Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu

i

MAKANAN IKAN LUNDU (Arius maculatus Thunberg, 1792)
DI DELTA CIMANUK PABEAN ILIR,
PASEKAN, INDRAMAYU

NOOR ANISSYA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Makanan Ikan Lundu
(Arius maculatus, Thunberg 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan,

Indramayu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2014
Noor Anissya
NIM C24100038

ii

ABSTRAK
NOOR ANISSYA. Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di
Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu. Dibimbing oleh YUNIZAR
ERNAWATI dan RIDWAN AFFANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek makanan (makanan
utama, kategori ikan berdasarkan makanannya, aktivitas makan, tingkat
pemanfaatan sumber daya makanan, dan tingkat persaingan dalam memanfaatkan
sumber daya makanan) ikan lundu di perairan Delta Cimanuk Indramayu, Jawa
Barat. Ikan yang diamati berjumlah 104 ekor dengan ukuran berkisar antara 125

mm dan 292 mm.
Metode analisis yang digunakan adalah Index of
Preponderance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lundu termasuk ikan
omnivora yang cenderung karnivora, dengan makanan utamanya adalah Krustasea
(untuk ukuran kecil) dan Pelecypoda (untuk ukuran besar). Aktivitas makan
tertinggi selama pengamatan terjadi pada bulan Maret. Ikan lundu bersifat selektif
dalam memilih makanan. Tingkat kompetisi tertinggi dalam mendapatkan
makanan pada ikan lundu jantan terjadi antara kelas ukuran 146-166 mm dengan
188-208 mm, sementara pada ikan lundu betina pada kelas ukuran 188–208 mm
dengan 209–229 mm.
Kata kunci : Arius maculatus, Delta Cimanuk, makanan

ABSTRACT
NOOR ANISSYA. Food of Spotted Catfish (Arius maculatus) in Cimanuk Delta
Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu. Supervised by YUNIZAR ERNAWATI and
RIDWAN AFFANDI.
The purpose of this research was to assess some food aspects (the main food,
food category, feeding activity, the level of food resources utilization, and the
competition level over food resources utilization) of spotted catfish in Delta
Cimanuk Waters Indramayu, West Java. The observed fish were 104 individu in

amount with length ranged between 125 mm until 292 mm. the methods of
analysis was Index of Preponderance. The result showed that spotted catfish was
omnivores tend to carnivores with the main food was Crustacea (small size) and
Pelecypoda (big size). The highest feeding activity during observation occurs on
March. Spotted catfish was selective feeding. The highest competition on male
spotted catfish occurs in size class 146-166 mm with size class 188-208 mm,
while on female spotted catfish, it occurs in size class 188-208 mm with size class
209- 229 mm.
Key words : Arius maculatus, Delta Cimanuk, food

iii

MAKANAN IKAN LUNDU (Arius maculatus Thunberg, 1792)
DI DELTA CIMANUK PABEAN ILIR,
PASEKAN, INDRAMAYU

NOOR ANISSYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

v

vi

PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Makanan Ikan
Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan,

Indramayu” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Ir Yunizar Ernawati, MS dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku
komisi pembimbing
2. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku pembimbing akademik.
3. Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir
Niken TM Pratiwi, MSi selaku ketua komisi pendidikan Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan.
4. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah memberikan
bantuan dana selama masa perkuliahan.
5. Keluarga tercinta Ibu Dede Suhermah, Bapak Sulaeman Effendi, Nabila
Nurul Alizha dan Irfan Hermawan
6. Keluarga Pak Swara yang telah banyak membantu dalam penelitian di lapang.
7. Tim Indramayu II, Ade dan Nianitari, Bang Reiza yang telah membantu
selama penelitian serta Pak Ruslan dan Bang Aries yang telah banyak
membantu selama proses di laboratorium.

8. Nina, Lulu, Ita, Anis, Ria, Dewi, Kak Sri, Kak Panji, Kak Robin dan temanteman MSP 47 yang telah memberikan semangat, rasa kebersamaan, dan
dukungan moril kepada Penulis dalam menyelesaikan studi.
9. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk Penulis
untuk menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, November 2014
Noor Anissya

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
3


METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur Kerja
Analisis Data

3
3
3
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

9
9
18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

viii

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7

Parameter fisika-kimia perairan yang diamati
Jumlah ikan contoh berdasarkan kelas ukuran panjang total
Lebar bukaan mulut relatif ikan kerapu, gurame, dan lundu
Kisaran diameter mata relatif ikan lele, nila, dan lundu
Luas relung ikan lundu (Arius maculatus) berdasarkan kelas ukuran
Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) jantan
berdasarkan kelas ukuran
Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) betina
berdasarkan kelas ukuran

4
9
15
16

17
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kerangka pemikiran aspek makanan ikan lundu (Arius maculatus)
Lokasi penelitian
Ikan lundu (Arius maculatus)
Indeks kepenuhan lambung ikan lundu (a) jantan (b) betina
Faktor kondisi ikan lundu jantan (a) dan betina (b)
Makanan ikan lundu secara keseluruhan
Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin
Makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran
Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan
Struktur anatomis organ pencernaan ikan lundu
Hubungan antara panjang usus relatif dengan panjang total

2
3
4
10
11
11
12
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kondisi perairan Delta Cimanuk, Pabean Ilir
Jumlah hasil tangkapan berdasarkan bulan pengamatan
Indeks kepenuhan lambung berdasarkan bulan pengamatan
Uji t untuk hubungan panjang dan berat ikan lundu (Arius maculatus)
Fakor kondisi berdasarkan bulan pengamatan
Makanan ikan lundu secara keseluruhan
Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin
Makanan ikan lundu berdasarkan ukuran panjang total
Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan
Diameter mata relatif
Parameter fisika-kimia perairan
Jenis makanan yang ditemukan di dalam lambung ikan lundu

24
24
24
24
25
25
26
26
26
26
27
27

ix

13 Hubungan lebar bukaan mulut relatif dengan ukuran panjang total
14 Makanan ikan lundu jantan
15 Makanan ikan lundu betina

28
29
29

x

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lundu (Arius maculatus) adalah salah satu dari beberapa jenis catfish
yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan lundu termasuk ke dalam ordo
Siluriformes, famili Ariidae, genus Arius, dan spesies maculatus (Kottelat et al.
1993). Genus Arius dapat dibedakan berdasarkan bentuk langit-langit mulut, jenis
dan susunan gigi di rongga mulut bagian atas dan panjang sungut (Chaudbari &
Alam 2004). Ciri dari Arius maculatus adalah gigi langit-langit mulut berbutir
yang berkumpul dalam bentuk lonjong datar pada masing-masing sisinya
(Kottelat et al. 1993) dan memiliki tiga pasang sungut, satu pasang di bibir atas
dan dua pasang di bibir bawah. Panjang sungut pada bibir atas mencapai dasar
sirip dada, satu pasang sungut pada bibir bawah panjangnya mencapai operculum,
dan satu pasang sangat pendek.
Menurut Marceniuk & Menezes (2007) in Isa et al. (2012), genus Arius
tersebar luas di daerah beriklim sedang dan tropis, baik di muara maupun pesisir
pantai. Kottelat et al. (1993) menambahkan, daerah distribusi spesies Arius
maculatus mencakup Sundaland, Thailand, dan India. Salah satu perairan di
Indonesia yang merupakan habitat ikan lundu adalah Delta Cimanuk, Indramayu.
Delta Cimanuk merupakan kumpulan dari beberapa muara Sungai Cimanuk.
Sungai Cimanuk merupakan salah satu dari tiga sungai besar yang ada di Jawa
Barat (Sjafei et al. 2001). Sungai ini bermuara di Laut Jawa dan termasuk
Kabupaten Indramayu (Herawati et al. 2012). Salah satu muara dari sungai ini
adalah Pabean Ilir. Muara sungai ini merupakan habitat beberapa spesies ikan,
terutama ikan payau dan salah satunya adalah ikan lundu.
Menurut informasi dari warga sekitar, ikan lundu merupakan hasil
tangkapan sampingan dan memiliki nilai ekonomis yang rendah. Hal tersebut
serupa dengan keadaan di Perairan barat daya Taiwan, bahwa ikan lundu
merupakan hasil tangkapan sampingan yang memiliki nilai ekonomis rendah (Chu
et al. 2011). Walaupun ikan lundu bukan meruapkan ikan ekonomis penting,
ikan lundu memiliki nilai ekologis sehingga keberadaannya perlu dipertahankan.
Informasi mengenai ikan lundu masih sangat minim terutama aspek biologinya.
Informasi tentang aspek biologi merupakan salah satu dasar untuk pengelolaan.
Salah satu aspek biologi yang harus dijadikan pertimbangan adalah aspek
makanan alami ikan. Makanan merupakan faktor penting pada suatu organisme,
karena dapat menentukan luas penyebaran suatu spesies serta mengontrol
besarnya suatu populasi (Astuti et al. 2013). Berdasarkan pemikiran tersebut
maka diperlukan adanya kajian aspek makanan ikan lundu sebagai informasi dasar
untuk pengelolaan ikan di perairan Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan,
Indramayu. Kajian aspek makanan ikan lundu memberikan informasi tentang
jenis makanan utama, kategori ikan berdasarkan makanannya, aktivitas makan,
tingkat pemanfaatan sumber daya makanan, dan tingkat persaingan dalam
memanfaatkan sumber daya makanannya.

2

Kerangka Pemikiran
Ikan lundu (Arius maculatus)
mac
keberadaannya melimpah di perai
rairan Delta
Cimanuk, Indramayu. Pene
enelitian Chu et al. (2011) di perairan Yunlin,
unlin, Taiwan,
Arius maculatus menjadi hasil
ha tangkapan sampingan yang dominann te
tertangkap,
sekitar 32% dari total hasil
hasi tangkapan. Akan tetapi, Arius maculatus
tus memiliki
nilai ekonomis yang rendah
dah baik di Yunlin Taiwan ( Chu et al. 2011) maupun
m
di
Delta Cimanuk Indramayu.
ayu. Keberadaan ikan ini kurang diperhat
hatikan oleh
masyarakat dan pengelola
ola setempat. Walaupun ikan lundu mem
emiliki nilai
ekonomis yang rendah, ika
ikan lundu memiliki peran ekologis yang ppenting di
perairan. Keberadaan ikan
kan tersebut secara tidak langsung dapat mem
mpengaruhi
ekosistem di perairan.
Informasi mengenaii ssumber daya ikan lundu masih sangat minim,, terutama
untuk aspek biologinya. Salah satu dari aspek biologi yang penting
ng diketahui
adalah aspek makanan. Kajian
K
makanan diperlukan sebagai salah satu
s
upaya
untuk menghasilkan inform
ormasi dasar untuk pengelolaan sumber dayaa perikanan.
p
Secara skematis, kerangka
gka pemikiran aspek makanan ikan lundu disaj
sajikan pada
Gambar 1.

Ikan lundu merupaka
upakan ikan dominan di Delta
Cimanuk yang mem
emiliki nilai ekonomis rendah

Ikan lundu
undu kurang
kur
diperhatikan oleh masyarakat
dan pihak pengelola,
peng
padahal ikan lundu memiliki
nilai ekologis
ogis yang penting.

Informaasi mengenai ikan lundu sangat minim

Diperlukan kajian biologi terutama mengenai
Di
aspe makanan sebagai dasar pengelolaan
aspek

pemikiran aspek makanan ikan lundu (Arius mac
aculatus)
Gambar1 Kerangka pem

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujua
ujuan untuk mengkaji beberapa aspek makanan
nan (makanan
utama, aktivitas makan, kategori ikan berdasarkan makanannya
ya, tingkat

3

pemanfaatan sumber daya makanan, dan tingkat persaingan dalam memanfaatkan
sumber daya makanan) ikan lundu di perairan Delta Cimanuk.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
aspek makanan ikan lundu (Arius maculatus) sebagai dasar untuk pengelolaan
sumber daya perikanan, khususnya di perairan Delta Cimanuk Pabean Ilir,
Indramayu.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret–Mei 2014. Kegiatan
penelitian dilakukan di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Indramayu dan di
Laboratorium Bio Makro 1, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi
penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian
Prosedur Kerja

Pengambilan contoh ikan di lapang
Penangkapan ikan dilakukan di daerah muara sungai (Lampiran 1), sekitar
pukul 17.00 sampai 20.00 WIB. Ikan ditangkap dengan menggunakan Trammel
net yang berukuran 100 m x 1.5 m dengan mesh size 1 inchi (satu buah inner net)

4

dan 4 inchi (2 buah outter net). Pengambilan contoh dilakukan setiap bulan
selama tiga bulan. Pemasangan jaring dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada
setiap pengambilan contoh. Ikan hasil tangkapan selanjutnya diawetkan di dalam
formalin 10% untuk dianalisis di laboratorium. Ikan contoh yang ditangkap
disajikan pada Gambar 2.

Gambar 3 Ikan lundu (Arius maculatus) Thunberg, 1792
Sumber: Dokumentasi pribadi
Pengamatan dan pengukuran parameter fisika-kimia perairan
Pengamatan dan pengukuran parameter fisika-kimia perairan dilakukan
pada setiap pengambilan contoh. Parameter fisika-kimia perairan yang diamati
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter fisika-kimia perairan yang diamati
Parameter
Suhu
Kedalaman
Kecerahan
Warna perairan
Tipe substrat
Salinitas
pH

Satuan
o
C
Cm
Cm
Ppm
-

Alat yang digunakan
Termometer
Secchi disk
Secchi disk
Visual
Visual
Refraktometer
pH stick

Pengamatan contoh ikan di laboratorium
Setelah dilakukan pengambilan contoh di lapangan, dilakukan pengamatan
di laboratorium Bio Makro 1. Prosedur kerja di laboratorium terdiri atas beberapa
tahap, yaitu pengamatan morfologi ikan, pembedahan ikan, pengamatan anatomis
saluran pencernaan, dan identifikasi makanan.
Morfologi ikan yang diamati secara visual mencakup bentuk tubuh, warna
tubuh, posisi mulut, bentuk sirip kaudal, serta duri pada sirip dorsal dan pektoral.
Morfologi ikan yang diukur mencakup tinggi kepala, tinggi badan, diameter mata,
serta tinggi dan lebar mulut menggunakan jangka sorong dengan tingkat ketelitian
0.025 mm. Bobot ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan

5

tingkat ketelitian 0.00005 gram, panjang total diukur menggunakan penggaris
dengan tingkat ketelitian 0.05 cm.
Setelah pengamatan morfologi, dilakukan pembedahan dengan
menggunakan satu set alat bedah. Tubuh ikan dibedah dengan menggunakan
gunting, mulai dari bagian anus hingga belakang operculum dan membentuk
seperti huruf T. Kemudian organ pencernaan dikeluarkan untuk diamati.
Organ pencernaan yang diamati berupa bentuk mulut, ada tidaknya gigi di
dalam rahang, bentuk tapis insang, bentuk lambung, dan panjang usus. Usus dan
lambung ikan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan di dalam
formalin 4%.
Panjang usus diukur menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0.05
cm, mulai dari ujung lambung hingga anus. Setelah itu isi lambung dikeluarkan
menggunakan pisau bedah.
Kemudian seluruh isi lambung ditimbang
menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0.00005 gram.
Selanjutnya isi lambung dipisahkan dan ditimbang kembali berdasarkan jenis.
Keseluruhan isi lambung dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml dengan tingkat
ketelitian 0.25 ml untuk pengukuran volume makanan. Identifikasi jenis makanan
menggunakan Gosner (1971). Jika ada yang tidak teramati secara visual, maka
digunakan mikroskop compound dengan pembesaran 4x10 dan 10x10.

Analisis Data
Penentuan kelompok ukuran panjang
Penentuan kelompok ukuran panjang digunakan untuk mengetahui sebaran
frekuensi ikan. Rumus yang digunakan dalam penentuan kelompok ukuran
panjang menurut Walpole (1995). Rumus yang digunakan untuk menentukan
jumlah kelas adalah sebagai berikut.
Σ kelas = 1+3,32 log N

(1)

Keterangan:
N
: jumlah data
Setelah menentukan jumlah kelas, ditentukan range (wilayah). Rumus yang
digunakan untuk menentukan range (wilayah) adalah sebagai berikut.
W = Lmax - Lmin

(2)

Setelah range (wilayah) diketahui, dapat ditentukan lebar kelas. Rumus
untuk menentukan range (wilayah) adalah sebagai berikut.
C=

W
∑K

Keterangan:
C
: lebar kelas

(3)

6

Kemudian dapat ditentukan limit bawah dan batas bawah kelas bagi selang
yang pertama. Rumus yang digunakan untuk menentukan limit dan batas bawah
adalah sebagai berikut.
Limit bawah = Lmin
BKB = Limit bawah −

(4)
nst

(5)

Keterangan:
Lmin
: data terkecil yang diperoleh
BKB
: batas kelas bawah
nst
: nilai standar terkecil
Setelah limit dan batas bawah kelas bagi selang kelas yang pertama,
selanjutnya ditentukan limit dan batas atasnya dengan rumus sebagai berikut.
Limit atas = Limit bawah + c

(6)

BKA

(7)

= BKB + c

Nilai limit dan batas kelas bagi selang selanjutnya diperoleh dengan cara
menambahkan lebar kelas pada limit dan batas kelas sebelumnya. Kemudian
ditentukan nilai titik tengah dari masing-masing selang dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.
̅=

( BKA BKB )
2

(8)

Keterangan:
̅
: nilai tengah
Kemudian ditentukan nilai frekuensi bagi masing-masing kelas. Data yang
diperoleh dimasukkan sesuai dengan selang kelasnya masing-masing.
Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan tingkat kemontokan ikan, yang dianalisis
berdasarkan hubungan panjang dan berat pada ikan. Rumus yang digunakan
untuk menghitung faktor kondisi menurut Effendie (1979) sebagai berikut :
Rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi ikan yang
memiliki pola pertumbuhan allometrik adalah sebagai berikut.
W
CF =
Keterangan:
aL
CF
: faktor kondisi
W
: berat ikan (gram)
a, b
: konstanta
L
: panjang total ikan (mm)

(9)

7

Rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi ikan yang
memiliki pola pertumbuhan isometrik adalah sebagai berikut.
CF =

W 105

(10)

L

Keterangan:
CF
: faktor kondisi
W
: berat tubuh (gram)
L
: panjang total (mm)
Indeks Kepenuhan Lambung (IKL)
Indeks kepenuhan lambung merupakan indikator untuk menunjukan
aktivitas makan dari ikan. Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks
kepenuhan lambung menurut Spatura & Gophen (1982) in Sulistiono et al. (2009)
sebagai berikut.
IKL(%) =

BIL
BT

x 100

(11)

Keterangan:
IKL
: indeks kepenuhan lambung (%)
BIL
: bobot isi lambung (gram)
BT
: bobot tubuh (gram)
Panjang usus relatif
Analisis panjang usus relatif digunakan untuk mengetahui kategori ikan
berdasarkan makanan yang dikonsumsi. Rumus untuk mengetahui panjang usus
relatif sebagai berikut.
Panjang usus relatif =

P usus
P tubuh

(12)

Keterangan:
P usus
: panjang usus (mm)
P tubuh
: panjang tubuh (mm)
Lebar bukaan mulut relatif
Analisis lebar bukaan mulut relatif digunakan untuk mengetahui kategori
ikan berdasarkan makanan yang dikonsumsi. Rumus untuk mengetahui lebar
bukaan mulut relatif sebagai berikut.
LBM =

Lebar mulut
Tinggi kepala

Keterangan:
LBM
: Lebar Bukaan Mulut

(13)

8

Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance)
Indeks bagian terbesar digunakan untuk mengetahui presentasi suatu jenis
makanan tertentu terhadap semua jenis makanan yang dimanfaatkan oleh ikan.
Metode Index of Preponderance merupakan gabungan dari dua metode, yaitu
metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Effendie 1979). Rumus untuk
menentukan indeks bagian terbesar menurut Naraja & Jhingram (1961) in
Effendie (1979) sebagai berikut.
Vi x Oi
∑ (Vi Oi)

IP =

(14)

Keterangan:
Vi
: presentase volume makanan ke-i (%)
Oi
: frekuensi kejadian makanan ke-i
IP
: Indeks bagian terbesar (%)
Luas relung
Perhitungan luas relung bertujuan untuk melihat keragaman makanan yang
dimakan oleh ikan. Rumus perhitungan luas relung menurut Krebs (1989) sebagai
berikut.
=



1

(15)

Keterangan:
: luas relung Levin’s
Pi
: proporsi individu yang ditentukan
Nilai luas relung makanan distandarisasi agar berada pada kisaran 0-1.
Standarisasi luas relung dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Hulbert in Krebs (1989).
B-1
BA =(16)
n-1

(16)

Keterangan :
B
: standarisasi luas relung Levin’s (kisaran 0-1)
BA
: luas relung Levin’s
n
: jumlah seluruh sumber daya yang dimanfaatkan
Tumpang tindih makanan
Tumpang tindih relung makanan merupakan penggunaan bersama suatu
sumber daya makanan oleh dua spesies ikan atau lebih atau antarkelompok ikan
pertama dan kedua. Rumus untuk menentukan tumpang tindih makanan menurut
Krebs (1989) sebagai berikut.

9

CH =

2 ∑ Pij Pik

(17)

∑ P2ij ∑ Pik !

Keterangan:
CH
: tingkat kesamaan jenis makanan
Pij
: proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j
Pik
: proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k
Rumus untuk menentukan nilai Pij sebagai berikut :
∑ni=1 Volume organisme ke-i
Pij =
∑ volume

(18)

Keterangan:
Pij
: proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j
Nilai tumpang tindih berkisar antara 0-1. Apabila diperoleh nilai = 1 maka
kedua kelompok yang dibandingkan memiliki jenis makanan yang sama (Colwell
et al. 1971 in Izzani 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sebaran ukuran ikan lundu yang digunakan pada penelitian
Ikan lundu yang tertangkap selama penelitian berjumlah 130 ekor, terdiri
atas 104 ikan dengan lambung berisi dan 26 ikan dengan lambung kosong.
Jumlah ikan yang tertangkap berbeda pada setiap bulannya (Lampiran 2).
Penentuan sebaran frekuensi ini hanya dilakukan pada ikan yang memiliki isi
lambung. Jumlah total ikan lundu yang diamati disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah ikan contoh berdasarkan kelas ukuran panjang total
Kelas
Ukuran
125-145
146-166
167-187
188-208
209-229
230-250
251-271
272-292
Jumlah

Jumlah Ikan
Contoh (ekor)
Jantan
Betina
6
6
12
7
15
9
12
14
8
7
1
4
0
2
0
1
54
50

Jumlah
Total
12
19
24
26
15
5
2
1
104

10

Kisaran ukuran ikan yang tertangkap adalah 125–292 mm. Ikan yang
dominan tertangkap selama penelitian adalah ikan jantan. Berdasarkan kelas
ukuran, terdapat fluktuasi komposisi antara ikan jantan dan betina. Ikan jantan
yang tertangkap berada pada kelas ukuran 125–250 mm dengan jumlah tertinggi
sebanyak 15 ekor yang terdapat pada kelas ukuran 167–187 mm, sedangkan
jumlah terendah sebanyak satu ekor terdapat pada kelas ukuran 230–250 mm.
Ikan lundu betina tersebar di seluruh kelas ukuran dengan jumlah tertinggi
sebanyak 14 ekor dan terendah satu ekor yang masing-masing berada pada kelas
ukuran 188–208 mm dan 272–292 mm.

Indeks kepenuhan
lambung (%)

Indeks kepenuhan
lambung (%)

Aktivitas makan
Aktivitas makan dapat diketahui dari nilai indeks kepenuhan lambung
(IKL). Nilai IKL pada ikan lundu dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 3.
Nilai tertinggi dari Indeks Kepenuhan Lambung (IKL) ikan lundu jantan dan
betina terdapat pada bulan Maret. Nilai IKL menurun pada bulan April kemudian
meningkat pada bulan Mei. Nilai IKL berpengaruh terhadap perubahan faktor
kondisi ikan.
2
1.5
1
0.5
0
Maret

April
(a)

Mei

2
1.5
1
0.5
0
Maret

April
(b)

Mei

Gambar 4 Indeks kepenuhan lambung ikan lundu (a) jantan (b) betina
Faktor kondisi menunjukkan tingkat kegemukan ikan. Berdasarkan hasil
perhitungan (Lampiran 4) diperoleh pola pertumbuhan ikan lundu adalah
isometrik, sehingga rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi
adalah formula yang tercantum pada analisis data 10 (halaman 7). Pola
pertumbuhan ikan lundu yang diperoleh sama dengan hasil penelitian dari Chu et
all. (2012), yang menyatakan bahwa pola pertumbuhan ikan lundu adalah
isometrik.
Faktor kondisi ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan dapat dilihat pada
Gambar 5 dan Lampiran 5. Faktor kondisi pada kedua jenis kelamin ikan terus
mengalami peningkatan selama pengamatan.

Faktor Kondisi

11

1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00

Faktor Kondisi

Maret

April

Mei

(a)

1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00

Maret

April
(b)

Mei

Gambar 5 Faktor kondisi ikan lundu jantan (a) dan betina (b)

Index of
Preponderance (%)

Makanan Ikan
Komposisi jenis makanan ikan lundu
Makanan ikan dapat dilihat dari hasil perhitungan Index of Preponderance
(IP). Komposisi jenis makanan ikan lundu (Arius maculatus) secara keseluruhan
dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 6.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Organisme

Sipunculidea

0.28

Polychaeta

0.84

Pisces

0.02

Pelecypoda

7.21

Krustase

24.99

Hancuran Organisme

66.66

Gambar 6 Makanan ikan lundu secara keseluruhan
Hasil analisis isi lambung menunjukkan bahwa terdapat dua komponen
makanan pada lambung ikan lundu, yaitu komponen pakan (63.81%) dan non

12

pakan (35.20%). Perhitungan nilai IP hanya didasarkan pada komponen pakan.
Komponen pakan yang ditemukan dalam jumlah terbanyak adalah hancuran
organisme (IP = 66.66%). Hancuran organisme yang diperoleh berupa potongan
daging dan potongan tubuh dari Krustasea. Krustasea merupakan jenis makanan
dengan nilai IP terbesar kedua, sehingga makanan utama ikan lundu adalah
Krustasea (24.99%).

Index of
Preponderance (%)

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin
Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin disajikan
pada Gambar 7, Lampiran 7, Lampiran 14, dan Lampiran 15. Hasil yang
diperoleh menunjukkan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lundu jantan
dan betina relatif sama. Makanan utama pada kedua jenis kelamin ikan tersebut
adalah Krustasea.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Betina

Jantan

Sipunculidea

0.5

0.06

Polychaeta

0.36

1.33

Pisces

0.02

0.01

Pelecypoda

4.67

9.75

Krustase

26.94

23.04

Hancuran
Organisme

67.51

65.81

Gambar 7 Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin
Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran
Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran dapat dilihat
pada Gambar 8 dan Lampiran 8. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan jenis makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran. Makanan
utama pada kelas ukuran 125-208 mm adalah Krustasea, sedangkan pada kelas
ukuran 209-271 mm adalah Pelecypoda.

Index of Preponderance (%)

13

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

125
145

146
166

167
187

188
208

209
229

Sipunculidea

1.19

6.74

Polychaeta

5.51

1.33 0.32 0.05

Pisces

230
250

251
271

272
292

1.31

0.09 0.01

Pelecypoda

1.91 1.34 6.23 27.6 74.68 65.52

Krustase

51.1 70.76 19.92 38.28 12.99 3.495

Hancuran Organisme 42.2 27.33 70.67 55.08 59.35 21.82 33.17 100

Gambar 8 Makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran

Index of Preponderance (%)

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan waktu
Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan
disajikan pada Gambar 9 dan Lampiran 9. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan jenis makanan di setiap bulan pengamatan. Makanan
utama pada setiap waktu pengamatan adalah Krustasea.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Maret

April

Sipunculidea

Mei
2.8678

Polichaeta

0.0553

0.1231

Pisces

0.0271

0.0004

Pelecypoda

21.4381

3.8457

0.5415

Krustasea

36.5753 29.6756

33.881

Hancuran
organisme

41.9042 66.3552 58.7296

3.9801

Gambar 9 Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan

14

Kategori ikan berdasarkan makanannya
Kategori ikan digunakan untuk menentukan kelompok ikan berdasarkan
jenis makanannya. Kategori ikan berdasarkan jenis makanan dapat diketahui
melalui beberapa informasi, antara lain struktur anatomis saluran pencernaan serta
organ yang terkait, panjang usus relatif, lebar bukaan mulut relatif, dan makanan
yang dikonsumsi.
Struktur anatomis saluran pencernaan ikan lundu
Struktur anatomis saluran pencernaan ikan lundu disajikan pada Gambar 10.
Beberapa anatomis saluran pencernaan serta bagian-bagian yang terkait yaitu,
mulut, rahang, insang, lambung, dan usus.

(b)

(a)

(c)

(d)

(e)

Gambar 10 Struktur anatomis organ pencernaan ikan lundu (a) mulut, (b) rahang
atas dan bawah, (c) insang, (d) lambung, (e) usus
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 10a menunjukkan mulut ikan lundu yang berbentuk inferior dan
memiliki sungut. Gambar 10b menunjukkan rahang atas dan rahang bawah ikan
lundu. Gambar 10c menunjukkan tapis insang yang terdiri dari tulang-tulang
pendek yang letaknya berjarangan. Gambar 10d adalah lambung ikan lundu yang
berbentuk menyerupai kantung. Gambar 10e adalah usus ikan lundu.
Panjang usus relatif
Kategori ikan juga dapat dilihat dari hasil pengamatan panjang usus relatif.
Pengamatan panjang usus relatif disajikan pada Gambar 11. Panjang usus relatif
ikan lundu berkisar antara 0.74-2.25. Panjang usus relatif ikan lundu memiliki
nilai yang tergolong kecil, sehingga lebih mendekati ikan karnivora.

Panjang usus relatif
(mm)

15

2.5
y = 0.002x + 0.800
R² = 0.042

2
1.5
1
0.5
0
0

100

200

300

Panjang total (mm)

Gambar 11 Hubungan antara panjang usus relatif dengan panjang total
Lebar bukaan mulut relatif
Ikan akan memakan makanan yang sesuai dengan bukaan mulutnya
(Effendie 2002). Lebar bukaan mulut ikan pemakan hewan lebih besar
dibandingkan dengan pemakan tanaman atau plankton. Lebar bukaan mulut ikan
lundu dibandingkan dengan ikan kerapu yang merupakan ikan karnivora (Ellis et
al. 1993 in Marzuqi & Anjusary 2013 dan Chen 2009) dan ikan gurame yang
merupakan ikan herbivora (Putra & Hermawan 2014). Lebar bukaan mulut ikan
kerapu, gurame, dan lundu disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Lebar bukaan mulut relatif ikan kerapu, gurame, dan lundu
Ikan
Kisaran lebar bukaan mulut relatif
Kerapu
0.96-1.14
Gurame
0.25-0.30
Lundu
0.66-0.95

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lebar bukaan mulut ikan lundu
lebih mendekati lebar bukaan mulut ikan kerapu. Hal ini menunjukkan bahwa
ikan lundu cenderung karnivora.
Makanan yang dikonsumsi
Kategori ikan lundu berdasarkan makanan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi ikan lundu termasuk
kategori hewani, sehingga ikan lundu termasuk ikan yang cenderung karnivora.
Berdasarkan anatomis saluran pencernaan, panjang usus relatif, lebar
bukaan mulut relatif, dan makanan yang dikonsumsi menunjukkan bahwa ikan
lundu termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora.
Kebiasaan makan
Kebiasaan makan (feeding habbits) adalah cara yang biasa dilakukan ikan
dalam memanfaatkan makanannya (Effendie 2002). Kebiasaan makan dapat
diketahui melalui beberapa informasi, antara lain posisi mulut, keberadaan alat

16

bantu dalam mendapatkan makanan, diameter mata relatif, dan komponen non
pakan yang ditemukan pada isi lambung.
Posisi mulut
Posisi mulut ikan lundu dapat dilihat pada Gambar 10a. Berdasarkan
Gambar 10a diketahui bahwa ikan lundu memiliki posisi mulut inferior. Hal ini
menunjukkan bahwa ikan lundu memakan makanan yang berada di dasar perairan.
Keberadaan alat bantu (sungut)
Keberadaan alat bantu dalam mendapatkan makanan pada ikan lundu
merupakan tiga pasang sungut yang terdapat di bagian mulutnya (Gambar 10a).
Sungut ikan berfungsi sebagai alat bantu ikan dalam mencari makanan di perairan
yang gelap. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lundu mencari makan di perairan
yang gelap.
Diameter mata relatif
Diameter mata dapat menunjukkan waktu ikan aktif dalam mencari makan
(siang atau malam hari). Kisaran diameter mata relatif ikan lundu disajikan pada
Tabel 3 dan Lampiran 10. Diameter mata relatif ikan lundu dibandingkan dengan
diameter mata ikan nila yang merupakan ikan diurnal (Tanaka et al. 1981) atau
akrif makan pada siang hari dan ikan lele yang merupakan ikan nokturnal
(Hossain et al. 2001 & Bruton 2010). Hasil dari Tabel 3 menunjukkan bahwa
diameter mata relatif ikan lundu cenderung mendekati diameter mata relatif ikan
lele. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan lundu termasuk ikan nokturnal yang
aktif mencari makan pada malam hari.
Tabel 4 Kisaran diameter mata relatif ikan lele, nila, dan lundu
Ikan
Kisaran diameter mata relatif
Lele
0.20 - 0.26
Nila
0.29 - 0.34
Lundu
0.17 - 0.26

Komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung
Komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung sebanyak 35.20%,
salah satunya adalah pasir (Lampiran 12). Hal ini menunjukkan bahwa ikan lundu
mencari makanan di dasar perairan. Berdasarkan pengamatan bentuk mulut,
keberadaan alat bantu dalam mencari makanan, diameter mata relatif, dan
komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung menunjukkan bahwa ikan
lundu mencari makan pada malam hari di dasar perairan.
Tingkat pemanfaatan sumber daya makanan
Tingkat pemanfaatan sumber daya makanan dapat diketahui dari
perhitungan luas relung. Luas relung menunjukkan variasi makanan yang
dikonsumsi oleh ikan. Luas relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) dapat
dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan nilai luas relung terbesar pada ikan
lundu jantan terdapat di kelas ukuran 146-166 mm dan terendah di kelas ukuran

17

230-250 mm. Luas relung terbesar pada ikan lundu betina terdapat pada kelas
ukuran 230-250 mm dan luas relung terkecil pada kelas ukuran 272-292 mm.
Tabel 5 Luas relung ikan lundu (Arius maculatus) berdasarkan kelas ukuran
Kelas Ukuran
(mm)
125-145
146-166
167-187
188-208
209-229
230-250
251-271
272-292

Jantan
Luas Relung Standarisasi
1.71
0.23
2.04
0.52
1.38
0.19
2.27
0.42
2.22
0.3
1.1
0.1
-

Betina
Luas Relung
Standarisasi
1.21
0.21
1.41
0.41
2.44
0.36
1.61
0.15
1.44
0.44
2.24
0.62
1.89
0.45
1
0

Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan
Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan dapat
diketahui dari hasil perhitungan tumpang tindih relung makanan. Tumpang tindih
relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) disajikan pada Tabel 6 (jantan) dan
Tabel 7 (betina).
Tabel 6 Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) jantan
berdasarkan kelas ukuran
Kelas
Ukuran
125-145
146-166
167-187
188-208
209-229
230-250
251-271
272-292

125 145

146 167 188 –
209 230 –
251 –
166
187
208
229
250
271
1 0.6423 0.9841 0.6228 0.5588 0.0388
1 0.6645 0.9941 0.4291 0.0721
1 0.6415 0.5544 0.0397
1 0.4975 0.1580
1 0.7923
1

272 –
292

Ikan lundu jantan dengan nilai tumpang tindih terbesar terjadi antara kelas
ukuran 146-166 mm dengan 188-208 mm sebesar 0.9941.
Hal ini
mengindikasikan bahwa antar kelas ukuran tersebut terdapat persaingan yang
tinggi dalam memperebutkan makanan. Nilai tumpang tindih terendah sebesar
0.0388 yang terjadi antara kelas ukuran 125-145 mm dengan 230-250 mm.
Nilai tumpang tindih ikan lundu betina berkisar antara 0.0494-0.9975. Nilai
tumpang tindih tertinggi terjadi antara kelas ukuran 188-208 mm dengan 209-229
mm. Nilai tumpang tindih terendah terjadi antara kelas ukuran 125-145 mm
dengan 251–271 mm.

18

Tabel 7 Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) betina
berdasarkan kelas ukuran
Kelas
Ukuran
125-145
146-166
167-187
188-208
209-229
230-250
251-271
272-292

125 –
145

146 167 –
188 –
209 230 –
251 –
272 166
187
208
229
250
271
292
1 0.9911 0.4657 0.3540 0.3262 0.1582 0.0494 0.1035
1 0.5632 0.4553 0.4275 0.2215 0.1016 0.2075
1 0.9886 0.9785 0.6015 0.4678 0.8813
1 0.9975 0.6187 0.4980 0.9389
1 0.5885 0.5653 0.9576
1 0.4369 0.5493
1 0.5493
1

Pembahasan
Sebaran ukuran ikan lundu
Ikan lundu yang dominan tertangkap berada pada kelas ukuran 146–208 mm.
Menurut Fishbase (2014), panjang maksimum ikan lundu mencapai 800 mm.
Sanusi (2000) menambahkan, ikan lundu akan bermigrasi ke arah laut jika sudah
dewasa dan saat melakukan pemijahan bermigrasi ke daerah mangrove.
Banyaknya tertangkap ukuran kecil juga diduga karena pengaruh dari ukuran mata
jaring. Selain itu terdapat kemungkinan bahwa daerah muara merupakan daerah
asuhan (nursery ground), sehingga ukuran ikan yang terdapat di perairan diduga
masih tergolong ikan juvenil.
Aktivitas makan
Aktivitas makan dapat dilihat berdasarkan nilai indeks kepenuhan lambung
(IKL). Hasil perhitungan IKL menunjukkan bahwa aktivitas makan ikan lundu
tertinggi saat bulan Maret (Gambar 4). Tingginya aktivitas makan ikan
dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan dan juga suhu perairan yang
lebih tinggi di bulan Maret (Lampiran 11). Pada bulan berikutnya terjadi
penurunan nilai IKL yang diduga terjadi karena berkurangnya ketersediaan
makanan di perairan. Berkurangnya ketersediaan makanan diduga akibat
tingginya aktivitas makan pada bulan sebelumnya dan juga dimulainya operasi
penangkapan oleh nelayan. Nilai IKL perlahan meningkat pada bulan Mei, yang
diduga karena ketersediaan makanan di perairan telah memadai.
Perubahan nilai IKL dapat mempengaruhi nilai faktor kondisi. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa tingginya nilai IKL pada bulan Maret dapat
meningkatkan nilai faktor kondisi pada bulan April. Hal tersebut dikarenakan
makanan yang dimakan oleh ikan tidak secara langsung mempengaruhi
kemontokan ikan pada waktu yang sama saat ikan makan.
Vakily et al. (1986) in Manik (2009) mengemukakan bahwa rentang nilai
faktor kondisi adalah 0.5–2.0, nilai faktor kondisi ikan lundu ini tergolong rendah.
Rendahnya nilai faktor kondisi diduga karena ikan tidak berada dalam fase
memijah. Herdianingtyas (2000) menyatakan bahwa nilai tertinggi faktor kondisi
pada ikan rejung (Sillago sihama) diperoleh selama musim pemijahan dan
menurun saat fase istirahat.

19

Makanan ikan lundu
Komposisi jenis makanan dapat dilihat dari nilai Index of Preponderance
(IP). Terdapat dua komponen makanan yang ditemukan, yaitu komponen pakan
dan non pakan. Komponen non pakan berupa serasah, plastik dan pasir. Hal ini
dikarenakan ikan lundu mencari makanan di dasar perairan (Bal dan Rao 1984
dan Mazlan et al. 2008). Lagler et al. (1977) in Fauziah (2004) menambahkan
bahwa, selain memakan sisa organisme, endapan partikel-partikel lain yang
terdapat di dasar juga ikut termakan oleh catfish.
Jenis makanan yang memiliki nilai IP tertinggi berupa hancuran organisme.
Hal ini diduga karena lamanya jarak antara waktu terakhir makan dengan waktu
penangkapan, sehingga makanan sudah tercerna dan sulit untuk diidentifikasi
(Sjafei et al. 2004). Hancuran organisme yang diperoleh diduga sebagian besar
berasal dari potongan tubuh Krustasea (Lampiran 12). Krustasea merupakan
organisme dengan nilai IP tertinggi kedua, sehingga disimpulkan bahwa Krustasea
adalah makanan utama ikan lundu. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian
Sjafei et al. (2004) terhadap ikan lundu di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Mazlan
et al. (2008) menambahkan, bahwa makanan utama dari Arius maculatus adalah
zoobentos dan Krustasea. Menurut Deshmukh (2007), Krustasea merupakan
organisme bentik yang menjadi mangsa ikan demersal di perairan tropis. Hasil
perhitungan nilai IP pada ikan lundu jantan dan betina menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan jenis makanan.
Berdasarkan kelas ukuran, diperoleh perbedaan jenis dan komposisi
makanan. Ikan pada kelas ukuran 125-208 mm memiliki makanan utama berupa
Krustasea, kemudian berganti menjadi Pelecypoda setelah ukurannya lebih besar
(209-271 mm). Menurut Sukimin et al. (2005), perbedaan jumlah dan jenis
makanan berdasarkan kelas ukuran dipengaruhi oleh faktor selera, ketersediaan
makanan di perairan, dan lebar bukaan mulut (Lampiran 13). Pada kelas ukuran
272-292 mm hanya ditemukan satu jenis makanan. Hal tersebut tidak dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya, dikarenakan hanya terdapat satu
individu pada kelas ukuran tersebut (Tabel 2).
Kategori ikan berdasarkan makanannya
Ikan lundu termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora. Hal ini
dapat dilihat dari pengamatan struktur anatomis saluran pencernaan (Gambar 10).
Pada rahang atas ikan lundu (Gambar 10b), terdapat gigi-gigi yang membentuk
sebuah pola yang menjadi ciri khas genus Arius. Gambar 10c menunjukkan tapis
insang, yang terdiri dari tulang-tulang pendek dan jarang. Bentuk lambung ikan
lundu menyerupai kantung (Gambar 10d). Berdasarkan hasil pengamatan panjang
usus, diperoleh panjang usus relatif ikan lundu berada dalam kisaran 0.74 – 2.25
(Gambar 11). Menurut Effendi (2002), lambung berbentuk kantung, tapis insang
pendek dan jarang, dan panjang usus di antara 2-3 kali panjang tubuhnya
merupakan ciri-ciri ikan omnivora. Hasil pengamatan jenis makanan yang
ditemukan di dalam lambung (Gambar 6), hanya ditemukan makanan hewani.
Berdasarkan dari hasil pengamatan kategori ikan secara keseluruhan, ikan lundu
termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora.

20

Kebiasaan makan
Ikan lundu merupakan ikan yang mencari makanan di dasar perairan dan
menyukai perairan yang gelap. Hal tersebut dilihat dari morfologi ikan yang
memiliki bentuk mulut inferior dan alat bantu dalam mencari makanan berupa
sungut. Selain itu, ditemukannya komponen non pakan berupa pasir (Lampiran
12) yang ikut termakan oleh ikan lundu memperkuat bahwa ikan tersebut mencari
makanan di dasar perairan.
Tingkat pemanfaatan sumber daya makanan
Luas relung makanan menggambarkan adanya selektivitas kelompok ukuran
ikan antar spesies maupun antar individu, dalam suatu spesies yang sama terhadap
sumber daya makanan (Krebs 1989). Menurut Qariati (2006), luas relung
mengindikasikan adanya perbedaan sumber daya yang dimanfaatkan oleh suatu
organisme.
Luas relung terbesar pada ikan lundu jantan terdapat pada kelas ukuran146166 mm, sedangkan untuk betina pada ukuran 230-250 mm. Tingginya luas
relung diduga karena terdapat dua jenis makanan dengan nilai IP terbesar yang
memiliki persentase tidak jauh berbeda (Lampiran 14 dan 15). Luas relung
terkecil pada ikan lundu jantan berada pada kelas ukuran 230-250 mm, sedangkan
untuk ikan betina berada pada ukuran 272-292 mm. Luas relung yang kecil pada
ikan jantan diduga karena terdapat jenis makanan yang mendominasi, sementara
pada ikan betina dikarenakan ikan hanya memakan satu jenis organisme
(Lampiran 14 dan 15).
Luas relung akan tinggi jika suatu organisme
mengkonsumsi jenis makanan yang beragam dan relatif sama dari masing-masing
jenis makanannya (Levin in Krebs 1989).
Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan
Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan dapat
dilihat dari hasil perhitungan tumpang tindih relung makanan. Semakin selektif
ikan dalam memilih makanan, akan tinggi pula tingkat persaingannya. Tingginya
nilai tumpang tindih diduga karena jenis dan komposisi makanan yang relatif
sama (Lampiran 14 dan 15), sehingga kompetisi dalam memperebutkan makanan
semakin besar. Nilai tumpang tindih terkecil pada ikan lundu jantan terjadi antara
kelas ukuran 125–145 mm dengan 230–250 mm. Makanan yang paling banyak
ditemukan di kelas ukuran 125–145 mm adalah hancuran organisme, dan hanya
dimanfaatkan dalam jumlah kecil oleh kelas ukuran 230–250 mm. Kelas ukuran
230–250 mm makanan utamanya berupa Pelecypoda, sedangkan organisme ini
tidak dimanfaatkan oleh kelas ukuran 125–145 mm. Nilai tumpang tindih terkecil
pada ikan lundu betina terjadi antara kelas ukuran 125–145 mm dengan 251–271
mm, dikarenakan terdapat perbedaan makanan utama antar kedua kelas ukuran.
Alternatif pengelolaan
Pengelolaan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian ini dengan
cara menjaga kualitas habitat perairan. Menjaga kualitas habitat perairan dapat
dilakukan dengan cara melakukan pelestarian mangrove.
Hal tersebut
dikarenakan keberadaan dari makanan utama ikan lundu (Krustasea) tidak terlepas
dari keberadaan mangrove. Menurut Pramudji (2002), mangrove memiliki peran
ekologis dalam menunjang kehidupan beberapa spesies udang. Yamada &

21

Sukardjo (1992) menambahkan, mangrove mendukung kehidupan beberapa
spesies dan mendukung kestabilan daerah delta. Krustasea merupakan spesies
yang hidup di dasar perairan dan mendapatkan nutrisi dari serasah dan asupan
bahan organik dari daerah mangrove, sehingga peranan mangrove sangat penting
bagi keberadaan ikan lundu.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ikan lundu termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora dengan
makanan utama berupa Krustasea (untuk ukuran kecil) dan Pelecypoda (untuk
ukuran besar). Ikan lundu termasuk ikan nokturnal, aktif mencari makan di dasar
perairan, dan mencapai puncak aktivitas makannya pada bulan Maret. Ikan lundu
termasuk selektif dalam memanfaatkan makanannya dan peluang terjadinya
persaingan tertinggi terjadi antara kelas ukuran 125-145 mm dengan kelas ukuran
167-187 mm (untuk ikan jantan) dan antara kelas ukuran 188-208 mm dengan
kelas ukuran 209-229 mm (untuk ikan betina).

Saran
Perlu kajian mengenai feeding periodecity agar seluruh makanan yang
terdapat di dalam lambungnya mudah diidentifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti E, Abduljabarsyah, Irawati. 2013. Studi aspek kebiasaan makanan ikan
nomei (Harpodon nehereus Ham Buch, 1822) yang Tertangkap Diperairan
Juata Laut Tarakan. Jurnal Ilmiah Indonesia. 1(1).
Bal DV, KV Rao. 1984. Marine fisheries. New Delhi (IN). Tata Mc Graw Hill
Publ.Co.Ltd. 470 hlm.
Bruton M. 2010. The role of diel inshore movements by Clarias gariepinus
(pisces: Clariidae) for the capture of fish prey. Journal of Zoology. 35 (1):
115-138.
Chaudbari A, Alam A. 2004. Genetic divergence between two marine catfish of
family Ariidae – Arius maculatus and Osteogeneiosus militaris. Journal
Asian-Australia 17 (9): 1188-1191.
Chen FY. 2009. Progress and problems of netcage culture of grouper
(Epinephelus tauvina) in Singapore. Journal of The World Aquaculture
Society 10: 260-271

22

Chu Wu-Shan, Hou Yi-You, Ueng Yih-Tsong, Wang Jiang-Ping, Chen HungCheng. 2011. Stimates of age, growth and mortality of spotted catfish,
Arius maculatus (Thunberg, 1792), off the Cost of Yunlin, Southwestern
Taiwan. African Journal of Biotechnology. 10 (66): 15416-15421.
Chu Wu-Shan, Hou Yi-You, Ueng Yih-Tsong, Wang Jiang-Ping. 2012.
Correlation between the length and weight of Arius maculatus off the
Southwestern Coast of Taiwan. Brazilian Journal of Biology and
Technology. 55 (5): 705-708.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
112 hlm.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Edisi Revisi. Yogyakarta (ID): Yayasan
Pustaka Nusatama. 163 hlm.
Fauziah R. 2004. Kebiasaam makanan ikan lundu (Arius maculatus Thunberg,
1792) di perairan Pantai Mayangan, Legon Kulon, Subang [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Fishbase. 2014. Arius maculatus [internet]. [diunduh 2014 Oktober 30]. Tersedia
dari : fishbase.org.
Gosner LK. 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrate.
New York. 693 hlm.
Herawati T, Tresna LK, Dhahiyat Y. 2012. Kebiasaan makanan dan luas relung
ikan di hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 163-173.
Herdianingtyas MDI. 2000. Reproduksi dan kebiasaan makanan ikan “shirogisu”
Sillago japonica Temminck dan Schlegel di perairan Teluk Kagoshima,
Jepang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hossain MAR, Batty RS, Haylor GS, Beveridge MCM. 2001. Diel rhythms of
feeding activity in African catfish, Clarias gariepinus (Burchell 1822).
Journal of Aquaculture. 30 (11-12) : 901-905.
Izzani N. 2012. Kebiasaan makanan ikan tembang (Sardinella fimbriata Cuvier
and Valenciennes 1847) dari perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP
Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID) :Institut
Pertanian Bogor.
Isa MM, Noor NSM, Yahya K, Nor SAM. 2012. Reproductive biology of
estuarine, Arius argyropleuron (Siluriformes: Ariidae) in the Northern part
of Peninsular Malaysia. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 2
(3).
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta (ID): Periplus Editions
Limited.
Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US). Harper Collins
Publisher.Inc. 654 p.
Manik N. 2009. Hubungan panjang – berat dan faktor kondisi ikan layang
(Decapterus ruselli) dari perairan sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara.
Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35 (1): 65 – 74.
Marzuqi M, Anjusary DN. 2013. Kecernaan nutrien pakan dengan kadar protein
dan lemak berbeda pada juvenil ikan kerapu pasir (Epinephelus
corallicola). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2): 311-323.

23

Mazlan AG, Abdullah S, Shariman MG, Arshad A. 2008. On the biology and
bioacoustic characteristic of spotted catfish Arius maculatus (Thunberg
1792) from the Malaysian Estuary. Journal of Fisheries and Hydrobiology.
3 (2): 63-70.
Pramudji. 2002. Ekosistem hutan mangrove dan peranannya sebagai habitat
beberapa fauna aquatik. Jurnal Oseana. 25 (4): 13-23
Putra AN, Hermawan D. 2014. Seleksi bakteri probiotik amilolitik pada saluran
pencernaan ikan gurame (Osphronemus gauramy). Jurnal Ilmu Pertanian
dan Perikanan. 3 (1): 37-45.
Qariati D. 2006. Studi makanan ikan beunteur (Puntius binotatus) di bagian hulu
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sanusi M. 2000. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan lundu Macrones gulio
Gunther di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Sjafei DS, Wirjoatmojo S, Rahardjo MF, Susilo SB. 2001. Fauna ikan di Sungai
Cimanuk, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1 (1) : 1-6.
Sjafei DS, Affandi R, Fauziah R. 2004. Studi kebiasaan makanan ikan lundu
(Arius maculatus Thunberg, 1792) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 4(2).
Sukimin S, Nurnaningsih, Rahardjo MF. 2005. Pemanfaatan makanan oleh ikanikan dominan di perairan Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Iktiologi
Indonesia.4 (2).
Sullistiono, Sari C, Brodjo M. 2009. Kebiasaan makanan ikan lidah (Cynoglossus
lingua) di perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. 14(3).
Tanaka K, Mugiya Y, Yamada J. 1981. Effects of photoperiod and feeding on
daily growth patterns in otoliths of juvenile Tilapia nilotica. Fishery
Bulletin. 79 (3) : 459-466
Walpole