PENGARUH PNPM DAN ALOKASI ANGGARAN BELANJA DAERAH UNTUK PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN PEKERJAAN UMUM TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PNPM DAN ALOKASI ANGGARAN BELANJA DAERAH UNTUK PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN PEKERJAAN UMUM

TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

RESHA MONIYANA PUTRI

Kemiskinan adalah permasalahan utama di negara ini. Penanggulangan kemiskinan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan program pemberdayaan masyarakat PNPM yang melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung dan pemerintah daerah melakukan upaya penanggulangan kemiskinan dengan pengalalokasian Aggaran Belanja Pemerintah melalui sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Provinsi Lampung memiliki jumlah penduduk miskin terbesar di pulau Sumatera khususnya di pedesaan, selain itu menjadi daerah penerima dana PNPM. Penelitian ini menganalisis pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung dengan menggunakan indikator jumlah penduduk miskin, alokasi pengeluaran pemerintah pusat untuk program PNPM , alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa PNPM memiliki pengaruh negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung, sedangkan Alokasi APBD untuk bidang Pendidikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung, sedangkan alokasi APBD untuk bidang Kesehatan di Provinsi Lampung memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan untuk 1 tahun berikutnya, kemudian alokasi APBD untuk bidang Pekerjaan umum memiliki pengaruh negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung.

Kata kunci : Kemiskinan, PNPM, APBD, Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCES OF NATIONAL PROGRAM FOR COMMUNITY EMPOWERMENT AND REGIONAL EXPENSE BUDGET ALLOCATION

FOR EDUCATION, HEALTH, AND PUBLIC WORK TO POVERTY IN LAMPUNG PROVINCE

By

RESHA MONIYANA PUTRI

Poverty is a main problem in this country. Poverty mitigation is conducted by national government by publishing National Program for Community Empowerment (or PNPM) that involves public participation directly and regional govemment to mitigate poverty by allocating Regional Expense Budget through sectors of education, health and infrastructure. Lampung province has biggest poor population in Sumatera Island especially in rural areas, so that it receives fund from PNPM. The objective of this research was to analyze regional government expense for poverty in Lampung province by using indicators of poor people population, national government expense allocation for PNPM, and regional government expense allocation for sectors of education, health and public work. The results showed that PNPM had negative influence to poverty in Lampung province. Regional Income and Expense Budget (APBD) allocation for education sector did not influence significantly to poverty in Lampung province. Regional Income and Expense Budget (APBD) allocation for health sector had negative influence to poverty level for next one year in Lampung province. Regional Income and Expense Budget (APBD) allocation for public work sector had negative influence to poverty in Lampung province.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 14 September 1985 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak H. Ruswan, B.Sc dan ibu Dra. Harliyana RH. Pendidikan pertama penulis adalah Sekolah Dasar Al- Azhar Bandar Lampung, lulus pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 9 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2000 dan kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan ke perguruan tinggi di Universitas Lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam lembaga kemahasiswaan di Lampung yaitu pada Badan Eksekitif Mahasiswa Fakultas Ekonomi sebagai anggota Bidang Advokasi dan Hubungan Luar pada tahun 2004- 2005, kemudian sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan pada tahun 2005- 2006, kemudian sebagai Kepala Bidang Wirausaha dan Bisnis di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi tahun 2006- 2007. Dan lulus sarjana pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana tahun 2011, yakni Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi di Universitas Lampung.


(8)

Tesis ini ku persembahkan kepada yang tersayang mama dan walidi ku , ma’ dan ba’ , suami dan anakku tercinta , adik- adikku , seluruh keluarga besar, dan para

sabahatku, almamater tercinta Universitas Lampung , dan seluruh rakyat Indonesia


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya tesis ini dapat terselesaikan. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si., dan bapak Dr. Ambya, S.E., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini

Disamping itu penulis menyadari sepenuhnya tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, akan sangat sulit untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku dekan Fakultas Ekonomi

2. Bapak Dr. I Wayan Suparta,S.E., M.Si., selaku Ketua Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi sekaligus sebagai dosen penguji utama


(10)

5. Seluruh staf dan karyawan Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi khususnya bapak Sahidin, S.E

6. Mama dan walidi ku tercinta yang tak pernah lelah dan selalu mendukung dan memotivasi ku secara moril, materil dan doa

7. Suami ku tercinta Andri Jaya S.T dan anakku tersayang Atikah Shidqia Putri Andri Jaya yang menjadi kebanggan dan motivasi ku

8. Ma’ dan Ba’ tersayang sekeluarga besar yang sudah memberikan

dukungan dan doanya

9. Adik- adikku tersayang Hardian dan Suci yang selalu ada dan tak pernah lelah memberikan bantuan, dukungan dan doanya

10. Keluarga besar Muslim Sampono dan Raden Hasyim yang sudah memberikan dukungan dan doa dalam penyelesaian tesis ini

11.Sahabat- sahabatku mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi angkatan 1 Bang Rizal, Bang Agung, Fajri, Tanti, Tika, Dwi, Mba Santi, Ponco, Bule, Risa, Yudha, Deris, Kiki, Hellen dan khususnya Bang Sentri yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

12.Sahabat dan rekan mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi angkatan 2 & 3 Universitas Lampung

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.


(11)

sempurna, akan tetapi sedikit harapan semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, 11 November 2014 Penulis,


(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah Penelitian ... 12

C. Pertanyaan Penelitian ... 14

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Kerangka Penelitian ... 15

F. Hipotesisa Penelitian ... 17

G. Batasan Masalah ... 17

H. Kontribusi Penelitian ... 17

I. Sistematika Penulisan ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

A. Kemiskinan ... 19

1. Penduduk Miskin ... 27

2. Garis Kemiskinan ... 27

3. Stategi Penanggulangan Kemiskinan ... 28

B. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 30

1. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 30

2. Teori Adolf Wagner ... 31

C. Pemberdayaan Masyarakat ... 32

D. Program Nasional Pemberdaya Masyarakat (PNPM) ... 35

E. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)... 46

F. Regresi Data Panel ... 48

G. Model Kelambanan (lag) ... 50


(13)

ii

A. Langkah Penelitian ... 60

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 61

C. Sampel Daerah Penelitian ... 61

D. Definisi Operasional Variabel ... 62

E. Spesifikasi Model Penelitian ... 64

F. Evaluasi Model ... 65

1. Heterokedastisitas ... 65

2. Multikolinieritas ... 66

3. Autokorelasi ... 67

G. Pengujian Hipotesis ... 68

1. Uji Parsial (Uji t-statistik) ... 68

2. Uji F-statistik ... 69

H. Penafsiran Koefisien Determinasi ... 70

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Hasil Perhitungan ... 71

B. Hasil Pengujian Terhadap Penyimpangan Asumsi Klasik ... 72

1. Pengujian Heterokedastisitas ... 72

2. Pengujian Multikolinieritas ... 72

3. Pengujian Autokorelasi ... 73

C. Pengujian Hipotesis ... 74

1. Uji Parsial (Uji t-statistik) ... 74

2. Uji F-Statistik ... 75

3. Penafsiran Koefisien Determinasi (R2) ... 76

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

1. Analisis Pengaruh alokasi PNPM terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung ... 77

2. Analisis Pengaruh alokasi APBD untuk sektor Pendidikan terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung ... 82

3. Analisis pengaruh alokasi APBD untuk sektor kesehatan terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung ... 86

4. Analisis pengaruh alokasi APBD untuk sektor PU terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung ... 92

E. Analisis Intersep Model Regresi Fixed Efect... 93

F. Implikasi Kebijakan ... 94

G. Keterbatasan Penelitian ... 95

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(14)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin menurut Propinsi ( se-Sumatera)

Tahun 2012 ... 5 Tabel 2. Persentase Jumlah Penduduk Miskin se- Sumatera

Tahun 2009-2012 ... 6 Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin Propinsi Lampung

Tahun 2007-2012 ... 7 Tabel 4. Penduduk Miskin (000) Kabupaten/ Kota di Propinsi Lampung

Tahun 2007- 2011 ... 8 Tabel 5. Pertumbuhan alokasi APBD Propinsi Lampung bidang

Pendidikan Tahun 2008- 2012 (persen) ... 9 Tabel 6. Pertumbuhan Alokasi APBD Propinsi Lampung untuk

Kesehatan Tahun 2008- 2012 (persen) ... 10 Tabel 7. Pertumbuhan Alokasi APBD Propinsi Lampung Bidang

Pekerjaan Umum Tahun 2008- 2012 (persen) ... 11 Tabel 8. Komposisi Dana Alokasi BLM se- Sumatera

Tahun 2009- 2011 ... 12 Tabel 9. Program Penanggulangan Kemiskinan Nasional dan

Sasarannya ... 36 Tabel 10. Studi terdahulu ... 56 Tabel 11. Uji Statistik Durbin Watson ... 67 Tabel 12. Rangkuman Hasil Regresi Ordinary Least Square (OLS) dan White

Cross Section Least Square (WCS LS) ... 71 Tabel 13. Hasil Uji Heterokedastisitas Metode

General Least Square (Cross Section Weights) ... 72 Tabel 14. Hasil Uji Multikolinieritas ... 73


(15)

iv

Tabel 17. Proporsi Realisasi APBD Bidang Pendidikan

di Provinsi Lampung tahun 2009 ... 85 Tabel 18. Indikator Standar Pelayanan Minimal Kesehatan

di Provinsi Lampung ... 91 Tabel 19. Nilai Koefisien Fixed Effect Pada Intersep Tiap Kabupaten/


(16)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah Penduduk miskin di Provinsi Lampung (000) Lampiran 2 Alokasi dana APBD bidang Pendidikan (juta rupiah) Lampiran 3 Tabel alokasi dana APBD bidang Kesehatan (juta rupiah) Lampiran 4 Alokasi dan APBD bidang Pekerjaan Umum (juta rupiah) Lampiran 5 Alokasi dana PNPM (rupiah)

Lampiran 6 Hasil perhitungan regresi data panel dengan menggunakan OLS dan WCS LS

Lampiran 7 Hasil Uji Hausman Lampiran 8 Uji Heteroskedastisitas

Lampiran 9 Hasil Regresi Variabel bebas Kesehatan Lampiran 10 Hasil Regresi Variabel Bebas Pendidikan Lampiran 11 Hasil Regresi Variabel Bebas PU

Lampiran 12 Hasil Regresi Variabel Bebas PNPM


(17)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir ... 16 Gambar 2. Pertumbuhan alokasi dana PNPM Pedesaan Kabupaten

di Provinsi Lampung(persen) ... 79 Gambar 3. Persentase Jenis Kegiatan Tahun Anggaran 2007 – 2013 ... 81 Gambar 4. Konsepsi Katasropik Dan Pemiskinan Akibat


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan yang dilaksanakan di daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, yang sesuai dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Ukuran kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan suatu daerah. Menurut Esmara (1986) kemiskinan ekonomi dapat diartikan sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak .Kemiskinan adalah ketiadaan satu atau beberapa kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk memperoleh fungsi minimal dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini termasuk tidak memiliki pendapatan yang memadai untuk memperoleh kecukupan makanan, pakaian, atau tempat berlindung (kemiskinan karena pendapatan) atau tidak mampu mengobati penyakit ke sarana kesehatan (kemiskinan karena kesehatan yang buruk), juga tidak memiliki akses terhadap pendidikan, partisipasi politik, atau peran didalam bermasyarakat, sehingga perlu adanya upaya-upaya


(19)

pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan. Upaya untuk memperkuat kemampuan masyarakat lapisan bawah (kelompok miskin) yang belum mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, keterbelakangan dan membutuhkan pertolongan agar memiliki daya, kemandirian, keswadayaan dan partisipasi..

Upaya penanggulangan kemiskinan terus dilakukan pemerintah Indonesia demi untuk mengeluarkan penduduk miskin dari jurang kemiskinan akibat krisis, seperti melalui pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, peningkatan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, pemberdayaan masyarakat lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang bertujuan untuk membuka kesempatan berpartisipasi bagi masyarakat miskin dalam proses pembangunan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007 dengan melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan .

Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri


(20)

diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 juga akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal. Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Program-program pemerintah guna penanggulangan kemiskinan, selain program PNPM, dapat berupa pemenuhan pelayanan dasar. (PNPM-mandiri.org)

Akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan mampu mendorong peningkatan investasi modal manusia (human capital), sedangkan pelayanan dasar bidang pekerjaan umum untuk mendorong pergerakan roda perekonomian melalui pembangunan infrastruktur atau pembangunan sarana layanan publik yang vital yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan) Studi mengenai hubungan penanggulangan kemiskinan dan belanja pemerintah bidang/sektor pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum serta program-program pemberdayaan masyarakat/PNPM diantaranya Jasmina, et al.


(21)

(2001) menganalisis alokasi belanja pembangunan di masing-masing kabupaten/kota tersebut, apakah bersifat pro orang miskin, netral atau pro orang kaya. Sektor pembangunan yang dijadikan indikator adalah Sektor Pertanian dan Kehutanan, Transportasi, Pendidikan, Kesehatan dan Sektor Perumahan dan Pemukiman. Secara singkat hasil studi ini menunjukkan rata-rata pembelanjaan untuk sektor pertanian, pendidikan dan perumahan lebih banyak dinikmati oleh kelompok 20 persen masyarakat miskin. Untuk sektor transportasi dan kesehatan manfaat yang dinikmati oleh 20 persen kelompok masyarakat miskin relatif sama dengan yang dinikmati oleh 20 persen kelompok masyarakat terkaya. Tetapi jika digunakan variable binary, secara rata- rata prosentase penerima manfaat untuk sektor transportasi dan sektor kesehatan relatif lebih kecil untuk kelompok masyarakat miskin dibandingkan dengan kelompok masyarakat kaya. Dengan kata lain, pengeluaran untuk sektor transportasi dan kesehatan cenderung bersifat regresif sampai dengan netral.

Selanjutnya studi yang pernah dilakukan oleh Adi S (2011) mengenai pengaruh PNPM dan alokasi dana APBD pada pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum dengan menjadikan propinsi Jawa Timur sebagai studi kasus menyatakan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi penurunan persentase jumlah penduduk miskin adalah PNPM dan alokasi belanja daerah bidang kesehatan.. Belanja pendidikan dan pekerjaan umum tidak berpengaruh terhadap indeks kemiskinan diduga karena tidak berdampak langsung terhadap pendapatan penduduk miskin namun dapat membantu mempertahankan dan meningkatkan pendapatan yang diperolehnya tapi tidak terlalu besar sehingga tidak dapat membantu keluar dari garis kemiskinan. Robets J (2003), pada


(22)

penelitiannya mengenai pengeluaran publik untuk sektor pendidikan menyatakan bahwa di beberapa negara berkembang pengeluaran publik pada sektor pendidikam tidak diikuti dengan tercapainya target MDG’s untuk pendidikan, namun berdampak positif pada tingkat kemiskinan. Sedangkan pengeluaran publik untuk sektor kesehatan di beberapa negara berkembang seperti pada negara

Sri Lanka dan Kernala dianggap sangat efektif dalam pencapaian target MDG’s

untuk sektor pendidikan.

Propinsi Lampung untuk wilayah Sumatera merupakan propinsi kedua terbesar dengan jumlah penduduk miskin sebesar 1.219.000 orang pada tahun 2012 yaitu sebesar 237.900 orang di kota dan 981.100 orang di pedesaan, sedangkan jumlah penduduk miskin terbesar pertama di Sumatera adalah provinsi Sumatera Utara dengan besaran 1.378.400 orang yang tersebar 669.400 orang di kota dan 709.100 orang di desa (Tabel 1). Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa propinsi Lampung memiliki penduduk miskin di pedesaan terbesar se- Sumatera.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin menurut Propinsi ( se-Sumatera) Tahun 2012

Propinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)

Kota Desa Kota+Desa

Aceh 16,54 71,11 87,66

Sumatera Utara 66,94 70,91 137,84

Sumatera Barat 12,43 27,36 39,79

Riau 15,64 32,49 48,13

Jambi 10,53 16,47 27,01

Sumatera Selatan 36,76 67,44 104,2

Bengkulu 9,27 21,78 31,05

Lampung 23,79 98,11 121,9

Bangka Belitung 2,4 4,62 7,02


(23)

Begitu pula dengan persentase jumlah penduduk miskin pedesaan se-Sumatera, Provinsi Lampung pada tahun 2012 desa dan kota terbesar yaitu 19, 73 persen, dengan presentasi untuk jumlah penduduk di desa sebesar 23, 77 persen dan presentasi jumlah penduduk kota sebesar 11,61 persen. Ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan untuk Provinsi Lampung merupakan terbesar di Pulau Sumatera. Namun presentase penduduk miskin di Propinsi Lampung mengalami penurunan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012, yaitu sebesar 22,73 persen pada tahun 2009, kemudian turun menjadi 22,25 persen pada tahun 2010, terus menurun kembali sebesar 20,13 persen pada tahun 2011, dan hingga turun lagi menjadi19,73 persen pada tahun 2012. Lihat Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Jumlah Penduduk Miskin se- SumateraTahun 2009-2012

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Data diolah Propinsi

TAHUN

2009 2010 2011 2012

Persentase Jumlah Penduduk Miskin (%)

Persentase Jumlah Penduduk Miskin (%)

Persentase Jumlah Penduduk Miskin (%)

Persentase Jumlah Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota + Desa

Kota Desa Kota + Desa

Kota Desa Kota + Desa

Kota Desa Kota + Desa

Aceh 7,73 15,80 13,03 7,65 15,70 12,96 8,24 16,65 13,87 8,07 17,23 14,19 Sumatera

Utara 29,19 18,05 21,88 30,39 18,29 22,41 32,36 18,31 22,96 32,66 17,18 22,31 Sumatera

Barat 4,91 6,97 6,26 4,68 7,38 6,46 6,58 6,99 6,85 6,06 6,63 6,44 Riau 9,57 6,71 7,70 9,21 6,64 7,52 6,64 7,88 7,47 7,63 7,87 7,79 Jambi 4,98 2,94 3,64 4,89 2,98 3,63 5,06 3,81 4,23 5,14 3,99 4,37 Sumatera

Selatan 19,94 15,52 17,04 20,78 14,93 16,92 19,16 15,42 16,66 17,94 16,34 16,87 Bengkulu 4,99 4,59 4,73 5,17 4,74 4,88 4,46 4,83 4,71 4,52 5,28 5,03

Lampung 14,82 26,89 22,73 13,31 26,87 22,25 11,33 24,49 20,13 11,61 23,77 19,73 Bangka

Belitung 1,22 1,06 1,12 0,97 1,05 1,02 1,19 1,08 1,12 1,17 1,12 1,14 Kepulauan

Riau 2,66 1,46 1,87 2,96 1,43 1,95 4,98 0,54 2,01 5,20 0,60 2,12


(24)

Lebih jelas terlihat pada Tabel 3. pergerakan jumlah penduduk miskin di propinsi Lampung dari tahun 2007 ke tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun ke tahun yaitu sebesar 1,6617 juta penduduk di tahun 2007 menjadi 1,59160 juta penduduk ditahun 2008, kemudian turun kembali menjadi 1,55830 juta penduduk di tahun 2009, lalu menjadi 1,47990 juta penduduk di tahun 2010 serta 1,29871 juta penduduk di tahun 2011 dan 1, 219 juta penduduk di tahun 2012.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin Propinsi Lampung Tahun 2007-2012 Propinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)

Kota Desa Kota+Desa

2012 (Sep) 237,90 981.10 1.219,00

2011 241,94 1.056,77 1.298,71

2010 301,70 1.178,20 1.479,90

2009 349,30 1.209,00 1.558,30

2008 365,60 1.226,00 1.591,60

2007 366,00 1.295,70 1.661,70

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung, tersebar di seluruh kabupaten/kota. Rata-rata jumlah penduduk miskin terbesar pada tahun 2007-2011 terdapat pada Kabupaten Lampung Selatan yaitu sebesar 262,22 ribu orang. Sedangkan rata-rata terkecil jumlah penduduk miskin terdapat pada Kota Metro yaitu sebesar 19,58 ribu orang. Lihat Tabel 4.


(25)

Tabel 4. Penduduk Miskin (000) Kabupaten/ Kota di Propinsi Lampung Tahun 2007- 2011

No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

1 Lampung Barat 96,7 86,1 79,5 71,8 67,9 80,4

2 Tanggamus 188,2 179,3 174,9 98,0 92,7 146,62

3 Lampung Selatan 371,8 351,2 222,5 187,9 177,7 262,22

4 Lampung Timur 261,9 228,4 206,3 200,4 189,5 217,3

5 Lampung Tengah 263,0 242,0 230,7 197,7 187,0 224,08

6 Lampung Utara 185,3 182,9 171,0 164,7 155,8 171,94

7 Way Kanan 96,8 84,1 79,2 76,6 72,5 81,84

8 Tulangbawang 103,6 90,9 86,8 43,0 40,7 73

9 Bandar Lampung 78,8 130,9 123,9 128,6 121,6 116,76

10 Kota Metro 15,5 22,1 21,2 20,1 19,0 19,58

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Besarnya penduduk miskin di Propinsi Lampung, maka pemerintah daerah berupaya melakukan penanggulangan kemiskinan. Untuk merealisasikannya diperlukan program-program yang mampu mengurangi kemiskinan, dengan mengalokasikan dana APBD diantaranya bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum. Pergerakan pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan di Propinsi Lampung yang dialokasikan oleh Pemerintah daerah baik pemerintah propinsi maupun kabupaten dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami fluktuasi, untuk tahun 2008 pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan di kabupaten/ kota Propinsi Lampung bernilai positif kecuali untuk kabupaten Lampung Selatan yang mengalami pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan -2, 42 % ,untuk tahun 2009 sampai 2010 sebagian besar kabupaten kota memiliki pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan yang bernilai positif . Pada tahun 2011 semua pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan di Kabupaten/kota propinsi Lampung bernilai negatif, ini menunjukan bahwa adanya


(26)

pengurangan alokasi APBD bidang pendidikan di tahun 2011. Pada tahun 2012 pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan di semua kabupaten/kota kembali bernilai positif, Kabupaten Tanggamus memiliki pertumbuhan alokasi APBD bidang pendidikan terbesar yaitu sebesar 1.012 persen. (Lihat Tabel 5)

Tabel 5. Pertumbuhan alokasi APBD Propinsi Lampung bidang Pendidikan Tahun 2008- 2012 (persen)

No Nama Daerah Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Prop. Lampung -38,27 334,10 -14,36 16,52 -4,17

1 Kab. Lampung Barat 15,97 10,99 9,12 -60,44 362,91

2 Kab. Lampung Selatan -2,42 -0,75 3,06 -76,10 612,07

3 Kab. Lampung Tengah 11,42 49,58 1,20 -82,66 829,30

4 Kab. Lampung Utara 50,66 18,93 -8,86 -77,73 533,17

5 Kab. Lampung Timur 470,83 46,46 -9,50 -82,33 792,40

6 Kab. Tanggamus 15,19 4,90 -34,54 -84,43 1.012,65

7 Kab. Tulang Bawang 61,40 19,27 -55,46 -39,17 168,80

8 Kab. Way Kanan 7,55 -7,23 3,56 -70,15 394,97

9 Kota Bandar Lampung 486,13 18,20 8,38 -81,71 735,46

10 Kota Metro 11,23 37,46 -21,77 -54,11 305,14

Sumber : DJPK(Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah) Kementrian Keuangan Indonesia, ( data diolah)

Pertumbuhan alokasi dana APBD bidang kesehatan, di propinsi Lampung sejak tahun 2008 sampai dengan 2012 juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 pertumbuhan alokasi dana APBD bidang kesehatan pada Kabupaten/ kota propinsi Lampung yang paling besar adalah kota Bandar Lampung yaitu sebesar 92,40 persen . Pada tahun 2011 semua kabupaten/kota memiliki pertumbuhan alokasi dana APBD bidang kesehatan yang bernilai positif dan diatas 100 %. Namun mengalami penurunan kembali di tahun 2012. Lihat Tabel 6


(27)

Tabel 6. Pertumbuhan Alokasi APBD Propinsi Lampung untuk Kesehatan Tahun 2008- 2012 (persen)

No Nama Daerah Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Prop. Lampung 6,31 -5,51 19,80 18,26 63,68

1 Kab. Lampung Barat -3,49 39,37 -2,71 526,64 -76,93

2 Kab. Lampung Selatan -3,82 -6,21 18,44 636,34 -77,68 3 Kab. Lampung Tengah 7,01 15,80 -1,94 1.139,39 -87,81

4 Kab. Lampung Utara -3,25 -2,07 11,83 739,13 -88,06

5 Kab. Lampung Timur -0,44 3,31 11,87 774,06 -82,29

6 Kab. Tanggamus 22,90 -0,05 -42,50 1.028,35 -83,61

7 Kab. Tulang Bawang -7,57 21,70 -47,84 496,91 -49,82

8 Kab. Way Kanan 13,80 1,44 8,24 462,20 -79,94

9 Kota Bandar Lampung 92,40 18,11 -12,44 894,30 -75,46

10 Kota Metro 12,92 -11,09 17,12 281,96 -62,14

Sumber : DJPK(Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah) Kementerian Keuangan Indonesia, ( data diolah)

Pertumbuhan alokasi APBD bidang pekerjaan umum di Kabupaten/ kota di Propinsi Lampung tahun 2008 sampai dengan 2012 mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2009 hampir semua kabupaten/ kota di Propinsi Lampung memiliki pertumbuhan alokasi dana APBD bidang pekerjaan umum bernilai negatif, kecuali untuk Kabupaten Lampung Tengah sebesar 104, 53 persen dan Kota Metro sebesar 87, 69 persen. Pada Tahun 2010 hanya Kabupaten Lampung Barat yang memiliki pertumbuhan alokasi dana APBD bidang pekerjaan umum bernilai positif sebesar 14, 16 persen. Pada tahun 2011 dan 2012 rata- rata kabupaten/ kota di Propinsi Lampung memiliki pertumbuhan alokasi dana APBD bidang pekerjaan umum yang cenderung positif . Lihat tabel 7


(28)

Tabel 7. Pertumbuhan Alokasi APBD Propinsi Lampung Bidang Pekerjaan Umum Tahun 2008- 2012 (persen)

No Nama Daerah Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Prop. Lampung 7,03 -25,18 18,68 111,00 49,60

1 Kab. Lampung Barat -18,36 -19,94 14,16 -11,75 17,62

2 Kab. Lampung Selatan -19,36 -44,19 -27,05 62,28 -14,70 3 Kab. Lampung Tengah 1.303,11 -37,43 -47,23 128,80 32,71

4 Kab. Lampung Utara 22,84 -33,59 -11,22 21,29 -87,35

5 Kab. Lampung Timur 40,81 -30,65 -2,40 -31,81 168,56

6 Kab. Tanggamus -21,19 -32,85 -22,17 132,98 7,18

7 Kab. Tulang Bawang 51,74 -7,22 -18,64 25,63 19,71

8 Kab. Way Kanan 18,95 104,53 -13,61 -65,81 23,43

9 Kota Bandar Lampung 5,48 -17,07 -5,43 -50,67 461,75

10 Kota Metro 13,18 87,69 -25,69 38,42 -9,77

Sumber : DJPK(Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah) Kementrian Keuangan Indonesia, ( data diolah)

Keberhasilan penanggulangan kemiskinan di daerah tidak terlepas dari peran pemerintah pusat. Salah satu program yang dijalankan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah dengan adannya program PNPM Mandiri, yang bersumber dari dana alokasi BLM. Alokasi dana BLM pada tahun 2009 sampai tahun 2012 di Propinsi Lampung cenderung mengalami kenaikan, yaitu sebesar 366.765 juta rupiah di tahun 2009 menjadi 437.23 juta rupiah di tahun 2011. Lihat tabel 8


(29)

Tabel 8. Komposisi Dana Alokasi BLM se- Sumatera Tahun 2009- 2011

Sumber : PNPM Mandiri

Pemerintah pusat dan daerah memiliki peran penting dalam pengalokasian dana APBD dan APBN yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat salah satunya dalam rangka penanggulangan kemiskinan.

B. Masalah Penelitian

Dari penjelasan data pada latar belakang mengenai tingkat kemiskinan yang terus menurun dan pergerakan pertumbuhan dana alokasi APBD di bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan yang mengalami fluktuasi (tabel 5- tabel 7) serta komposisi alokasi dana BLM yang cenderung meningkat, memunculkan dugaan bahwa pergerakan pertumbuhan dana Alokasi APBD tidak seirama dengan pergerakan jumlah penduduk miskin yang ada, sedangkan dari penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa alokasi dana APBD khususnya bidang

N

o Provinsi

Tahun

2009 2010 2011

Komposisi Dana (juta Rp) Komposisi Dana (juta Rp) Komposisi Dana (juta Rp)

Total BLM Sum ber APBN Sum ber APBD Total BLM Sumber APBN Sum ber APBD Total BLM Sum ber APBN Sumber APBD 1 Aceh 1.180.630 204.369 976.262 633.19 457.43 175.76 588,54 472,38 116,16 2

Sumatera Utara

560.64 455.74 104.901 821.07 655.1 165.97 693,81 576,13 117,68

3

Sumatera Barat

212.45 151.973 60.478 302.435 232.025 70.41 174,74 141,04 33,70 4 Riau 205.47 170.345 35.125 277.58 230.09 47.49 203,39 192,09 11,30 5 Jambi 146.79 119.315 27.475 205.96 176.91 29.05 144,71 131,78 12,93 6

Sumatera Selatan

320.03 276.039 43.992 431.05 363.18 67.87 382,20 339,09 43,11 7 Bengkulu 155.425 133.143 22.282 176.129 138.609 37.52 154,75 133,52 21,23 8 Lampung 366.765 316.905 49.86 438.016 371.356 66.66 437,23 375,93 61,30 9 Bangka 48.24 39.045 9.195 54.56 43.74 10.82 42,38 39,37 3,01 10

Kep.


(30)

pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum memiliki pengaruh yang negatif. Namun, untuk komposisi alokasi dana BLM terlihat bergerak naik sejalan dengan penurunan jumlah penduduk miskin di propinsi Lampung, sehingga muncul dugaan seperti pada penelitian sebelumnya bahwa adanya BLM berdampak negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan, upaya menanggulangi pengentasan kemiskinan yaitu dengan menggunakan APBN melalui program PNPM dan APBD melalui anggaran bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum menjadikan pendanaan dalam pengentasan kemiskinan ini menjadi perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah. Oleh karena itu penulis mencoba melihat bagaimana sebenarnya pengaruh dari alokasi PNPM dan alokasi anggaran belanja daerah untuk pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum terhadap kemiskinan di Indonesia.

Program PNPM dipilih dalam penelitian ini daripada beberapa program pengentasan kemiskinan lain seperti jamkesmas, raskin, atau program keluarga harapan karena sasaran program ini adalah kelompok masyarakat umum. Sehingga diharapkan dapat disandingkan dengan program APBD untuk pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum yang juga sasarannya adalah masyarakat umum bukan dikhususkan kepada penduduk miskin. Dari dua saluran dana dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah apakah mempunyai dampak yang signifikan terhadap penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan menjadi isu utama dalam penilaian kinerja pemerintahan yang membuat pemerintah pusat dan daerah menjadikan kemiskinan menjadi salah satu indikator keberhasilan pemerintahannya.


(31)

Namun apakah upaya pegalokasian dana APBD dan APBN oleh pemerintah pusat dan daerah ini berdampak terhadap masyarakat miskin.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh program PNPM terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung?

2. Bagaimana pengaruh alokasi APBD untuk pendidikan terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung?

3. Bagaimana pengaruh alokasi APBD untuk kesehatan terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung?

4. Bagaimana pengaruh alokasi APBD untuk pekerjaan umum terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menganalisis pengaruh program PNPM terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung

2. Untuk menganalisis pengaruh alokasi APBD bidang pendidikan terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung

3. Untuk menganalisis pengaruh alokasi APBD bidang kesehatan terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung

4. Untuk menganalisis pengaruh alokasi APBD bidang pekerjaan umum terhadap kemiskinan di Propinsi Lampung


(32)

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian ini atas permasalahan kemiskinan yang ada di Provinsi Lampung serta adanya upaya- upaya dari pemerintah pusat dan daerah dalam penanggulangan kemiskinan yaitu dengan mengeluarkan program- program pemberdayaan masyarakat dan pengalalokasian Aggaran Belanja Pemerintah.

Untuk menganalisa upaya- upaya pemerintah tersebut, maka didasari teori pengeluaran pemerintah dengan pendekatan model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut yaitu dalam perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi.

Berdasarkan teori tersebut maka penelitian ini mencoba menganalisis pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung. Adapun indikator yang dipergunakan yaitu jumlah penduduk miskin untuk tingkat kemiskinan, kemudian untuk pengeluaran pemerintah yaitu alokasi untuk program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan indikator alokasi PNPM , serta pengeluaran pemerintah daerah yaitu alokasi APBD untuk bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum.


(33)

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

PERAN PUSAT DAN DAERAH DALAM PENANGGULANGAN

KEMISKINAN

ALOKASI DANA PNPM

TINGKAT KEMISKINAN

ANGGARAN BELANJA DAERAH (PEND, KES, & PU)

PENGUJIAN HIPOTESIS PERMASALAHAN

KEMISKINAN

REGRESI

VARIABEL DEPENDENT VARIABEL INDEPENDENT

Alokasi dana PNPM

Jumlah Penduduk Miskin (P)

APBD untuk Pendidikan

APBD untuk Kesehatan


(34)

F. Hipotesa Penelitian

Diduga pengaruh pendanaan secara bersama- sama melalui alokasi dana PNPM dan Alokasi APBD pada bidang Kesehatan, Pendidikan, dan Pekerjaan Umum terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung berpengaruh negatif namun pengaruh PNPM lebih besar daripada alokasi APBD

G. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pendanaan mengenai pengentasan kemiskinan yang berasal dari BLM untuk PNPM dan anggaran daerah untuk pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum pada kabupaten/ kota di Provinsi Lampung

H. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dalam pembuatan perencanaan dan kebijakan perumusan penanggulangan kemiskinan dan diharapkan sebagai bahan kajian peneliti-peneliti lain untuk menulis topik yang sama.

I. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Memaparkan latar belakang, masalah penelitian ,pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, , kerangka pemikiran ,hipotesa penelitian, kontribusi penelitian, dan sitematika penulisan.


(35)

Bab II : Tinjauan Pustaka

Kajian literatur tentang kemiskinan, anggaran pendapatan dan belanja daerah, program penanggulangan kemiskinan, dan penelitian sebelumnya. Dalam bab ini juga dipaparkan tentang gambaran kemiskinan di wilayah penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Memaparkan tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi tentang analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian. Selain itu, pada bab ini memaparkan sumbangan pemikiran dan penilaian dari pengamatan dan analisis data.

Bab V : Kesimpulan

Berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, akan diberikan juga rekomendasi kebijakan terhadap hal-hal yang menjadi masalah.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai arti yang luas dan tidak mudah mengukurnya,dalam arti berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek lainnya (Sumodiningrat, 1989). Specker (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup (1) kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal, (2) gangguan dan tingginya risiko kesehatan, (3) risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya, (4) kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan (5) kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses politik, dan kualitas pendidikan yang rendah.

Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut: Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan


(37)

keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya. Maxwell (2007) menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative deprivation).

Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif; ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan. Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga dendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Masalah kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik.Oleh


(38)

karena itu, strategi dan kebijakan yang dirumuskan dalam strategi nasional pengentasan kemiskinan didasarkan atas pendekatan berbasis hak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005).

Menurut Sallatang (1986), Kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan kepemilikan kekayaan materil tanpamengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologik dan sosial. Bagiyang memperhatikan konsep tingkat hidup yaitu tidak hanya menekankan tingkatpendapatan saja tetapi juga masalah pendidikan, perumahan, kesehatan, dankondisi-kondisi sosial lainnya dari masyarakat. Namun demikian, sampai saat inibelum ada definisi yang baku dan bisa diterima secara umum dari berbagai istilah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan itu sangat kompleks dan pemecahannyapun tidak mudah.

Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang (Esmara, 1986). Kemiskinan ini dapat di ukur secara langsung denganmenetapkan persediaan sumber daya yang tersedia pada kelompok itu danmembandingkan dengan ukuran-ukuran baku. Sumber daya yang dimaksud dalampengertian ini mencakup konsep ekonomi yang luas tidak hanya pengertianfinansial tetapi perlu mempertimbangkan semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Kartasasmita (1992), menyatakan bahwa masyarakat pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatanekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyaipotensi lebih tinggi. Ketidak berdayaan golongan miskin di cerminkan dengan kemudahan golongan masyarakat lainnya yang lebih mampu dan lebih


(39)

kuat untuk menjaring, mengatur dan membelokkan hasil-hasil pembangunan serta pelayananpemerintah yang diperuntukkan bagi mereka yang kekurangan. Katidakberdayaan mendorong proses pemiskinan dalam berbagai bentuk antara lain yang terpentingadalah pemerasan oleh kaum yang lebih kuat. Orang yang tidak berdaya,seringkali terbatas atau tidak mempunyai akses terhadap bentuan pemerintah,serta hampir tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap pemerintah dalammengambil keputusan tentang pelayanan dan bantuan yang perlu diberikan kepadagolongan yang lemah itu sendiri.

Menurut Bank Dunia (2004), kemiskinan adalah kelaparan; kemiskinan adalah ketiadaan tempat berlindung; kemiskinan adalah ketika sakit tidak punya kemampuan untuk berobat; kemiskinan adalah tidak punya akses ke sekolah dan tidak bisa membaca; kemiskinan berarti tidak punya pekerjaan dan ketakutan akanmasa depan; kemiskinan adalah tidak punya kekuatan, tidak punya perwakilan politik dan tidak memiliki kebebasan.

Defenisi kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS 2002, adalah apakah rumahtangga atau individu memiliki sumberdaya atau kemampuan yang cukupuntuk memenuhi kebutuhannya. Aspek ini didasarkan kepada perbandingan pendapatan, pengeluaran, pendidikan atau atribut lain dari individu dengan beberapa batasan yang ditentukan, dimana mereka yang berada dibawah batasyang ditentukan tersebut dikatakan sebagai miskin. Kemiskinan merupakan suatu ketidak cukupan/ kekurangan akan aset-aset penting dan peluang-peluang dimana setiap manusia berhak memperolehnya. Jadi, jelasnya seseorang dapat berfikir tentang kemiskinan dari sudut pandang non-moneter. Meskipun digunakan secara luas, kemiskinan secara moneter bukan satu-satunya paradigma


(40)

bagi pengukurankemiskinan dan dimensi non-moneter dari kemiskinan sangat penting/ bergunadalam menggarap komponen-komponen kemiskinan, kususnya

bagi penelitianatau studi kasus.Kemiskinan juga berkaitan dengan ”outcome”

yang kurang/ tidak cukupdalam hubungannya dengan (i) kesehatan, gizi dan literasi, (ii) kurangnya hubungan sosial, (iii) kerawanan, dan (iv) kepercayaan diri yang rendah danketidakberdayaan (BPS, 2002).

Mengikuti definisi umum, penduduk miskin didefinisikan sebagai merekayang tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dasar, termasuk komponenmakanan dan bukan makanan. Jadi garis kemiskinan diperoleh denganmenentukan sekelompok pengeluaran yang diperkirakan cukup untuk kebutuhankonsumsi dasar dan selanjutnya dengan memperkirakan biaya dari kebutuhandasar ini. Dengan kata lain garis kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai standarminimum yang diperlukan individu untuk memenuhi kebutuhan makanan danbukan makanan. Suharto (2006 : 148 – 149) mengatakan bahwa ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir skin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial. Kelompok miskin (poor).

Kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar. Kelompok rentan (vunerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan , karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute


(41)

(agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya.

mereka seringkali berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan sosial.

Kemiskinan oleh profesi pekerjaan sosial lebih dipandang sebagai persoalan-persoalan struktural tetapi dalam upaya pemecahannya pekerjaan sosial menekankan keberfungsian sosial sebagai upaya untuk keluar dari lingkaran kemiskinan yang menjerat individukeluarga, kelompok dan masyarakat. Strategi pekerjaan sosial dalam menanggulangi kemiskinan adalah peningkatan kemampuan individu dan kelompok dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan statusnya.Oleh karena itu, untuk dapat merancang model intervensi dan strategi pemecahan masalah yang tepat maka lebih dulu perlu diketahui mengenai pengertian kemiskinan, karakteristik, indikator dan dimensinya.

Pengertian kemiskinan absolut lebih banyak digunakan oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan pada berbagai sektor pelayanan publik, misalnya di bidang pangan, kesehatan, pendidikan dan perumahan. Untuk mengukur kemiskinan dan kriteria penduduk miskin, pemerintah antara lain menggunakan pendekatan pendapatan atau pengeluaran penduduk untuk pemenuhan kebutuhan dasar minimum, pendekatan rata-rata per-kapita dan pendekatan klasifikasi keluarga sejahtera seperti yang digunakan oleh BKKBN. Pada tahun 2004 BPS menggunakan pendekatan pengeluaran minimum makanan yang setara dengan 2.100 kkal/hari ditambah pengeluaran bukan makanan (perumahan dan fasilitasnya, sandang, kesehatan, pendidikan, transport dan barang-barang lainnya). Pada tahun 2008, BPS menetapkan lagi 8 variabel yang


(42)

dianggap layak dan operasional sebagai indikator untuk menentukan rumah tangga miskin, yaitu : 1) luas lantai per-kapita, 2) jenis lantai, 3) air minum/ketersediaan air bersih, 4) jenis jamban/wc, 5) kepemilikan aset, 6) pendapatan per-bulan, 7) pengeluaran, khususnya prosentase pengeluaran untuk makanan dan 8) konsumsi lauk pauk.

Pendekatan yang digunakan BPS relatif lebih sederhana dan mudah dilakukan pengukurannyadibandingkan beberapa pendekatan dan pengertian lainnya mengenai kemiskinan.Namun pendekatan dan pengukuran ini mempunyai kecenderungan mengabaikan perkembangan standar kebutuhan minimum manusia yang mengikuti perkembangan dan kemajuan pembangunan maupun teknologi. Sebagai contoh, sebelum era tahun 2000 kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan komunikasi dapat terpenuhi melalui media cetak (koran dan majalah) dan media elektronik (radio dan televisi). Dalam sepuluh tahun terakhir ini, kebutuhan informasi dan komunikasi masyarakat sudah mengalami peningkatan yang sangat tinggi terhadap televisi kabel, telepon kabel, telepon seluler dan internet. Penggunaan definisi kemiskinan absolut dalam perencanaan program penanggulangan kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah karena definisi dan pendekatan yang tersebut dapat digunakan untuk menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu atau perkiraan dampak suatu proyek terhadap kemiskinan. Pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang digunakan oleh Bank Dunia untuk dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara. Bank Dunia menggunakan pendekatan ini karena memudahkan dalam menentukan kemana dana bantuan akan disalurkan dan kemajuan yang dicapai suatu negara dapat dianalisis.


(43)

Pengertian kemiskinan relatif menurut BPS (2008) adalah “suatu kondisi

miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi

pendapatan”.BPS mengemukakan bahwa standar minimum disusun berdasarkan

kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk miskin.Ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan atau pengeluaran penduduk Pengertian kemiskinan relatif sebagaimana yang dikemukakan oleh BPS lebih menunjuk pada kesenjangan pendapatan dan pengeluaran antar wilayah dalam suatu negara atau antar negara di dunia. Pengertian kemiskinan relatif menurut BPS cenderung mengarah pada ukuran kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap masyarakat sedangkan pengertian kemiskinan relatif yang dikemukakan oleh Supadi dan Akhmad Rozany lebih menunjuk pada pembandingan kondisi obyektif tingkat kesejahteraan seseorang terhadap orang lain dalam suatu wilayah atau suatu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda wilayah. Menurut Suparlan dalam Masjkuri (2007 : 40 – 41), “kemiskinan adalah suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap kesehatan, kehidupan moral dan rasa

harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin”.

Individu atau kelompok yang merasa dirinya miskin tetapi mempunyai motivasi tinggi untuk mengatasi masalahnya cenderung melakukan berbagai cara dan usaha untuk keluar dari kondisi miskin yang dialaminya. Namun pada


(44)

individu atau kelompok tertentu kondisi miskin tersebut dianggap sebagai suatu hal yang biasa, berlangsung dalam waktu yang lama bahkan diturunkan dari generasi ke generasi.Sikap dan pandangan kelompok yang menganggap

kemiskinan sebagai hal yang biasa oleh Taylor (2007) disebut sebagai ’kondisi membiasanya penderitaan’.

1. Penduduk Miskin

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

2. Garis Kemiskinan (GK)

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)


(45)

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

3. Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Strategi penanggulangan kemiskinan (SPK) sangatlah penting bagi daerah,karena akan menjadi acuan bagi semua pelaku baik pemerintah daerah, swastamaupun masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan di daerahnya.SPK Daerah adalah dokumen resmi yang berisi kesepakatan – kesepakatan antarstakeholders daerah (pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat) untuk bersama –sama mengatasi masalah kemiskinan sesuai kondisi masing - masing daerah.Dokumen strategi ini berorientasi pada proses (bukan sekedar hasil), menyeluruh(komprehensif) dan berdemensi jangka menengah dan jangka panjang.

Dua Strategi Utama Penanggulangan Kemiskinan :

1. Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk emperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya maupun politik;

2. Mengurangi pengeluaran melalui pengurangan beban kebutuhan dasar sepert akses ke pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi.


(46)

Strategi Utama Penanggulangan Kemiskinan dijabarkan kedalam 4 pilar langkah kebijakan yang menjadi acuan bagi stakeholders dalam prosespenyusunan poverty reduction strategy papers (PRSP) adalah sebagai berikut :

a. Perluasan kesempatan, yakni pemerintah bersama sektor swasta dan masyarakat menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin.

b. Pemberdayaan masyarakat, yakni pemerintah, sektor swasta dan masyarakat memberdayakan masyarakat miskin agar dapat memperoleh kembali hak – hak ekonomi, sosial dan politiknya, mengontrol keputusan yang menyangkut kepentingannya, menyalurkan aspirasi, dan mampu secara mandiri mengatasi permasalahan – permasalahan yang dihadapi;

c. Peningkatan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia, yakni pemerintah, sektor swasta dan masyarakat meningkatkan kapasitas atau kemampuan dasar masyarakat miskin agar mampu bekerja berusaha secara lebih produktif, dan memperjuangkan kepentingannya;

d. Perlindungan sosial, yakni pemerintah melalui kebijakan publik mengajak sektor swasta dan masyarakat memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin, utamanya kelompok masyarakat yang paling miskin (fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, cacat) dan kelompok masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi dankonflik sosial.


(47)

B. Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat. Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran menyatakan bahwa

Y = C + I + G + X-M.

Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional, sekaligus mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan variable-variabel di ruas kanan disebut permintaan agregat. Variable G menyatakan pengeluaran pemerintah (Government expenditures), I investment, X-M adalah net ekspor. Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamatinya dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan permintaan agregat atau pendapatan nasional. Dengan ini, dapat dianalisis seberapa penting peranan pemerintah dalam perekonomian nasional.

Pemerintah tentu saja tidak hanya melakukan pengeluaran, tetapi juga memperoleh penerimaan. Penerimaan dan pengeluaran pemerintah dimasukkan dalam suatu konsep terpadu mengenai pendapatan dan belanja negara. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkenaan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah (pendapatan dan belanja negara) disebut kebijksanaan fiskal.

1. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Model ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.


(48)

Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Sebenarnya peranan pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan swasta. Semakin besarnya peranan swasta juga banyak menimbulkan kegagalan pasar yang terjadi.

Musgrave memiliki pendapat bahwa investasi swasta dalam presentase terhadap GNP semakin besar dan presentase investasi pemerintah dalam presentase terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Teori Adolf Wagner

Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena


(49)

pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

KK

PPkP : Pengeluaran pemerintah per kapita

PPK : Pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk

1, 2, ... n : j angka waktu (tahun)

Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut

organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain. Kurva diatas menunjukkan secara relatif peranan pemerintah semakin meningkat.

C. Pemberdayaan Masyarakat

Oakley dan Marsden, (1982) dalam Prijono dan Pranarka (1996), menyatakan pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya memberikan kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif yang sebetulnya sudah dimiliki secara potensial untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya. Dari uraian tersebut dapat dibedakan dua hal dalam


(50)

pemberdayaan. Pertama, bahwa pemberdayaan sebagai upaya memberikan kekuatan atau kemampuan kepada individu atau kelompok agar lebih berdaya. Ada unsur luar (baik dalam bentuk lembaga atau individu) yang memberikan kekuatan sehingga punya kekuatan untuk dapat mengambil peran yang berharga bagi lingkungannya. Kedua, memunculkan kekuatan dan kemampuan individu dan kelompok yang selama ini masih terpendam. Melalui stimulasi dan memotivasi sehingga menumbuhkan kepercayaan pada dirinya akan kemampuan yang dimiliki. Prijono dan Pranarka (1996) menyebut kedua hal tersebut sebagai kecenderungan primer dan sekunder. Baik kecenderungan primer maupun sekunder akan merubah individu atau kelompok dari kondisi serba keterbatasan dan ketidakberdayaan menjadi lebih mampu untuk mendobrak segala keterbatasannya hingga lebih dapat mengembangkan dirinya. Proses pemberdayaan muncul dari kondisi sosial ekonomis yang dikotomis yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai (Hutomo, 200b). Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai.

Panduan Umum PNPM Mandiri (2007), mengartikan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan pada dasarnya akan


(51)

memunculkan keberanian pada individu ataupun kelompok. Kondisi semula yang cenderung hanya menerima keadaan, akan lebih berani bertindak untuk merubah keadaan. Bentuk keberanian itu juga dapat berupa menghadapi kekuasaan formal guna menghapus ketergantungannya pada kekuatan itu. Sebagai upaya untuk memberikan kekuatan dan kemampuan, berarti di dalam pemberdayaan mengandung dua pihak yang perlu ditinjau dengan seksama yaitu pihak yang diberdayakan dan pihak yang melakukan pemberdayaan. Agar dapat diperoleh hasil yang memuaskan diperlukan komitmen yang tinggi dari kedua pihak. Dari pihak pemberdaya harus beranjak dari pendekatan bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, akan tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Untuk itu, maka dalam pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan yang terarah, dilaksanakan oleh masyarakat yang jadi kelompok sasaran, dan menggunakanpe ndekatan kelompok (Kartasasmita dalam Lasito, hal 26). Menurut Sumodiningrat dalam Nursyamsu (2004), pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.

2. Memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat.

3. Melindungi ekonomi rakyat untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat serta mewujudkan kebersamaan dan kemitraan yang sudah maju dengan yang belum berkembang


(52)

D. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Strategi Pemerintah dalam mengurangi kemiskinan ini difokuskan melalui 3 klaster program penanggulangan kemiskinan, yaitu:

1. Klaster Pertama

Terdiri dari kelompok program bantuan dan perlindungan sosial terpadu berbasis keluarga, yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, dan perbaikan kualitas hidup keluarga miskin dengan sasaran rumah tangga sangat miskin(RTSM), rumah tangga miskin (RTM) dan rumah tangga hampir miskin (RTHM). Program utamanya adalah Raskin, Jamkesmas, PKH dan Beasiswa Miskin.

2. Klaster Kedua

Merupakan kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat melalui program PNPM Mandiri yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat melalui usaha dan bekerja bersama untuk mencapai keberdayaan dan kemandirian dengan sasaran kelompok masyarakat/kecamatan miskin.

3. Klaster Ketiga

Adalah kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil (UMK) yang bertujuan untuk membuka dan memberikan akses permodalan dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).


(53)

Tabel 9. Program Penanggulangan Kemiskinan Nasional dan Sasarannya

Program Sasaran

1. Program Keluarga Harapan (PKH) Rumah Tangga Miskin dan

Sangat Miskin 2. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas)

Rumah Tangga Hampir Miskin, Miskin dan Sangat Miskin 3. Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) Rumah Tangga Miskin dan

Sangat Miskin 4. Program Beasiswa Pendidikan untuk Keluarga

Miskin

Siswa dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

5. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri Kelompok Masyarakat Umum

a. PNPM Mandiri Perdesaan Kelompok Masyarakat Perdesaan

b. PNPM Mandiri Perkotaan Kelompok MasyarakatPerkotaan

b. PNPM Pembangunan Infrastruktur Ekonomi

Wilayah (PISEW) Kelompok Masyarakat Perdesaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program pembangunan berbasis masyarakat atau Community Driven Development (CDD), dirumuskan untuk membangun kemandirian masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Program ini dimulai pada tahun 2006 untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan beberapa program pemberdayaan masyarakat yang dikelola oleh berbagai kementerian teknis. Integrasi program berbasis pemberdayaan masyarakat ke dalam PNPM Mandiri, memperkuat kemampuan masyarakat untuk merumuskan dan melaksanakan kegiatan pembangunan yang diren-canakan dan dilaksanakan oleh masyarakat.

Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui fasilitasi dan pelatihan. Hibah langsung diberikan sebesar Rp1,5 sampai Rp3,0 miliar per kecamatan per tahun. Hibah tersebut disalurkan ke masyarakat di tingkat desa untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang telah disepakati sebagai hasil proses pengambilan keputusan yang partisipatif. Bagian terbesar dari hibah desa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur transportasi desa. Selain membangun


(54)

kemandirian masyarakat, pelaksanaan PNPM Mandiri juga mencerminkan pergeseran dari pendekatan proyek ke pendekatan program. Harmonisasi berbagai proyek ke dalam PNPM Mandiri telah mengurangi tumpang tindih kegiatan di tingkat lokal. Untuk mendukung pelaksanaan PNPM Mandiri, telah disusun pedoman umum serta petunjuk pelaksana khusus. Pedoman ini memberikan fondasi dasar dan mekanisme untuk memberdayakan masyarakat dan mengelola pelaksanaan semua kegiatan. Program ini juga akan memanfaatkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) terintegrasi yang menghubungkan MIS dari berbagai sub-program PNPM Mandiri dan mendukung analisis efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri.

Pada tahun 2009 pelaksanaan PNPM Mandiri Inti telah mencapai 6.408 kecamatan, semua kecamatan di Indonesia. Pada tahun 2010 PNPM Mandiri mencakup 6.328 kecamatan. Sekitar 17.890 fasilitator masyarakat telah dimobilisasi untuk mendukung pelaksanaan di tingkat masyarakat dan total Rp 10,35 triliun dari sumber pemerintah daerah dan pusat sedang disalurkan sebagai hibah (block grant) kepada masyarakat (Tabel 2.1). Di samping program inti PNPM Mandiri, terdapat juga beberapa program PNPM pendukung yang sedang dilaksanakan. Ini termasuk: (i) PNPM Generas sebagai inisiatif untuk meningkatkan kapasitas generasi mendatang, yang selama 2009 diterapkan di 164 kecamatan di 21 kabupaten di lima provinsi dan pada tahun 2010 akan dilaksanakan di 189 kecamatan di 25 kabupaten di lima provinsi, (ii) PNPM Kegiatan Perikanan dan Kelautan yang dilaksanakan di 133 kecamatan di 120 kabupaten pada 33 provinsi; dan (iii) PNPM Agribisnis (PUAP) yang


(55)

dilaksanakan pada tahun 2009 di 9.884 desa dan pada tahun 2010 akan mencapai 10.000 desa untuk mendukung pengembangan dan perluasan agribisnis.

Hingga kini, PNPM telah menciptakan kesempatan kerja bagi 21.800 dukungan staf (termasuk fasilitator). Sekitar 62 juta hari kerja dari kegiatan telah dilaksanakan dan menyediakan lapangan kerja sementara bagi anggota masyarakat yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pembangunan. Selain itu, sekitar 650.000 kegiatan ekonomi mikro telah menerima pinjaman mikro. Lebih dari itu, berbagai infrastruktur telah dihasilkan dari PNPM Mandiri, termasuk perbaikan jalan desa, fasilitas kesehatan, fasilitas air bersih dan sanitasi.

Sebuah evaluasi dampak PNPM Mandiri tahun 2007 menunjukkan bahwa

program telah memberikan manfaat yang signifikan, antara lain: i) Tingkat

pengangguran di lokasi PNPM adalah lebih rendah daripada di daerah kontrol; ii) Konsumsi rata-rata per rumah tangga meningkat; iii) kemiskinan berkurang dan rumah tangga miskin yang berpartisipasi di kecamatan memiliki kesempatan untuk meningkat di atas garis kemiskinan nasional; dan iv) akses terhadap fasilitas kesehatan meningkat di daerah PNPM. Dalam pendanaan program PNPM terdapat dana pendamping yang diwajibkan kepada Daerah penerima yang disebut dengan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana yang berasal dari APBN yaitu Dana untuk Urusan Bersama (DUB). Besarnya dana pendamping yang dikeluarkan oleh daerah didasarkan oleh kemampuan fiskal daerah dan kondisi kemiskinan daerah yang telah dipetakan oleh Kementerian Keuangan dalam Indeks Ruang Fiskal dan Kemiskinan Daerah (IRFKD). Dalam IRFKD menghasilkan empat


(56)

kluster/ kelompok daerah yaitu daerah dengan kriteria pendamping sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Daerah dengan kriteria sangat tinggi atau dengan Kuadran I adalah daerah yang mempunyai ruang fiskal tinggi dan kemiskinan tinggi. Daerah dengan kriteria tinggi atau dengan Kuadran IV adalah daerah yang memiliki ruang fiskal tinggi dan kemiskinan rendah. Daerah dengan kriteria sedang atau dengan Kuadran II adalah daerah yang memiliki ruang fiskal rendah dan kemiskinan tinggi. Dan daerah dengan kriteria rendah atau dengan Kuadran I adalah daerah yang memiliki ruang fiskal rendah dan kemiskinan rendah.

Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan danpenciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPMMandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hinggapemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadarankritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan (Pedoman Umum PNPM Mandiri,2007). PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangkakebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanismedan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan


(57)

kemiskinan yang berkelanjutan. Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaanmasyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi;

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagipengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk

pengembangandaerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhanekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagaiprogram pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagaidepartemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 jugaakan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal. Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat kedalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkandapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas danefisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyekdiharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan padaumumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengantarget waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar padaindikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesiamewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.


(58)

Pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Mandiri terdiri dari persiapan, perencanaan partisipatif, pelaksanaan kegiatan,monitoring, evaluasi, pelaporan, dan sosialisasi (Pedum PNPM Mandiri, 2007).

a. Persiapan. Persiapan pelaksanaan PNPM Mandiri di pusat dikoordinasikanoleh Tim Pengendali PNPM Mandiri yang meliputi antara lain kebijakan umum danpengembangan program, penetapan lokasi, strategi komunikasi, pengembangansistem informasi, serta monitoring dan evaluasi.Persiapan pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah dikoordinasikan oleh TimKoordinasi provinsi dan kabupaten/kota, yang meliputi antara lain menyediakan kontribusi dana yang berasal dari anggaran daerah, membentuk Sekretariat TimKoordinasi PNPM Mandiri, serta membentuk Satuan Kerja Pelaksanaan Program. Penyelenggaraan proses seleksi, pelatihan, dan penempatan tenagatenagakonsultan dan fasilitator dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkaitbersama dengan daerah berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan olehsatuan kerja masing-masing program PNPM Mandiri.

b. Perencanaan Pertisipatif. Perencanaan partisipatif adalah prosespengambilan keputusan pembangunan yang melibatkan masyarakat, swasta,dan pemerintah sesuai fungsinya masing-masing. Mekanisme perencanaanpartisipatif terdiri atas perencanaan di desa/kelurahan, antar desa/kelurahan(kecamatan), serta perencanaan koordinatif di kabupaten/kota.

c. Pelaksanaan Kegiatan. Pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri dilakukanoleh masyarakat secara swakelola berdasarkan prinsip otonomi dan difasilitasioleh perangkat pemerintahan yang dibantu oleh fasilitator atau konsultan.Tahap


(1)

70

Hipotesis 2

Ha : β1, β2, β3, β4  0 => semua variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependent secara bersama-sama.

Untuk menguji hipotesis ini digunakan F-statistik dengan kriteria pengambilan keputusan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel.

 Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak

 Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 diterima

H. Penafsiran Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model yang diperoleh sesuai dengan data actual (goodness of fit), mengukur berapa persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Model dikatakan semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis penelitian tentang pengaruh PNPM dan alokasi APBD untuk bidang kesehatan, pendidikan,dan pekerjaan umum terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. PNPM memiliki pengaruh negatif terhadap kemiskinan yaitu peningkatan dana PNPM secara nyata dapat mengurangi kemiskinan di Provinsi Lampung. 2. Alokasi APBD untuk bidang Pendidikan tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung

3. Alokasi APBD untuk bidang Kesehatan di Provinsi Lampung memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan untuk 1 tahun berikutnya (lag-1) yang dapat diartikan bahwa alokasi dana APBD bidang kesehatan tidak berdampak langsung terhadap penurunan kemiskinan pada 1 tahun anggaran, namun dapat mengurangi kemiskinan di tahun berikutnya.

4. Alokasi APBD untuk bidang Pekerjaan umum memiliki pengaruh negatif terhadap kemiskinan yang berarti setiap peningkatan alokasi APBD untuk bidang Pekerjaan Umum dapat mengurangi kemiskinan di Provinsi Lampung.


(3)

97

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang dapat disampaikan untuk mengurangi kemiskinan kebijakan yang dapat Pemerintah lakukan adalahsebagai berikut:

1. Dengan lebih meningkatkan alokasi dana PNPM yang merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang paling baik dalam mengurangi kemiskinan di Propinsi Lampung,

2. Dengan mengoptimalkan alokasi APBD bidang Pendidikan dan mengevaluasi kembali realisasi belanja bidang pendidikan agar lebih tepat sasaran dan mampu mengurangi kemiskinan

3. Dengan meningkatkan alokasi belanja kesehatan dan mengoptimalkan dalam merealisasikannya

4. Meningkatkan dana alokasi bidang Pekerjaaan umum PU yang diarahkan pada keberpihakan pada masyarakat miskin (pro poor), penciptaan lapangan pekerjaan (pro job), dan peningkatan pertumbuhan (pro growth).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi S Lukman. Pengaruh PNPM Dan Alokasi Belanja Daerah Untuk Pendidikan, Kesehatan, Dan Pekerjaan Umum Terhadap Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2009). Universitas Indonesia. 2011

Abdulah, M. Natsir.2008. Analisis Kebijakan Publik dalam Penanggulangan Masalah Kemiskinan. Majalah Sinar, Edisi I/2008/nomor137, Jakarta. Atmawikarta, Arum, 2002. Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi.

Bappenas. Jakarta

Birowo, Tejo. 2011. Relationship Between Government Expenditure And Poverty Rate In Indonesia (Comparison Of Budget Classifications Before And After Budget Management Reform In 2004). Graduate School Of Asia Pacific Studies Ritsumeikanasia Pacific University Japan

Buku Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri , Edisi Juli 2007.

Buku PTO Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan . Edisi Februari 2010

Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi Lampung 2012.2013

DJPK(Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah) Kementerian Keuangan Indonesia

Esmara Hendra, Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia . Gramedia. Jakarta1986

Fan S, Hazell P & Thorat S.Government Spending, Growth and Poverty in Rural India. American Journal of Agricultural Economics, Vol. 82, No. 4 (Nov., 2000), pp. 1038-1051

Gujarati, Damodar.N.2003.Basic Econometrics. Fourth Edition.

Ijaiya.T Gafar , Ijaiya.A.Mukaila, Bello. A Raji & Ajayi. A Michael.Economic Growth and Poverty in Rural India. International Journal of Business and Social Science. Vol. 2 No. 15; August 2011


(5)

Jasmina, T., A. Bayhaqi, L. Trialdi dan Usman. 2001. Analisa Peringkat Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 49 (4) : 423-451a, G

Kartasasmita, Ginanjar.1997.Kemiskinan.Balai Pustaka, Jakarta.

Muhajir, N.2000. Kebijakan dan Perencanaan Sosial. Edisi I. Rike Sarisin. Yogyakarta.

N. Gregory Mankiw. 2006. Makroekonomi Edisi 6, Erlangga:Jakarta

Prasetiya F & WP Farah.2012. Linkages Between Public Sector Expenditure On Economic Growth And Rural Poverty Of Indonesia. ISSN 2090-4304 Journal of Basic and Applied Scientific Research

Rezeki DPS. Analisis Penanggulangan Kemiskinan Melalui Implementasi Program P2kp Di Kota Semarang (Studi Kasus Di Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang Tahun 2000 - 2003). Universitas Diponegoro. 2006

Roberts J.2003. Poverty Reduction Outcomes in Education and Health:Public Expenditure and Aid. Working Paper 210. Overseas Development Institute 111 Westminster Bridge Road London SE1 7JD UK

Siagian JE. Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang. Universitas Sumatera Utara.2007

Solihin, Tasliman.2005.Evaluasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP) dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat. Pascasarjana IPB. Bogor

Sumodiningrat, G.1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Pustaka Pelajar Bekejasama dengan IDEA. Yogyakarta

Suharto, Edi. 2001. Menyoal Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Media Indonesia, edisi 1 Maret 2001, Jakarta.

Toyamah N & Usman S. 2004.Laporan Lapangan. Alokasi Anggaran Pendidikan di Era Otonomi Daerah : Implikasinya terhadapPengelolaan Pelayanan Pendidikan dasar. SEMERU. Jakarta

Qomariyah E, Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Larodangge Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Volume 7, Nomor 2.ISSN. 1907 – 0489. 2011


(6)

Todaro, Michael P., 2006, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta

Wilhem, Vera & Fiestas, Ignacio.Quoted Fan and Coady (2005). Exploring the Link Between Public Spending and Poverty Reduction: Lessons from the 90s. World Bank Institute Working Paper. p.4.

Widarjono. Agus . 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia. Yogyakarta

World Bank.(2005). Introduction to Poverty Analysis.World Bank Institute Working Paper. p.9.

World Bank.(2005). Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia.World Bank Institute Working Paper. p.xiii.

Policy Brief. Pola Investasi Infrastruktur Bidang Pu Di Wilayah Barat Indonesia. Pusat Kajian Strategis. 2011

Situs Internet :

http://www.pnpm-mandiri.org/ http://www.bps.go.id

http://www.bappenas.go.id http:www.spm.depkes.go.id


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH DI PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG (TAHUN 2001-2012)

0 19 77

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH Di KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

1 32 60

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG

0 4 70

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah (Tahun 2012)

0 3 12

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah (Tahun 2012)

0 2 14

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (Studi Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi Jawa T

0 1 15

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten Atau Kota Di Provinsi Jawa Ten

0 0 15

PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA Pengaruh Anggaran Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

0 1 15

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Jaw

0 0 14