Driyarkara sebenarnya, dalam tulisan-tulisannya mengenai pendidikan, sudah mengantisipasi perubahan yang digambarkan di atas.
“Dalam abad teknik ini”, tulis Driyarkara, “bisa saja orang hanya memburu kecakapan kerja dan bukan perkembangan manusia. Maka,
dengan memasukkan anak sekolah, misalnya orang tua belum tentu perbuatannya itu utuh sebagai perbuatan mendidik karena dirongrong oleh
konsep yang salah”
38
. Dalam pernyataan tersebut, kiranya Driyarakara ingin menunjukkan
gambaran suatu kekeliruan dimana seolah-olah sekolah itu hanya bertujuan untuk membuat manusia cakap bekerja dan mendapatkan uang, atau dengan kata lain
bahwa orang tua memasukkan anak ke sekolah agar anaknya pintar dan dapat bekerja untuk mendapatkan uang. Hal tersebut tentu saja tidak sejalan dengan
pemikiran Driyarkara, dimana dalam mengembangkan manusia muda harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang mempunyai nilai, potensi, dan keahlian.
Pendidikan menurut Driyarkara adalah memanusiakan manusia muda yang artinya mereka yang belum menjadi ’’manusia seutuhnya’’ dimanusiakan dengan cara
dibimbing, dibina, dan dibantu, hingga mencapai pribadi utuh. Dalam pemikiran mengenai pendidikan tersebut, Driyarkara menguraikan
bahwa mendidik itu termasuk dalam kategori aktivitas fundamental. Karena merupakan aktivitas fundamental, pendidikan mencakup pendidik dan peserta
didik. Gambaran Driyarkara tentang pendidikan sebagai suatu aktifitas fundamental, maka kiranya pemikiran Driyarkara dapat mencegah pendidikan
yang berorientasikan tidak memanusiakan manusia. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa Pendidikan formal pada masa ini rentan terhadap kecenderungan yang
38
Danuwinanta, F., SJ. editor, Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, 2006, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 363.
berorientasikan nilai pasar, komersil, dan tidak memperhatikan makna dari pendidikan yang berdasarkan pada tujuan pendidikan nasional. Selain itu konsep
pendidikan di Indonesia menurut Driyarkara cenderung mengarahkan anak-didik kepada gambaran manusia yang hanya berorientasi untuk bekerja dan
mendapatkan uang setelah selesai sekolah, jadi bukan sebagai kaum intelektual yang mempunyai kecakapan, keahlian, dan berkarakter seperti yang diinginkan
Driyarkara. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik kepada peserta
didik untuk perkembangan jasmani dan rohaninya agar memiliki kepribadian yang utama dan ideal, yaitu kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap
mental secara teguh untuk melaksanakan nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup individu ataupun kelompok masyarakat. Tujuan dari proses ini adalah
terjadinya proses perkembangan alamiah berupa kedewasaan dan kematangan dari kepribadian manusia. Dengan melihat tugas dan fungsinya maka pendidikan harus
dapat menyerap, mengolah, menganalisis, dan menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya.
Upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan meliputi:
1. Menuangkan Pemikiran Atau Ide-Idenya Dalam Sebuah Buku
Salah satu upaya Driyarkara merealisasikan pemikirannya adalah melalui berbagai macam buku baik yang ditulis sendiri maupun melalui catatan-catatan
kecil yang dikumpulkan oleh rekan-rekan sejawatnya. Salah satu tujuan penyampaian pemikiran Driyarkara melalui sebuah buku karena buku mampu
menjadi penyambung lidah dalam memberikan bekal pemikiran tentang pendidikan kepada generasi saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu,
buku mampu menjadi pondasi yang utuh dan kuat dalam merealisasikan pemikiran seseorang. Artinya, ketika Driyarkara wafat hanya jasadnya saja
yang tiada, akan tetapi pemikirannya tentang pendidikan, politik, kebudayaan masih tetap ada melalui karya-karyanya. Buku-buku tersebut diantaranya yang
berjudul: a.
Pidato dengan tema tentang “Sosialitas sebagai Eksistensial” Merupakan isi pidato inagurasinya yang diucapkan pada peresmian
dirinya sebagai Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tanggal 30 Juni 1962. Dalam pidato ini Driyarkara lebih
menekankan tentang bagaimana manusia sebagai makhluk sosial berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Buku yang berjudul Pertjikan Filsafat
Sebuah buku yang beredar di lingkungan akademis sebagai rujukan juga dalam kuliah Filsafat. Buku yang berisi 204 halaman ini merupakan
karya asli dari Driyarkaya yang ditulis pada tahun 1962 sebagai cetakan pertama dan diterbitkan oleh PT. Pembangunan Jakarta. Buku ini berisikan
tentang tulisan yang mengetengahkan tanggung jawab sebagai sikap yang penting untuk diperhatikan dan dimiliki oleh siapa pun. Tanggung jawab
adalah sikap khas manusia, yang harus dimiliki oleh manusia. Driyarkara dalam bukunya, Pertjikan Filsafat menerangkan bahwa:
“Tanggung jawab ialah kewajiban menanggung bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah sesuai tuntutan kodrat
manusia ”. Ia menambah pula bahwa “berani bertanggung jawab
berarti bahwa seseorang berani menentukan, berani memastikan, bahwa perbuatan ini sesuai dengan kodrat manusia dan bahwa hanya
karena itulah perbuatan tadi dilakukan ”
39
. Kodrat manusia menurut pemikiran Driyarkara adalah sikap atau
perilaku manusia dalam menunjukkan kemanusiaannya. Manusia sebagai mahkluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan. Maka dari itu,
manusia diharapkan mampu menunjukkan tabiat kesempurnaan dan kebaikannya yaitu manusia sebagai pribadi dan rohani. Sebagai seorang
pribadi manusia dituntut untuk dapat bersikap dan memiliki tanggung jawab atas keputusan yang diambil. Sedangkan, sebagai seorang rohani manusia
dituntut untuk senantiasa selalu beribadah kepada Tuhannya sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.
c. Buku yang berjudul Driyarkara tentang Pendidikan
Dalam buku ini Driyarkara menyoroti tentang realita pendidikan yang terjadi di Indonesia. Driyarkara menulis tentang pendirian-pendiriannya
mengenai pendidikan dimana “pendidikan merupakan kegiatan sadar untuk
memanusiakan manusia muda, yang dia sebut seba gai “hominisasi dan
humanisasi”. d.
Buku yang berjudul Driyarkara tentang Kebudayaan Buku yang berisi 68 halaman ini merupakan kumpulan karya asli
Driyarkaya yang ditulis dari tahun ke tahun, dan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta pada tahun 1980 sebagai cetakan pertama. Buku ini berisi
tentang adanya relasi yang kuat antara pendidikan dengan kebudayaan,
39
Driyarkara, Percikan Filsafat, cetakan pertama, 1962, Jakarta: PT Pembangunan, Hal: 30.
bahkan keduanya bisa dikatakan salah satu aktifitas fundamental yang membuat manusia berbeda dengan makhluk alam lainnya. Sejarah awal
kebudayaan lahir dari tingkat kecerdasan manusianya dalam membaca rumusan hukum alam, mentelaah berbagai macam problematika hidup dan
mencari sebuah solusi dengan menerapkan sebuah sistem sosial. Berdasarkan itu semua maka dengan jelas terlihat kebutuhan yang besar
bagi suatu bangsa akan pendidikan. e.
Buku yang berjudul Driyarkara tentang Manusia. Buku ini merupakan kumpulan karya asli Driyarkaya yang ditulis dari
tahun ke tahun, dan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta pada tahun 1980 sebagai cetakan pertama. Karya ini berisikan tentang manusia yang
bereksistensi dan manusia yang mampu menyadari tujuan hidupnya, potensi apa saja yang bisa ia hasilkan, serta apa-apa saja yang harus ia perbuat.
f. Buku yang berjudul Driyarkara tentang Negara dan Bangsa
Buku ini merupakan kumpulan karya asli Driyarkaya yang ditulis dari tahun ke tahun, dan diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta pada tahun 1980
sebagai cetakan pertama. Buku ini lebih menyoroti tentang pandangannya dalam hal Pancasila serta kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Menerapkan Sistem Pendidikan Karakter Ke Dalam Dunia Pendidikan
Salah satu upaya Driyarkara dalam menuangkan pemikirannya dibidang pendidikan bisa dikatakan dimulai ketika beliau berpidato sebagai dekan
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Sanata Dharma PTPG, embrio IKIP Sanata Dharma pada tahun 1955. Pidato pertanggungjawabannya tentang
kepentingan pendidikan guru memperoleh tanggapan luas, dan sejak saat itu 1955 selain dikenal sebagai filsuf juga seorang ahli pendidikan. Salah satu
upayanya tersebut adalah dengan mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat dan mulai menerapkan pendidikan karakter di berbagai universitas di Indonesia.
Driyarkara menjabat sebagai dekan dan rektor pertama kali di Universitas Sanata Dharma dimulai pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1967. Aktivitas
Driyarkara selama menjadi dekan dan rektor di USD adalah merangkap menjadi seorang dosen, mengisi berbagai dialog interaktif, berpidato, hal ini
dilakukan dalam rangka menuangkan pemikirannya dan sebagai salah satu upaya konkrit dalam menerapkan pendidikan karakter. Karena, dengan
berdialog interaktif tersebut dapat saling bertukar pendapat, saling menyampaikan dan memaparkan pemikiran, serta terjalin hubungan timbal
balik antara narasumber dengan audience. Tidak hanya itu, dalam memaparkan pemikirannya Driyarkara juga membuat catatan-catatan kecil
dalam bahasa
Jawa yang dimuat majalah Praba, sebuah majalah mingguan berbahasa Jawa yang terbit di Yogyakarta, serta menjadi narasumber yang diselenggarakan
oleh RRI. Hal tersebut tentunya merupakan peluang bagi driyarkara dalam memperkenalkan ide-idenya ke masyarakat baik itu tentang kebudayaan,
pendidikan, maupun tentang bangsa dan negara. Rektor pertama Universitas Sanata Dharma, mengungkapkan sebuah
semboyan yang berbunyi “homo homini socius”, atau “manusia adalah kawan
bagi sesamanya”. Merujuk dari semboyan tersebut tidak heran juga jika semboyan USD adalah “cerdas dan humanis”. Bukan hanya soal menjadi
cerdas saja, tapi juga humanis. Humanisme yang cerdas artinya terdapat keseimbangan antara logika dan nurani, rasio dan rasa.
Fokus pendidikan karakter yang di usung Driyarkara adalah penerapan pendidikan berbasis karakter bagi Universitas. Driyarkara menilai mahasiswa
merupakan subyek yang diharapkan mampu menjadi penggerak kekuatan transformatif masyarakat. Dengan jiwa mudanya yang berciri kreatif dan
dinamis, mahasiswa diharapkan sanggup melakukan pembaharuan di tengah masyarakat dengan ilmu dan kecakapan yang ditempa selama menjalani studi
di bangku perkuliahan. Pendidikan karakter diterapkan dikalangan mahasiswa bertujuan supaya para mahasiswa dapat menemukan jati diri mereka di tengah-
tengah kondisi masyarakat saat ini. Selain itu, pendidikan karakter diterapkan dikalangan mahasiswa untuk menghasilkan lulusan dengan karakter utuh dan
tajam yang memiliki kompetensi competence, suara hati conscience, dan hasrat bela rasa compassion.
Menurut Driyarkara USD sebagai universitas Jesuit, senantiasa melibatkan diri dalam pembentukan pribadi yang utuh, mempunyai nalar, hati,
pengetahuan, perasaan, dan tingkah laku. USD dibentuk oleh Driyarkara menjadi salah satu universitas yang menyiapkan pemuda-pemudinya menjadi
pribadi yang bukan hanya cerdas, tetapi berkarakter; bukan sekedar memiliki keunggulan pendidikan professional tetapi manusia utuh yang solider, yang
memiliki kedalaman pikiran dan imajinasi. Oleh karena itu hasil pendidikan USD lebih dari sekedar membantu tersedianya tenaga berkualifikasi unggul,
melainkan pribadi yang juga memperlihatkan kefasihan akan logika dan bahasa
dunia, jernih dalam pemikiran, lurus dalam bertutur, unggul dalam moral, dan mempunyai bela rasa dalam kehidupan sosial. Melalui pendidikan karakter di
USD, Driyarkara mengajak supaya mahasiswa calon generasi penerus bangsa dapat memiliki kompetensi competence, kejernihan moral conscience dan
hasrat bela rasa compassion. Karakter seseorang dapat dibentuk melalui keluarga, sekolah, teman
sebaya, dan masyarakat. Sumber utama pembentuk karakter adalah keluarga, terutama kedua orang tua. Proses tersebut berlangsung melalui interaksi antara
orang tua dan anak. Berkowitz melaporkan hasil dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh pola asuh
orang tua. Orang tua yang memberikan perawatan dengan baik, tumbuh dalam keluarga yang demokratis, terbuka, memberikan pujian daripada celaan,
disiplin dan penuh cinta cenderung membentuk anak yang mudah taat, memiliki orientasi sosial, memiliki kematangan empati, memiliki harga diri
yang positif, memiliki ketajaman penalaran moral, kepekaan suara hati, dll
40
. Pembentukan karakter yang terjadi di keluarga kemudian akan diperluas
oleh pengalaman di sekolahuniversitas. Peran sekolahuniversitas dalam membentuk karakter anak didik selalu bersifat sekunder, meskipun sepertiga
waktunya dihabiskan di sekolah atau universitas. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa 1 pada tahun-tahun pertama kehidupan anak memiliki
ikatan emosi yang sangat kuat dengan orang tua; 2 sebelum masuk
40
Berkowitz, M.W., The Science of Character Education In W, 2002, Damon Ed. Stanford CA: Hoover Institution Press, hal .66.
sekolahkuliah anak sudah memiliki bentukan dasar-dasar karakter baik dari keluarga atau sekolah ditingkat bawahnya.
Namun demikian, meskipun bersifat sekunder, peran sekolahuniversitas dalam membentuk karakter tetap sangat penting. Sekolahuniversitas berperan
besar dalam membangun konsep diri, keterampilan sosial, nilai-nilai, kematangan penalaran moral, perilaku sosial, dan pengetahuan mengenai
moralitassuara hati. Proses pembentukan karakter disekolahuniversitas diwarnai dengan interaksi antar teman sebaya. Pengaruh teman sebaya sangat
besar dalam pembentukan karakter dan perlu diingat bahwa puncak pengaruh teman sebaya berlangsung dimasa remaja. Selama berinteraksi dengan teman
sebaya para siswa dapat belajar memecahkan masalah, membangun persahabatan, melatih kejujuran, menanamkan rasa setia kawan, mengasah
ketajaman suara hati, dsb. Sumber pembentuk karakter mahasiswa yang lain adalah masyarakat.
Pengaruh masyarakat dalam pembentukan karakter berlangsung melalui media massa, nilai-nilai kultural, dan suasana hidup secara umum. Berita atau
informasi atau hiburan yang tersampaikan melalui media massa baik cetak maupun elektronik sangat mempengaruhi perasaan, pikiran, dan nilai-nilai
yang dikembangkan oleh remaja. Salah satu wujud penerapan pendidikan karakter Driyarkara tercermin
pada salah satu Universitas yang ada di Yogyakarta yaitu Universitas Sanata Dharma USD. Universitas Sanata Dharma USD memiliki keprihatinan
khusus terkait dengan pengembangan generasi muda. Keprihatinan itu
dituangkan dalam salah satu visinya, yang dalam uraian lengkapnya berisi tentang:
“Bagaimana USD memandang kaum muda dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengembangkannya. Dalam sejarah Indonesia,
kaum muda merupakan kelompok dinamis yang memiliki peran penting sebagai pelaku perubahan sosial. Peran generasi muda dianggap sangat
penting dalam membangun negara. Oleh karena itu, mereka perlu dibantu untuk mengembangkan dirinya secara aktif dan kreatif. USD menyadari
bahwa sebagian besar dari subyek yang dilayani adalah kaum muda melalui kegiatan belajar mengajar
41
”. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha pengembangan kaum muda
ini dilakukan menyeluruh menyangkut seluruh daya manusia yaitu pikiran, hati, dan kehendak. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengembangan kaum
muda ini menekankan keterpaduan antara keunggulan akademik dan nilai-nilai kemanusiaan. Arah dari pengembangan ini adalah agar lulusan mampu
berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat yang adil, demokratis dan sejahtera. Lulusan diharapkan tidak hanya mampu menguasai ilmu
pengetahuan yang dimiliki, tetapi juga harus peka terhadap kebutuhan masyarakat dan mampu menjadi pelaku perubahan sosial yang berguna bagi
masyarakat.
41
Adi, Kuntoro, dkk, Model Pendidikan Karakter di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2010, Yogyakarta, hal. 12.
75
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kontribusi pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan di Indonesia adalah
mengedepankan hakikat kemanusiaan secara utuh melalui pendidikan berbasis karakter di sekolah-sekolah maupun universitas di Indonesia. Menurut
Driyarkara peran pendidikan menjadi penting karena pendidikan mengusung nilai-nilai kemanusiaan yang cukup kompleks. Nilai pendidikan tidak hanya
menjadi kekayaan individual semata, tetapi dengan nilai pendidikan menunjukkan sebuah mentalitas dan kepribadian masyarakat berbangsa.
Keberhasilan pendidikan menjadi tolak ukur bagi sebuah bangsa akan keseriusannya mempersiapkan dan mematangkan sumber daya manusia
sekaligus dalam memajukan bangsanya. Singkatnya pendidikan mempunyai dampak yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Model pendidikan menurut Driyarkara mencakup empat prinsip pendidikan
yaitu humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas yang memiliki ciri- ciri yaitu a memiliki kepekaan budaya cultural sensibility yang diwujudkan
dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; b memperhatikan tantangan sejarah historically attentive yang terus berubah; c mampu
memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan philosophically creative; d memiliki
keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan academic excellence and sensitivity to justice and injustice.
3. Upaya Driyarkara dalam merealisasikan pemikirannya di bidang pendidikan
yaitu: a.
Menuangkan ide dan pemikirannya dalam sebuah buku. Salah satu tujuan penyampaian pemikiran Driyarkara melalui sebuah
buku karena buku mampu menjadi penyambung lidah dalam memberikan bekal pemikiran tentang pendidikan kepada generasi saat ini dan masa yang
akan datang. Selain itu, buku mampu menjadi pondasi yang utuh dan kuat dalam merealisasikan pemikiran seseorang.
b. Menerapkan sistem pendidikan berbasis karakter ke dalam dunia
pendidikan. Fokus pendidikan karakter yang diusung Driyarkara adalah penerapan
pendidikan berbasis karakter bagi Universitas. Driyarkara menilai mahasiswa merupakan subyek yang diharapkan mampu menjadi penggerak
kekuatan transformatif masyarakat. Dengan jiwa mudanya yang berciri kreatif dan dinamis, mahasiswa diharapkan sanggup melakukan
pembaharuan di tengah masyarakat dengan ilmu dan kecakapan yang ditempa selama menjalani studi di bangku perkuliahan. Pendidikan karakter
diterapkan di kalangan mahasiswa bertujuan supaya para mahasiswa dapat menemukan jati diri mereka di tengah-tengah kondisi masyarakat saat ini.
Selain itu, pendidikan karakter diterapkan di kalangan mahasiswa untuk menghasilkan lulusan dengan karakter utuh dan tajam yang memiliki
kompetensi competence, suara hati conscience, dan hasrat bela rasa compassion.