Pengembangan Mutagenesis Spesies Mikroalga Penghasil Biofuel dengan Metode EMS (Etil Metan Sulfonat)

PENGEMBANGAN MUTAGENESIS SPESIES MIKROALGA
PENGHASIL BIOFUEL DENGAN METODE EMS
(ETIL METAN SULFONAT)

DINA AUGUSTINE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Mutagenesis Spesies Mikroalga Penghasil Biofuel Dengan Metode EMS (Etil
Metan Sulfonat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Dina Augustine
NIM C551110111

RINGKASAN
DINA AUGUSTINE.Pengembangan Mutagenesis Spesies Mikroalga Penghasil
Biofuel Dengan Metode EMS (Etil Metan Sulfonat). Dibimbing oleh MUJIZAT
KAWAROE dan AGUS OMAN SUDRAJAT.
Kemampuan mikroalga untuk tumbuh dalam waktu yang cukup singkat dengan
jumlah biomassa yang besar menjadi titik acuan untuk menghasilkan bahan bakar
nabati dalam waktu yang cukup singkat juga. Sampai saat ini masih dibutuhkan
jenis mikroalga yang mampu menghasilkan biomassa yang banyak dan kadar
asam lemak yang tinggi sehingga mampu memasok kebutuhan dasar untuk
dijadikan bahan bakar nabati di tahap selanjutnya. Salah satu metode yang
digunakan untuk meningkatkan biomassa mikroalga adalah dengan metode
mutagenesis. Metode mutagenesis di sini dilakukan dengan cara kimiawi yakni
dengan menambahkan senyawa tertentu yang disebut Etil Metan Sulfonat (EMS)
ke dalam sel individu mikroalga. Dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai

densitas paling tinggi diantara ketiga perlakuan (Kontrol, 0.1 M dan 0.5 M) terjadi
pada perlakuan EMS 0.5 M yakni 60.7 ± 11.93 sel individu/mL pada pada hari ke6 (fase stasioner). Diantara ketiga perlakuan tersebut, laju pertumbuhan spesifik
yang paling tinggi terdapat pada perlakuan EMS 0.1 M (0.52/hari) pada hari ke-5
(fase logaritmik). Perlakuan 0.5 M EMS memiliki nilai rasio RNA/DNA paling
tinggi (0.55±0.46) sedangkan kontrol menjadi yang paling rendah (0.12±0.04).
Untuk biomassa kering, nilai paling tinggi pada fase stasioner dan kematian
terdapat pada kultivasi Nannochloropsis sp. dengan konsentrasi EMS 0.1 M
(1.08±0.33 dan 1.11±0.07 gr/L). Pemberian EMS 0.5 M saat kultivasi mampu
meningkatkan kadar lipid (3 kali lipat) sebesar 12.17%±0.30 (fase eksponensial)
dan 18.14%±0.35 (fase stasioner) serta protein pada Nannochloropsis sp., namun
tidak terjadi perubahan pada kadar karbohidrat. Hasil kromatografi mendeteksi
sebanyak 22 senyawa asam lemak jenuh dan 3 jenis senyawa asam lemak tidak
jenuh. Asam palmitat (asam lemak jenuh/SFA) dan asam oleat memiliki
konsentrasi yang tinggi pada kultivasi perlakuan konsentrasi EMS 0.1 M.
Sedangkan kultivasi dengan perlakuan konsentrasi EMS 0.5 M lebih berpengaruh
dalam meningkatkan proses pembentukan asam lemak tidak jenuh ikatan tunggal
(MUFA).
Kata Kunci : Nannochloropsis sp., mutagenesis, etil metansulfonat, asam lemak,
biomassa.


SUMMARY
DINA AUGUSTINE. Mutagenetic Development in Microalgae Producing Biofuel
Species using EMS Method (Ethyl Methanesulfonate). Supervised by MUJIZAT
KAWAROE and AGUS OMAN SUDRAJAT.
The ability of microalgae to grow in short time period with huge amount of
biomass becomes the point of reference to produce biofuel in short time period
too. Until today, it still requires one capable microalgae species to produce a lot of
biomass and high fatty acid levels to supply the basic needs for biofuel in the next
stage. One method used to increase microalgae biomass is mutagenesis.
Mutagenesis is conducted chemically by adding certain compounds called Ethyl
Methane Sulfonate (EMS) into microalgae. From this study, it resulted that the
highest density among three treatments (control, 0.1 M and 0.5 M) was occurred
in 0.5 M EMS treatment which is 60.7 ± 11.93 individual cells/mL at day 6
(stationary phase). Among three treatments, specific growth rate is the highest in
0.1 M EMS (0.52/day) at day 5 (logarithmic phase). 0.5 M EMS treatment has the
highest ratio of RNA / DNA (0.55 ± 0.46) while the control is the lowest (0.12 ±
0.04). For dry biomass, the highest value in the stationary and death phase is in
0.1 M EMS treatment, respectively 1.08 ± 0.33 g/L and 1.11 ± 0.07 g/L. EMS
addition as much 0.5 M in cultivation can improve lipid concentration three times
as much 12:17% ± 0:30 (exponential phase) and 18:14% ± 0:35 (stationary phase)

and protein in Nannochloropsis sp., but no effect in carbohydrates.
Chromatography analysis detected 22 compounds in saturated fatty acids and 3
types of unsaturated fatty acid compounds. Palmitic acid and oleic acid (saturated
fatty acids) have higher concentration in EMS treatment of 0.1 M. While
cultivation using 0.5 M EMS was more effective in improving MUFA.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN MUTAGENESIS SPESIES MIKROALGA
PENGHASIL BIOFUEL DENGAN METODE EMS
(ETIL METAN SULFONAT)

DINA AUGUSTINE


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA

Judul Tesis : Pengembangan Mutagenesis Spesies Mikroalga Penghasil Biofuel
dengan Metode EMS (Etil Metan Sulfonat)
Nama
: Dina Augustine
NIM
: C551110111


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi
Ketua

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc


Tanggal Ujian: 15 April 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa dan AnakNya Yesus
Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini
ialah mutasi gen, dengan judul Pengembangan Mutagenesis Spesies Mikroalga
Penghasil Biofuel dengan Metode EMS (Etil MetanSulfonat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mujizat Kawaroe MSi dan
Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir
Hawis Madduppa, MSc yang telah memberikan banyak bantuan dalam
mengerjakan metode molekuler dalam penelitian ini. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Syarif sebagai Teknisi Laboratorium Mikroalga SBRC
LPPM IPB, Teknisi Laboratorium Pangan Pusat Laboratorium Terpadu
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Aradea Bujana sebagai kolega
analisis di Laboratorium Biosistematika Kelautan dan Teknisi Laboratorium
Kimia Terpadu Kampus IPB Baranangsiang yang telah membantu dalam proses
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,

serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

Dina Augustine

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................................ 1
Kerangka Pemikiran........................................................................................................ 2
Perumusan Masalah ........................................................................................................ 3
Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 4
Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 4
2 PENGARUH INDUKSI ETIL METAN SULFONAT PADA LAJU
PERTUMBUHAN Nannochloropsis sp. ........................................................................ 6
Pendahuluan .................................................................................................................... 6
Tujuan ............................................................................................................................. 8
Bahan dan Metode .......................................................................................................... 8
Pengumpulan Data .......................................................................................................... 9

Prosedur Analisis Data.................................................................................................... 9
Hasil .............................................................................................................................. 10
Pembahasan .................................................................................................................. 12
Simpulan ....................................................................................................................... 12
3 EFEK INDUKSI ETIL METAN SULFONAT TERHADAP RASIO DNA DAN
RNA pada Nannochloropsis sp. .................................................................................... 13
Pendahuluan .................................................................................................................. 13
Tujuan ........................................................................................................................... 15
Bahan dan Metode ........................................................................................................ 15
Analisis data .................................................................................................................. 17
Hasil .............................................................................................................................. 17
Pembahasan .................................................................................................................. 18
Simpulan ....................................................................................................................... 19
4 PENGARUH INDUKSI ETIL METAN SULFONAT TERHADAP BIOMASSA
DAN KANDUNGAN PROKSIMAT (KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LIPID)
Nannochloropsis sp....................................................................................................... 20
Pendahuluan .................................................................................................................. 20
Tujuan ........................................................................................................................... 21
Bahan dan Metode ........................................................................................................ 21
Analisis data .................................................................................................................. 23

Hasil .............................................................................................................................. 24
Pembahasan .................................................................................................................. 26
Simpulan ....................................................................................................................... 27
5 PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI INDUKSI ETIL METAN
SULFONAT TERHADAP KARAKTERISASI ASAM LEMAK
Nannochloropsis sp....................................................................................................... 28
Pendahuluan .................................................................................................................. 28
Tujuan ........................................................................................................................... 29
Bahan dan Metode ........................................................................................................ 29
Prosedur analisis data .................................................................................................... 30
Hasil .............................................................................................................................. 30
Pembahasan .................................................................................................................. 32
Simpulan ....................................................................................................................... 33
6 PEMBAHASAN UMUM ............................................................................................. 34
7 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 35

DAFTAR TABEL
1. Densitas dan laju pertumbuhan spesifik kultivasi Nannochloropsis sp. dengan tiga
perlakuan ...................................................................................................................... 11

2. Karakteristik Etil Metan Sulfonat ................................................................................. 13
3. Konsentrasi dan rasio asam nukleat (DNA dan RNA) dalam ng/µl pada 3 perlakuan
kultivasi Nannochloropsis sp. ...................................................................................... 17
4. Biomassa basah dan kering Nannochloropsis sp. pada tiga perlakuan kultivasi .......... 24
5. Kadar proksimat Nannochloropsis sp. pada tiga perlakuan kultivasi ........................... 25
6. Senyawa asam lemak hasil identifikasi gas kromatografi ............................................ 31

DAFTAR GAMBAR
1. Alur pikir penelitian ........................................................................................................ 5
2. Pola pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada tiga perlakuan kultivasi selama 12 hari 10
3. Struktur kimia Etil Metan Sulfonat ............................................................................... 13
4. Reaksi nukleofil secara umum ...................................................................................... 14
5. Reaksi Etil Metan Sulfonat dengan Air ........................................................................ 14

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industrialisasi yang terus meningkat telah menyebabkan kenaikan
permintaan bahan bakar fosil di dunia yang sangat signifikan. Sebagian besar atau
sekitar 80% kebutuhan energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil.
Peningkatan permintaannya pun bisa mencapai hingga 2.5% setiap tahunnya.
Konsumsi minyak global tumbuh di bawah rata-rata 0.6 juta barel per hari/0.7%
untuk bisa mencapai 88 juta barel per hari. Hal ini selanjutnya memicu krisis
ketersediaan minyak dunia (Agarwal et al., 2006). Pada perkembangan terakhir di
tahun 2015, harganya mencapai 49 USD per barel. Dengan kenaikan harga
minyak mentah dunia, hal ini juga menimbulkan harga BBM di berbagai negara
juga melonjak naik. Penyebaran harga BBM di seluruh dunia pun berbeda-beda.
Di benua Eropa, rata-rata harga BBM sudah melebihi angka 2 dolar per liternya
terus mengalami kenaikan. Untuk negara-negara non Eropa, harga BBM masih
berada di kisaran 1 sampai 1.5 dolar per liter namun tak diragukan akan
mengalami kenaikan juga akibat harga minyak mentah yang semakin mahal.
Salah satu sumber energi yang saat ini gencar diteliti adalah bio-bahan bakar
(biofuel) atau bahan bakar hayati, yang utamanya berasal dari berbagai jenis
tumbuhan tingkat tinggi diantaranya kelapa sawit, jarak dan jagung. Sejumlah
jenis tumbuhan yang ada di perairan laut juga berpotensi sebagai sumber energi
alternatif, namun kajiannya masih tertinggal dibandingkan tumbuhan darat, seperti
tanaman sawit dan jarak, yang secara klinis telah diujicobakan pada sejumlah
kendaraan uji. Seiring dengan perkembangan penelitian bio bahan bakar, timbul
pertanyaan besar mengenai masalah penanggulangan masalah perubahan iklim
global akibat akumulasi emisi karbondioksida (CO2).
Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari bahan organik, yang juga
disebut non-fossil energy. Beberapa negara di dunia sudah mulai beralih ke bahan
bakar non fosil karena kemampuan daya dukung bahan bakar fosil yang mulai
menurun. Perkembangan terakhir mengenai pemakaian biofuel di tahun 2008,
biodiesel sebanyak 11 triliun liter telah dikonsumsi oleh 27 negara di dunia.
Negara yang paling tinggi konsumsinya adalah Eropa bagian barat yakni sebanyak
1.245 juta liter. Jenis biofuel yang banyak dikenal adalah dalam bentuk biodiesel
untuk pengganti solar dan bioetanol sebagai pengganti premium atau pertamax.
Biodiesel diproduksi dari minyak atau lemak menggunakan transesterifikasi dan
merupakan cairan dengan komposisi serupa dengan diesel mineral yaitu metil
ester asam lemak (FAME). FAME diperoleh dari reaksi minyak dengan NaOH
dan metanol. Reaksi tersebut juga menghasilkan gliserol dimana 1 bagian gliserol
dihasilkan untuk setiap 10 bagian biodiesel. FAME banyak ditemukan dalam hasil
metabolisme dari proses fotosintesis tumbuhan darat maupun laut, dan salah
satunya adalah mikroalga.
Terkait dengan kemampuannya mengkonversi energi matahari melalui
fotosintesis, mikroalga yang berhabitat di lingkungan perairan memiliki
efektivitas dan efisiensi lebih tinggi karena aksesnya pada air, karbondioksida,
dan berbagai nutrien lain lebih mudah dibandingkan tumbuhan tingkat tinggi di
daratan (Kawaroe et al, 2010). Hal tersebut dapat dijadikan salah satu upaya
pemanfaatan biomassa mikroalga sebagai sumber energi alternatif yang ramah

2

lingkungan. Kemampuan mikroalga dalam mengurangi gas rumah kaca adalah
dalam menggunakan bentuk terkonsentrasi dari gas CO2, yang diserap dari
cerobong gas power plant, sehingga potensi mikroalga dalam menghasilkan
produktivitas yang tinggi bisa lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan darat.
Mikroalga termasuk jenis tumbuhan laut yang mampu tumbuh dalam waktu
yang cukup singkat. Kelebihan ini menjadi titik acuan untuk menjadi penghasil
bahan bakar nabati dalam waktu yang cukup cepat. Di samping daya tumbuhnya
yang cepat, diperlukan juga kapasitas biomassa sel tubuhnya yang besar untuk
memenuhi kebutuhan dalam produksi akhir biofuel dari mikroalga tersebut.
Dengan jumlah biomassa yang besar, dapat diperkirakan juga jumlah persentase
lemak yang besar pula sehingga produksi biofuel dari mikroalga bisa mencapai
angka yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemicuan terhadap
proses pertumbuhan mikroalga untuk bisa meningkatkan jumlah biomassanya.
Metode yang dilakukan untuk meningkatkan biomassa mikroalga sudah
banyak diketahui diantaranya dengan melakukan kultivasi pada sistem tertutup
dan terkontrol ataupun dengan menginjeksikan gas karbondioksida sepanjang
proses kultivasi berlangsung. Namun penggunaan kedua metode tersebut masih
membutuhkan energi serta biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu masih perlu
adanya pencarian metode untuk meningkatkan biomassa mikroalga yang bisa
dilakukan secara efisien dan murah. Untuk metode yang digunakan pada
penelitian ini masih sangat jarang dilakukan ataupun ditemui pada skala dunia.
Metode yang digunakan adalah metode mutagenesis secara kimiawi. Metode ini
menggunakan bahan kimia yang disebut etil metan sulfonat (EMS) dimana
senyawa ini diestimasi mampu meningkatkan produksi biomassa pada beberapa
tumbuhan darat. Namun penggunaan senyawa mutasi ini masih sangat sedikit
dalam kajian tumbuhan laut seperti mikroalga. EMS adalah senyawa agen alkilasi
berfungsi tunggal dan senyawa yang sangat reaktif dalam mengalkilasi gugus
fosfat seperti purin dan pirimidin yang terdapat pada DNA (Taji et al., 2002).
Mekanisme singkat dari reaksi EMS adalah reaksi substitusi nukleofilik dimana
senyawa ester di EMS bereaksi dengan guanin (basa purin) yang menghasilkan
O6 guanin (etil guanin). Sebagai efek jangka panjang, EMS bisa menghasilkan
baik basa GC menjadi AT maupun AT menjadi GC yang bertransisi mutasi.

Kerangka Pemikiran
Penelitian kandungan senyawa asam lemak pada mikroalga sudah banyak
ditemukan dan dilakukan oleh para peneliti di seluruh dunia. Penelitian mengenai
mikroalga yang berpotensi untuk menjadi penghasil biofuel juga sudah dilakukan
semenjak tahun 1970-an. diantaranya Pulich et al (1974), Lambert et al (1977),
Sanderson et al (1979) dan masih banyak lagi. Namun penelitian yang
mengkhususkan peningkatan produktivitas biomassa dan kandungan asam
lemaknya sering menjadi hambatan, untuk skala regional ataupun dalam negeri.
Selain itu, penelitian baik peningkatan potensi mikroalga untuk menjadi bahan
dasar penghasil biofuel ini yang selama ini sudah dilakukan hanya berkisar pada
penggunaan gas CO2 ataupun pembuatan alat kultivasi fotobioreaktor.
Senyawa asam lemak yang dimiliki oleh mikroalga merupakan hasil
perpanjangan proses fotosintesis. Mikroalga yang berperan sebagai produsen

3

pertama di dalam rantai makanan perairan juga melakukan proses fotosintesis
untuk bisa menghasilkan zat makanan sebagai bahan utama pertumbuhan selnya.
Proses pembentukan senyawa lemak dalam sel mikroalga sangat membutuhkan
adanya senyawa glukosa yang merupakan hasil dari proses fotosintesis. Glukosa
yang dihasilkan kemudian mengalami beberapa proses spesifik menjadi asam
piruvat, asetil KoA dan malonil KoA serta dibantu oleh enzim-enzim tertentu
seperti asetil KoA karboksilase (ACCase), malonil KoA-ACP transasilase (MAT)
dan fatty asil-ACP thioesterase (FAT) yang mengubah asil-ACP menjadi asam
lemak bebas (FFA) dalam sel mikroalga (Cagliari et al., 2011). Enzim-enzim ini
sangat menentukan keberhasilan dalam mengubah senyawa glukosa menjadi
lemak yang tersimpan di dalam sel. Namun sepanjang dilakukan penelitian dan
eksplorasi, persentase kadar senyawa asam lemak masih sangat sedikit atau
kurang mencukupi kebutuhan pada proses produksi selanjutnya.
Asam lemak pada mikroalga menjadi pokok bahasan yang penting dalam
melakukan penelitian tentang bahan bakar nabati terbarukan. Sampai saat ini
masih dibutuhkan jenis mikroalga yang mampu menghasilkan biomassa yang
banyak dan kadar asam lemak yang tinggi sehingga mampu memasok kebutuhan
dasar untuk dijadikan bahan bakar nabati di tahap selanjutnya. Salah satu metode
untuk meningkatkan biomassa mikroalga adalah dengan metode mutagenesis.
Metode ini masih cukup baru dan sangat rumit untuk dilakukan. Metode
mutagenesis di sini dilakukan dengan cara kimiawi yakni dengan menambahkan
senyawa tertentu yang disebut Etil Metan Sulfonat (EMS) ke dalam sel individu
mikroalga.
Dengan induksi senyawa EMS, proses mutagenesis pada sel mikroalga
akan dimulai dengan adanya perubahan pada ikatan basa nitrogen RNA/DNA nya.
(Anonim, 2004). Proses ini akan memicu perubahan struktur gen yang akan
diterjemahkan ke bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan spesies
mikroalga yang asli. Perubahan gen tersebut akan berakibat pada perubahan
struktur morfologi sel, dimana sel akan menjadi lebih besar dari sebelum
diinduksi dan akan memicu perkembangan biomassa serta kadar senyawa lemak
yang lebih tinggi dalam sel tubuh mikroalga. Penerjemahan ekspresi gen yang
berbeda juga bisa memicu perubahan kinerja enzim yang bekerja dalam proses
pembentukan senyawa asam lemak dalam sel mikroalga.
Oleh karena kebaruan metode ini, referensi terkait tentang penggunaan
bahan kimia mutasi khususnya Etil Metan Sulfonat untuk mikroalga masih sangat
jarang ditemukan bahkan bisa dikatakan hampir sulit didapatkan untuk skala
global. Studi mengenai penggunaan metode ini terkait peningkatan biomassa
mikroalga masih perlu dipelajari lebih lanjut untuk memahami potensi mikroalga
sebagai bahan dasar penghasil biofuel. Alur pemikiran dari penelitian ini
digambarkan melalui skema pada Gambar 1.
Perumusan Masalah
Berbagai masalah yang dihadapi dalam penelitian mikroalga untuk menjadi
bahan dasar penghasil biofuel menjadikan subyek penelitian ini dianggap tidak
akan memuaskan. Salah satu masalah yang sering didapati adalah rendahnya
produktivitas dari spesies mikroalga yang berpotensi menjadi bahan baku biofuel.
Masalah selanjutnya adalah persentase kadar lemak dan kandungan senyawa

4

penghasil biofuel (asam lemak) yang masih sangat rendah. Persentase kadar lemak
atau lipid yang tinggi juga menjadi salah satu acuan untuk tingkat produksi
biofuel dari spesies mikroalga tertentu dimana dalam penelitian ini menggunakan
Nannochloropsis sp. Dari hal tersebut, masih diperlukan suatu pengetahuan
tentang metode mutagenesis secara kimia dengan senyawa tertentu seperti EMS
untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan biomassa dari mikroalga yang
diestimasi akan berpengaruh terhadap persentase lipid dalam sel tubuhnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk:
1. Mengkaji peran senyawa Etil Metan Sulfonat dalam induksi mutasi pada
Nannochloropsis sp.
2. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan mendeterminasi komposisi proksimat
sel (karbohidrat, protein, lemak) dan jenis asam lemak yang terkandung dalam
mikroalga Nannochloropsis sp. yang telah mendapat perlakuan injeksi Etil
Metan Sulfonat (EMS)
3. Menentukan tingkat potensi produksi biofuel dari Nannochloropsis sp.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Tersedianya metode induksi produksi biofuel dari Nannochloropsis sp. dengan
Etil Metan Sulfonat
2. Informasi dasar mengenai dampak mutagenesis Nannochloropsis sp. terhadap
rasio DNA/RNA dan komposisi asam lemak.

5
MULAI

Kebutuhan energi
terbarukan dari
mikroalga

Peningkatan biomassa
dan kadar lemak
mikroalga
(Nannochloropsis sp.)

Injeksi Etil Metan
Sulfonat

Mutagenesis mikroalga
(Nannochloropsis sp.)

Perbedaan transkrip mRNA
khusus PUFA

Terjadi proses transisi/transversi
pada saat terjadi pemasangan
basa nitrogen

Perubahan basa nitrogen
purin/pirimidin menjadi
etilpurin/pirimidin

Ekspresi gen terkait
dengan pertumbuhan dan
lemak berubah

-

Rasio DNA/RNA
Kadar proksimat sel

TIDAK

Lemak
dominan ?

YA

Analisis Lemak (Gas
Kromatografi)

SFA, MUFA &
PUFA

Potensi biodiesel dari
mikroalga

SELESAI

Gambar 1. Alur pikir penelitian

6

2 PENGARUH INDUKSI ETIL METAN SULFONAT PADA
LAJU PERTUMBUHAN Nannochloropsis sp.
Pendahuluan
Mikroalga dikenal sebagai salah satu bentuk kehidupan yang paling tua.
Mereka disebut dengan tumbuhan primitif (thallophyta) yang tidak memiliki akar,
batang dan daun, tidak memiliki sel penutup steril di sekeliling sel reproduktif
serta memiliki zat klorofil sebagai pigmen fotosintesis primernya (Brennan dan
Owende, 2009). Dengan adanya zat klorofil, mikroalga mampu melakukan proses
fotosintesis layaknya tumbuhan tinggi lainnya serta bisa menghasilkan zat
makanan seperti glukosa yang diperlukan untuk proses pertumbuhannya.
Menurut Kawaroe et al. (2010) berdasarkan pigmen mikroalga
dikelompokkan menjadi lima filum, yaitu Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta
(alga keemasan), Pyrhophyta (alga api), Euglenophyta dan Cyanophyta (alga biruhijau). Untuk bisa mempertahankan hidupnya, mikroalga memiliki faktor-faktor
pembatas yang ada di lingkungan hidupnya. Beberapa kondisi lingkungan yang
bisa mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain temperatur (suhu),
kualitas dan kuantitas nutrien (unsur hara), intensitas cahaya, derajat keasaman
(pH), aerasi (sumber CO2), dan salinitas (Kawaroe et al., 2010). Selama hidupnya,
mikroalga melalui 5 fase yakni fase lag, fase logaritmik, fase penurunan
pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian. Kelima fase ini memiliki ciri
masing-masing seperti berikut (Kawaroe et al., 2010):
- Fase lag atau yang disebut dengan fase awal, mikroalga masih berjumlah
sangat sedikit karena masih dalam tahap penyesuaian diri.
- Fase logaritmik, mikroalga akan mengalami peningkatan angka
pertumbuhan yang cepat karena sudah mampu beradaptasi dengan media
tempat tinggalnya.
- Fase penurunan pertumbuhan, mikroalga pada fase ini akan mengalami
penurunan angka kelimpahan hingga bisa kembali ke angka di awal
pertumbuhannya dikarenakan adanya penurunan kadar nutrisi dari media.
- Fase stasioner, mikroalga mengalami status pertumbuhan yang konstan
dan fase ini dikenal sangat pendek jangka waktunya.
- Fase kematian, mikroalga dalam media tumbuh akan mengalami
perubahan warna dari warna pigmen aslinya dan biasanya akan
menggumpal di dasar media kultivasi.
Masing-masing spesies mikroalga mengalami setiap fase pada jangka waktu yang
berbeda-beda sehingga pada tiap spesies, jangka waktu hidupnya tidak bisa
disamakan satu sama lain.

7

Klasifikasi Nannochloropsis spp. yang termasuk dalam kelas alga hijau
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Chromista T. (Cavalier-Smith, 1981)
Subkingdom : Chromobiota (Cavalier-Smith, 1991)
Infrakingdom : Heterokonta (Cavalier-Smith, 1995)
Phylum : Ochrophyta (Cavalier-Smith, 1995)
Subphylum : Phaeista Cavalier-Smith, 1995)
Infraphylum : Chrysista (Cavalier-Smith, 1995)
Superclass : Limnistia (Cavalier-Smith, 1996)
Class : Eustigmatophyceae (Hibberd dan Leedale, 1970)
Genus : Nannochloropsis (D.J. Hibberd, 1981)
Mikroalga Nannochloropsis spp. memiliki sel berwarna kehijauan,
pergerakannya tidak motil, dan tidak pula berflagel. Selnya berbentuk bola,
berukuran kecil dengan diamater 4-6 μm dan merupakan pakan yang populer
untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan berperan sebagai penyaring
(filter feeder. Kondisi pertumbuhan optimum dari mikroorganisme ini juga
diperkirakan pada 21 °C, 52 μmol photons m-2 s-1, pH 8,4 dan 14,7 VVH dari
kecepatan aerasi (Kawaroe et al., 2010).
Jie et al. (2002) melakukan beberapa analisa faktor pertumbuhan pada
Nannochloropsis oculata. Faktor yang dianalisa diantaranya adalah suhu, cahaya,
salinitas dan konsentrasi senyawa karbondioksida. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang cocok adalah pada suhu 0 sampai
30°C, N.oculata bisa tumbuh dan pertumbuhan tertinggi terjadi pada suhu 20°C.
Faktor intensitas cahaya terbaik untuk N. oculata adalah antara 5000 sampai 7000
lux dimana semakin tinggi nilainya, akan semakin baik densitas yang dicapai.
Kisaran salinitas untuk pertumbuhan yang baik berkisar antara 13.7-33.4‰,
dimana salinitas terbaik adalah 26.9‰. Spesies tersebut lebih menyukai kondisi
perairan dimana senyawa NaHCO3 (natrium bikarbonat) lebih tinggi.
Diantara faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat
pertumbuhan mikroalga, cahaya adalah sumber energi dasar dan faktor penting
dalam fotosintesis dan sangat penting untuk pertumbuhan mikroalga
fotoautotropik (Wahidin et al., 2013). Mikroalga menggunakan cahaya sebagai
sumber energi untuk sintesis protoplasma sel dan memiliki batas saturasi cahaya
sekitar 600 fc (foot candles). Jadi ketika mikroalga terkena di atas batas saturasi
cahaya, maka nilai di atasnya tidak akan digunakan. Di sisi lain, intensitas cahaya
memainkan peran penting dan kebutuhannya bervariasi sesuai dengan kedalaman
media kultivasi dan densitas mikroalga. Jika mikroalga dikultivasi pada media
dengan kedalaman cukup dan densitas sel yang tinggi, intensitas cahaya harus
ditingkatkan untuk bisa menembus media kultur. Wahidin et al. (2013)
mendapatkan hasil densitas dan laju pertumbuhan spesifik maksimum berturutturut sebesar 6.5 x 107 sel/ml dan 0.339/hari dengan kondisi kultivasi pada
intensitas cahaya 100 umol/m2/s dan periode cahaya 18 jam terang dan 6 jam
gelap.
Dari penelitian yang dilakukan Ong et al. (2010) diketahui bahwa
mikroalga Chlorella sp. yang telah dimutasi dan dikultivasi pada suhu 40°C
memiliki laju pertumbuhan spesifik lebih tinggi dibandingkan spesies asli. Selain
itu, produktivitas lipid harian dari spesies mutan pada penelitian ini dengan

8

kultivasi pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies asli. Pada
penelitian yang dilakukan Chaturvedi dan Fujita (2006) diketahui bahwa asam
lemak jenis EPA terbukti dapat ditingkatkan dengan cara melakukan mutagenesis
pada mikroalga spesies Nannochloropsis oculata. Pada penelitian Doan dan
Obbard (2012) yang melakukan uji coba peningkatan kandungan lipid pada
mikroalga Nannochloropsis sp. didapatkan bahwa spesies mutan mikroalga
menghasilkan asam lemak lebih produktif dibandingkan spesies aslinya baik pada
fase eksponensial maupun fase stasioner.

Tujuan
Menunjukkan pengaruh induksi senyawa etil metansulfonat terhadap
densitas dan laju pertumbuhan spesifik pada mikroalga Nannochloropsis sp.

Bahan dan Metode
Spesies mikroalga Nannochloropsis sp. didapatkan dari hasil identifikasi
dan koleksi Laboratorium Mikroalga Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi
LPPM IPB yang berlokasi di Baranangsiang, Bogor. Dari proses pemberian bahan
kimia EMS untuk mutasi sel mikroalga sampai dengan proses pemanenan
biomassa mikroalga akan dilakukan di laboratorium tersebut. Bahan yang
digunakan untuk penelitian ini diantaranya adalah :
1. Nannochloropsis sp. dalam media cair
2. Bahan kimia Etil Metan Sulfonat dengan konsentrasi 0.1 M dan 0.5 M.
Penggunaan kedua konsentrasi didasari oleh penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya (Doan dan Obbard, 2012) yaitu dengan konsentrasi 1 sampai 10
M.
3. Media kultur mikroalga (Walne)
4. Air laut
Untuk alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah cawan
petri, pipet tetes, erlenmeyer ukuran 100 ml dan 1 liter, spektrofotometer UV
visual, mikroskop cahaya, haemacytometer, selang aerasi, stirrer, pemanas listrik,
handcounter, toples ukuran 2 liter dan 5 liter.
Kultivasi mikroalga
Pada kultivasi skala laboratorium, 1/3 bagian inokulan dimasukkan dalam
air laut steril sebanyak 3 liter yang telah diberi media Walne lalu wadah kultur
diletakkan pada rak kultur dibawah cahaya lampu dan diaerasi. Pada fase
logaritmik, kultivasi Nannochloropsis sp. asli diambil sebanyak 1 liter dalam
erlenmeyer untuk dimutasi dengan 0.1 M dan 0.5 M Etil metan sulfonat (Sigma,
USA) selama 60 menit dengan kocokan yang tidak terlalu kencang dibawah
kondisi pertumbuhan mikroalga yang normal. Pada kondisi tersebut, sebanyak 5560% sel individunya akan mengalami kematian. Setelah itu Nannochloropsis sp.
dicuci sebanyak 3 kali ulangan dengan air laut steril untuk menghilangkan EMS
yang tersisa di air laut. Lalu campuran Nannochloropsis sp. dan EMS tersebut

9

diresuspensikan kembali dengan media walne yang baru sebanyak 10 ml dalam
erlenmeyer 500 ml dan dibiarkan tumbuh selama 7 hari sebelum dilakukan seleksi.
Jumlah sel mikroalga (2 × 107sel individu/ ml) yang termutasi kemudian
disebarkan secara merata di atas plate (1,2% agar). Setelah diinkubasi selama 3
minggu pada suhu 25°C, jumlah koloni sel yang bertahan hidup pada plate agar
dihitung dan setiap koloninya diinokulasi secara terpisah pada 10 mL air laut
dalam tabung reaksi (Chaturvedi dan Fujita, 2006). Selama 12 hari, densitas
mikroalga dihitung menggunakan Haemacytometer dan hand counter di bawah
mikroskop. Kultivasi Nannochloropsis sp. metode ini dilakukan pada skala
laboratorium dan diulang sebanyak 3 kali.

Pengumpulan Data
Kepadatan sel dan laju pertumbuhan spesifik
Kepadatan mikroalga yang teramati pada haemacytometer dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 1 (Kawaroe et al., 2010):
106

..... (1)

Keterangan:
N = kepadatan mikroalga (sel/ml)
n = jumlah mikroalga yang diamati
Laju pertumbuhan spesifik harian mikroalga dapat dihitung dengan rumus
pada persamaan 2 (Guillard dan Ryhter, 1962).
..... (2)
Keterangan:
= laju pertumbuhan spesifik
Nt = kepadatan mikroalga pada waktu t
N0 = kepadatan mikroalga awal
To = waktu awal kultivasi
Tt = waktu pengamatan/akhir kultivasi

Prosedur Analisis Data
Uji Statistik
Analisis data laju pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan rancangan
acak lengkap satu perlakuan yaitu konsentrasi EMS. Penelitian dilakukan dengan
dua taraf perlakuan yaitu 0.1 M dan 0.5 M sebanyak tiga ulangan. Respon yang
digunakan dalam penelitian adalah nilai laju pertumbuhan setelah diberikan
perlakuan EMS. Untuk mengetahui hubungan antara perlakuan terhadap respon
dilakukan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan
uji F untuk mengetahui perbedaan tiap tarafnya dengan menggunakan perangkat
lunak MS Excel 2013. Hubungan antara faktor perlakuan terhadap faktor respon
ditunjukkan dengan persamaan (Gomez dan Gomez 1995) berikut:

10

yij = μ + ai + εij …………………..(3)
Keterangan:
yi = Nilai laju pertumbuhan karena pengaruh konsentrasi EMS pada taraf ke-i, i =
0.1 M dan 0.5 M; sebanyak j ulangan (j=1, 2 dan 3)
μ = Rataan umum
ai = Konsentrasi EMS pada taraf ke-i, i = 0,1 M dan 0,5 M
εij = Galat percobaan
Hasil
Gambar 2 menunjukkan bahwa kultivasi perlakuan EMS menghasilkan
perbedaan munculnya fase pertumbuhan dengan kultivasi kontrol. Fase lag atau
awal pada kontrol terjadi pada hari ke-0 lalu langsung ke fase logaritmik dari hari
ke-2. Fase stasioner pada kontrol terjadi pada hari ke-4 lalu terjadi fase kematian
dari hari ke-6 sampai hari ke-11. Untuk perlakuan EMS 0.1 M, fase lag dimulai
dari hari ke-0 sampai ke-3, dilanjutkan ke fase logaritmik di hari ke-4. Fase
stasioner terjadi pada hari ke-6 lalu terjadi fase kematian di hari ke-7 sampai ke11. Pada perlakuan EMS 0.5 M, fase yang terjadi hampir sama dengan perlakuan
EMS 0.1 M hingga fase kematian di hari ke-11.

Densitas ( x 10^6 sel ind/ml)

70
60
50
40
Kontrol
30

EMS 0.1 M

20

EMS 0.5 M

10
00
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11

Hari ke-

Gambar 2. Pola pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada tiga perlakuan kultivasi
selama 12 hari
Selama 12 hari kultivasi, Nannochloropsis sp. mengalami laju
pertumbuhan yang fluktuatif. Densitas paling tinggi terjadi pada hari ke-4 untuk
kontrol, sedangkan untuk dua perlakuan EMS lainnya terjadi pada hari ke-6. Nilai
densitas paling tinggi diantara ketiga perlakuan terjadi pada perlakuan EMS 0,5 M
yakni 60.7 ± 11.93 (x 106) sel individu/mL. Nilai laju pertumbuhan spesifik paling
tinggi dialami pada hari ke-1 untuk kontrol, sedangkan untuk dua perlakuan EMS
terjadi pada hari ke-5. Diantara ketiga perlakuan tersebut, laju pertumbuhan
spesifik yang paling tinggi terdapat pada perlakuan EMS 0.1 M (Tabel 1).

11

Tabel 1. Densitas dan laju pertumbuhan spesifik kultivasi Nannochloropsis sp.
dengan tiga perlakuan
Hari
Ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kontrol (K)
(x 106sel/ml)
34.7±10.73
42.3±14.64
50±19.47
53.7±19.35
56.3±18.90
54.2±13.39
32.3±3.85
24.8±9.55
11.3±4.94
7.2±5.57
6.1±4.21
4.3±2.47

μ (hari)
0.20
0.17
0.07
0.05
-0.04
-0.52
-0.27
-0.78
-0.46
-0.16
-0.36

0.1 M
(x 106sel/ml)
21±2.30
21.1±7.74
21.7±8.78
23.9±7.95
29±6.01
48.7±7.81
51.3±8.18
35.5±4.36
24.3±3.14
17.9±1.23
13.5±1.95
9±2.48

μ(hari)
0.003
0.03
0.10
0.19
0.52
0.05
-0.37
-0.38
-0.31
-0.28
-0.41

0.5 M
(x 106sel/ml)
14.8±2.63
22.2±3.18
17±8.68
22.1±7.18
26.8±5.15
41.2±9.15
60.7±11.93
24±3.61
14.1±4.75
11.7±5.03
10±5.30
7.6±5.78

μ(hari)
0.40
-0.27
0.26
0.19
0.43
0.39
-0.93
-0.53
-0.19
-0.15
-0.28

Diantara ketiga perlakuan tersebut, kultivasi dengan konsentrasi EMS 0.5
M memiliki densitas paling tinggi pada hari ke-6 (fase stasioner). Untuk laju
pertumbuhan spesifik, kultivasi dengan konsentrasi 0.1 M EMS memiliki nilai
paling tinggi (0.52/hari) pada hari ke-5 (fase logaritmik). Angka ini masih lebih
tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan spesifik pada densitas tertinggi
dengan konsentrasi EMS 0.5 M (0.39/hari). Jika dibandingkan dengan kultivasi
kontrol, laju pertumbuhan spesifik pada dua perlakuan konsentrasi EMS memiliki
angka yang lebih tinggi yakni 0.52/hari dan 0.43/hari pada hari ke-5. Pada kontrol,
laju pertumbuhan spesifik paling tinggi adalah pada hari ke-2 sebesar 0.20/hari.
Laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini menunjukkan nilai yang
tidak jauh berbeda dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Doan dan
Obbard (2012) yakni sebesar 0.56/hari untuk kultivasi spesies asli dan 0.58/hari
untuk kultivasi spesies mutan dengan konsentrasi EMS tertentu. Pada penelitian
tersebut, disebutkan bahwa percobaan kultivasi menggunakan konsentrasi EMS
yang semakin tinggi menghasilkan densitas yang semakin rendah dibandingkan
dengan kultivasi spesies asli. Pada penelitian ini, nilai laju pertumbuhan spesifik
Nannochloropsis sp. semakin rendah dari konsentrasi 0.1 M ke 0.5 M.
Ong et al. (2010) menyatakan bahwa Chlorella sp. yang dimutasi dengan
konsentrasi EMS 0.1 M memiliki laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian saat ini dimana laju pertumbuhan spesifik
Nannochloropsis sp. pada konsentrasi EMS yang sama menghasilkan angka yang
lebih tinggi dibandingkan spesies asli.
Anandarajah et al. (2012) penggunaan EMS tersebut menghasilkan laju
pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. sebesar 0.72/hari pada spesies asli dan
0.9/hari pada spesies mutan dengan percobaan kultivasi pencahayaan tinggi
selama 6 hari. Hal ini mungkin dikarenakan penelitian tersebut dilakukan dengan
tambahan gas karbondioksida sebanyak 1% selama kultivasi.

12

Pembahasan
Hasil penelitian ini densitas dan laju pertumbuhan spesifik dengan
perlakuan induksi 2 konsentrasi EMS memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dapat diindikasikan karena adanya
perubahan genetik tanpa kehilangan bentuk morfologi ataupun genomik
(Chaturvedi dan Fujita, 2006).
Setelah melakukan uji nilai F, hasil yang
didapatkan adalah ketiga perlakuan tersebut tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dimana nilai P>0.05 dan nilai F hitung < F tabel. Hal ini bisa
mengindikasikan bahwa EMS tidak berkorelasi dengan laju pertumbuhan
(Nestmann, 1975). Dari hal tersebut, indikasi yang mungkin terjadi adalah induksi
bahan mutagen seperti EMS terhadap Nannochloropsis sp. tidak melibatkan
kinerja gen replikasi sel.
Indikasi berikutnya adalah hilangnya pengaruh EMS pada saat kultivasi
dilakukan. Penelitian Aranez (1981) menyebutkan bahwa induksi EMS pada
Scenedesmus quadricauda setelah satu minggu mulai menghilang dan pada
minggu kedua, laju pertumbuhannya pun ikut menurun. Pada minggu yang sama,
spesies mikroalga ini pun mampu memulihkan kondisi selnya setelah diberi
perlakuan.
Pada penelitian ini, pengaruh EMS terlihat secara khusus saat fase
stasioner pertumbuhan. Howell-Saxton et al (1973) menyebutkan Escherichia coli
yang diinduksi oleh EMS pada konsentrasi tertentu menghasilkan frekuensi yang
lebih tinggi pada fase stasioner pertumbuhan. Penelitian tersebut menyatakan
bahwa kerentanan sel terhadap agen alkilasi seperti EMS dipengaruhi oleh
kemampuan genetik untuk melakukan pemulihan dan kondisi fisiologis sel
tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan baik pada Howell-Saxton et al (1974)
dimana pada fase stasioner, sel E.coli yang diinduksi oleh EMS mengalami proses
perbaikan DNA dengan frekuensi paling tinggi.

Simpulan
Pengaruh EMS pada konsentrasi 0.1 M dan 0.5 M belum menunjukkan ada
perbedaan terhadap densitas dan laju pertumbuhan spesifik. Namun demikian,
pengaruh EMS terlihat pada pola pertumbuhan seperti pada perubahan fase lag,
fase eksponensial dan fase kematian.

13

3 PENGARUH INDUKSI ETIL METAN SULFONAT
TERHADAP RASIO DNA DAN RNA pada Nannochloropsis sp.
Pendahuluan
Etil metan sulfonat merupakan salah satu bahan kimia yang banyak
digunakan untuk melakukan mutasi gen pada tumbuhan yang ada di darat. Etil
metan sulfonat adalah senyawa agen alkilasi berfungsi tunggal dan merupakan
senyawa yang sangat reaktif dalam mengalkilasi gugus fosfat seperti purin dan
pirimidin yang terdapat pada DNA (Taji et al., 2002). Senyawa ini adalah hasil
etil ester dengan asam metanosulfonik (Gambar 3) dan berbentuk cairan
transparan pada suhu ruang. Senyawa ini larut dalam air dan selalu stabil di bawah
suhu serta tekanan yang normal (National Toxicology Program, 2011).

Gambar 3. Struktur kimia Etil Metan Sulfonat
Tabel 2. Karakteristik Etil Metan Sulfonat
Karakter
Informasi
Berat molekul
124.2
Gravitasi spesifik
1.15 pada 22°C
Titik leleh