PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, LINGKUNGAN WAJIB PAJAK, SIKAP RELIGIUSITAS WAJIB PAJAK, DAN KEMANFAATAN NPWP TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (STUDI EMPIRIS PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG TERDAFTAR DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KLATEN)

(1)

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, LINGKUNGAN WAJIB PAJAK, SIKAP RELIGIUSITAS WAJIB PAJAK, DAN KEMANFAATAN

NPWP TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

(Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten)

THE INFLUENCE OF TAXPAYER AWARENESS, TAXPAYER ENVIRONMENT, TAXPAYER RELIGIOSITY AND EXPEDIENCY TAX ID

NUMBER ON TAXPAYERS COMPLIANCE

(Empirical Study on Individual Taxpayers Registered in Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten)

Disusun Oleh:

LADY AYU ANGGRAENI 20130420408

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

(Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten)

THE INFLUENCE OF TAXPAYER AWARENESS, TAXPAYER ENVIRONMENT, TAXPAYER RELIGIOSITY AND EXPEDIENCY TAX ID

NUMBER ON TAXPAYERS COMPLIANCE

(Empirical Study on Individual Taxpayers Registered in Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

LADY AYU ANGGRAENI 20130420408

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

iii

(HR.Turmudzi)

“Allah akan meninggikan orang

-orang yang beriman diantara kamu dan

orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui

apa yang kamu

kerjakan” (Q.S Al

-Mujadillah: 11)

“Dan orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling

baik akhlaknya”

(HR.Ahmad)

“Sebaik

-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya

” (HR.

Thabrani)

“Jika kamu berbuat baik (berarti)

kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika

kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri” (Q.S Al

-Isra: 7)

“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang

-orang yang

berbuat baik”

(QS. Al-Baqarah: 195)

“Sesungguhnya

bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau

sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu” (Q.S

Al Insyirah: 6-8)

“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai

kabar gembira bagi kemenanganmu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan

kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha


(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tiada yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain engkau Allah SWT.

Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikan kekuatan, membekaliku

dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta

kemudahan yang engkau berikan akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

Kedua orang tuaku, mama dan papa yang selalu mengiringi setiap langkahku

dengan doa dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya. Terimakasih atas

dukungan moril dan materiil yang diberikan kepadaku.

Adikku yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa untuk

keberhasilan skripsi ini.

Untuk segenap keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan

motivasi untuk kelancaran skripsi ini.

Bapak dan Ibu dosen UMY yang selama ini dengan ikhlas meluangkan

waktu untuk menuntun dan mengarahkanku, memberikan pelajaran yang

tiada ternilai harganya. Terimakasih banyak Bapak dan Ibu dosen jasa

kalian tak akan terlupakan.

Terimakasih untuk dosen pembimbing skripsiku Bapak Afrizal Tahar, S.H.,

S.E., M.Acc., Ak., CA yang telah memberikan bimbingan, saran, serta

masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga menjadi sebuah skripsi yang

lebih baik.

Untuk teman-teman kos aku Wisma Dentisia yang selalu memberikan

senyum serta dukungan demi kelancaran skripsi ini.


(6)

v


(7)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian ... 10

C.Rumusan Masalah ... 11

D.Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A.Landasan Teori ... 13


(8)

vii

5. Wajib Pajak ... 23

6. Kesadaran Wajib Pajak ... 25

7. Lingkungan Wajib Pajak ... 26

8. Sikap Religiusitas Wajib Pajak ... 27

9. Kemanfaatan NPWP ... 29

10.Kepatuhan Wajib Pajak ... 31

B.Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis ... 35

1. Kesadaran Wajib Pajak dan KepatuhanWajib Pajak ... 35

2. Lingkungan Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak ... 36

3. Sikap Religiusitas dan Kepatuhan Wajib Pajak ... 37

4. Kemanfaatan NPWP dan Kepatuhan Wajib Pajak ... 38

C.Model Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A.Objek dan Subjek Penelitian ... 41

B. Jenis Data ... 41

C.Teknik Pengambilan Sampel ... 42

D.Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 43

1. Variabel Independen ... 43

a. Kesadaran Wajib Pajak ... 43

b. Lingkungan Wajib Pajak ... 43

c. Sikap Religiusitas Wajib Pajak ... 44

d. Kemanfaatan NPWP ... 44

2. Variabel Dependen ... 44

F. Analisis Data ... 45

1. Uji Kualitas Data ... 45

a. Uji Validitas ... 45


(9)

viii

2. Uji Asumsi Klasik ... 46

a. Uji Normalitas ... 46

b. Uji Heteroskedastisitas ... 47

c. Uji Multikolinearitas ... 47

3. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 48

a. Regresi Linier Berganda ... 48

b. Uji t (Uji Parsial) ... 49

c. Uji F (Uji Simultan) ... 49

d. Uji Koefisien Determinasi ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 51

B.Analisis Karakteristik Responden ... 52

C.Statistik Deskriptif ... 55

D.Uji Kualitas Data ... 56

E. Uji Asumsi Klasik ... 58

F. Analisis Regresi Linier Berganda ... 61

G.Uji Parsial (Uji t) ... 63

H.Uji Simultan (Uji F) ... 66

I. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 66

J. Pembahasan ... 67

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN ... 74

A. Simpulan ... 74

B. Keterbatasan Penelitian ... 76

C. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ix

4.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 52

4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 53

4.3 Responden Berdasarkan Usia ... 53

4.4 Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 54

4.5 Statistik Deskriptif ... 55

4.6 Hasil Uji Validitas ... 56

4.7 Hasil Uji Reliabilitas ... 58

4.8 Hasil Uji Normalitas ... 59

4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 59

4.10 Hasil Uji Multikolinearitas ... 61

4.11 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 62

4.12 Hasil Uji Hipotesis (Uji t) ... 63

4.13 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 66


(11)

x

DAFTAR GAMBAR


(12)

xi

6.2 Tabulasi Data ... 92

6.3 Hasil Uji Regresi ... 96

6.4 Tabel r ... 107

6.5 Tabel F ... 112

6.6 Surat Ijin Penelitian ... 118


(13)

(14)

(15)

viii

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi khususnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Penelitian ini menguji faktor-faktor pada kepatuhan Wajib Pajak mulai dari kesadaran Wajib Pajak, lingkungan Wajib Pajak, sikap religiusitas Wajib Pajak, dan kemanfaatan NPWP. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan media kuesioner. Kuesioner diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Teknik pengambilan sampel menggunakan convenience sampling

sebanyak 113 kuesioner yang dibagikan dan 100 kuesioner yang sempurna dan dapat diolah. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran Wajib Pajak, sikap religiusitas Wajib Pajak, dan kemanfaatan NPWP berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak, sedangkan lingkungan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Kata Kunci : Kepatuhan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Lingkungan Wajib Pajak, Sikap Religiusitas Wajib Pajak, Kemanfaatan NPWP.


(16)

ix

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. This research tests the factors on the

taxpayer’s compliance from the taxpayer’s awareness, taxpayer’s environment, taxpayer’s attitudes of religiosity and expediency of tax ID number. The data collection in this research uses questionnaire. The questionnaire was distributed to individual taxpayers in Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. The sampling technique uses convenience sampling with 113 questionnaires distributed and 100 perfect questionnaires and can be processed. The collected data is processed by using multiple linear regression analysis. The result of this research shows that

the taxpayer’s awareness, taxpayer’s attitudes of religiosity and expediency of tax

ID number give positive influence on taxpayer’s compliance. On the other hand, the taxpayer’s environment has no influence on taxpayer’s compliance.

Keywords : Taxpayer’s compliance, Taxpayer’s awareness, Taxpayer’s environment, Taxpayer’s attitudes of religiosity, Expediency of tax ID number.


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan nasional dalam suatu negara sangatlah diperlukan, sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu tujuan pemerintah negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang dapat diwujudkan dengan menjalankan pemerintahan yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, tentunya dengan didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai.

Salah satu sumber pembiayaan negara adalah pajak, dimana pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional. Sumber penerimaan negara di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, sedangkan sumber penerimaan daerah di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berasal pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah (Marjan, 2014). Semakin besar pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk pembangunan nasional maka penerimaan negara harus terus ditingkatkan.


(18)

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kewajiban membayar pajak juga tertuang dalam Q.S At-Taubah ayat 29 yang artinya:

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari

kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan

patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”.

Saat ini peningkatan dari sektor pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang masih sangat dimungkinkan dan memiliki peluang yang sangat luas. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Wajib Pajak baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang setiap tahunnya semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat (Aryobimo, 2012). Sebagian besar masyarakat masih memiliki kesadaran Wajib Pajak yang rendah, sehingga hal ini dapat mengurangi penerimaan pajak negara bahkan dapat merugikan negara.

Kasus salah seorang Wajib Pajak berinisial ZS menjadi salah satu bukti bahwa kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak di Indonesia masih rendah. ZS merupakan penanggung pajak CV GSP yang terdaftar di KPP Pratama Yogyakarta yang disandera sejak 21 April 2015 karena memiliki


(19)

3

tunggakan pajak dalam jumlah yang besar. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akhirnya melepaskan ZS dari Rumah Tahanan Negara kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur. ZS dibebaskan karena telah membayar tunggakan pajaknya lebih dari Rp 325 juta (Yudha dan Indrawan, 2015).

Kasus serupa juga dialami RY seorang pengusaha di bidang produksi sepatu yang diserahkan ke Lembaga Permasyarakatan Bulak Kapal, Bekasi oleh penyidik Kejaksaan Negeri Bekasi karena melakukan tindak pidana perpajakan dengan kerugian negara sebesar Rp 1,6 miliar. Hal ini dilakukan karena upaya DJP tidak membuahkan hasil (Warsono, 2015). Dua kasus tersebut mengindikasikan bahwa kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia masih rendah. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti secara hukum, maka dapat menghambat pembangunan nasional di Indonesia.

DJP Kementerian Keuangan menyampaikan kepatuhan Wajib Pajak masih rendah. Hal tersebut tercermin dari tax ratio atau perbandingan antara jumlah pajak yang terhimpun dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi penerimaan negara pada kuartal I 2016 hanya sebesar Rp 247,6 triliun atau lebih rendah dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya Rp 284 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 204,7 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 42,8 triliun (Afriyadi, 2015).

Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany yang mengatakan bahwa belum optimalnya penerimaan pajak di Indonesia disebabkan oleh tiga hambatan, salah satunya adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi dalam


(20)

membayar pajak masih sangat rendah. Fuad Rachmany menjelaskan bahwa dari total 240 juta penduduk Indonesia, 110 juta adalah jumlah penduduk Indonesia yang aktif bekerja, dari 110 juta pekerja, yang masuk dalam kategori Wajib Pajak hanya berjumlah 60 juta karena pendapatannya dikenakan pajak. Total 60 juta pekerja hanya 25 juta pekerja yang sudah membayar pajak penghasilan sedangkan 35 juta masih bebas berkeliaran dan belum membayar pajak, begitu juga dengan Wajib Pajak Badan (Syukro, 2013).

Penerimaan negara akan berkurang apabila Wajib Pajak tidak menjalankan kewajibannya membayar pajak. Jika penerimaan pajak kecil, maka pemerintah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik karena adanya kendala biaya dalam melaksanakan fungsi tersebut. Oleh karena itu, DJP telah menempuh berbagai cara untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, seperti sosialisasi, pendekatan persuasif, pelayanan yang lebih baik, penegakan hukum, serta mengajak tokoh-tokoh bangsa dan masyarakat untuk menjadi panutan dalam segara melaporan SPT Tahunan PPh-nya (Hadi, 2012).

Pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23A yang menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur oleh undang-undang. Sistem pemungutan pajak di Indonesia telah mengalami perubahan dari official assessment system menjadi self assessment system sejak reformasi perpajakan pada tahun 1983. Official assessment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak dimana yang menentukan besarnya pajak terutang adalah fiskus, dalam hal ini DJP, sedangkan self assessment system adalah suatu


(21)

5

sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Budileksmana, 2000).

Self assessment system ini memberi kemudahan dan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan kepada otoritas perpajakan (fiskus), oleh karena itu Wajib Pajak dituntut untuk berperan aktif dan positif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini DJP diharapkan dapat memberikan upaya-upaya yang dapat mendukung peran aktif Wajib Pajak, seperti melakukan penyuluhan secara intensif, pelayanan yang baik, dan upaya penegakan hukum (Budileksmana, 2001). Rahmawati (2015) berpendapat bahwa berdasarkan self assessment system ini Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak sekaligus mendapatkan NPWP, dimana fungsi utama NPWP adalah untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan.

Kemudahan self assessment system ini dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang tidak bertanggungjawab untuk mengurangi kewajiban pajak terutang yang seharusnya ia bayarkan, dari sinilah muncul masalah ketidakpatuhan Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya kepada negara masih rendah. Selain itu, Arestanti, dkk (2016) berpendapat bahwa masih banyak Wajib Pajak yang tidak menghitung sendiri pajak terutangnya meskipun Wajib pajak tersebut tepat waktu dalam


(22)

menyetorkan pajak terutangnya dan ada juga Wajib Pajak yang melakukan pelaporan namun bukan karena kesadaran Wajib Pajak melainkan karena adanya denda. Rahmawati (2015) menyatakan bahwa masalah kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem perpajakan. Kepatuhan perpajakan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan akan menimbulkan upaya penghindaran pajak, seperti tax evasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas negara, dimana tax evasion sendiri dapat diartikan sebagai penghindaran pajak yang dilakukan dengan cara yang ilegal, sedangkan tax avoidance merupakan penghindaran pajak dengan cara yang legal.

Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013) kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik individu yang menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, seperti faktor pendidikan, faktor kesadaran perpajakan, faktor pemahaman terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan, dan faktor rasional. Berbeda dengan faktor internal, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan lingkungan di sekitar Wajib Pajak.

Usaha meningkatkan penerimaan negara di sektor pajak mempunyai banyak kendala, antara lain tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah, sehingga Wajib Pajak berusaha untuk membayar kewajiban pajaknya lebih


(23)

7

kecil dari yang seharusnya dan juga masih banyak Wajib Pajak yang tidak melaporkan dan membayarkan pajaknya. Usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya mengandalkan peran dari DJP maupun petugas pajak saja, tetapi dibutuhkan peran aktif dari Wajib Pajak itu sendiri dimana Wajib Pajak diharapkan memiliki kesadaran yang tinggi akan kewajiban perpajakannya (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013).

Kesadaran Wajib Pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Jatmiko, 2006). Masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang selalu menjunjung tinggi Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara (Muliari dan Setiawan, 2011). Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas (Arum, 2012). Menurut Rahmawati (2015) terdapat beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.

Interaksi sosial erat kaitannya dengan lingkungan. Lingkungan merupakan sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada individu (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013). Lingkungan yang baik akan membawa dampak yang baik, sedangkan


(24)

lingkungan yang tidak baik akan membawa dampak yang tidak baik pula bagi individu, termasuk dalam hal perpajakan.

Pada umumnya semua agama memiliki tujuan yang sama yaitu mengontrol perilaku yang baik dan menghambat perilaku yang buruk. Agama diharapkan dapat memberi kontrol internal untuk pemantauan diri dalam perilaku moral (Basri, 2014). Menurut Mohdali dan Pope (2010) religiusitas merupakan tingkat keyakinan spiritual dalam diri Wajib Pajak yang mempengaruhi perilaku untuk melakukan pembayaran pajak. Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi dapat mengontrol dirinya untuk tidak melakukan penipuan pajak. Selain itu, dengan tingginya tingkat religiusitas Wajib Pajak, maka dapat mencegah perilaku yang menyimpang.

Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP merupakan salah satu kewajiban seorang Wajib Pajak apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Masruroh, 2013). Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru dengan mewajibkan hampir semua sektor akan kepemilikan NPWP. Hal ini membuat Wajib Pajak semakin sulit untuk mengindar dari kewajiban memiliki NPWP. Jika Wajib Pajak ingin menjalankan usaha atau pekerjaan bebas maka Wajib Pajak tersebut harus memiliki NPWP, karena NPWP tersebut menjadi salah salah satu syarat administratif untuk memperoleh izin usaha. Tetapi, beberapa Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP tetap dapat menjalankan usaha atau pekerjaan bebas meskipun telah memenuhi persyaratan. Hal ini


(25)

9

berarti bahwa perlu ditingkatkannya faktor kebutuhan akan kepemilikan NPWP dengan kepentingan usaha Wajib Pajak (Rahmawati, 2015).

Menurut Muharani (2015) yang meneliti tentang pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, dimana variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari kesadaran Wajib Pajak, lingkungan Wajib Pajak, sikap religiusitas Wajib Pajak, pengetahuan Wajib Pajak, dan sanksi perpajakan, sedangkan kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel dependen dan Wajib Pajak Orang pribadi sebagai sampelnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kesadaran Wajib Pajak, lingkungan Wajib Pajak, Sikap Religiusitas Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini sejalan dengan variabel pengetahuan Wajib Pajak dan sanksi perpajakan yang berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Masruroh (2013), yang meneliti pengaruh kemanfaatan NPWP, pemahaman Wajib Pajak, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kabupaten Tegal) menunjukkan bahwa variabel pemahaman Wajib Pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, sedangkan variabel kemanfaatan NPWP, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH KESADARAN WAJIB


(26)

PAJAK, LINGKUNGAN WAJIB PAJAK, SIKAP RELIGIUSITAS

WAJIB PAJAK, DAN KEMANFAATAN NPWP TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memperoleh tambahan bukti atas penelitian yang dilakukan oleh Muharani (2015) yang menguji tentang pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam penelitian ini peneliti menambahkan variabel kemanfaatan NPWP, karena menurut teori atribusi kemanfaatan NPWP merupakan penyebab internal yang dapat mempengaruhi Wajib Pajak dalam membuat keputusan, sedangkan menurut teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa Wajib Pajak akan berproses dalam membuat keputusan dengan mempertimbangkan manfaat dari NPWP tersebut.

B.Batasan Masalah Penelitian

Batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel independen yang akan diuji secara empiris ada 4, yaitu Kesadaran Wajib Pajak, Lingkungan Wajib Pajak, Sikap Religiusitas Wajib Pajak, dan Kemanfaatan NPWP, sedangkan variabel dependen yang akan diuji secara empiris yaitu Kepatuhan Wajib Pajak.

2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten.


(27)

11

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak?

2. Apakah lingkungan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak?

3. Apakah sikap religiusitas Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak?

4. Apakah kemanfaatan NPWP berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak?

D.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian:

1. Untuk menguji secara empiris apakah kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

2. Untuk menguji secara empiris apakah lingkungan Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

3. Untuk menguji secara empiris apakah sikap religiusitas Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

4. Untuk menguji secara empiris apakah kemanfaatan NPWP berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.


(28)

E.Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan tentang kesadaran membayar pajak dan faktor-faktor yang dapat berpengaruh dalam kepatuan Wajib Pajak. Selain itu, penelitian ini juga memberikan wawasan bagi masyarakat luas tentang kepatuhan Wajib Pajak.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai faktor internal dan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak.

2. Secara Praktis

a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam memberikan informasi mengenai perpajakan kepada Wajib Pajak.

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah (DJP) dalam menentukan kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan di Indonesia.


(29)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori

1. Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan salah satu model psikologi sosial yang paling sering digunakan untuk meramalkan perilaku. TPB dirancang untuk meramalkan dan menjelaskan tingkah laku manusia dalam konteks yang spesifik. TPB merupakan prediksi perilaku yang baik karena diseimbangkan oleh niat untuk melaksanakan perilaku tersebut (Wati, 2016).

Theory of Planned Behavior didasarkan atas pendekatan terhadap

beliefs yang dapat mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu. Pendekatan terhadap beliefs dilakukan dengan mengasosiasikan berbagai karakteristik, kualitas, dan atribut berdasarkan informasi yang telah dimiliki, kemudian secara otomatis akan terbentuk intensi untuk berperilaku. Pendekatan dalam Theory of Planned Behavior ini dikhususkan pada perilaku individu yang spesifik dan pada umumnya dapat digunakan untuk semua perilaku individu (Fishbein dan Ajzen dalam Yuliana, 2004).

Menurut Mustikasari (2007) munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:


(30)

a. Behavioral Beliefs

Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu terhadap hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation).

b. Normative Beliefs

Normative beliefs merupakan keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply).

c. Control Beliefs

Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Hambatan yang mungkin timbul saat perilaku ditampilkan dapat berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan,

behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif,

normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan

(perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan

control beliefs menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (Ajzen, 2005).

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs menjadi tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah adanya tiga faktor tersebut, maka seseorang memasuki tahap intention, lalu tahap


(31)

15

akhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang menentuka niat untuk berperilaku, kemudian tahap behavior adalah tahap dimana seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007).

Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Yuliana (2004) menjelaskan bahwa intensi sebagai suatu kognitif dan konatif dari kesiapan individu untuk memaparkan suatu perilaku. Secara spesifik dijelaskan bahwa intensi untuk melakukan suatu perilaku mengindikasikan bahwa kecenderungan individu untuk melakukan suatu perilaku dan merupakan anteseden langsung dari perilaku tersebut.

Ajzen (2005) berpendapat bahwa jika individu memiliki intensi untuk melakukan suatu perilaku maka individu cenderung akan melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, jika individu tidak memiliki intensi untuk melakukan suatu perilaku maka individu cenderung tidak akan melakukan perilaku tersebut. Intensi individu untuk melakukan suatu perilaku mempunyai keterbatasan waktu dalam mewujudkan perilaku yang nyata, oleh karena itu terdapat empat elemen utama dalam melakukan pengukuran intensi untuk melakukan suatu, yaitu target dari perilaku yang dituju (target), tindakan (action), situasi saat perilaku ditampilkan (contex), dan waktu saat perilaku ditampilkan (time).

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman secara langsung (Jatmiko,


(32)

2006). Teori pembelajaran sosial memiliki asumsi bahwa perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi dan teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan secara langsung dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran tersebut. Seseorang akan merespon bagaimana orang tersebut merasakan dan mendefinisikan konsekuensi, bukan dari konsekuensi objektif itu sendiri (Julianti, 2014).

Komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi merupakan fokus utama dari teori pembelajaran sosial. Faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran setiap individu. Faktor sosial dapat berupa pengamatan, sedangkan faktor kognitif dapat berupa ekspektasi untuk meraih keberhasilan (Marjan, 2014).

Menurut Jatmiko (2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi: a. Proses perhatian (attentional)

Proses perhatian adalah proses dimana orang hanya akan belajar dari sesorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Salah satu contohnya adalah seseorang yang tidak patuh dalam membayar pajak akan belajar mematuhi perpajakan jika pegawai pajak telah melakukan pengelolaan perpajakan dengan benar.

b. Proses penahanan (retention)

Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Salah satu contohnya adalah seseorang


(33)

17

akan patuh dalam hal perpajakan jika orang tersebut mengingat bahwa fasilitas negara yang didapat adalah hasil pengelolaan pajak yang baik. c. Proses reproduksi motorik

Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Salah satu contohnya adalah seseorang akan patuh terhadap pajak jika masyarakat di sekitarnya telah memiliki kesadaran dalam kewajiban perpajakannya.

d. Proses penguatan (reinforcement)

Proses dimana individu-individu diberikan rangsangan yang positif supaya berperilaku sesuai dengan model. Salah satu contohnya adalah dengan diadakannya penyuluhan dan pelayanan pajak yang baik, maka diharapkan dapat mendorong individu-individu untuk berperilaku baik terhadap perpajakan.

Jatmiko (2006) juga menyatakan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya perpajakannya. Seseorang akan taat membayar pajak maupun melaporkan pajaknya tepat pada waktunya jika lewat pengamatan dan pengalaman secara langsung.

3. Teori Atribusi

Pada dasarnya teori atribusi menyatakan bahwa jika individu-individu mengamati perilaku seseorang, maka mereka mencoba untuk menentukan apakah perilaku tersebut ditimbulkan karena pengaruh internal


(34)

atau eksternal (Lubis, 2010). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi faktor dari luar, seperti faktor situasi dan faktor lingkungan. Artinya individu akan terpaksa berperilaku karena tuntutan situasi atau lingkungan (Julianti, 2014).

Teori atribusi berkaitan erat dengan perilaku individu dalam menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran dan perilaku mereka. Asumsi dari teori atribusi adalah seseorang akan mencoba untuk mencari informasi mengapa orang tersebut melakukan apa yang mereka lakukan. Seseorang berusaha untuk memahami mengapa orang lain melakukan perilaku tersebut, dimana satu atau lebih atribut mungkin menjadi penyebab perilaku tersebut (Heider dalam Marjan, 2014).

Menurut Heider (1958) dalam Marjan (2014) seseorang dapat menciptakan dua atribusi, yaitu atribusi internal dan atribusi eksternal. Atribusi internal adalah seseorang akan berperilaku yang disebabkan oleh faktor internal, seperti sikap, karakter, dan kepribadian, sedangkan atribusi eksternal adalah seseorang akan berperilaku yang disebabkan oleh faktor eksternal.

Julianti (2014) menyatakan bahwa relevansi teori atribusi dengan kepatuhan Wajib Pajak adalah seseorang dalam menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang


(35)

19

mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak antara lain kondisi keuangan Wajib Pajak, pengetahuan Wajib Pajak dan pemahaman Wajib Pajak tentang perpajakan. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak antara lain kualitas pelayanan dan sistem perpajakan.

Menurut Robbins dan Judge (2013), penentuan apakah perilaku disebabkan secara internal atau eksternal dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:

a. Kekhususan

Kekhususan merujuk pada perilaku seorang individu yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Apabila perilaku dianggap biasa maka perilaku tersebut disebabkan secara internal. Sebaliknya, apabila perilaku dianggap tidak biasa maka perilaku tersebut disebabkan secara eksternal. b. Konsensus

Konsensus merujuk pada apakah semua individu yang menghadapi situasi yang serupa merespon dengan cara yang sama. Apabila konsensus rendah, maka perilaku tersebut disebabkan secara internal. Sebaliknya, apabila konsensus tinggi maka perilaku tersebut disebabkan secara eksternal.

c. Konsistensi

Konsistensi merujuk pada apakah individu selalu merespon dengan cara yang sama. Apabila perilaku semakin konsisten, maka perilaku tersebut disebabkan secara internal. Sebaliknya, apabila perilaku semakin tidak konsisten, maka perilaku tersebut disebabkan secara eksternal.


(36)

Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang dapat memutarbalikkan arti dari atribusi. Pertama, kekeliruan atribusi mendasar yaitu kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal daripada internalnya. Kedua, prasangka layanan dari seseorang cenderung menghubungkan kesuksesan akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalan dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal.

4. Pajak

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013) pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh negara terhadap warga negaranya, berdasarkan undang-undang yang berlaku dimana atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kontraprestasi secara langsung kepada pembayar pajak.

Mardiasmo (2013) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


(37)

21

Supramono dan Damayanti (2010) menguraikan pajak dalam empat unsur, yaitu:

a. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara. Negara berhak memungut pajak, baik melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Iuran yang dibayarkan berupa uang, bukan barang.

b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Sifat pemungutan pajak adalah dipaksakan berdasarkan kewenangan yang diatur oleh undang-undang beserta aturan pelaksanaannya.

c. Tidak ada kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah dalam pembayaran pajak.

d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.

Menurut Mardiasmo (2013), terdapat 2 fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluarannya.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Kebijakan pemerintah dalam memaksimalkan fungsi pajak sebagai fungsi penerimaan negara salah satunya adalah reformasi administrasi perpajakan, dimana peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak menjadi salah satu titik penting dalam reformasi administrasi perpajakan


(38)

(Tahar dan Sandy, 2012). Pemungutan pajak di Indonesia dilaksanakan atas beberapa teori (Supramono dan Damayanti, 2010), antara lain:

a. Teori Asuransi

Perjanjian asuransi menyatakan bahwa setiap peserta wajib untuk membayar premi asuransi dengan tujuan untuk perlindungan bagi orang yang bersangkutan atas diri dan harta bendanya. Demikian halnya dengan pajak, Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran premi.

b. Teori Kepentingan

Teori kepentingan menyatakan bahwa pembebanan pajak kepada masyarakat didasarkan atas besarnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika pengeluaran negara ini dibebankan kepada masyarakat.

c. Teori Daya Pikul

Teori daya pikul menyatakan bahwa biaya-biaya atas perlindungan yang diberikan oleh negara kepada warga negara seharusnya dipikul oleh oleh segenap orang yang menikmatinya dalam bentuk pajak. Berdasarkan asas keadilan, pajak yang dikenakan terhadap masyarakat tergantung dari daya pikul masing-masing masyarakat berdasarkan besarnya penghasilan. d. Teori Bakti

Teori bakti beranggapan bahwa masyarakat memiliki kewajiban untuk berbakti kepada negara. Oleh karena itu, untuk membuktikan baktinya


(39)

23

kepada negara, masyarakat harus memenuhi kewajibannya membayar pajak.

e. Teori Asas Daya Beli

Teori asas daya beli beranggapan bahwa pajak digunakan untuk menarik daya beli masyarakat. Pajak yang dipungut oleh negara dapat mengurangi penghasilan yang akan digunakan oleh masyarakat untuk konsumsi, sehingga akibat dari pemungutan pajak adalah berkurangnya daya beli masyarakat secara individu.

5. Wajib Pajak

Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa:

“Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi


(40)

Menurut Mardiasmo (2013) Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Supramono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia.

Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak terdiri dari Wajib Pajak efektif dan Wajib Pajak non efektif. Wajib Pajak efektif merupakan Wajib Pajak yang mempunyai kegiatan usaha dan terdaftar di kantor pajak yang masih aktif dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT masa dan atau tahunan sebagaimana mestinya, sedangkan Wajib Pajak Orang Pribadi dapat dikategorikan menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu, dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas seperti karyawan atau pegawai yang hanya memperoleh passive income (Santi, 2012).

Perbedaan antara Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha merupakan Wajib Pajak pengusaha maupun pegawai yang memiliki penghasilan lain dari kegiatan usaha di luar pendapatan gaji, sedangkan Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu merupakan Wajib Pajak


(41)

25

Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang pedagangan yang memiliki tempat usaha berbeda dengan domisili lebih dari satu (Santi, 2012).

6. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013). Menurut Muliari dan Setiawan (2011) Wajib Pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila sesuai dengan hal-hal berikut:

a. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan. b. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

c. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

e. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela. f. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Widayati dan Nurlis (2010) menjelaskan bahwa terdapat tiga macam kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan salah satu bentuk partisipasi dari rakyat dalam menunjang pembangunan negara. Jika Wajib Pajak menyadari hal ini, maka Wajib Pajak bersedia membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Kedua,


(42)

kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Jika Wajib Pajak menyadari hal ini, maka Wajib Pajak bersedia membayar pajak karena memahami bahwa penundaan membayar pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang diterima negara yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan Undang-undang dan dapat dipaksakan. Jika Wajib Pajak menyadari hal ini, maka Wajib Pajak bersedia membayar pajak karena pembayaran pajak memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

7. Lingkungan Wajib Pajak

Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013) lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada individu. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang untuk

compliance dan non compliance tidak dapat ditinjau dari satu variabel penyebab saja. Santi (2012) menjelaskan terdapat tiga tipe lingkungan yang

compliance yang pada akhirnya membuat Wajib Pajak patuh dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Lazy compliance, merupakan tipe lingkungan yang berkaitan erat dengan tipe atau komponen perilaku Wajib Pajak sendiri dengan mengharuskan untuk belajar kerumitan seperti perubahan peraturan, formulir yang sulit di mengerti, pencatatan yang mendetail serta permintaan palaporan


(43)

27

penghasilan yang bermacam-macam sehingga banyak orang yang gagal untuk meluangkan waktu dan energi dalam melaporkan pajaknya.

b. Brokered compliance, merupakan tipe lingkungan dimana kepatuhan Wajib Pajak timbul ketika seseorang mendapat anjuran dari professional. c. Social compliance, merupakan kepatuhan seseorang terhadap hukum

yang secara langsung maupun tidak langsung merupakan hasil dari tekanan dan pengharapan orang-orang disekitar dan komunitas.

Indikator lingkungan Wajib Pajak berada ditunjukkan dengan masyarakat atau lingkungan, perekonomian dan prosedur pelaporan. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dapat diminimalkan apabila kondisi lingkungan Wajib Pajak kondusif, seperti lingkungan kondusif Wajib Pajak berada mudah untuk menerapkan yang berlaku, prosedur yang mudah dan sederhana dan biaya yang dikeluarkan untuk urusan kantor pajak sebanding dengan apa yang didapatkan (Nalendro, 2014).

8. Sikap Religiusitas Wajib Pajak

Kepatuhan membayar pajak merupakan salah satu tanggung jawab bagi pemerintah dan Wajib Pajak kepada Tuhan, dimana kedua pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban pemerintah adalah melakukan pengaturan penerimaan dan pengeluaran sehingga berhak melakukan pemungutan atas Wajib Pajak berdasarkan Undang-undang yang berlaku, sedangkan Wajib Pajak memiliki kewajiban membayar pajak kemudian berhak untuk melakukan pengawasan atas penggunaan iuran yang


(44)

telah dibayarkan kepada negara. Kedua pihak yaitu pemerintah dan Wajib Pajak saling terkait, oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dan Wajib Pajak dalam menciptakan kemandirian suatu negara dengan kepercayaan bahwa Tuhan selalu mengawasi tanggung jawab masing-masing pihak (Tahar dan Rachman, 2014).

Religiusitas menunjuk pada tingkat keterikatan individu dengan nilai-nilai agama yang dianut. Semua agama umumnya memiliki tujuan yang sama dalam mengontrol perilaku yang baik dan menghambat perilaku buruk. Agama diharapkan memberikan kontrol internal untuk pemantauan diri dalam perilaku moral. Komitmen agama digunakan sebagai variabel kunci untuk mengukur tingkat religiusitas individu berdasarkan pada penerapan nilai-nilai agama, keyakinan dan praktik dalam kehidupan sehari-hari (Rahmawaty, 2014).

Menurut Glock (1962) dalam Basri (2014) menyatakan bahwa religiusitas dapat dibagi menjadi lima dimensi. Pertama, dimensi ideologis, dimana para pengikut agama diharapkan untuk mematuhi peraturan tertentu dari suatu keyakinan. Kedua, dimensi ritualistik, dimana praktik keagamaan tertentu dianut oleh pengikut seperti shalat, puasa, dan meditasi. Ketiga, dimensi pengalaman yang menekankan pengalaman religius sebagai indikator tingkat religiusitas. Keempat, dimensi intelektual yang berfokus pada pengetahuan agama digunakan untuk memperkuat satu adalah keyakinan agama. Pada akhirnya, dimensi konsekuensial mengidentifikasi efek dari kepatuhan terhadap empat dimensi pertama yang individu.


(45)

29

Basri (2014) menyatakan bahwa banyak orang mengandalkan nilai-nilai agama sebagai sumber moralitas untuk membentuk sikap dan perilaku mereka. Menurut Mohdali dan Pope (2010) bahwa faktor religiusitas merupakan faktor yang sangat menentukan perilaku seseorang dalam kepatuhan membayar pajak.

9. Kemanfaatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan dalam Pasal 1 angka 6 dinyatakan bahwa:

“Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada

Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakansebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakanhak dan kewajiban perpajakannya”.

Pasal 2 angka 1 menyatakan bahwa:

“Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan

objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok

Wajib Pajak”.

Mardiasmo (2013) mendefinisikan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas. Fungsi NPWP menurut Mardiasmo (2013) antara lain:


(46)

a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.

b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

Supramono dan Damayanti (2010) menyatakan bahwa syarat Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memperoleh NPWP jika penghasilannya sudah melebihi penghasilan tidak kena pajak. Untuk Wajib Pajak Badan, ketika Wajib Pajak Badan mendaftarkan usahanya maka badan yang didirikan sekaligus terdaftar di DJP untuk memperoleh NPWP. Pendaftaran NPWP dapat dilakuakan di DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak (bagi Wajib Pajak Orang Pribadi) dan DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan atau kegiatan Wajib Pajak (bagi Wajib Pajak Badan).

DJP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri. Sebaliknya, NPWP dapat dihapuskan dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dengan syarat tertentu (Supramono dan Damayanti, 2010), antara lain:

a. Dilakukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subyektif atau obyektif.

b. Wajib Pajak Badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.


(47)

31

d. Direktur Jenderal Pajak menganggap perlu untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif atau obyektif. Setelah melakukan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 bulan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau 12 bulan untuk Wajib Pajak Badan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

10. Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Nurmantu (2005) mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak dengan sukarela memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Kriteria kepatuhan Wajib Pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 adalah sebagai berikut:

a. Menyampaikan SPT tepat waktu untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.


(48)

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

d. Menyelenggarakan pembukuan selama dua tahun terakhir dan pernah dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen.

e. Untuk laporan keuangan Wajib Pajak yang telah diaudit oleh akuntan publik selama dua tahun terakhir dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu faktor internal dan faktor ekternal (Fuadi dan Mangoting, 2013). Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri Wajib Pajak dan berhubungan dengan karakterisktik individu yang menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, seperti kesadaran dan kemauan Wajib Pajak. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan lingkungan Wajib Pajak berada. Hal ini sependapat dengan Tahar dan Rachman (2014) yang menyatakan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi Wajib Pajak dalam membayar pajak disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor


(49)

33

internal dapat berupa kesadaran dan religiusitas, sedangkan faktor eksternal dapat berupa iklan pajak, kemudahan pelayanan, dan berita korupsi oknum pajak.

Menurut Mangoting dan Sadjiarto (2013) kepatuhan pajak dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Kepatuhan pajak formal

Kepatuhan pajak formal adalah kepatuhan yang diatur sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan. Misalnya, bagi yang sudah memiliki penghasilan wajib untuk memiliki NPWP, melaporkan SPT Masa maupun Tahunan tepat waktu dan tidak pernah terlambat, tidak terlambat melunasi utang pajak sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.

b. Kepatuhan pajak material

Kepatuhan pajak material adalah suatu keadaan saat Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Misalnya, Wajib Pajak yang telah mengisi SPT dengan benar sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Kepatuhan dalam perpajakan erat kaitannya dengan sumber penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sumber


(50)

penerimaan dan pengeluaran negara dalam APBN berasal dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.

TABEL 2.1

Ringkasan APBNP 2014, APBN 2015, dan RAPBN 2015 (Miliar Rupiah)

Uraian 2014

APBNP

2015

APBN RAPBN

A. Pendapatan Negara 1.635.378,5 1.793.588,9 1.768.970,7 I. Pendapatan Dalam Negeri 1.633.053,4 1.790.332,6 1.765.662,2 1. Pendapatan Perpajakan 1.246.107,0 1.379.991,6 1.484.589,3

1. Pendapatan Negara

Bukan Pajak 386.946,4 410.341,0 281.072,9 II. Pendapatan Hibah 2.325,1 3.256,3 3.308,4 B. Belanja Negara 1.876.872,7 2.039.483,6 1.994.888,7 I. Belanja Pemerintah Pusat 1.280.368,6 1.392.442,3 1.330.766,8 1. Belanja K/L 602.292,0 647.309,9 779.536,9 2. Belanja Non K/L 678.076,6 745.132,4 551.229,9 a.l Subsidi 403.035,6 414.680,6 232.716,1 II. Transfer ke Daerah dan

Dana Desa 596.504,2 647.041,3 664.121,9 1. Dana Perimbangan 491.882,9 516.401,0 521.281,7 2. Dana Otonomi Khusus 16.148,9 16.615,5 17.115,5 3. Dana Keistimewaan

DIY 523,9 547,4 547,5

4. Dana Transfer Lainnya 87.948,6 104.411,1 104.411,1 5. Dana Desa 0,0 9.066,2 20.766,2 C. Keseimbangan Primer (106.041,1) (93.926,4) (70.529,8) D. Surplus (Defisit) Anggaran (241.494,3) (245.894,7) (225.918,0) % Defisit terhadap PDB (2,40) (2,21) (1,90) E. Pembiayaan 241.494,3 245.894,7 225.918,0 I. Pembiayaan Dalam Negeri 254.932,0 269.709,7 244.537,1 II. Pembiayaan Luar Negeri (13.437,7) (23.815,0) (18.619,1) Kelebihan (Kekurangan)

Pembiayaan 0,0 0,0 0,0

Sumber: Kementrian Keuangan

Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 76,20% dari total penerimaan negara berasal dari pendapatan pajak, lalu pada


(51)

35

tahun 2015 sebesar 76,94% dari total penerimaan negara berasal dari pendapatan pajak. Sedangkan sisanya 23,8% untuk tahun 2014 dan 23,06% untuk tahun 2015 bersumber dari pendapatan bukan pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan pajak dari tahun 2014-2015 mengalami peningkatan sebesar Rp. 133.884,6 Miliar. Pada tahun 2015 realisasi pendapatan perpajakan yang terkumpul sebesar Rp. 1.379.991,6 Miliar dari target pendapatan sebesar Rp. 1.484.589,3 Miliar, artinya pendapatan perpajakan hanya terealisasi sebesar 92,95%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak masih rendah.

B.Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis

1. Hubungan Kesadaran Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Kesadaran Wajib Pajak merupakan suatu kondisi dimana Wajib Pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib Pajak maka semakin baik pula pamahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Muliari dan Setiawan, 2011). Jatmiko (2006) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring.

Penelitian yang dilakukan oleh Jotopurnomo dan Mangoting (2013) dan Rahmawati (2015) menyatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sejalan


(52)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati dan Rasmini (2012) dan Muliari dan Setiawan (2011) yang menyatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Yahaya, dkk (2013) menyatakan bahwa kesadaran akan tanggung jawab otoritas pajak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan pajak. Penelitian yang dilakukan Wilda (2015) memperoleh hasil berbeda yang menyatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak.

2. Hubungan Lingkungan Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan pajak merupakan hasil secara langsung maupun tidak langsung tekanan maupun pengharapan orang-orang disekitar dan komunitas dimana Wajib Pajak berada. Lingkungan yang kondusif akan lebih mendukung Wajib Pajak untuk patuh. Lingkungan yang kondusif dapat dilihat dari beberapa kriteria, antara lain lingkungan bisnis Wajib Pajak berada yang mudah menerapkan peraturan yang berlaku, masyarakat tidak memberikan peluang untuk menghindar dari pajak dan menganggap penting pajak, prosedur sederhana dan biaya murah, dan terdapat tokoh masyarakat yang secara sukarela memberikan contoh untuk patuh terhadap kewajiban perpajakan (Santi, 2012).


(53)

37

Penelitian yang dilakukan oleh Jotopurnomo dan Mangoting (2013) menyatakan bahwa lingkungan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santi (2012) dan Widyastuti (2015) yang menyatakan bahwa lingkungan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian yang dilakukan Sumantri (2013) memperoleh hasil berbeda yang menyatakan bahwa lingkungan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Lingkungan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak.

3. Hubungan Sikap Religiusitas Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Religiusitas menunjuk pada tingkat keterikatan individu dengan nilai-nilai agama yang dianut. Religiusitas mempunyai pengaruh terhadap perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Wati, 2016). Komitmen agama digunakan sebagai variabel kunci untuk mengukur tingkat religiusitas individu berdasarkan pada penerapan nilai-nilai agama, keyakinan dan praktik dalam kehidupan sehari-hari (Rahmawaty, 2014).

Berdasarkan theory of planned behavior prediksi perilaku yang baik disebabkan oleh niat untuk berperilaku, dalam hal ini religiusitas merupakan niat yang dapat mendukung Wajib Pajak untuk patuh dalam memenuhi


(54)

kewajiban perpajakannya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa orang yang religius cenderung untuk lebih taat dalam melakukan segala hal, termasuk kewajiban membayar pajak.

Penelitian yang dilakukan Rahmawaty (2014) menyatakan bahwa religiusitas tidak berpengaruh terhadap kepatuhan perpajakan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2016) yang menyatakan bahwa religiusitas tidak berpengaruh terhadap kepatuhan perpajakan. Penelitian yang dilakukan oleh Basri (2014) dan Mohdali dan Pope (2012) memperoleh hasil berbeda yang menyatakan bahwa religiusitas berpengaruh terhadap perilaku Wajib Pajak. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Sikap religiusitas Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak.

4. Hubungan Kemanfaatan NPWP dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasarkan teori atribusi, kemanfaatan NPWP merupakan penyebab internal yang dapat mempengaruhi persepsi Wajib Pajak dalam membuat keputusan mengenai perilaku kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Berdasarkan teori pembelajaran sosial, Wajib Pajak dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsungnya mengenai manfaat yang dapat diperoleh Wajib Pajak atas kepemilikan NPWP (Masruroh, 2013).


(55)

39

Menurut Masruroh (2013) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP merupakan salah satu kewajiban seorang Wajib Pajak apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak diharapkan memiliki kesadaran yang tinggi dan dengan sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Namun, DJP juga mempunyai kewenangan untuk memberikan NPWP secara jabatan bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP tetapi belum memilikinya. Kepemilikan NPWP merupakan suatu kewajiban, selain itu kepemilikan NPWP juga dilatarbelakangi oleh berbagai kebutuhan Wajib Pajak atas NPWP tersebut.

Priantara (2011) berpendapat bahwa kebutuhan memiliki NPWP bagi Wajib Pajak dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana Wajib Pajak tersebut sangat memerlukan NPWP. Faktor kebutuhan tersebut berkaitan dengan manfaat dari memiliki NPWP itu sendiri. NPWP tersebut harus dapat memberikan manfaat yang selaras dengan kepentingan Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak akan termotivasi untuk membayar dan melaporakan pajaknya dengan patuh dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak memperoleh manfaat atas kepemilikan NPWP.

Penelitian yang dilakukan oleh Masruroh (2013) menyatakan bahwa kemanfaatan NPWP secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati (2015) dan Andreas dan Savitri (2015) yang menyatakan bahwa


(56)

kemanfaatan NPWP tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berbeda dengan pendapat Putri (2013) yang menyatakan keptuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan NPWP dilatarbelakangi oleh manfaat atas kepemilikan NPWP tersebut. Semakin banyak manfaat yang diperoleh Wajib Pajak atas kepemilikan NPWP, maka Wajib Pajak tersebut akan semakin patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, kemanfaatan NPWP diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Kemanfaatan NPWP berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak.

C.Model Penelitian

GAMBAR 2.1 Model Penelitian

+

+

+

+

Kesadaran Wajib Pajak

Lingkungan Wajib Pajak

Sikap Religiusitas Wajib Pajak

Kemanfaatan NPWP

Kepatuhan Wajib Pajak


(57)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Objek atau Subjek Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010).

Objek dalam peneltian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten, sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten.

B.Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Marjan, 2014).

Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Data ini berupa kuesioner yang akan diisi oleh para Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjadi responden terpilih dalam penelitian ini.


(58)

C.Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling, yaitu sampel yang dipilih berdasarkan kemudahan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Berdasarkan data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten hingga akhir tahun 2015 tercatat sebanyak 120.517 Wajib Pajak Orang Pribadi, sehingga didapatkan hasil perhitungan sebesar 99,91 yang dibulatkan menjadi 100 sampel.

D.Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan media angket (kuesioner). Sejumlah pertanyaan diajukan kepada responden dan kemudian responden diminta untuk menjawab sesuai dengan pendapat mereka. Untuk mengukur pendapat responden digunakan skala Likert lima angka yaitu mulai angka 5 untuk pendapat sangat setuju (SS) dan angka 1 untuk sangat tidak setuju (STS). Perinciannya adalah sebagai berikut:

Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) Angka 2 = Tidak Setuju (TS)

Angka 3 = Netral (N) Angka 4 = Setuju (S)


(59)

43

E.Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

a. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran Wajib Pajak merupakan persepsi, perasaan, ingatan seseorang yang aktif pada saat tertentu. Kesadaran Wajib Pajak diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin dengan 6 butir pertanyaan yang dikembangan oleh Handayani, dkk (2010) dalam Ulfa (2014), yaitu: 1) Pajak merupakan sumber penerimaan negara.

2) Penundaan pembayaran pajak dan pembayaran pajak yang tidak sesuai jumlahnya dapat merugikan negara.

b. Lingkungan Wajib Pajak

Lingkungan Wajib Pajak yang tidak kondusif adalah lingkungan Wajib Pajak berada dimana masyarakatnya mendukung perilaku tidak patuh terhadap pajak. Lingkungan Wajib Pajak diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin dengan 6 butir pertanyaan yang dikembangan oleh Novitasari (2006) dalam Widyastuti (2015), yaitu:

1) Masyarakat mendukung perilaku patuh terhadap pajak.

2) Masyarakat mendorong untuk melaporkan pajak dengan benar tanpa mengurangi beban pajak.


(60)

c. Sikap Religiusitas Wajib Pajak

Religiusitas menunjuk pada tingkat keterikatan individu dengan nilai-nilai agama yang dianut. Sikap Religiusitas Wajib Pajak diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin dengan 6 butir pertanyaan yang dikembangan oleh (Wati, 2016), yaitu:

1) Agama penting dalam kehidupan sehari-hari.

2) Masyarakat berpegang teguh terhadap pemimpin agama.

d. Kemanfaatan NPWP

Kemanfaatan NPWP merupakan kegunaan yang diperoleh Wajib Pajak atas kepemilikan NPWP. Kemanfaatan NPWP diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin dengan 7 butir pertanyaan yang dikembangan oleh (Masruroh, 2013), yaitu:

1) Wajib Pajak akan memperoleh kemudahan dalam pelayanan perpajakan.

2) Wajib Pajak akan memperoleh kemudahan dalam bidang lain di luar perpajakan.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Ridho (2012), kepatuhan Wajib Pajak merupakan suatu perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kepatuhan Wajib Pajak diukur dengan skala


(61)

45

likert 5 poin dengan 7 butir pertanyaan yang dikembangkan oleh (Wati, 2016), yaitu:

a. Selalu mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan melaporkannya dengan tepat waktu. b. Selalu membayar kekurangan pajak yang ada sebelum dilakukan

pemeriksaan.

F. Analisis Data

1. Uji Kualitas Data

Menurut Hair et all (1996) dalam Aryobimo (2012) kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen. Prosedur pengujian kualitas data adalah sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi antar skor item-item pertanyaan dengan skor total (Pearson Corelation). Syarat uji validitas yaitu masing-masing item harus berkorelasi positif terhadap skor total pada tingkat signifikasi 5% (Ghozali, 2011).


(62)

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengujian ini dilakukan dengan menghitung koefisien cronbach’s alpha dari masing – masing instrumen dalam suatu variabel. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel apabila memiliki nilai cronbach’s alpha lebih dari 0,70 atau nilai cronbach’s alpha lebih besar dari rtabel (Ghozali,

2011).

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu uji statistik dan analisis grafik. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji

Kolmogorov Smirnov. Jika nilai Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05, maka data terdistribusi dengan normal. Untuk analisis grafik dilakukan dengan PP plot standardized residual. Jika PP plot

standardized residual menyebar mendekati garis diagonal, maka data terdistribusi dengan normal (Ghozali, 2011).


(63)

47

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda, maka ada gejala heteroskedastisitas dalam model regresi tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi heteroskesdatisitas adalah menggunakan uji Glejser. Uji Glejser adalah meregresikan antara nilai absolut residual terhadap variabel variabel independen. Jika probabilitas di atas tingkat signifikansi 0,05, maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Jika antar variabel-variabel independen terdapat korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan uji korelasi antar variabel independen dengan menggunakan Variance Inflating Factor (VIF). Model regresi


(64)

dikatakan tidak mengalami multikolinearitas jika nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance value lebih dari 0,10 (Ghozali, 2011).

3. Uji Hipotesis dan Analisis Data

a. Regresi Linier Berganda

Menurut Ghozali (2011), regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dua variabel independen atau lebih terhadap variabel dependen. Persamaan umum regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = α + β1KWP + β2LWP + β3RWP + β4KNPWP + e

Keterangan :

Y = Kepatuhan Wajib Pajak

α = Konstanta

β1, β2, β3, β4 = Koefisien Regresi

KWP = Kesadaran Wajib Pajak LWP = Lingkungan Wajib Pajak RWP = Sikap Religiusitas Wajib Pajak KNPWP = Kemanfaatan NPWP


(65)

49

b. Uji Nilai t (Uji Parsial)

Uji nilai t digunakan untuk melihat secara parsial apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).

1) Jika p value< α (0,05), maka hipotesis diterima.

Artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. 2) Jika p value> α (0,05), maka hipotesis ditolak.

Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

c. Uji Nilai F (Uji Simultan)

Uji nilai F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).

1) Jika p value < α (0,05), artinya variabel independen secara bersama -sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

2) Jika p value> α (0,05), artinya variabel independen tidak berpengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

d. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Pengujian koefisien determinasi digunakan untuk mengukur pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi antara 0 sampai dengan 1. Jika koefisien


(66)

determinasi semakin mendekati angka nol, maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika koefisien determinasi semakin mendekati angka satu, maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).


(67)

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Objek Penelitian

Kantor Pelayanan Pajak Pratama merupakan unit kerja dari DJP yang melaksanakan pelayanan di bidang perpajakan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun yang belum terdaftar di dalam lingkup wilayah kerja DJP, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten menjadi salah satu bagian dari Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II. Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki suatu kewajiban yaitu memenuhi kewajiban perpajakannya. Kewajiban perpajakan ini guna untuk kepentingan bersama dan bagi kesejahteraan masyarakat. Adapun fungsi utama pajak adalah sebagai fungsi anggaran atau fungsi fiskal, dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji seberapa siapkah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Sampel penelitian ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa sampel tersebut merupakan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak, lingkungan Wajib Pajak, sikap religiusitas Wajib Pajak, dan kemanfaatan NPWP di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten.


(68)

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang sedang melakukan transaksi pembayaran pajak maupun melaporkan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Kuesioner yang dapat diolah sebanyak 100 kuesioner dari 113 kuesioner yang disebar dengan tingkat usable respon rate sebesar 88,5%. Berikut tabel tingkat pengembalian kuesioner:

Tabel 4.1

Tingkat Pengembalian Kuesioner

No Keterangan Jumlah Kuesioner

1 Kuesioner yang disebar 113 2 Kuesioner yang kembali 113

3 Kuesioner yang cacat 13

4 Kuesioner yang dapat diolah 100

5 Usable Respon Rate 88,5%

(Sumber: Data Primer, diolah 2016)

B.Analisis Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi pendidikan terakhir, usia, dan lama bekerja dari Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut. Hasil distribusi frekuensi disajikan dalam tabel berikut:

1. Pendidikan Terakhir Responden

Untuk mengetahui jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang didapat melalui kuesioner dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.2 berikut:


(69)

53

Tabel 4.2

Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Pendidikan Frekuensi Persentase

1 SMA 34 34%

2 D3 13 13%

3 S1 49 49%

4 S2 4 4%

Total 100 100%

(Sumber: Data Primer, diolah 2016)

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan terakhir SMA sebanyak 34 responden atau sekitar 34%, kemudian Diploma sebanyak 13 responden atau sekitar 13%, selanjutnya dengan pendidikan terakhir S1 sebanyak 49 responden atau sekitar 49%, dan responden dengan pendidikan terakhir S2 sebanyak 4 responden atau sekitar 4%.

2. Usia Responden

Untuk mengetahui jumlah responden berdasarkan usia responden yang didapat melalui kuesioner dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3

Responden Berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi Persentase

1 21 – 30 30 30%

2 31 – 40 29 29%

3 41 – 50 24 24%

4 > 50 17 17%

Total 100 100%


(70)

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 100 responden terdapat 30 responden atau sekitar 30% yang berusia 21 – 30 tahun, 29 responden atau sekitar 29% yang berusia 31 – 40 tahun, 24 responden atau sekitar 24% yang berusia 41 – 50 tahun, dan sisanya 17 responden atau sekitar 17% yang berusia > 50 tahun.

3. Lama Bekerja Responden

Untuk mengetahui jumlah responden berdasarkan lama bekerja responden yang didapat melalui kuesioner dapat dilihat secara lengkap pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4

Responden Berdasarkan Lama Bekerja No Lama Bekerja Frekuensi Persentase

1 < 5 31 31%

2 6 – 10 21 21%

3 11 – 15 17 17%

4 16 – 20 16 16%

5 > 20 15 15%

Total 100 100%

(Sumber: Data Primer, diolah 2016)

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 100 responden terdapat 31 responden atau sekitar 31% yang memiliki pengalaman bekerja < 5 tahun, kemudian 21 responden atau sekitar 21% yang memiliki pengalaman bekerja 6 – 10 tahun, 17 responden atau sekitar 17% yang memiliki pengalaman bekerja 11 – 15 tahun, selanjutnya 16 responden atau sekitar 16% yang memiliki pengalaman bekerja 16 – 20 tahun, dan sisanya


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur)

6 34 60

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Karees)

11 50 87

Pengaruh Kualitas pelayanan Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Survey Pada Wajib Orang pribadi Di KPP Pratama Soreang)

4 31 49

Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Sikap Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara).

5 72 10

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, LINGKUNGAN WAJIB PAJAK, SIKAP RELIGIUSITAS WAJIB PAJAK, DAN KEMANFAATAN NPWP TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (STUDI EMPIRIS PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG TERDAFTAR DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KLATEN)

0 4 50

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

2 10 8

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN FISKUS, SANKSI WAJIB PAJAK, PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, Sanksi Wajib Pajak, Pemahaman Wajib Pajak, Dan Sikap Rasional Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Stu

0 8 16

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, Sanksi Wajib Pajak, Pemahaman Wajib Pajak, Dan Sikap Rasional Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada WPOP Pribadi di KPP Pratama Surakar

0 2 18

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MOJOKERTO.

0 2 99

PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK, KUALITAS PELAYANAN PETUGAS PAJAK, SIKAP WAJIB PAJAK, SANKSI WAJIB PAJAK, DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PATI

0 2 17