Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Rabies dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta Melalui Anjing

PENILAIAN RISIKO KUALITATIF PEMASUKAN VIRUS
RABIES DARI KABUPATEN SUKABUMI KE DKI JAKARTA
MELALUI ANJING

VITASARI SAFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Risiko
Kualitatif Pemasukan Virus Rabies dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta
melalui Anjing adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor,
Maret 2015
Vitasari Safitri
NIM B251120121

RINGKASAN
VITASARI SAFITRI. Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Rabies dari
Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta melalui Anjing. Dibimbing oleh ETIH
SUDARNIKA dan DENNY WIDAYA LUKMAN.
Rabies adalah penyakit zoonotik yang memiliki dampak serius bagi
kesehatan manusia dan hewan. Kurangnya pengawasan lalu-lintas anjing dari
daerah tertular rabies ke daerah bebas rabies merupakan suatu ancaman masuknya
virus rabies. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan penilaian risiko
pemasukan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta melalui anjing
khususnya untuk konsumsi.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2014. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan pendapat pakar (expert
opinion elicitation), wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan
langsung di lapang, publikasi ilmiah dan tulisan atau data yang tidak dipublikasi

(statistik, dokumen dan laporan dari instansi berwenang). Responden dari
penelitian ini adalah pemilik rumah makan penyaji daging anjing, Penjual daging
anjing, Pemotong anjing, Pedagang pengumpul anjing, petugas dinas, dan ahli.
Dalam penelitian ini, dilakukan penilaian pelepasan, penilaian pendedahan,
dan penilaian dampak sehingga diketahui perkiraan risiko masuknya virus rabies
dari Kabupaten Sukabumio ke DKI Jakarta melalui anjing khususnya anjing untuk
konsumsi. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil penilaian risiko sangat tinggi
dengan ketidakpastian rendah.
Dalam rangka menurunkan atau meminimalkan tingkar risiko mulai proses
pelepasan, pendedahan hingga dampak yang ditimbulkan dari tingkat sumber
anjing hingga rumah makan penyaji daging anjing sampai mencapai tingkat risiko
yang dapat diterima, maka diperlukan manajemen risiko. Beberapa tindakan perlu
dipertimbangkan dalam rangka pelaksanaan manajemen risiko baik di tingkat
pusat maupun daerah. Mengingat sulitnya pemberian vaksinasi rabies pada anjing
liar secara parenteral, maka perlu dipertimbangkan pemberian vaksin rabies secara
oral. Adanya peraturan pemerintah tentang lalu lintas dan perdagangan hewan
dan produk hewan antar daerah khususnya terkait rabies dengan status penyakit
yang berbeda perlu dipertimbangkan mengingat semakin mudahnya transportasi
antar daerah. Sehubungan dengan tingginya konsumsi daging anjing di DKI
Jakarta, salah satu upaya untuk menurunkan tingkat risiko terjadinya rabies di

DKI Jakarta, perlu dipertimbangkan pemasukan anjing ke DKI Jakarta hanya
dalam bentuk daging/karkas tanpa kepala.

Kata kunci: anjing, DKI Jakarta, Kabupaten Sukabimi, penilaian risiko, rabies

SUMMARY
VITASARI SAFITRI. Qualitative Risk Assessment of Introducing Rabies Virus
from Sukabumi Distric into Jakarta Province Through Dogs. Supervised by ETIH
SUDARNIKA dan DENNY WIDAYA LUKMAN.
Rabies is a zoonotic disease that has serious consequences for human and
animal health. The lack of dogs movement control from rabies infected areas to
free areas is a threat of rabies virus entry. The purpose of this study was to
conduct a risk assessment on the introducing of rabies virus from Sukabumi
Distric to Jakarta Province through dogs especially for consumption.
The research was conducted in March-July 2014. Data collection was done
using expert opinion, in-depth interviews, direct observation, scientific
publications and written or unpublished data (statistics, documents and reports
from the competent authority). The respondents of this study were the owners of
dog meat restaurant, slaughtermans, butchers, traders, services officers, and
experts.

Release assessment, exposure assessment, and consequence assessment
were done in order to know the risk estimation of introducing rabies virus from
Sukabumi District into Jakarta Province through dog especially dogs for
consumption. The result of risk assessment was extreme risk with low uncertainty.
As effort to reduce or minimize the risk level of release, exposure and
consequence assessment from dog source to dog meat restaurant in order to
achieve an acceptable level of risk, it is necessary to do risk management. Some
measures need to be considered in the context of the implementation of risk
management both at central and local levels. Some measures need to be
considered in the context of the implementation of risk management both at
central and local levels.
Considering the difficulty of rabies vaccination administered parenterally of
stray dogs, it is necessary to to be considered the provision of oral rabies vaccine.
Government regulation of animal and animal product movements and trade
among regions, particularly in relation to the different status of disease especially
rabies should be developed. It is recommended that only headless dog carcass or
meat is allowed to enter into Jakarta Province in order to reduce the risk of
introducing rabies virus from Sukabumi District.
Keywords: dog, rabies, risk assessment, Sukabumi District, Jakarta Province


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENILAIAN RISIKO KUALITATIF PEMASUKAN VIRUS
RABIES DARI KABUPATEN SUKABUMI KE DKI JAKARTA
MELALUI ANJING

VITASARI SAFITRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr I Wayan Teguh Wibawan, MS

Judul Tesis

:

Nama
NIM

:
:

Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Rabies dari

Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta Melalui Anjing
Vitasari Safitri
B251120121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
Ketua

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr met vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
25 Februari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan Bulan Maret-Juli 2014 ini adalah tentang kajian risiko, dengan judul
Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Rabies dari Kabupaten Sukabumi ke
DKI Jakarta Melalui Anjing.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etih
Sudarnika, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr met vet drh
Denny Widaya Lukman, MSi selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan
dan bantuan dalam penelitian dan penyiapan tesis ini. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada seluruh staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner,
serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana KMV 2012. Ucapan terima kasih
disampaikan pula kepada Kepala Balai Veteriner Subang beserta staf, Kepala
Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi beserta staf Bidang Kesehatan Hewan,
Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta beserta staf Bidang
Kesehatan Hewan, Kepala Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Jakarta Pusat,
Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Timur beserta staf Bidang
Kesehatan Hewan, Kepala Balai Kesehatan Hewan dan Ikan Provinsi DKI
Jakarta, pemilik rumah makan penyaji daging anjing di wilayah DKI Jakarta,
penjual daging anjing di wilayah DKI Jakarta, pemilik tempat pemotongan anjing
di wilayah DKI Jakarta dan pengumpul anjing di wilayah Kabupaten Sukabumi
yang telah membantu pengumpulan dan mengijinkan penggunaan data.
Ucapan terima kasih ditujukan pula kepada Kementerian Pertanian RI,
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktur Kesehatan Hewan
dan rekan kerja yang telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada penulis
untuk menyelesaikan studi ini melalui beasiswa dari Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ucapan terimakasih yang tulus disampaikan pula kepada ibunda, ayahanda,
seluruh keluarga besar Soegijanto, ibunda, ayahanda (almarhum) mertua dan
seluruh keluarga besar Soebandi, suami tercinta Sigit Wedhanto, dan ananda

tersayang Novisya Hangesti Prasetyaningtyas dan Aswinda Fauziah Dwi Hapsari
atas doa dan dorongan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Maret 2015
Vitasari Safitri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1

1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penilaian Risiko
Rabies
Peranan Anjing dalam Penyebaran Rabies melalui Lalu-Lintas
dan Konsumsi

2
2
3

3 METODE
Waktu dan Tempat
Pengumpulan Data untuk Variabel/Peubah Input
Penentuan Responden Peubah Input
Penilaian Risiko Kualitatif

4
4
5
5
5

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Alur Pemasukan Anjing Konsumsi dari Kabupaten Sukabumi ke DKI
Jakarta
Alur Tapak Risiko
Penilaian Pelepasan (Release Assessment)
Penilaian Pendedahan (Exposure Assessment)
Penilaian Dampak (Consequence Assessment)
Perkiraan Risiko (Risk Estimation)
Manajemen Risiko

8

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

4

8
9
9
15
21
25
26
266
26
27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1 Responden pemasukan anjing untuk konsumsi dari Kabupaten
Sukabumi ke DKI Jakarta
2 Kategori kemungkinan (likelihood) dan penafsirannya dalam penilaian
pelepasan
3 Matriks aturan kombinasi penggambaran likelihood
4 Penilaian dampak berdasarkan cakupan wilayah
5 Penilaian akhir dampak secara keseluruhan
6 Matriks perkiraan risiko
7 Kategori ketidakpastian kualitatif
8 Ringkasan penilaian pelepasan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi
melalui anjing liar untuk konsumsi ke DKI Jakarta
9 Ringkasan penilaian pelepasan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi
melalui anjing peliharaan untuk konsumsi ke DKI Jakarta
10 Ringkasan penilaian pelepasan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi
melalui anjing buru afkir untuk konsumsi ke DKI Jakarta
11 Ringkasan penilaian pelepasan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi
melalui anjing untuk konsumsi ke DKI Jakarta
12 Penilaian dampak masuknya virus rabies melalui anjing konsumsi dari
Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta
13 Perkiraan risiko masuknya virus rabies dari Kabupaten Sukabumi ke
DKI Jakarta melalui anjing konsumsi

5
5
6
6
7
7
7
14
14
15
20
22
25

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur proses analisis risiko menurut OIE
2 Alur pemasukan anjing konsumsi
3 Alur pelepasan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta
melalui pemasukan anjing sebagai anjing konsumsi
4 Alur pendedahan virus rabies di DKI Jakarta melalui pemasukan anjing
konsumsi

3
8
9
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Kuesioner untuk pemilik rumah makan penyaji daging anjing
Kuesioner untuk tempat penjualan daging anjing (pasar)
Kuesioner untuk tempat pemotongan anjing
Kuesioner untuk pengepul anjing
Kuesioner tentang pengetahuan rabies
Kuesioner untuk petugas dinas
Wawancara dan kuesioner check list pendapat pakar

31
36
41
45
50
54
56

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak dinyatakan sebagai daerah tertular rabies berdasarkan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 3600/Kpts/PD.640/10/2009, maka secara resmi lalu
lintas hewan penular rabies (anjing) dari Kabupaten Sukabumi ke daerah bebas
rabies (DKI Jakarta) tidak diijinkan. Namun demikian, kenyataan di lapang,
aturan ini sangat sulit diterapkan mengingat tidak adanya pembatas alam
maupun pos pengawasan di antara daerah tersebut, sehingga pemasukan anjing
dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta secara ilegal masih banyak terjadi
yang rata-rata sebagai anjing konsumsi.
Daging anjing banyak dikonsumsi oleh masyarakat di negara-negara Asia,
termasuk Viet Nam, Korea Selatan, Filipina, Laos, Myanmar, Kamboja,
Thailand, India, Kazakhstan dan Republik Rakyat Cina. Mengonsumsi daging
anjing diyakini dapat meningkatkan kesehatan dan menjadikan panjang umur
(Wertheim et al. 2009). Di Indonesia, daging anjing dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu di beberapa wilayah antara lain di Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
Solo, Bali, dan Manado. Menu daging anjing seperti rica-rica dan tongseng
biasanya dijual di rumah makan pinggir jalan di beberapa kota besar (Muryanto
2014).
Rumah makan yang menjual menu daging anjing di DKI Jakarta cukup
banyak dan ramai dikunjungi. Hal ini merupakan salah satu ancaman masuknya
rabies ke DKI Jakarta mengingat cukup banyaknya pemasukan anjing untuk
memasok rumah makan tersebut dari daerah yang tertular rabies, antara lain dari
Kabupaten Sukabumi. Menurut Mau dan Desato (2012), arus lalu-lintas yang
tidak terawasi merupakan aspek kritis bagi pengendalian rabies di daerah.
Penularan rabies umumnya terjadi melalui gigitan hewan terinfeksi atau
apabila saliva atau jaringan dari hewan terinfeksi mengenai luka terbuka pada
waktu orang melakukan seksi hewan tersangka (Soejoedono 2004). Wertheim et
al. (2009) juga menyatakan bahwa pemotongan anjing yang tidak divaksinasi
rabies di negara endemis harus dianggap sebagai faktor risiko penularan rabies.
Pemindahan dan penyiapan otak anjing terinfeksi mempunyai kemungkinan
besar terjadi infeksi rabies yang penularannya dapat terjadi melalui konjungtiva,
mukosa mulut atau nasofaring.
Kasus penularan rabies dari hewan ke manusia terkait konsumsi daging
hewan penular rabies yang menelan dua korban meninggal dunia pernah
dilaporkandan di Vietnam pada tahun 2009 (Wertheim et al. 2009). Weng et al.
(2009) pernah melakukan penelitian tentang kajian risiko pemasukan anjing di
Taiwan. Penyelundupan anjing secara ilegal dapat menimbulkan risiko yang
besar terhadap munculnya rabies.
Penelitian mengenai risiko pemasukan rabies melalui anjing konsumsi dari
Kabupaten Sukabumi ke Provinsi DKI Jakarta belum pernah dilakukan. Hal ini
menarik minat peneliti untuk mengkaji lebih lanjut mengingat banyaknya
pemasukan anjing dari wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis risiko secara kualitatif pemasukan virus rabies melalui anjing
yang digunakan untuk konsumsi dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta.

2
Perumusan Masalah
Kabupaten Sukabumi yang merupakan daerah tertular rabies, menjadi
salah satu ancaman bagi DKI Jakarta dalam mempertahankan statusnya yang
bebas terhadap rabies. Cukup banyaknya kebutuhan anjing untuk memasok
rumah makan yang menyediakan menu daging anjing dan lemahnya pengawasan
lalu lintas hewan antar daerah berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa
terjadinya kasus rabies di DKI Jakarta. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan penilaian risiko pemasukan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi ke
DKI Jakarta melalui anjing konsumsi. Berdasarkan hasil penilaian risiko dapat
diketahui kecenderungan tingkat risiko terjadinya rabies dan faktor-faktor yang
perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian risiko (risk analysis)
terhadap pemasukan virus rabies melalui anjing untuk konsumsi dari Kabupaten
Sukabumi ke DKI Jakarta.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alur
tapak risiko pemasukan virus rabies melalui anjing konsumsi dan memberikan
bahan masukan dalam melaksanakan manajemen risiko tentang pemasukan virus
rabies melalui anjing konsumsi.
.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penilaian Risiko
Penilaian risiko merupakan komponen dari analisis risiko yang
memperkirakan risiko terkait dengan bahaya. Penilaian risiko dapat bersifat
kualitatif atau kuantitatif. Baik metode penilaian risiko kualitatif maupun
penilaian risiko kuantitatif keduanya dapat digunakan dalam proses analisis
risiko. Bagi banyak penyakit, yang telah mengembangkan standar yang
disepakati secara internasional, penilaian secara kualitatif lebih banyak
digunakan. Penilaian kualitatif tidak memerlukan keterampilan pemodelan
matematis untuk pelaksanaannya dan penilaian ini lebih sering digunakan untuk
pengambilan keputusan secara rutin (OIE 2011).
Penilaian risiko adalah proses untuk memperkirakan kemungkinan dan
konsekuensi biologis dan ekonomi terhadap masuknya, keberadaannya, atau
penyebaran dari bahaya dalam suatu wilayah di negara importir. Penilaian risiko
dengan model Covello dan Merkhofer yang telah diadopsi oleh OIE
sebagaimana disajikan pada Gambar 1, dirancang untuk menilai besarnya
dampak risiko yang sebenarnya dalam situasi tertentu. Model ini dapat

3
digunakan untuk memutuskan suatu risiko dapat diterima sebagaimana adanya,
ataukah diperlukan tindakan sanitary untuk mengurangi risiko ke tingkat yang
dapat diterima (Murray et al. 2004).
Penilaian Risiko
Penilaian
pelepasan
- Penilaian
pendedahan
- Penilaian dampak
- Estimasi risiko
-

Identifikasi Bahaya

-

Manajemen Risiko
Evaluasi risiko
Evaluasi pilihan
Implementasi
Pemantauan dan
review

Komunikasi Risiko

Gambar 1 Struktur proses analisis risiko menurut OIE (Murray et al. 2004)
Rabies
Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada
mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit
penderita yang dapat bertahan hidup apabila telah muncul gejala klinis rabies
(CFSPH 2012).
Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas yang artinya
melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam Bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa
atau Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam Bahasa Jerman, rabies disebut tollwut
yang berasal dari Bahasa Indo Jerman Dhvar yang artinya merusak dan wut yang
artinya marah. Dalam Bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari kata
benda robere yang artinya menjadi gila (Steele dan Fernandez 1991).
Rabies disebabkan oleh virus rabies, virus neurotropik dalam genus
Lyssavirus, keluarga Rhabdoviridae. Ada banyak varian (atau strain) virus ini,
yang masing-masing dipertahankan oleh berbagai induk semang reservoar
tertentu. Semua mamalia rentan terhadap rabies, tetapi hanya beberapa spesies
yang juga bertindak sebagai induk semang reservoar. Mereka adalah anggota
famili Canidae (anjing, serigala, coyote, serigala, rubah, dan anjing rakun),
Mustelidae (misalnya, sigung), Viverridae (misalnya, luwak), dan Procyonidae
(musang), dan ordo Chiroptera (kelelawar) (CFSPH 2012). Menurut Soeharsono
(2002), sumber penular rabies yang utama kepada manusia adalah anjing.
Kucing dan kera dapat tertular rabies dari anjing, namun mata rantai siklus pada
kedua hewan tersebut umumnya putus. Di Indonesia, anjing liar yang bebas
berkeliaran tanpa tali pengikat merupakan penular utama rabies kepada manusia.
Dikenal dua macam siklus rabies, yaitu rabies di lingkungan pemukiman
penduduk (urban rabies) dan rabies di alam bebas (sylvatic rabies). Siklus
urban rabies umumnya terjadi pada anjing liar, yaitu anjing yang dibiarkan
bebas tanpa pemeliharaan khusus (stray dogs). Kadang-kadang anjing ini
menyerang kucing, kera dan sesekali menyerang ruminansia, babi, atau hewan
lain. Manusia paling sering tertular rabies lewat anjing, tetapi sangat jarang
tertular dari kucing, kera atau hewan lainnya. Sylvatic rabies bersiklus pada
hewan liar seperti pada rubah (fox) di Eropa, skunk di Amerika dan kanada, dan

4
kelelawar pengisap darah atau vampire (Desmodus rotundus marinus) di
Amerika selatan, Amerika tengah dan Meksiko. Sesekali hewan pembawa
sylvatic rabies mendekati pemukiman, kemudian menggigit hewan piaraan dan
terjadilah urban rabies (Soeharsono 2002).
Virus rabies bersifat labil dan tidak mampu bertahan bila berada di luar
inang. Virus menjadi tidak aktif bila terpapar sinar matahari, sinar ultraviolet,
pemanasan satu jam selama 50 menit, pengeringan, dan sangat peka terhadap
pelarut alkalis seperti sabun, desinfektan, serta alkohol 70%. Reservoir utama
rabies adalah anjing domestik (Jawetz et al. 2010).
Virus rabies ditemukan dalam air liur, oleh karena itu penularan pada
manusia atau hewan biasanya terjadi akibat gigitan oleh hewan rabies. Selain itu,
adanya kontak antara air liur dengan membran mukosa (mata, hidung, mulut)
atau luka terbuka dapat mengakibatkan terjadinya penularan rabies (Kienzle
2007).
Peranan anjing dalam Penyebaran Rabies melalui Lalu Lintas dan
Konsumsi
Lalu lintas hewan baik domestik maupun liar memiliki peran penting
dalam penyebaran penyakit dan dapat menimbulkan kemungkinan risiko
zoonosis. Lalu lintas hewan telah mengakibatkan masuknya agen patogen ke
daerah yang sebelumnya bebas penyakit (Fevre et al. 2006).
Lalu lintas perdagangan anjing menjadi salah satu permasalahan dalam
pengendalian rabies. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mustiana (2013)
tentang kemungkinan masuknya rabies ke Pulau Lombok melalui lalu lintas
anjing. Kemungkinan terbesar masuknya anjing terinfeksi rabies ke Lombok
adalah melalui kapal dan feri dengan likehood sangat rendah. Riasari (2009)
menyatakan bahwa dari 148 ekor anjing yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan
Merak Banten ke Sumatera, sebesar 58.7% memiliki titer antibodi tidak protektif
terhadap rabies.
Peranan anjing dalam penyebaran rabies terkait konsumsi pernah diteliti
oleh Adiani dan Tangkere (2008), yang membuktikan bahwa dari hasil uji FAT
otak anjing, sebesar 7.8% positif rabies pada anjing yang dijual di pasar Manado,
Airmadidi dan Langowan pada tahun 1994. Hasil wawancara menyatakan bahwa
hampir semua anjing yang positif rabies tidak pernah menunjukkan gejala klinis
sebelum dipotong.

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai Bulan Maret sampai dengan Juli 2014.
Penelitian dilakukan di rumah makan yang menyediakan daging anjing, tempat
penjualnan daging anjing (pasar) dan tempat pemotongan anjing di DKI Jakarta,
serta pedagang pengumpul anjing di Kabupaten Sukabumi.

5
Pengumpulan Data untuk Variabel/Peubah Input
Data yang digunakan untuk peubah input penilaian risiko dalam
penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diambil
menggunakan teknik pengumpulan pendapat pakar (expert opinion elicitation),
wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan langsung di lapang.
Data sekunder diperoleh dari publikasi ilmiah dan tulisan atau data yang tidak
dipublikasi (statistik, dokumen dan laporan dari instansi berwenang).
Penentuan Responden Peubah Input
Penentuan responden terkait dengan alur pemasukan anjing konsumsi dari
Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta, sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1

Responden pemasukan anjing untuk konsumsi dari Kabupaten
Sukabumi ke DKI Jakarta

No

Responden

1.

Pemilik rumah
makan penyaji
daging anjing
Penjual daging
anjing
Pemotong anjing

30

5

5.

Pedagang
pengumpul anjing
Petugas Dinas

6.

Ahli

5

2.
3.
4.

Jumlah

7
5

6

Keterangan
Purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan
mempertimbangkan lokasi rumah makan dan kesediaan
responden untuk diwawancara.
Pemilihan menurut hasil survei responden no. 1 (Jakarta
Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta Utara)
Pemilihan menurut hasil survei responden no. 1 dan 2
(Jakarta Timur )
Pemilihan menurut keterwakilan pedagang skala kecil,
sedang dan besar di wilayah Kabupaten Sukabumi
Pemilihan sesuai dengan jumlah kabupaten/kota tempat
pemasukan (5) dan pengeluaran (1).
Penilaian terhadap kepentingan alur tapak risiko yang
telah diidentifikasi, pendapat terkait kepentingan potensi
asal anjing dan pengumpul anjing, dalam penyebaran
rabies ke DKI Jakarta.

.
Penilaian Risiko Kualitatif
Penilaian Pelepasan (Release Assessment)
Risiko masuknya rabies dan terjadinya infeksi pada anjing, HPR lain dan
manusia dinilai untuk setiap alur risko dengan pendekatan kualitatif. Penilaian
dilakukan dengan menggunakan enam kategori kemungkinan (likelihood) yang
mengacu pada Biosecurity Australia (2001). Kategori kemungkinan (likelihood)
dan penafsirannya disampaikan pada Tabel 2.
Tabel 2

Kategori kemungkinan (likelihood) dan penafsirannya dalam penilaian
pelepasan (Biosecurity Australia 2001)

Kemungkinan (likelihood)
Tinggi (High)
Sedang (Moderate)
Rendah (Low)
Sangat rendah (Very Low)
Amat sangat rendah (Extremely Low)
Dapat diabaikan (Negligible)

Penafsiran
Kejadiannya sangat mungkin terjadi
Kejadiannya dapat terjadi dalam segala kemungkinan
Kejadiannya tidak mungkin terjadi
Kejadiannya sangat tidak mungkin terjadi
Kejadiannya amat sangat tidak mungkin terjadi
Kejadiannya amat sangat pasti tidak mungkin terjadi

6
Likelihood kualitatif dapat digunakan untuk menentukan probalilitas setiap
alur dalam skenario atau seluruh skenario yang akan terjadi. Jika likehood
kualitatif telah ditentukan untuk setiap alur skenario, maka dibutuhkan bentuk
aturan kombinasi untuk menghitung probabilitas seluruh skenario, sebagaimana
disajikan pada Tabel 3 (Biosecurity Australia 2001).
Tabel 3

Matriks aturan kombinasi penggambaran likelihood (Biosecurity
Australia 2001)

Likelihood 1

Likelihood 2
high
moderate
low
very low extremely low
negligible
high
H
M
L
VL
EL
N
moderate
M
L
L
VL
EL
N
low
L
L
VL
VL
El
N
very low
VL
VL
VL
EL
EL
N
extremely low
EL
EL
EL
EL
N
N
negligible
N
N
N
N
N
N
Keterangan: H=high (tinggi); M=moderate (sedang); L=low (rendah); VL=very low (sangat
rendah); EL=extremely low (amat sangat rendah); N=negligible (dapat diabaikan)

Penilaian Pendedahan (Exposure Assessment)
Penilaian pendedahan adalah menilai kemungkinan hewan rentan
(anjing) menjadi terdedah pada oleh virus rabies pada dosis yang cukup untuk
menyebabkan terjadinya infeksi, setelah agen penyakit telah memasuki wilayah
DKI Jakarta. Pada penilaian pendedahan digunakan enam kategori peluang
sesuai dengan Biosecurity Australia (2001) sebagaimana penilaian likelihood
pada penilaian pelepasan.
Penilaian Dampak (Consequence Assessment)
Penilaian dampak penilaian dilakukan untuk setiap bahaya yang
diidentifikasi berdasarkan pada dampak langsung dan tidak langsung dari
kejadian penyakit. Dampak langsung meliputi dampak infeksi penyakit pada
hewan dan kehilangan produksi, dampak kesehatan masyarakat dan dampak
buruk terhadap lingkungan. Dampak tidak langsung meliputi biaya pengawasan
dan pengendalian, biaya kompensasi, potensi kerugian perdagangan,
konsekuensi sosial dan dampak buruk pada industri lain (AQIS 2000). Penilaian
dampak berdasarkan wilayah dikategorikan sesuai dengan Tabel 4 dan penilaian
dampak secara keseluruhan dikategorikan sesuai Tabel 5 (DAFF 2005).
Tabel 4 Penilaian dampak berdasarkan cakupan wilayah (DAFF 2005)
Kategori
G
F
E
D
C
B
A

Deskripsi
Dampak bersifat sangat signifikan di tingkat nasional
Dampak bersifat signifikan di tingkat nasional
Dampak bersifat cukup signifikan di tingkat nasional
Dampak bersifat cukup signifikan di tingkat negara bagian/provinsi
Dampak bersifat cukup signifikan di tingkat distrik (kab/kota)
Dampak bersifat cukup signifikan lokasi tertentu
Dampak bersifat sangat minor atau dapat diabaikan

7
Tabel 5 Penilaian akhir dampak secara keseluruhan (DAFF 2005)
Deskripsi
Ada dampak langsung/tidak langsung termasuk kategori “G”
Lebih dari satu dampak termasuk kategori “F”
Dampak tunggal termasuk kategori “F” sedangkan dampak
lainnya termasuk kategori “E”
Dampak tunggal termasuk kategori “F” dan dampak lainnya
tidak seluruhnya termasuk kategori “E”
Semua dampak termasuk kategori “E”
Satu atau lebih dampak termasuk kategori “E”
Semua dampak termasuk kategori “D”
Satu atau lebih dampak termasuk kategori “D”
Semua dampak termasuk kategori “C”
Satu atau lebih dampak termasuk kategori “C”
Semua dampak termasuk kategori “B”
Satu atau lebih dampak termasuk kategori “B”
Semua dampak termasuk kategori “A”

Dampak secara keseluruhan
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Dapat diabaikan
Dapat diabaikan

Perkiraan Risiko (Risk Estimation)
Perkiraan risiko ditentukan dengan menggabungkan hasil penilaian
pelepasan-pendedahan dan hasil penilaian dampak dengan pedoman penilaian
berdasarkan Biosecurity Australia (2001) sebagaimana pada Tabel 6.
Tabel 6 Matriks perkiraan risiko (Biosecurity Australia 2001)

Likelihood
Pelepasan dan
Pendedahan

Dampak dari pelepasan dan pendedahan
Negligible
very low
Low
Moderate high extreme
risk
risk
risk
risk
risk
impact
high
NR
VLR
LR
MR
HR
ER
moderate
NR
VLR
LR
MR
HR
ER
low
NR
NR
VLR
LR
MR
HR
very low
NR
NR
NR
VLR
LR
MR
extremely low
NR
NR
NR
NR
VLR
LR
negligible
NR
NR
NR
NR
NR
VLR
Keterangan NR=negligible risk (risiko dapat diabaikan); VLR=very low risk (risiko amat sangat
rendah); LR=low risk (risiko rendah); MR=moderate risk (risiko sedang);
HR=high risk (risiko tinggi); ER=extreme risk (risiko sangat tinggi/ekstrim)

Ketidakpastian (Uncertainty)
Ketidakpastian (uncertainty) adalah kurangnya pengetahuan tentang
nilai-nilai parameter atau faktor tertentu yang dinilai atau diukur (DAFF 2008).
Dugaan risiko memiliki tingkat ketidakpastian (uncertainty) dan dinyatakan
secara kualitatif dengan tiga kategori (EFSA 2006) sebagaimana Tabel 7.
Tabel 7 Kategori ketidakpastian kualitatif (EFSA 2006)
Kategori Ketidakpastian
(Uncertainty)
Rendah (low)

Sedang (medium)
Tinggi (high)

Penafsiran
data lengkap, bukti kuat disajikan oleh berbagai referensi,
berbagai penulis memiliki kesimpulan sama, dilakukan observasi
terstruktur
ada beberapa data tidak lengkap, bukti disajikan pada referensi
yang terbatas, kesimpulan penulis bervariasi satu sama lain
data sangat jarang atau tidak tersedia data, bukti tidak tersedia di
referensi tetapi pada laporan yang tak terpublikasi

8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Alur Pemasukan Anjing Konsumsi dari Kabupaten Sukabumi ke DKI
Jakarta
Anjing hidup untuk konsumsi dari Kabupaten Sukabumi, berasal dari
anjing liar/diliarkan, anjing peliharaan, dan anjing buru afkir. Anjing
liar/diliarkan adalah anjing jalanan atau anjing berpemilik yang diliarkan yang
kemudian dicuri dan dijual kepada pedagang pengumpul anjing. Anjing
peliharaan adalah anjing berpemilik yang tidak diinginkan lagi oleh pemiliknya
atau anjing penjaga yang ada di peternakan ayam komersial yang dijual kepada
pedagang pengumpul anjing karena jumlahnya sudah terlalu banyak. Anjing
buru afkir adalah anjing yang semula dipelihara untuk tujuan sebagai anjing
pemburu yang biasanya akan dikirim ke Sumatera Barat, namun karena
ketangkasannya kurang, maka dijual kepada pedagang pengumpul anjing
konsumsi.
Anjing yang akan dijual sebagai anjing konsumsi akan dikumpulkan di
tempat penampungan milik pedagang pengumpul di Kabupaten Sukabumi.
Berdasarkan hasil survei, selain dikirim langsung ke DKI Jakarta dalam bentuk
anjing hidup, anjing konsumsi juga dikirim ke tempat pemotongan anjing di
wilayah Bogor (Cibubur dan Cibinong) dan Bekasi yang selanjutnya akan
dikirim ke DKI Jakarta dalam bentuk daging/karkas.
Anjing hidup dikirim ke tempat pemotongan anjing di wilayah Jakarta
Timur. Daging anjing yang berasal dari tempat pemotongan di wilayah DKI
Jakarta maupun dari luar DKI Jakarta akan dikirim ke pasar. Restoran penyaji
daging anjing selain mendapatkan daging anjing dari pasar, juga
mendapatkannya dari tempat pemotongan anjing. Alur pemasukan anjing
konsumsi secara detail disajikan pada Gambar 2.
Kabupaten Sukabumi
Anjing liar/diliarkan

Anjing peliharaan

Anjing buru afkir

Tempat penampungan milik pedagang pengumpul anjing
Tempat pemotongan

D
K
I

Tempat pemotongan

anjing

anjing

Penjualan daging anjing

Rumah makan penyaji daging anjing
Keterangan :

= tidak dilakukan survei;

= jalur anjing hidup;

Gambar 2 Alur pemasukan anjing konsumsi

= jalur karkas

9
Alur Tapak Risiko
Menurut pendapat pakar, dari 100 ekor anjing konsumsi yang masuk dari
Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta, diperkirakan lebih kurang 60% berasal
dari anjing liar/diliarkan, 20% dari anjing peliharaan dan 20% dari anjing buru
afkir. Berdasarkan pendapat tersebut, anjing liar/diliarkan memiliki
kemungkinan terbesar dalam masuknya virus rabies ke DKI Jakarta, sedangkan
anjing peliharaan dan anjing buru afkir memiliki peluang yang sama.
Menurut Putra (2011), berdasarkan hasil penelitiannya di Bali, tingkat
kejadian rabies tertinggi terjadi pada kelompok anjing liar/diliarkan (anjing
lepasan) sebesar 81%, sedangkan anjing peliharaan memberikan kontribusi
sebesar 2% terhadap kejadian rabies.
.
Penilaian Pelepasan (Release Assessment)
Penilaian pelepasan adalah penilaian terhadap kemungkinan keluarnya
rabies dari Kabupaten Sukabumi melalui anjing konsumsi dan masuk ke DKI
Jakarta dan menduga probabilitas munculnya kejadian tersebut. Penilaian
pelepasan melihat seberapa besar risiko pelepasan melalui alur tapak yang sudah
ditentukan. Alur pelepasan virus rabies pada anjing disampaikan sebagaimana
pada Gambar 3.
Ya

No
risk

Ya

No
risk

Tidak
Rabies terdeteksi di
tempat penampungan

Ya

No
risk

Tidak
Rabies terdeteksi selama
transportasi

Ya

No
risk

Kab. Sukabumi bebas
rabies
Tidak
Anjing tidak terinfeksi

No
risk

Ya

No
risk

Ya

Rabies terdeteksi di
tempat pemotongan
Tidak

Tidak
Rabies tereliminasi saat
proses pemotongan
Tidak

Release
DKI Jakarta

Gambar 3 Alur pelepasan virus rabies dari Kabupaten Sukabumi ke DKI Jakarta
melalui pemasukan anjing sebagai anjing konsumsi
Likelihood Kabupaten Sukabumi Tidak Bebas Rabies
Status Jawa Barat pada tahun 2004 adalah nol kasus terhadap rabies,
sehingga pada saat itu Jawa Barat dinyatakan bebas rabies berdasarkan

10
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 566/Kpts/PD.640/10/2004 tentang
pernyataan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten dan Jawa Barat
Bebas Penyakit anjing Gila (Rabies). Kasus positif rabies pada anjing muncul
kembali di Jawa Barat pada tahun 2005 (1 kasus), 2006 (3 kasus), 2007 (6 kasus),
2008 (6 kasus), dan 2009 (2 kasus) yang terjadi di Kabupaten Sukabumi, Cianjur,
Garut, Tasikmalaya dan Kota Sukabumi sehingga Pemerintah Pusat
mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3600/Kpts/PD.640/10/2009
tentang Pernyataan Berjangkitnya Penyakit Anjing Gila (Rabies) di Kabupaten
Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, Cianjur dan Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat
serta Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
Data Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi tahun 2008 hingga Agustus
2014, menyatakan bahwa jumlah kasus gigitan yang dilaporkan sebanyak 114
kasus dan korban gigitan HPR adalah 192 orang. Enam kasus rabies pada anjing
terjadi pada tahun 2008 di Kecamatan Cimanggu, Jampang Kulon, Jampang
Tengah, Cidolog, dan Cikembar. Satu kasus terakhir terjadi pada tahun 2010 di
Kecamatan Tegalbuleud.
Mempertimbangkan status Kabupaten Sukabumi belum bebas rabies dan
didukung oleh data-data kasus rabies dari Dinas Peternakan Kabupaten
Sukabumi serta banyaknya kendala dalam pengendalian penyakit zoonosis
termasuk rabies. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kemungkinan
masuknya rabies dari daerah ini ke DKI Jakarta adalah tinggi.
Likelihood Anjing Tidak Terinfeksi
Data Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi tahun 2012 mencatat, dari
populasi anjing 17 420 ekor, 18.4% telah divaksinasi terhadap rabies sedangkan
tahun 2013, dari populasi anjing 14 480 ekor, 13.8% telah divaksinasi terhadap
rabies. Menurut WHO (2005) cakupan vaksinasi setidaknya 70% populasi anjing
dapat mencegah wabah rabies pada 96.5% kasus. Memperhatikan data hasil
vaksinasi di atas yang masih jauh dari angka cakupan vaksinasi minimal, maka
Kabupaten Sukabumi masih memiliki risiko tinggi terhadap wabah rabies.
Beberapa kendala yang dihadapi terkait kegiatan penanggulangan rabies
di Kabupaten Sukabumi adalah luasnya wilayah serta kondisi wilayah yang
didominasi oleh pegunungan, kurangnya sumber daya manusia baik jumlah
maupun kemampuannya, belum optimalnya sarana dan prasarana penunjang
seperti belum terjaganya rantai dingin. Menurut Sarosa et al. (1999),
pelaksanaan vaksinasi di sebagian daerah belum sesuai dengan prosedur yang
benar, yaitu vaksin dibawa tanpa pendingin serta sarana penyimpanan vaksin
yang sangat minim sehingga mempengaruhi potensi vaksin yang digunakan.
Tidak akuratnya data populasi hewan target, pengawasan lalu lintas HPR
yang belum optimal, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor apabila
ada kasus gigitan dan masalah pendanaan menjadi kendala lain dari kegiatan ini.
Salah satu imbas dari kurangnya pendanaan adalah belum meratanya jangkauan
kegiatan sosialisasi terhadap rabies di seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi.
Meskipun kegiatan vaksinasi rabies dilakukan setiap tahun, mengingat
keterbatasan dana dalam penanggulangan rabies, kegiatan vaksinasi rabies hanya
dilakukan pada kecamatan tertentu dengan beberapa pertimbangan yaitu wilayah
ibukota kabupaten (Pelabuhan Ratu), kecamatan dengan kasus gigitan dalam dua

11
tahun terakhir (Nyalindung), kecamatan yang berbatasan dengan Provinsi
Banten (Cisolok) dan kecamatan kawasan agribisnis (Purabaya).
Vaksinasi rabies difokuskan pada anjing berpemilik maupun anjing liar
dan anak anjing. Hal ini dilakukan karena anjing yang berkeliaran memiliki
kemungkinan yanglebih besar untuk bertemu dengan anjing/HPR lain. Vaksinasi
dilakukan pada anak anjing karena kelompok ini berperan dalam penyebaran
rabies dengan tingkat kejadian sebesar 17% (Putra 2011).
Tingginya kasus rabies pada anjing liar/diliarkan diduga karena tingkat
kontak antar anjing cukup intens dibandingkan dengan anjing peliharaan, dan
upaya vaksinasi melalui suntikan sulit dilakukan sehingga proses penularan
rabies sulit diputus. Anjing liar maupun anjing yang diliarkan tidak memiliki
status vaksinasi yang jelas (Putra 2011). Taiwo et al. (1998) menambahkan
bahwa cakupan vaksinasi rendah dan program vaksinasi yang menyisakan anjing
liar merupakan sumber utama dan potensial penyebaran virus rabies.
Anjing peliharaan masih memiliki potensi dalam menularkan rabies
apabila kurangnya perhatian pemilik terhadap anjingnya khususnya terkait
dengan kesehatan anjing, sistem pemeliharaan anjing yang dilepas sehingga
memiliki kemungkinan untuk berinteraksi dengan anjing lain, kurangnya
pengetahuan pemilik terhadap rabies dan tidak dilakukan vaksinasi rabies secara
teratur. Putra (2011) menyatakan bahwa mayoritas dari kelompok anjing
peliharaan telah divaksinasi rabies sehingga kelompok ini memiliki herd
immunity yang diduga melebihi 70%. Semua anjing dalam kelompok ini yang
ditemukan menderita rabies, tidak memiliki riwayat vaksinasi rabies.
Mustamar (2001) menyatakan bahwa rendahnya perilaku masyarakat
dalam pemberian vaksin anti rabies bagi anjing terutama oleh masyarakat
pemilik anjing buru, disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat
tentang cara memelihara anjing dan pengetahuan tentang penyebab rabies serta
kegunaan vaksin anti rabies bagi anjing, yang menyebabkan timbulnya persepsi
yang salah baik terhadap penyebab rabies maupun terhadap manfaat vaksin anti
rabies untuk anjing. Persepsi yang salah ini ternyata menimbulkan sikap negatif
terhadap pemberian vaksin anti rabies untuk anjing oleh masyarakat pemiliknya.
Sumatera Barat merupakan tujuan utama pengiriman anjing buru dari Jawa
Barat. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan masyarakat Sumatera Barat untuk
berburu babi menggunakan anjing. Masyarakat berlomba-lomba mendatangkan
anjing yang handal untuk berburu, dan mayoritas anjing peliharaan berasal dari
daerah Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
pada tahun 2013 (Januari-September 2013) telah terjadi 1940 kasus gigitan
dengan 9 kasus kematian akibat rabies. Kondisi ini menempatkan Sumatera
Barat menduduki peringkat kedua se-Indonesia untuk jumlah kasus kematian
manusia akibat rabies setelah Sulawesi Utara.
Anjing buru yang
ketangkasannya kurang biasanya dijual menjadi anjing konsumsi.
Memperhatikan tingginya kasus rabies di Sumatera Barat dan mayoritas asal
anjing maka anjing buru yang dijual sebagai anjing konsumsi memiliki risiko
yang cukup besar terhadap penularan rabies.
Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul anjing di Kabupaten
Sukabumi menyebutkan bahwa anjing-anjing yang divaksinasi rabies hanyalah
anjing-anjing buru yang akan diberangkatkan ke Sumatera Barat, sedangkan sisa
anjing buru yang akan dijual menjadi anjing konsumsi tidak dilakukan vaksinasi

12
terhadap rabies. Dalam satu bulan sekitar 20-24 ekor sisa anjing buru tersebut dikirim
ke Jakarta. Mengingat jumlahnya yang tidak banyak, maka pengiriman anjing ini
biasanya digabungkan dengan anjing lain yang berasal dari wilayah lain di Sukabumi.

Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut di atas, maka maka
pemasukan anjing liar/diliarkan sebagai anjing konsumsi dari Kabupaten
Sukabumi ke DKI Jakarta mempunyai kemungkinan terinfeksi yang tinggi.
Pemasukan anjing peliharaan sebagai anjing konsumsi dari Kabupaten
Sukabumi ke DKI Jakarta mempunyai kemungkinan terinfeksi yang rendah.
Pemasukan anjing buru afkir sebagai anjing konsumsi dari Kabupaten Sukabumi
ke DKI Jakarta mempunyai kemungkinan terinfeksi yang tinggi.
Likelihood Rabies Tidak Terdeteksi di Tempat Penampungan
Monitoring pasca vaksinasi dilakukan setiap tahun oleh Dinas Peternakan
Kabupaten Sukabumi, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa
Barat, dan Balai Veteriner (BVet) Subang dengan pengambilan sampel darah
anjing untuk uji enzyme-linked immunoassay (ELISA) dan sampel otak anjing
dengan uji fluorescent antobody test (FAT). Berdasarkan hasil pengujan oleh
BVet Subang, hasil monitoring uji ELISA pada tahun 2010, tingkat kekebalan
antibodi protektif > 0.5 IU/ml untuk sampel darah dari Jampang Tengah adalah
12.3%. Tahun 2011, sampel darah yang diambil dari Cikembar memiliki tingkat
kekebalan antibodi protektif 78.8%. Tahun 2013,
sampel darah dari
Bantargadung, Cisolok, Kabandungan, Pelabuhan Ratu, Purabaya, Tegalbuleud
dan Warung Kiara, diperoleh tingkat kekebalan antibodi protektif 12.4%. Hasil
uji FAT tahun 2010, dua sampel yang dikirim dari Tegalbuleud, menunjukkan
hasil positif, sedangkan pada tahun 2012, 20 sampel yang dikirim dari Cisolok,
semuanya menunjukkan hasil negatif. Rendahnya tingkat kekebalan antibodi
protektif ini antara lain karena sistem pencatatan yang tidak jelas (data hewan
yang telah divaksin tidak lengkap, sehingga ada kemungkinan hewan yang
diambil sampel darahnya adalah hewan yang tidak divaksinasi). Kemungkinan
lain karena tingginya populasi anjing lepasan dan tidak divaksin. Anjing sulit
ditangkap saat petugas datang untuk melakukan vaksinasi, terutama anjing di
daerah pedesaan serta kondisi sosial ekonomi dan pengetahuan pemilik tentang
rabies yang relatif rendah (Utami dan Sumiarto 2012). Menurut Taiwo et al.
(1998) tingkat kekebalan antibodi protektif yang rendah merupakan salah satu
sumber utama dan potensial dalam penyebaran virus rabies.
Berdasarkan hasil survei, anjing konsumsi yang akan dikirim ke DKI
Jakarta akan tinggal di tempat penampungan milik pedagang pengumpul anjing
selama 1-7 hari. Mereka dimasukkan dalam satu kandang yang sama, sehingga
jika ada anjing yang baru datang, maka anjing tersebut disatukan dengan anjing
lama. Kasus gigitan pada anjing pernah terjadi di tempat penampungan, karena
ada pertengkaran antar anjing. Selama dalam penampungan, anjing ini tidak
pernah divaksinasi terhadap rabies. Menurut pendapat pakar, dari 100 (seratus)
ekor anjing di tempat penampungan yang kemungkinan digigit oleh anjing lain
adalah 10 ekor (10%).
Hasil penilaian terhadap pengetahuan pedagang pengumpul anjing
tentang rabies adalah sedang, dengan nilai rata-rata=9.33; nilai tertinggi=12 dan
nilai terendah=7 (Standar nilai: rendah=0-