Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)

(1)

PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS PENAHAN AIR UNTUK

MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst)

RICO CRISTIAN LAKSAMANA 061202010

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS PENAHAN AIR UNTUK

MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst)

SKRIPSI

Oleh:

RICO CRISTIAN LAKSAMANA 061202010

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS BAHAN PENAHAN AIR UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN

(Artocarpus communis Forst.)

SKRIPSI Oleh:

RICO CRISTIAN LAKSAMANA 061202001/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Skripsi : Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)

Nama : Rico C Laksamana

NIM : 061202010

Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S. Hut, M. Si, P. hd Ketua Departemen Kehutanan


(5)

ABSTRACT

RICO C LAKSAMANA : Use some type of water retaining to support the growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). Under the supervision of BUDI UTOMO and YUNASFI

Water is an important factor to supporting the growth of a plants. Lack of water will disturb the physiological and morphological activities, became an atrophy. The purpose of this study is to evaluate the effect of various type of water retaining material appropriate to see influence growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). This study uses a non-factorial completely randomized design.

The result of this study showed that the type of water retaining to give tangible effect to height and soil moisture content. In average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (control) is 1.10 cms. In

average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (manure) as highest is 5.23 cms. In average use some of water

retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M5 (carbonated soft) as

lowest is 0.93 cms. In average use some of water retaining influence to change diametres of breadfruit seedlings in M1 (control) is 0.43 cms. In average use some of

water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M9 (gelatin)

as highest is 0.45. In average use some of water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M7 (cocopot) as lowest is 0.35 cms. In average

use some of water retaining influence to humidity soil in M1 (control) is 29.37%. In

average use some of water retaining influence to humidity soil in M9 (gelatin) as

highest is 33.73%. In average use some of water retaining influence to humidity soil in M4 (manure) as lowest is 20.83%. The most potentially kind of water retaining that

can saving water is manure.


(6)

ABSTRAK

RICO C LAKSAMANA: Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air untuk Menduku ng Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan kadar air tanah. Rataan pengaruh pemberian jenis bahan penahan air terhadap pertambahan tinggi bibit sukun pada M1 (control) sebesar 1,10 cm. Rataan pertambahan tinggi bibit sukun

tertinggi pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 5,23 cm. Rataan pertambahan

tinggi bibit sukun terendah pada perlakuan M5 (arang halus) sebesar 0,93 cm. Rataan

pertambahan diameter bibit sukun pada M1 (control) sebesar 0,43 cm. Rataan

pertambahan diameter bibit sukun tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar

0,43 cm. Rataan pertambahan diameter bibit sukun terendah pada perlakuan M7 (sabut

kelapa) sebesar 0,35 cm. Rataan kadar air tanah pada M1 (control) sebesar 29,37 %.

Rataan kadar air tanah tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar 33,73 %.

Rataan kadar air tanah terendah pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 20,83 %.

Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah pupuk kandang.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Buluh Duri pada tanggal 29 September 1988 dari ayah Rejeki Tarigan dan ibu Reulina Br Sitepu. Penulis merupakan anak Pertama dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di TK Swasta Metodis Kuala lulus tahun 1995 kemudian melanjutkan pendidikan di SD.N Buluh Duri lulus tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP.N 1 Kuala Kuala lulus tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kuala dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis jmengikuti kegiatan organisasi Komunitas Pembibitan (KOMBIT) di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan dan Pembinaan Hutan (P3H) di Hutan Pegunungan Lau Kawar di Kabupaten Karo dan Hutan Pantai di Kabupaten Asahan bulan Juni 2007. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur di Provinsi Kalimantan Barat dari tanggal 11 Juni sampai dengan 31 Agustus 2009. Penulis melaksanakan penelitian mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Januari 2010 di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tema ”Pemanfaatan Penahan Air untuk Menduku ng Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus

communis Forst)”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan terima kasih kepada Ayahanda Rejeki Tarigan dan Ibunnda Reulina Br Sitepu yang telah membimbing dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M,si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada akhir penulisan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAETAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) ... 4

Taksonomi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Pedoman Budidaya ... 6

Media Tanam Tumbuhan ... 7

Kompos... 10

Pupuk Kandang ... 12

Arang ... 14

Hidrogel ... 15

Agar-agar... ... 18

Sabut Kelapa ... 19

Batang Pisang ... 20

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 21

Bahan dan Alat Penelitian ... 21

Metode Penelitian ... 21

Prosedur Penelitian ... 22

A. Penyiapan Media Tanam ... 22

B. Penyediaan Media Campuran ... 22


(10)

D. Pencampuran Media Tumbuh... 23

E.Pemindahan Bibit ke Media Tumbuh ... 23

F. Pemeliharaan ... 24

Parameter Pengamatan ... 24

A. Tinggi Tanaman ... 24

B. Diameter Batang ... 24

C. Jumlah Daun... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

1. Tinggi Bibit Sukun ... 25

2. Diameter Bibit Sukun ... 26

3. Jumlah Daun ... 27

Pembahasan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rataan Pengaruh Pemberian Jenis Bahan Penahan Air Terhadap Tinggi

Bibit Sukun ... 25 2. Rataan Pengaruh Pemberian Jenis Bahan Penahan Air Terhadap Diameter

Bibit Sukun ... 26 3. Rataan Pengaruh Pemberian Jenis Bahan Penahan Air Terhadap Jumlah


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm)

Bibit Sukun ... 37

2. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Diameter (cm) Bibit Sukun ... 38

3. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Jumlah Daun Bibit Sukun ... 37

4. Gambar Bibit Sukun Pada Usia 12 Minggu ... .. 39

5. Data Kemampuan Tanaman untuk Dapat Bertahan Hidup……….. 42

7. Gambar Label Bahan ... 46


(13)

ABSTRACT

RICO C LAKSAMANA : Use some type of water retaining to support the growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). Under the supervision of BUDI UTOMO and YUNASFI

Water is an important factor to supporting the growth of a plants. Lack of water will disturb the physiological and morphological activities, became an atrophy. The purpose of this study is to evaluate the effect of various type of water retaining material appropriate to see influence growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). This study uses a non-factorial completely randomized design.

The result of this study showed that the type of water retaining to give tangible effect to height and soil moisture content. In average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (control) is 1.10 cms. In

average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (manure) as highest is 5.23 cms. In average use some of water

retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M5 (carbonated soft) as

lowest is 0.93 cms. In average use some of water retaining influence to change diametres of breadfruit seedlings in M1 (control) is 0.43 cms. In average use some of

water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M9 (gelatin)

as highest is 0.45. In average use some of water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M7 (cocopot) as lowest is 0.35 cms. In average

use some of water retaining influence to humidity soil in M1 (control) is 29.37%. In

average use some of water retaining influence to humidity soil in M9 (gelatin) as

highest is 33.73%. In average use some of water retaining influence to humidity soil in M4 (manure) as lowest is 20.83%. The most potentially kind of water retaining that

can saving water is manure.


(14)

ABSTRAK

RICO C LAKSAMANA: Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air untuk Menduku ng Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan kadar air tanah. Rataan pengaruh pemberian jenis bahan penahan air terhadap pertambahan tinggi bibit sukun pada M1 (control) sebesar 1,10 cm. Rataan pertambahan tinggi bibit sukun

tertinggi pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 5,23 cm. Rataan pertambahan

tinggi bibit sukun terendah pada perlakuan M5 (arang halus) sebesar 0,93 cm. Rataan

pertambahan diameter bibit sukun pada M1 (control) sebesar 0,43 cm. Rataan

pertambahan diameter bibit sukun tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar

0,43 cm. Rataan pertambahan diameter bibit sukun terendah pada perlakuan M7 (sabut

kelapa) sebesar 0,35 cm. Rataan kadar air tanah pada M1 (control) sebesar 29,37 %.

Rataan kadar air tanah tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar 33,73 %.

Rataan kadar air tanah terendah pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 20,83 %.

Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah pupuk kandang.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif tanaman sumber pangan. Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit seperti pekarangan, ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman sukun juga cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baik sehingga lebih cepat berbuah (Adinugraha 2003 dalam Hendalastuti dan Rojidin 2006).

Musim panen buah sukun biasanya berlangsung pada masa paceklik sehingga dapat menopang tingkat konsumsi makanan pokok. Selain itu, tanaman sukun merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan diversivikasi pangan sehingga tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras dapat dikurangi. Tanaman sukun juga membantu meningkatkan produktivitas lahan kering dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi. Dalam menghasilkan tanaman sukun yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik maka hal tersebut tidak lepas dari usaha mendapatkan bibit tanaman sukun yang baik pula (Ismal 1979 dalam Haryati 2003).

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran atau volume dari suatu tanaman, misalnya tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun maupun luas daun. Tanaman dalam menjalankan proses pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi


(16)

air. Selain itu juga pertumbuhan tanaman tergantung pada interaksi sel dengan lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995)

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air. Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Daniel et al., 1994).

Dalam penelitian ini, yang dipermasalahkan adalah mengenai jenis bahan penahan air yang tepat yang dapat menyimpan air dalam waktu beberapa lama dan mengurangi intensitas penyiraman selama pembibitan untuk tanaman sukun. Sehingga diharapkan dapat menghemat biaya, tenaga dan waktu selama pembibitan. Sudah banyak penelitian mengenai media tanam yang cocok untuk dijadikan sebagai campuran media untuk penanaman khususnya di bidang kehutanan. Semakin kritisnya

top soil yang tersedia di Indonesia serta semakin kritisnya air bersih akibat semakin

maraknya penebangan hutan, menyebabkan banyak orang meneliti bagaimana menciptakan sesuatu sebagai alternatif pengganti tanah dan mengurangi intensitas penyiraman setidaknya selama pembibitan.

Hal inilah yang melatar belakangi penulis melakukan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan beberapa jenis bahan yang dapat menahan air yaitu kompos, pupuk kandang, crystal soil, aquasorb, batang pisang, agar-agar, arang dan sabut kelapa.


(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) pada lahan kriris.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).

Hipotesis Penelitian

Penahan air organik dapat mendukung pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst)

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m, kayunya lunak dan kulit kayu berserat kasar.Ciri-ciri fisik tanaman sukun antara lain : semua bagian tanaman bergetah encer, daunnya lebar, bercanggap menjari, dan berbulu kasar, batangnya besar, agak lunak, dan bergetah banyak, cabangnya banyak, pertumbuhannya cenderung ke atas. Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga betina dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka (Dephut, 1998).

Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap ke atas bunganya berumah satu, bunga jantan dan betina terdapat pada tongkol yang berbeda. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat sampai bulat panjang. Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina ± 90 hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun. Buahnya berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong. Buah muda berkulit kasar dan berkulit halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan. Beratnya dapat mencapai 4 kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasanya agak manis dan memiliki aroma spesifik, tidak berbiji sehingga perbanyakannya dengan cara stek dan sambung. Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik (Dephut, 1998).


(19)

Penyerbukan bunga pada tanaman sukun dibantu oleh angin, sedangkan serangga yang sering berkunjung kurang berperan dalam penyerbukan bunga. Pada buah sukun, walaupun terjadi penyerbukan, pembuahannya mengalami kegagalan sehingga buah yang terbentuk tidak berbiji. Pada sukun (Artocarpus communis Forst) kedua proses dapat berlangsung normal sehingga buah yang terbentuk berbiji normal dan kulit buah berduri lunak sekali oleh kaena itu buah sukun tidak berbiji (partenokarpi). Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan akar samping dangkal. Akar samping dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk bibit. Taksonomi tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst., A. altilis (Parkinson) Fosberg Nama lain : Seedless bread fruit (Inggris)

Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun, keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan (Dephut, 1998).

Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar


(20)

bulat dan manjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).

Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar ke samping dan tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan (Dephut, 1998). Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Dahan pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).

Syarat tumbuh

Tanaman sukun baik dikembangkan di dataran rendah hingga ketinggian 1200 mdpl yang bertipe iklim basah. Curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Tanah aluvial yang mengandung banyak bahan organik disenangi oleh tanaman sukun. Derajat keasaman tanah sekitar 6-7. Tanaman sukun relatif toleran terhadap pH rendah, relatif tahan kekeringan, dan tahan naungan. Tanaman sukun masih mampu tumbuh dan berbuah pada tempat yang mengandung batu karang dan kadar garam agak tinggi serta sering tergenang air (Pitojo, 1999).

Pedoman Budidaya

Tanaman sukun diperbanyak dengan stek akar atau cangkok. Akar samping pohon sukun ditarik ke atas, lalu dipotong sepanjang 20-30 cm, kemudian disemaikan untuk bibit. Akar tanaman sukun yang tampak di permukaan tanah sering tumbuh


(21)

tunas. Tunas ini dapat dipotong beserta akar induknya untuk dijadikan bibit. Bibit sukun yang telah mencapai tinggi kurang lebih 70 cm dapat ditanam di kebun. Ukuran lubang tanam 40 cm x 40 cm x 30 cm. Setiap lubang diberi 10 kg pupuk kandang yang telah matang. Sebaiknya bibit muda dilindungi dulu dengan daun kelapa atau daun lainnya untuk mencegah sengatan sinar matahari dan diberi air yang cukup bila musim kemarau (Pitojo, 1999).

Media Tanam Tumbuhan

Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih dari suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih dari suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang ditetapkan. Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki kesuburan yang memadai, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya serap dan daya simpan air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin, 1999).

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit


(22)

kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya. Misalnya, pakis dan arang dicampur dengan perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam baru. Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu bata. Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya (Khaerudin, 1999).

Media tanam berfungsi sebagai tempat berpegangan akar tanaman yang ditanam dan untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan kemudian larutan nutrisi tersebut diserap oleh perakaran. Syarat yang digunakan untuk media taTanah yang merupakan tempat tumbuh suatu tanaman merupakan suatu sistem terpadu antara unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya misalnya mineral anorganik, mineral organik, organik tanah, udara, tanah dan air tanah. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi, tanaman mendapatkan suplai nutrisi (hara mineral) dari dalam tanah dan mineral-mineral tersebut diserap dalam bentuk yang spesifik. Untuk mengembalikan mineral-mineral tanah yang hilang, baik yang tercuci oleh hujan maupun yang terserap tanaman maka dilakukan pemupukan (Umboh 1997 dalam Sitepu 2007).

Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik, hal itu dikarenakan bahan organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi. Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh


(23)

mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air

(H2O), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang

dapat diserap tanaman sebagai zat makanan. Namun, proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi (Bagus, 2007).

Bahan organik mempunyai sejumlah energi, sebagian besar dapat diubah menjadi bentuk yang laten atau dibebaskan sebagai panas. Jaringan tumbuhan yang sampai di tanah mempunyai nilai panas sebesar 4 hingga 5 kcal tiap gram bahan kering, misalnya penambahan 10 ton pupuk kandang yang mengandung 2,5 ton bahan kering merupakan penambahan 9-11 juta kcal energi laten. Tanah yang mengandung 4% bahan organik mempunyai 170-200 juta kcal energi potensial tiap Ha lapisan olah. Jumlah ini sama dengan 20-25 ton batu bara. Humus (bahan organik) bersifat sangat koloidal, tetapi berbeda dari liat silikat karena humus adalah amorf, selanjutnya luas permukaan dan sifat jerapannya jauh melebihi liat. Daya jerap liat berkisar 8-100 me tiap gram, sebaliknya humus mempunyai kapasitas tukar kation sebesar 150-300 me tiap 100 gram. Pada umumnya 1% humus dalam tanah mineral sama dengan 2 me kapasitas tukar tiap 100 gram. Dibandingkan dengan liat nilai tesebut sama dengan 0,1 hingga 1,0 me. Sehubungan dengan air terjerap, perbandingannya adalah serupa, humus akan menjerap dari lingkungan jenuh air sejumlah air ekuivalen dengan 80 hingga 90% dari bobotnya. Liat sebaliknya hanya dapat memperoleh 15 hingga 20 % (Soepardi, 1983)


(24)

Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, sampah kota, dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang mujarab dan terkenal untuk memperbaiki kondisi tanah. Unsur lain dalam kompos yang variasinya cukup banyak walaupun kadarnya rendah adalah nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium (Lingga dan Marsono, 2007)

Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit (Isroi, 2008).

Tumpukan bahan-bahan mentah (serasah, sisa-sisa tanaman, sampah dapur, dll) menjadi kompos dikarenakan telah terjadi pelapukan, penguraian atau dengan perkataan lain telah terjadi perubahan-perubahan dari sifat fisik semula menjadi sifat fisik baru (kompos). Menurut penelitian Syakhrul (2007), bahwa pemberian bahan organik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman jarak pagar. Hal ini disebabkan dengan adanya pemberian bahan organik tersebut secara langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Secara fisik bahan organik tersebut berperan dalam memperbaiki struktur tanah menjadi


(25)

remah sehingga akan lebih mudah ditembus perakaran tanaman, meningkatkan daya menahan air dan unsur hara dalam tanah tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Engelsrad 1997 dalam Syakhrul 2007).

Alasan utama pemberian pupuk organik atau kompos sebenarnya lebih bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah daripada untuk menyediakan unsur hara. Meskipun kandungan unsur hara dalam kompos tergolong lengkap, tetapi jumlahnya sedikit. Berarti untuk memenuhi kebutuhan tanaman dibutuhkan kompos dalam jumlah cukup banyak. Kompos lebih berperan untuk menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan atau diserap tanaman. Selain itu kompos bisa menjaga sifat fisik tanah dan menjamin kehidupan mikroba tanah (Simamora dan Salunduk, 2006).

Bahan baku kompos sangat mudah diperoleh karena memanfaatkan sampah organik. Bahan bakunya bisa berupa dedaunan, jerami, serasah sisa panen, kotoran ternak dan sisa sayuran. Adanya aktivitas mikroorganisme dan terbentuknya asam organik pada proses dekomposisi menyebabkan daya larut unsur N, P, K dan Ca menjadi lebih tinggi sehingga berada dalam bentuk tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, kandungan unsur hara kompos lebih lengkap karena mengandung unsur hara makro, sekaligus unsur hara mikro. Keunggulan kompos antara lain :

- mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, tetapi sedikit - dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi subur - memiliki daya simpan air (water holding capacity) yang tinggi

- beberapa tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap serangan penyakit


(26)

- memiliki residual effect yang positif, artinya pengaruh positif dari kompos terhadap tanaman yang ditanam pada musim berikutnya masih ada sehingga pertumbuhan dan produktivitasnya bagus

(Simamora dan Salunduk, 2006).

b. Pupuk Kandang

Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan atau produk sampingan seperti pupuk kandang ternak atau unggas, jerami padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, bungkil, pupuk hijau, dan potongan leguminosa (Bawolye, 2006).

Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, pupuk kandang memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Bawolye, 2006).

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine). Pupuk kandang terdiri dari 2 jenis yaitu padat dan cair. Kadar hara kotoran ternak berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas tersendiri dan makanan masing-masing ternak pun berbeda-beda. Jenis makanan sangat menentukan


(27)

kadar hara. Jika makanan yang diberikan kaya hara, maka kotorannya pun akan kaya dengan zat hara. Usia ternak juga akan menentukan kadar hara. Ternak muda akan menghasilkan feses dan urine yang kadar haranya rendah, karena ternak muda memerlukan sangat banyak zat hara N dan beberapa macam mineral dalam pembentukan jaringan-jaringan tubuhnya (Lingga dan Marsono, 2007).

Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara bagi tanaman yang murah dan mudah diperoleh. Macam-macam pupuk kandang yang sering digunakan adalah kotoran kuda, sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain-lain. Selain mengandung unsur hara, pupuk kandang juga membantu dalam penyimpanan air, terutama pada saat musim kemarau. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang sangat bergantung pada jenis ternak, jenis pakan, sifat kotoran, cara penyimpanan, pengolahan dan pemakaiannya. Hal ini seiring dengan pendapat Musnamar (2003) bahwa proses penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya unsur hara dalam pupuk kandang terutama unsur N sekitar 50 % dan unsur K 60 % hilang karena proses ini (Elfarisna et al., 2004).

c. Arang

Arang pada umumnya hanya dikenal sebagai bahan untuk pembakaran terutama untuk memasak dan juga untuk pembuatan briket arang dan juga arang aktif, padahal arang memiliki peranan yang baik dan penting dalam menyuburkan tanah. Gusmailina et al (2002) menyatakan bahwa arang yang berasal dari pengolahan kayu maupun dari kegiatan lainnya mampu menyuburkan tanah. Selain itu pemanfaatan arang dari hasil kegiatan pengolahan kayu tersebut mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu dan nilai tambah limbah kayu.


(28)

Arang merupakan hasil dari pembakaran dari bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Arang dapat digunakan untuk memperbaiki tempat tumbuh suatu tanaman dan juga dapat berfungsi sebagai pembangun kesuburan tanah (soil conditioning). Hal ini dikarenakan arang memiliki kemampuan untuk dapat memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah. Selain itu, arang juga dapat berfungsi sebagai media untuk mengikat karbon di dalam tanah (Gusmailina et al., 2002).

Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologi, arang mempunyai pori-pori pada permukaanya. Pori ini sangat efektif mengikat dan menyimpan hara tanah yang berada di dalam dan di sekitarnya, oleh sebab itu aplikasi arang pada lahan-lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah karena dapat meningkatkan beberapa fungsi, antara lain : sirkulasi udara dan tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endomikoriza dan spora ektomikoriza sehingga dapat meningkatkan produkt ivitas lahan dan hutan tanaman. Unsur hara ini dapat dilepaskan secara perlahan sesuai dengan laju konsumsi yang dilakukan oleh tanaman (slow release). Selain itu arang juga memiliki sifat

higroskopis sehingga hara yang terdapat di dalam tanah tidak mudah tercuci dan lahan

akan berada dalam keadaan siap pakai (Gusmailina et al., 2002).

Bahan baku arang diambil dari kayu yang dikeringkan melalui proses pemanasan. Sifat arang yang ringan ini ketika diberikan ke tanah bisa mengikat air dan juga membuang racun. Penggunaan arang selain mampu menggemburkan tanah dan menyuburkan tanah, bagi pertanian juga otomatis dapat meminimalisir kerusakan tanah akibat bahan-bahan kimia dan menggantikan posisi pupuk buatan. Secara fisik


(29)

arang berpengaruh terhadap struktur dan tekstur tanah, oleh karena itu semakin banyak suplai arang ke dalam tanah maka akan mengurangi kepadatan tanah (bulk

density). Penambahan arang ke dalam tanah mengakibatkan semakin banyak ruang

pori yang terdapat di dalam tanah sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dengan lebih baik, selain itu juga pemberian arang ini juga dapat menekan tingginya laju pencucian unsur hara di dalam tanah. Hal ini dimungkinkan karena secara morfologis arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Penambahan arang pada media pembibitan juga dapat meningkatkan : kelembapan, daya serap air, serta sirkulasi udara sehingga mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan akar halus bibit tanaman (Gusmailina et al., 2002)

d. Hydrogel

Hydrogel adalah merupakan super absorbent anionic polyacrylamide polymers. Produk ini adalah crosslinked copolymers dari acrylamide dan potassium acrylate.

Gambar 1. Rantai polimer hydrogel

Hydrogel adalah penahan air-cairan yang dapat digunakan bersinergi dengan

tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan nutrient dalam jumlah yang besar. Tidak seperti produk lain, hydrogel tidak larut dalam air tetapi dia hanya menyerap dan akan melepaskan air dan nutrient tersebut secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan nutrient setiap saat karena hydrogel berfungsi


(30)

menyerap dan melepaskan (absorption–release cycles). Hydrogel mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dengan mengurangi kehilangan air dan nutrient melalui

leaching dan evaporasi. Air dan nutrient tersimpan di sekeliling akar sehingga dapat

mengoptimalkan penyerapan oleh tanaman. Hydrogel mampu menyerap air sebanyak 100 kali berat hydrogel itu sendiri. Hydrogel dapat terurai melalui pembusukan oleh mikrobia sehingga produk ini sangat aman digunakan. Polimer ini sensitif terhadap sinar matahari langsung yang mana itu akan memutus rantai polimernya dan terurai menjadi beberapa oligomer. Hydrogel akan terurai secara alami di dalam tanah menjadi CO2, H2O dan komponen nitrogen. Harap dapat dimengerti bahwa, hydrogel

tidak dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalui penggunaan yang lebih efisien (Irawan, 2007).

Nama hydrogel dasarnya terdiri atas dua istilah, yaitu hidro artinya media tanam alternatif pengganti tanah dan gell yang maksudnya adalah jeli. Hidrogel sering digunakan sebagai media tanam bagi tanaman hidroponik. Penggunaan media jenis ini sangat praktis dan efisien karena tidak perlu repot-repot untuk mengganti dengan yang baru, menyiram, atau memupuk. Media tanam ini juga memiliki keanekaragaman warna sehingga pemilihannya dapat disesuaikan dengan selera dan warna tanaman (Rahardjo, 2007).

Selain tampak indah, butiran hydrogel yang lebih mirip kristal sering mengecoh siapa saja yang baru melihatnya. Bisa dibayangkan betapa indahnya jika ruangan Anda ada vas bening berisi tanaman yang tumbuh di dalam media hydrogel dengan warna-warna yang menawan seperti biru, hijau, merah, kuning, orange, putih dan sebagainya yang berkilauan. Keuntungan menggunakan hydrogel :

- memastikan ketersediaan air sepanjang tahun.


(31)

- mengurangi hilangnya air dan nutrient disebabkan oleh leaching dan evaporasi.

- memperbaiki physical properties dari compact soils dengan membentuk aerasi/ventilasi udara yang baik.

- meningkatkan pertumbuhan tanaman karena air dan nutrisi selalu tersedia di sekitar tanaman sehingga mengoptimalkan penyerapan oleh akar.

- mengurangi pencemaran lingkungan dari erosi dan pencemaran air tanah (Rahardjo, 2007)

Aplikasi hydrogel ada dua cara yaitu aplikasi kering dan aplikasi basah. - aplikasi kering (dry application)

Hydrogel ditabur merata pada tanah yang telah dipersiapkan untuk penanaman

dengan kedalaman 10-30 cm. Metode ini menjamin keuntungan yang berjangka panjang. Setelah polimer menyerap air, struktur tanah akan semakin baik dan kemampuan tanah untuk menampung air (water retention capacity) akan naik. - aplikasi basah (pre-hidrated)

Hydrogel pertama-tama harus direndam dalam air sebanyak 100-200 kali berat

polimer tersebut dan dibiarkan selama 1 jam sampai jenuh dan kemudian ditaburkan ke dalam tanah, kemudian ditutup dengan tanah agar polimer tidak rusak karena kontak langsung dengan sinar ultraviolet. Dosis yang dianjurkan adalah 5-20 kg/ha (Rahardjo, 2007).

Produk hidrogel akhir-akhir ini terkenal di Indonesia sebagai media pengganti tanah untuk tanaman dalam ruangan ataupun sebagai hiasan/dekorasi ruangan. Sebenarnya ada banyak sekali aplikasi untuk produk ini di lapangan seperti: pembibitan, perkebunan/HTI, reklamasi lahan bekas tambang, pertamanan, lapangan golf/sepak bola, tanaman palawija, transportasi bibit jarak jauh, campuran media tanam, pengganti media tanaman indoor dan dekorasi (Irawan, 2007).


(32)

e. Agar-agar

Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa dar adalah Eucheuma spinosum golongan sumber agar-agar. Agar-agar sebenarnya adalah tinggi yang mengis merupakan suat dibentuk sebagai

Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam Agar-agar dapat juga digunakan secara luas di kemikalia dalam percobaan, media tumbuh unt biaka agar-agar (biasanya dikemas dalam bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau agarosa saja (Wikipedia, 2008).


(33)

Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan pertanian. Karakteristik sifat daya serap airnya sangat berbeda dengan sifat daya serap air papan partikel yang terbuat dari kayu, yaitu sifat daya serap airnya antara 3,5 sampai 5,5 kali dari beratnya, sedangkan untuk sifat daya serap air nilainya berkisar antara 2,5 sampai 4 kali dari beratnya. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini memungkinkan pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat juga digunakan sebagai pengganti papan busa (stiroform) sebagai bahan pembungkus anti pecah yang ramah lingkungan karena bahan ini kemungkinan besar dapat terdekomposisi secara alami (Subiyanto et al., 2003).

Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa. Pemanfaatan keduanya sangat banyak. Seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, ada lagi untuk bahan jok mobil, untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti coco pot dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan cocopot mengalami peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopot adalah tempat untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastic, semen, tanah liat dan sebagainya.

Cocopot ini sangat potensial bagi tempat tanaman yang ramah akan lingkungan (eco-friendly) (Mashuri, 2009).


(34)

g. Batang Pisang

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang, namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis (Prihatman, 2000).


(35)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Huteimbaru Kecamatan Halangonan Kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai Maret 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, bibit sukun (Artocarpus

communis Forst), top soil, kompos, pupuk kandang, arang, aquasorb, crystal soil,

batang pisang, sabut kelapa, agar-agar, polybag ukuran 3 kg, kertas label, cawan timbang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, alat tulis, kalkulator, penggaris, jangka sorong, amplop coklat, gunting benang

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) non faktorial terdiri atas 10 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Metode ini merujuk kepada penelitian sebelumnya yaitu Utomo dan Sidabutar (2009).

M0 = kontrol M5 = agar-agar 400g basah

M1 = sabut kelapa 400g basah M6 = arang halus 400g kering

M2 = crystal soil 200g basah M7 = arang potong dadu 400g basah

M3 = aquasorb 200g basah M8 = pupuk kandang 1500g

M4 = batang pisang 400g M9 = kompos 1500g

Penggunaan dosis aquasorb dan crystal soil sebagai bahan penyimpan air digunakan sebanyak 200g karena disesuaikan dengan dosis anjuran sesuai dalam kemasan (5-20 kg/Ha). Penggunaan bahan organik lainnya (batang pisang, sabut


(36)

kelapa, agar-agar, arang) dibuat lebih tinggi didasarkan pada asumsi bahwa materi tersebut bukan murni sebagai bahan penyimpan air namun lebih disebabkan dugaan terhadap kemungkinan bahan ini untuk bisa mempertahankan air yang cukup lama. Penggunaan dosis pupuk kandang dan kompos digunakan perbandingan 1:2 terhadap berat tanah (1500g), karena dugaan peneliti bahwa bahan ini mampu menyimpan air lebih rendah dari bahan perlakuan lainnya sehingga digunakan dosisnya ini lebih banyak dari bahan lainnya yang digunakan.

Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan ini, dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan :

Yij = nilai hasil pengamatan pada ulangan / blok ke-i yang mendapat perlakuan taraf ke-j

µ = rataan umum

αi = Pengaruh Blok ke-I

βj = Pengaruh pemberian penahan air ke - j

ε ij = pengaruh galat ulangan / blok taraf ke-i dan perlakuan taraf ke-j

Apabila ANOVA berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarkan uji jarak Duncans / Duncans’ Test (Gomez and Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

1. Penyediaan media campuran

Kompos dan pupuk kandang yang akan digunakan diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kompos dan pupuk kandangnya dihaluskan dengan kondisi yang hampir sama dengan ukuran


(37)

tanah yang akan digunakan. Arang yang akan digunakan dipotong dadu ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm dan juga dihaluskan. Sabut kelapa diperoleh dari warung kelontong. Batang pisang diperoleh dari tanaman pisang yang ada di daerah Kampung Susuk, lalu dipotong ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm. Agar–agar yang digunakan adalah agar-agar serbuk yang telah dimasak dan didinginkan. Setelah agar–agar terbentuk lalu dipotong dadu ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm.

Hydrogel yang akan digunakan diperoleh melalui toko tanaman, 30g hydrogel direndam dengan 3 liter air selama 1-2 jam, diaduk kira-kira setiap

30 menit supaya pewarna tercampur merata. Kalau warnanya masih terlalu gelap, buanglah airnya kemudian tambahkan air sampai mendapat warna yang diinginkan. Setelah mengembang, buang airnya kemudian bilas dan tiriskan selama 1 jam.

2. Penyediaan bibit

Bibit sukun yang akan digunakan berasal dari lokasi pembibitan di desa Nogorejo Kecamatan Tanjung Morawa.

3. Persiapan media tumbuh

Polybag yang telah disediakan diisi dengan masing-masing top soil

dan campuran media tumbuh, dimana perbandingannya disesuaikan dengan perlakuannya masing-masing.

4. Pemindahan bibit ke media tumbuh

Bibit sukun yang akan digunakan adalah bibit yang berumur ± 3 bulan. Bibit yang telah disediakan dipindahkan ke lapangan dan ditanam pada lubang-lubang yang telah berisi media tumbuh yang telah disesuaikan dengan perlakuannya masing-masing.


(38)

5. Pemeliharaan

Dilakukan penyiangan pada tanaman ketika rumput atau gulma sudah mulai muncul dengan maksud agar tidak mengganggu perakaran pada bibit tanaman.

6. Parameter pengamatan

Pengamatan dimulai 1 minggu setelah dipindahkan ke polybag (1 MST), dan parameter yang diamati antara lain :

- Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal munculnya batang sampai pucuk tanaman tertinggi dengan menggunakan benang dan mistar atau penggaris. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. Agar tidak terjadi perubahan dasar pengukuran, maka perlu diberi tanda tempat awal pengukuran.

- Diameter batang

Diameter tanaman diukur dengan mengggunakan jangka sorong yang diambil dengan dua arah yang tegak lurus yang diambil rata-ratanya. Pengukuran diameter dilakukan setiap seminggu sekali.

- Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pertumbuhannya dan dibandingkan pertumbuhan daun dengan jumlah daun pada pengamatan sebelumnya


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 12 minggu. dengan parameter yang telah diamati yaitu pertambahan tinggi bibit, diameter bibit dan jumlah daun.

1. Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian bahan penahan air (Lampiran 1), memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit sukun. Berikut rataan pertambahan tinggi bibit sukun disajikan pada gambar 1.

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14

MINGGU T IN G G I ( C M )

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9

Gambar 1.Grafik rerata pertambahan tinggi bibit sukun

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada grafik di atas dapat dilihat bahwa perlakuan M8 menghasilkan rataan pertambahan tinggi tanaman

tertinggi (10,33 cm), sedangkan rataan pertambahan tinggi tanaman terendah dari perlakuan M1 (3,86 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%,


(40)

2. Diameter Batang

Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian bahan penahan air (Lampiran 2), memberikan pengaruh nyata terhadap diameter bibit sukun. Berikut rataan diameter bibit sukun disajikan pada Gambar 2.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

0 2 4 6 8 10 12 14

MINGGU

D

IA

M

E

T

E

R

(M

M

)

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada grafik di atas dapat dilihat bahwa perlakuan M8 menghasilkan rataan diameter tanaman tertinggi (0,323 cm),

sedangkan rataan diameter tanaman terendah dari perlakuan M0 dan M4 (0,13 cm).

3. Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam antara terlihat bahwa pemberian bahan penahan air (Lampiran 3), memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Berikut rataan pertumbuhan jumlah daun disajikan pada gambar 3


(41)

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan M8 menghasilkan rataan pertumbuhan jumlah daun tertinggi (8,33),

sedangkan rataan pertumbuhan jumlah daun terendah dari perlakuan M4 (2,66).

4.Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup

Hasil analisis ragam menunjukka n bahwa pemberian bahan penahan airberpengaruh nyata terhadap kemampuan tanaman bertahan hidup. Data kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup sampai Hari ke –

Perlakuan Ulangan Minggu ke -

2 4 6 8 10 12

M0 1

2 Hari ke-43

3 Hari ke-25

M1 1 Hari ke-40

2

3 Hari ke-40

M2 1

2 Hari ke-42

3

M3 1 Hari ke-29

2

3 Hari ke-52

M4 1 Hari ke-21

2 Hari ke-20

3

M5 1 Hari ke-50

2 3

M6 1

2

3 Hari ke-48

M7 1 Hari ke-59

2

3 Hari ke-75

M8 1

2 3

M9 1

2 3


(42)

Pada tabel di atas menunjukkan kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup berbeda untuk setiap perlakuan. Tanaman sukun dengan perlakuan M8 dan M9

merupakan tanaman yang mampu terus bertahan hidup sampai dengan hari terakhir pengamatan. Sementara itu tanaman yang empunyai tingkat ketahanan hidupnya yang terendah adalah tanman dengan perlakuan... Pada Gambar berikut ini dapat dilihat grafik rerata kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup.

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada perlakuan M0 dan M5

mampu bertahan hidup sampai dengan hari yang sama pada 3 tanaman. Sementara terdapat juga beberapa tanaman pada M0, M1, M2, M5 dan M6 yang mempunyai rerata hari bertahan hidup yang hampir bersamaan. Sedangkan pada perlakuan M8 dan M9semua tanaman mampu bertahan hidup sampai hari terakhir pengamatan.


(43)

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa pemberian berbagai jenis bahan penahan air berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter dan pertumbuhan jumlah daun tanaman. Perlakuan tanpa adanya penyiraman tentunya mempengaruhi pertumbuhan bibit sukun. Kemampuan tiap bahan tersebut dalam menahan air tentunya berbeda-beda. Hal ini terlihat dari lamanya tanaman dapat bertahan hidup dan kondisi fisik bibit sukun.

Tanaman yang kekurangan air mengakibatkan tingkat persentase kematian yang tinggi. secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Sesuai dengan pernyataan Haryati (2000), stres air pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permukaan air yang berlebihan oleh daun. Stres air (kekeringan) menghambat pertumbuhan tanaman dan juga sudah diketahui bahwa potensial air dalam pembuluh xilem berbagai jenis tanaman bernilai negatif selama sebagain besar masa hidup tanaman.

Pada penelitian ini, bibit sukun yang hidup semua tanpa adanya penyiraman sampai dengan 12 minggu penelitian terlihat pada perlakuan M8 (pupuk kandang) dan

perlakuan M9 (kompos). Pada minggu ke-12, bibit sukun yang mendapat perlakuan

pemberian M8 (pupuk kandang) dan M9 (kompos) ini masih tumbuh segar dan

daunnya masih tampak hijau.. Hal ini dikarenakan kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai campuran media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain mengandung unsur hara, pupuk kandang juga membantu dalam penyimpanan air, terutama pada saat musim


(44)

kemarau. Pupuk kandang juga memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Bawolye, 2006).

Menurut Soepardi (1983) humus (bahan organik) akan menjerap dari lingkungan jenuh air sejumlah air ekuivalen dengan 80 hingga 90% dari bobotnya. Dosis bahan organik sebanyak 1500g yang diberikan mampu menjerap air sebanyak 1200-1350 g air. Menurut Irawan (2007) hydrogel mampu menyerap air sebanyak 100 kali berat hydrogel itu sendiri. Dari literatur tersebut dapat diketahui bahwa bahan

hydrogel menyerap lebih banyak air dibandingkan bahan organik yang diberikan.

Walaupun kemampuan menyerap air hydrogel lebih besar dibandingkan bahan organik, tetapi kemampuan hydrogel untuk melepaskan air lebih besar dibandingkan bahan organik. Air yang tersimpan di dalam bahan organik masih lebih banyak daripada air yang tersimpan dalam hydrogel sampai dengan 12 minggu penelitian. Oleh karena itu sampai dengan 12 minggu penelitian, bibit sukun yang diberi perlakuan bahan organik (kompos dan pupuk kandang) masih hidup semua karena air yang tersimpan di dalam bahan tersebut masih mampu mencukupi kebutuhan bibit untuk pertumbuhannya. Bibit sukun yang diberi perlakuan hydrogel (aquasorb dan

crystal soil ) ada beberapa yang mati, hal ini diakibatkan karena ketersedian air di

dalam bahan tersebut tidak mencukupi lagi untuk pertumbuhan bibit sukun.

Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah, antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Sehingga, walaupun bibit sukun tersebut tidak disiram dalam jangka waktu tertentu, bibit sukun tersebut masih mampu mempertahankan hidup. Bibit sukun yang mendapat perlakuan M9 (kompos)


(45)

penyiraman. Kompos itu ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Menurut penelitian Syakhrul (2007), bahwa pemberian bahan organik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman. Hal ini disebabkan dengan adanya pemberian bahan organik tersebut secara langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Secara fisik bahan organik tersebut berperan dalam memperbaiki struktur tanah menjadi remah sehingga akan lebih mudah ditembus perakaran tanaman, meningkatkan daya menahan air dan unsur hara dalam tanah tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Engelsrad 1997 dalam Syakhrul 2007).

Bibit sukun yang mendapat perlakuan M1 (sabut kelapa) Bibit yang bertahan

hidup sampai minggu ke 12 hanya 2 bibit. Menurut penelitian penggunaan cocopot sebagai media tanam sangat baik diaplikasikan pada tanah gersang atau lahan kritis. Lahan kritis seperti bekas galian tambang sangat cocok ditanami cocopot. Sifat

cocopot yang biodegrable (mudah mengurai) akan membantu keseburan tanah,

menambah unsur hara, sehingga penggunaannya akan menumbuhkan tumbuhan baru di area yang ditanami cocopot (Mashuri, 2009). Tetapi penelitian ini penggunaan sabut kelapa tidak dapat mempertahankan keberlangsungan hidup bibit sukun (Artocarpus communis Forst) selama 12 minggu tanpa adanya penyiraman. Hal ini diduga disebabkan karena dosis pemberian bahan-bahan tersebut dinilai masih kurang banyak sebagai cadangan air pada bibit sukun selama 12 minggu tanpa adanya penyiraman.


(46)

Keadaan tanaman yang stress air menyebabkan bibit sukun tersebut tidak mampu untuk bertahan hidup, dikarenakan air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan daur hidupnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri (Daniel et al., 1994).


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian jenis bahan pengikat air memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman. 2. Dari hasil pengamatan yang telah

Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakuka n maka bahan penahan air yang paling baik sebagai penahan air untuk mendukung pertumbuhan tanaman bibit sukun adalah pupuk kandang dan kompos.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Bagus. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Cetakan ke-I. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Bawolye, J. 2006. Bahan Organik dan Pupuk Kandang.http://www.knowledgebank.irr

ii.org. [Tanggal akses 10 Desember 20.10]

Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Elfarisna, Parsan dan Sularno. 2004. Jurnal Penelitian : Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Konsentrasi Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek. Jakarta.

Gusmailina , G. Pari . dan S. Komarayati . 2002. Aplikasi Arang Kulit Kayu Sebagai Campuran Media Tumbuh Anakan Eukaliptus urhophylla dan Acacua

Mangium. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Hartus, T. 2002. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta. Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman.

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hendalastuti, HR dan A Rojidin 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengelolaan Buah Sukun: Studi Kasus di Solok dan Kampar. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Hal 220-230.

Irawan, B. 2007. Pengenalan Teknis Hydrogel.

16 Februari 2009. Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Sukun. Diakses dari http://irwantoshut .com [Tanggal akses 10 Desember 2010]

Isroi. 2008. Kompos. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia,

Bogor.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mashuri, M. 2009.

Desember 2010].


(49)

Prihatman, K. 2000. Pisang (Musa spp). Sistim Informasi Manajemen Pembangunan

di Perdesaan, BAPPENAS.

Desember 2010].

Rahardjo, 2007. Jurnal Penelitian : Hydrogel Merupakan Salah Satu Teknologi untuk Mengatasi Lahan Kering di Nusa Tenggara Barat Universitas Mataram. Nusa Tenggara Barat. http://ntb.litbang.deptan.go.id. Tanggal akses 16 Februari 2009.

Salisbury, FB dan CW, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung

Simamora, S dan Salunduk. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sitepu, M. P. 2007. Skripsi : Pengaruh Arang sebagai Campuran Media Tumbuh dan Intensitas Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietenia

macrophylla King). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB Press. Bogor.

Subiyanto, B, Raskita. S dan Effendy, H. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No 1. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.

http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org. [Tanggal akses 10 Desember 2010].

Syakhrul. 2007. Skripsi : Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas L) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan.

Utomo, B dan Sidabutar, F,H. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis forst). Jurnal Akademika Copertis Wilayah I NAD SUMUT Vol 13 No.4 Agustus 2009. Hal 19-23.

Wikipedia. 2008. Agar-agar. http://id.wikipedia.org. [Tanggal akses 10 Desember 2010].


(50)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun Rataan pertambahan tinggi bibit sukun pada usia 12 minggu

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3

M0(Control) 5.2 3.7 3.4 12.3 4.1

M1(S. Kelapa) 2.4 4.1 5.1 11.6 3.866

M2(C.Soil) 6.3 7.2 4.6 18.1 6.033

M3(Aquasorb) 5.2 3.7 7.1 16 5.33

M4(B. Pisang) 6.3 3.1 3.7 13.1 4.366

M5(Agar-Agar) 6.1 4.3 7.2 17.6 5.866

M6(A. Halus) 4.1 4.2 6.5 14.8 4.933

M7(A.P.Dadu) 4.3 6.6 7.1 18 6

M8(P.Kandang) 10.3 9.5 11.2 31 10.33

M9(Kompos) 6.5 8.7 11.4 26.6 8.866

Total 56.9 55.1 67.3 179.1 59.69

Rataan 5.69 5.51 6.37 17.57 5.969

Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit sukun pada usia 12 minggu Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5%

Perlakuan 9 118.250 13.139 6.256* .000

Blok 2 8.792 4.396 2.093 .152

Galat 18 37.801 2.100

Total 30 1234.070

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

M0 = kontrol M5 = agar-agar 400g basah

M1 = sabut kelapa 400g basah M6 = arang halus 400g kering

M2 = crystal soil 200g basah M7 = arang potong dadu 400g basah

M3 = aquasorb 200g basah M8 = pupuk kandang 1500g

M4 = batang pisang 400g M9 = kompos 1500g

Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman


(51)

Lampiran 2.Analisis Rancangan Percobaan Diameter (cm) Bibit Sukun Rataan diameter bibit sukun pada usia 12 minggu

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3

M0(Control) 0.16 0.13 0.1 0.39 0.13

M1(S. Kelapa) 0.13 0.15 0.13 0.41 0.136

M2(C.Soil) 0.19 0.19 0.12 0.5 0.166

M3(Aquasorb) 0.16 0.13 0.16 0.45 0.15

M4(B. Pisang) 0.14 0.15 0.1 0.39 0.13

M5(Agar-Agar) 0.25 0.16 0.16 0.57 0.19

M6(A. Halus) 0.13 0.13 0.15 0.41 0.136

M7(A.P.Dadu) 0.12 0.16 0.19 0.47 0.156

M8(P.Kandang) 0.31 0.22 0.23 0.76 0.253

M9(Kompos) 0.25 0.35 0.37 0.97 0.323

Total 1.84 1.77 1.71 5.32 1.77

Rataan 0.184 0.177 0.171 0.532 0.177

Analisis sidik ragam diameter bibit sukun pada usia 12 minggu Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5%

Perlakuan 9 .102 .011 6.174* .001

Blok 2 002 .001 .528 .599

Galat 18 .033 .002

Total 30 1.081

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

M0 = kontrol M5 = agar-agar 400g basah

M1 = sabut kelapa 400g basah M6 = arang halus 400g kering

M2 = crystal soil 200g basah M7 = arang potong dadu 400g basah

M3 = aquasorb 200g basah M8 = pupuk kandang 1500g

M4 = batang pisang 400g M9 = kompos 1500g

Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman


(52)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Jumlah Daun Jumlah Daun pada usia 12 minggu

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3

M0(Control) 4 3 4 11 3.66

M1(S. Kelapa) 5 4 4 13 4.33

M2(C.Soil) 4 6 4 14 4.66

M3(Aquasorb) 5 7 4 16 5.33

M4(B. Pisang) 4 1 3 8 2.66

M5(Agar-Agar) 3 5 5 13 4.33

M6(A. Halus) 6 4 4 14 4.66

M7(A.P.Dadu) 5 3 5 13 4.33

M8(P.Kandang) 7 8 10 25 8.33

M9(Kompos) 8 8 7 23 7.66

Total 51 49 50 150 15

Rataan 5.1 4.9 5 15 5

Analisis sidik Jumlah Daun pada usia 12 minggu Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5%

Perlakuan 9 81.333 9.037 6.146* .001

Blok 2 .200 .100 .068 934

Galat 18 26.467 1.470

Total 30 1.081

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

M0 = kontrol M5 = agar-agar 400g basah

M1 = sabut kelapa 400g basah M6 = arang halus 400g kering

M2 = crystal soil 200g basah M7 = arang potong dadu 400g basah

M3 = aquasorb 200g basah M8 = pupuk kandang 1500g

M4 = batang pisang 400g M9 = kompos 1500g

Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman


(53)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan kemempuan tanaman bertahan hidup Data kemampuan tanaman bertahan hidup hingga hari ke

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

1 2 3

M0(Control) 84 43 25 152 50,6

M1(S. Kelapa) 40 84 40 164 54,6

M2(C.Soil) 84 42 84 210 70

M3(Aquasorb) 29 84 52 165 55

M4(B. Pisang) 21 20 84 125 41,6

M5(Agar-Agar) 50 84 84 218 72,6

M6(A. Halus) 84 84 48 216 72

M7(A.P.Dadu) 59 84 75 218 72,6

M8(P.Kandang) 84 84 84 252 84

M9(Kompos) 84 84 84 252 84

Total 619 693 660 1972 676,5

Rataan 61,9 69,3 66 197,2 67,65

Analisis sidik Jumlah Daun pada usia 12 minggu Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5%

Perlakuan 9 81.333 9.037 6.146* .001

Blok 2 .200 .100 .068 934

Galat 18 26.467 1.470

Total 30 1.081

Keterangan : tn : tidak nyata * : nyata

M0 = kontrol M5 = agar-agar 400g basah

M1 = sabut kelapa 400g basah M6 = arang halus 400g kering

M2 = crystal soil 200g basah M7 = arang potong dadu 400g basah

M3 = aquasorb 200g basah M8 = pupuk kandang 1500g

M4 = batang pisang 400g M9 = kompos 1500g

Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman


(54)

Lampiran 4. Gambar Bibit Sukun Pada Usia 12 Minggu

1. M0 (kontrol)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

2. M1 (Sabut Kelapa)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

3. M2 (crystal soil)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3


(55)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

5. M4 (Batang Pisang)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

6. M5 (Agar-agar)


(56)

7. M6 (Arang Halus)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

8. M7 (Arang Potong Dadu)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

9. M8 (Pupuk Kandang)


(57)

10. M9 (Kompos)


(58)

Tabel Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup sampai Hari ke –

Perlakuan Ulangan Minggu ke -

2 4 6 8 10 12

M0 1

2 Hari ke-43

3 Hari ke-25

M1 1 Hari ke-40

2

3 Hari ke-40

M2 1

2 Hari ke-42

3

M3 1 Hari ke-29

2

3 Hari ke-52

M4 1 Hari ke-21

2 Hari ke-20

3

M5 1 Hari ke-50

2 3

M6 1

2

3 Hari ke-48

M7 1 Hari ke-59

2

3 Hari ke-75

M8 1

2 3

M9 1

2 3


(59)

a. kompos

b. Hydrogel


(60)

Lay Out Penelitian

MO1(1) MO2(1) MO3(1) MO1(2) MO2(2) MO3(2) MO1(3) MO2(3) MO3(3)

M11(1) M12(1) M13(1) M11(2) M12(2) M13(2) M11(3) M12(3) M13(3)

M21(1) M22(1) M23(1) M21(2) M22(2) M23(2) M21(3) M22(3) M23(3)

M31(1) M32(1) M33(1) M31(2) M32(2) M33(2) M31(3) M32(3) M33(3)

M41(1) M42(1) M43(1) M41(2) M42(2) M43(2) M41(3) M42(3) M43(3)

M51(1) M52(1) M53(1) M51(2) M52(2) M53(2) M51(3) M52(3) M53(3)

M61(1) M62(1) M63(1) M61(2) M62(2) M63(2) M61(3) M62(3) M63(3)

M71(1) M72(1) M73(1) M71(2) M72(2) M73(2) M71(3) M72(3) M73(3)

M81(1) M82(1) M83(1) M81(2) M82(2) M83(2) M81(3) M82(3) M83(3)


(1)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

5. M4 (Batang Pisang)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 6. M5 (Agar-agar)


(2)

7. M6 (Arang Halus)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

8. M7 (Arang Potong Dadu)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

9. M8 (Pupuk Kandang)


(3)

10. M9 (Kompos)


(4)

Tabel Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup sampai Hari ke –

Perlakuan Ulangan Minggu ke -

2 4 6 8 10 12

M0 1

2 Hari ke-43

3 Hari ke-25

M1 1 Hari ke-40

2

3 Hari ke-40

M2 1

2 Hari ke-42

3

M3 1 Hari ke-29

2

3 Hari ke-52

M4 1 Hari ke-21

2 Hari ke-20

3

M5 1 Hari ke-50

2 3

M6 1

2

3 Hari ke-48

M7 1 Hari ke-59

2

3 Hari ke-75

M8 1

2 3

M9 1

2 3


(5)

a. kompos

b. Hydrogel


(6)

Lay Out Penelitian

MO1(1) MO2(1) MO3(1) MO1(2) MO2(2) MO3(2) MO1(3) MO2(3) MO3(3)

M11(1) M12(1) M13(1) M11(2) M12(2) M13(2) M11(3) M12(3) M13(3)

M21(1) M22(1) M23(1) M21(2) M22(2) M23(2) M21(3) M22(3) M23(3)

M31(1) M32(1) M33(1) M31(2) M32(2) M33(2) M31(3) M32(3) M33(3)

M41(1) M42(1) M43(1) M41(2) M42(2) M43(2) M41(3) M42(3) M43(3)

M51(1) M52(1) M53(1) M51(2) M52(2) M53(2) M51(3) M52(3) M53(3)

M61(1) M62(1) M63(1) M61(2) M62(2) M63(2) M61(3) M62(3) M63(3)

M71(1) M72(1) M73(1) M71(2) M72(2) M73(2) M71(3) M72(3) M73(3)

M81(1) M82(1) M83(1) M81(2) M82(2) M83(2) M81(3) M82(3) M83(3)