III MASALAH PENENTUAN KORIDOR DALAM BRT
Bab ini akan membahas deskripsi masalah BRT, batasan masalah dan asumsi yang
digunakan dalam penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan formulasi matematika
terhadap permasalahan tersebut.
3.1 Perumusan Masalah BRT
Manajemen bus rapid transit BRT terdiri dari unit pengelola dan unit operator.
Pengelola BRT bertugas untuk mengelola BRT secara umum, dan operator bertugas
untuk menyediakan perangkat teknis lainnya, seperti
pengadaan bus.
Salah satu
permasalahan yang
dihadapi dalam
pengoperasian BRT ialah pengelola harus membayar tagihan biaya operasional bus
kepada pihak operator. Tetapi, tagihan yang harus dibayarkan tersebut seringkali melebihi
pemasukan yang didapatkan oleh pengelola BRT. Tentu saja ini menimbulkan defisit yang
besar.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh pengelola BRT adalah pihak pengelola
kesulitan untuk menentukan koridor-koridor yang dapat memenuhi keinginan penumpang
yang menggunakan BRT. Permasalahan lain yang juga dihadapi adalah pengelola kesulitan
untuk
menentukan jumlah
bus yang
digunakan. Hal ini bisa mengakibatkan membengkaknya biaya operasional yang
harus dikeluarkan oleh pihak pengelola jika jumlah bus yang beroperasi terlalu banyak,
ataupun dapat merugikan calon penumpang jika jumlah bus yang beroperasi terlalu
sedikit. Banyaknya bus yang beroperasi juga ditentukan oleh tingkat pelayanan untuk
menjamin kenyamanan penumpang.
Semua permasalahan
tersebut dapat
memengaruhi biaya operasional yang harus dibayarkan oleh pihak pengelola kepada
operator. Penulis melakukan analisis terhadap banyaknya penumpang yang melakukan
perjalanan dari satu shelter ke shelter yang lain sehingga dapat ditentukan koridor-koridor
yang dapat digunakan, dan banyaknya bus yang
dioperasikan untuk
menjamin kenyamanan penumpang pada tingkat tertentu
sehingga dapat meminimumkan biaya yang harus dibayarkan.
Misalkan pada suatu daerah terdapat jaringan jalan BRT. Jaringan jalan tersebut
mempunyai R buah terminal. Setiap terminal dapat dipasangkan satu dengan yang lainnya
yang disebut sebagai pasangan terminal. Pasangan terminal adalah pasangan terminal
awal dan terminal akhir yang mempunyai koridor-koridor untuk dipilih. Setiap pasangan
terminal mempunyai N buah koridor yang telah ditentukan di awal.
Setiap koridor dalam setiap pasangan terminal melewati ruas-ruas jalan tertentu
yang berbeda. Misalkan pada jaringan jalan BRT tersebut terdapat P buah ruas jalan yang
menghubungkan antara satu persimpangan dengan persimpangan lainnya. Ruas-ruas jalan
tersebut memungkinkan dilewati lebih dari 1 koridor. Setiap ruas jalan memiliki Q buah
shelter. Shelter adalah tempat penumpang naik dan turun dari bus. Bus bergerak dari satu
shelter awal terminal awal ke shelter berikutnya sampai ke shelter akhir terminal
akhir. Terminal awal adalah shelter awal dan terminal akhir adalah shelter akhir dari setiap
pasangan terminal. Dalam sistem BRT, bus diharuskan bergerak dari shelter awal ke
shelter berikutnya sampai ke shelter akhir dan kembali lagi melewati ruas jalan yang sama
sampai ke shelter awal.
Banyaknya bus yang digunakan di sebuah koridor dalam suatu pasangan terminal
merupakan frekuensi bus yang bergerak dari terminal awal ke terminal akhir yang melewati
ruas-ruas jalan yang digunakan dalam koridor tersebut.
Banyaknya penumpang
sangat memengaruhi
banyaknya bus
yang dioperasikan. Banyaknya penumpang yang
naik ke dalam bus seharusnya tidak melebihi kapasitas
bus. Dalam
sebuah koridor,
banyaknya penumpang minimal yang harus dilayani oleh bus-bus di koridor tersebut
disebut tingkat
pelayanan penumpang.
Tingkat pelayanan penumpang dinyatakan dengan persentase banyaknya penumpang
minimal yang harus diangkut oleh semua bus yang beroperasi di koridor-koridor tersebut.
Pemilihan koridor yang tepat dapat meminimumkan biaya operasional. Pemilihan
koridor tersebut
berpengaruh terhadap
banyaknya penumpang dalam koridor-koridor yang dipilih, dan pada akhirnya akan
memengaruhi banyaknya bus yang digunakan, sedangkan banyaknya bus yang digunakan
sangat
berpengaruh terhadap
biaya operasional secara keseluruhan.
Untuk membatasi
permasalahan pengoperasian
BRT, maka
digunakan beberapa asumsi antara lain:
1. tidak ada bus yang mengalami kerusakan,
2. biaya tetap untuk setiap ruas jalan
dianggap sama, 3.
jaringan jalan BRT sudah ada, bus hanya berjalan di dalam jaringan jalan tersebut,
4. bus selalu terisi penuh sesuai dengan
tingkat kenyamanan penumpang yang telah ditentukan,
5. jenis bus yang digunakan homogen,
sehingga kapasitas bus sama, 6.
ruas jalan yang digunakan adalah ruas jalan 2 arah,
7. pasangan terminal sudah ditetapkan,
sehingga analisis hanya dibatasi untuk pemilihan koridornya saja,
8. satu frekuensi perjalanan bus adalah
perjalanan dari terminal awal ke terminal akhir dalam satu periode waktu tertentu,
9. pemilihan koridor dibatasi untuk koridor-
koridor yang ada dalam pasangan terminal yang telah ditetapkan,
10. setiap koridor dalam suatu pasangan
terminal melewati ruas-ruas jalan yang berbeda.
3.2 Formulasi Masalah dalam Model