GERAKAN SOSIAL BERBASIS BUDAYA (Studi Tentang Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata)

(1)

DISERTASI

GERAKAN SOSIAL BERBASIS BUDAYA

(Studi Tentang Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata)

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Universitas Muhammadiyah Malang

Diajukan Oleh:

Ahmad Atang

NIM: 08270024

Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Malang

Januari 2013


(2)

ii

GERAKAN SOSIAL BERBASISBUDAYA

(Studi Tentang Gerakan Sosial Malawan Investasi Tambang

di Kabupaten Lembata)

Diajukan Oleh:

Ahmad Atang

NIM: 08270024

Telah disetujui:

Tanggal,………..2013

Promotor,

Prof. Dr. Alo Liliweri, MS

Ko-Promotor, Ko-Promotor,


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan rasa puji syukur kepada Allah SWT, karena atas karunia-Nya, disertasi yang berjudul: Gerakan sosial Berbasis Budaya (Studi Tentang Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata dapat saya selesaikan sesuai dengan rencana.

Berat rasanya menyelesaikan sebuah karya ilmiah dalam bentuk disertasi secara utuh, namun sudah merupakan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa program Doktor, sehingga masalah yang dirasakan berat dapat terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak baik moril maupun materil, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya, melalui momentum yang baik ini, saya ucapkan terima kasih khususnya kepada Prof Dr. Sandy Maryanto selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk melanjutkan studi pada Program Doktor Universitas Muhammadiyah Malang. Amanah yang telah dipercayakan dapat saya selesaikan dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada pada saya. Seraya memohon maaf atas kelalaian saya selaku Wakil Rektor bidang akademik yang terkadang lebih mementingkan studi daripada tanggungjawab jabatan yang diemban.

Ucapan terima kasih yang sama saya sampaikan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP, Direktur Pascasarjana Dr. Latipun, M.Kes, Ketua Program Doktor Prof. Dr. Ishomuddin, M.Si dan Dr. Sugeng Pujileksono, M.Si atas segala bantuan kebijakan dan kemudahan yang saya peroleh selama menempuh pendidikan. Tanpa itu semua belum tentu saya mampu menyelesaikan pendidikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Alo Liliweri selaku promotor, Dr. Latipun, M.Kes dan Dr. Wahyudi, M.Si selaku ko-promotor yang


(4)

iv

dengan penuh kesabaran dan ketekunan membimbing, mengarahkan saya hingga terselesainya penulisan disertasi ini. Saya sadar bahwa frekwensi kegiatan Bapak-Bapak sangat padat, namun masih meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian untuk mengoreksi disertasi yang terkadang sangat jauh dari harapan Bapak baik teknis maupun substansinya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sama saya haturkan kepada semua Bapak dan Ibu guru yang telah mengajar, mendorong dan mendukung pendidikan saya sejak sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi. Atas jerihpayanya, saya hanya bisa memohon kepada Allah untuk mencatatnya sebagai amal kebajikan di dunia dan mendapatkan balasannya di akhirat kelak, amin. Tanpa kalian semua, saya tidak memiliki arti apa-apa.

Ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada kedua orang tua Bapak Gafur Atang (alm) dan Latifa Lete yang tidak lelah memotivasi anak-anaknya untuk sekolah dan sekolah. Kini anakmu telah menyelesaikan pendidikan terakir dari keseluruhan jenjang pendidikan. Doaku untuk ayahanda yang telah mendahului dipanggil oleh Allah SWT agar diampuni dosa dan mendapatkan tempat yang layak disisi-Nya, amin. Istriku Siti Halima Lewotobi dan anak-anakku Ayu, Nizam dan Reza yang dengan penuh kesabaran menanti hari-hari panjang dengan harap-harap cemas: kapan bapak selesai kuliah? Hal ini menjadi pendorong utama untuk segera merampungkan segala tugas, agar harap-harap cemas dapat diganti dengan kegirangan, karena bapak telah selesai kuliah.

Ucapan terima kasih kepada adik saya Usman Sakan yang tanpa lelah membantu ketika saya menemui kesulitan dalam hal pengetikan, mengedit naskah dan mengatur tata letak dan sebagainya. Curahan waktu, tenaga dan perhatian membuat saya selalu berhutang budi pada beliau. Kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih. Sekecil apapun perhatian itu semoga mendapat balasan


(5)

dari Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan kualitas ini

sangat kami harapkan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi usaha kita semua, amin.


(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul……… i

Halaman Pengesahan……….. ii

Kata Pengantar………. iii

Daftar Isi………... vi

Daftar Tabel……….. ix

Surat Pernyataan………... x

Abstrak………. xi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah……….. 8

C. Tujuan Penelitian………... 8

D. Manfaat Penelitian………. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI……….. 11

A. Kajian Pustaka……… 11

1. Hubungan Antar Negara, Masyarakat Sipil dan Pasar………. 11

2. Konsep Tentang Budaya Lokal………... 59

3. Konsep Tentang Gerakan Sosial………. 69

4. Teori Gerakan Sosial………... 97

5. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu……….. 106

B. Landasan Teori………... 113

BAB III METODE PENELITIAN………... 120

A. Penentuan Substansi Penelitian………. 120

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian………... 122

C. Penetapan Lokasi Penelitian……… 122

D. Penetapan Subyek Penelitian……… 125

E. Teknik Pengumpulan Data……… 127

F. Teknik Analisa Data………. 130

G. Pemeriksaan Keabsahan Data………... 132

BAB IV PROGRAM INVESTAS TAMBANG DI KABUPATEN LEMBATA………... 135

A. Sekilas Tentang Kabupaten Lembata………. 135

1. Wilayah Geografis……….. 135

2. Potensi Alam……….. 143

2.1 Tanah Dalam Perspektif Lokal………. 144

2.2 Potensi dan Mitos Tambang……….. 148

B. Pemerintahan dan Politik………... 159

C. Sosial Budaya………. 170

1. Nilai Budaya Masyarakat Lembata………... 170

2. Nilai Pendidikan ………... 175

3. Nilai Agama dan Kepercayaan………... 181

D. Ekonomi Masyarakat Lembata……….. 184


(7)

2. Perkebunan………... 189

3. Kehutanan……… 192

4. Perikanan……….. 193

5. Peternakan………... 197

6. Industri………... 199

E. Keuangan Daerah………... 204

F. Program Investasi Tambang di Kabupaten Lembata... 212

1. Pemetaan Wilayah Tambang dan Rencana Aksi………. 212

2. Pembentukan Tim Sosialisasi dan Rencana Investasi………... 220

3. Reaksi Publik Terhadap Program Investasi Tambang………... 223

4. Keputusan Politik Tentang Program Investasi Tambang………... 232

BAB V PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN……… 236

A.Nilai Budaya Lokal Sebagai Kekuatan Perlawanan …………. 236

1. Nilai Budaya Lapak……… 236

2. Nilai Budaya Ihin Weren Matan Mear………... 240

3. Nilai Budaya Auq Niwang……… 244

4. Nilai Budaya Lewo Nahtun……….. 247

5. Nilai Budaya Nubanara……… 249

B. Tahapan Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata……….. 262

1. Pembentukan organisasi gerakan……….. 263

2. Tahapan Intitusionalisasi Gerakan Melawan Investasi Tambang……… 271

3. Tahapan Surut dan Bubar Dalam Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang……… 277

C.Bentuk dan Metode Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang………. 281

1. Bentuk Gangguan dengan Metode Demontrasi dan Sumpah Adat……….. 281

2. Bentuk Pembangkangan Sosial dengan Metode Penghadangan dan Boikot………... 300

3. Dampak Gerakan Sosial Terhadap Pembangunan di Kabupaten Lembata……….. 310

BAB VI DISKUSI TEORETIS DAN TEMUAN TEORI………... 320

A. Analisis Teoretis Tentang Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata……… 320

1. Nilai Budaya Lokal sebagai Kekuatan Masyarakat Melawan Investasi Tambang………. 320

2. Tahapan Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang…… 327

3. Bentuk dan Metode Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang……… 338 4. Dampak Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang


(8)

viii

bagi Pembangunan di Kabupaten Lembata………... 350

B. Temuan Teoretik……… 351

BAB VII PENUTUP……… 363

A. Kesimpulan………... 363

1. Nilai Budaya Lokal Sebagai Kekuatan Perlawanan……... 363

2. Tahapan-Tahapan Gerakan sosial Melawan Investasi Tambang……… 364

3. Bentuk dan Metode Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata………... 365

4. Dampak Gerakan Sosial Bagi Pembangunan di Kabupaten Lembata……….. 367

B. Rekomendasi……… 368


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Bahan Galian Golongan A……… 154

Tabel 2 : Bahan Galian Golongan B……… 155

Tabel 3 : Komposisi Anggota DPRD Menurut Partai Politik …………. 168 Tabel 4 : Tingkat Pendidikan, Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid….. 177

Tabel 5 : Persentase Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi………... 179

Tabel 6 : Komposisi Penduduk Menurut Agama………. 182

Tabel 7 : Distribusi Padi Ladang Menurut Kecamatan………... 186 Tabel 8 : Luas Panen dan Produksi Jagung Menurut Kecamatan……… 187

Tabel 9 : Luas (ha) dan Produksi Kelapa Menurut Kecamatan………… 190

Tabel 10 : Luas (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kecamatan…. 191

Tabel 11 : Komposisi Nelayan Menurut Status……… 195 Tabel 12 : Distribusi Ternak Menurut Jenis………. 198 Tabel 13 : Penggunaan Bahan Galian Golongan C Menurut Jenis

Material………... 200 Tabel 14 : APBD Kabupaten Lembata………. 208 Tabel 15 : Derajat Desentralisasi Fiskal dan Peranan Subsidi/Bantuan

Pemerintah Kabupaten Lembata (dalam juta) ……… 210 Tabel 16 : Penyebaran Kepercayaan umum………. 258 Tabel 17 : Motivasi Masyarakat Dalam Aksi Demonstrasi………. 299 Tabel 18 : Bentuk dan Metode Gerakan Sosial Melawan Investasi

Tambang………..

304

Tabel 19 : Model Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di


(10)

x

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Ahmad Atang NIM : 08270024

Program Studi : Program Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Disertasi dengan judul:

GERAKAN SOSIAL BERBASIS BUDAYA (Studi Tentang Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata).

Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Disertasi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, bagi sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam naskah Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia Disertasi ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Disertasi ini dapat digunakan sebagai sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON EKSEKUSIF.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Malang, 17 Desember 2012 Yang menyatakan


(11)

ABSTRAK

Ahmad Atang: Gerakan Sosial Berbasis Budaya (Studi Tentang Gerakan Sosial Melawan Investasi Tambang di Kabupaten Lembata). Prof. Dr. Alo Liliweri, MS, Dr. Latipun, M.Kes, Dr. Wahyudi, M.Si

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa Kabupaten Lembata memiliki kekayaan pertambangan emasyang sangat besar namun masyarakat melakukan gerakan sosial melawan investasi tambang, karena tambang emas yang terkandung di dalam tanah tidak hanya bermakna secara ekonomi tetapi memiliki nilai-nilai budaya lokal yang menjadi kekuatan dalam memberikan kehidupan dan perlindungan kepada masyarakat. Apabila tambang emas dieksploitasi akan merusak nilai-nilai budaya lokal yang selama ini tumbuh dan berkembang menjadi suatu kepercayaan umum masyarakat.

Dengan demikian,jaminan kemajuan dan kesejahteraan yang ditawarkan oleh negara dan pasar tidak mengubah pandangan masyarakat bahwa kerjanya industri pertambangan selalu merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat. Maka permasalahan penelitian adalah: (1) bagaimana nilai-nilai budaya lokal menjadi kekuatan masyarakat untuk melakukan gerakan sosial melawan investasi tambang? (2) apa tahapan gerakan sosial melawan investasi tambang? (3) apa bentuk dan metode gerakan sosial melawan investasi tambang? (4) apa dampak gerakan sosial melawan investasi tambang bagi pembangunan di Kabupaten Lembata?

Untuk itu, maka penelitian tersebut bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan dan mendalami nilai-nilai budaya lokal yang menjadi kekuatan masyarakat untuk melakukan gerakan sosial melawan investasi tambang; (2) mendeskripsikan dan mendalami tahapangerakan sosial melawan investasi tambang; (3) mendeskripsikan dan mendalami bentuk dan metode gerakan sosial melawan investasi tambang; (4) mendeskripsikan dan mendalami dampak gerakan sosial melawan investasi tambangbagi pembangunan di Kabupaten Lembata.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengambilan data berupaobservasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teori yang digunakan untuk menjelaskan gerakan sosial melawan investasi tambang adalah teori perilaku kolektif Neil J. Smelser dan teori tindakan kolektif Charles Tilly.

Temuan dalam penelitian menunjukan bahwa: (1)kekuatan nilai-nilai budaya lokal sebagai basis gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata, yakninilai budaya lapak, ihin weren matan mear, auq niwang, lewo nahtun dan nubanara.(2) tahapan gerakan sosial melawan investasi tambang adalah tahap pembentukan organisasi gerakan, institusionalisasi gerakan, tahap gerakan menjadi surut dan bubar. (3) bentuk gerakan sosial melawan investasi tambang, yakni gangguan dengan metode demontasi dan sumpah adat, bentuk pembangkangan sosial berupa aksi boikot, penghadangan dan penghalangan. (4) gerakan sosial melawan investasi tambang merupakan gerakan menolak perubahan, sehingga berdampak pada lambannya akselerasi pembangunan di Kabupaten Lembata. Temuan penelitian ini mendukung teori perilaku kolektif Smelser dan tindakan kolektik Tilly. Walaupun tergolong teori lama, namun masih relevan untuk menjelaskan gerakan sosial komtemporer.


(12)

xii ABSTRACT

Atang, Ahmad. Social Movement based on Culture (A Study on Social Movement opposes against Mining Investment in Lembata District)Prof. Dr. AtoLiliweri, MS. Dr. Latipun, M. Kes, Dr. Wahyudi, M.Si.

This research based on the fact that Lembata district has great gold mining but the society does social movement against mining investment because the gold mining does meant economically. In fact this place has local cultural values that become power in giving life and protection towards society. If gold mining is exploited, it will destroy local cultural values that

grow and develop to become the society’s general belief.

The development guarantee and prosperity offered by the government and market do not

change the society’s view that mining industry always destroys social rule and the society’s culture. Thus the research problems are (1) How do local cultural values become the society’s

power to do social movement against mining investment? (2) How is the step of social movement against mining investment? (3) How are the form and method of social movement against mining investment? (4) How is the effect of social movement against mining investment for developing in Lembata district?

This research aims to (1) describe and study local cultural values that become the

society’s power to do social movement against mining investment, (2) describe and study the

step of social movement against mining investment, (3) describe and study the form and method of social movement against mining investment, (4) describe and study the effect of social movement against mining investment for developing in Lembata district.

The approach used in this research is qualitative by using observation, interview and documentation to get data whereas theory used to explain social movement against mining

investment is Neil J. Smelser’s collective behavior theory and Charles Tilly’s collective action

theory.

The finding of this research show that (1) the power of local cultural values as social movement against mining investment in Lembata district are lapak, thin, weren matan mear, aug niwang, lewo nahtun and nubanara cultural values, (2) the step of social movement against mining investment are the step of making movement organization, making institution for movement, the movement step becomes withdraw and end, (3) the form of social movement against mining investment is disturbing by using demonstration and tribe swear, resisting form of social in the form of boycott action, blocking and preventing, (4) social movement against mining investment is movement that refuses the change so that mining investment so its effect

makes slow the development in Lembata district. This result supports Smelser’s collective

behavior theory and Tilly;s collective action theory although the theories belong to old but it is still relevant to explain contemporary social movement.


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Andi, dan Patria, Nezar. (2003). Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aditjondro, George, Junus. (2003). Pola-Pola Gerakan Lingkungan: Refleksi untuk Menyelamatkan Lingkungan dari Ekspansi Modal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amin, Samir. (1974). Unequel Development; An Essay on the Social Formations of Peripheral Capitalism. Translated by Brian Pearce. New York: Monthly Reviw Press.

Aniq, Ahmad, Fathan. (2008). Menimbang Civil Society dan Masyarakat Madani: Antara Mitos dan Realitas. Mesir: Afkar.

Arendt, Hannah. (1959). The Human Condition. New York: Doubleday & Company In.

Arnawa, Putu, Agung, Anak. (2001). Keragaman Kepercayaan Komunitas Adat sebagai Pemersatu Bangsa, dalam Kemensos (2011). Pencegahan dan Antisipasi Konflik Sosial. Jakarta: Dirjen Perlindungan Anak dan Jaminan Sosial.

Azizy, Qodri, Abdillah, A. (2000). Masyarakat Madani Antara Cita dan Fakta.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Adrianthy, Novi. (2009). Gerakan Sosial Aktivisme Gemkara. Medan: FISIP-UMSU. Blumer, Herbert, G. (1974). Social Movemen., New York: Harcourt, Brace,

Jovanovich.

Bonnie, Setiawan. (2000). Perjuangan Demokrasi dan Masyarakat Sipil: Reposisi dan Peran Ornop/LSM Indonesia. Jakarta: INFID.

Burin, Kia, Karolus. (2004). Sejarah Perjuangan Otonomi Kabupaten Lembata.

Surabaya: Perum Percetakan Negara.

Basrowi (2003). Perlawanan Masyarakat Terhadap Kekuasaan Kepala Desa.Surabaya: Disertasi Doktor, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga

Bogdan, Robert, C. dan Biklen, Sari Knopp. (1982). Qualitative Research of Education. Allyn and Bacon Inc.


(14)

14

Basyar, Hakim. (1999). Konflik Tanah dan Perlawanan Kaum Tani, Majalah Tanah Air. No. 6/TH XVIII halaman 16-24

Bates, Robert H. (1981). Merkets and State in Tropical Africa, Berkeley: University of California Press.

Bernes, HR. (1097). Kedang: A Study of the Collective Thought of an Eastern Indonesian People. Oxford University.

Carnoy, Martin. (1984). The State and Political Theory, New Jersey: Princeton University Press.

Caporaso, James, A. dan Levine, David, P. (2008). Teori-Teori Ekonomi Politik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cohen, Bruce, J. (1992). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Cohen, Jean L. dan Andrew, Arato. (1992). Civil Society and Political Theory. MIT Press, Cambridge.

Coleman, S. James. (2011). Dasar-Dasar Teori Sosial,Foundations of Social Theory.

Bandung: Nusa Media.

Culla, Suryadi, Adi. (1999). Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan Cita-Cita Reformasi. Jakarta: Raja Grasindo Persada.

Chalid, Muhammad. (2009). Memahami Daya Rusak Tambang dan Membongkar Mitos-Mitos Pertambanga., dalam Alex Jebadu (Ed). Pertambangan di Flores-Lembata: Berkah atau Kutuk. Maumere: Ledalero.

Damsar (2009). Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Diamond, Larry. (1994). Revolusi Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Duvall, Raymond, Alexander, Wendt. (1989). Institutions and Internasional Order.

Lexington, Mass: Lexington Books

Durkheim, Emile. (1963). Primitive Classication. Chigago: Chigago University of Press.

Dharmawan (2004). Lembaga Swadaya Masyarakat, Menyuarakan Nurani Menggapai Kesetaraan. Jakarta: Kompas.

Dhakidae, Daniel. (1979). Tanah dan Kekesaran. Jakarta. Prisma, No 9 halaman 12-19.


(15)

Eko, Sutoro. (2007). Konfrontasi, Raklaim dan Engagement: Konstalasi Masyarakat Sipil Demokrasi Lokal. Bali: Yappika.

Eckstein, Susan. (1989). Power and Populer Protest, Latin America Social Movements. Berkeley: University of California Press.

Fowler, Alan. (1997). Gerakan Demokrasi di Indonesia Pasca Soeharto. Jakarta: ISAI.

Fakih, Mansoer. (2002). Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fauzi, Nur. (1999). Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Farley, John, E. (1992). Sociology. New Jersey: Prentice Hall. Finer, S.E. (1974). Comparative Government. Harmondsworth.

Fukuyama, Francis. (2004). Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Jakarta: Gramedia.

Gidden, Anthony. (1993). Sociology. Oxford Polity Press

Gramsci, Antonio. (1976). Selections From The Prison Notebooks. Quintin Hoare dan Nowell Smith (ed). New York: International Publisher.

Gurr, Ted, Robert. (1980). “Introduction”, dalam Handbook of Political Conflict Theory and Research. New York: The free Press.

Gellner (1997). Nationalism. London: Weidenfeld and Nicolson, Oxford: Basil Blackwell

Geschmender, A. (1964). Social Structure and the Negro Revolt: An Examination of Hypotheses.

Grondona, Mariano. (2011). Tipologi Budaya Pembangunan Ekonomi, dalam

Lawrence E. Harrison dan Samuel P. Huntington (ed.). Kebangkitan Peran Budaya: Bagaimana Nilai-Nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Jakarta: LP3ES.


(16)

16

Hobbes, Thomas. (1651). Leviathan, Renascence. Edition, the University of Oregon.

Hamidi (2008). Metode Penelitian Kualitatfif, Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Hamzah, Fahri. (2010). Negara, Pasar dan Rakyat, Pencarian Makna, Relevansi dan Tujuan. Jakarta: Paham Indonesia.

Harjatmoko (2003). Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: PT. Kompas.

Hafid, Jos. (2001). Perlawanan Petani, Kasus Tanah Jenggawah. Jakarta: Pustaka Latin.

Habermas, Jurgen. (1983). Hannah Arendt: On The Concept of Power, dalam

Philosophical-Political Profiles. London: Heinemann.

Harman, Benny, Kabur. (2012). Negeri Mafia Rapublik Koruptor: Menggugat Peran DPR Reformasi. Yogyakarta: Lamalera.

Hikam, Muhammad, AS. (1999). Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES. Harton, Paul, B. dan Chester L. Hunt (1993). Sosiologi. Jilid I Edisi Keenam, Jakarta:

Erlangga.

Hadiwijoyo, Sakti, Suryo. (2012). Negara, Demokrasi dan Civil Society. Yogyakarta: Ghara Ilmu.

Hefner, W. Robert. (1999). Budaya Pasar: Masyarakat dan Moralitas Dalam Kapitalisme Asia Baru. Jakarta: LP3ES.

Hegel, G.W.F. (1977). Phenomenology of Sprit. Oxford: Oxford University Press.

Huntington, Samuel P. (1968). Political Order in Changging Societies, New Haven Conn: Yale University Press.

Indiahono, Dwiyanto. (2009). Public Disobedience: Telaah Penolakan Publik Terhadap Kebijakan Pemerintah. Yogyakarta: Gava Media.

Imawan, Riswanda. (1999). Masyarakat Madani dan Agenda Demokratisasi, dalam Subhan Arif (peny). Indonesia Dalam Transisi Menuju Demokrasi. Jakarta: LSAF.

Indarti, Poengki. (2012). Eksploitasi Sumber Daya Alam dan Represi di Papua. Dalam Andirmanto (Ed). Oase Gagasan Papua Damai. Jakarta: Impersial.


(17)

Jainuri, Achmad. (2001). Agama dan Masyarakat Madani: Rujukan Kasus Tentang Sikap Budaya, Agama dan Politik. dalam Kata Pengantar Buku, Sufyanto (2001). Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutik Masyarakat Madani Nircholis Madjid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jebadu, Alex. (2009). Pertambangan di Flores dan Lembata, Berkat atau Kutuk?

Maumere: Ledalero.

Jessop, Bob. (1992). The Capitalist State. New York: New York University Press. Jenkins, J. Craig. (1983). Resource Mobilization Theory and the Study of Social

Movements”. Annual Review of Sociology: 9 halaman 23-34.

Kartanegara, Mulyadhi. (2002). Masyarakat Madani Dalam Perspektif Budaya Islam.

Media Inovasi, Jurnal Ilmu dan Kemanusiaan, Edisi 1 Th-viii.

Komsiah, Siti. (2010). Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial. Jakarta: Mercu Buana. Kaene, John. (1988). Demokracy and Civil Society. London.

Kurniawan, J. Luthfi. (2008). Negara, Civil Society dan Demokratisasi: Pergerakan Membangun Solidaritas Sosial Dalam Merebut Perubahan. Malang: InTrans Publishing.

Kleden, Budi, Paul. (2009). Tambang dan Demokrasi di Lembat., dalam Alex Jebadu (Ed). Pertambangan di Flores-Lembata: Berkah atau Kutuk? Maumere: Ledalero.

Krasner, Stephen, D. (1978). Defending The National Interest. Priceton, N.J.: Priceton University Press.

Lofland (1985). Protes, Studi Tentang Gerakan Sosial. Yogyakarta: Insitt Press. Landsberger, H. A. dan YUG Alexandrov. (1984). Pergolakan Petani dan Perubahan

Sosial. Jakarta: Rajawali.

Laski, Harold, J. (1947). The State in Theory and Practice. New York: The Viking Press.

Lang & Lang, dalam Sztompka, Piotr. (2007). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

Latif, Yudi. (2011). Sejarah Pemerintahan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dalam Kemensos (2011). Pencegahan dan Antisipasi Konflik Sosial. Jakarta: Dirjen Perlindungan Anak dan Jaminan Sosial.


(18)

18

Liliweri, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Locke, Jhon. (1689). The Two Treaties of Govermen. London: Awnscham Chuchil. Lubis, Muchtar. (2001). Manusia Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Lukas, Anton dan Bachriadi, Dianto. (2001). Merampas Tanah Rakyat. Kasus Tapos dan Cimacan. Jakarta: Gramedia.

Lenin, Vladimir, Ilyich. (1932). State of Revolusion. New York: International Publishers.

Maleong, Lexy, J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rameja Rosdakarya.

Misel, Robert. (1967). Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta: Resist Book.

McCarthy, John D. dan Zald, N. Mayer. (1973). The Trend of Social Movements in America: Professionalization an Resource Mobilization, Morristown, NJ: General Learning Press.

Manan, Munafrizal. (2005). Gerakan Rakyat Melawan Elite. Yogyakarta: Resist Book.

Maslow, Abraham. (1959). Motivasi Personality. New York: Harfer.

Madjid, Nurcholish. (1999). Memberdayakan Masyarakat Menuju Negara yang Adil, Terbuka dan Demokratis, dalam Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Paramadina.

Maimuna, Siti. (2012). Negara Tambang dan Masyarakat Adat, Perspektif HAM dalam Pengelolaan Pertambangan yang Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal. Malang: Instrans Publishing.

Mustain (2007). Petani vs Negara: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Marx, Karl and F. Engels. (1975). Selected Work. Vol. 3. London: Lawrence and Wishart.

McAdam, Doung. (2004a), Comparative Perpektive on Social Movements Political Opportunities, Mobilizing Structures and Cultural Framing. Combridge University Press.


(19)

…………, (1982b). Political Process and the Development of Black Insurgency, 1930-1970. Chicago, University of Chicago Press.

…………., (1986c). “Recruitment to High-Risk Activism: The Case of Freedom Summer. American Journal of Sociology: 92.

Moore, Barrington, (1966), Social Origin of Dictatorship and Democracy. Boston: Beacon Press.

Murin, Viktus. (2009). Geliat Demokrasi di Kampung Halaman (Kado 10 Tahun Otonomi Lembata). Jakarta: Lembaga Kajian Kebangsaan.

Mills, C, Wright. (1956). The Power Elit., New York: Oxford University.

Miko, Alfan. (2006), Dinamika Kota Tambang Sawahlunto. Padang: Andalas University Press.

Migdal, Joel S. (1974). Peasant, Politics and Revolution: Pressures Toward Political and Social Change in Third World. Princeton: Priceton University Press. Maclver, Robert M. (1955a). The Modern State, London: Oxford University Press.

………., (1942b). Social Causation, Ginn & Co., Boston.

Nurjaya, Nyoman, I. (2008). Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal. Malang: InTrans Publishing.

Nash, June. (2005). Social Movements, An Anthropological Reader. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Nasution, S. (1988). Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung, Tarsito.

Nordlinger, Eric A. (1981). On the Autonomy of the Democratic State, Cambridge. Mass: Harvard University Press.

Noor, Junaidi, T. (2011). Kepemimpinan Masyarakat Menurut Adat Jambi, Dalam Kemensos (2011). Pencegahan dan Antisipasi Konflik Sosial, Jakarta: Dirjen Perlindungan Anak dan Jaminan Sosial.

Nozick, Robert. (1974). Anarchy, State, and Utopia. New York: Basic Books.

Ndraha, Tuliziduhu. (2003). Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: Rineka Cipta.


(20)

20

Oberschall, Anthony. (1973). Social Conflict and Social Movement. Englewood Cliffs, NJ, Prentice-Hall

Popkin, L. Samuel. (1979). The Rasional Peasent, The Political Economy Of Rural Society in Vietnam. Berkeley: University of Calofornia Prass.

Poulantzas, Nico. (1973). Political Power and Social Clasess. T.O’Hagan, (Terj)

London: New Left Books.

Panjaitan, Merphin. (2011). Logika Demokrasi, Rakyat Mengendalikan Negara.

Jakarta: Permata Aksara.

Pichardo, Nelson, A. (1997). New Social Movement: A Critical Review. Annual Review Sociology, Vol. 23 hal 26-47.

Pemda (2010). Lembata Dalam Angkah Tahun 2010, Lembata: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lembata.

Puspita, Diana, Rima. (2008). Bergerak Merebut Perubahan: Mozaik Gerakan Sosial Rakyat Dalam Melawan Tirani Negara. Malang: Intrans Publishing.

Rais, Amien, Muhammad. (2008). Agenda Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia!, Yogyakarta: Ppsk Press.

Rule, James B. (1988). Theories of Civil Violence. University of Calofornia Press. Rousseau, Jean-Jacques, 1987, The Basic Political Writing. (Trans. Donald A. Cress)

Hackett Publishing Company.

Reurink Martin dan Bijlmer Joep. (1988). Kepemimpinan Lokal di Lingkungan Urban Jawa: Dari Ideologi ke Realita. dalam Ufford van Quarles Philip (Ed).

Kepemimpinan Lokal dan Implementasi Program. Jakarta: Gramedia.

Siahaan, Hotman. (1996). Pembangkangan Terselubung Petani Dalam Program Tebu Rakyat Intensifikasi Sebagai Upaya Mempertahankan Subsistensi.

Surabaya: Disertasi Doktor, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Setiyono, Budi. (2012). Birokrasi Dalam Perspektif Politik dan Adminsitrasi.

Bandung: Nuansa.

Syafa’at, Racmad, dkk. (2008). Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal.

Malang: In-TRANS Publising.

Syufyanto. (2001). Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutis Mayarakat Madani Nurcholis Madjid. Yogyakarya: Pustaka Pelajar.


(21)

Sumaryadi, Nyoman, I. (2010). Sosiologi Pemerintahan: Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistim Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sujatmiko, Gardono, Iwan. (2001). Wacana Civil Society di Indonesia. Jurnal Sosiologi Edisi No. 9.

Sudarsono, Juwono. (1976). Pembangunan Politik dan Perubahan Politik. Jakarta: Gramedia.

Suryawan, Ngurah, I. (2011). Tanah Papua di Garis Batas: Perspektif, Refleksi dan Tantanga. Malang: Setara Press.

Sulistyo, Hermawan. (2009). Keamanan Negara, Keamanan Nasional dan Civil Society. Jakarta: Pensil.

Sutrisno, Mudji. (2005). Trasformasi, dalam Sutrisno Mudji dan Putranto Hendar (Ed). Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Susilo, Dwi, Rachmad, K. (2008). Sosilogi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press. Supriyono, Johannes. (2005). Paradigma Kultural Masyarakat Durkheim. dalam

Sutrisno Mudji dan Putranto Hendar (Ed). Teori-Teori Kebudayaan.

Yogyakarta: Kanisius.

Salim, Emil. (2010). Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi. Jakarta: Gramedia. Siagian, Sondang, P. (1996). Administrasi Pembanguna. Jakarta: Rajawali Press. Salim, H.S. (2010). Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Strauss, A. dan Corbin, J. (1998). Basic of Qualitative Research: Techniques and

Procedures for Developing Grounded Theory. Edisi ke 2. Thousand Oaks, California: SAGE Publications.

Sanderson, S. K. (2003). Makro Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Seligman, Adam. (1992). The Idea of Civil Society. New Jersey: Rincenton University, dalam Hamzah (2010). Negara, Pasar dan Rakyat, Pencarian Makna, Relevansi dan Tujuan. Jakarta: Paham Indonesia.

Sodo, Justin, R. (2009). Menyoal Dimensi Sosial-Ekonomi Konversi Lahan Untuk Pertambangan: Solusi atau Awal Petaka? dalam Alex Jebadu (Ed),

Pertambangan Flores-Lembata: Berkah atau Kutuk? Maumere: Ledalero. Scott, James. (1989a). Peasent Resistance. New York: Rmunck Me Sharpe


(22)

22

…………, (2000b). Senjatanya Orang-Orang yang Kalah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

…………., (1976c). The Moral Economy of Peasant. New Haven: Yale University Press

Suseno, Magnis, Franz. (2001). Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sembiring, Felix, Simon. (2009). Jalan Baru Untuk Tambang: Mengalirkan Berkah Bagi Anak Bangsa. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sumardjono, S.W. Maria. (2008). Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta: Kompas.

Sukidin dan Basrowi. (2003). Teori-Teori Perlawanan dan Kekerasan Kolektif. Surabaya: Insan Cendekia.

Suharko (2006). Merajut Demokrasi, Hubungan NGO, Pemerintah dan Pengembangan Tata Pemerintahan Demokratis. Yogyakarta: Tiara Wacana. Schattschneider, E.F. (1960). The Semisovereign People: A Realist’s View of

Democracy in America. New York: Holt, Rinehart. & Winston.

Skocpol, Theda. (1979). State and Social Revolutions. Cambridge: Cambridge Universty Press.

Smelser, Neil, J. (1962). Teory of Collective Behavior. New York: The Free Press. Stiglitz, Joseph. (2003). Globalization and Its Discontents. London: Penguin Books. Singh, Rajendra. (2001). Social Movements, Old and New, A Post-modernist

Critique. New Delhi: Sage Publication

Tarraw, Sydney. (1998). Power in Movement Social Movement and Contentius Politics. Combridge University Press.

Tilly, Charles. (1985a). Social Movements and (all sors of) Other Political Interactions-Local, National, and Internasional-Including Identities, Theory and Society.

………, (1978b). From Mobilization to Revolution. Amerika Serikat: Addison-Wesley Publishing Company.


(23)

Turner, Jonathan Ralph H. dan Lewis M. Killan. (1972). Collective Behaviou., Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

Tocqueville, Alexis, De. (1994). Democracy in America. New York: Alfred A. Knopf.

Topatimasang, Roem. (1998). Pemetaan Sebagai Alat Pengorganisasian Masyarakat, dalam Ton Dietz. Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam. Desember.

Tim IDEA. (2000). Penilaian Demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Ameepro Graphic Design.

Useem, Bert. (1980). Breacdown Theories of Colektive Action. Annual Reviw Sociology.

Usman, Sunyoto. (1998). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wahyudi (2005). Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani: Studi Kasus Reklaming/Penjarahan Atas Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang Selatan. Malang: UMM Press.

Wolf, Eric, (1969). Peasent Wars of the Twenteeth Century. New York: Harper and Row Publisher.

Wolor, Maxi. (2006). 5 Tahun Otonomi Lembata. Makassar: Madiri Cards.

Wilhelm, Donald. (1979). Menuju Dunia Mendatang: Alternatif-Alternatif Terhadap Komunisme. Jakarta: UI Press.

Winarno, Budi. (2010). Melawan Gurita Neoliberalisme. Jakarta: Erlangga.

Weller, P. Robert. (1999). Budaya Pasar Terbagi di Cina: Gender, Perusahan dan Agama. dalam Hefner (Ed), Budaya Pasar: Masyarakat dan Moralitas Dalam Kapitalisme Asia Baru. Jakarta: LP3ES.

Wiktorowicz, Quintan. (2012). Aktivisme Islam dan Teori Gerakan Sosial. dalam Wiktorowicz, Quintan (Ed). (2012). Gerakan Sosial Islam: Teori, Pendekatan dan Studi Kasus. Jakarta: Gading Publishing dan Paramadina.

Weber, Max, (1958a). From Max Weber: Essays in sociology. H.H. Gerth and C. Wright (eds). New York: Oxford University Press.

---, (1922b). Bureaucracy, dalam Gerth, H. and Mills, C.W. (eds), Max Weber:


(24)

24

---, (1978c). Economy and Society, dalam Roth, C.& Wittich, C. (ads). Berkeley: University California Press.

Yusron (2009). Elit Lokal danCivil Society, Kediri di Tengah Demokratisasi. Jakarta: LP3ES.

Yeates, Nicola. (2002). Globalization and Social Policy: Froom Global Neoliberal Hegemony to Global Political Pluralism. Global Social Policy. Vol 2 (x), 69-91. Hal 70.

Zald, Mayer N. (1982). Resource Mobilization an Social Movements: A Partial Theory, American Journal of Sociology. Halaman 46-69.

Zald, Mayer N dan Robert Ash. (1966). Social Movements Organizations Growth. Decay and Change Social Forces.

Artikel Surat Kabar:

Kleden, Tony. (2010). Tambang dan Pemekaran Wilayah. Harian Pos Kupang, 5 Pebruari

Beraf, Sharles. (2009). Demokrasi Tambang. Harian Pos Kupang, 9 September Burin, Paul. (2010). Mudarat Itu Akan Datang. Harian Pos Kupang, 6 Juni.

Mali, Abraham, Runga. (2009a). Tambang di Floes Seabad Kemudian. Harian Pos Kupang, 10 Agustus

………….., (2009b). Tidak Asal Menolak.. Harian Pos Kupang, 11 Agustus.

………, (2009c). Tidak Asal Tanggap. Harian Pos Kupang, 1 September. Unaraja, Mike, Peruhe. (2009). Tidak Asal Tulis (Tanggapan Asal Tulisan “Tidak

Asal Menolak”. Harian Pos Kupang, 21 Agustus.

Hardja, Fidel. (2009). Jangan Asal Tambang. Harian Pos Kupang, 26 Agustus.

Witin, Steph, Tupeng. (2009a). Mari Kita Ke Flores dan Lembata (Ajakan Buat Abraham Runga Mali). Harian Pos Kupang, 25 Agustus.

………….., (2009). Kekuatan Rakyat Versur Keserakahan Pemodal, Sikap Kritis Berhadapan Dengan Pemodal Tambang. Harian Flores Pos.


(25)

Kabul, Kuirinus. (2009). Menimbang Pertambangan. Harian Pos Kupang, 14 September.

Jebadu, Alex, (2009). Tolak Mitos Tambang Bupati Mabar. Harian Flores Pos, 18 Mei.

Jehamat, Lasarus. (2010). Membaca Gerakan Sosial Tolak Tambang. Harian Pos Kupang, 21 Agustus.

Jehanih, Darius. (2012). Cincin Api yang Tak Kunjung Padam, Harian Victory News, 3 Desember.

Embu, Eman, J. (2009). Saya Menolak Tambang. Harian Pos Kupang 2 Oktober. Herin, Yakob, J. (2009). Rakyat NTT Perlu Belajar Dari Preeport. Harian Pos

Kupang, 1 Oktober

Ruron, Silvinus, Lado. (2009). Buah Kandungan Jadi “Buah Bibir”. Harian Pos Kupang, 9 Oktober.

Regus, Max, (2010). Memperkuat Front Perlawanan. Harian Pos Kupang, 13 Agustus.

Berita Harian

Harian Pos Kupang, 14 Maret 2009 Harian Pos Kupang, 30 Maret 2009 Harian Pos Kupang, 28 April 2009 Harian Pos Kupang, 15 Mei 2009 Harian Pos Kupang, 11 Mei 2009 Harian Flores Pos, 26 Mei 2009 Harian Pos Kupang, 31 Mei 2009 Harian Pos Kupang, 3 Juni 2009 Harian Pos Kupang, 2 Juli 2009 Harian Pos Kupang, 25 Juli 2009 Harian Pos Kupang, 28 Agustus 2009 Harian Pos Kupang, 16 September 2009


(26)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah industri pertambangan sering melahirkan konflik kepentingan antara negara, pemilik modal dan masyarakat sipil (Jehamat, 2010). Tambang, khususnya yang berskala besar, selalu menimbulkan masalah yang berhubungan dengan kemiskinan, degradasi lingkungan, kondisi sosial budaya lokal, kebijakan publik dan konflik sosial (Maimuna, 2012). Konflik kepentingan tersebut disebabkan oleh adanya disparitas antara hak-hak elemen lokal dalam hubungan dengan state-corporate terkait dengan pembangunan pertambangan, karena beberapa hal. Pertama, komunitas lokal memiliki kedaulatan atas kawasan maupun sumber daya alam (Susilo, 2008). Situasi tersebut merujuk kepada kedudukan komunitas lokal yang memiliki kemerdekaan dalam mengatur dirinya sendiri. Dengan demikian, perspektif lokal dapat dijadikan sebagai landasan politik pembangunan dalam melihat peran state-corporate (Hamzah, 2010).

Kedua, seberapa besar tingkat kesejahteraan yang dapat dinikmati oleh komunitas lokal dari mekanisme pengelolaan sumber daya alam (Indarti, 2012). Pertanyaan mendasar tersebut tidak saja berkaitan dengan keadilan pengembalian sumber daya alam lokal yang bersifat ekonomis, melainkan berhubungan dengan aspek-aspek sosial, politik dan kultural komunitas lokal. Ketiga, penguasaan sumber daya lokal pada akhirnya akan memunculkan kemiskinan secara ekonomi, sosial dan budaya bagi komunitas lokal (Regus, 2009).

Dengan demekian, negara memiliki peran penting untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar masyarakat lokal, berupa hak untuk hidup,


(27)

merdeka dan mencari nafkah mengingat negara hadir dalam rangka mewujudkan dan melindungi kepentingan rakyat dan individu (Indiahono, 2009: 130). Oleh karenanya, negara dibangun atas dasar kebebasan manusia, persamaan warga dan ketergantungan individu pada dirinya sendiri. Kondisi tersebut menggambarkan negara di satu pihak merepresentasikan kehendak rakyat yang menghantarkannya pada kedaulatan yang hakiki, di pihak lain semua orang dituntut untuk bertindak sesuai dengan aturan yang mencerminkan aspirasi masyarakat. Salah satu konsep yang dianut banyak pandangan tentang hubungan negara dan rakyat, dalam tataran praktik kekuasaan, negara lebih mendominasi pasar dibanding kekuatan rakyat (Hamzah, 2010). Menguatnya peran negara melalui tindakan imperatif kekuasaan dan modal, dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan untuk mendapatkan izin pertambangan dalam rangka akumulasi kapital (Jehamat, 2010).

Relasi antara negara dan pasar sering dianggap tidak melindungi rakyat, karena itu tidak sedikit terjadi perlawanan rakyat terhadap negara dan pasar (Weller, 1999). Bentuk-bentuk perlawanan rakyat terhadap negara dan pasar melalui demonstrasi, unjuk rasa, protes sosial untuk mendesak nilai-nilai seperti keadilan, kesamaan hak, kemanusiaan dan kehidupan layak. Umumnya golongan tersebut didominasi oleh kekuatan civil sociaty (masyarakat sipil), seperti mahasiswa, cendikiawan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), rohaniwan dan kelompok idependen yang sering diartikan sebagai kelompok pembangkang

terhadap negara sehingga selalu dilihat sebagai “musuh negara” (Dharmawan, 2004).

Bangunan kekuasaan modern yang dikembangkan di bawah otoritas negara lambat laun kehilangan kepercayaan di mata rakyat. Negara yang sejatinya


(28)

3

berperan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan dalam rangka mengakomodasi kepentingan rakyatnya, justru lebih berpihak pada pemilik modal/pasar. Akibatnya, kekuasaan dipandang penting dan perlu hanya bagi mereka yang diuntungkan. Pihak-pihak yang diuntungkan oleh negara dalam pandangan kaum Maxian adalah kelas dominan dalam masyarakat yang terdiri dari kelompok ekonomi dan politik yang mengendalikan negara, karena mereka yang menguasai pergerakan modal (Hamzah, 2010: 3). Sedangkan kaum Neo-Marxian melihat bahwa dalam menjalankan perannya, negara tidak mungkin berpihak pada kepentingan rakyat, karena negara bukan merupakan lembaga yang netral (Budiman, 1998: 97; Mills, 1956 ). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan negara pada dasarnya dikuasai oleh kelompok yang paling kuat dalam masyarakat, yakni mereka yang memiliki alat dan sarana produksi.

Dengan demikian, perlawanan rakyat terhadap negara terjadi manakala suatu kebijakan negara yang bertentangan dengan kehendak sebagian besar publik selalu dilawan (Yusron, 2009). Oleh karena itu, perlawanan rakyat terhadap negara dan pasar dilihat sebagai suatu fenomena universal memiliki latar belakang sejarah yang diawali dari ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah (Suseno, 2001). Kondisi tersebut dialami oleh masyarakat di Kabupaten Lembata dalam hubungannya dengan kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program investasi tambang.

Kabupaten Lembata memiliki kekayaan galian tambang berupa bahan baku untuk membuat keramik yang terdapat di Kecamatan Nagawutung, tambang emas di Kecamatan Omesuri, Buyasuri dan Kecamatan Lebatukan, besi/logam dan pasir besi di Kecamatan Lebatukan, gas alam di Kecamatan Atadei, Batu barit


(29)

di Desa Atanila dan Puakoyong, serta minyak bumi di Nagawutung (Burin, 2010: 7). Potensi sumber daya alam khususnya pertambangan emas telah mendorong pemerintah merecana melakukan investasi tambang di Kedang Kecamatan Omesuri dan Buyasuri, Leragere dan Pesisir Lebatukan Kecamatan Lebatukan oleh investor PT. Merukh Lembata Kopper.

Dalam melakukan investasi tambang emas di Kabupaten Lembata, investor memiliki komitmen sebagai kompensasi kepada pemerintah dan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam kontrak kerja, meliputi: (1) pemberdayaan masyarakat lokal; (2) penyerapan tenaga kerja lokal; (3) pengembangan kualitas dan mutu pendidikan; (4) peningkatan pelayanan kesehatan; (5) mengutamakan kesempatan berusaha dan bekerja bagi penduduk lokal; (6) pembangunan infrastruktur berupa jalan, jembatan, air bersih, telekomunikasi, pelabuhan udara (bandara), pelabuhan laut dan perhotelan dalam mendukung pariwisata daerah. Di samping itu, dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), penambangan emas di Kabupaten Lembata telah disepakati antara pemerintah dan investor, yakni pada tingkat produksi 1,5 milyar pound emas per tahun, maka royalty yang akan dibayarkan kepada pemerintah sebesar USD 60 juta atau setara dengan Rp. 600 milyar per tahun.

Mencermati komitmen investor yang tertuang dalam kontrak kerja dengan Pemerintah Kabupaten Lembata, Embu (2009: 4) mengatakan bahwa:

Eksplorasi tambang emas di Lembata merupakan aset ekonomi yang besar, kalau dikelola secara transparan dengan melibatkan partisipasi dan mengakui hak sosial ekonomi komunitas lokal serta pihak corporations

melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sosialnya maka akan membawa berkat bagi masyarakat Lembata. Kita mengakui dan menghargai peran dan kontribusi positif dari semua stakeholder dalam membangun Kabupaten Lembata untuk menjadi lebih sejahtera melalui usaha pertambangan ini. Hal ini akan terwujud apabila: (a) pihak perusaha


(30)

5

(pemodal) melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi pembangunan komunitas lokal (corporate social responsibility); (2) pemerintah pusat dan daerah mengakui dan melindungi hak komunitas-komunitas lokal atas tanah, air, tambang (customary rights) yang dijamin oleh hukum Nasional dan Internasional; (3) civil society (LSM, Gereja, Universitas) melakukan peran dan tanggung jawab sosialnya dengan memonitor dan membela kepentingan masyarakat; (4) komunitas-komunitas lokal diberdayakan untuk memahami hak-hak sosial ekonomi dan kultural mereka, antara lain: pekerjaan, kompensasi atas tanah serta diberikan akses untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan baik dalam manajemen maupun distribusi.

Sungguhpun begitu, masyarakat Lembata tampaknya tidak serta merta tertarik dengan bayangan kemajuan yang dijanjikan oleh pemerintah dan investor. Belajar dari daerah lain seperti investasi batu bara di Sawahlunto (Miko, 2006) dan Freeport di Papua (Aditjindro, 2003). Indarti (2012), menjelaskan bahwa masyarakat di daerah penambangan tersebut pada akhirnya hanya menjadi objek penderita. Hasil investasi tambang yang semula diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, justru memicu disharmoni antara manusia dengan alam, terjadinya konflik antara masyarakat dengan investor, masyarakat dengan pemerintah dan pemerintah dengan investor (Maimuna, 2012). Dengan demikian, eksploitasi tambang tidak serta merta menyejahterakan rakyat secara langsung, justru akan menimbulkan penderitaan penduduk lokal, baik sosial, ekonomi dan budaya (Mahler, 2008).

Bayangan kecamasan akan dampak negatif investasi tambang yang selalu merusak tatanan masyarakat tersebut mendorong lahirnya aliansi masyarakat sipil

(civil society) di Kabupaten Lembata yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh adat, petani pemilik lahan, pemilik hak ulayat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), rohaniwan, dan aktivis mahasiswa. Mereka melakukan gerakan sosial melawan investasi tambang melalui aksi gangguan berupa demonstrasi di kantor


(31)

bupat, kantor DPRD dan pembangkangan sosial berupa penghadangan dan pemboikotan segala bentuk usaha pertambangan oleh investor dan pemerintah sejak tahun 2006 hingga tahun 2009.

Tahun 2009, lebih dari 3000 warga gabungan dari Kedang, Leragere dan pesisir Lebatukan menghadang kehadiran wakil ketua DPRD Lembata dan rombongan di Kampung Lewolein Desa Dikesare yang hendak melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Penghadangan dilakukan masyarakat karena tidak menghendaki wilayahnya dijadikan usaha pertambangan mineral dan menolak segala aktivitas pertambangan dalam bentuk apapun. Penghadangan tersebut merupakan reaksi lanjutan dari aksi gerakan sosial melawan investasi tambang yang dilakukan elemen masyarakat sejak tahun 2006 (Harian Pos Kupang, 14 Maret 2009).

Perlawanan masyarakat di Kabupaten Lembata terhadap program investasi tambang karena adanya kecemasan dan bayangan ketakutan akan dampak negatif secara ekonomi, sosial dan budaya bagi penduduk. Ada beberapa isu yang menjadi alasan kuatnya penolakan masyarakat terhadap rencana investasi tambang di Lembata seperti pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), (Almadi dan Geram, 2009: 14), yaitu:

Pertama, pertambangan tidak memberikan nilai tambah bagi kualitas hidup masyarakat, sebaliknya pertambangan justru akan mendorong tingginya angka korupsi, merampas hak-hak hidup dan kesejahteraan masyarakat (Harman, 2012). Kedua, kegiatan pertambangan telah merusak ekosistem dan degradasi lingkungan secara luas dan permanen, degradasi hak dasar masyarakat seperti hak kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terabaikan, sebab pertambangan hanya


(32)

7

menghabiskan kekayaan perut bumi serta meninggalkan persoalan bagi masyarakat yang tidak membutuhkan tambang. Ketiga, kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah dan investor tanpa persetujuan para pemilik lahan. Keempat, eksploitasi tambang tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, justru akan merusak tatanan budaya masyarakat. Kelima, kehadiran investor dalam melakukan eksploitasi tambang dapat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal karena adanya janji palsu, bujuk rayu dan pelanggaran HAM (hak asasi manusia) di lokasi pertambangan.

Disamping itu, dalam perspektif budaya lokal, relasi manusia dengan alam bagi masyarakat di Kabupaten Lembata memiliki makna secara mistik sebagai sebuah kekuatan yang memberikan perlindungan terhadap kehidupan, baik ekonomi, sosial, maupun budaya dan lingkungan. Tambang emas yang berada di dalam tanah, dalam perspektif budaya lokal tidak hanya dilihat sebagai kekayaan sumber daya alam secara ekonomi, akan tetapi sebagai mitos yang dimaknai mempunyai kekuatan alam yang memberikan perlindungan. Oleh karena itu, program investasi tambang di Kabupaten Lembata dianggap akan mengancam eksistensi budaya sehingga masyarakat melakukan perlawanan.

Dengan demikian, gerakan sosial di Kabupaten Lembata menampakan fenomena gerakan masyarakat sipil (civil society) melawan kekuatan negara dan pasar terkait dengan kebijakan investasi tambang. Masyarakat menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan karena mengancam eksistensi nilai budaya lokal, maka lahirlah aksi perlawanan melalui gerakan sosial yang terorganisasi. Oleh karena itu, gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata lebih disebabkan karena alasan yang berbasis pada nilai


(33)

budaya lokal sebagaimana isu tersebut, dibandingkan alasan yang berbasis ekonomi maupun politik. Hal ini disebabkan jaminan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintah dan investor tidak mengubah pandangan terhadap program investasi tambang yang selalu merusak lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Hal menarik inilah yang menjadi latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, ada sejumlah pertanyaan relevan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab, karena perdebatan isu seputar gerakan sosial melawan investasi tambang yang bertolak pada perspektif emik daripada perspektif etik. Hal yang demikian karena masyarakat dipandang sebagai subjek yang dipelajari sehingga dapat disimpulkan apa dan bagaimana mereka, bukan ditetapkan sebagai objek tempat kita belajar. Jika dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimana nilai-nilai budaya lokal menjadi kekuatan masyarakat melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata? (2) bagaimana tahapan-tahapan gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata? (3) apa bentuk dan metode gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata? (4) apa dampak gerakan sosial melawan investasi tambang bagi pembangunan di Kabupaten Lembata?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada dasarnya untuk menggambarkan dan memahami perlawanan rakyat terhadap negara. Dengan demikian, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan dan mendalami nilai-nilai budaya lokal


(34)

9

yang menjadi kekuatan masyarakat melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata; (2) mendeskripsikan dan mendalami tahapan-tahapan gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata; (3) mendeskripsikan dan mendalami bentuk dan metode gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata; (4) mendeskripsikan dan mendalami dampak gerakan sosial melawan investasi tambang bagi pembangunan di Kabupaten Lembata.

D. Manfaat Penelitian

Sebagai suatu studi dengan pendekatan kualitatif, maka penelitian ini berusaha memahami dan mendalami fenomena perlawanan rakyat terhadap negara dalam menolak investasi tambang. Gerakan sosial berbasis budaya dalam melawan investasi tambang negara merupakan bentuk perilaku kolektif rakyat menakala tindakan negara dipandang merugikan kepentingannya, baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun lingkungan. Perlawanan yang dilakukan oleh rakyat tidak hanya dilihat pada alasan yang berbasis ekonomi dan politik seperti perlawanan petani yang diungkapkan oleh peneliti lain, akan tetapi orientasi budaya yang menjadi nilai keyakinan dan kepercayaan masyarakat lokal belum banyak dikaji oleh peneliti terdahulu, sehingga penulis terdorong melakukan penelitian.

Dengan demikian, temuan penelitian tersebut sangat bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran teoretis maupun empiris untuk membangun khazanah ilmu pengetahuan (body of knowledge). Karena fenomena perlwanan rakyat banyak dikaji oleh berbagai kalangan atau peneliti terdahulu lebih pada alasan ekonomi dan politik. Padahal memahami fenomena perlawanan rakyat tidak hanya bersifat ekonomi dan politik semata-mata akan tetapi menyangkut tata


(35)

nilai keyakinan dan kepercayaan yang hidup dan ada pada logika berpikir masyarakat tentang hidup dan kehidupan mereka penting untuk diketahui. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hasil studi ini sangat bermanfaat bagi aktor-aktor negara, pengusaha pertambangan, masyarakat sipil, pemerhati masalah lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, di mana temuan ini dapat dijadikan referensi untuk memahami beragam masalah yang timbul akibat investasi tambang.

Gerakan sosial melawan investasi tambang yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Lembata merupakan salah satu isu yang diteliti. Namun demikian, isu yang sama selalu ada di tempat lain dengan fokus yang berbeda pula. Hasil temuan ini nantinya sangat bermanfaat dan menjadi masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang masalah yang sama. Dengan demikian, hasil penelitian tersebut memberikan rekomendasi bagi peneliti lanjutan untuk mengkaji masalah gerakan sosial di Kabupaten Lembata.


(1)

5

(pemodal) melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi pembangunan komunitas lokal (corporate social responsibility); (2) pemerintah pusat dan daerah mengakui dan melindungi hak komunitas-komunitas lokal atas tanah, air, tambang (customary rights) yang dijamin oleh hukum Nasional dan Internasional; (3) civil society (LSM, Gereja, Universitas) melakukan peran dan tanggung jawab sosialnya dengan memonitor dan membela kepentingan masyarakat; (4) komunitas-komunitas lokal diberdayakan untuk memahami hak-hak sosial ekonomi dan kultural mereka, antara lain: pekerjaan, kompensasi atas tanah serta diberikan akses untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan baik dalam manajemen maupun distribusi.

Sungguhpun begitu, masyarakat Lembata tampaknya tidak serta merta tertarik dengan bayangan kemajuan yang dijanjikan oleh pemerintah dan investor. Belajar dari daerah lain seperti investasi batu bara di Sawahlunto (Miko, 2006) dan Freeport di Papua (Aditjindro, 2003). Indarti (2012), menjelaskan bahwa masyarakat di daerah penambangan tersebut pada akhirnya hanya menjadi objek penderita. Hasil investasi tambang yang semula diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, justru memicu disharmoni antara manusia dengan alam, terjadinya konflik antara masyarakat dengan investor, masyarakat dengan pemerintah dan pemerintah dengan investor (Maimuna, 2012). Dengan demikian, eksploitasi tambang tidak serta merta menyejahterakan rakyat secara langsung, justru akan menimbulkan penderitaan penduduk lokal, baik sosial, ekonomi dan budaya (Mahler, 2008).

Bayangan kecamasan akan dampak negatif investasi tambang yang selalu merusak tatanan masyarakat tersebut mendorong lahirnya aliansi masyarakat sipil (civil society) di Kabupaten Lembata yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh adat, petani pemilik lahan, pemilik hak ulayat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), rohaniwan, dan aktivis mahasiswa. Mereka melakukan gerakan sosial melawan investasi tambang melalui aksi gangguan berupa demonstrasi di kantor


(2)

6

bupat, kantor DPRD dan pembangkangan sosial berupa penghadangan dan pemboikotan segala bentuk usaha pertambangan oleh investor dan pemerintah sejak tahun 2006 hingga tahun 2009.

Tahun 2009, lebih dari 3000 warga gabungan dari Kedang, Leragere dan pesisir Lebatukan menghadang kehadiran wakil ketua DPRD Lembata dan rombongan di Kampung Lewolein Desa Dikesare yang hendak melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Penghadangan dilakukan masyarakat karena tidak menghendaki wilayahnya dijadikan usaha pertambangan mineral dan menolak segala aktivitas pertambangan dalam bentuk apapun. Penghadangan tersebut merupakan reaksi lanjutan dari aksi gerakan sosial melawan investasi tambang yang dilakukan elemen masyarakat sejak tahun 2006 (Harian Pos Kupang, 14 Maret 2009).

Perlawanan masyarakat di Kabupaten Lembata terhadap program investasi tambang karena adanya kecemasan dan bayangan ketakutan akan dampak negatif secara ekonomi, sosial dan budaya bagi penduduk. Ada beberapa isu yang menjadi alasan kuatnya penolakan masyarakat terhadap rencana investasi tambang di Lembata seperti pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), (Almadi dan Geram, 2009: 14), yaitu:

Pertama, pertambangan tidak memberikan nilai tambah bagi kualitas hidup masyarakat, sebaliknya pertambangan justru akan mendorong tingginya angka korupsi, merampas hak-hak hidup dan kesejahteraan masyarakat (Harman, 2012). Kedua, kegiatan pertambangan telah merusak ekosistem dan degradasi lingkungan secara luas dan permanen, degradasi hak dasar masyarakat seperti hak kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terabaikan, sebab pertambangan hanya


(3)

7

menghabiskan kekayaan perut bumi serta meninggalkan persoalan bagi masyarakat yang tidak membutuhkan tambang. Ketiga, kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah dan investor tanpa persetujuan para pemilik lahan. Keempat, eksploitasi tambang tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, justru akan merusak tatanan budaya masyarakat. Kelima, kehadiran investor dalam melakukan eksploitasi tambang dapat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal karena adanya janji palsu, bujuk rayu dan pelanggaran HAM (hak asasi manusia) di lokasi pertambangan.

Disamping itu, dalam perspektif budaya lokal, relasi manusia dengan alam bagi masyarakat di Kabupaten Lembata memiliki makna secara mistik sebagai sebuah kekuatan yang memberikan perlindungan terhadap kehidupan, baik ekonomi, sosial, maupun budaya dan lingkungan. Tambang emas yang berada di dalam tanah, dalam perspektif budaya lokal tidak hanya dilihat sebagai kekayaan sumber daya alam secara ekonomi, akan tetapi sebagai mitos yang dimaknai mempunyai kekuatan alam yang memberikan perlindungan. Oleh karena itu, program investasi tambang di Kabupaten Lembata dianggap akan mengancam eksistensi budaya sehingga masyarakat melakukan perlawanan.

Dengan demikian, gerakan sosial di Kabupaten Lembata menampakan fenomena gerakan masyarakat sipil (civil society) melawan kekuatan negara dan pasar terkait dengan kebijakan investasi tambang. Masyarakat menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan karena mengancam eksistensi nilai budaya lokal, maka lahirlah aksi perlawanan melalui gerakan sosial yang terorganisasi. Oleh karena itu, gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata lebih disebabkan karena alasan yang berbasis pada nilai


(4)

8

budaya lokal sebagaimana isu tersebut, dibandingkan alasan yang berbasis ekonomi maupun politik. Hal ini disebabkan jaminan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintah dan investor tidak mengubah pandangan terhadap program investasi tambang yang selalu merusak lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Hal menarik inilah yang menjadi latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, ada sejumlah pertanyaan relevan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab, karena perdebatan isu seputar gerakan sosial melawan investasi tambang yang bertolak pada perspektif emik daripada perspektif etik. Hal yang demikian karena masyarakat dipandang sebagai subjek yang dipelajari sehingga dapat disimpulkan apa dan bagaimana mereka, bukan ditetapkan sebagai objek tempat kita belajar. Jika dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimana nilai-nilai budaya lokal menjadi kekuatan masyarakat melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata? (2) bagaimana tahapan-tahapan gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata? (3) apa bentuk dan metode gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata? (4) apa dampak gerakan sosial melawan investasi tambang bagi pembangunan di Kabupaten Lembata?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada dasarnya untuk menggambarkan dan memahami perlawanan rakyat terhadap negara. Dengan demikian, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan dan mendalami nilai-nilai budaya lokal


(5)

9

yang menjadi kekuatan masyarakat melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata; (2) mendeskripsikan dan mendalami tahapan-tahapan gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata; (3) mendeskripsikan dan mendalami bentuk dan metode gerakan sosial melawan investasi tambang di Kabupaten Lembata; (4) mendeskripsikan dan mendalami dampak gerakan sosial melawan investasi tambang bagi pembangunan di Kabupaten Lembata.

D. Manfaat Penelitian

Sebagai suatu studi dengan pendekatan kualitatif, maka penelitian ini berusaha memahami dan mendalami fenomena perlawanan rakyat terhadap negara dalam menolak investasi tambang. Gerakan sosial berbasis budaya dalam melawan investasi tambang negara merupakan bentuk perilaku kolektif rakyat menakala tindakan negara dipandang merugikan kepentingannya, baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun lingkungan. Perlawanan yang dilakukan oleh rakyat tidak hanya dilihat pada alasan yang berbasis ekonomi dan politik seperti perlawanan petani yang diungkapkan oleh peneliti lain, akan tetapi orientasi budaya yang menjadi nilai keyakinan dan kepercayaan masyarakat lokal belum banyak dikaji oleh peneliti terdahulu, sehingga penulis terdorong melakukan penelitian.

Dengan demikian, temuan penelitian tersebut sangat bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran teoretis maupun empiris untuk membangun khazanah ilmu pengetahuan (body of knowledge). Karena fenomena perlwanan rakyat banyak dikaji oleh berbagai kalangan atau peneliti terdahulu lebih pada alasan ekonomi dan politik. Padahal memahami fenomena perlawanan rakyat tidak hanya bersifat ekonomi dan politik semata-mata akan tetapi menyangkut tata


(6)

10

nilai keyakinan dan kepercayaan yang hidup dan ada pada logika berpikir masyarakat tentang hidup dan kehidupan mereka penting untuk diketahui. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hasil studi ini sangat bermanfaat bagi aktor-aktor negara, pengusaha pertambangan, masyarakat sipil, pemerhati masalah lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, di mana temuan ini dapat dijadikan referensi untuk memahami beragam masalah yang timbul akibat investasi tambang.

Gerakan sosial melawan investasi tambang yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Lembata merupakan salah satu isu yang diteliti. Namun demikian, isu yang sama selalu ada di tempat lain dengan fokus yang berbeda pula. Hasil temuan ini nantinya sangat bermanfaat dan menjadi masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang masalah yang sama. Dengan demikian, hasil penelitian tersebut memberikan rekomendasi bagi peneliti lanjutan untuk mengkaji masalah gerakan sosial di Kabupaten Lembata.