Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat yang Diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

(1)

OLEH:

FATIMAH ARNIS NIM 092410027

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta sholawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Tugas akhir ini berjudul ”UJI DISOLUSI TABLET GLISERIL GUAIAKOLAT YANG DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, M.P.S., Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

5. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.

6. Staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah membantu kemudahan administrasi selama ini.

7. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Sakino A.Ma.Pd., dan Ibunda Muliati serta juga untuk seluruh keluarga besar yang telah mencurahkan perhatian serta memberikan dukungan baik moril maupun materil dan segenap doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Sahabat-sahabat yang satu kelompok dalam Praktek Kerja Lapangan yaitu,

Saprida, Rahayu, dan F. Dadang Dalimunthe, yang telah saling membantu dalam Praktek Kerja Lapangan.

9. Teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2009 semuanya tanpa terkecuali, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan tugas akhir ini.


(5)

10. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis meskipun tidak tercantum namanya namun tidak mengurangi arti keberadaannya.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan tugas akhir ini, masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis baik itu sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini berguna bagi pembaca secara umum dan penulis secara khusus. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Mei 2012

Penulis,

Fatimah Arnis


(6)

Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat Yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

Abstrak

Tablet gliseril guaiakolat atau disebut juga guaifenesin adalah derivat-guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran. Tablet gliseril derivat-guaiakolat harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas tablet tersebut. Salah satunya adalah uji disolusi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi oleh PT. Kimia (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Sampel terdiri dari 6 tablet yang diambil dari satu bets. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 2 (metode dayung) dan penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer UV-Vis merk Agilent type 8453 E yang digunakan di laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terlarut dari ke-6 tablet, yaitu 97,12%, 97,43%, 98,65%, 96,76%, 97,23%, 96,70%, sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (75% + 5% = 80%).

Kata kunci: tablet gliseril guaiakolat, uji disolusi, penetapan kadar, spektrofotometri UV.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat ... 3

2.2 Pengertian Tablet ... 3

2.2.1 Syarat-Syarat Tablet ... 4

2.3 Batuk ... 7

2.4 Ekspektoran ... 8


(8)

2.5.1 Indikasi ... 9

2.5.2 Farmakologi ... 10

2.6 Uji Disolusi ... 10

2.6.1 Alat Uji Disolusi ... 11

2.6.2 Kriteria Sediaan Tablet yang Diuji dan Tidak Diuji Disolusi ... 12

2.6.3 Prosedur Pengujian Disolusi ... 13

2.6.4 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 13

2.6.5 Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif ... 15

2.7 Penetapan Kadar ... 15

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat ... 17

3.2 Alat-Alat ... 17

3.3 Bahan-Bahan ... 17

3.4 Prosedur ... 17

3.4.1 Pembuatan Larutan Baku ... 17

3.4.2 Uji Disolusi Sampel ... 18

3.4.3 Pembuatan Kurva Absorbansi ... 19

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 19

3.4.3 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 20

3.5 Perhitungan ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 22


(9)

4.2 Pembahasan ... 22 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 23 5.2 Saran ... 23 DAFTAR PUSTAKA ... 24


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 14 Tabel 2. Data Hasil Uji Disolusi ... 22 Tabel 3. Data Uji Disolusi ... 27


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pengaduk Tipe 1 (Bentuk Keranjang) ... 29 Gambar 2. Pengaduk Tipe 2 (Bentuk Dayung) ... 30


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar ... 26 Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi ... 29


(13)

Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat Yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

Abstrak

Tablet gliseril guaiakolat atau disebut juga guaifenesin adalah derivat-guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran. Tablet gliseril derivat-guaiakolat harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas tablet tersebut. Salah satunya adalah uji disolusi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi oleh PT. Kimia (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Sampel terdiri dari 6 tablet yang diambil dari satu bets. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 2 (metode dayung) dan penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer UV-Vis merk Agilent type 8453 E yang digunakan di laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terlarut dari ke-6 tablet, yaitu 97,12%, 97,43%, 98,65%, 96,76%, 97,23%, 96,70%, sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (75% + 5% = 80%).

Kata kunci: tablet gliseril guaiakolat, uji disolusi, penetapan kadar, spektrofotometri UV.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat memiliki cakupan makna yang cukup luas, bukan hanya terbatas pada zat-zat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari sakit. Zat-zat yang berfungsi untuk menetapkan diagnosa (mengetahui penyakit), mencegah, mengurangi, menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan, baik jasmani maupun rohani pada manusia dan hewan juga disebut obat (Widodo, 2004). Obat dapat digolongkan dalam beberapa sediaan, seperti tablet, kapsul, suspensi, dan berbagai larutan sediaan farmasi.

Tablet adalah sediaan padat yang berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, dibuat dengan mengempa atau mencetak obat atau campuran obat dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 1986). Sediaan tablet mempunyai beberapa persyaratan antara lain uji disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat, yang terlarut ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.

Sebelum melakukan uji disolusi, metode analisis yang digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan seksama, antara lain komposisi media disolusi, jumlah media (dalam ml), waktu (dalam menit), kecepatan pengadukan (dalam rotasi per menit = rpm), prosedur penetapan konsentrasi dan toleransi. Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2010).


(15)

Faktor yang harus diperhatikan dalam uji disolusi yaitu ukuran dan bentuk yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi antara lain menjamin keseragaman satu bets, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul tentang ”Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan” dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV dalam penetapan kadar zat terlarut karena analisis dengan metode ini cepat, teliti dan penyiapan sampelnya mudah.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk mengetahui apakah tablet gliseril guaiakolat yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk menambah wawasan dari penulis agar dapat mengetahui cara uji disolusi dan penetapan kadar zat terlarut dari tablet gliseril guaiakolat dan agar pembaca dapat mengetahui apakah sediaan tersebut layak untuk didistribusikan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep, dan lain-lain (Jas, 2007).

Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief, 2007).

2.2 Pengertian Tablet

Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan


(17)

massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).

Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan tablet yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).

2.2.1 Syarat-Syarat Tablet

Syarat-syarat tablet adalah sebagai berikut:

1. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus


(18)

memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (Syamsuni, 2007).

2. Uji kekerasan

Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet (Lachman, 1994).

3. Uji keregasan

Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).


(19)

4. Waktu hancur

Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.

Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut (Syamsuni, 2007).

5. Disolusi

Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).

6. Penetapan kadar zat aktif

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat


(20)

maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).

2.3 Batuk

Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh dalam menghadapi penyakit atau gangguan pada saluran pernafasan. Batuk dapat disebabkan oleh rangsangan, radang, atau ganguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh lendir (Sartono, 1993).

Batuk terjadi secara reflektoris karena rangsangan pada reseptor batuk yang dialirkan melalui serabut aferen (serabut sensorik) ke pusat batuk dan kemudian diteruskan ke serabut eferen (serabut motorik). Batuk terdapat baik pada orang sakit maupun pada orang sehat dan sering merupakan gejala berbagai keadaan patologis yang ringan sampai berat (Munaf, 1994).

Menurut Munaf (1994), terdapat dua jenis batuk, antara lain:

a. Batuk produktif atau batuk yang bermanfaat, yaitu batuk yang menghasilkan pengeluaran sekret/dahak.

b. Batuk tidak produktif atau batuk kering dan disebut juga batuk tidak bermanfaat karena batuk tidak menghasilkan apa-apa.

Obat batuk merupakan salah satu cara penanganan batuk di samping cara lainnya seperti minum banyak cairan. Obat-obat ini berfungsi meredakan gejala penyakit saja (Widodo, 2004).


(21)

Menurut Anief (2007), obat yang digunakan untuk mengobati penyakit batuk dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:

1. Ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernapasan dan atau mencairkan riak sehingga mudah dikeluarkan.

2. Zat–zat pereda batuk (antitusif), yaitu zat–zat ini mengerem rangsangan batuk, dan titik tangkapnya dapat sentral, dapat perifer.

2.4 Ekspektoran

Menurut Sartono (1993), Ekspektoran adalah obat yang bekerja dengan cara meningkatkan jumlah cairan sehingga lendir menjadi encer, dan juga merangsang pengeluaran lendir dari saluran pernafasan.

Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Setiabudy (2007), yaitu ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Belum ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N. Vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.


(22)

2.5 Gliseril Guaiakolat

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia gliseril guaiakolat adalah sebagai berikut:

3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1]

Sinonim : Guaifenesin Rumus molekul : C10H14O4

Berat molekul : 198,22

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai agak kelabu; bau khas lemah; rasa pahit

Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam propilen glikol; agak sukar larut dalam gliserin. 2.5.1 Indikasi

Gliseril guaiakolat termasuk jenis obat batuk basah. Obat batuk ini digunakan untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan dan terasa ringan dan tidak begitu sering intensitas batuknya. Khasiat obat ini adalah mengeluarkan lendir batuk agar jalan napas terbebas dari zat asing (Widodo, 2004).

OCH3 OH

 


(23)

Menurut Widodo (2004), hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan gliseril guaiakolat:

a. Jangan gunakan lebih dari 7 hari tanpa izin dokter. b. Minumlah 1 gelas air setiap minum obat ini. c. Tidak diperbolehkan untuk alergi.

2.5.2 Farmakologi

Guaifenesin (gliseril guaiakolat, toplexil) adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk populer. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot, seperti mefenesin (Tjay, 2007).

Gliseril guaiakolat penggunaan obat ini hanya didasarkan tradisi dan kesan subjektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual dan muntah (Setiabudy, 2007).

2.6 Uji Disolusi

Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Uji disolusi merupakan suatu indikator sederhana dan tidak mahal untuk ketetapan fisik produk. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain dalam karakteristik disolusinya, atau jika waktu disolusi bets produk menunjukkan kecenderungan tetap menaik atau menurun, hal tersebut diduga suatu peringatan pasti bahwa beberapa faktor dalam bahan baku, formulasi atau proses berada di luar kendali (Siregar, 2010).


(24)

2.6.1 Alat Uji Disolusi

Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya. Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari sediaannya dalam satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dan komposisi media yang dibakukan (Siregar, 2010).

Pada prinsipnya, alat uji disolusi terdiri atas bejana dan tutup, yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor pemutar pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat (Siregar, 2010).

Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Tipe Keranjang)

Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang) berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm−175 mm, diameter 98 mm−106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37o ± 0,5oC selama pengujian dan menjaga agar


(25)

gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas.

b. Alat 2 (Tipe Dayung)

Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

2.6.2 Kriteria Sediaan Tablet yang Diuji dan Tidak Diuji Disolusi

Menurut Farmakope Indonesia Ed. IV (FI. Ed. IV), suatu sediaan tablet diuji disolusinya jika dinyatakan dalam monografinya. Hal ini berarti prosedur dan persyaratan uji disolusi hanya berlaku untuk sediaan tablet yang tertera dalam monografi tersebut. Sediaan tablet yang tidak tertera dalam FI. Ed. IV tentu saja dapat diuji disolusinya dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri oleh pabriknya atau laboratorium pengendalian mutu pabrik tersebut (Siregar, 2010).

Tablet kunyah tidak diuji disolusinya sebab harus dikunyah sebelum ditelan. Untuk tablet salut enterik, digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat, kecuali dinyatakan lain (Siregar, 2010).


(26)

2.6.3 Prosedur Pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37oC. Satu tablet dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi syarat seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ditjen POM, 1995).

2.6.4 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan (Siregar, 2010). Pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, Pada tahap 1 (S1), 6 tablet diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi (Lachman, 1994).


(27)

Tabel 1. Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam 45 menit dengan menggunakan Alat 1 pada 100 rpm atau Alat 2 pada 50 rpm (Siregar, 2010).

Tahap Jumlah Sediaan

yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12

Rata-rata dari 24 unit (S1+ S2+ S3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%


(28)

2.6.5 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif

Menurut Siregar (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi zat aktif antara lain:

1. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif meliputi karakteristik fase solid, polimorfisa, karakteristik partikel, kelarutan zat aktif dan pembentukan garam.

2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan meliputi eksipien atau zat tambahan, zat pengisi, desintegran, pengikat, lubrikan, antiadherent, glidan, pengaruh surfaktan dan pengaruh zat pewarna larut-air pada laju disolusi.

3. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan meliputi metode granulasi/ prosedur pembuatan, ukuran granul, interaksi zat aktif-eksipien, pengaruh gaya kempa, dan pengaruh penyimpanan pada laju disolusi.

4. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi meliputi eksentrisitas gerakan pengaduk, vibrasi/getaran, intensitas pengadukan, dan kesejajaran unsur pengadukan.

5. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji disolusi yaitu pH media disolusi, suhu media disolusi, viskositas media disolusi dan tegangan permukaan media disolusi.

2.7 Penetapan Kadar

Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel. Prosedur penetapan konsentrasi


(29)

zat aktif dan sampel uji disolusi mencakup titrasi asam-basa, titrasi kompleksometri, titrasi iodometri, spektrofotometri, spektrofluorometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi (Siregar, 2010). Dalam hal ini, metode yang dipilih dalam penetapan kadar sampel uji disolusi yaitu Spektrofotometri UV.

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).


(30)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat

Uji disolusi tablet gliseril guaiakolat 100 mg dilakukan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Dissolution Tester merk Hanson type SR-2, Spektrofotometer UV merk Agilent type 8453 E, Ultrasonic Digital, Digital balance merk Satorius type ep 224 5, kertas saring, kertas perkarmen, spatula dan alat-alat gelas (beaker gelas, corong, gelas ukur, labu tentukur dan pipet volume).

3.3 Bahan-bahan

a. Sediaan tablet gliseril guaiakolat 100 mg b. Akuades

3.4 Prosedur

3.4.1 Pembuatan Larutan baku

a. Ditimbang seksama sejumlah gliseril guaiakolat BPFI sebanyak 44,4 mg. b. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan akuades 20 ml,

lalu dilarutkan dengan menggunakan alat Ultrasonic digital selama 15 menit.


(31)

c. Dicukupkan sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan, lalu disaring. d. Dibuang 5 ml filtrat pertama, dan filtrat selanjutnya ditampung.

e. Dipipet 1 ml filtrat ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.

f. Dimasukkan larutan ke dalam kuvet.

g. Diukur serapan larutan baku pada panjang gelombang 273 nm, menggunakan akuades sebagai blanko.

3.4.2 Uji Disolusi Sampel

Cara pengujian disolusi dengan metode pengaduk bentuk dayung: a. Ditimbang masing-masing 6 tablet, dicatat hasilnya. b. Disiapkan alat, pastikan alat siap pakai.

c. Dimasukkan 900 ml akuadest ke dalam wadah (media disolusi), dipasang alat dengan pengaduk bentuk dayung (alat 2).

d. Dimasukkan 6 tablet gliseril guaiakolat 100 mg ke dalam masing-masing wadah secara serentak. Segera jalankan alat pada suhu 37oC ± 0,5oC dengan laju kecepatan 50 rpm dan tunggu selama 45 menit.

e. Setelah 45 menit dipipet 10 ml larutan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari dayung berputar, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml lalu dicukupkan sampai garis tanda kemudian dihomogenkan.

f. Diukur serapan masing-masing larutan uji dengan panjang gelombang 273 nm.


(32)

3.4.3 Pembuatan Kurva Absorbansi

Pembuatan kurva absorbansi bertujuan untuk mendapatkan panjang gelombang absorbsi maksimum dari sampel. Berhubung protap yang digunakan di PT. Kimia Farma telah ditentukan maka pembuatan kurva absorbansi tidak dilakukan lagi. Sesuai dengan protap yang telah ditentukan maka panjang gelombang maksimum yang digunakan untuk sampel adalah 273 nm.

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk:

1. Melihat hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi (C). 2. Membuat persamaan garis regresi.

3. Untuk menentukan konsentrasi pengukuran zat uji.

Pembuatan kurva kalibrasi diupayakan menghasilkan harga absorbansi (A) dalam rentang 0,4 – 0,6. Tetapi, biasanya harga absorbansi (A) yang diperoleh berkisar antara 0,2 – 0,8. Namun pembuatan kurva kalibrasi tidak dilakukan lagi karena:

1. Protap itu sudah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di PT. Kimia Farma sehingga cukup menggunakan kurva kalibrasi yang sudah ada. 2. Perhitungan kadar tidak menggunakan persamaan regresi melainkan

menggunakan metode pendekatan maka penbuatan kurva kalibrasi tidak diperlukan.


(33)

3.4.5 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV

Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Hidupkan alat spektofotometer ultra violet (UV).

b. Klik program spektofotometer ultra violet (UV) yang terdapat di komputer.

c. Klik menu Quantification, masukkan panjang gelombang maksimum (273 nm) serta jarak batas atas dan batas bawah panjang gelombang (200 nm dan 400 nm).

d. Masukkan akuades (blanko) ke dalam kuvet. e. Letakkan kuvet di tempat pengukuran. f. Klik blank, lalu spektrum keluar.

g. Masukkan larutan A (Larutan baku pembanding/BPFI) ke dalam kuvet. h. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

i. Klik standard, keluar 1 absorbansi di dalam tabel, klik 3 kali sehingga diperoleh 3 buah absorbansi. Dalam perhitungan kadar yang digunakan adalah nilai absorbansi yang terdapat di tengah.

j. Masukkan larutan B (Larutan uji) ke dalam kuvet. k. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

l. Klik sampel, keluar 1 buah absorbansi di dalam tabel, klik 2 kali sehingga diperoleh 2 absorbansi untuk masing-masing sampel. Dalam perhitungan kadar, yang digunakan sebagai Au (Absorbansi larutan uji) adalah nilai absorbansi yang mendekati nilai absorbansi larutan baku.


(34)

3.5 Perhitungan

Perhitungan kadar zat terlarut tablet gliseril guaiakolat dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan: K = Kadar zat terlarut Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan uji disolusi tablet gliseril guaiakolat 100 mg yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Data Hasil Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg)

Absorbansi Larutan Uji (Au)

Kadar Zat Terlarut (%)

1. 294 0,52542 97,12%

2. 303 0,52711 97,43%

3. 291 0,53368 98,65%

4. 296 0,52348 96,76%

5. 295 0,52602 97,23%

6. 294 0,52312 96,70%

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2 Pembahasan

Dari hasil uji disolusi tablet gliseril guaiakolat yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut, yaitu 97,12%, 97,43%, 98,65%, 96,76%, 97,23%, 96,70%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (75% + 5%= 80%). Dari data diatas dinyatakan bahwa tablet gliseril guaiakolat 100 mg yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tablet gliseril guaiakolat 100 mg yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV. Dimana persyaratan uji disolusi tiap unit sediaan tidak satupun kadar kurang dari ketentuan (Q + 5%) yaitu (75% + 5%= 80%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2 Saran

Sebelum melakukan pengujian, harus memahami metode serta prosedur sebagai berikut penimbangan, pemipetan, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan uji disolusi. Ukuran partikel dan formulasi sediaan juga diperhitungkan dengan teliti, karena berpengaruh dengan kecepatan uji disolusi agar obat dapat diserap sempurna dalam tubuh.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Cetakan Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 61.

Anief, M. (2007). Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 244, 246, 247. Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal. 1.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Jas, A. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Hal. 2, 3.

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 658, 661, 662.

Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 235, 236.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 162.

Sartono. (1993). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 36, 37.

Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Penerbit FKUI. Hal. 531.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 84 – 86, 90, 96.

Syamsuni, A.H. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 61.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Khasiat, Penggunaan,

dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media


(38)

Widodo, R. (2004). Panduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Hal. 69, 70, 71.


(39)

Lampiran 1.

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar

Nama sediaan : Tablet gliseril guaiakolat

Zat berkhasiat : 100 mg gliseril guaiakolat tiap tablet No. Bets : 051 168 T

Media Disolusi : 900 ml Akuades

Tipe Alat : Tipe 2 Dayung (Paddle) Waktu : 45 menit

Kecepatan Rotasi : 50 rpm Panjang Gelombang : ± 273 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 75% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 44,4 mg

Faktor Pengenceran Larutan Baku (Fb) : 100 ml Faktor Pengenceran Larutan Uji (Fu) : 25 ml Kandungan Gliseril Guaiakolat pada etiket (Ke) : 100 mg Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,53997 Kadar Baku (Kb) : 99,81%


(40)

Tabel 3. Data Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg)

Absorbansi Larutan Uji (Au)

Kadar Zat Terlarut (%)

1. 294 0,52542 97,12%

2. 303 0,52711 97,43%

3. 291 0,53368 98,65%

4. 296 0,52348 96,76%

5. 295 0,52602 97,23%

6. 294 0,52312 96,70%

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

Keterangan: K = Kadar zat terlarut Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku

Kb = Kadar baku

Untuk Au1 = 0,52542


(41)

Untuk Au3 = 0,53368

Untuk Au4 = 0,52348

Untuk Au5 = 0,52602


(42)

Lampiran 2.

Gambar Alat Uji Disolusi


(43)

(1)

Widodo, R. (2004). Panduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Hal. 69, 70, 71.


(2)

Lampiran 1.

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar

Nama sediaan : Tablet gliseril guaiakolat

Zat berkhasiat : 100 mg gliseril guaiakolat tiap tablet No. Bets : 051 168 T

Media Disolusi : 900 ml Akuades

Tipe Alat : Tipe 2 Dayung (Paddle) Waktu : 45 menit

Kecepatan Rotasi : 50 rpm Panjang Gelombang : ± 273 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 75% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 44,4 mg

Faktor Pengenceran Larutan Baku (Fb) : 100 ml Faktor Pengenceran Larutan Uji (Fu) : 25 ml Kandungan Gliseril Guaiakolat pada etiket (Ke) : 100 mg Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,53997 Kadar Baku (Kb) : 99,81%


(3)

Tabel 3. Data Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg)

Absorbansi Larutan Uji (Au)

Kadar Zat Terlarut (%)

1. 294 0,52542 97,12%

2. 303 0,52711 97,43%

3. 291 0,53368 98,65%

4. 296 0,52348 96,76%

5. 295 0,52602 97,23%

6. 294 0,52312 96,70%

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

Keterangan: K = Kadar zat terlarut Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku

Kb = Kadar baku

Untuk Au1 = 0,52542


(4)

Untuk Au3 = 0,53368

Untuk Au4 = 0,52348

Untuk Au5 = 0,52602


(5)

Lampiran 2.

Gambar Alat Uji Disolusi


(6)