Analisis alokasi investasi dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan di provinsi lampung
ANALISIS ALOKASI INVESTASI DALAM RANGKA
MENGATASI MASALAH KEMISKINAN
DI PROVINSI LAMPUNG
MARYAH ULFAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Alokasi
Investasi Dalam Rangka Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Maryah Ulfah
NIM H14100085
ABSTRAK
MARYAH ULFAH. Analisis Alokasi Investasi Dalam Rangka Mengatasi
Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh MANUNTUN
PARULIAN HUTAGAOL.
Provinsi Lampung merupakan daerah yang masih memiliki penduduk
miskin terbanyak kedelapan di seluruh Provinsi Indonesia pada tahun 2010, yaitu
sebesar 18.94 persen. Salah satu penyebab tingginya kemiskinan di Lampung
yaitu tingkat pengangguran yang relatif tinggi, hal itu dibuktikan pada tingkat
pengangguran tahun 2011 sebesar 5.78 persen. Tingkat pengangguran tersebut
menempati urutan kelima terbanyak di Pulau Sumatera. Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis alokasi investasi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan
pengangguran. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode 2010-2013.
Analisis dilakukan dengan Location quotient, Input-Output dan Indeks composit.
Hasil analisis menunjukan bahwa sektor unggulan yang didapatkan adalah sektor
pertanian serta sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Alokasi investasi
dapat diprioritaskan pada sektor industri pengolahan untuk meningkatkan
kesempatan kerja. Formulasi kebijakan pada penelitian ini meliputi alokasi dana
investasi sebaiknya memilih subsektor industri yang berbasis kuat, pemerintah
lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif serta adanya perlindungan dan
fasilitas penunjang untuk sektor industri pengolahan.
Kata kunci :
investasi, pengangguran, sektor unggulan
ABSTRACT
MARYAH ULFAH. Analysis of Investment Allocation Priority to Overcome The
Poverty Problem in Lampung Province. Supervised by MANUNTUN
PARULIAN HUTAGAOL.
Population of poor people in Lampung is the eight highest in Indonesia in
2010. High of unemployment rate is one of the causes of high poverty in
Lampung. The unemployment rate was the fifth highest in Sumatera in 2011. This
research is conducted to analyze the invesment allocation to overcome the poverty
and unemployment problem. This research uses secondary data in the period of
2010-2013. This analysis method used location quotient, input-output table and
composit index. The result of this research show that agriculture sector, financial
institution sector, real estate sector, business service sector are the leading sector
of Lampung Province. The invesment allocation can be prioritized in
manufacturing sector in order to increase employment. The policies formulated by
this research are that the invesment is better to be allocated in manufacturing
sector with a strong basis, the goverment need to create a condusive invesment
climate, protection, and facilities to support manufacturing sector.
Keywords: investment, unemployment, leading sector
ANALISIS ALOKASI INVESTASI DALAM RANGKA
MENGATASI MASALAH KEMISKINAN
DI PROVINSI LAMPUNG
MARYAH ULFAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juli 2014 ini
ialah kemiskinan, dengan judul Analisis Alokasi Investasi dalam Rangka
Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Rosib dan Nimih atas segala doa, dukungan dan
kasih sayang yang tak terhingga serta kakak-kakak dan mas atas doa, perhatian
dan motivasi kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S. selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi dan
kesabarannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr selaku dosen penguji utama yang telah
banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Deni Lubis, MA. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang
memberikan banyak masukan dan saran mengenai penyusunan skripsi yang
baik.
5. Seluruh dosen yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat berharga dan
segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2014
Maryah Ulfah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pengertian Kemiskinan
4
Pengangguran
5
Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
7
Pengertian Sektor Unggulan
9
Metode Analisis Location Quotient (LQ)
11
Model Input-Output
12
Penelitian Terdahulu
15
Kerangka Pemikiran
16
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Analisis Data
18
Definisi Operasional Data
22
GAMBARAN UMUM
24
Letak Astronomis, Luas Wilayah, Topografi dan Iklim
24
Kependudukan dan Tenaga Kerja
25
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
Sektor Ekonomi Unggulan dan Non Unggulan di Provinsi Lampung
27
Analisis Sektor Unggulan yang Menjadi Prioritas Utama
31
dalam Alokasi Investasi
31
SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan
37
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
41
50
DAFTAR TABEL
Tingkat pengangguran terbuka ( %) menurut provinsi, 2010 – 2012
Ilustrasi tabel input-output Sederhana
Rumus multiplier menurut tipe dampak
Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Lampung
Tahun 2011
5 Perkembangan penduduk usia kerja dan Pengangguran kabupaten/kota Provinsi
Lampung tahun 2012
6 Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dan kontribusi sektoral Provinsi
Lampung tahun 2010
7 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan di Provinsi Lampung,
Tahun 2010-2013
8 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator tenaga kerja Provinsi Lampung,
Tahun 2010-2013
9 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung
10 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung
11 Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Lampung
12 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Lampung
13 Indeks composit sebagai penentu sektor yang di Prioritaskan untuk alokasi Investasi
1
2
3
4
2
14
21
25
26
27
28
30
32
33
34
35
36
DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan nasional riil dan
penyerapan tenaga kerja
8
17
2 Kerangka Pemikiran
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Input-Output Provinsi Lampung Klasifikasi 9 Sektor
41
2 Klasifikasi Sektor-sektor Provinsi Lampung berdasarkan tabel Input-Output Provinsi
3
4
5
6
7
8
Lampung tahun 2010
Multiplier Tenaga Kerja
Multiplier Output
Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2010-2011
Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2010-2011
Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
42
44
45
46
47
48
49
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan dapat ditemukan di setiap negara, terutama negara berkembang.
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki tingkat
kemiskinan yang tinggi. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(2013), penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan,
tetapi penduduk miskin di Indonesia masih relatif banyak. Pada bulan Maret 2011
penduduk miskin sebesar 12.49 persen, bulan Maret 2012 sebesar 11.96 persen
dan bulan Maret 2013 sebesar 11.57 persen. Kemiskinan terjadi disebabkan oleh
rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tidak meratanya kesempatan kerja dan
adanya kesenjangan distribusi pendapatan.
Pada tahun 2010, Provinsi Lampung merupakan daerah yang masih
memiliki penduduk miskin terbanyak kedelapan di seluruh provinsi Indonesia.
Diurutan pertama Papua sebesar 36.8 persen, Papua Barat sebesar 34.88 persen,
Maluku sebesar 27.74 persen, Gorontalo sebesar 23.19 persen, NTT sebesar 23.03
persen, NTB sebesar 21.55 persen, NAD sebesar 20.98 persen dan Lampung
sebesar 18.94 persen (BPS 2011). Kemiskinan di Lampung sebesar 18.94 persen,
angka tersebut masih jauh dari kemiskinan nasional sebesar 13.33 persen.
Kemiskinan di Provinsi Lampung yang masih relatif tinggi, salah satunya
disebabkan oleh rendahnya pendidikan di Lampung, rendahnya pendapatan yang
diterima masyarakat karena Provinsi Lampung didominasi oleh pertanian dan
tidak meratanya kesempatan kerja di Lampung.
Kemiskinan sangat erat hubungannya dengan pengangguran, karena
pengangguran yang relatif tinggi akan mempengaruhi tingkat kemiskinan di
Provinsi Lampung. Pengangguran merupakan salah satu akar dari kemiskinan
sebab ketika seseorang menganggur, maka orang tersebut tidak dapat
menghasilkan pendapatan. Ketika pendapatan yang diterima masyarakat sedikit
maka kemiskinan akan semakin meningkat.
Pengangguran disebabkan oleh ketidakseimbangnya angkatan kerja dengan
penyerapan tenaga kerja. Tingginya kesenjangan antara angkatan kerja dengan
penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan tingginya jumlah pengangguran.
Berdasarkan Tabel 1 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Lampung
berfluktuatif, yakni pada Agustus 2010 sebesar 5.57 persen dan mengalami
peningkatkan pada Agustus 2011 sebesar 5.78 persen. Meski pada tahun 2012
sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2011, tetapi tingkat
pengangguran Lampung pada tahun 2011 merupakan jumlah kelima terbanyak di
Pulau Sumatera dan tingkat pengangguran tersebut masih jauh dari tingkat
pengangguran alamiah.
Tingkat pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang
alamiah dan tak mungkin dihilangkan, artinya jika tingkat pengangguran paling
tinggi 2-3 persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan
tenaga kerja penuh (Sadono Sukirno 2008). Pengangguran yang relatif tinggi di
Lampung disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih relatif rendah, Jumlah
masyarakat yang memiliki pendidikan SD dan tidak lulus SD sebesar 1.973.184
(BPS 2011). Selain itu, penyebab utama pengangguran di Lampung yaitu
2
peningkatan jumlah penduduk usia kerja, sehingga kebutuhan untuk bekerja terus
meningkat sedangkan penyedian kesempatan kerja terbatas (Saimul 2001).
Tabel 1 Tingkat pengangguran terbuka ( %) menurut provinsi, 2010 – 2012
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep.Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
Agustus 2010
8.37
7.43
6.95
8.72
6.90
5.39
6.65
5.63
4.59
5.57
Agustus 2011
7.43
6.37
6.45
5.32
7.80
4.02
5.77
3.61
2.37
5.78
Februari 2012
7.88
6.31
6.25
5.17
5.87
3.65
5.59
2.78
2.14
5.12
Sumber : BPS RI (2012).
Pengangguran dapat diatasi melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
Lapangan pekerjaan diciptakan satunya melalui investasi. Laporan perekonomian
Lampung 2010 menyebutkan bahwa dalam suatu perekonomian, penanaman
modal atau investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi
maupun perluasan tenaga kerja (BPS 2010).
Investasi memiliki peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi
bangsa, karena pembentukan modal akan dapat memperbesar kapasitas produksi,
menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam
hal ini akan semakin memperluas kesempatan kerja (Todaro, 2003). Oleh karena
itu, investasi di Provinsi Lampung perlu dilakukan agar pengangguran dapat
diatasi sehingga kemiskinan dapat berkurang. Investasi di Provinsi Lampung
dapat dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta maupun asing. Dana investasi
dari pemerintah terbatas oleh karena itu, perlu adanya pengalokasian investasi
pada sektor yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan.
Perumusan Masalah
Provinsi Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena
Lampung merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah
yang ada di Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa.
Lampung dapat dikatakan sebagai penyangga untuk pulau Jawa dan Sumatera, hal
itu dikarenakan Provinsi Lampung berada di antara Pulau Jawa dan Pulau
Sumatera. Lampung juga merupakan provinsi yang memiliki sumberdaya alam
yang besar.
Dibalik melimpahnya SDA di Lampung, Lampung memiliki masalah yang
serius yaitu kemiskinan. Penduduk miskin di Lampung berdasarkan statistik
daerah Provinsi Lampung 2013 yaitu pada tahun 2011 sebesar 16.93 persen, tahun
2012 sebesar 16.18 persen dan tahun 2013 sebesar 14.86 persen, salah satu
penyebab tingginya kemiskinan di Lampung adalah tidak meratanya kesempatan
kerja.
3
Berdasarkan data BPS Agustus 2011, tingkat pengangguran terbuka di
Lampung sebesar 5.78 persen. Angka tersebut menempati urutan kelima yang
memiliki pengangguran terbanyak di Pulau Sumatera dan angka tersebut masih
jauh dari tingkat pengangguran alamiah yang berkisar 2-3 persen. Jumlah
pengangguran yang tinggi tidak sejalan dengan strategisnya letak Provinsi
Lampung dan besarnya sumberdaya alam di Provinsi Lampung.
Tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Ketika
tingkat pengangguran mengalami kenaikan, maka secara otomatis tingkat
kemiskinan juga akan meningkat. Oleh karena itu, apabila pemerintah Provinsi
Lampung ingin mengurangi tingkat kemiskinan maka perlu terlebih dahulu
mengurangi jumlah pengangguran, sehingga untuk mengatasi masalah
pengangguran maka perlu penciptaan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan
dapat diciptakan salah satunya melalui investasi, tetapi dana investasi pada
umumnya terbatas, maka perlu pengalokasian sumber daya yang tepat. Menurut
Tarigan (2005), pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus
dapat menentukan skala prioritas tentang sektor apa yang perlu dikembangkan di
wilayah tersebut, berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala
prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah, karena
adanya keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran pemerintah.
Oleh karena itu, diperlukan penentuan sektor unggulan untuk memberikan
informasi sektor prioritas. Investasi dilakukan untuk mengatasi masalah
pengangguran di Lampung. Berdasarkan Uraian diatas maka permasalahan yang
diteliti adalah sebagai berikut:
1. Sektor apa saja yang merupakan sektor ekonomi unggulan dan non
unggulan di Provinsi Lampung ?
2. Apakah sektor unggulan dapat dijadikan prioritas untuk investasi dalam
rangka pengentasan kemiskinan ?
Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka tujuan penelitian
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan
dan non unggulan di Lampung
2. Menganalisis sektor unggulan yang menjadi proritas utama investasi
dalam rangka pengentasan kemiskinan
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul Analisis Alokasi Investasi dalam Rangka Mengatasi
Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Data yang digunakan mencakup data
PDRB Provinsi Lampung tahun 2010-2013, PDB Indonesia tahun 2010-2013, Jumlah
tenaga kerja Provinsi Lampung tahun 2010-2013, Jumlah tenaga kerja Indonesia
tahun 2010-2013, Tabel Input-output Provinsi Lampung tahun 2010. Untuk
menganalisis sektor unggulannya menggunakan Location Quetion. Kemudian untuk
menganalisis sektor unggulan yang menjadi prioritas utama dalam alokasi
4
investasi, yaitu menggunakan analisis keterkaitan, multiplier tenaga kerja dan
multipier output.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kemiskinan
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini,
dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total
penduduk (BPS 2013).
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang
memasukkan aspek sosial dan moral. BAPPENAS (2004) mendefinisikan
kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki
dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak
dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak dasar
seseorang atau sekelompok orang miskin Bappenas menggunakan beberapa
pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan
dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu
ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan
pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alatalat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara
langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini,
menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk
membedakan kelas sosialnya.
Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan
kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan
fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan
tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan
keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan
kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan
syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif
menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri.
Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan
sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi
5
kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan
manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila
dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan.
Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu
integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2)
ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of
emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik
secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup
dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal
lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam
hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan
menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya
sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati 2005), yaitu:
1) kemiskinan absolut adalah bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan
atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja
2) kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan
3) kemiskinan kultural adalah mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif
meskipun ada bantuan dari pihak luar
4) kemiskinan struktural adalah situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem
sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Pengangguran
Pengertian pengangguran menurut BPS adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data
pengangguran dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Konsep penganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari
pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja
(jobless). Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai
pengangguran terbuka (open unemployment) (BPS 2011).
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkaan kerja dan ingin
mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran
yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran
masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro
ekonomi yang paling utama (Todaro 2005). Pengangguran sering diartikan
6
sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal.
Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu :
a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja
setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35
jam selama seminggu.
c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang
sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup
banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha
secara maksimal.
Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan
perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment)
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan
corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa
diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat permintaan berkurang,
akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah.
c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)
adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara
pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut
pengangguran sukarela.
d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian
musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
1) Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi
akibat
perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
2) Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh
menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran
siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (agregat
demand).
Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain :
1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa
konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka
bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income
proverty rate dengan consumption poverty rate.
2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti
bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini,
maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan
kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam
jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan
7
pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan
masalah pengangguran yang ada.
Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses terjadinya peningkatan
output atau produksi barang dan jasa per kapita pada suatu negara. Pertumbuhan
ekonomi sangat erat kaitannya dengan output total (GDP) negara yang
bersangkutan. GDP digunakan untuk mengukur nilai pasar total dari output negara
yang bersangkutan. Dalam struktur tabel input-output, investasi merupakan
komponen yang termasuk ke dalam permintaan akhir, yang didapat dari
penjumlahan antara pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pengeluaran
agregat menunjukan besarnya output yang digunakan pada suatu negara,
komponen pengeluaran agregat terdiri dari Konsumsi (C), Investasi (I),
Pengeluaran Pemerintah (G), dan Net ekspor (X-M). Peningkatan pengeluaran
yang terjadi bisa disebabkan karena respon terhadap pendapatan nasional atau
meningkatnya pengeluaran yang diinginkan, yakni dengan meningkatnya
konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor (Lipsey et al. 1995).
Berdasarkan Gambar 1, Keyakinan keynes bahwa perekoniman selalu
menghadapi masalah pengangguran dan pertambahan uang, tidak akan
menimbulkan harga selama kesempatan kerja penuh belum tercapai. Pernyataan
tersebut sangat mempengaruhi pandangan keynes yang berkeyakinan bahwa
pertambahan permintaan agregat hanya akan menimbulkan kenaikan dalam
pendapatan nasional. Pada mulanya keseimbangan hanya dapat mencapai titik
AE1 yang disebabkan karena permintaan agregat yang relatif rendah, yaitu
sebanyak AD1. Pendapatan nasional adalah Y1 dan berada dibawah pendapatan
nasional pada kesempatan kerja penuh YFE. Jurang diantara YFE dengan Y1 akan
menimbulkan pengangguran.
Oleh karena itu, keynes berkeyakinan bahwa tanpa perubahan permintaan
agregat keseimbangan akan kekal pada tingkat dibawah kesempatan kerja penuh.
Keynes menekankan tentang pentingnya peranan pemerintah untuk meningkatkan
kegiatan perekonomian kearah tingkat kesempatan kerja penuh. Kebijakan
pemerintah tersebut ditumpukan pada usaha menggeser kurva AD ke kanan yaitu
AD1 dan yang lebih ideal lagi apabila mencapai AD2.Perubahan sehingga ke
tingkat AD3 perlu dihindari karena akan menimbulkan inflasi. Perubahan AD
tersebut akan dapat mengurangi pengangguran dan apabila cukup efektif akan
mewujudkan pula tingkat kesempatan kerja penuh. Kebijakan pemerintah yang
ditekankan dalam pemikiran keynesian adalah bersifat kebijakan yang
mempengaruhi permintaan agregat atau management policy.
8
AE
Y = AE
Y 3 = C3 + I3 + G3 + (X-M)3
Y 2 = C2 + I2 + G2 + (X-M)2
Y 1 = C1 + I1 + G1 + (X-M)1
Y
Y1
Y2
P
Y3
Kenaikan dalam
belanja
pemerintah
menggeser
pengeluaran
yang
direncanakan ke
atas
AS
AD3
P3
AD2
AD1
P2
P1
AE1
Y
Y1
Y2
YFE
Gambar 1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan
nasional riil dan penyerapan tenaga kerja
Sumber : Lipsey et al. 1995
Teori Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Harrod
(1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara mereka
menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang
sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut
teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes. Teori ini digunakan
9
dalam jangka panjang dan kondisi dinamis. Teori Harrod Domar didasarkan pada
asumsi:
1. Perekonomian bersifat tertutup
2. Hasrat menabung (MPS = s ) adalah konstan
3. Proses produsi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale ),
serta
4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan
tingkat pertumbuhan penduduk
Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat
mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi
yang dimaksud disini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai
kapasitas penuh, tabungan memiliki proporsional yang ideal dengan tingkat
pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (capital output
ratio/COR) tetap. Perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod Domar membuat analisis
dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bias tercapai apabila terpenuhi
syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
G=K=N
Dimana :
G = Growth (tingkat pertumbuhan output)
K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
N = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa
campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa
pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan
dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.
Pengertian Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan
yang tinggi sehingga dijadikan sebagai harapan pembangunan ekonomi. Sektor
unggulan diharapkan dapat menjadi tulang punggung dan penggerak
perekonomian sehingga dapat menjadi refleksi dari struktur perekonomian suatu
wilayah (Deptan, 2005).
Pada proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang merupakan
industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah karena keterkaitan
antara industri (forward linkage dan backward linkage), maka perkembangan
industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang
berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. Pemusatan industri pada
suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan
industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga
perkembangan industri di daerah akan mempengaruhi perkembangan daerahdaerah lainnya (Arsyad 1999)
10
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini
berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas
seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:
pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; Kedua,
sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga,
sektor tesebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan
maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi. Akan tetapi dari kempat kriteria sektor
tersebut, dibutuhkan suatu kebijakan yang satu dengan yang lain saling
mendukung, seperti misalnya suatu daerah yang memiliki sektor yang mempunyai
laju pertumbuhan dan nilai tambah yang besar belum tentu memiliki angka
penyerapan tenaga kerja yang tinggi, maka pengembangan sektor tersebut akan
lebih diprioritaskan apakah hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dengan
mengesampingkan penyerapan tenaga kerja sehingga pada akhirnya
pengembangan sektor unggulan ini akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan
masing-masing daerah (Sambodo 2000).
Konsep Ekonomi Basis
Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan
dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional,
regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu
sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang
sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat
dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu
bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar
nasional atau domestik (Wijaya, 1996). Apabila sektor tersebut menjadi sektor
basis (unggulan) sektor tersebut harus mengekspor produknya ke daerah lain,
sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi sektor non basis (bukan unggulan)
sektor tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut ke daerah lain.
Arsyad (1999) menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam
pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat memberikan konstribusi
penting kepada perekonomian daerah, yaitu : (a) ekspor akan secara langsung
meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, dan (b)
perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri
lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk melayani pasar di daerah.
Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi kemanfaatan alamiah dan
pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan. Teori basis ekonomi
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa
dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya
lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan
kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja.
Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan
terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis. Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode location
11
quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk
mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat
digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode
pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan
melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan
sektor basis.
Konsep ekonomi basis (economic base theory) mendasarkan pandangannya
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya ekspor
dari wilayah tersebut (Tarigan 2005). Hanafiah (1998) membagi kegiatan dalam
suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan
kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa yang
ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut atau dijual
kepada para pedagang yang datang dari luar masyarakat tersebut, sehingga dapat
digolongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional,
nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis
sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu wilayah.
Menurut Budiharsono (2001) ada beberapa metode untuk memilah antara
kegiatan basis dan nonbasis, yaitu:
1. Metode pengukuran langsung
Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha
kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka
membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.
2. Metode pengukuran tidak langsung
Metode dengan pengukuran tidak langsung terdiri dari :
a. Metode melalui pendekatan asumsi, biasanya berdasarkan kondisi di wilayah
tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis
dan nonbasis
b. Metode Location Quotien dimana membandingkan porsi lapangan kerja/nilai
tambah untuk sektor tertentu di wilayah tertentu dengan porsilapangan
kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama di wilayah atasnya.Asumsi yang
digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi ratar-rataantar wilayah yang
sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini
memperhitungkan penjualan barangbarang antara, tidak mahal biayanya dan
mudah diterapkan.
c. Metode campuran merupakan penggabungan antara metode asumsi dengan
metode location quotien.
d. Metode kebutuhan minimum dimana melibatkan sejumlah wilayah yang
”sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi
minimum dari tenaga regional dan bukannya distribusi rata-rata.
Metode Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan
untuk mengukur model basis ekonomi. Artinya bahwa analisis ini digunakan
untuk melakukan penguian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam kategori
sektor unggulan. Analisis ini membantu kita dalam menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.
12
Dalam teknik analisis ini kegiatan ekonomi daerah dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
1. Kegiatan industri yang melayani pasar disaerah itu sendiri maupun diluar
daerah yang bersangkutan industri seperti ini dinamakan industry basic
2. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar disaerah tersebut,
jenis ini dinamakan industry non basis atau industri lokal
Umumnya perekonomian patokan/acuan (benchmark) berupa negara yang
mendekati perekonomian yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga
perekonomian yang dijadikan acuan adalah perekonomian yang self-sufficient
industri basis itu menghabiskan barang dan jasa baik untuk pasar didaerah sendiri
maupun untuk pasar diluar daerah, sehingga penjualan hasil keluar daerah akan
mendatangkan pendapatan kedalam daerah itu. Arus pendapatan itu akan
menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan daerah dari kesempatan kerja.
Kriteria penggolonganya adalah berikut :
1. Jika LQ > 1, berarti sektor yang ada didaerah tersebut merupakan sektor
basis yang merupakan mengekspor hasil industrinya kedaerah lain.
2. Jiaka LQ < 1, berrti sektor yang ada didaerah tersebut bukan merupakan
sektor basis dan cenderung untuk mengimpor dari daerah lain
3. Jika LQ = 1, berarti produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis
dikonsumsi oleh daerah tersebut.
Analisis LQ ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu :
1. Mengasumsikan adanya permintaan yang seragam atau sama, tetapi pada
kenyataannya penduduk memiliki selera yang berbeda
2. Asumsi produktivitas sama antar daerah adalah tidak tepat. Misalkan
dipakai data tingkat upah, asusi ini dapat diperbaiki mengingat tingkat
upah dapat berbeda diberbagai daerah
3. Masalah product-mix, misalkan produk dari merk yang sama diekspor
sedangkan produk-produk yang sama dengan merk lain diimpor.
4. Ketidakmampuan untuk dapat menerangkan keterkaitan antar industri
5. Metode ini masih bergantung pada tingkat agregasi data.
Model Input-Output
Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel InputOutput (I-O) telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima.
Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu
industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara
mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson 1977). Tujuan
utama dari Model Input-Output adalah untuk menjelaskan besarnya arus industri
atau intersektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor.
Dalam aplikasinya, model ini didasarkan atas model keseimbangan umum.
Tabel I-O merupakan tabel yang menyajikan gambaran informasi dalam
bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang dan jasa
serta keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sepanjang baris
Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor
13
untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Selain itu, isian pada
baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral.
Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan
oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara
maupun input primer. Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam
perekonomian, mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dalam analisis
ekonomi. Kemampuan tabel ini dalam memberikan gambaran menyeluruh antara
lain terkait dengan beberapa hal sebagai berikut (Sahara et.al 2007):
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai
tambah masing-masing sektor.
2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar
sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang impor yang berasal dari luar wilayah tersebut.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh
berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi
dan ekspor.
Beberapa kegunaan analisis I-O dalam penelitian perekonomian suatu
wilayah antara lain:
1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah,
impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor.
2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama
dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.
3. Analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung
dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
4. Mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektorsektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.
5. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro.
6. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada
gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan
pengembangan lebih lanjut.
Struktur Tabel Input-Output
Format Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n”
dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan
suatu hubungan tertentu (Glasson 1977). Untuk memberikan gambaran yang lebih
lengkap, format Tabel I-O disajikan pada Tabel 2.
Pada tabel diperlihatkan bahwa isian angka-angka sepanjang baris (bagian
horizontal) merupakan output yang diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan
kepada permintaan antara (intermediate demand). Permintaan antara adalah
permintaan atas sejumlah produksi barang dan jasa terhadap permintaan akhir
yang merupakan permintaan barang dan jasa untuk konsumsi.
14
Tabel 2 Ilustrasi tabel input-output Sederhana
Output
Input
Sektor Produksi
Sektor Produksi
2
.....
N
z12
.....
z1n
Final
Demand
Y1
Total
Output
X1
1
1
Z11
2
.....
Z21
......
z22
.....
.....
.....
z2n
.....
Y2
.....
X2
.....
n
Zn1
zn2
.....
znn
Yn
Xn
Input Primer
(Value Add)
V
V1
V2
.....
Vn
Impor
m
m1
m2
.....
mn
Total Input
X
X1
X2
.....
Xn
(Input Antara)
Sumber: Daryanto dan Hafizrianda (2010).
Jika dibaca menurut baris maka secara umum persamaannya adalah
∑
zij + Yi = Xi ; untuk i= 1,2,3 dan seterusnya
Jika dibaca menurut kolom maka secara umum persamaannya adalah
∑
zij + Vj = Xj ; untuk j=1,2,3 dan seterusnya
Dalam analisis Tabel Input-Output, sistem persamaan diatas memegang
peranan penting yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan
perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya secara umum matriks dalam Tabel I-O
dapat dibagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan
kuadran IV, dengan masing-masing penjelasan dan arti kuadran tersebut sebagai
berikut:
1. Kuadran I (Intermediate Quadran)
Setiap sel pada kuadran satu merupakan transaksi antara, yaitu transaksi
barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan
informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu
perekonomian.
2. Kuadran II (Final Demand Quadran)
Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor
perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output
suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah,
pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.
3. Kuadran III (Primary Input Quadran)
Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh
sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah
tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah
keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang
dihasilkan oleh wilayah tersebut.
15
4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran)
Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan
transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa
melalui sistem produksi atau kuadran antara.
Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output
Dalam penerapan model Input-Output menurut Jensen dan West dalam
Sahara et.al (2007) terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu:
1. Keseragaman (Homogenity)
Setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa
dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis
terhadap input atau output sektor yang berbeda.
2. Penjumlahan (Additivity)
Suatu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor
merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan secara terpisah.
3. Kesebandingan (Proportionality)
Suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor
produksi merupakan fungsi linier, artinya suatu sektor akan berubah sebanding
dengan berubahnya total output sektor tersebut.
Selain asumsi-asumsi tersebut diatas, Tabel I-O sebagai metode analisis
kuantitatif memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Koefisien input atau koefisien teknis dan teknologi yang digunakan dalam
proses produksi diasumsikan tetap konstan selama periode analisis atau
proyeksi. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding
dengan perubahan kuantitas harga output.
2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel Input-Output
dengan menggunakan metode survei.
3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan
menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi
homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci
tidak tertangkap dalam analisisnya.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan
kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat”, Terdapat tiga sektor yang menjadi sektor
basis yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yaitu; sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel
dan restoran. Kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari
tahun 2001-2005 yang ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhannya yaitu
sebesar 20,86 persen, dimana hampir semua sektor di Provinsi Jawa Barat
pertumbuhannya bernilai positif kecuali pada sektor pertambangan dan
penggalian, tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan
kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukkan dengan analisis
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat yang
menunjukkan pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa
Barat selama kurun waktu tahun 2001-2005 mengalami peningkatan sebesar Rp.
16
42.431 milyar (20,86 persen). Sektor yang mengalami pertumbuhan paling besar
adalah sektor bangunan/konstruksi (51,26 persen), sedangkan sektor yang
mengalami pertumbuhan paling kecil bahkan mengalami kontraksi pertumbuhan
adalah sektor pertambangan dan penggalian (-57,07 persen).
Penelitian Bangun dan Hutagaol (2008) menganalisis peran sektor industri
pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan
Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa
sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat
penting. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan
struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan
pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output
sektoral. Sektor industri pengolahan juga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap
sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor
hulu dan hilirnya. Strategi pengembangan sektor industri pengolahan di Provinsi
Sumatera Utara dapat dilakukan dengan memilih lima subsektor sebagai fokus
mengalokasian investasi dalam mengatasi masalah pengangguran. Subsektor
tersebut adalah subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, subsektor
industri kimia, minyak bumi, batubara dan plastik, subsektor industri logam dasar,
subsektor industri kayu dan subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan.
Penelitian Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi
komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia
menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan
industri manufaktur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sebelas
komoditas unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas
unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan
tinggi baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.
Kerangka Pemikiran
Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena Lampung
merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah yang ada di
Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa dan Provinsi
Lampung. Lampung juga termasuk daerah yang dekat dengan pusat perekonomian
yaitu Jakarta, walaupun begitu Lampung masih memiliki masalah kemiskinan
yang relatif tinggi. Kemiskinan yang tinggi salah satunya disebabkan oleh jumlah
pengangguran yang banyak di Lampung. Pengangguran dapat diatasi salah
satunya melalui investasi tetapi dana investasi pada umumnya terbatas sehingga
pemerintah harus menentukan sektor yang perlu diprioritaskan dalam
pembangunan. Investasi tersebut dilakukana agar investasi dapat lebih fokus pada
sektor ekonomi yang memiliki peranan besar terhadap penyerapan tenaga kerja,
sehingga pengangguran dapat diatasi dan secara tidak langsu
MENGATASI MASALAH KEMISKINAN
DI PROVINSI LAMPUNG
MARYAH ULFAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Alokasi
Investasi Dalam Rangka Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Maryah Ulfah
NIM H14100085
ABSTRAK
MARYAH ULFAH. Analisis Alokasi Investasi Dalam Rangka Mengatasi
Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh MANUNTUN
PARULIAN HUTAGAOL.
Provinsi Lampung merupakan daerah yang masih memiliki penduduk
miskin terbanyak kedelapan di seluruh Provinsi Indonesia pada tahun 2010, yaitu
sebesar 18.94 persen. Salah satu penyebab tingginya kemiskinan di Lampung
yaitu tingkat pengangguran yang relatif tinggi, hal itu dibuktikan pada tingkat
pengangguran tahun 2011 sebesar 5.78 persen. Tingkat pengangguran tersebut
menempati urutan kelima terbanyak di Pulau Sumatera. Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis alokasi investasi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan
pengangguran. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode 2010-2013.
Analisis dilakukan dengan Location quotient, Input-Output dan Indeks composit.
Hasil analisis menunjukan bahwa sektor unggulan yang didapatkan adalah sektor
pertanian serta sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Alokasi investasi
dapat diprioritaskan pada sektor industri pengolahan untuk meningkatkan
kesempatan kerja. Formulasi kebijakan pada penelitian ini meliputi alokasi dana
investasi sebaiknya memilih subsektor industri yang berbasis kuat, pemerintah
lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif serta adanya perlindungan dan
fasilitas penunjang untuk sektor industri pengolahan.
Kata kunci :
investasi, pengangguran, sektor unggulan
ABSTRACT
MARYAH ULFAH. Analysis of Investment Allocation Priority to Overcome The
Poverty Problem in Lampung Province. Supervised by MANUNTUN
PARULIAN HUTAGAOL.
Population of poor people in Lampung is the eight highest in Indonesia in
2010. High of unemployment rate is one of the causes of high poverty in
Lampung. The unemployment rate was the fifth highest in Sumatera in 2011. This
research is conducted to analyze the invesment allocation to overcome the poverty
and unemployment problem. This research uses secondary data in the period of
2010-2013. This analysis method used location quotient, input-output table and
composit index. The result of this research show that agriculture sector, financial
institution sector, real estate sector, business service sector are the leading sector
of Lampung Province. The invesment allocation can be prioritized in
manufacturing sector in order to increase employment. The policies formulated by
this research are that the invesment is better to be allocated in manufacturing
sector with a strong basis, the goverment need to create a condusive invesment
climate, protection, and facilities to support manufacturing sector.
Keywords: investment, unemployment, leading sector
ANALISIS ALOKASI INVESTASI DALAM RANGKA
MENGATASI MASALAH KEMISKINAN
DI PROVINSI LAMPUNG
MARYAH ULFAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juli 2014 ini
ialah kemiskinan, dengan judul Analisis Alokasi Investasi dalam Rangka
Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Rosib dan Nimih atas segala doa, dukungan dan
kasih sayang yang tak terhingga serta kakak-kakak dan mas atas doa, perhatian
dan motivasi kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S. selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi dan
kesabarannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr selaku dosen penguji utama yang telah
banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Deni Lubis, MA. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang
memberikan banyak masukan dan saran mengenai penyusunan skripsi yang
baik.
5. Seluruh dosen yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat berharga dan
segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2014
Maryah Ulfah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pengertian Kemiskinan
4
Pengangguran
5
Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
7
Pengertian Sektor Unggulan
9
Metode Analisis Location Quotient (LQ)
11
Model Input-Output
12
Penelitian Terdahulu
15
Kerangka Pemikiran
16
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Analisis Data
18
Definisi Operasional Data
22
GAMBARAN UMUM
24
Letak Astronomis, Luas Wilayah, Topografi dan Iklim
24
Kependudukan dan Tenaga Kerja
25
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
Sektor Ekonomi Unggulan dan Non Unggulan di Provinsi Lampung
27
Analisis Sektor Unggulan yang Menjadi Prioritas Utama
31
dalam Alokasi Investasi
31
SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan
37
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
41
50
DAFTAR TABEL
Tingkat pengangguran terbuka ( %) menurut provinsi, 2010 – 2012
Ilustrasi tabel input-output Sederhana
Rumus multiplier menurut tipe dampak
Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Lampung
Tahun 2011
5 Perkembangan penduduk usia kerja dan Pengangguran kabupaten/kota Provinsi
Lampung tahun 2012
6 Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dan kontribusi sektoral Provinsi
Lampung tahun 2010
7 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan di Provinsi Lampung,
Tahun 2010-2013
8 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator tenaga kerja Provinsi Lampung,
Tahun 2010-2013
9 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung
10 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung
11 Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Lampung
12 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Lampung
13 Indeks composit sebagai penentu sektor yang di Prioritaskan untuk alokasi Investasi
1
2
3
4
2
14
21
25
26
27
28
30
32
33
34
35
36
DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan nasional riil dan
penyerapan tenaga kerja
8
17
2 Kerangka Pemikiran
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Input-Output Provinsi Lampung Klasifikasi 9 Sektor
41
2 Klasifikasi Sektor-sektor Provinsi Lampung berdasarkan tabel Input-Output Provinsi
3
4
5
6
7
8
Lampung tahun 2010
Multiplier Tenaga Kerja
Multiplier Output
Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2010-2011
Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2010-2011
Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
42
44
45
46
47
48
49
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan dapat ditemukan di setiap negara, terutama negara berkembang.
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki tingkat
kemiskinan yang tinggi. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(2013), penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan,
tetapi penduduk miskin di Indonesia masih relatif banyak. Pada bulan Maret 2011
penduduk miskin sebesar 12.49 persen, bulan Maret 2012 sebesar 11.96 persen
dan bulan Maret 2013 sebesar 11.57 persen. Kemiskinan terjadi disebabkan oleh
rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tidak meratanya kesempatan kerja dan
adanya kesenjangan distribusi pendapatan.
Pada tahun 2010, Provinsi Lampung merupakan daerah yang masih
memiliki penduduk miskin terbanyak kedelapan di seluruh provinsi Indonesia.
Diurutan pertama Papua sebesar 36.8 persen, Papua Barat sebesar 34.88 persen,
Maluku sebesar 27.74 persen, Gorontalo sebesar 23.19 persen, NTT sebesar 23.03
persen, NTB sebesar 21.55 persen, NAD sebesar 20.98 persen dan Lampung
sebesar 18.94 persen (BPS 2011). Kemiskinan di Lampung sebesar 18.94 persen,
angka tersebut masih jauh dari kemiskinan nasional sebesar 13.33 persen.
Kemiskinan di Provinsi Lampung yang masih relatif tinggi, salah satunya
disebabkan oleh rendahnya pendidikan di Lampung, rendahnya pendapatan yang
diterima masyarakat karena Provinsi Lampung didominasi oleh pertanian dan
tidak meratanya kesempatan kerja di Lampung.
Kemiskinan sangat erat hubungannya dengan pengangguran, karena
pengangguran yang relatif tinggi akan mempengaruhi tingkat kemiskinan di
Provinsi Lampung. Pengangguran merupakan salah satu akar dari kemiskinan
sebab ketika seseorang menganggur, maka orang tersebut tidak dapat
menghasilkan pendapatan. Ketika pendapatan yang diterima masyarakat sedikit
maka kemiskinan akan semakin meningkat.
Pengangguran disebabkan oleh ketidakseimbangnya angkatan kerja dengan
penyerapan tenaga kerja. Tingginya kesenjangan antara angkatan kerja dengan
penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan tingginya jumlah pengangguran.
Berdasarkan Tabel 1 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Lampung
berfluktuatif, yakni pada Agustus 2010 sebesar 5.57 persen dan mengalami
peningkatkan pada Agustus 2011 sebesar 5.78 persen. Meski pada tahun 2012
sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2011, tetapi tingkat
pengangguran Lampung pada tahun 2011 merupakan jumlah kelima terbanyak di
Pulau Sumatera dan tingkat pengangguran tersebut masih jauh dari tingkat
pengangguran alamiah.
Tingkat pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang
alamiah dan tak mungkin dihilangkan, artinya jika tingkat pengangguran paling
tinggi 2-3 persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan
tenaga kerja penuh (Sadono Sukirno 2008). Pengangguran yang relatif tinggi di
Lampung disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih relatif rendah, Jumlah
masyarakat yang memiliki pendidikan SD dan tidak lulus SD sebesar 1.973.184
(BPS 2011). Selain itu, penyebab utama pengangguran di Lampung yaitu
2
peningkatan jumlah penduduk usia kerja, sehingga kebutuhan untuk bekerja terus
meningkat sedangkan penyedian kesempatan kerja terbatas (Saimul 2001).
Tabel 1 Tingkat pengangguran terbuka ( %) menurut provinsi, 2010 – 2012
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep.Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
Agustus 2010
8.37
7.43
6.95
8.72
6.90
5.39
6.65
5.63
4.59
5.57
Agustus 2011
7.43
6.37
6.45
5.32
7.80
4.02
5.77
3.61
2.37
5.78
Februari 2012
7.88
6.31
6.25
5.17
5.87
3.65
5.59
2.78
2.14
5.12
Sumber : BPS RI (2012).
Pengangguran dapat diatasi melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
Lapangan pekerjaan diciptakan satunya melalui investasi. Laporan perekonomian
Lampung 2010 menyebutkan bahwa dalam suatu perekonomian, penanaman
modal atau investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi
maupun perluasan tenaga kerja (BPS 2010).
Investasi memiliki peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi
bangsa, karena pembentukan modal akan dapat memperbesar kapasitas produksi,
menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam
hal ini akan semakin memperluas kesempatan kerja (Todaro, 2003). Oleh karena
itu, investasi di Provinsi Lampung perlu dilakukan agar pengangguran dapat
diatasi sehingga kemiskinan dapat berkurang. Investasi di Provinsi Lampung
dapat dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta maupun asing. Dana investasi
dari pemerintah terbatas oleh karena itu, perlu adanya pengalokasian investasi
pada sektor yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan.
Perumusan Masalah
Provinsi Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena
Lampung merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah
yang ada di Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa.
Lampung dapat dikatakan sebagai penyangga untuk pulau Jawa dan Sumatera, hal
itu dikarenakan Provinsi Lampung berada di antara Pulau Jawa dan Pulau
Sumatera. Lampung juga merupakan provinsi yang memiliki sumberdaya alam
yang besar.
Dibalik melimpahnya SDA di Lampung, Lampung memiliki masalah yang
serius yaitu kemiskinan. Penduduk miskin di Lampung berdasarkan statistik
daerah Provinsi Lampung 2013 yaitu pada tahun 2011 sebesar 16.93 persen, tahun
2012 sebesar 16.18 persen dan tahun 2013 sebesar 14.86 persen, salah satu
penyebab tingginya kemiskinan di Lampung adalah tidak meratanya kesempatan
kerja.
3
Berdasarkan data BPS Agustus 2011, tingkat pengangguran terbuka di
Lampung sebesar 5.78 persen. Angka tersebut menempati urutan kelima yang
memiliki pengangguran terbanyak di Pulau Sumatera dan angka tersebut masih
jauh dari tingkat pengangguran alamiah yang berkisar 2-3 persen. Jumlah
pengangguran yang tinggi tidak sejalan dengan strategisnya letak Provinsi
Lampung dan besarnya sumberdaya alam di Provinsi Lampung.
Tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Ketika
tingkat pengangguran mengalami kenaikan, maka secara otomatis tingkat
kemiskinan juga akan meningkat. Oleh karena itu, apabila pemerintah Provinsi
Lampung ingin mengurangi tingkat kemiskinan maka perlu terlebih dahulu
mengurangi jumlah pengangguran, sehingga untuk mengatasi masalah
pengangguran maka perlu penciptaan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan
dapat diciptakan salah satunya melalui investasi, tetapi dana investasi pada
umumnya terbatas, maka perlu pengalokasian sumber daya yang tepat. Menurut
Tarigan (2005), pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus
dapat menentukan skala prioritas tentang sektor apa yang perlu dikembangkan di
wilayah tersebut, berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala
prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah, karena
adanya keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran pemerintah.
Oleh karena itu, diperlukan penentuan sektor unggulan untuk memberikan
informasi sektor prioritas. Investasi dilakukan untuk mengatasi masalah
pengangguran di Lampung. Berdasarkan Uraian diatas maka permasalahan yang
diteliti adalah sebagai berikut:
1. Sektor apa saja yang merupakan sektor ekonomi unggulan dan non
unggulan di Provinsi Lampung ?
2. Apakah sektor unggulan dapat dijadikan prioritas untuk investasi dalam
rangka pengentasan kemiskinan ?
Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka tujuan penelitian
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan
dan non unggulan di Lampung
2. Menganalisis sektor unggulan yang menjadi proritas utama investasi
dalam rangka pengentasan kemiskinan
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul Analisis Alokasi Investasi dalam Rangka Mengatasi
Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Data yang digunakan mencakup data
PDRB Provinsi Lampung tahun 2010-2013, PDB Indonesia tahun 2010-2013, Jumlah
tenaga kerja Provinsi Lampung tahun 2010-2013, Jumlah tenaga kerja Indonesia
tahun 2010-2013, Tabel Input-output Provinsi Lampung tahun 2010. Untuk
menganalisis sektor unggulannya menggunakan Location Quetion. Kemudian untuk
menganalisis sektor unggulan yang menjadi prioritas utama dalam alokasi
4
investasi, yaitu menggunakan analisis keterkaitan, multiplier tenaga kerja dan
multipier output.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kemiskinan
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini,
dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total
penduduk (BPS 2013).
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang
memasukkan aspek sosial dan moral. BAPPENAS (2004) mendefinisikan
kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki
dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak
dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak dasar
seseorang atau sekelompok orang miskin Bappenas menggunakan beberapa
pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan
dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu
ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan
pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alatalat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara
langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini,
menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk
membedakan kelas sosialnya.
Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan
kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan
fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan
tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan
keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan
kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan
syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif
menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri.
Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan
sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi
5
kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan
manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila
dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan.
Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu
integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2)
ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of
emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik
secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup
dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal
lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam
hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan
menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya
sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati 2005), yaitu:
1) kemiskinan absolut adalah bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan
atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja
2) kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan
3) kemiskinan kultural adalah mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif
meskipun ada bantuan dari pihak luar
4) kemiskinan struktural adalah situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem
sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Pengangguran
Pengertian pengangguran menurut BPS adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data
pengangguran dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Konsep penganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari
pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja
(jobless). Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai
pengangguran terbuka (open unemployment) (BPS 2011).
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkaan kerja dan ingin
mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran
yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran
masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro
ekonomi yang paling utama (Todaro 2005). Pengangguran sering diartikan
6
sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal.
Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu :
a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja
setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35
jam selama seminggu.
c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang
sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup
banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha
secara maksimal.
Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan
perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment)
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan
corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa
diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat permintaan berkurang,
akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah.
c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)
adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara
pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut
pengangguran sukarela.
d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian
musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
1) Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi
akibat
perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
2) Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh
menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran
siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (agregat
demand).
Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain :
1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa
konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka
bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income
proverty rate dengan consumption poverty rate.
2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti
bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini,
maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan
kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam
jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan
7
pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan
masalah pengangguran yang ada.
Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses terjadinya peningkatan
output atau produksi barang dan jasa per kapita pada suatu negara. Pertumbuhan
ekonomi sangat erat kaitannya dengan output total (GDP) negara yang
bersangkutan. GDP digunakan untuk mengukur nilai pasar total dari output negara
yang bersangkutan. Dalam struktur tabel input-output, investasi merupakan
komponen yang termasuk ke dalam permintaan akhir, yang didapat dari
penjumlahan antara pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pengeluaran
agregat menunjukan besarnya output yang digunakan pada suatu negara,
komponen pengeluaran agregat terdiri dari Konsumsi (C), Investasi (I),
Pengeluaran Pemerintah (G), dan Net ekspor (X-M). Peningkatan pengeluaran
yang terjadi bisa disebabkan karena respon terhadap pendapatan nasional atau
meningkatnya pengeluaran yang diinginkan, yakni dengan meningkatnya
konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor (Lipsey et al. 1995).
Berdasarkan Gambar 1, Keyakinan keynes bahwa perekoniman selalu
menghadapi masalah pengangguran dan pertambahan uang, tidak akan
menimbulkan harga selama kesempatan kerja penuh belum tercapai. Pernyataan
tersebut sangat mempengaruhi pandangan keynes yang berkeyakinan bahwa
pertambahan permintaan agregat hanya akan menimbulkan kenaikan dalam
pendapatan nasional. Pada mulanya keseimbangan hanya dapat mencapai titik
AE1 yang disebabkan karena permintaan agregat yang relatif rendah, yaitu
sebanyak AD1. Pendapatan nasional adalah Y1 dan berada dibawah pendapatan
nasional pada kesempatan kerja penuh YFE. Jurang diantara YFE dengan Y1 akan
menimbulkan pengangguran.
Oleh karena itu, keynes berkeyakinan bahwa tanpa perubahan permintaan
agregat keseimbangan akan kekal pada tingkat dibawah kesempatan kerja penuh.
Keynes menekankan tentang pentingnya peranan pemerintah untuk meningkatkan
kegiatan perekonomian kearah tingkat kesempatan kerja penuh. Kebijakan
pemerintah tersebut ditumpukan pada usaha menggeser kurva AD ke kanan yaitu
AD1 dan yang lebih ideal lagi apabila mencapai AD2.Perubahan sehingga ke
tingkat AD3 perlu dihindari karena akan menimbulkan inflasi. Perubahan AD
tersebut akan dapat mengurangi pengangguran dan apabila cukup efektif akan
mewujudkan pula tingkat kesempatan kerja penuh. Kebijakan pemerintah yang
ditekankan dalam pemikiran keynesian adalah bersifat kebijakan yang
mempengaruhi permintaan agregat atau management policy.
8
AE
Y = AE
Y 3 = C3 + I3 + G3 + (X-M)3
Y 2 = C2 + I2 + G2 + (X-M)2
Y 1 = C1 + I1 + G1 + (X-M)1
Y
Y1
Y2
P
Y3
Kenaikan dalam
belanja
pemerintah
menggeser
pengeluaran
yang
direncanakan ke
atas
AS
AD3
P3
AD2
AD1
P2
P1
AE1
Y
Y1
Y2
YFE
Gambar 1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan
nasional riil dan penyerapan tenaga kerja
Sumber : Lipsey et al. 1995
Teori Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Harrod
(1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara mereka
menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang
sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut
teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes. Teori ini digunakan
9
dalam jangka panjang dan kondisi dinamis. Teori Harrod Domar didasarkan pada
asumsi:
1. Perekonomian bersifat tertutup
2. Hasrat menabung (MPS = s ) adalah konstan
3. Proses produsi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale ),
serta
4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan
tingkat pertumbuhan penduduk
Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat
mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi
yang dimaksud disini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai
kapasitas penuh, tabungan memiliki proporsional yang ideal dengan tingkat
pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (capital output
ratio/COR) tetap. Perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod Domar membuat analisis
dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bias tercapai apabila terpenuhi
syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
G=K=N
Dimana :
G = Growth (tingkat pertumbuhan output)
K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
N = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa
campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa
pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan
dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.
Pengertian Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan
yang tinggi sehingga dijadikan sebagai harapan pembangunan ekonomi. Sektor
unggulan diharapkan dapat menjadi tulang punggung dan penggerak
perekonomian sehingga dapat menjadi refleksi dari struktur perekonomian suatu
wilayah (Deptan, 2005).
Pada proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang merupakan
industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah karena keterkaitan
antara industri (forward linkage dan backward linkage), maka perkembangan
industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang
berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. Pemusatan industri pada
suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan
industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga
perkembangan industri di daerah akan mempengaruhi perkembangan daerahdaerah lainnya (Arsyad 1999)
10
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini
berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas
seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:
pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; Kedua,
sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga,
sektor tesebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan
maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi. Akan tetapi dari kempat kriteria sektor
tersebut, dibutuhkan suatu kebijakan yang satu dengan yang lain saling
mendukung, seperti misalnya suatu daerah yang memiliki sektor yang mempunyai
laju pertumbuhan dan nilai tambah yang besar belum tentu memiliki angka
penyerapan tenaga kerja yang tinggi, maka pengembangan sektor tersebut akan
lebih diprioritaskan apakah hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dengan
mengesampingkan penyerapan tenaga kerja sehingga pada akhirnya
pengembangan sektor unggulan ini akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan
masing-masing daerah (Sambodo 2000).
Konsep Ekonomi Basis
Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan
dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional,
regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu
sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang
sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat
dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu
bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar
nasional atau domestik (Wijaya, 1996). Apabila sektor tersebut menjadi sektor
basis (unggulan) sektor tersebut harus mengekspor produknya ke daerah lain,
sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi sektor non basis (bukan unggulan)
sektor tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut ke daerah lain.
Arsyad (1999) menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam
pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat memberikan konstribusi
penting kepada perekonomian daerah, yaitu : (a) ekspor akan secara langsung
meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, dan (b)
perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri
lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk melayani pasar di daerah.
Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi kemanfaatan alamiah dan
pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan. Teori basis ekonomi
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa
dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya
lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan
kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja.
Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan
terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis. Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode location
11
quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk
mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat
digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode
pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan
melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan
sektor basis.
Konsep ekonomi basis (economic base theory) mendasarkan pandangannya
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya ekspor
dari wilayah tersebut (Tarigan 2005). Hanafiah (1998) membagi kegiatan dalam
suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan
kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa yang
ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut atau dijual
kepada para pedagang yang datang dari luar masyarakat tersebut, sehingga dapat
digolongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional,
nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis
sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu wilayah.
Menurut Budiharsono (2001) ada beberapa metode untuk memilah antara
kegiatan basis dan nonbasis, yaitu:
1. Metode pengukuran langsung
Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha
kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka
membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.
2. Metode pengukuran tidak langsung
Metode dengan pengukuran tidak langsung terdiri dari :
a. Metode melalui pendekatan asumsi, biasanya berdasarkan kondisi di wilayah
tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis
dan nonbasis
b. Metode Location Quotien dimana membandingkan porsi lapangan kerja/nilai
tambah untuk sektor tertentu di wilayah tertentu dengan porsilapangan
kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama di wilayah atasnya.Asumsi yang
digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi ratar-rataantar wilayah yang
sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini
memperhitungkan penjualan barangbarang antara, tidak mahal biayanya dan
mudah diterapkan.
c. Metode campuran merupakan penggabungan antara metode asumsi dengan
metode location quotien.
d. Metode kebutuhan minimum dimana melibatkan sejumlah wilayah yang
”sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi
minimum dari tenaga regional dan bukannya distribusi rata-rata.
Metode Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan
untuk mengukur model basis ekonomi. Artinya bahwa analisis ini digunakan
untuk melakukan penguian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam kategori
sektor unggulan. Analisis ini membantu kita dalam menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.
12
Dalam teknik analisis ini kegiatan ekonomi daerah dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
1. Kegiatan industri yang melayani pasar disaerah itu sendiri maupun diluar
daerah yang bersangkutan industri seperti ini dinamakan industry basic
2. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar disaerah tersebut,
jenis ini dinamakan industry non basis atau industri lokal
Umumnya perekonomian patokan/acuan (benchmark) berupa negara yang
mendekati perekonomian yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga
perekonomian yang dijadikan acuan adalah perekonomian yang self-sufficient
industri basis itu menghabiskan barang dan jasa baik untuk pasar didaerah sendiri
maupun untuk pasar diluar daerah, sehingga penjualan hasil keluar daerah akan
mendatangkan pendapatan kedalam daerah itu. Arus pendapatan itu akan
menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan daerah dari kesempatan kerja.
Kriteria penggolonganya adalah berikut :
1. Jika LQ > 1, berarti sektor yang ada didaerah tersebut merupakan sektor
basis yang merupakan mengekspor hasil industrinya kedaerah lain.
2. Jiaka LQ < 1, berrti sektor yang ada didaerah tersebut bukan merupakan
sektor basis dan cenderung untuk mengimpor dari daerah lain
3. Jika LQ = 1, berarti produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis
dikonsumsi oleh daerah tersebut.
Analisis LQ ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu :
1. Mengasumsikan adanya permintaan yang seragam atau sama, tetapi pada
kenyataannya penduduk memiliki selera yang berbeda
2. Asumsi produktivitas sama antar daerah adalah tidak tepat. Misalkan
dipakai data tingkat upah, asusi ini dapat diperbaiki mengingat tingkat
upah dapat berbeda diberbagai daerah
3. Masalah product-mix, misalkan produk dari merk yang sama diekspor
sedangkan produk-produk yang sama dengan merk lain diimpor.
4. Ketidakmampuan untuk dapat menerangkan keterkaitan antar industri
5. Metode ini masih bergantung pada tingkat agregasi data.
Model Input-Output
Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel InputOutput (I-O) telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima.
Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu
industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara
mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson 1977). Tujuan
utama dari Model Input-Output adalah untuk menjelaskan besarnya arus industri
atau intersektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor.
Dalam aplikasinya, model ini didasarkan atas model keseimbangan umum.
Tabel I-O merupakan tabel yang menyajikan gambaran informasi dalam
bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang dan jasa
serta keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sepanjang baris
Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor
13
untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Selain itu, isian pada
baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral.
Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan
oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara
maupun input primer. Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam
perekonomian, mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dalam analisis
ekonomi. Kemampuan tabel ini dalam memberikan gambaran menyeluruh antara
lain terkait dengan beberapa hal sebagai berikut (Sahara et.al 2007):
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai
tambah masing-masing sektor.
2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar
sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang impor yang berasal dari luar wilayah tersebut.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh
berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi
dan ekspor.
Beberapa kegunaan analisis I-O dalam penelitian perekonomian suatu
wilayah antara lain:
1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah,
impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor.
2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama
dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.
3. Analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung
dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
4. Mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektorsektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.
5. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro.
6. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada
gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan
pengembangan lebih lanjut.
Struktur Tabel Input-Output
Format Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n”
dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan
suatu hubungan tertentu (Glasson 1977). Untuk memberikan gambaran yang lebih
lengkap, format Tabel I-O disajikan pada Tabel 2.
Pada tabel diperlihatkan bahwa isian angka-angka sepanjang baris (bagian
horizontal) merupakan output yang diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan
kepada permintaan antara (intermediate demand). Permintaan antara adalah
permintaan atas sejumlah produksi barang dan jasa terhadap permintaan akhir
yang merupakan permintaan barang dan jasa untuk konsumsi.
14
Tabel 2 Ilustrasi tabel input-output Sederhana
Output
Input
Sektor Produksi
Sektor Produksi
2
.....
N
z12
.....
z1n
Final
Demand
Y1
Total
Output
X1
1
1
Z11
2
.....
Z21
......
z22
.....
.....
.....
z2n
.....
Y2
.....
X2
.....
n
Zn1
zn2
.....
znn
Yn
Xn
Input Primer
(Value Add)
V
V1
V2
.....
Vn
Impor
m
m1
m2
.....
mn
Total Input
X
X1
X2
.....
Xn
(Input Antara)
Sumber: Daryanto dan Hafizrianda (2010).
Jika dibaca menurut baris maka secara umum persamaannya adalah
∑
zij + Yi = Xi ; untuk i= 1,2,3 dan seterusnya
Jika dibaca menurut kolom maka secara umum persamaannya adalah
∑
zij + Vj = Xj ; untuk j=1,2,3 dan seterusnya
Dalam analisis Tabel Input-Output, sistem persamaan diatas memegang
peranan penting yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan
perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya secara umum matriks dalam Tabel I-O
dapat dibagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan
kuadran IV, dengan masing-masing penjelasan dan arti kuadran tersebut sebagai
berikut:
1. Kuadran I (Intermediate Quadran)
Setiap sel pada kuadran satu merupakan transaksi antara, yaitu transaksi
barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan
informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu
perekonomian.
2. Kuadran II (Final Demand Quadran)
Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor
perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output
suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah,
pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.
3. Kuadran III (Primary Input Quadran)
Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh
sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah
tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah
keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang
dihasilkan oleh wilayah tersebut.
15
4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran)
Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan
transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa
melalui sistem produksi atau kuadran antara.
Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output
Dalam penerapan model Input-Output menurut Jensen dan West dalam
Sahara et.al (2007) terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu:
1. Keseragaman (Homogenity)
Setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa
dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis
terhadap input atau output sektor yang berbeda.
2. Penjumlahan (Additivity)
Suatu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor
merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan secara terpisah.
3. Kesebandingan (Proportionality)
Suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor
produksi merupakan fungsi linier, artinya suatu sektor akan berubah sebanding
dengan berubahnya total output sektor tersebut.
Selain asumsi-asumsi tersebut diatas, Tabel I-O sebagai metode analisis
kuantitatif memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Koefisien input atau koefisien teknis dan teknologi yang digunakan dalam
proses produksi diasumsikan tetap konstan selama periode analisis atau
proyeksi. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding
dengan perubahan kuantitas harga output.
2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel Input-Output
dengan menggunakan metode survei.
3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan
menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi
homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci
tidak tertangkap dalam analisisnya.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan
kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat”, Terdapat tiga sektor yang menjadi sektor
basis yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yaitu; sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel
dan restoran. Kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari
tahun 2001-2005 yang ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhannya yaitu
sebesar 20,86 persen, dimana hampir semua sektor di Provinsi Jawa Barat
pertumbuhannya bernilai positif kecuali pada sektor pertambangan dan
penggalian, tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan
kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukkan dengan analisis
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat yang
menunjukkan pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa
Barat selama kurun waktu tahun 2001-2005 mengalami peningkatan sebesar Rp.
16
42.431 milyar (20,86 persen). Sektor yang mengalami pertumbuhan paling besar
adalah sektor bangunan/konstruksi (51,26 persen), sedangkan sektor yang
mengalami pertumbuhan paling kecil bahkan mengalami kontraksi pertumbuhan
adalah sektor pertambangan dan penggalian (-57,07 persen).
Penelitian Bangun dan Hutagaol (2008) menganalisis peran sektor industri
pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan
Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa
sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat
penting. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan
struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan
pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output
sektoral. Sektor industri pengolahan juga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap
sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor
hulu dan hilirnya. Strategi pengembangan sektor industri pengolahan di Provinsi
Sumatera Utara dapat dilakukan dengan memilih lima subsektor sebagai fokus
mengalokasian investasi dalam mengatasi masalah pengangguran. Subsektor
tersebut adalah subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, subsektor
industri kimia, minyak bumi, batubara dan plastik, subsektor industri logam dasar,
subsektor industri kayu dan subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan.
Penelitian Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi
komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia
menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan
industri manufaktur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sebelas
komoditas unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas
unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan
tinggi baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.
Kerangka Pemikiran
Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena Lampung
merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah yang ada di
Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa dan Provinsi
Lampung. Lampung juga termasuk daerah yang dekat dengan pusat perekonomian
yaitu Jakarta, walaupun begitu Lampung masih memiliki masalah kemiskinan
yang relatif tinggi. Kemiskinan yang tinggi salah satunya disebabkan oleh jumlah
pengangguran yang banyak di Lampung. Pengangguran dapat diatasi salah
satunya melalui investasi tetapi dana investasi pada umumnya terbatas sehingga
pemerintah harus menentukan sektor yang perlu diprioritaskan dalam
pembangunan. Investasi tersebut dilakukana agar investasi dapat lebih fokus pada
sektor ekonomi yang memiliki peranan besar terhadap penyerapan tenaga kerja,
sehingga pengangguran dapat diatasi dan secara tidak langsu