Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan cukup pesat. Dalam masyarakat modern, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Hampir pada setiap aspek kegiatan manusia, baik yang dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama selalu mempunyai hubungan dengan aktivitas komunikasi massa. Selain itu, animo individu atau masyarakat yang tinggi terhadap program komunikasi melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan internet menjadikan setiap saat individu atau masyarakat tidak terlepas dari terpaan atau menerpakan diri terhadap media massa. Sebagai media komunikasi dan informasi yang dapat melakukan penyebaran secara massal dan dapat di akses juga oleh masyarakat massal 1 efek media massa tidak hanya memengaruhi sikap seseorang namun dapat pula memengaruhi perilaku, bahkan pada tahap yang lebih jauh efek media massa dapat memengaruhi sistem-sistem sosial, budaya serta ekonomi masyarakat. Televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang paling sering dinikmati atau dilihat oleh masyarakatsehingga karena pengaruhnya yang besar dapat merubah gaya hidup atau budaya masyarakat. 1 Bungin, 2007:72. Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana 1 2 Pada zaman orde baru, isi pemberitaan di televisi tidak bisa lepas dari sensor, pembatasan, pengekangan, dan pengarahan isi pemberitaan. Bentuk kontrol terhadap televisi ini mungkin dilakukan karena pada saat itu jumlah stasiun televisi masih sangat terbatas bahkan televisi swasta yang ada di miliki oleh keluarga dekat mantan presiden Republik Indonesia, Soeharto. Izin mendirikan televisi swasta dimulai dengan keluarnya keputusan menteri penerangan Harmoko No: 190 A 1987 pada 20 Oktober 1987 tentang televisi berlangganan untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Siaran hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki dekoder pada pesawat televisinya. Keputusan tersebut memberi wewenang kepada Televisi Republik Indonesia TVRI mengeluarkan izin kepada pihak ketiga untuk mengadakan siaran televisi dengan perhitungan harian, dengan lama waktu dan persyaratan yang diputuskan oleh kedua belah pihak. Pada 28 Oktober 1987 TVRI menunjuk RCTI sebagai pengelola siaran televisi swasta pertama di Indonesia. Pada 17 Januari 1990 TVRI membuat kesepakatan yang sama dengan SCTV untuk mengelola siaran televisi berlangganan di Surabaya. Kesepakatan ini melampaui SK Menpen No: 190 A 1987 yang hanya mengizinkan siaran televisi swasta untuk daerah Jakarta. .Bahkan pada mulanya televisi swasta tidak boleh menyiarkan program berita dan harus menayangkan relay program berita TVRI, khususnya Berita Nasional dan Dunia dalam Berita. TVRI sendiri menyiarkan berita empat kali sehari, yaitu Berita Nusantara, Berita Nasional, Dunia dalam Berita, dan Berita Terakhir. 2 3 Televisi swasta kemudian boleh menyiarkan program berita dan pemerintah mendiamkannya namun dengan nama program yang tidak menyebut berita secara eksplisit, seperti program berita TVRI. Hingga muncul program berita televisi swasta dengan nama yang lebih soft, seperti Seputar Indonesia dan Nuansa Pagi RCTI, Selamat Pagi Indonesia dan Lintas 5 TPI, Cakrawala dan Halo Indonesia ANTV dan Fokus Pagi dan Fokus Petang IVM. Paska-reformasi, seiring dengan terbukanya kebebasan politik di Indonesia, orientasi pada ekonomi kerapkali menjadi dasar bagi para pemilik modal untuk mengendalikan isi siaran televisi. Atas nama pengembalian investasi maka para pemodal berkompetisi dan isi siaran televisi dijadikan strategi. Dinamika siaran televisi dari yang pada mulanya didominasi oleh negara kemudian bergerak pada determinasi ekonomi hingga membuat adanya bentuk kekuasaan yang bekerja dalam industri televisi dewasa ini. Sebagai industri yang bergerak di bidang informasi, industri media memiliki karakteristik yang unik karena produk media termasuk “barang” sekaligus “jasa”. Dalam pasar pertama, media menjual “barang” kepada masyarakat berupa berita, program televisi maupun radio, majalah, buku, film, dan lainnya. Sedangkan pada pasar yang kedua, media menjual “jasa” kepada pengiklan untuk mempromosikan produk mereka kepada khalayak luas. Sebagai suatu entitas bisnis, industri televisi memiliki kepentingan kepentingan tertentu, yaitu kepentingan bisnis dan kepentingan sosial. Dalam 3 4 menjalankan kepentingan bisnisnya media memperhatikan beberapa aspek yang dapat memperkuat eksistensinya melalui meningkatkan awareness, membentuk identitas dan membangun ketertarikan publik dengan menyajikan sejumlah program tayangan berkualitas yang dapat diterima oleh masyarakat. Sedangkan untuk mencapai kepentingan sosialnya media dituntut untuk menjalankan bisnis yang bertanggungjawab. Cara yang dapat ditempuh media untuk mencapai kepentingan bisnis dan kepentingan sosialnya yaitu dengan bertindak sesuai etika bisnis dengan melaksanakan CSR. Dinamika industry televisi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peningkatan kesadaran akan relevansi aktivitas corporate social responsibility CSR di dunia bisnis. CSR merupakan tanggungjawab yang yang melekat pada setiap perusahaan, yaitu keterikatan terhadap publik, masyarakat dan lingkungan. Sebagai industri yang memiliki akses luas kepada masyarakat, perusahaan media berkepentingan untuk menjalankan program tanggung jawab sosial dengan mengidentifikasi dampak lingkungan, dampak sosial serta dampak tata kelola perusahaan yang diterapkan dalam kebijakan bisnis yang strategis. Praktik CSR di Indonesia didorong oleh perundang-undangan yakni UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 dan UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, yang mewajibkan setiap perseroan untuk melaksanakan aktivitas CSR. Dengan menjalankan CSR, perusahaan akan memiliki jembatan dengan para pemangku kepentingan dan CSR berpotensi menjadi solusi bagi permasalahan yang kerap terjadi dalam hubungan antara perusahaan dengan publiknya. 4 5 Dunia usaha juga perlu mengukur kinerjanya tidak hanya dengan kinerja keuangan namun juga dengan pengaruh terhadap perekonomian secara luas, lingkungan dan masyarakat dimana mereka beroperasi. Tren pelaksaan CSR oleh industry media sudah menjadi tren sejak tahun 2000-an dan dengan berbagai macam bentuk implementasinya, media-media sudah menyatakan komitmennya untuk mengembangkan program CSR baik dalam bentu konten siaran maupun dalam aktivitas yang secara eksplisit disebut sebagai program CSR. Perkembangan CSR pada sektor media merupakan fenomena positif karena menunjukkan bahwa media sebagaimana perusahaan dari bidang industri lain merupakan entitas bisnis, yang harus menyadari bahwa kelangsungan bisnisnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungan. Untuk itu perusahaan media berkepentingan untuk menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan terhadap publik-publik terkait. Seperti bidang bisnis lain, bisnis media perlu mengidentifikasi dampak lingkungan, dampak sosial serta dampak tata kelola perusahaan yang dianggap paling signifikan kemudian menerapkan kebijakan bisnis yang paling strategis. Industri televisi memiliki keunikan karena tidak hanya memproduksi suatu barang, namun industry televisi juga menghasilkan jasa. Produk yang ditawarkan oleh media adalah tayangan dari program dari media tersebut, sementara jenis jasa yang ditawarkan adalah televisi sebagai medium untuk menghubungkan antara pengiklan dengan masyarakat yang mengkonsumsi media. 5 6

I.2. Perumusan Masalah