Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Jabon Putih (Anthocephalus Cadamba)Pada Lahan Kritis

(1)

PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS PENAHAN AIR UNTUK

MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT JABON PUTIH

(Anthocephalus cadamba) PADA LAHAN KRITIS

SKRIPSI

Oleh : Khairani Rezeki

091201123 BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

KHAIRANI REZEKI: Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Jabon Putih (Anthocephalus cadamba). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFFUDDIN DALIMUNTHE.

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Februari 2014 di Desa Pamuntaran Kecamatan Sihapas Julu Kabupaten Padang Lawas Utara dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan jumlah daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter. Rataan pertambahan tinggi bibit jabon tertinggi pada perlakuan M1 (kompos) sebesar 1,86 cm. Rataan pertambahan tinggi bibit jabon terendah pada perlakuan M0 (kontrol) sebesar 0,23 cm. Rataan pertambahan diameter bibit jabon tertinggi pada perlakuan M2 (pupuk kandang) sebesar 0,17 mm. Rataan pertambahan diameter bibit jabon terendah pada perlakuan M7 (kontrol) sebesar 0,01 mm. Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah kompos dan pupuk kandang.

Kata kunci :, Kompos, Pupuk Kandang, Anthocephalus cadamba Lamk, Penahan Air.


(3)

ABSTRACT

KHAIRANI REZEKI : Use some type of water retaining to support the growth of

white jabon seedlings (Anthocephalus cadamba). Under the supervision of BUDI UTOMO and AFIFFUDDIN DALIMUNTHE.

Water is an important factor to supporting the growth of a plants. Lack of water will disturb the physiological and morphological activities, became an atrophy. The purpose of this study is to evaluate the effect of various type of water retaining material appropriate to see influence growth of white jabon seedlings (Anthocephalus cadamba). The research was conducted in October 2013 through February 2014 in the village Pamuntaran, Sihapas Julu district, northern district of Padang Lawas and this study uses a non-factorial completely randomized design with 15 treatments and 3 replications. The parameters analyzed were height, diameter, and number of leaves.

The results showed that with briquettes of fertilizer application .The result of this study showed that the type of water retaining to give tangible effect to height and diametres. In average use some of water retaining influence to change height of jabon seedlings in M1 (compost) as highest is 1,86 cms. In average use some of water retaining influence to change lowest of jabon seedlings in M0 (control) is 0,23 cms.In average use some of water retaining influence to change diametres of jabon seedlings in M2 (manure) as highest is 0.17 cms. In average use some of water retaining influence to change diameters of jabon seedlings in M0 (control) as lowest is 0.17 mms. The most potentially kind of water retaining that can saving water is compost and manure.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 11 Januari 1992 dari ayah Nirwan dan ibu Yusra. Penulis merupakan anak Pertama dari tiga bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di TK Aisyiyah Busthanul Athfal lulus tahun 1997 kemudian melanjutkan pendidikan di SD Swasta Eria Medan lulus tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Medan lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA KARTIKA I-1 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) sebagai anggota di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menjadi anggota pengurus Badan Kenaziran Musholla (BKM) baitul Al-Asyjar dari 2010-2012.

Dalam bidang akademik, penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2011 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Tongkoh, Kabupaten Karo. Penulis juga menjadi Asisten Lapangan dalam kegiatan P2EH pada tahun 2012. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. ITCI Hutani Manunggal, Kalimantan Timur dari tanggal 11 Februari sampai dengan 11 Maret 2013. Penulis melaksanakan penelitian mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Februari 2014 di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tema ”Penggunaan Beberapa Penahan Air untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) pada Lahan Kritis”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan terima kasih kepada Ayahanda Nirwan dan Ibunda Yusra serta Abangda Rahmad Doni, S.H., M.Hum yang telah membimbing dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Utomo, S.P., MP dan Bapak Afiffuddin Dalimunthe, S.P., MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada akhir penulisan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa dan berbagai pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

Manfaaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) ... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Media Tanam ... 8

Kompos ... 10

Pupuk Kandang ... 11

Agar-agar ... 12


(7)

Tepung Kanji ... 13

Peranan Mikroorganisme pada Kompos ... 13

Fungsi Air Bagi Tanaman ... 15

Kebutuhan Air Tanaman ... 16

Hubungan Tanaman dan Air Tanah ... 17

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman17 Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah ... 20

Deskripsi Lahan Kritis ... 21

Karakteristik Lahan Kritis ... 21

Kondisi Umum Wilayah Pengambilan Sampel ... 2

METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Metode Penelitian ... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 25

1. Pengambilan Sampel Tanah ... 25

2. Pembuatan Media ... 25

3. Penyediaan Bibit ... 25

4. Persiapan Media Tumbuh ... 25

5. Aklimatisasi ... 25

6. Parameter Pengamatan ... 26

- Tinggi Tanaman (cm) ... 26

- Diameter Batang (mm) ... 26


(8)

- Perhitungan Kadar Air (%) ... 27

- Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup (hari) ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... ... 28

Tinggi Tanaman ... 28

Diameter Batang ... 29

Jumlah Daun ... 30

Perhitungan Kadar Air ... 31

Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup ... 31

Pembahasan ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran... 37 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit Jabon antar perlakuan ……...………... 29

2. Rata-rata pertambahan diameter bibit jabon antar perlakuan... 30 3. Rata-rata pertambahan jumlah daun bibit jabon antar perlakuan... 31 4. Rerata tingkat kemampuan bertahan hidup Jabon Putih antar perlakuan... 32


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih... 38

2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit Jabon putih... 39

3. Rata-rata pertambahan jumlah daun bibit jabon antar perlakuan... 41

4. Rataan perhitungan kadar air bibit Jabon putih…………… 42

5. Kemampuan tanaman bertahan hidup sampai hari ke-... 43


(11)

ABSTRAK

KHAIRANI REZEKI: Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Jabon Putih (Anthocephalus cadamba). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFFUDDIN DALIMUNTHE.

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Februari 2014 di Desa Pamuntaran Kecamatan Sihapas Julu Kabupaten Padang Lawas Utara dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan jumlah daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter. Rataan pertambahan tinggi bibit jabon tertinggi pada perlakuan M1 (kompos) sebesar 1,86 cm. Rataan pertambahan tinggi bibit jabon terendah pada perlakuan M0 (kontrol) sebesar 0,23 cm. Rataan pertambahan diameter bibit jabon tertinggi pada perlakuan M2 (pupuk kandang) sebesar 0,17 mm. Rataan pertambahan diameter bibit jabon terendah pada perlakuan M7 (kontrol) sebesar 0,01 mm. Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah kompos dan pupuk kandang.

Kata kunci :, Kompos, Pupuk Kandang, Anthocephalus cadamba Lamk, Penahan Air.


(12)

ABSTRACT

KHAIRANI REZEKI : Use some type of water retaining to support the growth of

white jabon seedlings (Anthocephalus cadamba). Under the supervision of BUDI UTOMO and AFIFFUDDIN DALIMUNTHE.

Water is an important factor to supporting the growth of a plants. Lack of water will disturb the physiological and morphological activities, became an atrophy. The purpose of this study is to evaluate the effect of various type of water retaining material appropriate to see influence growth of white jabon seedlings (Anthocephalus cadamba). The research was conducted in October 2013 through February 2014 in the village Pamuntaran, Sihapas Julu district, northern district of Padang Lawas and this study uses a non-factorial completely randomized design with 15 treatments and 3 replications. The parameters analyzed were height, diameter, and number of leaves.

The results showed that with briquettes of fertilizer application .The result of this study showed that the type of water retaining to give tangible effect to height and diametres. In average use some of water retaining influence to change height of jabon seedlings in M1 (compost) as highest is 1,86 cms. In average use some of water retaining influence to change lowest of jabon seedlings in M0 (control) is 0,23 cms.In average use some of water retaining influence to change diametres of jabon seedlings in M2 (manure) as highest is 0.17 cms. In average use some of water retaining influence to change diameters of jabon seedlings in M0 (control) as lowest is 0.17 mms. The most potentially kind of water retaining that can saving water is compost and manure.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya alam yang berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang, namun kenyataanya saat sekarang ini kondisi tersebut telah banyak mengalami perubahan ke arah yang cenderung negatif.

Dampak buruk pada lingkungan secara makro tersebut menyebabkan lahan menjadi tandus (kurang subur). Tidak adanya vegetasi pada lahan juga menyebabkan daya serap tanah terhadap air menjadi rendah, sehingga hanya sedikit jenis tanaman yang dapat bertahan hidup pada kondisi kritis tersebut. Untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan upaya rehabilitasi lahan kritis. Rehabilitasi lahan kritis ini dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, sehingga lahan dapat berfungsi kembali secara optimal dan dapat berimplikasi terhadap pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan, dan kelestarian daya dukung lingkungan berdasarkan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial.

Penurunan kualitas maupun kuantitas sumber daya hutan di Indonesia akhir-akhir ini telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Masalah lahan kritis sebetulnya tidak bisa dipisahkan dengan kualitas pengelolaan lahan atau tanaman.


(14)

Dan memang telah banyak bukti menunjukkan bahwa lahan yang tidak dikelola sebagaimana mestinya pasti mengalami kemunduran kesuburannya (Rauf, 2009).

Salah satu metode digunakan untuk merehabilitasi lahan yaitu dengan pemupukan, pupuk merupakan suatu zat berupa unsur hara yang ditambahkan ke dalam tanah yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kesuburan tanah, terlebih pada kondisi lahan marginal, pemberian pupuk merupakan salah satu cara untuk mengembalikan lahan agar dapat berfungsi kembali. Menurut Elfarisna dkk. (2004) pemberian pupuk organik pada lahan-lahan marginal, selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman juga merupakan salah satu komponen budidaya yang ramah lingkungan. Pupuk organik, baik pupuk kandang maupun kompos dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan kondisi kehidupan biologi dalam tanah, mengandung zat makanan bagi tanaman serta mampu membantu tanaman untuk menaikkan daya serap tanah terhadap air, dimana air merupakan komponen penting dan sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan pertumbuhan melalui proses fotosintesis (Lakitan, 1996).

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran atau volume dari suatu tanaman, misalnya tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun maupun luas daun. Tanaman dalam menjalankan proses pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi air. Selain itu juga pertumbuhan tanaman tergantung pada interaksi sel dengan lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995).


(15)

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air. Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Bawolye, 2006).

Dalam penelitian ini, yang dipermasalahkan adalah mengenai jenis bahan penahan air yang tepat yang dapat menyimpan air dalam waktu beberapa lama dan mengurangi intensitas penyiraman selama pembibitan untuk tanaman Jabon Putih. Sehingga diharapkan dapat menghemat biaya, tenaga dan waktu selama pembibitan. Sudah banyak penelitian mengenai media tanam yang cocok untuk dijadikan sebagai campuran media untuk penanaman khususnya di bidang kehutanan. Semakin kritisnya top soil yang tersedia di Indonesia serta semakin kritisnya air bersih akibat semakin maraknya penebangan hutan, menyebabkan banyak orang meneliti bagaimana menciptakan sesuatu sebagai alternatif pengganti tanah dan mengurangi intensitas penyiraman setidaknya selama pembibitan.

Oleh karena itu, digunakan Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) yang merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki prospek tinggi untuk hutan tanaman industry dan tanaman reboisasi (penghijauan) di Indonesia, karena pertumbuhannya


(16)

yang sangat cepat, kemampuan beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat tumbuh, perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah, serta relatif bebas dari serangan hama dan penyakit yang serius. Jabon diharapkan menjadi semakin penting bagi industri perkayuan di masa mendatang, terutama ketika bahan baku kayu pertukangan dari hutan alam diperkirakan akan semakin berkurang. Tinggi Jabon dapat mencapai 45 m dengan diameter 100-160 cm. kelebihan lain dari tanaman ini memiliki batang yang lurus dan silindris sehingga sangat cocok sebagai bahan baku industri kayu

(Mansur dan Tuheteru, 2010).

Untuk mendapatkan hasil perbanyakan yang baik media tumbuh untuk A.cadamba juga harus diperhatikan. Media tumbuh yang baik untuk budiddaya tanaman adalah media yang mampu menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar serta mencukupi kebutuhan tanaman akan air dan unsur hara (Mulyana dkk., 2010).

Pemberian bahan organik penting karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan menyediakaan hara bagi tanaman. Bahan organik juga dapat berfungsi sebagai salah satu komponen penting dalam pengendalian penyakit tanaman secara terpadu. (Simamora dan salunduk, 2006) menyatakan bahwa salah satu komponen yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kesuburan tanah adalah bahan organik.

Jabon memerlukan pemupukan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pemupukan bertujuan memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah, sehingga Jabon dapat tumbuh lebih cepat, subur dan sehat. Pemupukan dapat menambah unsur hara yang kurang tersedia di dalam tanah dalam jumlah yang cukup seperti nitrogen, posfor dan kalium. Mulyana dkk., (2010) menyatakan bahwa pemupukan dimaksudkan untuk mengganti kehilangan unsur hara pada media atau tanah dan


(17)

merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengevaluasi respon pemberian bahan organik pada media tanam terhadap pertumbuhan bibit Jabon Putih (A.cadamba ) pada lahan kritis.

2. Mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit Jabon Putih (A.cadamba).

3. Mengevaluasi kemampuan bahan organik yang terbaik dalam menahan air dan mensuplai unsur hara terhadap tanaman bibit Jabon Putih (A.cadamba).

Hipotesis Penelitian

Penahan air organik dapat mendukung pertumbuhan bibit Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) pada tanah kritis.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan rehabilitasi lahan kritis dengan penerapan pupuk yang efisien terhadap pertumbuhan tanaman

2. Mengetahui tentang berapa lama tingkat toleransi (daya hidup) dan pertumbuhan bibit Jabon Putih (A.cadamba).

3. Mengetahui jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit Jabon Putih (A.cadamba).


(18)

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Jabon Putih (Anthocephalus cadamba)

Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris serta memiliki tajuk tinggi seperti paying dengan sistem percabangan yang khas mendatar. Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang 100-160 cm dan kadang-kadang berbanir hingga ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna abu-abu dan mulus sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur. Daun menempel pada batang utama, berwarna hijau mengkilap, berpasangan dan berbentuk oval-lonjong (berukuran 15-50 cm x 8-25 cm). Daun pada pohon muda yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih rendah di bagian pangkal dan meruncing di bagian puncak.

Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang, tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Hartanto, 2011). Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, berserat lurus, kurang mengilat dan tidak berbau. Kerapatan kayunya berkisar

290-560 kg/m3 pada kadar air 15%. Kayu Jabon mudah dikerjakan baik dengan

tangan maupun mesin, mudah dipotong dan diketam, serta menghasilkan permukaan kayu yang halus. Kayunya juga mudah dipaku, dibor dan dilem. Namun demikian, kayu Jabon dinilai tidak tahan lama. Hasil uji kayu di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata kayu Jabon dapat tahan kurang dari 1,5 tahun apabila dibiarkan di atas tanah. Kayu Jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit atau tanpa cacat. Untuk mencegah jamur (noda) biru pada permukaan kayu, kayu harus segera diolah setelah


(20)

pemanenan, atau harus diberi perlakuan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air (Mulyana dkk., 2010)

Taksonomi Jabon Putih (A.cadamba) sebagai berikut :

Kindom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Asterida

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Anthocephalus

Spesies : Anthocephalus cadamba Miq.

(Krisnawati dkk., 2011).

Cahaya merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan Jabon. Pada habitat alaminya, suhu maksimum untuk pertumbuhan Jabon berkisar32-42 oC dan suhu minimum berkisar 3-15,5 oC. Jabon tidak toleran terhadap cuaca dingin, rata-rata curah hujan tahunan habitat alaminya berkisar 1500-5000 mm. jabon dapat pila tumbuh pada daerah kering dengan curah hujan tahunansedikitnya 200 mm (misalnya di bagian tengah Sulawesi Selatan). Jabon tumbuh baik pada ketinggian 300-800 mdpl. Di daerah khatulistiwa, Jabon tumbuh pada ketinggian 0-1000 mdpl (Mansur dan Tuheteru, 2011).


(21)

Syarat tumbuh

Dalam hal untuk tempat tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat luas yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1.000 m dpl. Jenis ini kadang memerlukan iklim basah hingga kemarau kering didalam hutan gugur dengan tipe curah hujan A-D. Akan tetapi pada ketinggian optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon ditemukan di hutan sekunder dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-punggung bukit. Di Kalimantan dan Sumatera, jabon ditemukan pada daeah-daerah yang baru dibuka. Tujuannya adalah untuk permudaan alam, khususnya pada areal bekas tebangan, bekas perladangan, dan di tempat-tempat lainnya (Krisnawati dkk., 2011). Media Tanam

Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang ditetapkan. Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya serap, dan daya simpan air baik (Khaeruddin, 1999).


(22)

Media tanam yang baik mengandung unsur hara yang cukup, bertekstur ringan dan dapat menahan air sehingga menciptakan kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Media untuk pembibitan memiliki daya menahan air yang baik, cukup hara, bebas dari gulma dan patogen, serta kemasaman tanah optimal bagi pertumbuhan tanaman. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Untuk mendapatkan media tanam yang baikdan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya (Khaeruddin, 1999).

Media tanam berfungsi sebagai tempat tumbuh akar tanaman yang ditanam dan untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan kemudian larutan nutrisi tersebut diserap oleh perakaran. Tanaman membutuhkan unsur hara yang tepat untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Selain itu tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan daur hidupnya (Hartus, 2002).

Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik, hal itu dikarenakan bahn organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau cekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan mineral (Bagus, 2007).


(23)

A. Kompos

Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain sejenisnya yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang mujarab dan terkenal untuk memperbaiki kondisi tanah. Unsur lain dalam kompos yang variasinya cukup banyak walaupun kadarnya rendah adalah nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium (Lingga dan Marsono, 2007).

Pupuk organik seperti kompos dan humus adalah pupuk alami yang dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Kompos mempunyai kandungan unsur-unsur mikro dan makro yang dibutuhkan oleh tanaman (Sastraatmadja dkk., 2001).

Menurut penelitian Syakhrul (2007), bahwa pemberian bahan organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman jarak pagar. Hal ini disebabkan dengan pemberian bahan organik tersebut secara langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi unsur hara yang

dapat diserap oleh tanaman meskipun dalam jumlah yang sedikit

(Engelsrad 1997 dalam Syakhrul, 2007).

Alasan utama pemberian pupuk organik atau kompos sebenarnya lebih bertujuan memperbaiki kondisi fisik tanah daripada menyediakan unsur hara. Meskipun kandungan unsur hara dalam kompos tergolong lengkap, tetapi jumlahnya sedikit. Berarti untuk memenuhi kebutuhan tanaman dibutuhkan kompos dalam jumlah yang banyak. Kompos lebih berperan untuk menjaga fungsi tanah agar unsur


(24)

hara dalam tanah mudah dimanfaatkan atau diserap tanaman. Selain itu, kompos dapat menjaga sifat fisik tanah dan juga menjamin kehidupan mikroba tanah (Simamora dkk., 2006).

B. Pupuk Kandang

Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternative yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, pupuk kandang juga memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna oleh tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Bawolye, 2006).

Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.

Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara bagi tanaman yang murah dan mudah diperoleh. Macam-macam pupuk kandang yang sering digunakan adalah kotoran kuda, sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain-lain. Selain mengandung unsur hara, pupuk kandang juga membantu dalam penyimpanan air, terutama pada saat


(25)

musim kemarau. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang sangat bergantung pada jenis ternak, jenis pakan, sifat kotoran, cara penyimpanan, pengolahan dan pemakaiannya.

C. Agar-agar

Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Di Jepang dikenal dengan nama kanten dan oleh orang Sunda disebut lengkong. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk keperluan ini adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). Beberapa jenis rumput laut dari golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium) juga dapat dipakai sebagai sumber agar-agar. Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan (Wikipedia, 2008).

Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam kultur jaringan. Agar-agar dapat juga digunakan secara luas di laboratorium sebagai pemadat kemikalia dalam percobaan, media tumbuh untuk kultur jaringan tumbuhan dan biakan mikroba, dan juga sebagai fase diam dalam elektroforesis gel. Di


(26)

laboratorium, agar-agar (biasanya dikemas dalam bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau agarosasaja (Wikipedia, 2008).

D. Nutrijell

Rumput laut sebagai komposisi utama yang ada terkandung di dalam nutrijell mengandung klorofil yang berfungsi sebagai antioksidan. Zat tersebut bermanfaat sebagai zat yang dapat membersihkan tubuh dari radikal bebas, yang berbahaya bagi tubuh. Nutrijell memiliki kandungan serat/fiber yang tinggi, dan juga mengandung sam amino alami, yang merupakan zat yang baik untuk kulit. Sama halnya seperti agar-agar dapat merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sisten koloid padat-cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil.

E. Tepung Kanji

Tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon ini biasanya identik digunakan sebagai bahan perekat. Karena sifatnya yang mudah melekat, sehingga diasumsikan tepung kanji mampu mengikat air dengan baik.

Peranan mikroorganisme pada Kompos

Kompos merupakan hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan maca penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan


(27)

bahan organik sebagai sumber mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba ma Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi-teknologi sederhana, sedang, maupun didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organi pertanian dan perkebunan.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan ole dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan dan sebagai media tanaman, serta


(28)

mengurangi penggunaa meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.


(29)

Fungsi Air Bagi Tanaman

Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan permukaan (Salisbury dan Ross, 1995).

Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman seperti:

1. Sebagai komponen sel terbesar

2. Pelarut unsur hara dan media transportasi

3. Media yang baik untuk reaksi biokimia

4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis

5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgor, misalnya daun

6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan

7. Media pada penyebaran anakan atau propagul, misalnya kelapa (Salisbury dan Ross, 1995).


(30)

Kebutuhan air tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Bawolye, 2006).

Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Hakim dkk., 1986).

Kekurangan air tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tesebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat dihitung kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2000).

Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas stomata dan


(31)

perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik (Rauf, 2009).

Hubungan Tanaman dan Air Tanah

Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 60-90% dari berat daun. Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).

Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser ke lapisan bawah. Dengan cara yang demikian secara progresif akar menyerap air tersedia (Hakim dkk., 1986).

Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga terjadinya dehidrasi tidak menyebabkan kerusakan yang tetap (permanent) dan dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri fisiologis yang dapat menghindari atau


(32)

menunda tingkatan pengeringan (desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman

Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman antara lain:

a. Pembelahan dan pembesaran sel

Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contohnya seperti perluasan daun).

b. Perangkat fotosintesis

Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun. c. Sistem reproduksi

Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan, pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji.


(33)

d. Layu dan menggulungnya daun

Respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis.

Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000).

Rendahnya ketersediaan hara pada keadaan kekeringan menunjukkan bahwa kekeringan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya total serapan hara tanaman. Jika konsentrasi hara dalam tanaman yang sedang tumbuh dengan berbagai suplai air adalah konstan, padahal kekeringan menghambat pertumbuhan, berarti total serapan hara menjadi berkurang.

Jika konsentrasi menurun, maka ketersediaan hara tanah lebih dihambat daripada pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi bila sebagian besar hara berada pada permukaan tanah (lapisan tanah) yang menjadi kering, sedangkan akar tanaman memperoleh air (untuk pertumbuhan) dari lapisan yang lebih dalam (Haryati, 2000). Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah, Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman


(34)

Bahan organik adalah bagian dari tubuh tanah yang merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang mengalami perubahan bentuk secara terus menerus. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia serta biologi.

Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat fisik tanah mencakup : (1) memperbaiki dan membantu pembentukan struktur tanah yang baik, (2) meningkatkan porositas tanah, (3) memperbaiki drainase tanah, (4) meningkatkan kapasitas menahan air, (5) menjaga kelembaban tanah, (6) meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah, dan (7) menurunkan erobilitas tanah (Hartanto, 2011).

Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Peristiwa penguapan air dari tanaman disebut transpirasi, dan jika keduanya terjadi bersama sama disebut evapotranspirasi. Kehilangan air pada tanah dapat dikurangi dengan menambahkan bahan organik. Bahan organik mampu meningkatkan kemampuan meretensi air tanah sehingga air dapat tinggal lebih lama di dalam tanah.

Pertumbuhan tanaman saat dimulai dari kecambah hingga dewasa dipengaruhi oleh bahan organik. Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah mampu merangsang pertumbuhan kecambah tanaman. Bahan organik yang terdekomposisi mampu melepas unsur hara dan asam-asam yang membantu pertumbuhan. Asam-asam tersebut mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman. Humus yang bersal dari bahan organik terdekomposisi sempurna bila terlarut dalam air akan mengeluarkan enzim yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman (Bagus, 2007).


(35)

Pengertian lahan kritis menurut Dephut (2009) yaitu suatu lahan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan. Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan.

Karakteristik Lahan Kritis

Salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal.

Kondisi Umum Wilayah Pengambilan Sampel

Padang Lawas Utara adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Ibukota kabupaten ini adalah Gunung Tua yang luasnya 3.918,05 km2 dan memiliki 9 kecamatan dimana salah satu kecamatannya adalah kecamatan Sihapas Julu tepatnya desa Pamuntaran yang merupakan lokasi penelitian dilaksanakan. Padang Lawas Utara yang sebagian besar masih berupa lahan kritis yang tersebar pada berbagai kecamatan, sehingga perlu dilakuan suatu tindakan yang dapat menjadikan lahan tersebut dapat berfungsi dengan baik (Pramono, 2002). Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 010 38’ 28,5’’ LU dan 0990 53’ 28,6’’BT. Daerah ini memiliki topografi dataran sampai


(36)

bergelombang dan berbahan induk batuan sedimen halus hingga kasar dan jenis tanahnya sebagian besar adalah ultisol (Pramono, 2002).


(37)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel tanah dari Desa Pamuntaran Kecamatan Sihapas Julu Kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit Jabon Putih (Anthocephalus cadamba), tanah dari lahan kritis, kompos, pupuk kandang, agar-agar, nutrijell, tepung kanji, air. polybag ukuran 5 kg, kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, alat tulis, kalkulator, penggaris, jangka sorong, amplop coklat, gunting, timbangan, tally sheet, emberpisau cutter, gembor, dan cangkul.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial terdiri atas 15 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Metode ini merujuk kepada penelitian sebelumnya yaitu Utomo dan Sidabutar (2009).

M0 = kontrol (tanpa perlakuan) M5 = tepung kanji

M1 = kompos M6 = kompos+agar

M2 = pupuk kandang M7 = kompos+nutrijell

M3 = agar-agar M8 = kompos+kanji


(38)

M10 = pupuk kandang+nutrijell M13 = agar-agar+kanji

M11 = pupuk kandang+kanji M14 = nutrijell+kanji

M12 = Agar-agar+nutrijell

Penggunaan bahan organik kompos dan pupuk kandang sebagai bahan penyimpan air dan penggunaan bahan organik lainnya (agar-agar, nutrijell, tepung kanji) digunakan perbandingan 30:70 terhadap berat tanah (5 kg).

Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan ini, dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier digunakan model statistika sebagai berikut :

Yij = μ + τi+ εij

Keterangan :

Yij = Nilai hasil pengamatan pada ulangan ke-i yang mendapat perlakuan

ke-j

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bibit jabon

ε ij = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j Pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SPSS 17.0. Apabila ANOVA berpengaruh nyata pada uji F maka dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%


(39)

Pelaksanaan Penelitian 1. Pengambilan sampel tanah

Pengaambilan sampel tanah diawali dengan menentukan lokasi pengambilan contoh tanah secara purposive sampling dengan kriteria tanah pada lahan kritis yang berada di Desa Pamuntaran, Kecamatan Sihapas Julu. Berdasarkan kriteria tersebut dilakukan pengambilan contoh tanah dari 10 titik lokasi di lahan kritis..

2. Pembuatan Media

Kompos dan pupuk kandang yang akan digunakan diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kompos dan pupuk kandang dihaluskan dengan kondisi yang hamper sama dengan ukuran tanah yang akan digunakan. Agar-agar dan nutrijell untuk satu bungkusnya masing-masing dicampur dengan 1000ml air. Dan tepung kanji dicampur dengan air dengan kadar kepekatan 5% dan dicampur dengan 1000ml air.

3. Penyediaan Bibit

Bibit jabon yang digunakan berasal dari lokasi pembibitan di Jalan T.A.Hamzah Km.27 lintas Sumatera (Binjai).

4. Persiapan media tumbuh

Polybag yang telah disediakan diisi dengan masing-masing top soil dan campuran media tumbuh, dimana perbandingannya disesuaikan dengan perlakuannya masing-masing.


(40)

Aklimatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi baru yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Tanaman diletakkan pada tempat yang tidak langsung terkena sinar matahari kemudian disiram dengan perlakuan normal. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih tiga minggu.

6. Pemeliharaan tanaman

Dilakukan penyiangan untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman dengan maksud agar tidak mengganggu perakaran pada bibit tanaman. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang berada pada polybag. Pengendalian gulma dilakukan setiap saat.

7. Parameter pengamatan

Pengamatan dimulai 1 minggu setelah dipindahkan ke polybag (1 MST), dan parameter yang diamati antara lain :

- Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal munculnya batang sampai pucuk tanaman tertinggi dengan menggunakan penggaris. Pengambilan data dilakukan setiap seminggu sekali. Agar tidak terjadi perubahan dasar pengukuran, maka perlu diberi tanda tempat awal pengukuran.

- Diameter Batang (mm)

Diameter tanaman diukur dengan mengggunakan jangka sorong yang diambil dengan dua arah yang tegak lurus yang diambil rata-ratanya. Pengukuran diameter dilakukan setiap seminggu sekali.


(41)

Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang paling bawah hingga daun yang berada di sekitar pucuk tanaman yang sudah terbuka sempurna. Menghitung jumlah daun dilakukan setiap seminggu sekali.

-Perhitungan Kadar Air (%)

Setelah tanaman dibongkar kemudian perakarannya dibersihkan dan dihitung kadar air yang masih tersimpan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

KA = Berat awal – Berat oven / Berat awal x 100%

Dimana tanaman kemudian dimasukkan kedalam oven pada suhu ±1050C tekanan

atmosfer sampai suhu konstan.

- Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup (hari)

Kemampuan tanaman bertahan hidup dapat diamati dengan melihat tanaman yang mati (berdasarkan ulangan masing-masing tanaman). Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 7 minggu dengan parameter yang telah diamati yaitu pertambahan tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun, perhitungan kadar air, dan kemampuan tanaman bertahan hidup. Berikut merupakan hasil dari rerata tiap perlakuan yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata pertumbuhan tiap perlakuan

Perlakuan Tinggi (cm) Diameter

(mm) Jumlah Daun (helai) Kadar Air (%) Kemampuan Bertahan Hidup (hari)

M0 0,23

ab

0,01a 4,8 22,57 9

M1 1,86b 0,10 ab 6,0 28.56 24

M2 1,21b 0,17b 5,3 35.96 23

M3 0,34a 0,03 ab 3,9 16.73 17

M4 0,74ab 0,04 ab 4,2 23.67 17

M5 0,34a 0,04 ab 4,2 20.58 17

M6 0,64ab 0,0103a 5,3 19.58 21

M7 0,34ab 0,026a 5,5 15.19 19

M8 0,94ab 0,03a 5,06 26.46 21

M9 0,93ab 0,05 ab 5,5 24.19 21

M10 0,80ab 0,05 ab 3,4 19..02 18

M11 0,80 ab 0,05 ab 5,7 7.89 19

M12 0,34 ab 0,06 ab 4,0 21.53 12

M13 0,40 ab 0,04 a 4,0 24.3 12

M14 0,34

ab

0,03 a 3,4 20.78 18

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%

1. Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian bahan penahan air memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit Jabon. Berikut rataan pertambahan tinggi bibit Jabon Putih disajikan pada Gambar 1.


(43)

Gambar 1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit Jabon antar perlakuan

Berdasarkan Gambar 1, seluruh bibit memperlihatkan pertambahan tinggi hingga akhir pengamatan. Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada grafik di atas dapat dilihat bahwa laju pertambahan tinggi bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah perlakuan M1 menghasilkan rataan pertambahan tinggi tanaman tertinggi (1,86 cm), kemudian M2 dengan rataan pertambahan tinggi (1,21 cm) sedangkan rataan pertambahan tinggi tanaman terendah dari perlakuan M0 (0,23 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara M1 dan M0.

2. Diameter Batang

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian bahan penahan air, memberikan pengaruh nyata terhadap diameter bibit Jabon Putih. Berikut rataan diameter bibit Jabon Putih.


(44)

Gambar 2. Rata-rata pertambahan diameter bibit Jabon antar perlakuan

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa laju pertambahan diameter bibit Jabon Putih tiap pengamatan berbeda-beda. Laju pertambahan diameter bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah M2 menghasilkan rataan diameter tanaman tertinggi (0,17 mm), kemudian M6 (0,103 mm) lalu M1 (0,1mm), sedangkan laju pertambahan diameter bibit yang terendah dari perlakuan adalah M0 (0,01 mm).

3. Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam antara terlihat bahwa pemberian bahan penahan air memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Berikut rataan pertumbuhan jumlah daun disajikan pada Gambar 3.


(45)

Gambar 3. Rata-rata jumlah daun bibit Jabon Putih antar perlakuan

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan daun. Selama pengamatan banyak perlakuan yang tidak mengalami pertambahan jumlah daun. 4. Perhitungan Kadar Air

Pada tabel 1 menunjukkan persentase kandungan air pada tanaman berbeda-beda. Tanaman Jabon Putih dengan perlakuan M2 merupakan tanaman yang paling tinggi kadar air nya (35,96%). Sementara itu tanaman yang mempunyai tingkat kadar air yang paling rendah adalah pada perlakuan M11 (7,89%).

5. Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup

Pada tabel 1 menunjukkan kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup berbeda untuk setiap perlakuan. Tanaman Jabon Putih dengan perlakuan M1 dan M2 merupakan tanaman yang paling lama dapat bertahan hidup sampai dengan hari


(46)

terakhir pengamatan. Sementara itu tanaman yang mempunyai tingkat ketahanan hidupnya yang terendah adalah tanaman dengan perlakuan M0.

Gambar 4. Rerata tingkat kemampuan bertahan hidup Jabon Putih antar perlakuan

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa pemberian berbagai jenis bahan penahan air berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan yan dilakukan. Perlakuan tanpa adanya penyiraman tentunya mempengaruhi pertumbuhan bibit Jabon Putih. Kemampuan tiap bahan tersebut dalam menahan air tentunya berbeda-beda. Hal ini terlihat dari lamanya tanaman dapat bertahan hidup dan kondisi fisik bibit Jabon Putih.

Tanaman yang kekurangan air mengakibatkan tingkat persentase kematian yang tinggi. Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami


(47)

cekaman. Sesuai dengan pernyataan Haryati (2000), stres air pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu karena kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permukaan air yang berlebihan oleh daun. Sudah diketahui bahwa potensial air dalam pembuluh xilem berbagai jenis tanaman bernilai negatif selama sebagain besar masa hidup tanaman dan juga stres air (kekeringan) menghambat pertumbuhan tanaman.

Pada penelitian ini, bibit Jabon Putih yang bertahan sampai dengan hari terakhir pengamatan tanpa adanya penyiraman sampai dengan 24 hari pengamatan terlihat pada perlakuanM1 (kompos) dan perlakuan M2 (pupuk kandang). Pada hari ke- 22, bibit Jabon Putih yang mendapat perlakuan pemberian M1 (kompos) dan M2 (pupuk kandang) masih hidup namun sudah dalam kondisi titik layu. Hal ini dikarenakan kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat kompos dan pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai campuran media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain mengandung unsur hara, kompos dan pupuk kandang juga membantu dalam penyimpanan air, terutama pada saat musim kemarau. Kompos itu ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Pupuk kandang juga memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Bawolye, 2006).


(48)

Bibit Jabon Putih yang mendapat perlakuan lainnya (agar-agar, nutrijell, tepung kanji) terlihat daunnya sudah berguguran dan berwarna coklat (menunjukkan tanda-tanda kematian) dan ada beberapa tanaman yang telah mati. Hal ini disebabkan karena dosis pemberian bahan-bahan tersebut dinilai masih kurang banyak sebagai cadangan air. Keadaan tanaman yang stres air menyebabkan bibit Jabon Putih tersebut tidak mampu untuk bertahan hidup, dikarenakan air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan daur hidupnya. Kebutuhan air pada suatu tanaman umumnya berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri (Daniel et al., 1994).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terjadinya penurunan persentase kadar air. Hal ini disebabkan bahwa air yang tersedia di dalam tanah semakin hari semakin berkurang. Menurut Hakim, et al, (1986) Jika kadar air tanah diseluruh daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser ke lapisan bawah. Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air tersedia. kekurangan udara mungkin dapat menjadi penghambat pertumbuhan tanaman. Panas matahari juga mempengaruhi ketersediaan air yang ada pada bahan penahan air tersebut. Di mana suhu pada rumah kaca yaitu


(49)

pada pagi hari (T=280C dan kelembaban 70%), siang hari (T=360C dan kelembaban 78%) dan sore hari (T=31,50C dan kelembaban 69%).

Nilai pertambahan diameter terbesar adalah M2 yaitu 0.17 mm dan nilai terendah yaitu kontrol (M0) yang hanya mengalami pertambahan diameter 0,01 mm. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang ekstrim dengan suhu yang lebih dari 350 C mengakibatkan tumbuhan cepat kehilangan air sehingga pertumbuhan menjadi tetap.

Lahan tempat dilakukannya penelitian ini adalah lahan marginal atau lahan kritis dimana kondisi lingkungan berada dalam cengkraman kekeringan. Hal ini sangat mendominasi dalam mempengaruhi proses pertumbuhan sehingga proses pertumbuhan begitu lambat. Dapat dilihat dari data bahwa pertambahan diameter bibit Jabon hanya berkisar 0.01-0.17 mm. Pernyataan ini sesuai dengan Dephut (2006) yaitu salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal.

Daun merupakan aspek penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan zat yang dibutuhkan tumbuhan dalam proses pertumbuhan, sementara sinar matahari juga merupakan komponen penting dalam proses fotosintesis yang didukung pula oleh keberadaan air. Intensitas cahaya yang sedikit tidak memberikan dampak optimal terhadap proses fotosintesis, namun intensitas cahaya yang terlalu besar juga


(50)

tidak baik dalam proses fotosintesis karena akan dapat merusak pigmen-pigmen daun. Kondisi di lapangan ditemukan fakta bahwa temperatur yang tinggi serta ketersediaan air tidak mendukung sehingga mengakibatkan laju fotosintesis menjadi lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1981), kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.

Pengamatan jumlah daun bibit Jabon Putih menunjukkan seluruh perlakuan cenderung menunjukkan tidak ada pertambahan jumlah daun, perlakuan dengan pemberian bahan penahan air tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan air. Hal ini diakibatkan oleh faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan hasil

pengamatan suhu dan kelembaban pada pengamatan minggu ke-2 yaitu 36,80C dan

kelembaban 36% . Hal ini mengakibatkan pigmen daun banyak yang rusak dan akhirnya menggugurkan daun sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Pernyataan di atas sesuai dengan Haryati (2000) yang menyatakan bahwa respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintesis. Oleh karena tanaman Jabon merupakan tanaman tahunan, sehingga dengan perlakuan dalam jangka waktu yang singkat belum dapat menunjukkan pengaruh yang nyata. Mungkin jika pelaksanaan penelitian lebih lama dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter jumlah daun.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter batang, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun.

2. Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah kompos dan pupuk kandang.

3. Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, tanaman Jabon Putih hanya mampu bertahan hidup selama 24 hari tanpa adanya penyiraman dengan menggunakan beberapa jenis bahan penahan air.

Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka bahan penahan air yang paling baik sebagai penahan air untuk mendukung pertumbuhan tanaman bibit Jabon Putih adalah kompos dan pupuk kandang. Selain itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan dosis yang lebih tinggi untuk beberapa jenis bahan penahan air.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, D, S. 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bagus. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Cetakan ke-I. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Bawolye, J. 2006. Bahan Organik dan Pupuk

Kandang.http://www.knowledgebank.irrii.org. [Tanggal akses 10

Februari 20.14]

Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Elfarisna, Parsan dan Sularno. 2004. Jurnal Penelitian : Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Konsentrasi Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek. Jakarta.

Gomez, K. A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. UI Press. Jakarta. Hakim, N., Nyapka, Y.M. Lubis, A.M. Nugroho, G. Saul, R. Diha, A. Hong, B.G.

dan Bailey, H.H.

Hartanato, H. 2011. Pola Budidaya Jabon. Brilliant Books. Yogyakarta.

Hartus, T. 2002. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hendramono. 2003. Peningkatan Mutu Bibit Pohon Hutan dengan Menggunakan Medium Organik dan Wadah yang Sesuai. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Isroi. 2008. Kompos. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. http://id.wikipedia.org

Islami, T dan W. Hutomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.


(53)

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR. Bogor

Lakitan, B. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta.

Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mansur, I. dan Tuheteru, F., D. 2011. Kayu Jabon. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mulyana, D., Asmarahman, dan C., Fahmi, I. 2010. Panduan Lengkap Bisnis dan Bertanam Kayu Jabo. Agromedia. Jakarta.

Musnawar, E.I. 2002. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Sawadaya. Jakarta.

Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. Usu Press. Medan Salisbury, FB dan CW, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung.

Simamora, S dan Salunduk. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB Press. Bogor.

Syakhrul. 2007. Skripsi : Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas L) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan.

Utomo, B dan Sidabutar, F,H. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis forst). Jurnal Akademika Copertis Wilayah I NAD SUMUT Vol 13 No.4 Agustus 2009. Hal 19-23.

Wikipedia. 2008. Agar-agar. http://id.wikipedia.org. [Tanggal akses 10 Februari 2014].


(54)

Lampiran 1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih Rataan laju pertambahan tinggi bibit Jabon putih (cm) pengamatan ke-1 sampai ke-3 MST

Perlakuan Waktu pengamatan (MST)

1 2 3

M0 27.1 27.3 27.43

M1 27.3 27.97 29.16

M2 27.43 28.06 28.61

M3 27.2 27.43 27.50

M4 25.13 25.9 25.90

M5 29.13 29.23 29.47

M6 29.56 29.93 30.20

M7 28.10 28.13 28.43

M8 23.46 24.03 24.40

M9 26.13 26.76 27.06

M10 24.43 25.03 25.23

M11 28.73 29.20 29.53

M12 23.70 23.77 24.03

M13 25.36 25.56 25.76

M14 23.93 24.10 24.26

Rataan pertambahan tinggi bibit Jabon putih (cm) setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

M0 24.2 29.8 27.63 81.63 27.21

M1 28.2 25.36 30.46 84.02 28.06

M2 28.4 25.6 29.36 83.36 27.7

M3 27.2 27.36 27.56 82.32 27.44

M4 28.06 23.83 28.3 80.14 26.73

M5 27.83 26.63 29.16 83.63 27.87

M6 30.46 30.3 28.9 89.66 29.88

M7 26.93 27.4 30.3 84.63 28.21

M8 28.73 25.4 17.5 71.63 23.87

M9 20.4 28.3 30.5 79.20 26.4

M10 24.92 24.5 25.5 74.92 24.9

M11 29.72 27.4 30.86 87.98 29032

M12 28.3 20.4 30.5 79.20 26.40

M13 28.2 26.4 30.46 22.40 27.41


(55)

Analisis sidik ragam

Keterangan : * =Berpengaruh nyata; tn = tidak berpengaruh nyata

Lampiran 2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit Jabon putih Rataan laju pertambahan diameter bibit Jabon putih (mm) pengamatan ke-1 sampai ke-3 MST

Perlakuan Waktu pengamatan (MST)

1 2 3

M0 0.4 0.4 0.41

M1 0.53 0.56 0.63

M2 0.49 0.51 0.66

M3 0.4 0.43 0.43

M4 0.43 0.45 0.47

M5 0.4 0.42 0.44

M6 0.42 0.44 0.48

M7 0.49 0.59 0.593

M8 0.49 0.513 0.516

M9 0.41 0.41 0.44

M10 0.37 0.41 0.42

M11 0.4 0.42 0.45

M12 0.36 0.4 0.42

M13 0.38 0.41 0.42

M14 0.39 0.4 0.42

Sumber Keragaman Derajat

bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F. Hitung F. Tabel

Perlakuan 14 7.506 0.536 2.340* 2.04

Galat 30 12.000 0.400


(56)

Rataan pertambahan diameter bibit Jabon putih (mm) setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

M0 0.21 0.406 0.5 1.116 0.372

M1 1.89 1.94 1.64 5.47 1.82

M2 1.87 1.71 1.62 5.20 1.73

M3 0.90 1.50 1.30 3.70 1.53

M4 1.94 1.62 1.71 5.56 1.87

M5 1.30 1.62 1.89 4.47 1.64

M6 1.62 1.71 1.62 5.36 1.78

M7 2.60 1.62 2.90 5.47 1.82

M8 1.62 1.94 0.90 3.70 1.23

M9 1.94 2.40 2.20 6.56 2.23

M10 1.62 1.89 1.30 4.56 1.86

M11 1.62 1.30 1.89 4.56 1.86

M12 1.94 0.5 1.30 3.74 1.26

M13 0.5 1.94 0.90 3.23 1.43

M14 3.70 0.5 0.5 4.70 1.53

Analisis sidik ragam

Keterangan : * =Berpengaruh nyata; tn = tidak berpengaruh nyata

Sumber Keragaman Derajat

bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F. Hitung F. Tabel

Perlakuan 14 0.025 0.002 4.2* 2.04

Galat 30 0.045 0.001


(57)

Lampiran 3. Rataan pertambahan jumlah daun dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih

Rataan pertambahan jumlah daun bibit Jabon putih (helai) setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

M0 4 4 4 12.00 4.00

M1 6 6 6 18.00 6.00

M2 4 4 4 12.00 4.00

M3 4 4 4 12.00 4.00

M4 4 4 4 12.00 4.00

M5 4 4 4 12.00 4.00

M6 4 4 4 12.00 4.00

M7 4 4 4 12.00 4.00

M8 4 4 4 12.00 4.00

M9 6 6 6 18.00 6.00

M10 6 6 6 18.00 6.00

M11 4 4 4 12.00 4.00

M12 4 4 4 12.00 4.00

M13 4 4 4 12.00 4.00

M14 4 4 4 12.00 4.00

Analisis sidik ragam

Keterangan : * =Berpengaruh nyata; tn = tidak berpengaruh nyata

Sumber Keragaman Derajat

bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F. Hitung F. Tabel

Perlakuan 14 4.3111 0.308 0.66 tn 2.04

Galat 30 14.000 0.467


(58)

Lampiran 4. Rataan perhitungan kadar air bibit Jabon putih

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

M0 26.62 7.45 33.65 67.72 22.57

M1 31.92 26.45 27.33 85.70 28.56

M2 15.23 54.33 38.38 107.89 35.96

M3 17.68 17.35 15.16 50.19 16.73

M4 27.01 31.40 12.60 71.01 23.67

M5 36.145 12.04 13.58 61.76 20.58

M6 33.43 11.74 24.16 58.75 19.58

M7 14.2 20.48 10.90 45.58 15.19

M8 31.83 35.81 11.24 79.38 26.46

M9 35.49 22.20 14.90 72.59 24.19

M10 19.65 29.09 8.33 57.07 19.02

M11 5.16 8.22 10.30 23.67 7.89

M12 20.33 30.20 14.06 64.59 21.53

M13 31.98 23.07 18.01 73.06 24.30


(59)

Lampiran 5. Kemampuan tanaman bertahan hidup sampai hari ke-

Perlakuan Ulangan Hari Ke-

3 6 9 12 15 18 21 24

M0 1 √

2 √

3 √

M1 1 √

2 √

3 √

M2 1 √

2 √

3 √

M3 1 √

2 √

3 √

M4 1 √

2 √

3 √

M5 1 √

2 √

3 √

M6 1 √

2 √

3 √

M7 1 √

2 √

3 √

M8 1 √

2 √

3 √

M9 1 √

2 √

3 √

M10 1 √

2 √

3 √

M11 1 √

2 √

3 √

M12 1 √

2 √

3 √

M13 1 √

2 √

3 √

M14 1 √

2 √

3 √ Keterangan : √ = hari mati


(60)

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Pengambilan sampel tanah Lokasi pengambilan sampel tanah


(61)

(62)

Kondisi tanaman pada saat aklimatisasi Pengukuran tinggi tanaman

Kondisi tanaman yang sudah mati Kondisi tanaman yang sudah mati


(63)

(1)

Lampiran 4. Rataan perhitungan kadar air bibit Jabon putih

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

M0 26.62 7.45 33.65 67.72 22.57

M1 31.92 26.45 27.33 85.70 28.56

M2 15.23 54.33 38.38 107.89 35.96

M3 17.68 17.35 15.16 50.19 16.73

M4 27.01 31.40 12.60 71.01 23.67

M5 36.145 12.04 13.58 61.76 20.58

M6 33.43 11.74 24.16 58.75 19.58

M7 14.2 20.48 10.90 45.58 15.19

M8 31.83 35.81 11.24 79.38 26.46

M9 35.49 22.20 14.90 72.59 24.19

M10 19.65 29.09 8.33 57.07 19.02

M11 5.16 8.22 10.30 23.67 7.89

M12 20.33 30.20 14.06 64.59 21.53

M13 31.98 23.07 18.01 73.06 24.30


(2)

Lampiran 5. Kemampuan tanaman bertahan hidup sampai hari ke-

Perlakuan Ulangan Hari Ke-

3 6 9 12 15 18 21 24

M0 1 √

2 √

3 √

M1 1 √

2 √

3 √

M2 1 √

2 √

3 √

M3 1 √

2 √

3 √

M4 1 √

2 √

3 √

M5 1 √

2 √

3 √

M6 1 √

2 √

3 √

M7 1 √

2 √

3 √

M8 1 √

2 √

3 √

M9 1 √

2 √

3 √

M10 1 √

2 √

3 √

M11 1 √

2 √

3 √

M12 1 √

2 √

3 √

M13 1 √

2 √

3 √

M14 1 √

2 √

3 √


(3)

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Pengambilan sampel tanah Lokasi pengambilan sampel tanah


(4)

(5)

Kondisi tanaman pada saat aklimatisasi Pengukuran tinggi tanaman

Kondisi tanaman yang sudah mati Kondisi tanaman yang sudah mati


(6)