Induksi Mutasi dengan Etil Metan Sulfonat dalam Kultur Antera Cabai (Capsicum annuum L.) dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas Embriogenesis

INDUKSI MUTASI DENGAN ETIL METAN SULFONAT DALAM
KULTUR ANTERA CABAI (Capsicum annuum L.) DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KAPASITAS EMBRIOGENESIS

MUHAMMAD RIDHWAN

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ABSTRAK
MUHAMMAD RIDHWAN. Induksi Mutasi dengan Etil Metan Sulfonat dalam Kultur Antera
Cabai (Capsicum annuum L.) dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas Embriogenesis. Dibimbing
oleh ENCE DARMO JAYA SUPENA dan HADISUNARSO.
Metode kultur antera yang efisien pada sistem media dua lapis telah dikembangkan untuk
memproduksi tanaman haploid ganda (HG) cabai kultivar lokal Indonesia (Capsicum annuum L.).
Untuk percepatan dalam menghasilkan variasi genetik dan perbaikan sifat dari cabai, metode
kultur antera ini dikombinasikan dengan teknik mutagenesis dalam penelitian ini. Induksi mutasi
dilakukan melalui perendaman antera sebagai sumber eksplan pada larutan etil metan sulfonat
(EMS) konsentrasi 0.1% dan 0.5% selama 1, 3, dan 6 jam sebelum kultur. Perlakuan EMS 0.1%

selama 6 jam tidak hanya dapat menginduksi mutasi, tetapi juga meningkatkan respon
embriogenesis, rata-rata embrio lengkap, dan rata-rata embrio berkecambah. Mutasi yang terjadi
dapat dideteksi pada tanaman yang berasal dari kultur antera pada sifat morfologi daun dan batang,
serta isozim peroksidase, aspartat aminotransferase, dan esterase. Metode kultur antera yang
dikombinasikan dengan teknik mutagenesis ini dapat digunakan untuk mempercepat proses
pemuliaan tanaman cabai kultivar lokal Indonesia.
Kata kunci: Capsicum, Kultur antera, Haploid ganda, EMS, Mutasi.

ABSTRACT
MUHAMMAD RIDHWAN. Ethyl Methane Sulphonate Treatment Mutation Induction on Anther
Cultures of Hot Pepper (Capsicum annuum L.) and Its Effect on Embryogenesis Capacity. Under
supervision of ENCE DARMO JAYA SUPENA and HADISUNARSO.
An efficient anther culture method on double layers medium system has been developed for
producing doubled haploid (DH) of Indonesian hot pepper (Capsicum annuum L.). In order to
speed up both genetic variability and improvement of hot pepper, this anther culture method was
combined with mutagenesis technique in this research. Induction of mutation was evaluated by
soaking of anthers as source of explans in 0.1% and 0.5% ethyl methane sulphonate (EMS)
solution during 1, 3, and 6 hours prior to culture. Anther treatment on 0.1% EMS during 6 hours
was not only induce mutation, but also increase embryogenesis response, complete embryo
produce, and embryo germination. The mutation could be detected on plant derived from anther

culture both in morphologycal characters of leaf and stem, and isozyme of peroxidase, aspartate
aminotransferase, and esterase. A combination of anther cultures method and mutagenesis
technique could be used for speeding up the breeding process of Indonesian local cultivar hot
pepper.
Keywords: Capsicum, Anther cultures, Doubled haploid, EMS, Mutation.

INDUKSI MUTASI DENGAN ETIL METAN SULFONAT DALAM
KULTUR ANTERA CABAI (Capsicum annuum L.) DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KAPASITAS EMBRIOGENESIS

MUHAMMAD RIDHWAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Judul

Nama
NIM

: Induksi Mutasi dengan Etil Metan Sulfonat dalam Kultur Antera
Cabai (Capsicum annuum L.) dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas
Embriogenesis
: Muhammad Ridhwan
: G34070086

Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 1 002


Ir. Hadisunarso, M.Si
NIP 19550219 197903 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 1 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur
penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Shalawat dan salam kepada suri tauladan terbaik Nabi Muhammad SAW dan
semoga terlimpahkan pula kepada keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti
jejak mereka sampai hari kemudian.
Pertanian Indonesia yang terus berkembang baik dalam hal aspek produksi, teknologi dan

ekonomi membutuhkan inovasi-inovasi baru. Tanaman cabai merupakan komoditas pertanian
yang penting bagi masyarakat sehingga pengembangan dan penelitian tanaman ini terus dilakukan
untuk memperoleh berbagai macam varietas-varietas baru yang baik dan unggul. Karya ilmiah ini
berjudul “Induksi Mutasi dengan Etil Metan Sulfonat dalam Kultur Antera Cabai (Capsicum
annuum L.) dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas Embriogenesis”, dan merupakan sebuah
pendekatan teknologi haploid yang dikombinasikan dengan mutagenesis dalam usaha
meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman cabai Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si dan Ir.
Hadisunarso, M.Si atas segala bimbingan dan fasilitas yang diberikan untuk menunjang penelitian
penulis sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.
Ir. Sulistijorini, M.Si sebagai dosen penguji atas masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen, staf dan karyawan Departemen Biologi: Dr.
Hamim, Ir. Tri Heru W, M.Si, Pak Joni, Pak Ejen, Pak Nasir, Teh Wiwiek, Ibu Eti atas bantuan
dan kerjasamanya. Terima kasih penulis sampaikan kepada staf dan rekan-rekan penelitian di
PPSHB IPB: Mbak Nia, Mbak Sarah, Pak Asep, Pak Sairi, Pak Mulya, Pak Adi, Ibu Ratna, Pak
Pras, Ita, Lia, Ikra N, Asri dan masih banyak rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan.
Saya senang bisa mengenal dan bekerjasama selama masa-masa penelitian yang tidak terlupakan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Syaefudin, S.Si dan Hakiim Bashaar, S.Si atas bimbingan
dan ilmu yang telah diberikan yang menunjang penelitian ini. Terima kasih penulis sampaikan
kepada saudara-saudaraku 97 orang mahasiswa Biologi angkatan 44 (BIOPAT), dan kakak-kakak

serta adik-adik Biologi angkatan 41, 42, 43, 45, 46, dan 47. Terima kasih penulis sampaikan
kepada manajemen CV. Greentech EMC, keluarga besar LDK Al Hurriyyah, dan Himabio IPB
atas dukungan dan perhatian selama studi Strata 1 IPB. Terakhir, rasa terima kasih dan hormat
yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Achmad
Muttaqiin, SE., dan adikku Anwar Fauzi atas segala doa, semangat dan kasih sayang yang
membuat penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dan studi S1 ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna, namun penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pertanian
khususnya di Indonesia.

Bogor, Mei 2012

Muhammad Ridhwan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1989 merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, dari pasangan Eddy Sukamto dan Sunarmiyatun.
Tahun 2001 penulis lulus dari SD Islamic Village, Tangerang. Tahun 2004 penulis lulus
dari SLTP Islamic Village, Tangerang. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 7, Kota
Tangerang dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur seleksi USMI pada

mayor Biologi, di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan
minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi
Dasar selama 3 semester pada tahun 2010-2011, mata kuliah Ekologi Dasar selama 2 semester
pada tahun 2010-2011, mata kuliah Ilmu Lingkungan, Fisiologi Tumbuhan dan Genetika Dasar,
serta Pendidikan Agama Islam pada tahun 2011. Penulis lolos pendanaan dari DIKTI dalam
Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat pada tahun 2009-2010 dan
program Pengabdian Masyarakat LPPM IPB tahun 2011. Penulis juga aktif berorganisasi menjadi
anggota Divisi Perekonomian LDK Al Hurriyyah tahun 2008, Ketua Departemen Minat dan Bakat
LDK Al Hurriyyah tahun 2009, Sekretaris 2 Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) IPB tahun
2009, Ketua HIMABIO IPB tahun 2010 dan Badan Pengawas HIMABIO tahun 2011, serta
Komisariat Tingkat (Komti) Biologi 44 IPB. Selain itu, penulis menjadi pengajar IPA di
Bimbingan Belajar I‟M SMART Bogor. Penulis juga berwirausaha menjadi Manajer Service and
Maintenance di CV. Greentech EMC, Bogor. Penulis memiliki pengalaman praktik lapangan
antara lain di PT. Angkasa Citra Sarana Catering Service, Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta bagian
Human Quality Assurance (HQA) tahun 2010.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ viii
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE
Bahan Kimia dan Alat ............................................................................................. 1
Bahan Tanaman dan Sumber Antera ....................................................................... 2
Praperlakuan dan Perlakuan Etil Metan Sulfonat .................................................... 2
Prosedur Kultur Antera Cabai ................................................................................. 2
Perkecambahan dan Pertumbuhan Tanaman ........................................................... 2
Analisis Isozim ........................................................................................................ 2
HASIL
Embriogenesis Mikrospora ..................................................................................... 3
Morfologi dan Anatomi Tanaman Hasil Kultur ...................................................... 3
Keragaman Isozim .................................................................................................. 4
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 5
SIMPULAN .................................................................................................................... 6
SARAN ........................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 6
LAMPIRAN .................................................................................................................... 8


DAFTAR TABEL

Halaman
1

Hasil respon embriogenesis antera cabai (C. annuum) pada metode kultur antera
yang dikombinasikan dengan mutagenesis menggunakan senyawa kimia EMS .... 3

2

Keragaman morfologi dan anatomi tanaman cabai (C. annuum) kontrol dan hasil
kultur antera yang dikombinasikan dengan mutagenesis menggunakan senyawa
kimia EMS .............................................................................................................. 4

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Embrio hasil kultur antera cabai (C. annuum) dalam media dua lapis dan
perkembangan tanaman dari embrio yang dihasilkan ............................................. 4


2

Hasil analisis isozim: A. Peroksidase (PER); B. Aspartat Aminotransferase
(AAT); C. Esterase (EST) ........................................................................................ 5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Komposisi larutan pewarna isozim PER, AAT, EST .............................................. 8

2

Keragaman pertumbuhan percabangan dan bentuk daun tanaman cabai (C.
annuum) pada hasil kultur antera yang dikombinasikan dengan mutagenesis
menggunakan senyawa kimia EMS .......................................................................

9


1

PENDAHULUAN
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan
salah satu komoditas tanaman sayuran
terpenting di Indonesia dinilai dari segi
ekonomi dan produksinya. Pada tahun 2010,
luas areal pertanaman cabai mencapai 237 105
ha dengan produktivitas rata-rata 5.60 ton/ha
(BPS 2011). Produktivitas tersebut masih jauh
lebih rendah dari potensi produktivitas cabai
yang dapat mencapai 13 ton/ha (Syukur et al.
2010). Rendahnya produktivitas disebabkan
oleh rendahnya penggunaan benih yang
unggul, budidaya tanaman belum intensif,
perubahan iklim, serangan hama/penyakit
yang tinggi (Pitojo 2003). Oleh karena itu
diperlukan usaha untuk meningkatkan
produktivitas
tanaman
cabai
melalui
pengembangan kultivar lokal Indonesia.
Pengembangan tanaman cabai kultivar
lokal dapat dilakukan melalui pemuliaan
tanaman yang memerlukan galur murni
dengan tingkat keseragaman genetik yang
tinggi. Tanaman galur murni telah mampu
dihasilkan baik melalui penyerbukan sendiri
secara terkendali yang membutuhkan 7 – 8
generasi maupun melalui teknologi haploid.
Teknologi haploid melalui kultur in vitro
sudah dikembangkan dengan berbagai teknik
seperti kultur antera/mikrospora, kultur
ovari/ovul, dan eliminasi kromosom (Kothari
et al. 2010). Teknik ini merupakan cara efektif
dan cepat dalam menghasilkan tanaman
haploid ganda (HG) hanya dalam satu
generasi melalui kultur sel gamet (Ferrie et al.
1994). Tanaman HG tersebut merupakan hasil
penggandaan kromosom secara spontan
maupun hasil induksi menggunakan senyawa
kimia kolkisin (Supena et al. 2006b).
Kultur antera pada cabai yang pertama kali
berhasil adalah sistem kultur antera pada
media padat yang dikembangkan oleh Sibi et
al. (1979) dan selanjutnya diperbaiki oleh
Dumas de Vaulx et al. (1981). Prosedur yang
efisien untuk memproduksi tanaman HG cabai
kultivar lokal Indonesia telah dikembangkan
melalui kultur antera pada media dua lapis
(media cair di atas media padat) (Supena et al.
2006a). Metode ini selanjutnya diperbaiki
untuk meningkatkan kualitas embrio yang
dihasilkan (Supena & Custer 2011).
Pemuliaan
tanaman
membutuhkan
keragaman genetik yang tinggi sebagai materi
dasar. Keragaman genetik dapat diperoleh
melalui induksi mutasi dengan menggunakan
mutagen fisik maupun senyawa kimia.
Mutagen fisik yang biasa digunakan adalah
sinar-x dan sinar gamma, sedangkan mutagen

senyawa kimia diantaranya adalah kolkisin,
etil metan sulfonat (EMS), dan etilen oksida.
Proses perlakuan mutagenesis pada tanaman
dapat dilakukan pada benih, sel somatik, dan
sel gamet, secara in vivo atau in vitro (Kothari
2010). Induksi mutasi pada jaringan somatik
baru akan menghasilkan mutan yang stabil
pada 3 – 5 generasi (Szarejko & Forster
2007). Mutasi yang terjadi pada tanaman
dapat dilihat dari perubahan sifat morfologi,
anatomi, isozim atau protein, dan urutan basa
DNA.
Perlakuan mutasi dengan EMS dapat
menyebabkan terjadinya substitusi nukleotida
pada DNA. Oleh karenanya, mutasi yang
diinduksi EMS berupa mutasi titik, sehingga
dapat menghasilkan keragaman hasil mutasi
yang luas (Sega 1984).
Kombinasi teknologi haploid dengan
mutagenesis perlu dikembangkan untuk
mendapatkan
keragaman
genetik
dan
perbaikan sifat tanaman secara cepat.
Kombinasi mutasi secara fisik menggunakan
radiasi sinar-x atau sinar gamma dengan
kultur antera telah dilakukan untuk tujuan
pemuliaan pada padi (Chen 2001). Mutasi
menggunakan
senyawa
EMS
yang
dikombinasikan dengan kultur antera juga
telah dilaporkan untuk tanaman Nicotiana
tabacum (Medrano et al. 1986) dan padi (Lee
& Lee 2002).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh
EMS
terhadap
kapasitas
embriogenesis pada kultur antera cabai dan
kemampuannya dalam menginduksi mutasi
yang diamati dari keragaman sifat morfologis
dan isozim tanaman haploid dan haploid
ganda yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Bahan Kimia dan Alat
Bahan kimia yang digunakan diantaranya
adalah bahan untuk membuat media dua lapis
(Supena et al. 2006a), larutan EMS, media
kultur MS (Murashige & Skoog 1962), media
tanam di lapangan, AgNO3, gel pati, pewarna
isozim peroksidase, esterase, dan aspartat
aminotransferase. Alat yang digunakan adalah
Laminar Air Flow Cabinet, inkubator, cawan
petri diameter 6 cm, alat elektroforesis isozim
dan peralatan umum laboratorium yang
terdapat di PPSHB-IPB.
Bahan Tanaman dan Sumber Antera
Bahan tanaman yang digunakan pada
penelitian ini adalah tanaman cabai haploid
ganda „Tombak‟ hasil penerapan teknologi
haploid (Supena et al. 2006a). Benih cabai

2

disterilisasi dalam NaOCl 2% selama 10
menit, kemudian dibilas 3 kali dalam akuades.
Benih ditanam dalam polibag berisi media
tanam berupa tanah, kasting, arang sekam
(1:1:1), dengan setiap polybag berisi 2 benih
cabai dengan pengaturan jarak antar benih.
Perawatan tanaman dilakukan dengan
penyiraman setiap pagi dan sore hari,
pemberian pupuk NPK, kompos serta
penyemprotan pestisida hanya ketika terjadi
serangan hama. Setelah 3-4 bulan, kuncup
bunga sumber antera dapat dipanen dan
digunakan sebagai eksplan pada kultur antera.
Penanaman cabai dan pemeliharaannya
dilakukan pada lahan terbuka di Pusat
Penelitian
Sumberdaya
Hayati
dan
Bioteknologi IPB Darmaga, Bogor.
Praperlakuan dan Perlakuan Etil Metan
Sulfonat
Kuncup bunga dengan ciri-ciri panjang
mahkotanya sama dengan atau sedikit lebih
panjang dari kelopaknya digunakan sebagai
sumber eksplan. Sumber eksplan tersebut
diberi praperlakuan berupa suhu 5–10oC
selama satu hari (Supena et al. 2006a). Setelah
praperlakuan, kuncup disterilisasi selama 1
menit dalam alkohol 70% dingin, kemudian
dibilas 2 kali dalam akuades steril dingin.
Selanjutnya disterilisasi selama 10 menit
dalam NaOCl 2% dengan penambahan
Tween-20 0.05% (v/v), kemudian dibilas 3
kali dalam akuades steril dingin. Kuncup
bunga dibuka dengan menggunakan pinset,
kemudian antera dipisahkan dari filamen,
putik dan kelopak bunga. Antera yang
dijadikan eksplan adalah yang terdapat warna
keunguan pada ujung anteranya sebagai
penciri mikrospora pada fase inti tunggal
akhir (Supena et al. 2006a). Perlakuan antera
adalah perendaman dalam EMS pada
konsentrasi 0.1% dan 0.5% selama 1, 3, dan 6
jam, serta kontrol tanpa perlakuan.
Prosedur Kultur Antera Cabai
Antera yang telah melalui proses
perlakuan maupun kontrol, dikulturkan pada
media dua lapis, media cair di atas media
padat dengan komposisi media Nisch (Nisch
& Nisch 1969) dengan penambahan maltosa
20 g/l. Untuk media padat ditambahkan arang
aktif 10 g/l dan agar-agar Gelrite 2 g/l.
Antibiotik timentin 50 mg/ml dan rifampisin 5
mg/ml ditambahkan pada media cair saat
kultur (Supena et al. 2006a). Kultur
diinkubasi pada suhu 5–10oC selama
seminggu kemudian dilanjutkan dengan suhu
inkubasi 25–28oC selama 7-8 minggu,

inkubasi dilakukan dalam kondisi gelap.
Embrio hasil kultur antera diamati jumlah dan
kondisinya.
Perkecambahan dan Pertumbuhan
Tanaman
Embrio dewasa lengkap dengan kotiledon,
hipokotil dan radikula dipindahkan pada
media padat MS ½ konsentrasi (Murashige &
Skoog 1962), sukrosa 20 g/l dan 6benzylaminopurin (BAP) 0.1 µM, dipadatkan
dengan gelrite 2 g/l. Kultur diinkubasi pada
suhu 25–280C dengan penyinaran selama 16
jam dengan intensitas 2000-3000 lux. Bibit
yang telah berdaun 4-5 helai dan memiliki
perakaran yang baik dipindahkan ke dalam
botol plastik bening tertutup berdiameter 8 cm
dan tinggi 11 cm dengan campuran tanah,
kasting dan arang sekam (1:1:1). Tanaman
pada stadium berdaun 5-6 helai diaklimatisasi
dan ditanam dalam polybag di rumah kaca.
Keragaman sifat morfologis berdasarkan
IPGRI (1995), yaitu warna batang, bentuk
batang pertumbuhan percabangan, dan bentuk
daun diamati untuk mengetahui perubahan
yang dihasilkan melalui induksi mutasi
dengan EMS.
Pengamatan jumlah kloroplas per stomata
dilakukan untuk mengetahui tingkat ploidi
tanaman yang dihasilkan (Supena et al.
2006b). Daun kelima dari tunas lateral diambil
dan dibuat irisan paradermal menggunakan
silet tajam sehingga diperoleh lapisan
epidermis yang tipis. Untuk mewarnai
kloroplas dalam stomata sehingga mudah
dihitung digunakan larutan AgNO3 1% (Qin
& Rotino 1995). Preparat kemudian diamati di
bawah mikroskop dan difoto.
Analisis Isozim
Metode analisis isozim merupakan
modifikasi teknik Wendel dan Weeden
(1989). Tahapan kegiatan analisis terdiri atas
pembuatan bufer, pembuatan gel pati,
ekstraksi enzim, elektroforesis, pewarnaan,
pencucian, dan dokumentasi. Bufer gel dibuat
dari L-Histidin monohidrat 1.048 g/l dalam
aquades pada pH 6.0 dengan Tris. Bufer
elektroda dibuat dari 10.5507 g/l asam sitrat
monohidrat dan 18.1650 g/l Tris hidroksimetil
aminometan dalam aquades pada pH 6.0.
Bufer ekstrak sebanyak 40 ml dibuat dari Lasam askorbat 0.07045 g, L-sistein 0.1939 g,
Triton-X-100 0.12 ml, PVP-40 0.02 g, dan
0.54 g Na2HPO4.2H2O pada pH 7.0. Gel
dibuat dari pati kentang dengan konsentrasi
12%, dan selanjutnya dicetak menggunakan
cetakan gel.

3

Sampel daun tanaman sebanyak 1 g, bufer
ekstrak 1.0 ml dan pasir kuarsa digerus dalam
mortar hingga halus. Ekstrak sampel diserap
menggunakan kertas saring, kemudian
dimasukkan dalam sumur yang ada pada gel.
Cetakan gel berisi ekstrak dimasukkan dalam
alat elektroforesis yang sudah ditambahkan
bufer elektroda. Elektroforesis sampel
dilakukan dalam ruang pendingin dengan
tegangan awal 50 volt selama 1 jam, dan
selanjutnya dinaikkan pada tegangan 100 volt
selama 4–5 jam. Setelah elektroforesis, gel
dikeluarkan dari cetakan dan dibelah secara
horizontal dengan ketebalan 1.5–3.0 mm, dan
selanjutnya
diwarnai.
Pewarna
yang
digunakan adalah untuk isozim peroksidase,
esterase, dan aspartat aminotransferase.
Setelah isozim terwarnai secara optimal, gel
dicuci dengan air mengalir, dan selanjutnya
diamati pola pita isozim yang terbentuk pada
gel dan difoto.
HASIL
Embriogenesis Mikrospora
Embriogenesis mikrospora melalui kultur
antera yang dikombinasikan dengan induksi
mutasi menggunakan EMS berhasil dilakukan
pada penelitian ini. Konsentrasi EMS dan
lama perendaman antera berpengaruh
terhadap respon embriogenesis dan daya
kecambah embrio hasil kultur. Respon
embriogenesis
terbesar
dimiliki
pada
perlakuan perendaman EMS konsentrasi 0.1%
selama 6 jam sebesar 40.1%, sedangkan pada
perendaman EMS konsentrasi 0.5% selama 1
jam tidak terjadi respon embriogenesis (0%)
(Tabel 1).
Rata-rata embrio lengkap per kuncup
bunga terbanyak yang dapat dihasilkan juga
diperoleh pada perlakuan EMS 0.1% selama 6

jam yaitu 1.9 embrio, sedangkan pada
perlakuan EMS 0.5% selama 6 jam tidak
dihasilkan embrio (Tabel 1). Embrio yang
dapat berkecambah terbanyak juga diperoleh
dari perlakuan EMS 0.1% selama 6 jam.
Embrio lengkap hasil kultur antera memiliki
ciri yaitu terdapat kotiledon, hipokotil dan
radikula (Gambar 1a) dan dapat tumbuh
dengan baik pada media perkecambahan
(Gambar 1b) yang selanjutnya berkembang
menjadi tanaman utuh (Gambar 1c). Embrio
tidak lengkap memiliki ciri mempunyai
radikula dan hipokotil tetapi tidak terdapat
kotiledon (Gambar 1d), sehingga tidak
mampu tumbuh dan berkembang dengan baik
pada media perkecambahan (Gambar 1e).
Morfologi dan Anatomi Tanaman Hasil
Kultur
Keragaman sifat morfologi tanaman cabai
hasil kultur terlihat dari warna batang, bentuk
batang, pertumbuhan percabangan, dan bentuk
daun (Tabel 2). Perlakuan EMS 0.1% selama
3 jam menghasilkan keragaman pada warna
batang,
bentuk
batang,
pertumbuhan
percabangan, dan bentuk daun (Tabel 2).
Namun keragaman tersebut ditunjukkan juga
oleh perbedaan tingkat ploidi tanaman.
Perlakuan EMS 0.1% selama 6 jam
menghasilkan keragaman morfologi berupa
bentuk daun deltoid (Tabel 2).
Jumlah kloroplas pada stomata tanaman
menunjukkan tingkat ploidi yang dimiliki oleh
tanaman tersebut. Tanaman pada perlakuan
EMS 0.1% selama 3 jam memiliki rata-rata
jumlah kloroplas sebesar 9.6 termasuk jenis
tanaman haploid. Sedangkan pada tanaman
lainnya termasuk jenis tanaman haploid ganda
atau diploid (Tabel 2).

Tabel 1 Hasil respon embriogenesis antera cabai (C. annuum) pada metode kultur antera yang
dikombinasikan dengan mutagenesis menggunakan senyawa kimia EMS
Total
Kultur
Kultur respon
kultur* hidup** embryogenesis***
(Petri)
(%)
(%)
Kontrol
35
79.2
13.1
EMS 0.1%; 1 jam
25
66.7
33.3
EMS 0.1%; 3 jam
25
82.4
13.3
EMS 0.1%; 6 jam
25
94.4
40.1
EMS 0.5%; 1 jam
26
73.3
0.0
EMS 0.5%; 3 jam
29
66.7
5.6
EMS 0.5%; 6 jam
23
57.1
13.3
Keterangan: *= 1 kuncup bunga (5-6 antera) per Petri;
**= dari jumlah Petri tidak terkontaminasi;
***= dari kultur hidup.

Perlakuan

Rata-rata embrio
lengkap per
kuncup bunga
0.7
1.2
1.7
1.9
0.0
0.3
0.5

Rata-rata embrio
berkecambah per
kuncup bunga
0.3
0.3
0.7
1.7
0.0
0.3
0.0

4

a

b

d

e

c

Gambar 1 Embrio hasil kultur antera cabai (C. annuum) dalam media dua lapis dan perkembangan
tanaman dari embrio yang dihasilkan : a–b. embrio lengkap dan embrio tumbuh dan normal
berkecambah; c. tanaman HG Tombak hasil kultur antera dalam media dua lapis; d–e. embrio
tidak lengkap dan embrio yang tidak dapat tumbuh dan berkecambah. Garis skala: a dan d = 2 mm,
b dan e = 1 cm, c = 5 cm.

Keragaman Isozim
Hasil visualisasi pola pita isozim
peroksidase terlihat adanya perbedaan di
bagian negatif pada sumur ke 4 dan 8 (gambar
2A), yang masing-masing adalah perlakuan
EMS 0.1% selama 1 jam dan EMS 0.1%
selama 6 jam (tidak berkembang menjadi
tanaman lengkap). Kedua tanaman mengalami
ekspresi berlebih enzim peroksidase di bagian
negatif.

Pada Isozim aspartat aminotransferase
(AAT), tidak terdapat adanya pita yang
terbentuk di sumur 5, 7 dan 8 (Gambar 2B),
yang masing-masing adalah perlakuan EMS
0.1% selama 3 jam, EMS 0.1% selama 6 jam
pada tanaman 2 dan yang tidak berkembang
menjadi tanaman lengkap. Pada Isozim
esterase memperlihatkan adanya 3 pita pada
setiap kontrol, sedangkan pada seluruh
perlakuan hanya terdapat 2 pita yang
terbentuk (gambar 2C).

Tabel 2 Keragaman morfologi dan anatomi tanaman cabai (C. annuum) kontrol dan hasil kultur
antera yang dikombinasikan dengan mutagenesis menggunakan senyawa kimia EMS
No. Perlakuan
1
2
3
4
5

6

Kontrol Biji 1
Kontrol Biji 2
Kontrol Kultur
EMS 0.1%, 1 jam
EMS 0.1%, 3 jam

Warna
batang
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
bergaris
ungu
Hijau

Bentuk
batang
Persegi
Persegi
Persegi
Persegi
Silindris

Pertumbuhan
percabangan
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Prostate

Bentuk
daun
Ovate
Ovate
Ovate
Ovate
Panjang
dan
ramping
Deltoid

Jumlah
kloroplas*
14.0 ± 1.2
16.0 ± 2.5
14.4 ± 1.8
14.6 ± 2.1
9.6 ± 1.8

Tingkat
ploidi
2n
2n
2n
2n
n

EMS 0.1%, 6 jam
Persegi
Tegak
15.6 ± 1.1
2n
(tanaman 1)
7
EMS 0.1%, 6 jam Hijau
Persegi
Tegak
Deltoid
12.3 ± 2.5
2n
(tanaman 2)
Keterangan: * Jumlah kloroplas per sel penjaga berdasarkan analisis terhadap 30 stomata dari
tiga daun.

5

+

+

_
1

2

3

4

5

6

7

8

2

3

4

5

6

7

8

B

A

Keterangan :
1. Kontrol berasal dari biji 1
2. Kontrol berasal dari biji 2
3. Kontrol berasal dari hasil kultur
4. EMS 0.1%, 1 jam
5. EMS 0.1%, 3 jam
6. EMS 0.1%, 6 jam (Tanaman 1)
7. EMS 0.1%, 6 jam (Tanaman 2)
8. EMS 0.1%, 6 jam (tidak
berkembang menjadi tanaman
lengkap)

+

_
1

1

2

3

4

5

6

7

8

C
Gambar 2 Hasil analisis isozim: A. Peroksidase (PER); B. Aspartat Aminotransferase (AAT);
C. Esterase (EST).

PEMBAHASAN
Metode kultur antera cabai haploid ganda
Tombak pada media dua lapis telah berhasil
dikombinasikan dengan teknik induksi mutasi
menggunakan etil metan sulfonat (EMS) pada
penelitian ini. Induksi mutasi menggunakan
EMS pada konsentrasi 0.1% dan 0.5% dengan
lama waktu perendaman 1, 3, dan 6 jam
berpengaruh terhadap embrio lengkap yang
dihasilkan dan embrio yang mampu
berkecambah per kuncup bunga, serta
keragaman morfologi dan isozim yang
dihasilkan.
Perlakuan
EMS
konsentrasi
0.1%
meningkatkan respon embriogenesis, rata-rata
embrio lengkap dan embrio berkecambah
yang dihasilkan, sebaliknya perlakuan EMS
0.5% menurunkan respon embriogenesis,
rata-rata embrio lengkap, dan embrio
berkecambah yang dihasilkan. Mikrospora
sebagai target dalam kultur antera memiliki
sensitifitas terhadap perlakuan mutagen
(Szarejko dan Forster 2007). Konsentrasi dan
lama perendaman tertentu dalam EMS dapat
berpengaruh pada peningkatan dan penurunan

respon embriogenesis mikrospora. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Medrano
(1986), yaitu semakin tinggi konsentrasi EMS
yang digunakan dapat menurunkan jumlah
tanaman haploid hasil kultur antera tembakau.
Pengaruh EMS terhadap kultur antera
cabai pada penelitian ini berhasil menginduksi
terjadinya mutasi yang ditandai adanya
keragaman morfologi pada tanaman yang
dihasilkan. Masing-masing tanaman hasil
kultur dengan perlakuan EMS memberikan
keragaman morfologi yang berbeda-beda.
Keragaman sifat morfologi terlihat pada
bentuk daun hasil perlakuan EMS 0.1%
selama 3 dan 6 jam. Hal ini sejalan dengan
penelitian Jabeen & Mirza (2004) yang
menyatakan bahwa EMS dapat menginduksi
keragaman morfologi pada cabai.
Untuk variasi sifat bentuk daun yang
panjang dan ramping hasil perlakuan EMS
0.1% selama 3 jam, dapat dimungkinkan
akibat perbedaan tingkat ploidi tanaman yang
dihasilkan. Menurut Supena et al. (2006b)
bahwa pada tanaman cabai haploid kultivar
Galaxy memiliki ciri sifat morfologi berupa
ukuran tanaman lebih rendah dengan bentuk

6

daun lebih ramping dan kecil dibandingkan
dengan tanaman HG maupun diploid.
Keragaman pola pita pada isozim PER,
AAT, dan EST yang terlihat dari bertambah
dan berkurangnya pita yang terbentuk,
menunjukkan telah terjadi mutasi akibat
perlakuan EMS. Pita isozim yang tidak
terbentuk karena terjadi inaktivasi terhadap
enzim akibat perubahan asam amino yang
terbentuk pada tanaman. Keragaman pola pita
isozim dapat menunjukkan perubahan pada
tingkat protein yang secara tidak langsung
menggambarkan telah terjadi perubahan DNA
akibat mutasi oleh EMS (Medrano et al. 1986)
Perbedaan pola pita isozim EST pada
tanaman kontrol dan hasil perlakuan EMS
dapat dijadikan penanda pada tanaman cabai
yang mengalami mutasi. Penggunaan isozim
untuk mengetahui terjadi mutasi pada tingkat
gen didasarkan bahwa pengujian terhadap
isozim dapat menunjukkan perbedaan hingga
tingkat varietas pada berbagai tanaman, antara
lain kedelai (Cahyarini et al. 2004), jarak
pagar (Yunus 2007), kelapa (Runtunuwu &
Lengkong 2005), dan nenas (Hadiati &
Sukmadjaja 2002).
Variasi tingkat ploidi dapat terjadi pada
embrio dan tanaman hasil kultur antera dalam
sistem media dua lapis. Tanaman dari embrio
yang dihasilkan memiliki tingkat ploidi
haploid
dan
haploid
ganda.
Untuk
menentukan tingkat ploidi tanaman dilakukan
penghitungan jumlah kloroplas per sel penjaga
pada stomata daun. Hal ini sejalan dengan
penelitian Supena et al. (2006a), bahwa ratarata jumlah kloroplas per stomata pada cabai
varietas Tombak untuk tanaman haploid (n)
dan haploid ganda (2n) masing-masing adalah
8.9 dan 15.8.
Metode kultur antera cabai yang berhasil
dikombinasikan dengan mutagenesis ini telah
dapat menghasilkan tanaman haploid ganda
dengan sifat tertentu yang berbeda hanya
dalam satu generasi. Oleh karena itu,
kombinasi teknik ini berpotensi untuk
digunakan dalam perbaikan genetik dan sifat
morfologi maupun sifat agronomis tertentu
tanaman cabai kultivar lokal Indonesia secara
cepat.
SIMPULAN
Perlakuan perendaman antera sebelum
kultur dengan etil metan sulfonat (EMS)
mempengaruhi respon embriogenesis dan
produksi embrio lengkap pada kultur antera
cabai menggunakan sistem media dua lapis.
Perendaman EMS 0.1% dapat meningkatkan

kapasitas embriogenesis, sedangkan EMS
0.5% menurunkan kapasitas embriogenesis.
Perlakuan EMS 0.1% selama 6 jam tidak
hanya dapat menginduksi mutasi, tetapi juga
meningkatkan respon embriogenesis, rata-rata
embrio lengkap, dan rata-rata embrio
berkecambah. Mutasi yang terjadi dapat
dideteksi pada tanaman yang berasal dari
kultur antera pada sifat morfologi daun dan
batang, serta isozim PER, AAT, dan EST.
SARAN
Pengamatan terhadap tanaman mutan
generasi ke-2 hasil kombinasi kultur antera
dan EMS perlu dilakukan untuk melihat
kestabilan hasil mutasi. Pengujian EMS
dengan taraf konsentrasi yang lebih banyak
antara 0.01 – 0.1% dengan waktu perendaman
1 – 6 jam perlu dilakukan untuk mengetahui
perlakuan optimal yang dapat menginduksi
mutasi tetapi juga berpengaruh positif
terhadap kapasitas embriogenesis kultur
antera cabai.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi
Cabai Indonesia. Jakarta: BPS.
Cahyarini RD, Yunus A, Purwanto E. 2004.
Identifikasi keragaman genetik beberapa
varietas lokal kedelai di Jawa berdasarkan
analisis isozim. Agrosains 6: 79-83.
Chen QF, Wang CL, Lu YM, Shen M, Afza
R, Duren MV, Brunner H. 2001. Anther
culture in connection with induced
mutations for rice improvement. Euphytica
120: 401-408.
Dumas de Vaulx R, Chambonnet D, Pochard
E. 1981. Culture in vitro d‟anthères du
piment
(Capsicum
annuum
L.):
amélioration des taux d‟obtention de
plantes chez différent genotypes par des
traitements à +35oC. [Abstract in English].
Agronomie 1: 859–864.
Ferrie AM, Palmer CE, Keller WA. 1994.
Biotechnological application of haploids.
Di dalam: Shargool PD & Ngo TT,
editors. Biotechnological Applications of
Plant Cultures. Baca Raton: CRC Press.
Hadiati S, Sukmadjaja D. 2002. Keragaman
pola pita beberapa aksesi nenas
berdasarkan analisis isozim. J Bioteknol
Pertan 7: 62-70.
[IPGRI] International Plant Genetic Resources
Institute. 1995. Descriptors for Capsicum
spp. Roma: IPGRI.

7

Jabeen N, Mirza B. 2004. Ethyl methane
sulfonate induces morphological mutations
in Capsicum annuum. Int J Agri Biol
6:340-345.
Kothari SL, Joshi A, Kachhwaha S, Ochoaalejo N. 2010. Chilli peppers – A review
on tissue culture and transgenesis.
Biotechnol Adv 28: 35-48.
Lee JH, Lee SY. 2002. Selection of stable
mutants from cultured rice anthers treated
with ethyl methane sulfonic acid. Plant
Cell Tiss Org Cult 71: 165-171.
Medrano H, Millo EP, Guerri J. 1986. Ethyl
methane sulphonate effect on anther
cultures of Nicotiana tabacum. Euphytica
35: 161-168.
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised
medium for rapid growth and bioassays
with tobacco tissue culture. Physiol Plant
15:473-497.
Nisch JP, Nisch C. 1969. Haploid plants from
pollen grains. Science 163: 85-87.
Pitojo S. 2003. Benih Cabai. Yogyakarta:
Kanisius.
Qin X, Rotino GL. 1995. Anther culture of
several sweet and hot pepper genotypes.
Capsicum Eggplant Nwsl 12: 59-62.
Runtunuwu SD, Lengkong EF. 2005.
Identifikasi penanda isozim (PER-7, PER8, dan RAPD OB17375) pada kelapa genjah
salak (GSK) dan beberapa hasil
silangannya dengan kelapa dalam.
Eugenia 11: 8-17.
Sega GA. 1984. A review of the genetic
effects of ethyl methanesulfonate. Mutat
Researc 134: 113-142.
Sibi M, Dumas de Vaulx R, Chambonnet D.
1979. Obtention de plantes haplöides par
androgenèse in vitro chez le piment
(Capsicum annuum L.). [Abstract in
English]. Ann Amélior Plantes 29: 583606.

Supena EDJ, Suharsono S, Jacobsen E,
Custers
JBM.
2006a.
Succesful
development of a shed-microspore culture
protocol for doubled haploid production in
Indonesian hot pepper (Capsicum annuum
L.). Plant Cell Rep 25: 1-10.
Supena EDJ, Muswita W, Suharsono S,
Custers JBM. 2006b. Evaluation of crutial
factors for implementing shed-microspore
culture of Indonesian hot pepper
(Capsicum annuum L.) cultivars. Sci
Hortic 107: 226-232.
Supena EDJ, Custers JBM. 2011. Refinement
of shed-microspore culture protocol to
increase normal embryos production in hot
pepper (Capsicum annuum L.). Sci Hortic
130: 769-774.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R,
Kusumah DA. 2010. Evaluasi daya hasil
cabai hibrida dan daya adaptasinya di
empat lokasi dalam dua tahun. J Agron
Indo 38: 43-51.
Szarejko I, Forster BP. 2007. Doubled
haploidy and induced mutation. Euphytica
158: 359-370.
Wendel JF, Weeden NF. 1989. Visualization
and intrepretation of plant isozymes. Di
dalam: Soltis DE, Soltis PS (editor)
Isozymes in Plant Biology, Ed ke-4,
Oregon: Dioscorides Press. hlm: 5-45.
Yunus A. 2007. Identifikasi keragaman
genetik jarak pagar ( Jatropha curcas L.)
di Jawa Tengah berdasarkan penanda
isoenzim. Biodiversitas 8: 249-252.

LAMPIRAN

8

Lampiran 1 Komposisi larutan pewarna isozim PER, AAT, EST (Wendel &
Weeden 1989).
1.

Pewarna Peroksidase (PER)
 Natrium asetat pH 5.0
 CaCl2
 3-amino-9 etilkarbasol
 Aseton/N,N-Dimethylformamid
 H2O2 3%

100 ml
60 mg
60 mg
5 ml
0.5 ml

2.

Pewarna Aspartat Aminotransferase (AAT)
 Bufer substrat AAT pH 7.4
50 ml
 H2O
800 ml
 α-Asam ketoglutarat
292 mg
 L-Asam aspartat
1.07 g
 PVP-40
4.00 g
 EDTA, Na2 salt
400 mg
 Sodium fosfat
11.36 g
 Fast blue BB salt
50 mg

3.

Pewarna Esterase (EST)
 Sodium fosfat pH 7.0
 1-Naftil asetat
 2-Naftil asetat
 Aseton
 Fast blue RR salt

100 ml
50 mg
50 mg
5 ml
50 mg

9

Lampiran 2 Keragaman pertumbuhan percabangan (a dan b) dan bentuk daun (c,
d, dan e) tanaman cabai (C. annuum) pada hasil kultur antera yang
dikombinasikan dengan mutagenesis menggunakan senyawa kimia EMS

a

b

c

d

Keterangan: a = Pertumbuhan percabangan tegak
b = Pertumbuhan percabangan prostate
c = Bentuk daun panjang dan ramping
d = Bentuk daun ovate
e = Bentuk daun deltoid

e

ABSTRAK
MUHAMMAD RIDHWAN. Induksi Mutasi dengan Etil Metan Sulfonat dalam Kultur Antera
Cabai (Capsicum annuum L.) dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas Embriogenesis. Dibimbing
oleh ENCE DARMO JAYA SUPENA dan HADISUNARSO.
Metode kultur antera yang efisien pada sistem media dua lapis telah dikembangkan untuk
memproduksi tanaman haploid ganda (HG) cabai kultivar lokal Indonesia (Capsicum annuum L.).
Untuk percepatan dalam menghasilkan variasi genetik dan perbaikan sifat dari cabai, metode
kultur antera ini dikombinasikan dengan teknik mutagenesis dalam penelitian ini. Induksi mutasi
dilakukan melalui perendaman antera sebagai sumber eksplan pada larutan etil metan sulfonat
(EMS) konsentrasi 0.1% dan 0.5% selama 1, 3, dan 6 jam sebelum kultur. Perlakuan EMS 0.1%
selama 6 jam tidak hanya dapat menginduksi mutasi, tetapi juga meningkatkan respon
embriogenesis, rata-rata embrio lengkap, dan rata-rata embrio berkecambah. Mutasi yang terjadi
dapat dideteksi pada tanaman yang berasal dari kultur antera pada sifat morfologi daun dan batang,
serta isozim peroksidase, aspartat aminotransferase, dan esterase. Metode kultur antera yang
dikombinasikan dengan teknik mutagenesis ini dapat digunakan untuk mempercepat proses
pemuliaan tanaman cabai kultivar lokal Indonesia.
Kata kunci: Capsicum, Kultur antera, Haploid ganda, EMS, Mutasi.

ABSTRACT
MUHAMMAD RIDHWAN. Ethyl Methane Sulphonate Treatment Mutation Induction on Anther
Cultures of Hot Pepper (Capsicum annuum L.) and Its Effect on Embryogenesis Capacity. Under
supervision of ENCE DARMO JAYA SUPENA and HADISUNARSO.
An efficient anther culture method on double layers medium system has been developed for
producing doubled haploid (DH) of Indonesian hot pepper (Capsicum annuum L.). In order to
speed up both genetic variability and improvement of hot pepper, this anther culture method was
combined with mutagenesis technique in this research. Induction of mutation was evaluated by
soaking of anthers as source of explans in 0.1% and 0.5% ethyl methane sulphonate (EMS)
solution during 1, 3, and 6 hours prior to culture. Anther treatment on 0.1% EMS during 6 hours
was not only induce mutation, but also increase embryogenesis response, complete embryo
produce, and embryo germination. The mutation could be detected on plant derived from anther
culture both in morphologycal characters of leaf and stem, and isozyme of peroxidase, aspartate
aminotransferase, and esterase. A combination of anther cultures method and mutagenesis
technique could be used for speeding up the breeding process of Indonesian local cultivar hot
pepper.
Keywords: Capsicum, Anther cultures, Doubled haploid, EMS, Mutation.

1

PENDAHULUAN
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan
salah satu komoditas tanaman sayuran
terpenting di Indonesia dinilai dari segi
ekonomi dan produksinya. Pada tahun 2010,
luas areal pertanaman cabai mencapai 237 105
ha dengan produktivitas rata-rata 5.60 ton/ha
(BPS 2011). Produktivitas tersebut masih jauh
lebih rendah dari potensi produktivitas cabai
yang dapat mencapai 13 ton/ha (Syukur et al.
2010). Rendahnya produktivitas disebabkan
oleh rendahnya penggunaan benih yang
unggul, budidaya tanaman belum intensif,
perubahan iklim, serangan hama/penyakit
yang tinggi (Pitojo 2003). Oleh karena itu
diperlukan usaha untuk meningkatkan
produktivitas
tanaman
cabai
melalui
pengembangan kultivar lokal Indonesia.
Pengembangan tanaman cabai kultivar
lokal dapat dilakukan melalui pemuliaan
tanaman yang memerlukan galur murni
dengan tingkat keseragaman genetik yang
tinggi. Tanaman galur murni telah mampu
dihasilkan baik melalui penyerbukan sendiri
secara terkendali yang membutuhkan 7 – 8
generasi maupun melalui teknologi haploid.
Teknologi haploid melalui kultur in vitro
sudah dikembangkan dengan berbagai teknik
seperti kultur antera/mikrospora, kultur
ovari/ovul, dan eliminasi kromosom (Kothari
et al. 2010). Teknik ini merupakan cara efektif
dan cepat dalam menghasilkan tanaman
haploid ganda (HG) hanya dalam satu
generasi melalui kultur sel gamet (Ferrie et al.
1994). Tanaman HG tersebut merupakan hasil
penggandaan kromosom secara spontan
maupun hasil induksi menggunakan senyawa
kimia kolkisin (Supena et al. 2006b).
Kultur antera pada cabai yang pertama kali
berhasil adalah sistem kultur antera pada
media padat yang dikembangkan oleh Sibi et
al. (1979) dan selanjutnya diperbaiki oleh
Dumas de Vaulx et al. (1981). Prosedur yang
efisien untuk memproduksi tanaman HG cabai
kultivar lokal Indonesia telah dikembangkan
melalui kultur antera pada media dua lapis
(media cair di atas media padat) (Supena et al.
2006a). Metode ini selanjutnya diperbaiki
untuk meningkatkan kualitas embrio yang
dihasilkan (Supena & Custer 2011).
Pemuliaan
tanaman
membutuhkan
keragaman genetik yang tinggi sebagai materi
dasar. Keragaman genetik dapat diperoleh
melalui induksi mutasi dengan menggunakan
mutagen fisik maupun senyawa kimia.
Mutagen fisik yang biasa digunakan adalah
sinar-x dan sinar gamma, sedangkan mutagen

senyawa kimia diantaranya adalah kolkisin,
etil metan sulfonat (EMS), dan etilen oksida.
Proses perlakuan mutagenesis pada tanaman
dapat dilakukan pada benih, sel somatik, dan
sel gamet, secara in vivo atau in vitro (Kothari
2010). Induksi mutasi pada jaringan somatik
baru akan menghasilkan mutan yang stabil
pada 3 – 5 generasi (Szarejko & Forster
2007). Mutasi yang terjadi pada tanaman
dapat dilihat dari perubahan sifat morfologi,
anatomi, isozim atau protein, dan urutan basa
DNA.
Perlakuan mutasi dengan EMS dapat
menyebabkan terjadinya substitusi nukleotida
pada DNA. Oleh karenanya, mutasi yang
diinduksi EMS berupa mutasi titik, sehingga
dapat menghasilkan keragaman hasil mutasi
yang luas (Sega 1984).
Kombinasi teknologi haploid dengan
mutagenesis perlu dikembangkan untuk
mendapatkan
keragaman
genetik
dan
perbaikan sifat tanaman secara cepat.
Kombinasi mutasi secara fisik menggunakan
radiasi sinar-x atau sinar gamma dengan
kultur antera telah dilakukan untuk tujuan
pemuliaan pada padi (Chen 2001). Mutasi
menggunakan
senyawa
EMS
yang
dikombinasikan dengan kultur antera juga
telah dilaporkan untuk tanaman Nicotiana
tabacum (Medrano et al. 1986) dan padi (Lee
& Lee 2002).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh
EMS
terhadap
kapasitas
embriogenesis pada kultur antera cabai dan
kemampuannya dalam menginduksi mutasi
yang diamati dari keragaman sifat morfologis
dan isozim tanaman haploid dan haploid
ganda yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Bahan Kimia dan Alat
Bahan kimia yang digunakan diantaranya
adalah bahan untuk membuat media dua lapis
(Supena et al. 2006a), larutan EMS, media
kultur MS (Murashige & Skoog 1962), media
tanam di lapangan, AgNO3, gel pati, pewarna
isozim peroksidase, esterase, dan aspartat
aminotransferase. Alat yang digunakan adalah
Laminar Air Flow Cabinet, inkubator, cawan
petri diameter 6 cm, alat elektroforesis isozim
dan peralatan umum laboratorium yang
terdapat di PPSHB-IPB.
Bahan Tanaman dan Sumber Antera
Bahan tanaman yang digunakan pada
penelitian ini adalah tanaman cabai haploid
ganda „Tombak‟ hasil penerapan teknologi
haploid (Supena et al. 2006a). Benih cabai

2

disterilisasi dalam NaOCl 2% selama 10
menit, kemudian dibilas 3 kali dalam akuades.
Benih ditanam dalam polibag berisi media
tanam berupa tanah, kasting, arang sekam
(1:1:1), dengan setiap polybag berisi 2 benih
cabai dengan pengaturan jarak antar benih.
Perawatan tanaman dilakukan dengan
penyiraman setiap pagi dan sore hari,
pemberian pupuk NPK, kompos serta
penyemprotan pestisida hanya ketika terjadi
serangan hama. Setelah 3-4 bulan, kuncup
bunga sumber antera dapat dipanen dan
digunakan sebagai eksplan pada kultur antera.
Penanaman cabai dan pemeliharaannya
dilakukan pada lahan terbuka di Pusat
Penelitian
Sumberdaya
Hayati
dan
Bioteknologi IPB Darmaga, Bogor.
Praperlakuan dan Perlakuan Etil Metan
Sulfonat
Kuncup bunga dengan ciri-ciri panjang
mahkotanya sama dengan atau sedikit lebih
panjang dari kelopaknya digunakan sebagai
sumber eksplan. Sumber eksplan tersebut
diberi praperlakuan berupa suhu 5–10oC
selama satu hari (Supena et al. 2006a). Setelah
praperlakuan, kuncup disterilisasi selama 1
menit dalam alkohol 70% dingin, kemudian
dibilas 2 kali dalam akuades steril dingin.
Selanjutnya disterilisasi selama 10 menit
dalam NaOCl 2% dengan penambahan
Tween-20 0.05% (v/v), kemudian dibilas 3
kali dalam akuades steril dingin. Kuncup
bunga dibuka dengan menggunakan pinset,
kemudian antera dipisahkan dari filamen,
putik dan kelopak bunga. Antera yang
dijadikan eksplan adalah yang terdapat warna
keunguan pada ujung anteranya sebagai
penciri mikrospora pada fase inti tunggal
akhir (Supena et al. 2006a). Perlakuan antera
adalah perendaman dalam EMS pada
konsentrasi 0.1% dan 0.5% selama 1, 3, dan 6
jam, serta kontrol tanpa perlakuan.
Prosedur Kultur Antera Cabai
Antera yang telah melalui proses
perlakuan maupun kontrol, dikulturkan pada
media dua lapis, media cair di atas media
padat dengan komposisi media Nisch (Nisch
& Nisch 1969) dengan penambahan maltosa
20 g/l. Untuk media padat ditambahkan arang
aktif 10 g/l dan agar-agar Gelrite 2 g/l.
Antibiotik timentin 50 mg/ml dan rifampisin 5
mg/ml ditambahkan pada media cair saat
kultur (Supena et al. 2006a). Kultur
diinkubasi pada suhu 5–10oC selama
seminggu kemudian dilanjutkan dengan suhu
inkubasi 25–28oC selama 7-8 minggu,

inkubasi dilakukan dalam kondisi gelap.
Embrio hasil kultur antera diamati jumlah dan
kondisinya.
Perkecambahan dan Pertumbuhan
Tanaman
Embrio dewasa lengkap dengan kotiledon,
hipokotil dan radikula dipindahkan pada
media padat MS ½ konsentrasi (Murashige &
Skoog 1962), sukrosa 20 g/l dan 6benzylaminopurin (BAP) 0.1 µM, dipadatkan
dengan gelrite 2 g/l. Kultur diinkubasi pada
suhu 25–280C dengan penyinaran selama 16
jam dengan intensitas 2000-3000 lux. Bibit
yang telah berdaun 4-5 helai dan memiliki
perakaran yang baik dipindahkan ke dalam
botol plastik bening tertutup berdiameter 8 cm
dan tinggi 11 cm dengan campuran tanah,
kasting dan arang sekam (1:1:1). Tanaman
pada stadium berdaun 5-6 helai diaklimatisasi
dan ditanam dalam polybag di rumah kaca.
Keragaman sifat morfologis berdasarkan
IPGRI (1995), yaitu warna batang, bentuk
batang pertumbuhan percabangan, dan bentuk
daun diamati untuk mengetahui perubahan
yang dihasilkan melalui induksi mutasi
dengan EMS.
Pengamatan jumlah kloroplas per stomata
dilakukan untuk mengetahui tingkat ploidi
tanaman yang dihasilkan (Supena et al.
2006b). Daun kelima dari tunas lateral diambil
dan dibuat irisan paradermal menggunakan
silet tajam sehingga diperoleh lapisan
epidermis yang tipis. Untuk mewarnai
kloroplas dalam stomata sehingga mudah
dihitung digunakan larutan AgNO3 1% (Qin
& Rotino 1995). Preparat kemudian diamati di
bawah mikroskop dan difoto.
Analisis Isozim
Metode analisis isozim merupakan
modifikasi teknik Wendel dan Weeden
(1989). Tahapan kegiatan analisis terdiri atas
pembuatan bufer, pembuatan gel pati,
ekstraksi enzim, elektroforesis, pewarnaan,
pencucian, dan dokumentasi. Bufer gel dibuat
dari L-Histidin monohidrat 1.048 g/l dalam
aquades pada pH 6.0 dengan Tris. Bufer
elektroda dibuat dari 10.5507 g/l asam sitrat
monohidrat dan 18.1650 g/l Tris hidroksimetil
aminometan dalam aquades pada pH 6.0.
Bufer ekstrak sebanyak 40 ml dibuat dari Lasam askorbat 0.07045 g, L-sistein 0.1939 g,
Triton-X-100 0.12 ml, PVP-40 0.02 g, dan
0.54 g Na2HPO4.2H2O pada pH 7.0. Gel
dibuat dari pati kentang dengan konsentrasi
12%, dan selanjutnya dicetak menggunakan
cetakan gel.

3

Sampel daun tanaman sebanyak 1 g, bufer
ekstrak 1.0 ml dan pasir kuarsa digerus dalam
mortar hingga halus. Ekstrak sampel diserap
menggunakan kertas saring, kemudian
dimasukkan dalam sumur yang ada pada gel.
Cetakan gel berisi ekstrak dimasukkan dalam
alat elektroforesis yang sudah ditambahkan
bufer elektroda. Elektroforesis sampel
dilakukan dalam ruang pendingin dengan
tegangan awal 50 volt selama 1 jam, dan
selanjutnya dinaikkan pada tegangan 100 volt
selama 4–5 jam. Setelah elektroforesis, gel
dikeluarkan dari cetakan dan dibelah secara
horizontal dengan ketebalan 1.5–3.0 mm, dan
selanjutnya
diwarnai.
Pewarna
yang
digunakan adalah untuk isozim peroksidase,
esterase, dan aspartat aminotransferase.
Setelah isozim terwarnai secara optimal, gel
dicuci dengan air mengalir, dan selanjutnya
diamati pola pita isozim yang terbentuk pada
gel dan difoto.
HASIL
Embriogenesis Mikrospora
Embriogenesis mikrospora melalui kultur
antera yang dikombinasikan dengan induksi
mutasi menggunakan EMS berhasil dilakukan
pada penelitian ini. Konsentrasi EMS dan
lama perendaman antera berpengaruh
terhadap respon embriogenesis dan daya
kecambah embrio hasil kultur. Respon
embriogenesis
terbesar
dimiliki
pada
perlakuan perendaman EMS konsentrasi 0.1%
selama 6 jam sebesar 40.1%, sedangkan pada
perendaman EMS konsentrasi 0.5% selama 1
jam tidak terjadi respon embriogenesis (0%)
(Tabel 1).
Rata-rata embrio lengkap per kuncup
bunga terbanyak yang dapat dihasilkan juga
diperoleh pada perlakuan EMS 0.1% selama 6

jam yaitu 1.9 embrio, sedangkan pada
perlakuan EMS 0.5% selama 6 jam tidak
dihasilkan embrio (Tabel 1). Embrio yang