Perlindungan Anak dan Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Anak pada Keluarga Petani

PERLINDUNGAN ANAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP
KESEJAHTERAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI

VIVI IRZALINDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perlindungan Anak Dan
Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Vivi Irzalinda
NIM I251110141

RINGKASAN
VIVI IRZALINDA. Perlindungan Anak dan Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan
Anak pada Keluarga Petani. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI dan
ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.
Kesejahteraan anak penting untuk diukur sebagai bentuk identifikasi dini
masalah, mengetahui apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi dapat
terjadi, serta memberikan perhatian untuk tindakan preventif terhadap kualitas
anak (Thompson & Aked 2009). Kesejahteraan anak dipengaruhi oleh
lingkungan anak-anak dibesarkan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten
Cianjur yang memiliki potensi masalah lingkungan karena penggunaan pestisida
yaitu dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Selain itu,
Kabupaten Cianjur memiliki data kasus anak yang meningkat setiap tahunnya,
seperti kekerasan fisik, perdagangan anak, kekerasan seksual dan sebagainya.
Oleh karena itu, perlindungan anak baik dari fisik maupun lingkungan wajib
dilakukan orangtua untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Tujuan penelitian ini
adalah (1) Menganalisis hubungan kondisi sosial ekonomi, pengetahuan pestisida

dan perlindungan anak dari pestisida, (2) Menganalisis pengaruh aktivitas
bersama dan perlindungan anak terhadap kesejahteraan subjektif anak.
Lokasi penelitian dipilih yaitu Desa Sindang Jaya, Kecamatan Cipanas dan
Desa Ciputri, Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Contoh penelitian adalah ibu
dan anak. Penentuan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria keluarga
yang memiliki anak kelas 4 sampai 6 SD. Jumlah contoh 120 keluarga. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli sampai November tahun 2013. Analisis penelitian
menggunakan korelasi pearson dan regresi linear berganda.
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan orangtua contoh adalah
tingkat sekolah dasar, dengan pendapatan perkapita dibawah garis kemiskinan.
Sebagian besar aktivitas ibu-anak dan aktivitas ayah-anak berada pada kategori
rendah. Perlindungan fisik anak dalam kategori tinggi, sedangkan perlindungan
lingkungan anak pada kategori rendah. Kesejahteraan subjektif anak pada kategori
tinggi. Ibu memiliki pengetahuan pestisida pada kategori sedang. Sementara itu
perlindungan anak dari pestisida pada kategori rendah. Hasil uji korelasi Pearson
menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang berhubungan signifikan dengan
perlindungan anak dari pestisida. Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan
bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif anak adalah jenis
aktivitas bersama orangtua-anak, dan pelindungan fisik. Saran yang diberikan
yaitu (1) Perlunya sosialisasi dan pendampingan kepada keluarga dan masyarakat

tentang manfaat aktivitas bersama orangtua-anak, terutama aktivitas bersama
ayah-anak beserta pola pengasuhannya, (2) Perlu adanya sosialisasi dan
pendampingan kepada keluarga, sekolah dan masyarakat terkait pentingnya
perlindungan lingkungan anak di keluarga petani.

SUMMARY
VIVI IRZALINDA. Child Protection and Its Effect on Child Well-being of
Farmer Families. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI and ISTIQLALIYAH
MUFLIKHATI.
Well-being of the quality of life for life. Child well-being is important to
be measured as a form of early identification of problems, find out what happened
and why it happened can occur, as well as giving attention to preventive measures
against child quality (Thompson & Aked 2009). Welfare of children is influenced
by the context and environment in which children thrive. This study was
conducted in Cianjur which has environmental hazards in the farm family
pesticide hazards. Pesticides can affect the health and development of children. In
addition, Cianjur District has a child case data is increasing every year, such as
physical abuse, child trafficking, sexual violence and so on. Therefore, the
protection of children both physically and environmentally was parent mandatory
to improve the welfare of the child. The purpose of this study is the first, analyze

the relationship between socio-economic conditions, knowledge of pesticides and
the protection of children from pesticides. Secondly, to analyze the effect of joint
activities and the protection of children against child subjective well-being.
Locations were selected at Sindang Jaya Village, Cipanas District and
Ciputri Village, Pacet District, Cianjur Regency West Java Province. Samples
were women and children. Determination of the samples were purposively with
criteria mothers of children grades 4-6 elementary school. Total sample are 120
family. The research was conducted in July and November 2013. Study analysis
was using Pearson Correlation and Multiple Linear Regression.
The results of the study are average parental education is elementary
example, the per capita income of more than half of the sample below the poverty
line. Most of the activities of the mother-child and father-child activity is in the
low category. Physical protection in the high category, while the environmental
protection in the low category. Subjective well-being of children at high category.
Respondents had knowledge of pesticides in the category. While the protection of
children from pesticides in the low category. The results of Pearson correlation
test is known that the absence of a significant variable associated with child
protection from pesticides. Results of Multiple Linear Regression testing is known
that factors that influence subjective well-being of children is a common type of
parent-child activities, and physical protection. From the study results suggest that

the (1) needed for socialization and assistance for families and communities about
the benefits of parent-child activities together, especially with a father-son activity
patterns along with parenting. (2) needed for socialization and assistance to
families, schools and communities about the importance of the protection of
children in the family environment of farmers. Third, needed for socialization
impact and effect of pesticides on farm families and farmers in order to increase
awareness.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERLINDUNGAN ANAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP
KESEJAHTERAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI


VIVI IRZALINDA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Diah Krisnatuti M.Si

Judul Tesis
Nama
NIM


: Perlindungan Anak dan Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan
Anak pada Keluarga Petani
: Vivi Irzalinda
: I251110141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc
Ketua

Dr.Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Keluarga dan Perkembangan
Anak


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian:
(Tanggal Pelaksanaan Ujian Tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)

Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli-November 2013 ini ialah

Perlindungan Anak dan Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Anak pada Keluarga
Petani.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc.,
M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikahati, M.Si selaku pembimbing yang telah
membimbing penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr. Titiek dan Ibu Alifah selaku
tim IPM-CRSP yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.
Disamping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Nurmala selaku
moderator seminar yang telah memberikan masukan kepada penulis. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Pak Ujang dan Pak Zaenudin selaku ketua kelompok tani
yang telah memberikan izin dan bantuan selama pengambilan data di lapang.
Terima kasih kepada Merisa dan Lela yang telah membantu pengambilan data di
lapangan. Terima kasih kepada teman-teman S2 IKA, Teh Tika, bu Dian, bu
Lisna, Bu Frida, dan Mba Alfa dan bu Ema yang telah memberikan motivasi,
masukan dan semangat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Vivi Irzalinda


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1

1
2
3
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Teori Keluarga
Keluarga Petani
Anak Usia Sekolah
Aktivitas Bersama
Perlindungan Anak
Kesejahteraan Subjektif Anak
Pestisida
Penelitian Terdahulu

4
4
5
6
7
8
10
11
13

3 KERANGKA PEMIKIRAN

14

4 METODE PENELITIAN
Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian
Contoh dan Metode Penarikan Contoh
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Pengendalian Mutu Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

17
17
17
18
18
19
21

5 KEADAAN UMUM DESA PENELITIAN

23

6 HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI, PENGETAHUAN
PESTISIDA DAN PERLINDUNGAN ANAK DARI PESTISIDA
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil
Karakteristik Demografi Keluarga
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Karakteristik Usaha Pertanian
Pengetahuan Pestisida
Perlindungan Anak dari Pestisida
Hubungan Antar Variabel
Pembahasan
Simpulan

25
25
25
25
27
27
28
28
28
29
30
31
32
33
34

Saran
Daftar Pustaka
7 PENGARUH AKTIVITAS BERSAMA DAN PERLINDUNGAN ANAK
TERHADAP KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF ANAK PADA
KELUARGA PETANI
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil
Karakteristik Anak dan Keluarga
Pendapatan Keluarga
Aktivitas Bersama
Perlindungan Anak
Kesejahteraan Subjektif Anak
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesejahteraan
Subjektif Anak
Pembahasan
Simpulan
Saran
Daftar Pustaka

35
35

39
39
39
40
41
41
43
43
43
43
45
46
47
48
49
50
50

8 PEMBAHASAN UMUM

53

9 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

55
55
56

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

66

DAFTAR TABEL
4.1
4.2
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6

Variabel, jenis data, cara pengumpulan data dan alat bantu
Hasil analisis uji reliabilitas dan validasi isi instrumen penelitian
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik demografi keluarga
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga
Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan pestisida
Sebaran contoh berdasarkan kategori perlindungan anak dari pestisida
Hubungan antara karakteristik keluarga dengan pengetahuan pestisida
Hubungan antara karakteristik keluarga dan pengetahuan pestisida
dengan perlindungan anak dari pestisida
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan keluarga
Sebaran contoh berdasarkan kategori aktivitas bersama orangtua-anak
Sebaran contoh berdasarkan kategori perlindungan anak
Sebaran contoh berdasarkan kategori alat pertanian dan pestisida yang
diperkenalkan kepada anak
Sebaran contoh berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif anak
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif anak

18
19
28
29
31
32
32
33
43
44
46
46
47
48

DAFTAR GAMBAR
3.1
4.1

Kerangka pemikiran
Metode penarikan contoh

16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Penelitian pendahuluan
Pengukuran variabel
Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset
Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan pestisida
Sebaran contoh berdasarkan perlindungan terhadap pestisida
Hubungan antar item pertanyaan perlindungan terhadap pestisida
dengan pengetahuan pestisida
Matriks variabel yang berhubungan dengan perlindungan pestisida
Sebaran contoh berdasarkan aktivitas bersama orangtua
Sebaran contoh berdasarkan perlindungan anak
Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif anak
Ujibeda antar item pertanyaan kesejahteraan subjektif anak dengan
jenis kelamin anak
Matriks variabel yang berhubungan dengan kesejahteraan subjektif
anak

67
70
73
74
76
77
78
79
80
82
84
85

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran
signifikan dalam pembentukan kualitas sumberdaya generasi muda sebagai
penerus bangsa yang berkualtias, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,
mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi. Keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya
secara maksimal dalam melindungi dan membina anak-anaknya serta
mewujudkan kesejahteraan fisik dan non fisik. Kualitas sumberdaya manusia
suatu bangsa tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan
angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dari tahun 2009 hingga
2013 mengalami kenaikan dari 0,593 menjadi 0,629.
Kualitas sumberdaya generasi muda sangat ditentukan oleh keadaan sosial
ekonomi keluarganya. Namun demikian masih ada berbagai permasalahan sosial
ekonomi seperti rendahnya pendidikan dan kemiskinan masih dialami oleh
sebagaian keluarga Indonesia terutama di perdesaan. Masalah kemiskinan
menjadi masalah utama yang dialami oleh penduduk perdesaan di Indonesia.
Masalah kemiskinan di pedesaan dialami oleh 17,9 juta penduduk pada tahun
2013 dan sebanyak 17,7 juta penduduk pada tahun 2014 (BPS 2014).
Kualitas generasi muda sebagai penerus bangsa sangat menentukan
kualitas Bangsa Indonesia di masa depan. Keluarga mempunyai kewajiban
melindungi dan mengasuh anak-anaknya. Merujuk pada fungsi keluarga
(BKKBN 1996) maka keluarga berfungsi melakukan perlindungan terhadap anakanaknya. Selanjutnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak, maka yang disebut dengan perlindungan adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Undang-Undang menjamin hak dan kewajiban setiap anak adalah
untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas
diri dan status kewarganegaraan, berhak untuk beribadah, dan berhak untuk
mengetahui orangtuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orangtuanya sendiri. Setiap
anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Perlindungan dan kesejahteraan anak menjadi salah satu isu utama yang
diangkat oleh institusi internasional maupun nasional. Hal ini dikarenakan masih
banyaknya terjadi bentuk pelanggaran hak anak di Indonesia. KPAI (2012)
mencatat sekitar 2,5 juta anak dari 26,3 juta anak usia wajib belajar pada tahun
2010 yang belum menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun. Selanjutnya,
1,87 juta jiwa anak dari 12,89 juta anak usia 13-15 tahun belum mendapatkan hak
atas pendidikan.

2

Meningkatnya berbagai bentuk pengabaian dan pelanggaran hak anak di
Indonesia juga terjadi sepanjang tahun 2011 dan 2012 sebagaimana dilaporkan
oleh UNICEF (2012) bahwa sebanyak 44,3 juta anak Indonesia hidup dalam
kemiskinan. Laporan tentang anak putus sekolah yang dilakukan bersama oleh
Kementerian Pendidikan, UNESCO, dan UNICEF di tahun 2011 menunjukkan
bahwa 2,5 juta anak usia 7-15 tahun mengalami putus sekolah (UNICEF 2012).
Berkaitan dengan isu perlindungan dan kesejahteraan anak, maka
pemilihan lokasi penelitian adalah di Kabupaten Cianjur dengan pertimbangan
banyaknya permasalahan perlindungan anak dan potensi pertanian. Permasalahan
yang dialami oleh Kabupaten Cianjur adalah masalah perlindungan anak dari
trafficking dan kekerasan dalam rumahtangga.
Kabupaten Cianjur adalah merupakan sentra produksi tanaman sayuran
segar yang mempunyai kecenderungan pestisida yang berlebihan. Organisasi
kesehatan WHO menunjukkan bahwa negara-negara berkembang mengonsumsi
sekitar 20 persen dari produksi pestisida di seluruh dunia (Ejaz et al. 2004).
Intensitas penggunaan pestisida dalam produksi tanaman menimbulkan potensi
bahaya kerja bagi petani (Minh et al. 2008; Gomes 1997), dan beresiko bagi
lingkungan (Li et al. 2007; Anwar et al. 2009; Lamers et al. 2011). Dinas
Kesehatan Kabupaten Cianjur, mencatat kasus Tuberkolosis (TBC) selama tahun
2013 hingga Maret 2014, mencapai 1.670 kasus. Dengan demikian perlu
diwaspadai pentingnya perlindungan anak secara holistik dari sisi sosial dan
perlindungan dari bahaya pestisida. Berdasarkan uraian di atas maka topik
perlindungan anak dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan anak pada keluarga
petani sangat penting untuk dianalisis.

Perumusan Masalah
Keluarga petani merupakan keluarga yang memperoleh pendapatan
musiman dari kegiatan bertani. Berdasarkan sensus pertanian, selama sepuluh
tahun terakhir mengalami penurunan penduduk petani menjadi 1,2 juta di Jawa
Barat (BPS 2013). Hal ini berdampak pada capaian pertumbuhan ekonomi, sektor
pertanian mengalami penurunan dalam penyerapan tenaga kerja. Penurunan
penyerapan tenaga kerja berdampak pada penurunan produk domestik bruto
(PDB) sebesar 14,4 persen pada tahun 2013.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dengan sektor
unggulan pertanian. Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Cianjur, lapangan
pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar
62,9 persen sektor pertanian. Luasnya sektor pertanian menyebabkan penggunaan
pestisida yang semakin meningkat. Bertambahnya penggunaan pestisida
meningkatkan produksi pertanian. Namun, meskipun pestisida berkontribusi
untuk produksi pertanian, pestisida juga bisa merugikan kesehatan manusia dan
ekosistem (Tadesse & Asferachew 2008). Bahaya pestisida bagi ekosistem seperti
mencemari air, tanah, udara dan makanan serta enzim tanah (Riah 2014; Gomes et
al. 1999). Munarso et al. (2006) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
kandungan residu pestisida pada Kabupaten Cianjur adalah residu tertinggi 7,4
ppb, dengan mengandung bahan aktif klorpirifos, metidation, malation, dan karbil.

3

Bahaya pestisida bagi kesehatan manusia seperti penurunan kekebalan,
gangguan hormon, kecerdasan berkurang, kelainan reproduksi dan kanker (Wiles,
Davies & Campbell 1998), meningkatkan resiko penyakit parkinson (Hancock
2008), menghambat perkembangan janin (Petit et al. 2010), masalah kesehatan
seperti cacat lahir, kerusakan saraf, kanker, dan efek lain yang mungkin terjadi
selama panjang waktu (Van Dijk 2000; Bruce 2002). Selain berbahaya bagi
keluarga, pestisida juga berbahaya bagi anak. National Research Council (1984)
menunjukkan bahwa bahaya pestisida pada anak-anak dapat mengubah pola
perkembangan anak-anak, dan berpengaruh seumur hidup pada disfungsi
kesehatan dan beresiko penyakit (National Research Council 1984). Juga, anakanak beresiko terkena penyakit kulit akibat pestisida (Lewis 1994; Fenske 1990;
Zartarian 1998).
Data kasus anak beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan di
Kabupaten Cianjur. Kasus anak di Kabupaten Cianjur antara lain perdagangan
anak, kekerasan fisik anak, putus sekolah, dan sebagainya. Menurut KPAI (2011)
menerima pengaduan 480 anak korban perdagangan anak dan 2.508 kasus
kekerasan terhadap anak. Angka ini mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan tahun 2010 yakni 2.413 kasus, terdiri dari 1.020 kasus kekerasan seksual
yang dilakukan dalam bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan serta incest, dan
selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa tingginya angka pengaduan
kekerasan terhadap anak dan bahaya pestisida di sekitar anak, menunjukkan tanda
bahwa lingkungan anak yang seharusnya menjadi benteng perlindungan anak, saat
ini justru menjadi pelaku utama. Keluarga atau orang tua yang oleh UU
Perlindungan Anak adalah salah satu pilar penanggung jawab perlindungan anak
ternyata telah gagal bahkan menjadi pihak yang menakutkan bagi anak. Ironisnya,
kasus-kasus kekerasan terhadap anak tersebut terjadi justru di lingkungan terdekat
anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan sosial
anak.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, penelitian ini berupaya mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Adakah hubungan antara kondisi sosial ekonomi keluarga dan pengetahuan
pestisida dan perlindungan terhadap pestisida?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas bersama orangtua dan
perlindungan orang tua dan anak terhadap kesejahteraan subjektif anak?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis perlindungan anak dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan
anak pada keluarga petani.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis hubungan kondisi sosial ekonomi, pengetahuan pestisida dan
perlindungan anak dari pestisida
2. Menganalisis pengaruh aktivitas bersama dan perlindungan anak terhadap
kesejahteraan subjektif anak.

4

Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian mengenai perlindungan anak serta
pengaruhnya terhadap kesejahteraan subjektif anak pada keluarga petani,
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan keilmuan di
bidang perlindungan dan kesejahteraan anak, penyusunan indikator perlindungan
anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani, mengangkat masalah dan isu
serta faktor penyebab di keluarga petani. Serta bermanfaat bagi lembaga bidang
perlindungan anak dan kesejahteraan anak. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
rujukan bagi pengambil keputusan untuk perumusan kebijakan pengentasan
kemiskinan, perlindungan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Teori Keluarga
Pengertian keluarga menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 Pasal
1 Ayat 10 adalah ‖unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami, istri
atau suami istri dan anak‖. Keluarga adalah institusi yang ada dalam setiap
masyarakat. Menurut Mead dalam Guharja et al. (1992), keluarga didefinisikan
sebagai ― the cultural cornerstone of any society, transmitting its history, instilling
its prevailing value system and socializing the next genera tion into effective
citizens and human beings ‖. Sementara itu Bugers dan Locke dalam Guharja et
al. (1992), mendefinisikan keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat
yang anggotanya terkait oleh adanya hubungan perkawinan (suami dan istri) serta
hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak pungut).
Pendekatan Teori Struktural-Fungsional
Pendekatan struktural-fungsional adalah salah satu pendekatan teori
sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluaga. Keluarga sebagai sebuah
institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam
kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mempunyai warna jelas, yaitu
mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini
merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat. Akhirnya keragaman
dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.
Misalnya, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada segmen anggota yang mampu
menjadi pemimpin, dan yang menjadi sekretaris atau anggota biasa. Tentunya
kedudukan seseorang dalam struktur organisasi akan menentukan fungsinya,
yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi
kepentingan individu yang bersangkutan te tapi untuk mencapai tujuan organisasi
sebagai kesatuan. Tentunya struktur dan fungsi ini tidak ak an pernah terlepas dari
pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu
(Megawangi 2001).
Teori struktural fungsional dikembangkan oleh Talcott Parsons dan
dipengaruhi oleh teori Durkheim, antara lain menjelaskan tentang terciptanya
ketertiban sosial melalui common values yang dipegang oleh masyarakat
(Hamilton 1983). Menurut Leslie dan Korman dalam Greenwood (1990),

5

pendekatan struktural-fungsional paling sistematis diterapkan dalam kajian
terhadap keluarga.
Menurut Parsonian yang dikutip Megawangi (1999), keluarga diibaratkan
seekor hewan berdarah panas yang dapat memelihara temperatur tubuhnya agar
tetap konstan walaupun kondisi lingkungan berubah. Keluarga dianggap selalu
dapat beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan. Oleh karena
itu keluarga dianggap sebagai institusi dalam masyarakat yang mempunyai
prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Menurut
Merton dan Parson dalam Fakih (1996), teori struktural fungsional memandang
masyarakat sebagai sistem yang terdiri atas bagian yang saling terkait (agama,
pendidikan, struktur politik dan keluarga).
Asumsi-asumsi yang mendasari teori struktural fungsional dari dimensi
struktural adalah (Merton & Parson diacu Fakih 1996) :
1. Untuk melakukan fungsi secara optimal, keluarga harus mempunyai
struktur tertentu;
2. Struktur adalah pengaturan peran dalam sistem sosial;
3. Keluarga inti adalah struktur yang paling mampu memberikan kepuasan
fisik dan psikolagi anggotanya dan juga menjaga masyarakat yang lebih
besar.
Keluarga Petani
Keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri atas dua atau lebih orang
yang berikatan karena sedarah, pernikahan, atau adopsi (Knox & Caroline 1994).
Keluarga merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi, yang senantiasa
berinteraksi (mempengaruhi dan dipengaruhi) oleh sistem ekonomi yang lebih
besar (Bryant & Keith 1990).
Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi, agar
sistem tersebut berjalan. Pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola
kesinambungan, atau pemeliharaan
keluarga terkait dengan tugas keluarga
(Megawangi 1999). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu
peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, berupa suatu rangkaian peran
agar sistem sosial dibangun.
Menurut Rice dan Tucker (1986), fungsi keluarga dapat digolongkan
menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental, seperti memberikan nafkah
dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga,
umumnya dikaitkan dengan peran orangtua sebagai pencari nafkah. Seda ngkan
fungsi kedua adalah fungsi ekspresif, yaitu memenuhi kebutuhan psikologis,
sosial dan emosi, dikaitkan dengan peran orangtua sebagai pendidik, pengasuh,
dan pelindung bagi anggota keluarganya. Keluarga sebagai institusi pertama,
mempunyai peran yang amat penting dalam mewujudkan SDM berkualitas
(Syarief 1997).
Sebuah rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga pertanian
apabila rumah tangga tersebut melakukan minimal salah satu kegiatan pengguna
lahan, bukan pengguna lahan, petani gurem yang menguasai lahan kurang dari 0,5
hektar, atau buruh pertanian (BPS 2005). Buruh pertanian adalah orang yang
bekerja di sektor pertanian yaitu yang bekerja pada orang lain atau perusa haan
yang jenis pekerjaannya masih erat dengan kegiatan pertanian atas dasar balas
jasa dengan diberi upah/gaji baik berbentuk uang atau barang (Wasito 2006).

6

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia, pemerintah
melakukan berbagai macam program antara lain program peningkatan
kepemilikan lahan oleh petani, dimana melalui Departemen Pertanian dan
Departemen Kehutanan mencanangkan pembagian lahan seluas lebih dari 10 juta
hektar untuk petani gurem yang lahannya tersebar di Sumatera, Kalimantan dan
Papua (Riyadi & Barus 2006). Terdapat juga program reformasi agraria yakni
memberikan lahan kepada petani yang tidak memiliki lahan dengan tujuan untuk
mengurangi pengangguran, kemiskinan serta mendukung program ketahanan
pangan.
Program lain yang dilakukan pemerintah adalah konversi berbagai lahan
non pertanian menjadi lahan pertanian, pengucuran dana untuk pembelian benih
gratis bagi petani, program bibit unggul murah untuk petani miskin, program
pupuk murah, subsisi pupuk, subsidi benih, subsidi gabah, serta program Raskin
yakni subsidi beras untuk petani miskin (Wasito 2006). Sedangkan program
pembiayaan kredit pertanian dengan bantuan jaminan pemerintah sebesar Rp 255
miliar yang digulirkan sejak Oktober 2006 kurang menyentuh kelompok petani
kecil karena petani kecil tidak memiliki aset sebagai jaminan pinjaman.
Anak Usia Sekolah
Perkembangan diartikan sebagai serangkaian perubahan progresif yang
terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman, perkembangan
berlangsung secara berkesinambungan dalam diri individu mulai dari lahir hingga
meninggal (Hurlock 1991). Perubahan dan stabilitas muncul kedalam beberapa
dimensi perkembangan, seperti perkembangan kognitif dan perkembangan sosial
dan perkembangan emosional anak.
Perkembangan sosial anak pada usia sekolah (6-12 tahun) ditandai dengan
hubungan yang luas dengan teman sebayanya. Selain keluarga anak juga
membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelasnya,
sehingga ruang gerak hubungan sosialnya menjadi lebih luas. (Papalia, Olds &
Feldman 2009). Teori perkembangan psikososial Erik Erikson menempatkan anak
usia sekolah pada tahap industri versus perasaan rendah diri (industry versus
inferiority). Pada tahapan ini, imajinasi dan antusias anak meningkat. Anak
mengarahkan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan
intelektual. Hal yang membahayakan dalam tahapan ini adalah perasaan tidak
kompeten dan tidak produktif pada anak (Santrock 2007).
Vineland Sosial Maturity Scale (Doll 1953) dapat digunakan untuk
mengukur perkembangan sosial anak usia sekolah. Aspek yang diukur pada
instrumen sosial ini mencakup kemandirian umum, kemandirian dalam makan,
minum, berpakaian, kemandirian dalam mengatur diri, pekerjaan, komunikasi,
kemandirian bergerak serta kemandirian dalam bergaul.
Anak usia sekolah adalah anak yang berada periode aktif dalam
pembentukan kepribadian dan perkembangan sosial (Turner & Helms 1991).
Anak usia sekolah dalam teori kognitif Piaget termasuk pada tahapan operasional
konkret (concrete operations). Anak bisa menggunakan berbagai operasi mental
seperti penalaran, memecahkan masalah-masalah konret (nyata). Anak-anak usia
ini dapat berfikir logis karena anak tidak terlalu egosentris dari usia sebelumnya
dan dapat mempertimbangkan banyak aspek dari berbagai macam situasi (Papalia,
Olds & Feldman 2009).

7

Perkembangan
emosional
anak
usia
sekolah
telah
dapat
menginternalisasikan rasa malu dan bangga serta dapat memahami secara lebih
baik dan mengatur emosi negatif sehingga empati dan perilaku sosial meningkat.
Selain dengan lingkungan rumah, kelompok teman sebaya menjadi lebih penting
pada anak usia sekolah, kelompok teman sebaya umumnya terdiri dari persamaan
usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan status sosial ekonomi serta kedekatan tempat
tinggal dan sering berangkat ke sekolah bersama. Kelompok sebaya membantu
anak mengembangkan keterampilan sosialnya, hal ini dapat membantu
mengembangkan konsep diri dan indentitas gender (Papalia, Olds & Feldman
2009).
Menurut Mayer dan Salovey (1997), diacu dalam Mayer, Caruso, dan
Salovey (2000) kecerdasan emosi adalah kemampuan individu untuk mengenali,
menggunakan dan mengekspresikan emosi; kemampuan individu untuk
mengikutsertakan emosi sehingga memudahkan ia dalam melakukan proses
berpikir; kemampuan individu untuk memahami emosi dan pengetahuan
mengenai emosi; serta kemampuan individu dalam meregulasi emosi untuk
mengembangkan emosi dan menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan
tuntutan lingkungan. Berdasarkan definisi tersebut emotional intelligence dibagi
kedalam empat dimensi, yaitu: Persepsi Emosi, Integrasi Emosi, Pemahaman
Emosi dan Pengaturan Emosi, Berdasarkan Meyer dan Salovey (1997), Goleman
(2007) menempatkan kecerdasan emosional ke dalam lima dimensi utama yaitu:
Kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali
emosi orang lain (empati) dan kemampuan membina hubungan sosial.
Setiap tahap perkembangan memiliki tugas yang harus dilakukan. Menurut
Havighurst (1976), diacu dalam Hurlock (1991), tugas-tugas perkembangan yang
harus diselesaikan individu pada masa kanak-kanak (6-12 tahun), yaitu (1)
mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang
umum, (2) membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk
yang sedang tumbuh, (3) belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman
seusianya, (4) mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat,
mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan
berhitung, (5) mengembangkan pengertian-pengertian yang yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari, (6) mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata
nilai, (7) mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan
lembaga-lembaga, dan (8) mencapai kebebasan pribadi.
Aktivitas Bersama
Aktivitas bersama orangtua anak sekolah yaitu ketika setelah pulang
sekolah. Ibu menghabiskan waktu dan aktivitas bersama untuk pengasuhan,
sedangkan ayah menghabiskan aktivitas bersama anak untuk aktivitas belajar dan
aktivitas bermain (Bryant & Zick 1993; Pleck 1997). Anak-anak bersama
orangtua melakukan aktivitas bersama seperti olahraga, nonton televisi, bermain
di dalam maupun di luar rumah, aktivitas seni dan budaya, dan sebagainya
(Harrell et al. 1997; Fjortoft et al. 2010). Anak laki-laki lebih aktif daripada anak
perempuan (Tucker 2008). Anak dari status sosial ekonomi tinggi, terutama anak
laki-laki memiliki aktivitas fisik tetap (monoton) yang sangat tinggi daripada anak
laki-laki dari status sosial ekonomi rendah (Harrell et al. 1997).

8

Dunn et al. (2003) mengungkapkan orangtua terutama ibu, melakukan
aktivitas bersama pada sore hari dan malam pada hari kerja. Aktivitas bersama
orangtua dan anak yaitu mengantar anak ke sekolah, menyiapkan makan,
mengawasi anak mengerjakan PR. Ibu yang tidak bekerja di luar rumah atau
bekerja part-time mempunyai waktu yang luang daripada ibu yang bekerja fulltime, tapi tidak jarang ibu yang bekerja full-time menyesuaikan waktu mereka
dengan aktivitas bersama anak.
Leavell et al. (2011) menyatakan bahwa kegiatan ayah anak laki-laki yaitu
kegiatan fisik, sedangkan ayah anak perempuan melakukan kegiatan dibidang
keaksaraan. Menurut Halle (1997) bahwa secara tradisional, dalam keluarga
lengkap ibu akan berperan sebagai pengasuh utama dan ayah sebagai pencari
nafkah. Padahal, ayah juga berperan dalam segala aspek perkembangan anak,
tidak hanya pencari nafkah tetapi juga teman bermain anak. Peran ayah sangat
penting dalam perkembangan anak juga didukung oleh Sidi (2007) menyatakan
ayah juga merupakan sumber peniruan, sehingga anak akan belajar dari tingkah
laku sang ayah, terutama saat anak masih dibawah usia sekolah. Partisipasi ayah
dalam hal pemberian makan lebih rendah daripada ibu, tapi ayah cenderung lebih
suka untuk menstimulus dan bermain secara fisik, sedangkan ibu lebih
menstimulus secara verbal (Parke & Tinsley 1981). Rubin et al. (2004)
menunjukkan bahwa ayah menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan anak
mereka sewaktu masih anak-anak dan remaja dibanding dengan yang dilakukan
oleh ibu. Saat ayah melakukan aktivitas dengan anak maka kegiatan yang lebih
banyak dilakukan adalah kegiatan yang melibatkan fisik dan kegiatan luar
ruangan.
Perlindungan Anak
Definisi Perlindungan Anak
Secara umum perlindungan anak tertuang dalam Undang-Undang No. 39
tahun 1990 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam Undang-Undang ini anak
didefinisikan sebagai ―setiap manusia yang belum berusia 18 tahun dan belum
menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah
demi kepentingannya‖ (Mulyanto 2005). Perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak -haknya agar dapat
hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (UU No.23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1). Perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
tindak kekerasan dan diskriminasi (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI).
Menurut Gosita (2004) perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan
kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Adapun
perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu
masyarakat. Dengan demikian maka perlindungan anak harus diusahakan dalam
berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Perlindungan anak
merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Melindungi anak adalah

9

melindungi manusia dan membangun manusia seluruhnya. Perlindungan anak
suatu masyarakat, bangsa, merupakan tolak ukur peradaban manusia. Dengan
demikian, menjadi wajib mengusahakan perlindungan anak sesuai dengan
kemampuan untuk kepentingan bangsa.
Hak-Hak Anak
Menurut PBB dalam pasal 45 dalam Konvensi Hak Anak (KHA) ada 4 hak
dasar anak yang harus diperhatikan antara lain :
1. Hak kelangsungan hidup, termasuk dalam survival right ini adalah hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik.
2. Hak berkembang, bahwa pemberian gizi dan pendidika n serta sosial
budaya yang memungkinkan anak berkembang sebagai manusia dewasa
yang beridentitas dan bermartabat.
3. Hak memperoleh perlindungan dari berbagai diskriminasi dan tindak
kekerasan baik oleh warna kulit, ideologi, politik, agama maupun kondisi
fisik.
4. Hak untuk berpartisipasi dalam berbagai keputusan yang menyangkut
kepentingan hidupnya.
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, Bab II Pasal
2 sampai dengan 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut:
a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan. Anak berhak
atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar. Dimaksud dengan asuhan, adalah
berbagai upaya yang dilakukan kepada anak-anak yang tidak mempunyai
orang tua dan terlantar, anak terlantar dan anak dan anak yang mengalami
masalah kelainan yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau
keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara
rohani, jasmani, maupun sosial.
b. Hak atas pelayanan. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan
kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan
kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan. Anak berhak atas pemeliharaan
dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah
dilahirkan.
d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup. Anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
e. Hak mendapat pertolongan pertama. Dalam keadaan yang membahayakan,
anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan
perlindungan.
f. Hak memperoleh asuhan. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak
memperoleh asuhan oleh negara, atau orang, atau badan lain. Dengan
demikian anak yang tidak mempunyai orang tua itu dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial.
g. Hak memperoleh bantuan. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh
bantuan, agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan
berkembang dengan wajar.

10

h. Hak diberi pelayanan dan asuhan. Anak yang mengalami masalah
kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan mendorong guna
mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya.
i. Hak memperoleh pelayanan khusus. Anak cacat berhak memperoleh
pelayan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan
sejauh batas kemampuan dan kesanggupannya.
j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan. Anak berhak mendapat bantuan
dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi
hak setiap anak, tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendidikan, dan
kedudukan sosial (Darwan 1997)
Penyelenggaraan Perlindungan Anak
Penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Undang-undang no 23
Tahun 2002 pasal 42 sampai 58, sebagai berikut:
1. Agama. Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut
agamanya. Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang
dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya.
2. Kesehatan. Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga
kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.
3. Pendidikan. Anak berhak mendapatkan pendapatkan pendidikan dasar
minimal 9 tahun. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk
memperoleh pendidikan.
Kesejahteraan Subjektif Anak
Kesejahteraan Berdasarkan Quality of Life. Quality of Life adalah salah
satu pendekatan untuk mengukur kepuasaan atau kesenangan seseorang secara
subjektif. Kepuasan atau kesejahteraan ini dapat berbeda antara harapan dengan
kenyataan dan dapat berbeda setiap orang (Mccall 1975). Menurut Guharja et
al.(1992), kepuasan merupakan keluaran yang telah diperoleh akibat kegiatan
suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu.
Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut
olehorang tersebut dan tujuan yang diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat
banyaknya pengalaman.
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan yang mencakup aspek
kualitas hidup anak di dalam keutuhan satuan keluarga dan budaya bangsa yang
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani,
jasmani, maupun sosial kearah perkembangan pribadi untuk terwujudnya manusia
Indonesia seutuhnya (BPS 1999). Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan
dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial (Undang-Undang No 4
Tahun 1979).
Kesejahteraan anak dipengaruhi oleh konteks dan lingkungan dimana anakanak berkembang. Lingkungan yang baik memberikan dukungan yang tepat
diperlukan untuk anak-anak untuk berkembang. Usaha kesejahteraan anak adalah
usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya

11

Kesejahteraan Anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak (UndangUndang No 4 Tahun 1979).
Indikator Child Well Being Index (CWI) Amerika dalam KPPA (2010),
terdiri dari material well-being, health, safety/behavioral concerns, productive
activity (educational attainments), Placa in community (participation in school or
work institutions), social relationships (with family and peers), and
emotional/spiritual well-being. Sementara itu, kesejahteraan subjektif anak
menurut UNICEF (2007 & 2012) menyatakan ada 8 indikator yaitu kepuasan
rumah, kepuasan materi, kepuasan hubungan interpersonal, kepuasan tempat
tinggal, kepuasan kesehatan, kepuasan mengelola waktu, kepuasan sekolah dan
kepuasan pribadi.
Pestisida
Pengertian Pestisida Sintetik
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti
membunuh. Pestisida sering disebut sebagai pest killing agent. Pengertian
pestisida menurut Keputusan Menteri Pertanian No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001
yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan
Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida. Pestisida merupakan
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan
untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan,
mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur
atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak
termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewanhewan piaraan dan ternak, memberantas atau mencegah hama-hama air,
memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan, dan memberantas
atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,
tanah atau air (Dadang 2007).
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme sasaran, struktur
kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Selain itu, pestisida dapat
diklasifikasikan berdasarkan ketahanannya di lingkungan menjadi dua golongan
yaitu persisten, dimana pestisida meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan dan
tidak persisten, adalah pestisida yang mempunyai pengaruh efektif hanya sesaat
saja, dan cepat terdegradasi di tanah (Nafis 2009).
Dampak Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida sangat potensial dalam menyebabkan permasalahan
seperti kontaminasi pada tanah dan ekosistem di sekitarnya. Penyebab
permasalahan tersebut dideskripsikan sebagai resiko, yang membahayakan
lingkungan dan kesehatan. Resiko yang disebabkan oleh suatu bahan kimia seperti
pestisida dengan ukuran dan karakteristik bahaya yang dapat terjadi. Dasar dari
terjadinya exposure adalah dari pemakaian dosis zat beracun yang dipilih
(Crossan et al. 2005). Resiko atau dampak dapat terjadi apabila terdapat interaksi
antara dosis dalam hal ini adalah toksisitas, exposure dan hazard. Seseorang dapat

12

terpapar oleh pestisida melalui kulit (dermal), masuk ke dalam mulut (oral), dan
melalui pernafasan (inhalation) (NPIC 2007).
Resiko yang dapat terjadi apabila pestisida digunakan tanpa adanya
pengetahuan adalah dapat menyebabkan keracunan akut pada manusia. Keracunan
akut yang dapat terjadi adalah iritasi dan apabila terjadi kontak dengan kulit dapat
terjadi infeksi kulit, kulit melepuh atau kulit menjadi cacat. Keracunan akut dapat
pula menyebabkan korosif pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan.
Penggunaan pestisida yang salah dapat pula menyebabkan kerusakan pada otak
atau sistem saraf pusat. Hal ini sangat berbahaya bagi anak-anak yang masih
rentan terhadap senyawa-senyawa asing. Gejala yang dapat ditimbulkan adalah
sulitnya berkonsentrasi, penurunan daya ingat, dan berubahnya sikap seseorang
(Epstein 2002).
Pestisida yang digunakan secara terus-menerus dapat terakumulasi dalam
jaringan tubuh yang nantinya akan menjadi penyakit kronis, kelainan pada bayi
yang baru lahir, dan kanker. Selain itu, dampak negatif lain yang dapat
ditimbulkan adalah terjadinya resistensi pada organisme sasaran akibat
penggunaan pestisida yang berbahan aktif atau kelompok senyawa yang sama
secara terus-menerus pada dosis yang tidak tepat, keracunan pada hewan
peliharaan, dan tercemarnya air serta rusaknya lingkungan (Prasojo 1984).
Adapun dampak lain yang dapat ditimbulkan selain yang telah disebutkan adalah
tercemarnya makanan, makanan dapat tercemar karena hasil dari pertanaman yang
menggunakan pestisida, sehingga akan meninggalkan residu baik itu di dalam
makanan atau di permukaan makanan.
Pencemaran pestisida juga dapat terjadi pada air minum. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa pestisida digunakan di tanah yang dapat menyebabkan
terbentuknya jalan kecil ke bawah tanah yang menyebabkan air dalam tanah atau
permukaan sistem air yang digunakan sebagai suplai air minum tercemar, dan
yang paling banyak terjadi adalah terjadinya keracunan pada manusia dalam hal
ini adalah pengguna. Pengguna pestisida dapat mengalami keracunan karena
berada di sekitar tempat yang menggunakan pestisida (NPIC 2007).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi
kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional. Penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup,
merugikan kesehatan manusia dan hewan lain, resistensi hama, serta organisme
bukan sasaran menjadi mati (Untung 2007). Munculnya beberapa masalah ini,
menggugah para ahli untuk mencetuskan konsep pengelolaan dan Pengendalian
Hama Terpadu pada tahun 1950 (Sinaga 2006). Program pelatihan PHT untuk
petani dikenal dengan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
yang didahului dengan pelatihan terhadap petugas pemandu dan memandu para
petani SLPHT (Untung 2007), untuk mengelola Program Nasional Pelatihan PHT
dibentuk pengelola program pada periode 1987-1993 berada di Bapennas (Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional) dan periode 1993-1998 berada di
Departemen Pertanian.
Pelatihan, penyuluhan, dan penerapan PHT melalui SLPHT dapat
meningkatkan pengetahuan baru di kalangan petani. Pengetahuan ini merupakan

13

tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada
akhirnya melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan atau
wawasan baru di kalangan petani, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku.
Sikap petani terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan
pengalaman lapangan mereka (Suharyanto et al. 2006).
Program PHT di Indonesia dinyatakan sebagai kebijakan nasional pada
tahun 1986 dan dalam pelaksanaannya telah memberikan efek yang sangat besar
terhadap produksi pertanian nasional.