kedua dari metode pembebanan Plantwide rates adalah membagikan seluruh biaya pada setiap produk dengan mengalikan plantwide rate dengan konsumsi actual produk.

b. Metode Departemental Rates

Pada metode ini, biaya overhead dibebankan pada departemen produksi secara individual dengan membuat pusat biaya berdasarkan departemen, hal ini bergantung dari kondisi perusahaan. Obyek biaya pada tahap pertama prosedur pengalokasian biaya overhead adalah departemen-departemen, biaya overhead dibebankan secara langsung dengan menggunakan penelusuran berdasarkan pemicu biaya atau pengalokasian secara langsung. Selanjutnya setelah biaya overhead dialokasikan pada setiap departemen-departemen yang dibentuk, ditentukan departemen rates berdasarkan unit based driver.

Pemicu biaya yang dipergunakan ditentukan oleh sifat dari departemen-departemen tersebut, pada depatemen dimana faktor tenaga kerja lebih dominan

(labor intensive department) dipergunakan jam tenaga kerja langsung sebagai

pemicu, sedangkan pada departemen dengan faktor mesin yang lebih berpengaruh

(machine intensive department) digunakan jam mesin sebagai dasar alokasi biaya

overhead. Tahap kedua dari metode ini adalah membebankan biaya overhead pada produk dengan mengalikan departemen rates dengan jumlah pemicu yang terjadi


(37)

(activity driver) pada departemen-departemen. Sedangkan total biaya overhead

yang akan dibagikan pada produk merupakan penjumlahan biaya dari setiap departemen.

2.3.5 Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Dengan semakin majunya manufacture maka terjadi perubahan yang

drastis dalam memproduksi dan memasarkan produk atau jasa pada perusahaan, sehingga akuntansi biaya tradisional tidak mampu lagi menyediakan informasi yang dapat menyimbolkan kegiatan pabrik .

Menurut Robin Cooper (Robin Cooper and Robert S, Kaplan,1991, h 82-83) kelemahan-kelemahan dari akuntansi biaya tradisional adalah sebagai berikut (Supriyono, 1997 : 572) :

1. Hanya menggunakan jam tenaga kerja langsung (atau biaya tenaga

kerja langsung) sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Dalam pabrik yang telah menggunakan banyak peralatan yang dikendalikan dengan komputer, tenaga keja langsung menjadi berkurang. Tenaga kerja yang ahli di bidang informasi merancang perangkat luak untuk menjalankan peralatan yang dikendalikan dengan komputer.

2. Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan

untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas kuantitas produk yang diproduksi. Metode


(38)

pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk ini disebut unit based systems. Dalam metode ini biaya overhead pabrik dianggap proporsional dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Akuntansi biaya tradisional yang membebankan biaya overhead pabrik atas dasar jam tenaga kerja langsung atau tenaga kerja langsung akan menghasilkan informasi biaya produk yang mengandung quantity distortion, karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak secara sempurna proporsional dengan konsumsi sesungguhnya sumber daya oleh produk. Sebagai contoh, produk yang menggunakan banyak tenaga kerja langsung dalam proses produksinya seringkali dibebani biaya terlalu besar (overcosted) jika jam tenaga kerja langsung digunakan sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk.

3. Pusat biaya terlalu besar dan berisi mesin yang memiliki struktur biaya overhead yang sangan berbeda. Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk melalui tiga tahap. Tahap pertama, biaya overhead pabrik dikumpulkan dalam pusat biaya, baik departemen pembantu maupun departemen produksi. Tahap kedua, biaya overhead departemen pembantu dialokasikan kepada departemen produksi menggunakan dasar alokasi tertentu. Tahap ketiga, biaya overhead pabrik yang telah melalui agregasi tahap kedua, dibebankan kepada produk atas dasar jam tenaga kerja langsung , jam mesin, atau biaya tenaga kerja langsung. Karena biaya overhead dibebankan kepada produk melalui agregasi, bukan berdasarkan konsumsi sumberdaya oleh kegiatan untuk


(39)

menghasilkan produk, maka akuntasi biaya tradisional menimbulkan price

distortion.

4. Biaya pemasaran dan penyerahan produk dan jasa sangat berbeda di

antara berbagai saluran distribusi, namun sistem akuntansi biaya tidak mempedulikan biaya pemasaran. Akuntasi biaya tradisional dirancang dan dikembangkan pada masa fungsi produksi dominan dalam perusahaan. Dengan semakin rumitnya fungsi pemasaran dalam perusahaan, akuntansi biaya tetap hanya menitik beratkan pada akumulasi dan penyajian informasi biaya produksi saja. Akuntansi biaya hanya sedikit memperdulikan biaya pemasaran, sehingga manajemen tidak memperoleh iformasi biaya yang memungkinkan mereka menganalisis profitabilitas saluran distribusi, metode pemasaran, order size, daerah pemasaran dan sebagainya.

2.4 Konsep Dasar Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based

Costing)

2.4.1 Definisi Akuntansi Aktivitas

Pengertian dari aktivitas menurut Brimson (1992) adalah sebagai berikut (Supriyono, 1997: 627). Aktivitas adalah suatu kombinasi antara manusia, teknologi, bahan baku, metode-metode, dan lingkungan, yang menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu. Sedangkan Akuntansi aktivitas adalah suatu proses pengumpulan, penelusuran data biaya (cost) dan kinerja ke aktivitas perusahaan, dan menyediakan pembandingan hasil nyata terhadap biaya yang direncanakan untuk memulai tindakan perbaikan jika diperlukan.


(40)

Fokus akuntansi aktivitas adalah untuk memahami biaya dan kinerja dari suatu aktivitas yang penting dan menelusur aktivitas-aktivitas ke tujuan biaya akhir, seperti produk, pelanggan dan fungsi-fungsi. Dengan kata lain, akuntansi aktivitas menentukan pola penggunaan sumberdaya oleh aktivitas. Informasi aktivitas dijadikan dasar bagi penyusunan sisitem manajemen biaya (cost

management system). Selanjutnya Brimson menerangkan hubungan antara

akuntansi aktivitas dengan manajemen biaya sebagai berikut : Akuntansi aktivitas adalah dasar bagi suatu sistem manajemen biaya, sedangkan manajemen biaya adalah analisa aktivitas-aktivitas untuk menentukan kumpulan kombinasi terbaik dari aktivitas dantingkat pembebanan sumberdaya yang optimal bagi aktivitas.

Analisa aktivitas dimaksudkan sebagai proses penguraian suatu perusahaan ke dalam segmen-segmen yang dapat dikelola untuk analisa terinci mengenai biaya dan kinerja. Suatu teknik yang digunakan untuk menyediakan informasi biaya produk bagi manajemen disebut activity based costing (penentuan harga pokok berbasis aktivitas). Selanjutnya tentang sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas, Johnson (1989) menggambarkannya sebagai berikut (Supriyono, 1997: 628):

a) Aktivitas mengkonsumsi sumberdaya menyebabkan biaya. Produk menyerap biaya-biaya dengan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mendesain, merekayasa, memproduksi, menjual, mengantarkan dan pelayanan.

b) Biaya-biaya ditelusur ke produk melalui aktivitas-aktivitas. Biaya-biaya produksi melengkapi informasi nonfinansial yang digunakan manajer


(41)

operasional untuk mencapai pengendalian dan kekompetitifan dalam aktivitas operasi.

c) Activity based costing berlawanan dengan penentuan harga pokok tradisional

yang mengasumsikan bahwa produk menyebabkan biaya-biaya tidak langsung dengan mengkonsumsi pemacu (misalnya jam kerja langsung) yang digunakan untuk mendistribusikan biaya-biaya tidak langsung ke produk. d) Activity based costing mengatasi masalah-masalah distorsi biaya produk

dalam sistem tradisional, yang timbul dari penggunaan perata-rataan yang terlalu menyeluruh yang digunakan untuk mendistribusikan biaya-biaya tidak langsung ke masing masing produk.

Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas diperlukan untuk menghadapi distorsi biaya produk yang disebabkan oleh sisitem tradisional jika perusahaan menggunakan suatu basis tunggal yang berkaitan dengan volume produksi (misalnya, jam tenaga kerja langsung, dan biaya tenaga kerja langsung) untuk mengalokasikan biaya-biaya overhead ke berbagai produk.

a. Elemen – Elemen Aktivitas

Elemen aktivitas terdiri dari kejadian, transaksi, pemacu biaya, sumber daya, aturan-aturan bisnis, proses aktivitas, dan ukuran keluaran aktivitas. Selanjutnya pemahaman aktivitas dapat ditingkatkan dengan mengetahui elemen-elemennya. Penjelasan mengenai definisi dan hubungan antara elemen-elemen aktivitas adalah sebagai berikut (Supriyono, 1997: 649):


(42)

1) Kejadian.

Kejadian, adalah akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindakan eksternal ke aktivitas. Jadi, dalam hal ini kejadian memicu pelaksanaan aktivitas. 2) Transaksi.

Transaksi, adalah aliran informasi yang berkaitan dengan dokumen fisik atau elektronik. Sebelum kejadian berhubungan dengan aktivitas, kejadian berhubungan terlebih dahulu dengan transaksi. Sebagai bukti bahwa transaksi telah terjadi dibuatlah suatu dokumen. Transaksi terjadi pada awal atau akhir suatu aktivitas.

3) Sumberdaya.

Sumberdaya adalah faktor produksi, yaitu tenaga kerja, teknologi, perlengkapan, informasi, dan sebagainya yang berasal dari luar perusahaan atau dari dalam perusahaan sendiri yang diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas. Sumberdaya yang berasal dari dalam perusahaan merupakan keluaran dari suatu aktivitas yang menjadi masukan bagi aktivitas yang lain. Dalam pelaksanaan suatu aktivitas, hanya ada satu kejadian yang memicunya, sedangkan masukan yang lain hanya pemasok informasi. Mengelola masukan pemicu tunggal menjadi penting karena kejadiannya memicu pelaksanaan aktivitas. Cost driver (pemacu biaya) adalah suatu faktor yang menimbulkan atau mempengaruhi biaya. Faktor ini merupakan penyebab utama tingkatan aktivitas (misalnya banyaknya komponen aktif akan mempengaruhi perencanaaan dan pengendalian produksi, manajemen persedian, dan kontrak dengan pemasok).


(43)

4) Proses.

Proses, adalah cara aktivitas dilakukan yang merupakan kombinasi manusia,teknologi, bahan baku, metode-metode dan lingkungan yang menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu. Proses meliputi semua jenis operasi dan tugas sistematis yang berperan didalam transformasi masukan menjadi keluaran.

5) Aturan-aturan bisnis.

Aturan-aturan bisnis, adalah sarana untuk mengendalikan aktivitas-aktivitas. Didalam aturan bisnis terdapat tujuan-tujuan, strategi, dan peraturan yang mengatur aktivitas. Aturan dapat berbentuk kebijakan, prosedur, petunjuk bisnis dan lain-lain. Pengendalian bagi aktivitas diperlukan untuk mengatur transformasi masukan menjadi keluaran. Tujuan pengendalian aktivitas adalah menjamin keseragaman kualitas keluaran seperti yang direncanakan.

6) Keluaran.

Keluaran, adalah hasil akhir transformasi sumberdaya oleh suatu aktivitas. Dalam hal ini keluaran bisa diartikan sebagai sesuatu yang diproduksi atau sesuatu yang diterima oleh pengguna aktivitas selanjutnya. Produk suatu aktivitas ditunjukkan dengan ukuran aktivitas. Ukuran aktivitas adalah suatu unit pengukuran kuantitatif yang dipilih sebagai pengganti tingkat aktivitas. Ukuran-ukuran keluaran dapat didasarkan pada suatu masukan atau keluaran aktivitas yang dianggap memacu biaya aktivitas secara linier. Misalnya masukan bagi aktivitas pembelian adalah permintaan


(44)

pembelian, dan keluarannya adalah order pembelian. Biaya aktivitas pembelian dapat dinyatakan sebagai biaya per permintaan pembelian atau order pembelian.

Interaksi antar berbagai elemen aktivitas itu, dimulai dengan adanya suatu kejadian. Suatu kejadian akan menyebabkan terjadinya transaksi, transaksi menghasilkan informasi bagi proses aktivitas. Dalam waktu yang sama, pemacu biaya mendorong terjadinya konsumsi sumberdaya untuk melakukan proses aktivitas yang dikendalikan oleh aturan-aturan bisnis. Selanjutnya proses transformasi sumberdaya menghasilkan keluaran berupa ukuran aktivitas dan produk sampingan. Secara umum hubungan antara elemenelemen aktivitas dapat

digambarkan sebagai berikut :


(45)

Beberapa definisi tentang Activity Based Costing Sistem menurut beberapa ahli manajemen adalah sebagai berikut ( Tunggal, AminW, 1995:20-24)

a) Menurut L. Gayle Rayburn , dalam bukunya Cost Accounting-Using

Management Approach)hal 117, ABC adalah:

ABC mengakui bahwa pelaksanaan aktivitas menimbulkan konsumsi sumber daya yang dicatat sebagai biaya.”Kalkulasi biaya berbasis transaksi” adalah nama lain untuk ABC. Tujuan ABC adalah mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasi biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.

b) Menurut Wayne J. Morse, James R. David dan Al, L. Hartgraves, dalam

bukunya Manajement Accounting (1991), hal 605, ABC adalah:

Pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya ke obyek biaya dengan dasar aktivitas yang menyebabkan biaya. ABC berdasarkan premis/dasar pemikiran bahwa aktivitas menyebabkan biaya dan biaya aktivitas harus dialokasikan ke obyek biaya dengan dasar aktivitas biaya tersebut dikonsumsikan. ABC menelusuri biaya ke produk dengan dasar aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.

c) Menurut Ray H. Garrison , dalam bukunya Management Accounting (1991),

hal 96, ABC adalah :

Suatu metode kalkulasi biaya yang menciptakan suatu kelompok biaya untuk setiap kejadian atau transaksi (aktivitas) dalam suatu organisasi yang berlaku sebagai pemacu biaya. Biaya overhead kemudian dialokasikan ke


(46)

produk dan jasa dengan dasar jumlah dari kejadian atau transaksi tersebut yang produk atau jasa dihasilkan.

d) Menurut T. Horngren, George Foster dan Srikant Datar , dalam bukunya Cos

Accounting-A Managerial Emphasis (1993),hal 939,ABC adalah:

suatu pendekatan kalkulasi biaya yang memfokus pada aktifitas sbagai obyek biaya yang fundamental.

e) Menurut Don. R. Hansen dan Maryanne M. Mowen dalam buku Management

Accounting (1992),hal 224 ABC adalah :

Suatu system kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktifitas dan kemudian ke produk.

f) Menurut Lane K. Anderson dan Harold M.SollenBerger dalam buku

Managerial Accounting (1992),halaman 97,ABC adalah :

suatu system akutansi yang memfokus pada aktifitas yang dilakukan untuk memproduksi produk.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa obyek biaya seperti produk atau jasa mengkonsumsi sejumlah aktivitas tertentu, sehingga dapat diketahui aktivitas apa saja yang mendukung suatu produk. Sedangkan aktivitas-aktivitas tersebut juga mengkonsumsi sejumlah sumber daya yang tertentu pula, sehingga dapat diketahui sumber daya apa saja yang menyusun suatu aktivitas. Dengan arah yang berlawanan maka biaya akan dapat ditelusuri ke aktivitas dan kemudian ke produk atau jasa. Secara logika model Activity Based Costing digambarkan sebagai berikut :


(47)

Gambar 2.2 Model Activity Based Costing secara logika

ABC membebani biaya ke produk atau kepada pelanggan berdasarkan sumberdaya yang dikonsumsi. Aktivitas mengkonsumsi sumberdaya dan produk mengkonsumsi aktivitas.

Dengan konsep dasar ABC sistem tersebut, biaya yang merupakan konsumsi sumber daya (seperti bahan baku, sumber daya manusia, teknologi, modal) dihubungkan dengan kegiatan yng mengkonsumsi sumber daya tersebut. Dalam buku manajemen Accounting, T. Lucy, 1992, hal. 33 ditulis

beberapa temuan berhubungan dengan penggunaan ABC sistem (Tunggal, Amin Widjaja, 1995 :24):

1. ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activity cause

cost), bukan produk dan produklah yang mengkomsumsi aktivitas.

2. ABC memfokus perhatian pada riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk .

3. ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggung jawab manajerial, dan juga dalam biaya produk.


(48)

4. ABC memberikan tolak ukur keuangan yang berguna ( misalnya tarif pemacu biaya/cost driver rates) dan tolak ukur non keuangan (misalnya , volume transaksi).

Penerapan sistem ABC ini akan meningkatkan biaya-biaya yang digunakan untuk menganalisa dan mengukur aktivitas, hal ini disebabkan penerapan sistem ini jauh lebih komplek dibanding sistem tradisional.

Ada beberapa manfaat dari Sistem Activity Based Costing adalah sebagai berikut : a) Mendukung pengambilan keputusan (managemet decision making). Karena

ABC melakukan penentuan biaya produk dengan akurat, maka pihak manajemen dapat mengambil keputusan dengan lebih baik dan tepat. Akurasi perhitungan biaya produk menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi seperti sekarang ini.

b) Mendukung perbaikan berkesinambungan (continous improvement). Melalui analisis aktivitas, ABC memungkinkan tindakan eliminasi atau perbaikan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas.

c) Kemudahan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction). Dalam sistem tradisional, banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi.


(49)

2.4.3 Asumsi – Asumsi dalam Activity Based Costing

Dalam penerapannya sistem biaya berdasarkan aktivitas mempergunakan asumsi-asumsi sebagai berikut (Cooper Kaplan, 1991 :269)

1. Aktivitas – aktivitas mengkonsumsi sumberdaya langsung maupun tidak langsung.

Aktivitas sebagai penyebab timbulnya biaya-biaya (activity cause cost). Biaya merupakan ukuran sumber daya yang dikonsumsi untuk setiap aktivitas dalam menghasilakan produk. Tahap pertama sistem ABC dilakukan dengan menelusuri biaya-biaya sumber daya penunjang atau tidak langsung ke aktivitas yang dilaksanakan sumber daya tersebut.

2. Produk-produk menciptakan permitaan untuk aktivitas.

Oleh karena pada tahap kedua prosedur ABC, biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan jumlah konsumsi atau permitaan produk-produk individual terhadap setiap aktivitas.

2.5 Tahapan – Tahapan Dalam Implementsi Sistem Biaya Berdasarkan

Aktivitas (Activity Based Costing)

Pada sistem biaya tradisional, pembagian biaya overhead meliputi dua tahap, dimana pada tahap pertama biaya overhead dibebankan pada unit organisasi yaitu berupa plantwide atau departemen dan selanjutnya membebankan biaya ke produk. Demikian pula pada sistem berdasarkan aktivitas prosedur pembagian

overhead juga terdiri dari dua tahapan, perbedaannya adalah pada tahap pertama


(50)

aktivitas-aktivitas perusahaan. Sedangkan pada tahap ke dua, setiap metode meliputi prosedur penelusuran dan pembebanan biaya overhead ke produk.

2.5.1 Tahap Pertama

Pada tahap pertama dalam penentuan harga pokok produk berdasarkan aktivitas meliputi empat langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasikan dan Mengklasifikasikan Aktivitas – Aktivitas

Pada tahap ini biaya dari masing – masing aktivitas dikelompokkan kedalam suatu cost pool (kelompok biaya). Identifikasi aktivitas – aktivitas yang luas dikelompokkan ke dalam empat kategori aktivitas yaitu :

a. Aktivitas-aktivitas berlevel Unit

Aktivitas berlevel unit adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung ,jam mesin dan jam listrik digunakan setiap saat satu produk dihasilkan. Bahan baku dan tenaga kerja langsung juga dikelompokkan sebagai aktivitas berlevel unit, namun tidak termasuk kedalam overhead. Biaya aktivitas berlevel unit adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang dihasilkan. Sebagai contoh adalah biaya listrik dan biaya operasi mesin.

b. Aktivitas-aktivitas berlevel Batch.

Adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch


(51)

produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah aktivitas set-up, penjadwalan produksi, pengelolaan bahan ,inspeksi. Biaya yang ditimbulkan dinamakan biaya aktivitas berlevel batch. Biaya berlevel bacth adalah biaya biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang dihasilkan, Biaya ini bervariasi dengan jumlah batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap batch. Contoh Biaya aktivitas ini adalah biaya aktivitas set up, biaya penjadwalan produksi, biaya pengelolaan bahan dan biaya inspeksi.

c. Aktivitas-aktivitas berlevel Produk

Adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk untuk diproduksi atau dijual. Aktivitas ini dapat diulacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktiviytas tersebut tidak dipengaruhi jumlah produk. Contoh adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk,perekayasaan proses,spesifikasi produk, perubahaan perekayasaan dan penigkatan produk. Biaya yang ditimbulkan dinamakan biaya aktivitas berlevel produk.Biaya aktivitas berlevel produk adalah biaya atas aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yng diproduksi perusahaan. Contoh biaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya


(52)

perekayasaan proses, biaya spesifikasi produk, biaya perubahan perekayasaan dan peningkatan produk.

d. Aktivitas berlevel fasilitas.

Adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan denagn volume produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Contoh aktivitas ini misalnya : manajemen pabrik , kebersihan, pajak bumi dan bangunan, serte depresiasi pabrik. Aktivitas manajemen pabrik bersifat administratif, misalnya aktivitas pengelolaan pabrik, karyawan. 2. Menentukan Cost Driver untuk masing – masing aktivitas.

Setelah pengklasifikasian berbagai aktivitas kedalam salah satu dari keempat kategori tersebut diatas, selanjutnya biaya dibebankan pada produk dengan menggunakan cost driver yang mencerminkan hubungan sebab-akibat antara konsumsi aktivitas dan biaya. Setiap kelompok aktivitas dapat dibentuk beberapa kelompok biaya (cost pool) dan setiap kelompok biaya digunakan satu cost driver. Sebagai contoh, kelompok aktivitas berlevel unit untuk membebankan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung dapat dibeban secara langsung pada setiap jenis produk, dengan kata lain cost

drivernya adalah unit produk. Sedangkan untuk biaya overhead pabrik dapat


(53)

Overhead berhubungan dengan bahan yang menggunakan cost driver

biaya bahan.

Overhead berhubungan dengan tenaga kerja yang menggunakan cost driver biaya tenaga kerja langsung.

Biaya overhead pabrik atas aktivitas berlevel batch dapat dikelompokkan kedalam misalnya :

 Overhead berhubungan dengan pengelolaan bahan yang menggunakan

cost driver jumlah perpindahan bahan.

Overhead berhubungan dengan setup yang menggunakan cost driver jumlah setup.

3. Menentukan Cost Pool Homogen

Setelah menentukan untuk setiap biaya dari aktivitas overhead, kemudian akan diperiksa apakah cost pool pada setiap kategori aktivitas ada yang homogen atau tidak. Kelompok biaya homogen (homogen cost pool) adalah sekumpulan biaya overhead yang terhubungkan secara logis dengan tugas – tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost driver tunggal. Jadi agar dapat dimasukkan kedalam suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas – aktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Rasio komsumsi adalah proporsi masing – masing aktivitas yang dikonsumsi untuk setiap produk. Rasio tersebut dihitung dengan cara membagi jumlah suatu aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah seluruh aktivitas.


(54)

Pengelompokan aktivitas berdasarkan level aktivitas yang sama maupun dengan berdasarkan cost driver yang sama

4. Menentukan pool rate untuk masing masing cost pool

Tarif Kelompok (pool rate) adalah tarif biaya overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas (cost pool)

B A PR 

Dimana PR = Pool rate

A = Homogenous cost pool

B = Cost driver tertentu untuk semua produk

2.5.2 Tahap Kedua

Tahap kedua ini menelusuri dan membebankan biaya tiap cost pool ke produk. Jadi biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak keberbagai jenis produk. Hal ini dilaksanakan dengan menggunakan dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk. Ukuran ini merupakan penyederhanaan kuantitas cost driver yang digunakan oleh setiap produk

+ + =

Biaya bahan langsung

Biaya Tenaga Kerja langsung

Biaya Overhead

Pabrik

Harga Pokok Produksi

BOP Per Unit = Total BOP/ Jenis Produk

Jumlah Unit Yang Diproduksi


(55)

Keterangan : Tarif kelompok adalah tarif biaya overhead perunit cost driver dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Sumber : Amin Widjaja Tunggal (1993:76)

2.5.3 Pemacu Biaya

Pengertian pemacu biaya menurut Brimson adalah suatu faktor yang kejadiannya menimbulkan biaya. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utana tingkat aktivitas, yang menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya. Pemacu biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis utama (Supriyono, 1997 : 652 ):

1) Pemacu – pemacu Biaya yang Berkaitan dengan Volume Produksi

Pemacu – pemacu biaya yang berkaitan dengan volume produksi adalah pemacu –pemacu biaya yang dianggap pemacu sejumlah biaya yang berkaitan dengan volume produksi. Pemacu biaya jenis ini telah mendominasi sistem akuntansi biaya tradisional. Sebagian besar biaya-biaya pemanufakturan dianggap berkaitan erat denagn pemacu biaya tersebut. Dalam hal ini variabilitas biaya-biaya pemanufakturan dianggap dapat diterangkan dengan besarnya jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, dan biaya bahan baku.

2) Pemacu – pemacu Biaya yang Tidak Berkaitan dengan Volume Produksi Pemacu biaya jenis ini dianggap memacu sejumlah biaya pemanufakturan, karena terdapatnya diversitas dan kompleksitas produk. Diversitas dan kompleksitas produk disebabkan oleh karena perusahaan memproduksi


(56)

berbagai macam produk dengan karakteristik yang berbeda-beda, baik karena kerumitan rancangan, ukuran volume produksi, ukuran bentuk, maupun karakteristik lainnya. Jika perusahaan memproduksi berbagai macam produk dengan batch (ukuran volume dan karakteristik tertentu) yang berbeda-beda, maka akan timbul sejumlah biaya yang terjadi karena pola aktivitas untuk memproduksi setiap jenis produk yang berbeda – beda. Dalam hal ini fokus pengukuran biaya diarahkan pertama-tama bukan ke produk, tetapi ke unit-unit yang menyebabkan aktivitas-aktivitas terjadi. Contoh pemacu – pemacu biaya yang tidak berkaitan dengan volume produksi :

a) Order pembelian. Banyaknya order pembelian yang dikeluarkan, dianggap memacu biaya – biaya penerimaan dan penanganan bahan baku.

b) Perintah perubahan perekayasaan (engineering change order). Banyaknya pemerintah perubahan perekayasaan produk-produk tertentu.

c) Putaran produksi (production run). Suatu putaran produksi biayanya memacu biaya-biaya seperti penjadwalan produksi, persiapan mesin (setup), dan inspeksi produksi.

d) Pengiriman (shipment). Banyaknya pengiriman yang dilakukan akan memacu biaya-biaya pengepakan dan pengiriman.

Biaya-biaya tersebut muncul bukan karena adanya perubahan volume produksi, tetapi karena diversitas dan komplesitas produk. Di dalam akuntansi aktivitas pemacu – pemacu biaya jenis kedua, memperoleh perhatian yang besar karena pemacu-pemacu biaya tesebut dapat digunakan untuk


(57)

menerangkan sebab -sebab timbulnya biaya, maka langkah-langkah perbaikan bersinambungan menjadi terdukung.

Ada dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih pemacu biaya, yaitu :

1) Biaya Pengukuran

Dalam sistem ABC, sejumlah besar cost driver dapat dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan, adalah sangat penting untuk memilih cost

driver yang menggunakan informasi yang siap tersedia. Informasi yang

tidak tersedia pada sistem yang ada sebelumnya berarti harus dihasilkan, dan akibatnya akan meningkatkan biaya sistem informasi perusahaan. Kelompok biaya (cost pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah kemungkinan cost driver. Untuk keadaan ini, cost driver yang dapat digunakan pada sistem informasi yang ada sebelumnya hendaknya dipilih. Pemilihan ini akan meminimumkan biaya pengukuran.

2) Pengukuran Tidak langsung dan Tingkat Korelasi

Pada struktur informasi yang ada sebelumnya dapat digunakan dengan cara lain untuk meminimukan biaya dalam memperoleh kuantitas cost

driver. Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengganti cost driver yang

secara langsung mengukur penggunakan suatu aktivitas dengan suatu cost


(58)

2.5.4 Prosedur pembebanan Biaya Overhead pada Sistem Tradisional dan Sistem ABC

A) Prosedur pembebanan Biaya Overhead pada Sistem Tradisional Sistem biaya tradisional mendistribusikan biaya overhead produksi ke produk dengan menggunakan dasar aplikasi yang disebut unit based

measures (pengukuran berdasarkan jumlah unit) , yaitu jam tenaga

kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku langsung, dibebankan secara merata pada seluruh produk yang dihasilkan. Sistem biaya tradisional ini menggunakan pembebanan biaya dua tahap, tahap pertama biaya overhead produksi didistribusikan ke pusat-pusat biaya. Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasi dalam tiap pusat biaya dialokasikan ke produk dengan menggunakan pemacu unit based tadi. Prosedur pembebanan atau pengalokasian overhead dua tahap secara tradisional ini dapat dilihat pada gambar 2.3

Biaya Energi Biaya Penggunaan Ruang

Biaya Tenaga Kerja Tidak langsung

Pusat Biaya 1 Pusat Biaya 2 Pusat Biaya 3

Produk 1 Produk 2 Produk 3

Tahap I

Mengalokasikan Biaya O v e r h e a d k e P u s a t Biaya

Tahap II

Mengalokasikan Biaya ke Produk

Sumber biaya tidak langsung lain


(59)

B) Prosedur pembebanan Biaya Overhead pada Sistem Activity Based

Costing

Sistem biaya berbasis aktivitas merupakan suatu sistem yang menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam kalkulasi biaya berbasis aktivitas tahap pertama, biaya sumberdaya pendukung (dalam hal ini biaya overhead pabrik) dibebankan ke aktivitas-aktivitas yang sesuai. Setelah biaya-biaya overhead dibebankan ke aktivitas, kemudian biaya-biaya aktivitas-aktivitas tersebut dikelompokkan ke beberapa cost poll (pengelompokan biaya) yang homogen. Setelah pengelompokan biaya

(cost pool) ditentukan, kemudian dapat dihitung suatu tarif untuk

masing-masing pool. Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya di dalam cost pool dengan suatu ukuran aktivitas yang dilakukan.Tarif pool ini juga berarti biaya per unit pemacu biaya.

Kemudian dalam tahap kedua, biaya biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau pemintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Biaya – biaya tiap pool aktivitas ditelusur ke produk dengan menggunakan tarif pool dan ukuran besarnya sumberdaya yang dikonsumsi oleh tiap produk. Ukuran besarnya sumberdaya tersebut adalah penyederhanaan dari kuantitas pemacu biaya yang dikonsumsi oleh tiap produk.

Biaya overhead pabrik yang dibebankan dari tiap cost pool ke tiap produk dihitung dengan rumus berikut :


(60)

Overhead yang dibebankan = Tarif Kelompok Jumlah pemacu biaya yang

dikonsumsi

Prosedur pembebanan biaya – biaya overhead menurut sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas, dapat dilihat pada gambar 2.4.

Departemen Set Up

Departemen persedian Bahan Baku

Departemen Pabrikasi

Set Up Mesin Tenaga KerjaLangsung Administrasi

Produk 1 Produk 2 Produk 3

Tahap I Identifikasi Aktivitas

Tahap II M e n e l u s u r i d a n Membebankan Biaya ke Produk

Sumber biaya tidak langsung lain

Aktivitas lain

Jenis produk lain

Rp/Set Up Rp / Jam TKL Rp / Unit

Gambar 2.4 Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas (Tunggal, Amin W, 1995 :227)

2.5.5 Keunggulan ABC Dibandingkan Dengan Sistem Tradisional

Menurut Amin Widjaja Tunggal (2003 : 26) keunggulan ABC dibanding system tradisional adalah :


(61)

1. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk mengkonsumsikan. Sistem tradisional mengalokasi overhead secara arbire berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif, dengan demikian gagal menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk individual.

2. ABC membagi konsumsi overhead kedalam empat kategori : unit, batch, produk, dan penopang fasilitas. Sistem tradisional membagi biaya overhead kedalam unit dan yang lain. Sebagai akibatnya ABC mengkalkulasi konsumsi sumber daya, tidak semata-mata pengeluaran organisional. ABC memfokus pada sumber biaya, tidak hanya dimana sumber biaya terjadi. Ini mengakibatkan lebih berguna untuk pengambilan keputusan. Manajemen dapat mengikuti bagaimanabiaya timbul dan menemukan cara-cara untuk mengurangi biaya.

3. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu. Sistem tradisional terutama memfokus pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba, dengan cukup akurat. Apabila sistem tradisional digunakan untuk penetapan harga dan untuk mengidentifikasi produk yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat diandalkan/dipercaya.

4. ABC memerlukan masukan dari seluruh departemen. Pwersyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.


(1)

4.2.3 Perbandingan Simpangan Harga Pokok Produksi

Setelah mendapatkan harga pokok produksi dengan menggunakan metode konvensional maupun metode ABC (Activity Based Costing), selanjutnya dilakukan perbandingan harga tersebut, apakah terjadi kelebihan penentuan harga pokok produksi (overcosting) atau terjadi kekurangan penentuan harga pokok produksi (undecosting) dengan mengetahui selisih dan distrosi biaya dengan rumusan sebagai berikut sebagai berikut :

Selisih = HPP ABC – HPP Konvensional

Distorsi = x100%

al Konvension HPP al Konvension HPP ABC HPP

Contoh perhitungan untuk produk Gelang HTT pada bulan Januari 2011 sebagai berikut :

HPP ABC = Rp 55,649.72

HPP Konvensional = Rp 57,154.61

Selisih = Rp 55,649.72 – Rp 57,154.61 = - 1,504.89

Distorsi = x100%

al Konvension HPP al Konvension HPP ABC HPP

= 100% 2.63%

61 . 154 , 57 61 . 154 , 57 72 . 649 , 55    x Rp Rp Rp

Adapun hasil perhitungan yang lain untuk tiap produk dan periode dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.28 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk Gelang HTT

Bulan HPP


(2)

Maret Rp 55,003.49 Rp 53,252.07 -1,751.42 -3.18% Overcosting

April Rp 57,623.64 Rp 54,943.56 -2,680.08 -4.65% Overcosting

Mei Rp 59,437.15 Rp 57,839.78 -1,597.37 -2.68% Overcosting

Juni Rp 58,741.53 Rp 56,907.94 -1,833.59 -3.12% Overcosting

Total Rp 346,525.14 Rp 337,409.06 -9,116.08 -2.63 % Overcosting

Tabel 4.29 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk KM

Tabel 4.30 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk VGE

Bulan HPP

Konvensional HPP ABC Selisih Distorsi (%) Keterangan Januari Rp 71,732.90 Rp 71,843.68 110.78 0.15% Undercosting Februari Rp 73,143.01 Rp 71,972.92 -1,170.09 -1.60% Overcosting Maret Rp 69,581.78 Rp 67,919.41 -1,662.37 -2.38% Overcosting April Rp 72,201.93 Rp 70,074.37 -2,127.56 -2.94% Overcosting

Mei Rp 74,015.44 Rp 72,451.06 -1,564.38 -2.11% Overcosting

Juni Rp 73,319.82 Rp 71,621.11 -1,69871 -2.31% Overcosting

Total Rp 433,994.88 Rp 425,882.55 -8,112.33 -1.86% Overcosting

Tabel 4.31 Perbandingan Kalkulasi Biaya HPP untuk MAR

Bulan HPP

Konvensional HPP ABC Selisih Distorsi (%) Keterangan Januari Rp 82,851.93 Rp 81,388.12 -1,463.81 -1.76% Overcosting Februari Rp 84,262.04 Rp 83,008.33 -1,253.71 -1,48% Overcosting Maret Rp 80,700.81 Rp 78,992.41 -1,708.40 -2.11% Overcosting April Rp 83,320.96 Rp 81,149.33 -2,171.63 -2.60% Overcosting

Mei Rp 85,134.17 Rp 85,719.99 585.82 0.68% Undercosting

Juni Rp 84,438.85 Rp 84,646.68 207.83 0.24% Undercosting

Total Rp 500,708.76 RP 494,904.86 -5,803.90 -1.159% Overcosting

Bulan HPP

Konvensional HPP ABC Selisih Distorsi (%) Keterangan Januari Rp 62,392.91 Rp 60,953.26 -1,439.65 -2.30% Overcosting Februari Rp 63,803.02 Rp 62,577.56 -1,225.46 -1.92% Overcosting Maret Rp 60,241.79 Rp 58,547.93 -1,693.86 -2.81% Overcosting April Rp 62,861.94 Rp 60,273.29 -2,588.65 -4.11% Overcosting Mei Rp 64,675.45 Rp 63,063.46 -1,611.99 -2,493% Overcosting

Juni Rp 62,392.91 Rp 63,155.79 762.88 1.22% Undercosting


(3)

4.3 Analisa dan Pembahasan

Dari hasil pengolahan data untuk menentukan harga pokok produksi dengan menggunakan metode konvensional dan metode ABC (Activity Based

Costing) didapatkan perbandingan biaya harga pokok produksi yang berbeda.

Dengan metode konvensional perusahaan telah menentukan harga pokok produksi yang berlebihan (overcosting) dan juga kekurangan (undercosting). Adapun harga pokok produksi untuk produk HTT , KM , VGE dan MAR bulan Januari hingga Juni 2011 ada yang berlebihan berlebihan dalam menentukan harga (overcosting) dan ada juga yang mengalami kekurangan penentuan harga (undercosting).

Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Untuk produk yang overcosting akan menyebabkan produk kalah bersaing dalam masalah harga di pasaran dengan produk yang sejenis dari perusahaan lain, sehingga permintaan semakin kecil dan susah untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Sebaliknya pada produk yang cenderung undercosting, maka perusahaan akan merugi karena harga pokok produksinya lebih rendah dari harga pokok produksi yang sebenarnya. Hal ini akan mengurangi laba yang akan diperoleh oleh produk tersebut.

Penetapan harga pokok produksi dengan menggunakan metode Activity

Based Costing pada kenyataannya lebih akurat dan jelas dari pada biaya konvensional (tradisional). Hal ini disebabkan sistem ABC memisahkan biaya overhead kedalam kelompok-kelompok biaya dengan pemacu biaya (cost driver)


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan :bahwa penetapan harga pokok produksi dengan menggunakan metode Activity Based Costing pada kenyataannya lebih akurat dan jelas dari pada biaya konvensional (tradisional). Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Untuk produk yang overcosting akan menyebabkan produk kalah bersaing dalam masalah harga di pasaran dengan produk yang sejenis dari perusahaan lain, sehingga permintaan semakin kecil dan susah untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Pada produk yang undercosting akan menyebabkan perusahaan merugi karena harga pokok produksinya lebih rendah dari harga pokok produksi yang sebenarnya. Hal ini akan mengurangi laba yang akan diperoleh oleh produk tersebut. Untuk gelang HTT terjadi penurunan sebesar Rp 9,116.08 atau 2.63% dari Rp 346,525.14 menjadi Rp 337,406.06 , Untuk gelang KM terjadi penurunan sebesar Rp 7,796.73 atau 2.07% dari Rp 376,368.02 menjadi Rp 368,571.29 , Untuk gelang VGE terjadi penurunan sebesar Rp 8,112.33 atau 1.86% dari Rp 433,994.88 menjadi Rp 425,882.55 , dan untuk gelang MAR terjadi penurunan sebesar Rp 5,803.90 atau 1.15% dari Rp 500,708.76 menjadi Rp 494,904.86.


(5)

5.2 Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh harga pokok produksi yang lebih akurat maka perusahaan

disarankan untuk memulai menerapkan perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode Activity Based Costing supaya dapat menghindari terjadinya penyimpangan biaya (overcosting dan undercosting) untuk tiap produk.

2. Perlu adanya keterbukaan perusahaan terhadap konsep-konsep baru yang

berkaitan dengan proses menuju continous improvement (pengembangan berkelanjutan) dan tidak perlu terpaku dengan konsep-konsep yang sudah ada, mengingat perkembangan informasi dan teknologi perlu diaplikasikan untuk mengimbangi persaingan yang ada.

 


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Amin Widjaja Tunggal, 2003, “Activity Based Costing : Untuk Manufacture dan

Pemasaran”, Havarindo, Jakarta.

Amin Widjaja Tunggal, 1992, “Activity Based Costing : Suatu Pengantar”, Rineka

Cipta, Jakarta.

Brimson , J., Activity Accounting : Activity Based Approach, Canada , John Wiley

& Son . Inc, 1991

Cokins,G.Helbing, J.Stration,A., 1996, “Sistem Activity Based Costing: Pedoman

Dasar Bagi Manager”, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Matz-Usry, 1992, “Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian”, Erlangga,

Jakarta.

Mulyadi, 1993, “Akuntansi Biaya”, STIE YKPN, Yogyakarta.

Mulyadi, 1997, “Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa”, BP

STIE YKPN, Yogyakarta.

Mulyadi, 2007, “Akuntansi Biaya, edisi 5 ”, BP STIE YKPN, Yogyakarta.

L. Gayle Rayburn, Unknown, “Cost Accounting- Using Management Approach”,

Unkown.

Supriyono, 1997, “Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen untuk Teknologi

Maju dan Globalisasi”, BPFE, Jakarta