HUBUNGAN ANTARA GAGAL GINJAL KRONIK DAN EDEMA PARU DITINJAU DARI GAMBARAN RADIOLOGI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA GAGAL GINJAL KRONIK DAN
EDEMA PARU DITINJAU DARI GAMBARAN RADIOLOGI
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
EZRA SENNA PRADESYA 20120310193
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA GAGAL GINJAL KRONIK DAN
EDEMA PARU DITINJAU DARI GAMBARAN RADIOLOGI
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
EZRA SENNA PRADESYA 20120310193
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
HUBUNGAN ANTARA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN
EDEMA PARU DITINJAU DARI GAMBARAN RADIOLOGI
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA
Disusun oleh:
EZRA SENNA PRADESYA 20120310193
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 11 Juni 2016
Dosen pembimbing Dosen Penguji
dr. H. Ahmad Faesol, Sp.Rad, M.Kes dr. Ana Majdawati, Sp.Rad, M.Kes
NIK:797692 NIK: 19690803199910173037
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, SP.OG, M.Kes NIK: 1971102819973027
(4)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ezra Senna Pradesya
NIM : 20120310193
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemuadian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas tersebut.
Yogyakarta, 26 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan sehingga peneliti dapat menyusun karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari kemudahan dalam penyusunan karya tulis ilmiah tidak lepas dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Ahmad Faesol, Sp.Rad, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak dukungan, motivasi, masukan, semangat serta nasihat dan telah mencurahkan banyak waktu, pikiran dan segenap tenaga untuk membimbing hingga penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah ini.
2. Tim karya tulis ilmiah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
3. Keluarga yang sangat berharga Bapak Ferry Pramag I, S.E, Ibu Estoe, S. E, adik Egar Fadhil Pradesya serta Ennara Muhammad Pradesya. Terima kasih atas kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan yang selalu diberikan untuk penulis tanpa henti.
4. Rendy Kurniawan, Rijal Mahdiy Pradana dan Alm. Rizkhi Andika Pramana sebagai teman seperjuangan, terima kasih atas bantuan dan dorongan yang diberikan kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan karya tulis ilmiah ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga dibutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan selanjutnya. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran dan terutama bagi penulis sendiri.
Yogyakarta, 26 Mei 2016
(6)
v
DAFTAR ISI
KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Keaslian Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Landasan Teori ... 5
B. Kerangka Teori ... 18
C. Hipotesis ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A. Desain Penelitian ... 20
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
D. Variabel Penelitian ... 21
E. Definisi Operasional ... 21
F. Instrumen Penelitian ... 22
G. Jalannya Penelitian ... 23
H. Analisis Data ... 24
I. Etika Penelitian ... 243
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
A. Hasil penelitian ... 24
(7)
vi
BAB V PENUTUP ... 29
A. Kesimpulan ... 29
B. Saran ... 29
(8)
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Anatomi paru-paru manusia ... 5
Tabel 2.2 Uji kappa ... 16
Tabel 2.3 Kerangka teori ... 18
Tabel 3.1 Rancangan penelitian ... 21
Tabel 4.1 Analisis data penelitian berdasakan jenis kelamin... 24
Tabel 4.2 Analisis data penelitian berdasakan jenis usia ... 25
Tabel 4.3 Analisis data penelitian berdasakan nilai kreatinin ... 25
Tabel 4.4 Analisis data penelitian berdasakan hasil pemeriksaan rontgen thorax 26 Tabel 4.5 Uji Kappa ... 26
(9)
viii INTISARI
Latar belakang: Gagal ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur yang lain. Prevalensi gagal ginjal kronik di Provinsi DI Yogyakarta yaitu 0,2%. Pemeriksaan rontgen thorax dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-tanda edema paru akibat penumpukan cairan, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Dikumpulkan 69 sampel dengan kriteria inklusi, yaitu pria dan wanita yang didiagnosis gagal ginjal kronik dan melakukan pemeriksaan rontgen thorax, dan eksklusi riwayat yang dapat menyebabkan edema paru seperti gagal jantung, tenggelam, malnutrisi, dan lain lain.
Hasil: Sebanyak 33 pasien gagal ginjal kronik stadium 5 atau 47,8% positif mengidap edema paru dibandingkan kategori gagal ginjal kronik stadium 1-4 yaitu sebanyak 0 pasien atau 0% positif mengidap edema paru.
Kesimpulan: Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru di RS PKU Muhammadiyah Unit Gamping (p = 0.001)
(10)
ix ABSTRACT
Background: Chronic kidney disease is a health problem in the world . According to data from the Health Research ( Riskesdas ) in 2013 , the prevalence of chronic
renal failure in Indonesia around 0.2 % . The prevalence of ≥ 75 years age group
by 0.6 % higher than other age groups . The prevalence of chronic renal failure is in Yogyakarta , namely 0.2 % . Thorax X-ray examination is done to check for signs of pulmonary edema due to accumulation of fluid , pleural effusion , cardiomegaly and pericardial effusion
Methods: This study using cross sectional approach . 69 samples were collected with the inclusion criteria , ie men and women who are diagnosed with chronic kidney disease and conduct X-ray examination of the thorax , and a history of exclusion that can cause pulmonary edema such as heart failure , drowning , malnutrition , and others.
Result: A total of 33 patients with chronic kidney disease stage 5 tested positive pulmonary edema compared category chronic kidney disease stage 1-4 not as many as 0 or 0 % positive patients suffering from pulmonary edema .
Conclusion: From the research that has been done can be concluded that there is a relation between chronic renal failure and pulmonary edema at PKU Muhammadiyah Hospital Unit Gamping ( p = 0.001 )
(11)
(12)
viii INTISARI
Latar belakang: Gagal ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur yang lain. Prevalensi gagal ginjal kronik di Provinsi DI Yogyakarta yaitu 0,2%. Pemeriksaan rontgen thorax dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-tanda edema paru akibat penumpukan cairan, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Dikumpulkan 69 sampel dengan kriteria inklusi, yaitu pria dan wanita yang didiagnosis gagal ginjal kronik dan melakukan pemeriksaan rontgen thorax, dan eksklusi riwayat yang dapat menyebabkan edema paru seperti gagal jantung, tenggelam, malnutrisi, dan lain lain.
Hasil: Sebanyak 33 pasien gagal ginjal kronik stadium 5 atau 47,8% positif mengidap edema paru dibandingkan kategori gagal ginjal kronik stadium 1-4 yaitu sebanyak 0 pasien atau 0% positif mengidap edema paru.
Kesimpulan: Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru di RS PKU Muhammadiyah Unit Gamping (p = 0.001)
(13)
ix ABSTRACT
Background: Chronic kidney disease is a health problem in the world . According to data from the Health Research ( Riskesdas ) in 2013 , the prevalence of chronic
renal failure in Indonesia around 0.2 % . The prevalence of ≥ 75 years age group
by 0.6 % higher than other age groups . The prevalence of chronic renal failure is in Yogyakarta , namely 0.2 % . Thorax X-ray examination is done to check for signs of pulmonary edema due to accumulation of fluid , pleural effusion , cardiomegaly and pericardial effusion
Methods: This study using cross sectional approach . 69 samples were collected with the inclusion criteria , ie men and women who are diagnosed with chronic kidney disease and conduct X-ray examination of the thorax , and a history of exclusion that can cause pulmonary edema such as heart failure , drowning , malnutrition , and others.
Result: A total of 33 patients with chronic kidney disease stage 5 tested positive pulmonary edema compared category chronic kidney disease stage 1-4 not as many as 0 or 0 % positive patients suffering from pulmonary edema .
Conclusion: From the research that has been done can be concluded that there is a relation between chronic renal failure and pulmonary edema at PKU Muhammadiyah Hospital Unit Gamping ( p = 0.001 )
(14)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Gagal ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Ginjal memiliki fungsi vital yaitu untuk mengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan zat sisa metabolisme tubuh dan air secara selektif. Jika terjadi gangguan fungsi pada kedua ginjal maka ginjal akan mengalami kematian dalam waktu 3-4 minggu (Prince SA, Wilson LM, 2005). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur yang lain. Prevalensi gagal ginjal kronik di Provinsi DI Yogyakarta yaitu 0,2% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Kita mengetahui bahwa semua penyakit yang menimpa manusia maka Allah turunkan obatnya sesuai hadist yang tertera dibawah ini yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda,
Artinya :“Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya”
Berdasar hadits tersebut, sebagai manusia hendaknya bersabar untuk selalu bertobat dan terus berusaha untuk mencari obat ketika sakit sedang
(15)
2
menimpanya.
Edema paru adalah komplikasi yang umum terjadi pada gagal ginjal kronik maupun akut. Hipoalbuminemia, yang merupakan karakteristik dari gagal ginjal kronik, menurunkan tekanan onkotik plasma dan dengan demikian mendorong pergerakan cairan dari kapiler paru. (David J, 2006).
Sebuah data dari studi observasional menunjukkan, dari hampir 30.000 pasien gagal ginjal yang dirawat di ICU dari 54 rumah sakit di 23 negara, ditemukan bahwa 5,7% dari semua pasien mengalami kegagalan pernafasan akut selama mereka tinggal (David J, 2006).
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia (Harun S, 2009).
Penting bagi tenaga medis untuk menyadari hubungan antara fungsi organ pernafasan dan fungsi ginjal dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan paru dan ginjal (David J, 2006).
Dengan melihat latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengetahui serta meneliti lebih dalam mengenai hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru ditinjau dari gambaran radiologi.
(16)
3
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru dengan meninjau pada hasil pemeriksaan radiologi.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru dengan meninjau pada hasil pemeriksaan radiologi.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hubungan gagal ginjal kronik dengan edema paru.
b. Mengetahui apakah edema paru merupakan salah satu komplikasi dari gagal ginjal kronik.
c. Mengetahui angka kejadian edema paru pada pasien dengan gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Ilmu kedokteran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang hubungan gagal ginjal kronik dengan edema paru.
2. Dinas Kesehatan dan Pemerintahan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada puskesmas, rumah sakit terkait, dan Dinas Kesehatan dalam bidang ilmu radiologi.
(17)
4
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat tentang hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sebelumnya belum pernah di lakukan. Penelitain dahulu yang mendekati topik penelitain ini adalah :
1. Andrew Bush (1991), Pulmonary Function in Chronic Renal Failure: Effects of Dialysis and Transplantation.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian yang sebelumnya dilakukan lebih berfokus pada efektivitas dari terapi dialysis dan transplantasi ginjal.
2. Brian K. Gehlbach, MD (2004), The Pulmonary Manifestations of Left Heartf Failure.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian yang sebelumnya meneliti tentang keluhan dan gejala klinis pada paru akibat dari gagal jantung.
(18)
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Paru-paru a. Anatomi
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara. Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru (Guyton, 2007).
Secara fungsional paru-paru dibagi menjadi dua, yaitu lobus kanan dengan tiga gelambir dan lobus kiri dengan dua gelambir. Seperti gambar yang ditampilkan dibawah ini :
(19)
6
2. Edema paru a. Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia (Harun S, 2009).
Tingkat oksigen darah yang rendah (hipoksia) dapat terdeteksi pada pasien-pasien dengan edema paru. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, didapatkan suara-suara paru yang abnormal, seperti rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus) yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas (Alasdair et al, 2008; Lorraine et al, 2005).
b. Patofisiologi
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang
(20)
7
kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin. (Gomersall C, 2000).
c. Gejala klinis
Gejala paling umum dari edema paru adalah sesak nafas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari edema paru akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan (Alasdair et al, 2008; Lorraine et al, 2005; Maria I, 2010).
(21)
8
d. Klasifikasi
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus (Harun S, 2009):
1) Ketidakseimbangan “Starling Force” a) Peningkatan tekanan vena pulmonalis
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain: (1) tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3) peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial paru (sehingga disebut edema paru overperfusi).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menimbulkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas cairan rongga interstitial sehingga cairan dapat berpindah lebih mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.
(22)
9
c) Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural. Kedaaan yang sering menjadi etiologi adalah: (1) perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumothoraks dengan tekanan negatif yang besar. Keadaan ini disebut „edema paru re-ekspansi‟. Edema biasanya terjadi unilateral dan seringkali ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang minimal. Jarang sekali kasus yang menjadikan „edema paru re-ekspansi‟ ini berat dan membutuhkan tatalaksana yang cepat dan ekstensif, (2) tekanan negatif pleura yang besar akibat obstruksi jalan nafas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir (misalnya pada asma bronkhial).
2) Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli: (ARDS = Adult Respiratory Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgikal tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan „Starling Force‟.
a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit) b) Terisap toksin (NO, asap)
(23)
10
d) Aspirasi asam lambung
e) Pneumonitis akut akibat radiasi
f) Zat vasoaktif endogen (histamin, kinin) g) Dissemiated Intravascular Coagulation h) Immunologi: pneumonitis hipersensitif i) Shock-lung pada trauma non thoraks j) Pankreatitis hemoragik akut
3) Insuffisiensi sistem limfe a) Pasca transplantasi paru b) Karsinomatosis, limfangitis c) Limfangitis fibrotik (siilikosis)
4) Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya a) “High altitude pulmonary edema”
b) Edema paru neurogenik c) Overdosis obat narkotik d) Emboli paru
e) Eklamsia f) Pasca anastesi
(24)
11
3. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal pada stadium 5.
Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh beberapa kondisi yang menyebabkan kerusakan permanen pada nefron, termasuk diabetes, hipertensi, glomerulonefritis, dan ginjal polikistik penyakit. Biasanya, tanda-tanda dan gejala gagal ginjal terjadi secara bertahap dan tidak menjadi jelas sampai penyakit ini menjadi parah. Hal ini karena ginjal dapat melakukan kompensasi dengan baik.
b. Klasifikasi
1) GGK Stadium 1 : LFG > 90 ml/menit 2) GGK Stadium 2 : LFG 60 - 89 ml/menit 3) GGK Stadium 3 : LFG 30 - 59 ml/menit 4) GGK Stadium 4 : LFG 15 - 29 ml/menit 5) GGK Stadium 5 : LFG < 15 ml/menit c. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala
(25)
12
akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya Glomerulo Filtrat Rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensory (Brunner dan Suddarth, 2001).
Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada gagal ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya (Brunner dan Suddarth, 2001).
Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit
(26)
13
terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
d. Gejala klinis
Gambaran klinis pasien gagal ginjal kronik meliputi (Branner BM, Lazarus JM, 2000):
1) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll.
2) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
3) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
e. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu (Suhardjono, 2001):
(27)
14
1) Gangguan pada sistem gastrointestinal:
a) Anoreksia, nausea, dan vomitus b/d gangguan metaboslime protein dalam usus.
b) Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
c) Cegukan (hiccup)
d) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik 2) Sistem Hematologi:
a) Anemia
b) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia c) Gangguan fungsi leukosit
3) Sistem kardiovaskular:
a) Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam. b) Nyeri dada dan sesak nafas
c) Gangguan irama jantung
d) Edema akibat penimbunan cairan 4) Kulit:
a) Kulit berwarna pucat akibat anemia.
b) Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik. c) Ekimosis akibat gangguan hematologis d) Urea frost akibat kristalisasi urea e) Bekas-bekas garukan karena gatal
(28)
15
5) Sistem Saraf dan Otot:
a) Restless leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan.
b) Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
c) Ensefalopati metabolik: Lemah, sulit tidur, konsentrasi turun, tremor, asteriksis, kejang.
d) Miopati: Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal
6) Sistem endokrin:
a) Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
b) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.
c) Gangguan metabolisme lemak. d) Gangguan metabolisme vitamin D. f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik yaitu (Suhardjono, 2001):
1) Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin
(29)
16
meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun.
2) Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
3) Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4) Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5) Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. 6) Pemeriksaan Foto Thorax
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial. 7) Pemeriksaan Radiologi Tulang
(30)
17
8) Renogram
Sebagai pelacak awal yang berperan membantu dokter dalam mendiagnosa fungsi ginjal.
4. Uji Kappa
Kesepakatan Antar Rater (Kappa) merupakan reliabilitas antar rater yang dipakai untuk menilai/ mengetahui hubungan antara dua variabel. Data yang dihasilkan adalah nominal. Semakin banyak kemiripan hasil pemeriksaan antara satu variabel dan rater lainnya, maka koefisien reliabilitas yang dihasilkan akan tinggi.
Tabel 2.2 Uji Kappa
Edema paru (+) Edema paru (-)
Gagal ginjal kronik (+) A B
Gagal ginjal kronik (-) C D
Pc =
Menurut Fleiss (1981) tingkat reliabilitas antar rater dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
Kappa < 0,4 : Buruk Kappa 0,4 – 0,60 : Cukup Kappa 0,60 – 0,75 : Memuaskan Kappa > 0,75 : Istimewa
(31)
18
B. Kerangka Teori
Keterangan: = Variabel yang tidak diteliti = Variabel yang diteliti Gambar 2. Kerangka Teori
Pasien Gagal Ginjal Kronik
Terjadi uremia
Glomerulo Filtrate Rate (GFR) Blood Ureum Nitrogen (BUN) Keseimbangan cairan
Volume cairan dalam tubuh
Gejala klinis
Sesak nafas Mudah lelah Takipnea Klasifikasi berdasarkan
pencetus
1. Ketidakseimbangan “Starling Force” 2. Gangguan permeabilitas membran
kapiler alveoli: (ARDS = Adult Respiratory Distress Syndrome) 3. Insuffisiensi sistem limfe
Kepeningan
4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
Edema paru Akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus
(32)
19
C. Hipotesis
(33)
20 BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Observasional karena peneliti hanya mengamati variabel dan tidak melakukan perlakuan. Penelitian analitik yaitu penelitian yang hasilnya tidak hanya pada taraf pendeskripsian, akan tetapi dilanjutkan sampai pengambilan simpulan yang dilakukan dengan menggunakan uji statistik untuk menganalisa data yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional karena penelitian dilakukan dalam satu waktu dan satu kali pengambilan data, untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi:
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
2. Sampel penelitian:
Sampel dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien gagal ginjal kronik yang berada di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta pada periode tahun 2012-2016.
a. Kriteria inklusi
1) Pasien gagal ginjal kronik yang dilakukan pemeriksaan penunjang foto rontgen thorax.
(34)
21
2) Pasien memiliki rekam medik yang lengkap. b. Kriteria eksklusi
1) Pasien gagal ginjal kronik yang memiliki riwayat yang dapat menyebabkan edema paru, seperti gagal jantung, tenggelam, malnutrisi, dan lain lain.
2) Pasien yang memiliki riwayat penyakit kardiomegali. 3. Besar sampel:
Peneliti mengambil sampel dengan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah unit Gamping Yogyakarta, dan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2016 . C. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Gagal ginjal kronik stadium 1-4 dan gagal ginjal kronik stadium 5.
(35)
22
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Pengukuran Skala Edema Paru Diagnosis menderita
edema paru yang ditetapkan oleh dokter spesialis radiologi
Berdasarkan rekam medik
Edema paru dan bukan edema paru
Gagal Ginjal Kronik
Diagnosis menderita gagal ginjal kronik yang telah tercantum di rekam medik
Berdasarkan rekam medik
Gagal ginjal kronik dengan stadium 1-4 dan gagal ginjal kronik stadium 5
E. Instrumen Penelitian 1. Rekam medik
(36)
23
F. Jalannya Penelitian
Gambar 3. Jalannya Penelitian Pengambilan data rekam medis
dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping
Pasien gagal ginjal kronik
Diagnosis Nilai hasil
pemeriksaan foto
Hasil uji hipotesis 1 : Nilai P Hasil Uji Hipotesis 2 : Kekuatan
Korelasi ( r) Hasil Uji Hipotesis 3: Arah Korelasi - GGK stadium
1-4
- GGK stadium 5
Edema Paru (+) Edema Paru (-)
(37)
24
G. Analisis Data
Melakukan uji statistik untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar variabel, yaitu gagal ginjal kronik dengan kejadian edema paru menggunakan uji Pearson Chi-square.
H. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang berwenang dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
(38)
25 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini mengambil data rekam medis yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan Januari 2016, kelompok pasien gagal ginjal kronik didapatkan total 69 data rekam medis pasien antara tahun 2010-2015.
Gagal ginjal kronik merupakan variabel bebas sedangkan edema paru sebagai variabel terikat. Variabel lain yang dicatat antara lain jenis kelamin, usia, dan nilai kreatinin.
1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Analisis data penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Pria 45 65,2
Wanita 24 34,8
Total 69 100
Berdasarkan hasil pengumpulan data terhadap 69 pasien diperoleh data karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin. Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa pasien pria yang mengalami gagal ginjal kronik stadium 5 sebanyak 45 atau 65,2%. Sementara pasien wanita yang mengalami gagal ginjal sebanyak 24 atau 34,8%
(39)
26
2. Berdasarkan Usia
Tabel 4.2 Analisis data penelitian berdasarkan usia
Jumlah data Terendah Tertinggi Rata-Rata
Usia 69 25 86 50
Rerata usia pasien adalah 50 tahun, dengan usia tertua 86 tahun dan usia termuda adalah 25 tahun. Data Riset Kesehatan Dasar RI tahun 2013 menunjukkan bahwa angka kejadian gagal ginjal kronik meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). (Kementerian Kesehatan, 2013)
3. Berdasarkan Kreatinin
Tabel 4.3 Analisis data penelitian berdasarkan nilai kreatinin
Jumlah data Terendah Tertinggi Rata-Rata
Kreatinin 69 1,4 30,9 8,5
Tabel diatas menjelaskan bahwa rata-rata terjadi peningkatan pada kreatinin. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai indikator fungsi ginjal. Konsentrasi kreatinin meningkat akibat penurunan dari fungsi ginjal tersebut, salah satu komplikasi dari sirosis hati adalah sindrom hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan urea, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
(40)
27
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus (Nurdjanah, 2009).
4. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax
Tabel 4.4 Analisis data penelitian berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen thorax
Edema Paru Jumlah Presentase
Positif 33 47.8
Negatif 36 52.2
Hasil pembacaan rontgen thorax pada 69 pasien gagal ginjal kronik stadium 5, didapatkan 33 (47,8) positif edema paru, dan 36 (52,2%) negatif edema paru.
5. Uji Kappa
Tabel 4.5 Uji Kappa
Uji kappa dilakukan dengan meminta dua pembaca radiologi membaca 10 foto toraks dengan kasus edema paru dan tidak edema paru pada dua waktu yang berbeda. Uji ini dilakukan dalam kurun waktu 1 No. Waktu Uji Pertama (3 Juni 2016) Waktu Uji Kedua (8 Juni 2016)
1. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 2. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 3. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 4. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 5. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 6. Positif edema paru (+) Positif edema paru (+) 7. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 8. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 9. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-) 10. Negatif edema paru (-) Negatif edema paru (-)
(41)
28
minggu, uji pertama dilakukan pada tanggal 3 Juni 2016 dan dilakukan uji kedua pada tanggal 8 Juni 2016. Dari keseluruhan foto yang diujikan, pembaca radiologi menunjukkan konsistensi dalam membaca sebanyak 10 foto atau sebanyak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil bacaan pembaca radiologi dapat digunakan dalam penelitian ini (>70%)
6. Hubungan gagal ginjal kronik dengan kejadian edema paru
Tabel 4.6 Hubungan gagal ginjal kronik dengan kejadian edema paru
Edema Paru
Nilai p Positif Negatif
n % n %
Gagal Gagal ginjal kronik
stadium 5 33 47,8 25 36,2 0,001
ginjal kronik
Gagal ginjal kronik
stadium 1-4 0 0 11 16
total 33 47,8 36 52,2
Tabel di atas menunjukkan analisis Uji Chi Square. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel silang baris dan kolom. Tabel di atas menunjukkan kategori gagal ginjal kronik stadium 5 sebanyak 33 pasien atau 47,8% positif mengidap edema paru dibandingkan kategori gagal ginjal kronik stadium 1-4 yaitu sebanyak 0 pasien atau 0% positif mengidap edema paru.
Nilai p pada hasil tersebut 0,001 (<0,005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara gagal ginjal kronik dengan edema paru
(42)
29
B. Pembahasan
Dilihat dari hasil penelitian didapatkan besar hubungan antara gagal ginjal kronik terhadap kejadian edema paru adalah p=0,001. Hassan, et al. (2005) mengungkapkan edema paru terkait dengan akumulasi kelebihan cairan ekstra seluler setelah terjadinya gangguan ekskresi cairan dan zat terlarut.
Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe.
Edema paru merupakan komplikasi yang umum terjadi pada gagal ginjal kronik ataupun gagal ginjal akut. Hipoalbuminemia, yang merupakan karakteristik dari gagal ginjal kronik, menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang kemudian mendorong pergerakan cairan dari kapiler paru.
Menurut penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Bush, Gabriel. (1991), dengan judul Pulmonary Function in Chronic Renal Failure: Effects of dialysis and transplantation, kondisi patologis paru yang paling paling umum pada gagal ginjal adalah edema paru, umumnya merupakan akibat dari kombinasi penumpukan kelebihan cairan dan permeabilitas yang abnormal pada mikrosirkulasi paru.
(43)
30
Dalam jurnal yang ditulis oleh Levey dan Coresh (2012) dijelaskan, di negara berkembang, gagal ginjal kronik umumnya dikaitkan dengan usia, diabetes, hipertensi, obesitas, dan penyakit kardiovaskular, Penyebab umum lain dari gagal ginjal kronik yaitu penyakit glomerular dan tubulointerstisial yang merupakan hasil dari infeksi dan paparan oleh obat dan racun.
(44)
31 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara gagal ginjal kronik dengan edema paru.
B. Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya maupun bagi rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan metode penelitian yang lebih baik.
2. Menambah variabel-variabel lainnya sehingga dapat dilihat hubungan dari beberapa aspek.
3. Perlu diadakan dokumentasi dan sistem pencatatan rekam medis yang lebih baik mengenai pasien dan penyakitnya sehingga tidak terjadi kesalahan pada data maupun hasil penelitian.
4. Bagi institusi diharapkan pemeriksaan Rontgen Thorax dapat dijadikan prosedur standar atau rutin untuk kasus gagal ginjal kronik.
(45)
32
DAFTAR PUSTAKA
Alasdair et al. Noninvasive Ventilation in Acute Cardiogenic Pulmonary Edema. N Engl J Med 2008; 359: 142-51.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Bush A dan Gabriel R. 1991. Pulmonary function in chronic renal failure: effects of dialysis and transplantation; 46: 424-428
Gomersall C. Noncardiogenic Pulmonary Oedema. Update: June 2009. Available from:
http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/noncardiogenic_pulmonary_oedema Harun S dan Sally N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hassan, I.S.A. dan Ghalib, M.B. 2005. Lung Disease in Relation to Kidney Diseases : Saudi Center for Organ Transplantation
Guyton A.C. dan J.E. Hall 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. Jakarta: EGC.
Levey A.S. dan Coresh J. 2011. Chronic kidney disease. Lancet 2012; 379: 165– 80
Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema.N Engl J Med. 2005; 353:2788-96.
Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edem Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP.Anestesia & Critical Care.Vol 28 No.2 Mei 2010 p.52.
Pierson DJ, 2006. Respiratory Considerations in the Patient With Renal Failure. Respiratory Case, 51 (4), 21-39.
Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2002.Patofisiologi.Jakarta : EGC. Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suhardjono.2001.Ilmu Penyakit Dalam jilid II, Jakarta : Widya Utama.
(46)
30
30
LAMPIRAN
Case Processing Summary
Gagal Ginjal Kronik
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Edema Paru YA 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%
TIDAK 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
Descriptives
Gagal Ginjal Kronik Statistic Std. Error
Edema Paru YA Mean 1.11 .042
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.02
Upper Bound
1.19
5% Trimmed Mean 1.06
Median 1.00
Variance .097
Std. Deviation .312
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 0
Skewness 2.611 .319
Kurtosis 4.993 .628
TIDAK Mean 1.38 .140
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.08
Upper Bound
1.69
5% Trimmed Mean 1.37
Median 1.00
Variance .256
Std. Deviation .506
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness .539 .616
(47)
30
30
Mann-Whitney Test
Ranks
57 33.34 1900.50
12 42.88 514.50
69 Edema Paru
Y A TIDAK Total Gagal Ginjal Kronik
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisti csa
247.500 1900.500 -2.209 .027 Mann-Whitney U
Wilcoxon W Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Gagal Ginjal Kronik
Grouping Variable: Edema Paru a.
(1)
29
B. Pembahasan
Dilihat dari hasil penelitian didapatkan besar hubungan antara gagal ginjal kronik terhadap kejadian edema paru adalah p=0,001. Hassan, et al. (2005) mengungkapkan edema paru terkait dengan akumulasi kelebihan cairan ekstra seluler setelah terjadinya gangguan ekskresi cairan dan zat terlarut.
Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe.
Edema paru merupakan komplikasi yang umum terjadi pada gagal ginjal kronik ataupun gagal ginjal akut. Hipoalbuminemia, yang merupakan karakteristik dari gagal ginjal kronik, menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang kemudian mendorong pergerakan cairan dari kapiler paru.
Menurut penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Bush, Gabriel. (1991), dengan judul Pulmonary Function in Chronic Renal Failure: Effects of dialysis and transplantation, kondisi patologis paru yang paling paling umum pada gagal ginjal adalah edema paru, umumnya merupakan akibat dari kombinasi penumpukan kelebihan cairan dan permeabilitas yang abnormal pada mikrosirkulasi paru.
(2)
30
Dalam jurnal yang ditulis oleh Levey dan Coresh (2012) dijelaskan, di negara berkembang, gagal ginjal kronik umumnya dikaitkan dengan usia, diabetes, hipertensi, obesitas, dan penyakit kardiovaskular, Penyebab umum lain dari gagal ginjal kronik yaitu penyakit glomerular dan tubulointerstisial yang merupakan hasil dari infeksi dan paparan oleh obat dan racun.
(3)
31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara gagal ginjal kronik dengan edema paru.
B. Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya maupun bagi rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan metode penelitian yang lebih baik.
2. Menambah variabel-variabel lainnya sehingga dapat dilihat hubungan dari beberapa aspek.
3. Perlu diadakan dokumentasi dan sistem pencatatan rekam medis yang lebih baik mengenai pasien dan penyakitnya sehingga tidak terjadi kesalahan pada data maupun hasil penelitian.
4. Bagi institusi diharapkan pemeriksaan Rontgen Thorax dapat dijadikan prosedur standar atau rutin untuk kasus gagal ginjal kronik.
(4)
32
DAFTAR PUSTAKA
Alasdair et al. Noninvasive Ventilation in Acute Cardiogenic Pulmonary Edema. N Engl J Med 2008; 359: 142-51.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Bush A dan Gabriel R. 1991. Pulmonary function in chronic renal failure: effects of dialysis and transplantation; 46: 424-428
Gomersall C. Noncardiogenic Pulmonary Oedema. Update: June 2009. Available from:
http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/noncardiogenic_pulmonary_oedema Harun S dan Sally N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hassan, I.S.A. dan Ghalib, M.B. 2005. Lung Disease in Relation to Kidney Diseases : Saudi Center for Organ Transplantation
Guyton A.C. dan J.E. Hall 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. Jakarta: EGC.
Levey A.S. dan Coresh J. 2011. Chronic kidney disease. Lancet 2012; 379: 165– 80
Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema.N Engl J Med. 2005; 353:2788-96.
Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edem Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP.Anestesia & Critical Care.Vol 28 No.2 Mei 2010 p.52.
Pierson DJ, 2006. Respiratory Considerations in the Patient With Renal Failure. Respiratory Case, 51 (4), 21-39.
Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2002.Patofisiologi.Jakarta : EGC. Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suhardjono.2001.Ilmu Penyakit Dalam jilid II, Jakarta : Widya Utama.
(5)
30
30
LAMPIRAN
Case Processing Summary
Gagal Ginjal Kronik
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Edema Paru YA 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%
TIDAK 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
Descriptives
Gagal Ginjal Kronik Statistic Std. Error
Edema Paru YA Mean 1.11 .042
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.02
Upper Bound
1.19
5% Trimmed Mean 1.06
Median 1.00
Variance .097
Std. Deviation .312
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 0
Skewness 2.611 .319
Kurtosis 4.993 .628
TIDAK Mean 1.38 .140
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.08
Upper Bound
1.69
5% Trimmed Mean 1.37
Median 1.00
Variance .256
Std. Deviation .506
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness .539 .616
(6)
30
30
Mann-Whitney Test
Ranks
57 33.34 1900.50
12 42.88 514.50
69 Edema Paru
Y A TIDAK Total Gagal Ginjal Kronik
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisti csa
247.500 1900.500 -2.209 .027 Mann-Whitney U
Wilcoxon W Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Gagal Ginjal Kronik
Grouping Variable: Edema Paru a.