Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Avian Influenza ke Indonesia Melalui Importasi Anak Ayam Bibit Asal Belanda

(1)

PENILAIAN RISIKO KUALITATIF PEMASUKAN VIRUS

AVIAN INFLUENZA

KE INDONESIA MELALUI IMPORTASI

ANAK AYAM BIBIT ASAL BELANDA

ZULFIKHAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Avian Influenza ke Indonesia Melalui Importasi Anak Ayam Bibit Asal Belanda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Zulfikhar


(4)

RINGKASAN

ZULFIKHAR. Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Avian Influenza ke Indonesia Melalui Importasi Anak Ayam Bibit Asal Belanda. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan I WAYAN TEGUH WIBAWAN.

Belanda adalah negara terbesar kedua setelah Amerika Serikat sebagai pengekspor anak ayam bibit ke Indonesia. Saat ini Belanda merupakan salah satu negara yang dinyatakan oleh Office International des Epizooties (OIE) terjadi

outbreakavian influenza (AI), hal ini membuat kemungkinan masuknya virus AI melalui importasi. Perbedaan subtipe virus AI antara Belanda dan Indonesia dapat menyebabkan efek negatif dalam kemungkinan penyebarannya di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga besarnya kemungkinan (likelihood) risiko pemasukan virus AI ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda. Metode penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer (pendapat pakar, kuesioner dan observasi) dan data sekunder (literatur dan laporan); menggunakan pola penilaian risiko kualitatif dari OIE, metode kategori

likelihood dari Biosecurity Australia dan kategori ketidakpastian (uncertainty) dari European Food Safety Authority. Penilaian risiko kualitatif terdiri dari penilaian pelepasan, penilaian pendedahan, penilaian konsekuensi dan estimasi risiko.

Penilaian pelepasan dilakukan dengan menilai tiap tahapan alur tapak risiko sehingga virus AI asal Belanda bisa masuk ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit. Alur tapak risiko tersebut terdiri dari tahapan negara Belanda, peternakan pure line, hatchery, karantina Belanda dan karantina Indonesia. Hasil penilaian pelepasan menunjukkan bahwa likelihood adalah amat sangat rendah dengan uncertainty sedang.

Penilaian pendedahan dilakukan dengan menilai tiap tahapan alur tapak risiko sehingga virus AI pada anak ayam bibit asal Belanda yang terinfeksi dapat mendedah ke hewan rentan, manusia dan lingkungan di Indonesia. Alur tapak risiko tersebut terdiri dari tahapan peternakan grand parent stock dan hatchery. Hasil penilaian pendedahan menunjukkan bahwa likelihood adalah sangat rendah dengan uncertainty rendah.

Penilaian konsekuensi akibat pemasukan virus AI asal Belanda ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit adalah ekstrim. Hal ini disebabkan karena dampak secara langsung menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dampak tidak langsung akan menyebabkan berkurangnya stok daging ayam dan telur beberapa tahun ke depan di Indonesia.

Estimasi risiko didapatkan dari hasil penilaian pelepasan, penilaian pendedahan dan penilaian konsekuensi. Besarnya likelihood risiko pemasukan virus AI ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda yaitu rendah dengan uncertainty sedang. Manajemen risiko dapat dilakukan untuk menurunkan likelihood. Manajemen risiko dapat dilakukan pada tahapan penilaian pelepasan maupun pendedahan. Observasi langsung peternakan pure line dan

hatchery di Belanda untuk mendapatkan informasi dan melengkapi data sebaiknya dilakukan sehingga dapat mengurangi uncertainty.


(5)

SUMMARY

ZULFIKHAR. Qualitative Risk Assessment on Introduction of Avian Influenza

Viruses to Indonesia Through the Importation of Day Old Chicks from the Netherlands. Supervised by ETIH SUDARNIKA and I WAYAN TEGUH WIBAWAN.

The Netherlands are the second largest country after United State of America that export the day old chicks to Indonesia. It is one of the countries that declared by the Office International des Epizooties (OIE) has an outbreak of avian influenza (AI), and it has the probability on introduce of the virus to Indonesia through the importation. The difference subtype of AI viruses will give negative effect to the probability of spread wide of the viruses in Indonesia.

The aims of this study were to estimate the likelihood value of the introduction AI virus to Indonesia through the importation of day old chicks from the Netherlands. The research method done by collecting primary data (expert opinion, questionnaires and observation) and secondary data (literature and reports); using the patterns of qualitative risk assessment of the OIE; the likelihood category method of the Biosecurity Australia and the uncertainty categories of the European Food Safety Authority. The pattern of a qualitative risk assessment consists of the release assessment, exposure assessment, consequence assessment and risk estimation.

Release assessment was done by assessing each stages of the risk pathway that the AI virus from the Netherlands could enter into Indonesia through the importation of day old chicks. The risk pathway stages consist of the Netherlands states, pure line breedings, hatcheries, the Netherlands quarantine and Indonesia quarantine. The result showed that the likelihood was extremely low with moderate uncertainty.

Exposure assessment was done by assessing each stages of the risk pathway so that the AI virus in infected day old chicks from the Netherlands could expose all susceptible animals, humans and environment in Indonesia. The risk pathway stages consist of the grand parent stock farms and hatcheries. Exposure assessment result showed that the likelihood was very low with low uncertainty.

Consequences assessment caused by the introduce of AI virus from the Netherlands to Indonesia through the importation of day old chicks were extreme. This due to the direct impact that will causing high morbidity and mortality. The indirect impact will cause a reduction of chicken meat and eggs stocks in the next few years in Indonesia.

Risk estimation was obtained from the results of the release assessment, exposure assessment and consequence assessment. The likelihood value of the risk estimation were low with moderate uncertainty. Risk management can be performed to decrease the likelihood. Risk management can be done in stages of release and exposure assessment. Direct observation of pure line breeding and hatchery in the Netherlands to obtain information and completing data should be done to reduce the uncertainty.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

PENILAIAN RISIKO KUALITATIF PEMASUKAN VIRUS

AVIAN INFLUENZA

KE INDONESIA MELALUI IMPORTASI

ANAK AYAM BIBIT ASAL BELANDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(8)

(9)

Judul Tesis : Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Avian Influenza ke Indonesia Melalui Importasi Anak Ayam Bibit Asal Belanda

Nama : Zulfikhar NIM : B251130104

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Ketua

Prof Dr Drh I Wayan Teguh Wibawan, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah analisis risiko impor, dengan judul “Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus

Avian Influenza ke Indonesia Melalui Importasi Anak Ayam Bibit Asal Belanda”. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi dan Bapak Prof Dr Drh I Wayan Teguh Wibawan, MS selaku pembimbing yang senantiasa sabar dan disiplin dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat serta rela mengorbankan waktunya bagi penulis.

2. Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan semangat kepada penulis.

3. Ibu Prof Dr Drh Retno D Soejoedono, MS selaku penguji luar komisi yang telah meluangkan waktunya untuk menelaah karya ilmiah ini, memberikan bimbingan dan dorongan semangat kepada penulis.

4. Seluruh staf pengajar dan non pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membimbing dan memberikan semangat kepada penulis. 5. Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. 6. Ibu Ir Banun Harpini selaku Kepala Badan Karantina Pertanian, Bapak Drh

Mulyanto selaku Sekretaris Badan Karantina Pertanian, dan Bapak Drh Sujarwanto selaku Kepala Pusat Karantina Hewan Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program beasiswa. 7. Bapak Dr Ir H M. Musyaffak Fauzi, SH, MSi selaku Kepala Balai Besar

Karantina Pertanian Soekarno Hatta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi.

8. Bapak Drh Happy Yunudi, MM selaku Kepala Bidang Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta beserta seluruh staf yang telah memberikan data dan informasi.

9. Rekan-rekan ex PT. Cipendawa Agro Industri Tbk. Bapak Sudjatmiko, Bapak Ir. Subagyo dan Bapak Zanu Prasetya SPt.

10. Ayah, ibu, istriku tercinta Marrysa Nurina Derec SPi serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

11. Teman-teman seperjuangan KMV 2013.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih mempunyai keterbatasan. Kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak untuk perbaikan, dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Analisis Risiko 2

2.2 Karakteristik Virus Avian Influenza 3

3 METODE 4

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 4

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4

3.3 Pengumpulan Data Penelitian 5

3.4 Penentuan Alur Tapak Risiko 5

3.5 Penilaian Risiko Kualitatif 5

3.5.1 Penilaian Pelepasan 5

3.5.2 Penilaian Pendedahan 6

3.5.3 Penilaian Konsekuensi 7

3.5.4 Estimasi Risiko 7

3.5.5 Ketidakpastian 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

4.1 Identifikasi Bahaya 9

4.2 Alur Tapak Risiko Penilaian Pelepasan 11

4.3 Hasil Penilaian Pelepasan 11

4.3.1 Likelihood Belanda Terinfeksi AI (L1) 11 4.3.2 Likelihood Peternakan Pure Line Terinfeksi AI (L2) 13 4.3.3 Likelihood AI Tidak Terdeteksi pada Pure Line di Peternakan

(L3) 14

4.3.4 Likelihood AI Tidak Terdeteksi pada Anak Ayam Bibit di Hatchery

(L4) 14

4.3.5 Likelihood AI Tidak Terdeteksi di Karantina Belanda (L5) 15 4.3.6 Likelihood AI Tidak Terdeteksi di Karantina Indonesia (L6) 15 4.3.7 Likelihood Virus AI Masuk ke Indonesia (L7) 16

4.4 Alur Tapak Risiko Penilaian Pendedahan 16

4.5 Hasil Penilaian Pendedahan 17


(12)

4.5.2 Likelihood GPS Farm Mendedah Virus AI ke Manusia (L2) 19 4.5.3 Likelihood GPS Farm Mendedah Virus AI ke Lingkungan (L3) 20 4.5.4 Likelihood Hatchery Mendedah Virus AI ke Hewan Rentan (L4) 20 4.5.5 Likelihood Hatchery Mendedah Virus AI ke Manusia (L5) 21 4.5.6 Likelihood Hatchery Mendedah Virus AI ke Lingkungan (L6) 21

4.5.7 Ringkasan Penilaian Pendedahan 21

4.6 Hasil Penilaian Konsekuensi 22

4.7 Hasil Estimasi Risiko 24

4.8 Manajemen Risiko 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

5.1 Simpulan 25

5.2 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25


(13)

DAFTAR TABEL

1 Penetapan responden 5

2 Kategori likelihood dan penafsirannya 6

3 Matriks untuk penggandaan antar likelihood 6

4 Penilaian untuk pendedahan ganda 7

5 Penilaian konsekuensi langsung dan tidak langsung 7

6 Penilaian konsekuensi keseluruhan 8

7 Matrik perkiraan risiko impor 8

8 Kategori ketidakpastian kualitatif 8

9 Data importasi anak ayam bibit Januari-Oktober 2014 9 10 Langkah-langkah identifikasi bahaya (hazard) masuknya virus AI

melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda 9

11 Laporan kasus AI di Belanda 10

12 Ringkasan hasil penilaian pelepasan virus AI melalui anak ayam bibit

asal Belanda 12

13 Ringkasan hasil penilaian pendedahan virus AI melalui importasi anak

ayam bibit asal Belanda 17

14 Ringkasan penilaian pendedahan virus AI melalui anak ayam bibit asal

Belanda 22

15 Penilaian konsekuensi pemasukan virus AI melalui anak ayam bibit

asal Belanda 23

16 Hasil estimasi risiko pemasukan virus AI melalui anak ayam bibit asal

Belanda 24

DAFTAR GAMBAR

1 Komponen analisis risiko 3

2 Kerangka konsep penelitian 4

3 Alur tapak penilaian pelepasan virus AI melalui anak ayam bibit asal

Belanda 11

4 Alur tapak penilaian pendedahan virus AI melalui anak ayam bibit asal


(14)

(15)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Avian influenza (AI) atau flu burung adalah penyakit pada unggas yang telah menyebar hampir di seluruh dunia.Sejak adanya kasus AI subtipe H5N1 di Hongkong yang menewaskan 6 orang dari 18 penduduk yang terinfeksi pada tahun 1997, penyakit ini menjadi perhatian dunia (Horimoto dan Kawaoka 2001). Kasus AI di Indonesia disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1 yang bersifat fatal (highly pathogenic). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts.OT.140/3/2013 tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis, AI dimasukkan ke dalam jenis penyakit hewan menular strategis yang sudah ada di Indonesia dan dilakukan pengendalian serta penanggulangannya oleh pemerintah (Kementan 2013). Komite Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari tahun 2004-2008 sebesar 4.3 trilyun rupiah, diluar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja dan berkurangnya konsumsi protein masyarakat (Basuno 2008). Jumlah kerugian ekonomi yaitu kematian, kerugian produksi, daya tetas rendah, pemusnahan anak ayam umur satu hari (Ayaz et al. 2010). Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa kasus AI pada manusia di Indonesia dari tahun 2003 hingga saat ini telah menyebabkan 163 kematian dari 195 kasus dengan hasil uji laboratorium positif (WHO 2014).

Belanda pada saat ini merupakan negara terbesar kedua setelah Amerika sebagai eksportir produk pertanian dan olahannya (GN 2014a). Termasuk dalam hal importasi anak ayam bibit ke Indonesia. Importasi ini menjadi kemungkinan masuknya virus AI ke Indonesia karena Belanda merupakan salah satu negara yang hingga saat ini dinyatakan oleh Office International des Epizooties (OIE) sebagai negara terjangkit AI. Masuknya anak ayam bibit yang terinfeksi AI ke Indonesia dapat memberikan dampak negatif terhadap kemungkinan penyebaran AI di Indonesia karena jenis subtipe virus yang ada di Belanda berbeda dengan Indonesia. Wibawan (2012) menyebutkan bahwa kondisi kasus AI saat ini sudah berbentuk infeksi subklinik, dimana hewan terlihat sehat tetapi sebenarnya sakit. Adanya kasus penyakit yang tidak terdeteksi dengan tepat menyebabkan meluasnya kasus AI di lapangan.

Avian influenza pada unggas dan produknya memungkinkan terjadinya kerugian ekonomi yang besar dan penularan ke manusia menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia.Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penilaian risiko terhadap kemungkinan masuknya virus AI ke Indonesia melalui anak ayam bibit asal Belanda. Analisis risiko bertujuan untuk mencegah timbulnya kerugian ekonomi yang dapat berdampak pada penyebaran penyakit hewan dan mengurangi risiko yang ditimbulkan sampai kepada tingkat risiko yang dapat diterima (OIE 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk menduga besarnya kemungkinan (likelihood) risiko pemasukan virus AI ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda. Hasil penilaian risiko diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada


(16)

2

pembuat keputusan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan atau kebijakan berdasarkan kajian ilmiah berbasis analisis risiko.

1.2 Perumusan Masalah

Importasi anak ayam bibit dari Belanda melalui wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Soekarno Hatta menimbulkan risiko masuknya virus AI bagi negara Indonesia. Maka, untuk mengetahui risiko yang bisa ditimbulkan tersebut, perlu dilakukan suatu penilaian risiko. Penilaian risiko juga untuk mengetahui kecenderungan terjadinya infeksi AI dan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam meminimalisasi risiko tertularnya AI di Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga besarnya likelihood risiko pemasukan virus AI ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah menyediakan alur tapak risiko masuknya virus AI ke Indonesia melalui anak ayam bibit asal Belanda serta manajemen risiko yang dapat diambil untuk menurunkan risiko. Hasil penilaian risiko diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada pembuat keputusan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan atau kebijakan importasi hewan berdasarkan kajian ilmiah berbasis analisis risiko.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya pada lingkup kegiatan importasi komoditas day old chick grand parent stock (DOC GPS) atau anak ayam bibit asal Belanda yang dilalulintaskan melalui wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta.

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Risiko

Analisis risiko impor adalah proses standar terstruktur yang digunakan untuk mengevaluasi risiko yang ditimbulkan akibat adanya importasi hewan, produk hewan dan olahannya. Analisis risiko kualitatif akan menghasilkan output tingkat risiko yang tinggi, sedang, rendah atau diabaikan. Analisis risiko kualitatif dapat dilakukan lebih cepat dan penerapan yang lebih luas dalam semua kondisi (OIE 2014).


(17)

3 Komponen analisis risiko menurut OIE (2013) meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko (Gambar 1). Penilaian risiko terdiri dari empat komponen yaitu penilaian pelepasan, penilaian pendedahan, penilaian konsekuensi dan estimasi risiko (Sugiura dan Murray 2011).

Gambar 1 Komponen analisis risiko

2.2 Karakteristik Virus Avian Influenza

Avian influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Virus influenza termasuk family Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (drift, shift), dan dapat menyebabkan epidemik dan pandemik (Kemenkes 2008). Virus ini dibedakan menjadi high pathogenicity avian influenza (HPAI) dan low pathogenicity avian influenza (LPAI) (OIE 2013). Seluruh wabah dari bentuk influenza yang sangat patogenik berasal dari virus-virus influenza tipe A dengan subtipe haemagglutinin

(H) yaitu H5 dan H7. Jenis subtipe influenza A juga dilihat dari neuraminidase

(N). Hingga saat ini telah diketahui ada 18 jenis subtipe haemagglutinin (H1-H18) dan 11 jenis subtipe neuraminidase (N1-N11) (Tong et al. 2013).

Sifat-sifat virus AI antara lain menggumpalkan eritrosit dan mengubah materi-materi genetiknya bertukar dan tersusun baru (reassortment). Proses perubahan struktur antigen pada permukaan H atau N disebut antigenic drift, perubahan ini tidak menghasilkan subtipe virus baru. Antigenic shift dikenal sebagai proses penyusunan ulang materi genetik, hal ini akan menghasilkan jenis subtipe yang baru yang berbeda dari kedua induknya. Oleh karena populasi manusia tidak mempunyai imunitas terhadap subtipe baru, dan tidak ada vaksin yang tersedia untuk memberikan proteksi, antigenic shift dalam sejarah menghasilkan pandemik yang sangat mematikan. Hal ini terutama akan muncul bila subtipe baru mempunyai gen dari virus influenza manusia sehingga dapat tertular dari orang ke orang pada periode yang terus menerus (Sidamukti 2010).

Virus AI dapat mendedah ke hewan rentan, manusia dan mengkontaminasi lingkungan. Pemasukan virus AI paling efisien adalah melalui kontak langsung dengan unggas terinfeksi yang mengeluarkan virus ke lingkungan melalui sekresi pernafasan dan fesesnya. Unggas dapat terdedah virus AI melalui kontak tidak langsung dengan peralatan atau material (fomites), yang permukaannya telah terkontaminasi sekresi pernafasan, feses, debu yang mengandung virus dari

Identifikasi Bahaya

Komunikasi Risiko Penilaian Risiko: - Penilaian pelepasan - Penilaian pendedahan -Penilaian konsekuensi

-Estimasi risiko


(18)

4

unggas terinfeksi. Peralatan (fomites) merupakan vektor mekanik bagi penularan virus AI. Manusia dapat berperan sebagai vektor mekanik penularan AI. Pergerakan manusia dapat menjadi sumber pendedahan virus AI secara tidak langsung dari alas kaki, pakaian dan tangan setelah manusia tersebut kontak langsung dengan unggas terinfeksi, ekskresi maupun sekresinya (Swayne 2008).

3

METODE

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi bahaya terhadap komoditas anak ayam bibit asal Belanda yang masuk ke Indonesia berdasarkan data Electronic System for Animal Quarantine (EQ-Vet). Setelah didapatkan hasil identifikasi bahaya kemudian dibuat suatu alur tapak risiko. Alur tapak risiko yang diperoleh kemudian dilakukan penilaian risiko.

Penilaian risiko yang dilakukan adalah secara kualitatif, dimulai dari penilaian pelepasan, yaitu kemungkinan virus AI keluar dari negara Belanda masuk ke Indonesia. Tahap selanjutnya adalah penilaian pendedahan, yaitu kemungkinan anak ayam bibit terinfeksi menularkan virus AI ke hewan rentan, manusia dan lingkungan di Indonesia. Hasil penilaian pelepasan dan pendedahan selanjutnya digandakan dan menghasilkan suatu likelihood. Penilaian konsekuensi merupakan proses penilaian risiko setelah dilakukan penilaian pelepasan dan pendedahan. Hasil penilaian konsekuensi selanjutnya digabungkan dengan

likelihood untuk menghasilkan suatu estimasi risiko. Gambar 2 merupakan kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 2 Kerangka konsep penelitian

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus sampai bulan November 2014 di wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta dan Kampus Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Pemasukan anak ayam bibit dari Belanda ke Indonesia

Alur tapak risiko Penilaian risiko

Output: estimasi risiko Identifikasi bahaya

Metode:

- Data primer


(19)

5

3.3 Pengumpulan Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pendapat pakar dan observasi langsung di lapangan. Pendapat pakar merupakan hasil wawancara secara mendalam dan atau kuesioner terstruktur kepada responden. Penetapan responden dapat dilihat pada Tabel 1. Data sekunder diperoleh melalui pustaka, publikasi ilmiah, data dari instansi berwenang yang dipublikasi ataupun tidak berupa laporan atau dokumen.

Tabel 1 Penetapan responden

No. Responden Metode pengumpulan data 1 Ahli dalam bidang penanganan AI Wawancara mendalam 2 Petugas karantina Wawancara mendalam 3 Petugas laboratorium Wawancara mendalam 4 Petugas penerbangan Wawancara mendalam 5 Petugas bea cukai Wawancara mendalam 6 Dinas terkait Wawancara mendalam 7 Importir anak ayam bibit Wawancara mendalam 8 Pekerja GPS farm Wawancara mendalam 9 Pekerja hatchery Wawancara mendalam 10 Pembeli unggas konsumsi Kuesioner terstruktur

3.4 Penentuan Alur Tapak Risiko

Alur tapak risiko menggambarkan alur komoditas anak ayam bibit asal Belanda yang berisiko terinfeksi AI dapat keluar dari negara Belanda hingga mengakibatkan infeksi pada hewan rentan, manusia dan lingkungan di Indonesia. Alur ini menggambarkan likelihood pelepasan dan pendedahan virus AI. Alur tapak risiko dibuat berdasarkan pendapat pakar, pustaka dan data dari instansi yang berwenang. Likelihood pelepasan dibuat berdasarkan ruang lingkup terbesar hingga terkecil yaitu dari negara, peternakan pembibitan (breeder), penetasan (hatchery), karantina hingga anak ayam bibit terinfeksi dapat keluar dari negara Belanda masuk ke Indonesia. Likelihood pendedahan menggambarkan proses anak ayam bibit terinfeksi dapat mendedahkan virus AI ke hewan rentan, manusia dan lingkungan di Indonesia. Virus AI melalui anak ayam bibit dapat mendedah melalui tahapan peternakan grand parent stock (GPS farm) dan hatchery.

3.5 Penilaian Risiko Kualitatif

Penilaian risiko merupakan salah satu komponen dari analisis risiko. Penilaian dilakukan dengan menggunakan enam likelihood yang mengacu kepada

Biosecurity Australia.

3.5.1 Penilaian Pelepasan

Penilaian pelepasan dibuat berdasarkan kemungkinan terjadinya infeksi pada hewan di negara asal hingga bahaya tersebut keluar melalui komoditas. Risiko pelepasan virus AI melalui anak ayam bibit dinilai dari setiap tahap alur


(20)

6

risiko dengan pendekatan kualitatif. Kategori likelihood dan penafsirannya tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori likelihood dan penafsirannya

Kategori likelihood Penafsiran

Tinggi Kejadiannya sangat mungkin terjadi Sedang Kejadiannya mungkin terjadi Rendah Kejadiannya jarang terjadi Sangat rendah Kejadiannya sangat jarang terjadi Amat sangat rendah Kejadiannya amat sangat jarang terjadi Diabaikan Kejadiannya sangat pasti tidak terjadi

Sumber: BA (2001)

Hasil likelihood untuk tiap tahapan skenario penilaian pelepasan digandakan menggunakan matriks pada Tabel 3. Hasil penggandaan tiap tahapan skenario pelepasan akan menghasilkan likelihood penilaian pelepasan.

3.5.2 Penilaian Pendedahan

Penilaian pendedahan didasarkan pada kemungkinan terjadinya kontak dan kemungkinan kontak menyebabkan terjadinya infeksi AI. Tahap penilaian pendedahan menjadi informasi penting dalam manajemen risiko khususnya terkait dengan tindakan-tindakan yang dilakukan di negara Indonesia. Risiko pendedahan virus AI melalui anak ayam bibit terinfeksi dinilai dari setiap tahap alur risiko dengan pendekatan kualitatif yang tersaji pada Tabel 2. Hasil likelihood untuk tiap tahapan skenario penilaian pendedahan digandakan menggunakan matriks pada Tabel 3. Hasil penggandaan tiap tahapan skenario pendedahan akan menghasilkan

likelihood penilaian pendedahan.

Tabel 3 Matriks untuk penggandaan antar likelihood

Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

Amat sangat

rendah Diabaikan Tinggi T S R SR ASR D

Sedang R R SR ASR D

Rendah SR SR ASR D

Sangat rendah ASR ASR D

Amat sangat rendah

D D

Diabaikan D

Sumber: BA (2001)

Keterangan: T: tinggi, S: sedang, R: rendah, SR: sangat rendah, ASR: amat sangat rendah, D: diabaikan

Pendedahan ganda ialah jika terdapat dua jalur atau lebih alur tapak yang berbeda. Penilaian untuk pendedahan ganda tersaji pada Tabel 4. Risiko pemasukan virus AI melalui anak ayam bibit asal Belanda ditentukan oleh

likelihood kejadian bahaya yang merupakan hasil penggabungan likelihood

pelepasan dan likelihood pendedahan. Penggabungan likelihood pelepasan dan


(21)

7 Tabel 4 Penilaian untuk pendedahan ganda

Jika Risiko keseluruhan

Salah satu risiko parsial tinggi Tinggi Lebih dari satu risiko parsial sedang Tinggi Salah satu risiko parsial sedang dan risiko parsial yang lainnya adalah rendah Tinggi Ada satu risiko parsial sedang dan risiko parsial yang lainnya tidak sedang Sedang Semua risiko parsial rendah Sedang Satu atau lebih risiko parsial rendah Rendah Semua risiko parsial sangat rendah Rendah Satu atau lebih risiko parsial sangat rendah Sangat rendah Semua risiko parsial amat sangat rendah Sangat rendah Satu atau lebih risiko parsial amat sangat rendah Amat sangat

rendah Semua risiko parsial dapat diabaikan Dapat diabaikan

Sumber: BA (2001)

3.5.3 Penilaian Konsekuensi

Penilaian konsekuensi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan masuknya agen penyakit ke negara importir. Dalam penelitian ini penilaian konsekuensi dilakukan berdasarkan pendapat pakar dan literatur serta menggunakan cara klasifikasi dari

Biosecurity Australia (Copper dan Beckett 2005). Pada setiap cakupan wilayah yaitu tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan lokal (peternakan/desa) dinilai ukuran dampaknya yang dibagi dalam empat kategori yaitu sangat signifikan, signifikan, kurang signifikan dan tidak signifikan. Dampak keseluruhan secara nasional dihubungkan dengan dampak langsung dan tidak langsung yang diperkirakan pada skala kualitatif (Tabel 5).

Tabel 5 Penilaian konsekuensi langsung dan tidak langsung

Kategori Deskripsi

G Dampak bersifat sangat signifikan di tingkat nasional F Dampak bersifat signifikan di tingkat nasional

E Dampak bersifat kurang signifikan (minor) di tingkat nasional D Dampak bersifat kurang signifikan di tingkat negara bagian/provinsi C Dampak bersifat kurang signifikan di tingkat kabupaten/kota/distrik B Dampak bersifat kurang signifikan di lokal (peternakan/desa) A Dampak bersifat tidak signifikan di lokal (peternakan/desa)

Sumber: Copper dan Buckett (2005)

Tahapan setelah dilakukan penilaian konsekuensi dalam skala kualitatif yaitu melakukan penilaian konsekuensi secara keseluruhan. Copper dan Beckett (2005) membagi penilaian konsekuensi secara keseluruhan dalam beberapa kemungkinan yang dapat dilihat pada Tabel 6.

3.5.4 Estimasi Risiko

Salah satu komponen penting dalam penilaian risiko adalah estimasi risiko. Estimasi risiko merupakan tahap terakhir dari proses penilaian risiko. Estimasi risiko adalah integrasi hasil dari penilaian pelepasan, pendedahan dan penilaian konsekuensi untuk menghasilkan ukuran keseluruhan risiko yang terkait dengan


(22)

8

bahaya yang diidentifikasi di awal. Matrik perkiraan risiko untuk analisis risiko impor tersaji pada Tabel 7.

Tabel 6 Penilaian konsekuensi keseluruhan

Jika Nilai

Ada dampak langsung atau tidak langsung „G‟ Ekstrim

Lebih dari satu dampak „F‟ Ekstrim

Ada satu dampak „F‟ sedangkan lainnya „E‟ Ekstrim

Ada satu dampak „F‟ dan lainnya tidak seluruhnya„E‟ Tinggi

Semua dampak termasuk kategori „E‟ Tinggi

Satu atau lebih dampak termasuk kategori „E‟ Sedang

Semua dampak termasuk kategori „D‟ Sedang

Satu atau lebih dampak termasuk kategori „D‟ Rendah

Semua dampak termasuk kategori „C‟ Rendah

Satu atau lebih dampak termasuk kategori „C‟ Sangat rendah

Semua dampak termasuk kategori „B‟ Sangat rendah

Satu atau lebih dampak termasuk kategori „B‟ Diabaikan

Semua dampak termasuk kategori „A‟ Diabaikan

Sumber: Copper dan Beckett (2005)

Tabel 7 Matrik perkiraan risiko impor

Likelihood Konsekuensi

Diabaikan Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Ekstrim

Tinggi D SR R S T E

Sedang D SR R S T E

Rendah D D SR R S T

Sangat rendah D D D SR R S Amat sangat

rendah

D D D D SR R

Diabaikan D D D D D SR

Sumber: Copper dan Beckett (2005)

Keterangan: D: diabaikan, SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, E: ekstrim

3.5.5 Ketidakpastian

Tingkat ketidakpastian (uncertainty) menunjukkan adanya sebaran nilai dari variabel, dalam penilaian risiko kualitatif hal ini menjadi sangat penting untuk diketahui. Ketidakpastian disebabkan oleh sedikitnya pengetahuan/informasi mengenai nilai-nilai kemungkinan. Ketidakpastian dinyatakan secara kualitatif dalam beberapa kategori (Tabel 8).

Tabel 8 Kategori ketidakpastian kualitatif

Kategori Penafsiran

Rendah Data lengkap, bukti kuat disajikan berbagai referensi, berbagai penulis memiliki kesimpulan sama, dilakukan observasi terstruktur

Sedang Beberapa data tidak lengkap, bukti yang disajikan referensi terbatas, kesimpulan penulis bervariasi

Tinggi Data sangat jarang, tidak tersedia, bukti tidak tersedia di referensi, ada pada laporan tidak terpublikasi hasil pengamatan atau komunikasi


(23)

9

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya (hazard identification) adalah suatu proses mengidentifikasi agen patogen yang berpotensi terbawa bersama dengan komoditas saat importasi (OIE 2004). Identifikasi bahaya dibuat berdasarkan adanya komoditas anak ayam bibit asal Belanda yang masuk ke Indonesia yang didapatkan dari data Electronic System for Animal Quarantine (EQ-Vet). Data importasi anak ayam bibit dapat dilihat pada Tabel 9. Langkah-langkah identifikasi bahaya masuknya virus AI ke Indonesia melalui anak ayam bibit asal negara Belanda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 9 Data importasi anak ayam bibit Januari-Oktober 2014

Bulan Amerika Belanda Inggris Jerman f Jumlah f Jumlah f Jumlah f Jumlah Januari 10 191 675 1 16 450 1 15 300

Februari 5 107 345 2 31 278 1 5 324 Maret 3 77 832 1 20 580

April 7 94 072

Mei 7 136 421 1 14 770 Juni 6 120 105 1 8 904 1 20 580 Juli 9 165 969

Agustus 7 61 494 1 3 995

September 3 29 130 2 10 500 2 7 210 Oktober 8 118 702 1 5 674 1 20 580

Total 65 1 102 745 8 93 386 7 83 764 1 3 995

Sumber: EQ-Vet Karantina

Keterangan: f: frekuensi

Tabel 10 Langkah-langkah identifikasi bahaya (hazard) masuknya virus AI melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda

No Pertanyaan Jawaban

1 Apakah AI dapat terbawa oleh anak ayam bibit Ya 2 Apakah AI ada di negara Belanda Ya 3 Apakah AI merupakan penyakit eksotik untuk Indonesia Tidak 4 Apakah negara Indonesia memiliki daerah bebas AI atau dengan prevalensi

rendah

Ya

5 Apakah AI masuk ke dalam program pengendalian di Indonesia Ya 6 Apakah Belanda memiliki strain yang lebih virulen Tidak

Identifikasi sebagai hazard Ya

Avian influenza telah diidentifikasi dapat terbawa melalui komoditas anak ayam bibit. Menurut Setyawati (2010), DOC telah terinfeksi oleh virus AI dengan gejala subklinik dan berpotensi sebagai salah satu penyebab cepatnya penyebaran AI di Indonesia, sehingga perlu diwaspadai pendistribusiannya ke daerah yang masih bebas AI. Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta menggolongkan


(24)

10

komoditas tersebut sebagai golongan komoditas yang memiliki tingkat risiko tinggi sebagai media pembawa hama dan penyakit hewan karantina.

Data terbaru dari OIE (2014) pada November 2014 telah terjadi kasus HPAI H5N8 pada peternakan petelur komersil dan peternakan breeder di provinsi Utrecth, Zuid-Holland dan Overijssel. Laporan kasus AI di Belanda terjadi dari tahun 2003 hingga tahun 2014 yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Laporan kasus AI di Belanda

Tanggal Jenis Virus Tipe Lokasi Jumlah 14-11-2014 HPAI H5N8 Klinik Utrecht, Zuid-Holland dan

Overijssel

217 600

12-03-2014* LPAI H5N2 Subklinik Bruchem, Gelderland 10 541 26-02-2014* LPAI H5N1 Klinik Swifterbant, Flevoland 40 237 09-12-2013* LPAI H5N3 Subklinik Scheemda, Groningen 11 698 27-11-2013* LPAI H5N3 Subklinik Sint Annen, Groningen 9 301 31-07-2013* LPAI H7N1 Subklinik Tzum, Friesland 9 043 31-05-2013* LPAI H7N1 Klinik Leusden, Utrecht 10 750 15-03-2013* LPAI H7N7 Klinik Zaewolde, Flevoland 23 500 11-03-2013* LPAI H7N7 Klinik Lochem, Gelderland 80 152 09-08-2012* LPAI H7N7 Subklinik Hagestein, Utrecht 31 870 17-03-2012* LPAI H5N2 Subklinik Kelpen-Oler, Limburg 44 500 23-06-2011* LPAI H7N7 Klinik Creil, Flevoland 47 000 25-06-2011* LPAI H7N7 Klinik Creil, Flevoland 7 000 11-05-2011* LPAI H7N7 Klinik Kootwijkerbroek, Gelderland 8 800 22-03-2011* LPAI H7N1 Klinik Schore, Zeeland 127 500 14-05-2010* LPAI H7N4 Subklinik Deume, Noord-Brabant 28 000 Maret-Mei

2003*

HPAI H7N7 Klinik Gelderland, Utrecht, Limburg dan Noord-Brabant

6 215 236

Sumber: OIE (2014)

Keterangan: *: tidak ada kasus baru

Penyakit AI di Indonesia saat ini bukan merupakan penyakit yang eksotik dan telah bersifat endemik untuk wilayah-wilayah tertentu di seluruh provinsi kecuali provinsi Maluku Utara. Selama tahun 2014, tidak ditemukan laporan kasus AI pada provinsi Jambi, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat (Ditjennak 2014). Awal kasus AI di Indonesia telah diketahui keberadaannya pada bulan Juli 2003 di peternakan ayam petelur komersial dalam bentuk klinis. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti et al. (2007) dengan metode polymerase chain reaction (PCR) menunjukkan bahwa isolat virus memiliki subtipe H5N1, HxN1 dan H5Nx. Virus ini dibedakan menjadi beberapa subtipe berdasarkan protein antigen yang melapisi permukaan virus yaitu haemagglutinin (H) dan neuraminidase (N), sehingga penamaan subtipe berdasarkan H dan N yaitu HxNx (Hewajuli dan Dharmayanti 2008). Hasil laporan surveilans AI oleh Direktorat Jenderal Peternakan dari tahun 2012 hingga saat ini telah dilakukan pengambilan dan pengujian sampel dari pasar unggas hidup menggunakan uji PCR menunjukkan bahwa semua hasil negatif terhadap H7, namun tidak untuk H5 (Ditjennak 2014). Artinya saat ini belum ditemukan secara laboratorium adanya AI subtipe H7 di Indonesia.


(25)

11

Avian influenza subtipe H5N1 yang ada saat ini telah dijumpai dalam bentuk manifestasi subklinik, yaitu unggas tidak menunjukkan gejala penyakit namun berpotensi sebagai reservoir virus HPAI ganas dan memiliki ancaman bagi populasi unggas disekitarnya dan mungkin juga terhadap manusia. Kondisi manifestasi subklinik ini juga diduga bertanggungjawab terhadap penurunan produksi unggas di peternakan (Wibawan 2012).

4.2 Alur Tapak Risiko Penilaian Pelepasan

Alur tapak risiko penilaian pelepasan menggambarkan virus AI asal Belanda bisa masuk ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit. Alur tapak risiko ini disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Alur tapak penilaian pelepasan virus AI melalui anak ayam bibit asal Belanda

4.3 Hasil Penilaian Pelepasan

Berdasarkan hasil pengumpulan data, maka didapatkan ringkasan hasil penilaian pelepasan yang disajikan pada Tabel 12.

4.3.1 Likelihood Belanda Terinfeksi AI (L1)

Belanda terletak di Eropa Barat, berbatasan dengan Jerman di Timur, Belgia di Selatan, Laut Utara di Barat Laut dan membagi batas lautnya dengan Belgia, Inggris dan Jerman, memiliki luas area 41 543 km2 (18.41% lautan) serta jumlah unggas di seluruh wilayah Belanda adalah 97 719 294 ekor dengan densitas 2 353.21/km2 serta jumlah lokasi unggas sebanyak 2 093 tempat. Belanda masuk

no risk

no risk

L7 = L1 x L2 x L3 x L4 x L5 x L6 Tidak

Tidak

Tidak Tidak L3

L4

L5

L6

L7

no risk Ya

Ya

Likelihood/L1

L2

no risk no risk

no risk Belanda terinfeksi AI

Peternakan pure line terinfeksi AI

AI terdeteksi pada pure line di peternakan

AI terdeteksi pada anak ayam bibit di hatchery

AI terdeteksi di karantina Belanda

AI terdeteksi di karantina Indonesia

virus AI masuk ke Indonesia

Tidak

Tidak

Ya

Ya Ya


(26)

12

ke dalam negara Uni Eropa, dengan total 28 negara anggota memiliki sistem perdagangan dan regulasi khusus yang dijalin bersama (GN 2014b).

Tabel 12 Ringkasan hasil penilaian pelepasan virus AI melalui anak ayam bibit asal Belanda

Node Deskripsi Likelihood Sumber

Belanda terinfeksi AI

Kasus HPAI pada tahun 2003 dan 2014, LPAI dari tahun 2010 sampai 2014.

Sistem perdagangan dan regulasi khusus Uni Eropa. Diagnosa AI dilakukan berdasarkan gejala klinis yang ada dan diteguhkan dengan uji laboratorium.

Penanganan kasus: stamping out, zoning dan sanitasi.

L1: Tinggi,

*u: rendah

OIE (2014), wawancara GN (2014b) OIE (2014), GN (2014b) Peternakan pure line terinfeksi AI

Adanya jaminan dari perusahaan.

Strain anak ayam bibit yang diimpor dari Belanda ialah Cobb untuk tipe pedaging dan Isa Brown untuk tipe petelur.

Status AI di peternakan ialah bebas dalam 3 tahun terakhir dan tidak dilakukan vaksinasi AI.

Kejadian AI pada bulan November 2014 ditemukan pada peternakan breeder.

Lokasi peternakan pure line adalah di Herveld, Gelderland dan Siebengewald, Noord-Limburg.

L2: Rendah, *u: rendah

Wawancara, HC (Health

certificate) HC OIE (2014), GN (2014b) Dokumen impor AI tidak terdeteksi pada pure line di peternakan

Pengujian laboratorium terhadap pure line dilakukan oleh perusahaan dan monitoring secara reguler tiap 6 bulan oleh pemerintah Belanda.

Jika ditemukan AI, maka seluruh unggas di peternakan akan dimusnahkan.

Uji AI pada breeder di Indonesia menggunakan PCR pada umur satu hari, delapan, 25 dan 45 minggu.

L3: Amat sangat rendah,

*u: sedang

GN (2014b) OIE (2014), GN (2014b) Wawancara AI tidak terdeteksi pada anak ayam bibitdi hatchery

Tidak dilakukan uji laboratorium terhadap AI di

hatchery.

Telur yang berasal dari peternakan yang terinfeksi AI tanpa vaksinasi tidak akan menetas.

Gejala klinis DOC yang terinfeksi AI secara subkinis tidak terlihat.

Ada kejadian AI subklinik di Belanda

L4: Tinggi,

*u: rendah

HC Wawancara Wibawan (2012) OIE (2014) AI tidak terdeteksi di karantina Belanda

Dilakukan oleh otoritas veteriner meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan klinis secara visual pada hari pemberangkatan.

L5: Tinggi,

*u: rendah

HC AI tidak terdeteksi di karantina Indonesia

Dilakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan klinis. Masa karantina selama 21 hari dan pemeriksaan laboratorium dengan PCR dilakukan setelah anak ayam bibit masuk ke Instalasi Karantina.

L6: Sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara, observasi

Virus AI masuk ke Indonesia

L7 = L1 x L2 x L3 x L4 x L5 x L6 L7: Amat sangat rendah, *u: sedang Keterangan: *u: uncertainty (ketidakpastian)


(27)

13 Sistem kesehatan hewan dilakukan oleh Netherlands Food and Consumer Product Safety Authority/Nederlandse Voedsel- en Warenautoriteit (NVWA) berada dibawah Ministry of Economic Affairs (GN 2014b). Jumlah dokter hewan negara Belanda sebanyak 4 768 orang dan paramedik sebanyak 966 orang, total 5 734 orang, sehingga penyebarannya sebesar 0.1381 orang/km2 (OIE 2013).

Status kesehatan unggas Belanda berdasarkan catatan (note) dari OIE (2014) adanya kasus H5 dan H7 avian influenza dalam bentuk HPAI dan LPAI yang dapat dilihat pada Tabel 5. Kejadian HPAI H7N7 di Belanda terjadi pada bulan Maret hingga Mei tahun 2003 dengan lokasi di Gelderland, Utrecht, Limburg dan Noord-Brabant. Outbreak AI terjadi di Gelderland sebanyak 168 kasus, Utrecht sebanyak 29 kasus, Limburg sebanyak 32 kasus dan Noord-Brabant sebanyak 12 kasus dengan jumlah total unggas yang dimusnahkan sebanyak 6 215 236 ekor. Kasus pada tahun 2010 terjadi di peternakan ayam petelur yang dipelihara secara dilepas pada saat periode bertelur (laying). Kasus pada tahun 2011 dan 2012 terjadi di peternakan ayam petelur yang dipelihara secara dilepas pada saat periode bertelur (laying) dan periode pembesaran (rearing), serta terjadi di peternakan kalkun untuk tujuan produksi daging. Kasus pada tahun 2013 dan 2014 terjadi pada peternakan unggas yang secara pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif AI.

Kasus AI terbaru terjadi pada November 2014 yaitu outbreak HPAI H5N8 pada peternakan petelur komersil dan peternakan breeder di provinsi Utrecth, Zuid-Holland dan Overijssel. Hingga saat ini tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda pada unggas yang terkena kasus antara lain stamping out, kontrol lalu lintas unggas di dalam wilayah kasus, membuat zona proteksi (3 km) dan zona surveilans (10 km), screening sampel darah dan usap trakhea atau kloaka dalam zona surveilans, desinfeksi tempat yang terinfeksi, melarang vaksinasi dan tidak ada perlakuan untuk hewan yang terinfeksi (GN 2014b). Swayne dan Suarez (2000) menyatakan bahwa ketika terjadi kasus wabah HPAI, stamping out dan depopulasi merupakan pertahanan pertama untuk menghentikan penyebaran dan menghilangkan penyakit. Berdasarkan data kejadian kasus AI di Belanda dan deskripsi sistem kesehatan hewan yang dilakukan, maka likelihood terjadinya negara Belanda terinfeksi AI saat ini adalah tinggi, yaitu kejadiannya sangat mungkin terjadi dengan uncertainty rendah.

4.3.2 Likelihood Peternakan Pure Line Terinfeksi AI (L2)

Pure line (galur murni) adalah indukan dari anak ayam bibit. Tahapan peternakan pure line di Belanda dapat diketahui dari data pemasukan anak ayam bibit ke Indonesia. Data EQVet bulan Januari-Oktober 2014 menunjukkan bahwa Belanda merupakan salah satu negara asal anak ayam bibit ke Indonesia dengan negara lainnya adalah Amerika, Inggris dan Jerman. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemasukan anak ayam bibit berdasarkan strain asal dari negara Belanda yaitu Cobb dan Isa Brown. Strain Cobb merupakan jenis broiler

(pedaging) dan strain Isa Brown merupakan jenis layer (petelur).

Setiap pengiriman anak ayam bibit harus mencantumkan data dari breeder

dan peternakan berupa form A dan B yang menunjukkan data asal anak ayam bibit. Form ini berisi mengenai alamat peternakan pure line asal anak ayam bibit, pernyataan bahwa peternakan terbebas dari AI dalam 3 tahun terakhir, tidak terbukti secara fisik bahwa penyakit tersebut ditemukan, program vaksinasi dan


(28)

14

ditandatangani oleh dokter hewan yang telah terdaftar sebagai spesialis unggas. Dokumen form A dan form B menunjukkan bahwa lokasi peternakan pure line

berada di Herveld, Gelderland dan Siebengewald, Noord-Limburg. Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa Gelderland merupakan provinsi dengan adanya kejadian AI tiap tahunnya sedangkan tidak untuk Noord-Limburg.

Dokumen lainnya yang diperlukan adalah surat keterangan kesehatan hewan berupa deklarasi untuk ekspor, dokumen ini dibutuhkan untuk mendapatkan ijin impor dari Indonesia. Dokumen ini berisi pernyataan bahwa anak ayam bibit yang ditetaskan dari telur tetas yang berasal dari peternakan yang bebas HPAI dan

Newcastle disease seperti yang telah ditentukan oleh OIE, serta peternakan tersebut telah dilakukan pemeriksaan kesehatan secara reguler sesuai dengan aturan hukum nasional Belanda dan komunitas Uni Eropa.

Kejadian AI di Overijssel pada November 2014 terjadi di peternakan

breeder. Kontak langsung antara unggas liar dengan unggas di peternakan breeder

tidak mungkin terjadi, namun kemungkinan masuknya HPAI H5N8 dapat melalui manusia, kendaraan, peralatan, muntahan, hewan lain atau produk dari hewan yang terkontaminasi virus ke lokasi peternakan (EFSA 2014). Berdasarkan data tersebut, maka likelihood peternakan pure line asal anak ayam bibit terinfeksi AI adalah rendah, yaitu kejadiannya jarang terjadi dengan uncertainty rendah.

4.3.3 Likelihood AI Tidak Terdeteksi pada Pure Line di Peternakan (L3)

Uji laboratorium dilakukan secara reguler oleh pemerintah Belanda di laboratorium nasional Central Veterinary Institut (CVI) di Lelystad. Uji diagnostik yang dilakukan untuk AI antara lain dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), haemagglutination (HA) test, haemagglutination inhibition (HI) test, neuraminidase inhibition assay, intavenous pathogenicity index (IVPI) test, polymerase chain reaction (PCR), real-time PCR, virus isolation dan virus sequencing (OIE 2014).

Peternakan pure line juga melakukan uji laboratorium di peternakannya. Hasil wawancara dengan breeder GPS di Indonesia menyatakan bahwa dilakukan uji terhadap AI dengan PCR pada umur satu hari, delapan, 25 dan 45 minggu. Berdasarkan data tersebut, maka likelihood AI tidak terdeteksi pada pure line di peternakan adalah amat sangat rendah, yaitu kejadiannya amat sangat jarang terjadi dengan uncertainty sedang.

4.3.4 Likelihood AI Tidak Terdeteksi pada Anak Ayam Bibit di Hatchery

(L4)

Informasi tahapan hatchery dapat dilihat dari form B dan surat keterangan kesehatan hewan yang berisi pernyataan bahwa dilakukan fumigasi dan desinfeksi terhadap telur tetas dan peralatan hatchery secara rutin setiap kali penetasan. Tidak ada vaksinasi yang dilakukan kecuali vaksinasi Mareks secara in ovo. Anak ayam bibit yang akan diekspor harus diletakkan pada boks kontainer baru yang bersih dan telah didesinfeksi dan tidak akan ada kontak dengan unggas lain.

Telur tetas yang berasal dari peternakan yang terinfeksi tanpa adanya vaksinasi menyebabkan virus AI membunuh embrio dalam telur sehingga telur tidak akan menetas. Namun pada kasus outbreak HPAI, DOC yang menetas tetap memiliki risiko terkontaminasi di hatchery jika hal ini terjadi (USDA 2010). Pada kasus adanya vaksinasi akan dapat menyebabkan terjadinya AI subklinik pada


(29)

15 DOC yang tidak menunjukkan gejala klinis (Wibawan 2012). Data dari HC menunjukkan bahwa lokasi hatchery berada di Warder, Noord-Holland, tidak ada kasus AI yang terjadi di provinsi ini. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap AI di hatchery. Berdasarkan data tersebut, maka likelihood untuk AI tidak terdeteksi pada anak ayam bibit di hatchery adalah tinggi, yaitu kejadiannya sangat mungkin terjadi dengan uncertainty rendah.

4.3.5 Likelihood AI Tidak Terdeteksi di Karantina Belanda (L5)

Tahapan karantina Belanda antara lain dilakukan pengecekan dokumen dan pemeriksaan fisik oleh otoritas veteriner pada saat hari pemberangkatan terhadap anak ayam bibit dan harus tidak menunjukkan adanya gejala penyakit. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap AI. Berdasarkan data tersebut, maka likelihood AI tidak terdeteksi di karantina Belanda adalah tinggi, yaitu kejadiannya sangat mungkin terjadi dengan uncertainty rendah.

4.3.6 Likelihood AI Tidak Terdeteksi di Karantina Indonesia (L6)

Tindakan yang dilakukan karantina Indonesia antara lain pengecekan dokumen dan pemeriksaan fisik oleh petugas karantina pada saat hari kedatangan di atas pesawat. Jika ditemukan gejala penyakit atau adanya dokumen yang tidak lengkap maka dilakukan tindakan penahanan, penolakan atau pemusnahan. Setelah adanya surat perintah bongkar, dilanjutkan pemeriksaan di Cargo. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan fisik dan penghitungan dan pemisahan anak ayam bibit yang mati selama di perjalanan. Bangkai anak ayam bibit yang mati akan dimusnahkan di incinerator milik karantina. Jika dokumen persyaratan telah lengkap dan anak ayam bibit tidak menunjukkan gejala penyakit maka anak ayam bibit dimasukkan ke dalam Instalasi Karantina untuk masa karantina selama 21 hari. Perjalanan menuju IKH menggunakan kendaraan mobil boks yang telah dicuci dengan desinfektan sebelumnya dan dikawal oleh petugas karantina.

Instalasi karantina hewan yang digunakan untuk melakukan tindakan karantina berada dalam satu area dengan peternakan. Selama masa karantina dilakukan observasi dan pemeriksaan laboratorium. Observasi dilakukan terhadap gejala penyakit yang dapat timbul akibat terbawa oleh anak ayam bibit, diharapkan selama periode ini penyakit akan menampakkan gejala klinisnya. Pemeriksaan laboratorium menggunakan reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) terhadap H5N1 dan tidak dilakukan terhadap H7. Pemeriksaan PCR yang dilakukan akan mendeteksi matriks Influenza A, H5 dan N1 dengan sensitivitas dan spesifisitas uji 100%. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode screening test untuk menduga prevalensi dengan prevalensi dugaan sebesar 50% untuk memaksimalkan jumlah sampel. Sampel usapan trakhea atau kloaka diambil tiap pen di dalam kandang, kemudian digabung ke dalam media transport berdasarkan linenya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan

pooling berdasarkan line A, B, C dan D. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil amplifikasi RT-PCR adalah adanya perbedaan materi dan metode yang digunakan serta adanya perbedaan strain dan subtipe virus yang diteliti, selain itu perbedaan kualitas masing-masing sampel juga ikut berperan (Noroozian et al. 2007). Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas laboratorium pernah ditemukan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap


(30)

16

matriks Influenza A, setelah dikonfirmasikan ke Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor ternyata dinyatakan hasil negatif. Setelah dilakukan pengambilan sampel dan uji laboratorium ulang, menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan data tersebut, maka likelihood AI tidak terdeteksi di karantina Indonesia adalah sangat rendah, yaitu kejadiannya sangat jarang terjadi dengan uncertainty rendah.

4.3.7 Likelihood Virus AI Masuk ke Indonesia (L7)

Berdasarkan hasil penggandaan tiap tahapan dengan menggunakan matriks penggandaan antar likelihood (Tabel 3), maka likelihood virus AI masuk ke Indonesia adalah amat sangat rendah dengan uncertainty sedang.

4.4 Alur Tapak Risiko Penilaian Pendedahan

Alur tapak risiko penilaian pendedahan menggambarkan kemungkinan virus AI pada anak ayam bibit asal Belanda yang terinfeksi dapat mendedah ke hewan rentan, manusia dan lingkungan di wilayah Indonesia. Alur tapak risiko ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Alur tapak penilaian pendedahan virus AI melalui anak ayam bibit asal Belanda

Hatchery

Kemungkinan GPS farm mendedah virus AI ke

hewan rentan

Kemungkinan GPS farm mendedah virus AI ke

manusia

Kemungkinan GPS farm

mendedah virus AI ke lingkungan

Likelihood

(L1)

Likelihood

(L2)

Likelihood

(L3)

Kemungkinan hatchery mendedah virus AI ke

hewan rentan

Kemungkinan hatchery mendedah virus AI ke

manusia

Kemungkinan hatchery mendedah virus AI ke

lingkungan

Likelihood

(L4)

Likelihood

(L5)

Likelihood

(L6) Anak ayam bibit

terinfeksi AI masuk ke Indonesia


(31)

17

4.5 Hasil Penilaian Pendedahan

Berdasarkan hasil pengumpulan data, maka didapatkan ringkasan hasil penilaian pendedahan yang disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Ringkasan hasil penilaian pendedahan virus AI melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda

Node Deskripsi Likelihood Sumber

GPS farm

Kemungkinan GPS farm mendedah virus AI ke hewan rentan

Biosekuriti sangat baik; sekeliling area farm diberi pagar tembok; kandang closed house dan dipasangi jaring (net); pest control; penjualan ayam afkir saat umur enam minggu; setelah periode puncak produksi dan saat akhir pemeliharaan; selama masa pemeliharaan dilakukan vaksinasi dan pemeriksaan PCR.

L1: amat sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara, observasi

Kemungkinan GPS farm mendedah virus AI ke manusia

Sistem biosekuriti sangat baik; kontak langsung ke manusia bisa melalui pekerja; tamufarm atau saat penjualan ayam; kemungkinan lainnya melalui ayam dijual dan telur afkir yang dikonsumsi; sanitasi merupakan bagian dari biosekuriti dan berlapis di tiap area; pakaian pekerja dijaga kebersihannya dan lengkap; responden menyatakan memasak daging ayam hingga matang.

L2: amat sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara, observasi, kuesioner

Kemungkinan GPS farm

mendedah virus AI ke lingkungan

Sistem biosekuriti sangat baik; bangkai dan sampah dari kandang dimusnahkan dengan incinerator; karung bekas pakan difumigasi sebelum dijual; saluran pembuangan air cucian dengan desinfektan mengarah ke septic tank tidak langsung ke

lingkungan; penjualan manure (pupuk) dilakukan saat akhir produksi dengan cara dibiarkan hingga kering selama tiga hari lalu dikarungkan.

L3: amat sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara, observasi Hatchery Kemungkinan hatchery mendedah virus AI ke hewan rentan

Sekeliling area hatchery diberi pagar tembok; bangunan hatchery tertutup (closed house); biosekuriti sangat baik; dibagi menjadi area bersih dan area kotor; pest control yang baik.

L4: amat sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara

Kemungkinan

hatchery mendedah virus AI ke manusia

Kontak ke manusia bisa melalui pekerja atau tamu

hatchery; sanitasi pegawai merupakan bagian dari biosekuriti dan berlapis di tiap area; biosekuriti sangat baik; pakaian dan atribut pekerja lengkap.

L5: amat sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara, observasi

Kemungkinan

hatchery mendedah virus AI ke lingkungan

Biosekuriti sangat baik; saluran pembuangan air mengarah ke kolam pengendapan; telur yang tidak dibuahi dijual ke pembeli khusus sebelumnya telah difumigasi saat grading dan saat masuk ke setter; limbah padat berupa telur yang tidak menetas, anak ayam afkir dan cangkang telur dijual ke pembeli khusus sebelumnya telah difumigasi di hatcher saat transfer telur dan sehari sebelum pull chick.

L6: amat sangat rendah,

*u: rendah

Wawancara, observasi


(32)

18

4.5.1 Likelihood GPS Farm Mendedah Virus AI ke Hewan Rentan (L1)

Sistem pengendalian terhadap AI yang dilakukan di breeder GPS meliputi biosekuriti, sanitasi dan vaksinasi. Biosekuriti dilakukan dengan sangat ketat, meliputi pengaturan lalu lintas kendaraan keluar masuk farm, penanganan hewan liar, pest control, hingga pelaksanaan kunjungan manusia ke farm. Sistem kandang closed house dan pagar tembok di sekeliling area farm membuat ayam terisolasi dengan lingkungan luar sehingga kontak langsung dengan hewan lain di luar kandang tidaklah mungkin terjadi serta tercipta kondisi lingkungan optimum sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ayam. Sekitar bangunan kandang dipasangi jaring (net), hal ini dilakukan agar tidak ada burung liar yang masuk ke dalam area kandang. Pest control meliputi kontrol burung liar, tikus, serangga dan lain-lain. Vaksinasi AI pada ayam bibit dilakukan oleh tim vaksinasi yang ada di farm, jenis vaksin dan waktu pemberiannya ditentukan oleh dokter hewan di farm tersebut.

Dari hasil wawancara, jadwal vaksinasi AI yang dilakukan di GPS farm

antara lain umur dua, delapan, 18 dan 36 minggu atau ada juga yang menggunakan jadwal dua, enam, 12, 22, 42 dan 54 minggu. Sebelum vaksinasi dan tiga minggu setelah vaksinasi dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap AI melalui uji serologis untuk mengetahui nilai titer yang telah dicapai serta keseragamannya. Uji deteksi terhadap AI menggunakan PCR dilakukan pada saat anak ayam bibit dalam masa karantina, umur delapan, 25 dan 45 minggu. Hasil uji ini akan dilaporkan ke Dinas Peternakan setempat untuk mendapatkan sertifikat bebas AI.

Kemungkinan pendedahan AI ke hewan rentan antara lain melalui penjualan ayam yang dilakukan di GPS farm broiler berupa ayam pejantan afkir yang tidak memenuhi syarat performa ideal saat seleksi umur enam minggu, dan untuk GPS

broiler dan layer berupa ayam sexslip (salah pengelompokan jenis kelamin) saat umur 10 minggu, ayam yang sudah tidak produksi (saat periode produksi), atau penjualan ayam saat akhir masa pemeliharaan. Saat penjualan, faktor sanitasi dan biosekuriti sangat diperhatikan, dengan lokasi penjualan dilakukan di luar area GPS farm dan dilakukan penyemprotan dengan desinfektan. Ayam GPS biasa dijual ke pengepul yang sudah memiliki pelanggan tetap untuk disalurkan ke penjual sate, soto atau bakso. Pengepul biasanya memiliki tempat penampungan ayam. Hewan rentan yang berada di tempat penampungan ayam sangat bervariasi asal dan umurnya. Lama ayam di penampungan juga bervariasi. Menurut Harder dan Werner (2006), siklus infeksi antar unggas terjadi melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi, rantai oral-fecal, melalui air dan benda lain yang tercemar. Adanya hewan lain seperti burung liar atau unggas lainnya di tempat penampungan juga dapat menyebabkan pendedahan virus AI ke hewan tersebut. Kemungkinan lain ayam GPS afkir dibawa oleh pengepul ke Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU), ayam yang dibawa ke RPHU biasanya yang berumur enam minggu karena bobot ayam berkisar 2 kg masih seperti ayam broiler

komersil. Rumah Potong Hewan Unggas memiliki sistem biosekuriti dan pengolahan limbah yang baik, sehingga kemungkinan kontak dengan hewan rentan sangat jarang terjadi.

Kemungkinan pendedahan AI ke hewan rentan lainnya ialah melalui

penjualan pupuk yang dilakukan pada saat berakhir masa pemeliharaan (65 minggu). Pupuk dikarungkan lalu dijual ke petani, jika daerah sekitar GPS


(33)

19

farm terdapat pertanian, maka pupuk akan diprioritaskan untuk dijual ke pertanian tersebut untuk mencegah pertanian tersebut menggunakan pupuk dari daerah lain. Kemungkinan pendedahan AI ke hewan rentan pada kondisi ini ialah jika hewan rentan seperti ayam, bebek atau burung liar kontak dengan pupuk terkontaminasi AI di pertanian tersebut maka dapat menimbulkan infeksi.

Adanya sistem pengendalian yang telah dilakukan di GPS farm (terutama biosekuriti, vaksinasi dan pemeriksaan virus AI dengan PCR) membuat kemungkinan ayam yang dijual telah melalui waktu pemeriksaan AI dengan PCR. Adanya vaksinasi terhadap AI akan memberikan kekebalan atau menekan virus yang ada di dalam tubuh ayam bibit. Jika terjadi infeksi pada anak ayam bibit, maka virus akan terdeteksi pada saat pemeriksaan dengan PCR. Ditemukannya AI saat pemeriksaan PCR akan dilakukan uji ulang oleh Karantina (jika masih dalam masa karantina) atau oleh Dinas Peternakan setempat (jika hasil laboratorium setelah masa karantina). Jika hasil uji laboratorium ulang menyatakan hasil positif maka akan dilakukan uji ulang oleh Balai Besar Veteriner di daerah yang membawahi peternakan tersebut. Jika konfirmasi virus dinyatakan positif dilanjutkan dengan isolasi virus dalam telur berembrio. Jika strain yang ditemukan belum ada di Indonesia maka langkah yang dilakukan adalah pemusnahan terhadap bibit ayam tersebut. Jika strain yang ada sudah ada, namun bersifat subklinik maka langkah yang dilakukan adalah vaksinasi AI, jika bersifat klinik maka dilakukan pemusnahan. Sehingga likelihood GPS farm mendedah virus AI ke hewan rentan adalah amat sangat rendah dengan uncertainty rendah.

4.5.2 Likelihood GPS Farm Mendedah Virus AI ke Manusia (L2)

Kemungkinan GPS farm mendedah virus AI ke manusia ialah melalui kontak langsung dengan pekerja, tamu farm atau saat penjualan ayam. Pekerja

farm ialah anak kandang, pengawas kandang, manajer atau dokter hewan farm. Tamu farm bisa berasal dari kalangan pemerintah atau perusahaan. Kontak yang terjadi saat penjualan ayam ialah dengan pengepul ayam, petugas RPHU dan pembeli ayam dari pengepul (rumah tangga).

Sanitasi untuk pekerja dan tamu farm dilakukan di tiap tempat masuk antar area, antara lain di pintu gerbang farm, pintu gerbang area kantor, pintu gerbang area kandang dan pintu kandang. Pekerja atau pegunjung harus melalui ruangan sanitasi, ruangan ini berupa lorong yang dibuat berliku-liku dengan dipping kaki dan spraying di sepanjang lorong serta celup tangan (hand dipping) berupa larutan desinfektan di depan lorong. Pekerja atau pegunjung setelah melalui bangunan sanitasi harus mandi dan mengenakan pakaian khusus area kantor, kemudian melalui ruangan sanitasi lainnya menuju ke area kantor menggunakan alas kaki yang sudah disediakan. Barang-barang yang ingin dibawa masuk ke area kantor dimasukkan ke dalam kotak fumigasi yang memiliki dua sisi yaitu sisi area luar dan area kantor. Prosedur mandi dan sanitasi yang sama juga harus dilakukan saat memasuki area kandang, pakaian yang digunakan juga harus diganti dengan pakaian khusus area kandang. Alas kaki diganti dengan sepatu boot dan diberi perlengkapan berupa penutup kepala dan sarung tangan serta masker. Kandang GPS berada jauh dari pintu gerbang area kandang dan dikelilingi oleh pagar dari kawat, di depan area kandang terdapat ruangan sanitasi. Sepatu boot dilepas di luar pintu kandang setelah melalui ruangan sanitasi. Terdapat spray otomatis dan celup tangan saat pintu kandang terbuka, kemudian menggunakan sepatu boot


(34)

20

khusus area dalam kandang untuk masuk ke lokasi pemeliharan ayam. Sabun mandi, detergen dan alkali dapat menghilangkan infektifitas virus AI setelah lima menit pada konsentrasi 0.1, 0.2 dan 0.3%. Desinfektan yang digunakan akan menghilangkan infektifitas virus AI dalam konsentrasi dan waktu yang direkomendasikan pada kemasan komersial (Shahid et al. 2009).

Kemungkinan lainnya ialah melalui ayam yang dijual atau telur yang di afkir. Berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan terhadap konsumen di pasar, menyatakan memasak daging ayam hingga matang. Telur afkir dari farm biasanya dijual ke pabrik roti atau untuk konsumsi di farm. Virus AI akan inaktif dengan temperatur pasturisasi (Swayne dan Beck 2004). Adanya prosedur sanitasi, perlengkapan kerja yang lengkap, perlakuan vaksinasi AI dan pemeriksaan PCR pada ayam bibit serta pengolahan unggas dan produk unggas sebelum dikonsumsi membuat likelihood virus AI terdedah ke manusia amat sangat rendah dengan

uncertainty rendah.

4.5.3 Likelihood GPS Farm Mendedah Virus AI ke Lingkungan (L3)

Penanganan bangkai dan sampah dari kandang dilakukan dengan cara pembakaran dengan incinerator. Air pencucian peralatan kandang mengarah ke

septic tank khusus sehingga tidak terbuang langsung ke area lingkungan luar farm. Kemungkinan pendedahan lainnya ialah melalui manure (pupuk). Virus AI dapat ditemukan pada feses maupun sekresi pernafasan ayam. Beberapa virus HPAI dikeluarkan pada hari kesatu dan kedua pada ayam dengan infeksi buatan.

Shedding virus jarang terlihat sebelum dua hari, meskipun pada beberapa kasus ayam yang diinokulasi secara intranasal dapat mengeluarkan virus A/chicken/Pennsylvania/1370/83 (H5N2) (Van der Goot et al. 2005; Swayne dan Beck 2004) dan A/chicken/Netherlands/621557/03 (H7N7) (Van der Goot et al. 2005) pada hari pertama setelah infeksi di sekresi pernafasan maupun fesesnya. Virus AI dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama di lingkungan dengan suhu yang cocok, dapat menyebabkan infeksi melalui aerosol di udara, yang menempel pada mulut, hidung, wajah atau terhisap masuk ke paru-paru (Perez et al. 2005).

Pupuk dari GPS farm dijual pada saat ayam bibit di akhir periode pemeliharaan yaitu berumur 65 minggu atau lebih. Jika anak ayam bibit membawa virus AI dari Belanda, maka dengan adanya sistem pengendalian AI (terutama vaksinasi dan pemeriksaan virus AI dengan PCR) yang telah dilakukan di GPS farm kemungkinan besar akan membuat virus AI terdeteksi sebelum sampai periode akhir pemeliharaan. Sehingga likelihood GPS farm mendedah virus AI ke lingkungan adalah amat sangat rendah dengan uncertainty rendah.

4.5.4 Likelihood Hatchery Mendedah Virus AI ke Hewan Rentan (L4)

Kemungkinan pendedahan AI di breeder GPS dapat melalui telur yang dihasilkan untuk ditetaskan di hatchery. Telur yang akan ditetaskan adalah telur yang bersih dan telah mengalami perlakuan fumigasi di kandang sebelum dikirim ke hatchery. Formalin pada konsentrasi 0.2, 0.4 dan 0.6%, efektif menginaktifasi virus AI setelah kontak selama 15 menit (Shahid et al. 2009). Umur ayam bibit saat bertelur mulai 25-26 minggu, kemudian dimasukkan ke hatchery antara 28-30 minggu. Kemungkinan hatchery mendedah virus AI ke hewan rentan ialah ke DOC lain yang tidak terinfeksi. Hasil analisis risiko yang dilakukan oleh USDA (2010) pada kasus outbreak HPAI menunjukkan bahwa DOC yang menetas tetap


(1)

23 keragaman hayati akibat merebaknya virus AI di GPS farm tidak terlalu besar pengaruhnya karena kemungkinan pendedahan AI melalui GPS farm ke lingkungan atau hewan rentan amat sangat rendah. Jika terjadi kasus dapat lebih mudah diatasi karena lokasinya yang terisolasi. Oleh sebab itu, konsekuensi terhadap lingkungan bersifat signifikan sampai tingkat peternakan atau desa. Tabel 15 Penilaian konsekuensi pemasukan virus AI melalui anak ayam bibit asal

Belanda

Nama Deskripsi Nilai Total

DAMPAK LANGSUNG 1 Infeksi

hewan dan satwa liar serta populasinya

Mortalitas dan morbiditas tinggi, hewan menjadi carrier dan terjadi infeksi subklinik yang sulit untuk dideteksi. Kerugian produksi akibat infeksi klinik maupun subklinik. Satwa liar terganggu dengan kemungkinan sangat rendah.

E

Ekstrim 2 Pengaruh

terhadap kesehatan masyarakat

Zoonosis dan menyebabkan kematian.

Kasus kematian akibat AI pada manusia di Indonesia terakhir pada tahun 2013.

Dari tahun 2003 hingga saat ini menyebabkan 163 kematian dari 195 kasus.

F

3 Konsekuensi terhadap lingkungan

Penggunaan desinfektan dan bahan-bahan kimia untuk sanitasi lingkungan membuat tanah menjadi gersang dan mengganggu kesehatan manusia.

Dampak terhadap kehidupan, keragaman hayati akibat merebaknya virus AI di GPS farm tidak terlalu besar pengaruhnya karena kemungkinan pendedahan AI melalui GPS farm ke lingkungan atau hewan rentan amat sangat rendah. Jika terjadi kasus dapat lebih mudah diatasi karena lokasinya yang terisolasi.

C

DAMPAK TIDAK LANGSUNG 4 Konsekuensi

ekonomi

Kerugian jangka panjang karena masa pelihara GPS dan PS berkisar selama 1.5 tahun.

Kemungkinan 1.5 tahun ke depan akan terjadi kekurangan produksi telur dan daging ayam dalam negeri.

Biaya pengendalian dan pemberantasan yang tinggi. Biaya surveilans dan pemantauan yang tinggi.

G

5 Pengaruh terhadap lingkungan

Penurunan pariwisata tidak begitu terlihat karena pengendalian dapat mudah dilakukan di breeder farm. Pengaruh sosial seperti rasa resah, khawatir dan rasa takut di masyarakat.

E

Dampak tidak langsung akan menyebabkan berkurangnya stok daging ayam dan telur beberapa tahun ke depan di Indonesia. Anak ayam bibit PS layer yang dihasilkan dari Bogor untuk tujuan lokasi peternakan PS di Jawa Barat dan Sumatera. Anak ayam bibit PS broiler dari Kabupaten Bandung untuk tujuan lokasi PS farm di Jawa Barat, Jepara untuk lokasi PS farm di Jawa Tengah, Malang untuk lokasi PS farm di Jawa Timur dan Lampung Tengah untuk lokasi PS farm di Lampung. Satu DOC GPS layer akan menghasilkan 67-74 DOC PS dan 90-94 DOC FS (betina). Satu DOC GPS broiler akan menghasilkan 67-74 DOC PS dan 135-140 DOC FS. Dampak lebih lama akan dirasakan oleh produksi


(2)

24

telur nasional, karena pola peternakan petelur komersil yang memiliki waktu lebih lama dibandingkan pola peternakan broiler, sehingga efek kekurangan pasokan telur akan berlangsung lebih lama. Untuk mengatasi hal ini pemerintah kemungkinan harus membuka kebijakan impor PS, mengeluarkan biaya pengendalian dan pemberantasan serta surveilans dan pemantauan yang tinggi sehingga dampak akan bersifat sangat signifikan secara nasional.

Pengaruh terhadap lingkungan bersifat signifikan di tingkat provinsi namun kurang signifikan di tingkat nasional karena tidak terjadi penurunan pariwisata. Rasa resah, khawatir dan rasa takut hanya terjadi di wilayah lokasi GPS berada hingga tingkat provinsi. Hasil penilaian konsekuensi secara keseluruhan didapatkan dengan menggunakan Tabel 6 yaitu ekstrim.

4.7 Hasil Estimasi Risiko

Tahap terakhir dari proses penilaian risiko ialah estimasi risiko. Hasil estimasi risiko dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil estimasi risiko menunjukkan bahwa risiko pemasukan virus AI ke Indonesia melalui anak ayam bibit asal Belanda adalah rendah dengan ketidakpastian sedang.

Tabel 16 Hasil estimasi risiko pemasukan virus AI melalui anak ayam bibit asal Belanda

Likelihood

Penilaian Pelepasan

Likelihood

Penilaian Pendedahan

Likelihood

Pelepasan x Pendedahan

Hasil Penilaian Konsekuensi

Hasil Estimasi Risiko Amat sangat

rendah Sangat rendah Amat sangat rendah Ekstrim Rendah

4.8 Manajemen Risiko

Likelihood pada tiap tahapan dapat diturunkan dengan melakukan suatu manajemen risiko. Manajemen risiko yang dapat dilakukan pada penilaian pelepasan antara lain pada tahapan karantina Indonesia (L6) dengan melakukan pemeriksaan terhadap AI subtipe H7 atau pemeriksaan secara serologis pada saat kedatangan sehingga akan terdeteksi saat masa karantina. Lokasi IKH sebaiknya berada di area bandara dan tidak satu area dengan peternakan. Selain itu, dapat juga dilakukan manajemen risiko terhadap tahapan hatchery Belanda atau karantina Belanda (L4 atau L5) dengan menambahkan point health requirement bagi negara Belanda berupa pemeriksaan AI terhadap anak ayam bibit yang akan diberangkatkan.

Manajemen risiko yang dapat dilakukan pada penilaian pendedahan antara lain pada tahapan GPS farm (L1) sebaiknya ada regulasi mengenai ayam afkir hidup yang dikeluarkan, serta perlakuan terhadap pupuk (manure) dengan menggunakan desinfektan sebelum pupuk dijual agar tidak terjadi kontaminasi virus AI ke hewan rentan, manusia dan lingkungan.


(3)

25

5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penilaian risiko keseluruhan secara kualitatif terhadap pemasukan virus AI ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda dinilai rendah dengan uncertainty sedang, sehingga perlu dilakukan manajemen risiko pada tahapan alur tapak risiko untuk mengurangi risiko.

5.2 Saran

Pemeriksaan laboratorium yang lebih luas terhadap AI subtipe H7 di karantina Indonesia diperlukan untuk menurunkan likelihood penilaian pelepasan. Penambahan point health requirement bagi Belanda berupa pemeriksaan AI terhadap anak ayam bibit yang akan diberangkatkan sebaiknya dilakukan dan sebaiknya health requirement dibedakan untuk tiap negara berdasarkan status penyakit negara tersebut.

Lokasi IKH sebaiknya berada di area bandara dan tidak satu area dengan peternakan untuk menurunkan likelihood penilaian pendedahan. Harus ada regulasi khusus terutama untuk ayam afkir dari GPS farm pada umur enam minggu, serta perlakuan terhadap pupuk dengan menggunakan desinfektan sebelum pupuk dijual agar tidak terjadi kontaminasi virus AI ke lingkungan.

Kunjungan langsung (site visit) peternakan pure line dan hatchery di Belanda untuk mendapatkan informasi dan melengkapi data sebaiknya dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian. Penelitian lanjutan berupa penilaian risiko secara kuantitatif disertai dengan penilaian knowledge, attitude dan practice (KAP) terhadap tiap tahapan alur tapak risiko sebaiknya dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayaz M, Sajid M, Khan S, Qureshi MS, Rehman A, Khwaja N, Rafiq M, Maqbool M. 2010. Prevalence of avian influenza and its economic impact on poultry population of Hazara region Pakistan. Sarhad J Agric. 26(4):629-633.

[BA] Biosecurity Australia. 2001. Guidelines for Import Risk Analysis. Canberra (AUS): Department of Agriculture, Fisheries and Forestry.

Basuno E. 2008. Review dampak wabah dan kebijakan pengendalian avian influenza di Indonesia. J Anal Kebijakan Pert. 6(4):314-334.

Copper DF, Beckett SD. 2005. Broadleaf Review of Methodology for Consequences Assessment. Canberra (AUS): Department of Agriculture, Fisheries and Forestry.

Desvaux S, Marx N, Ong S, Gaidet N, Hunt M, Manuguerra JC, Sorn S, Peiris M, Werf SV, Reynes JM. 2009. Highly pathogenic avian influenza virus (H5N1) outbreak in captive wild birds and cats, Cambodia. Emerg Infect Dis. 15(3):475-478.


(4)

26

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2014. Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas. Jakarta (ID): Dirjennak.

[EFSA] European Food Safety Authority. 2006. Scientific report on migratory birds and their possible role in the spread of highly pathogenic avian influenza. EFSA J. 357:1-46.

[EFSA] European Food Safety Authority. 2014. Scientific report of EFSA highly pathogenic avian influenza A subtype H5N8. EFSA J. 12(3941):1-32.

[GN] Government of Netherlands. 2014a. Agricutural Exports Reach Record Levels. [Internet]. [Diunduh 2014 Desember 4]. http://www.government.nl/news/2014/01/17/agricultural-exports-reach-reco rd-levels.html

[GN] Government of Netherlands. 2014b. Serious Form of Bird Flu in Hekendorp, the Netherlands. [Internet]. [Diunduh 2014 November 18]. [/dokuments-and-publication/parliamentary-documents/2014/11/17/letter-to-the- parliame nt-about- avian-influenze-in-hekendorp.html].

Harder TC, Werner O. 2006. Avian Influenza. Di dalam: Bernd SK, Hoffmann C, Preisser W, editor. Influenza Report. Paris (FR): Flying.

Hewajuli DA, Dharmayanti NLPI. 2008. Karakterisasi dan identifikasi virus avian infuenza (AI). Wartazoa. 18(2):86-100.

Horimoto T, Kawaoka Y. 2001. Pandemic threat posed by avian influenza A viruses. J Clin Microbiol Rev. 14:129-149.

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2008. Flu Burung. Jakarta (ID): Kemenkes.

[Kementan] Kementerian Pertanian RI. 2013. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts.OT.140/3/2013 Tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis. Jakarta (ID): Kementan.

Noroozian H, Marandi MV, Razazian M. 2007. Detection of avian influenza virus of H9 subtype in the faeces of eperimentally and naturally infected chickens by reverse transcriptase-polymerase chain reaction. Acta Vet Brno. 76:405-413.

[OIE] Office International des Epizooties. 2004. Handbook on Import Risk Analysis for Animal and Animal Products. Paris (FR): World Organization for Animal Health.

[OIE] Office International des Epizooties. 2013. Terrestrial Animal Health Code

– Avian Influenza. Paris (FR): World Organization for Animal Health.

[OIE] Office International des Epizooties. 2014. Animal Health Information. Paris (FR): World Organization for Animal Health.

Perez DR, Nazarian SH, McFadden G, Gillmore MS. 2005. Biodefense: Principles and Pathogens. Di dalam: Bronze MS, Greenfield RA, editor.

Bab 21 “Miscellaneous Threats: Highly Pathogenic Avian Influenza, and

Novel Bio-Engineered Organisms. England (UK): Horizon Bioscience. Setyawati S, Soejoedono RD, Handharyani E, Sumiarto B. 2010. Deteksi virus

avian influenza H5N1 pada anak ayam umur satu hari dengan teknik imunohistokimia. J Vet. 11(4):203-209.

Shahid MA, Abubakar M, Hameed S, Hassan S. 2009. Avian influenza virus (H5N1); effects of physico-chemical factors on its survival. J Virol. 6:1-6. Sidamukti L. 2010. Avian Influenza (Flu Burung) dan Bahaya Penularannya ke


(5)

27 Sugiura K, Murray N. 2011. Risk analysis and its link with standards of the World

Organization for Animal Health. Rev Sci Tech Off Int Epizoot. 30(1):281-288.

Susanti R, Soejoedono RD, Mahardika IGNK, Wibawan IWT, Suhartono MT. 2007. Waterfowl potential as reservoirs of high pathogenic avian influenza H5N1 viruses. JITV. 12(2):160-166.

Swayne DE, Beck JR. 2004. Heat inactivation of avian influenza and newcastle disease viruses in egg products. Avian Pathol. 33(5):512-518.

Swayne DE. 2008. Avian Influenza. Iowa (USA): Blackwell Publishing.

Swayne DE, Suarez DL. 2000. Highly pathogenic avian influenza. Rev Sci Tech Off Int Epizoot. 19(2):463-482.

Tong S, Zhu X, Li Y, Shi M, Zhang J, Bourgeois M, Yang H, Chen X, Recuenco S, Gomez J, Chen LM, Johnson A, Tao Y, Dreyfus C, Yu W, McBride R, Carney PJ, Gilbert AT, Chang J, Guo Z, Davis CT, Paulson JC, Steven J, Rupprecht CE, Holmes EC, Wilson IA, Donis RO. 2013. New world bats harbor diverse influenza A viruses. PLOS Pathogens. 9(10):1-12. doi:10.1371/journal.ppat.1003657.

[USDA] United States Department of Agriculture. 2010. An Assessment of the Risk Associated With the Movement of Egg-Type Day-Old Chicks into, Within and Outside of A Control Area During a Highly Pathogenic Avian Influenza Outbreak. Fort Collins (USA): USDA.

Van der Goot JA, Koch G, de Jong MC, van Boven M. 2005. Quantification of the effect of vaccination on transmission of avian influenza (H7N7) in chickens. Proc Natl Acad Sci USA. 102(50):18141-18146.

[WHO] World Health Organization. 2014. Influenza at the Human-Animal Interface. Geneva (SW): WHO.

Wibawan IWT. 2012. Manifestasi Subklinik Avian Influenza pada Unggas: Ancaman Kesehatan dan Penanggulangannnya. Bogor (ID): IPB Pr.


(6)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 1981, merupakan putra ketiga dari pasangan Ayahanda Syaiful Anwar dan Ibunda R. Hanifah Hendarmin. Penulis lulus dari SMUN 1 Depok pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Dokter Hewan pada tahun 2005.

Dari tahun 2006 hingga 2010, penulis bekerja di PT. Cipendawa Agro Industri Tbk. yang bergerak di bidang industri peternakan ayam. Pada tahun 2010, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pertanian dan ditempatkan di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta sebagai Fungsional Medik Veteriner. Kesempatan melanjutkan studi S2 di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner diperoleh pada tahun 2013 melalui beasiswa dari Badan Karantina Pertanian.