Model Pendidikan Menurut Driyarkara

51 memiliki mentalitas yang dewasa. Artinya, manusia mempunyai kemampuan untuk menempatkan diri secara wajar, memiliki pengendalian diri, berbudaya dan beradab, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai contoh peserta didik mampu beradaptasi dan membaur dilingkungan sekitarnya tanpa membedakan golongannya, baik dari segi agama, ras, jenis kulit, asal usul, pangkat, jabatan, dsb. Pendidikan humanistik bermaksud untuk membentuk manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai manusia individu yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Jadi, pendidikan humanistik merupakan salah satu bentuk dorongan aktualisasi diri secara individu kepada lingkungannya. Humanitas sebagai tujuan akhir pendidikan humanisme, pendidikan ini merupakan visi pendidikan yang dikembangkan Driyarkara. Pendidikan humanitas memiliki ciri-ciri yaitu 1 memiliki kepekaan budaya cultural sensibility yang diwujudkan dalam menghargai pluralisme dan multikulturalisme; 2 memperhatikan tantangan sejarah historically attentive yang terus berubah; 3 mampu memprakarsai berbagai terobosan dan inovasi serta menemukan makna baru dalam berbagai dimensi kehidupan philosophically creative; 4 memiliki keunggulan akademik dan sekaligus memiliki kepedulian kepada keadilan dan ketidakadilan academic excellence and sensitivity to justice and injustice. Universitas Sanata Dharma merupakan salah satu perguruan tinggi Jesuit yang memiliki tradisi pendidikan kuat berbasis spiritualitas Ignasian dan salah satu universitas yang menerapkan pemikiran Driyarkara yaitu pendidikan berbasis karakter. Pada mulanya USD didirikan dengan nama IKIP Institut Keguruan dan 52 Ilmu Pendidikan setelah itu berubah menjadi Universitas Sanata Dharma. Di Universitas Sanata Dharma salah satu fakultas yan g menerapkan pendidikan karakter adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP. Pendidikan karakter diterapkan di FKIP karena FKIP merupakan satu-satunya fakultas pendidikan yang berada di USD. Tujuan pendidikan bagi FKIP adala h melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, peserta didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting bagi peserta didik dalam mempersiapkan masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sejalan dengan pemikiran Driyarkara di atas dimana tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, dan untuk dapat mencapai tujuannya tersebut maka pendidikan harus mencakup tiga aspek, yaitu pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi. Pola pemikiran tersebut yang membuat USD semakin maju, berkembang, dan berubah dari waktu kewaktu. Pengembangan karakter mahasiswa USD berdasarkan pola pemikiran Driyarkara dilakukan dengan mengintegrasikan pendekatan dalam model pengembangan karakter melalui kegiatan kurikuler yaitu pembelajaran. Secara khusus, USD menyadari bahwa kegiatan pembelajaran menjadi ujung tombak untuk menyiapkan generasi muda yang akan memikul tanggung jawabnya di masa depan maka untuk melahirkan pribadi-pribadi dan pemimpin-pemimpin yang berkarakter mahasiswa USD harus memiliki competence, conscience, dan 53 compassion. Hal ini dilakukan supaya USD mampu menghasilkan mahasiswa yang memiliki karakter utuh dan tajam dalam bidang kompetensi competence, suara hati conscience, dan hasrat bela rasa compassion 41 . Competence dimaknai sebagai kemampuan akademik yang memadukan unsur-unsur pengetahuan keterampilan, dan sikap. Unsur-unsur dasar competence adalah pengetahuan keterampilan, dan sikap. Conscience dimaknai sebagai kemampuan memahami alternatif dan menentukan pilihan baik-buruk, benar- salah. Unsur-unsur dasar conscience adalah moral, prinsip, tanggung jawab, kejujuran, mandiri, kebebasan, keterbukaan, memiliki semangat belajar tinggi, kesadaran eling, kewaspadaan prudent, keadilan, konsekuen, dan keseimbangan. Sedangkan, compassion dimaknai sebagai kemauan untuk berbela rasa pada sesama dan lingkungan man and women for and with others. Unsur- unsur compassion adalah peduli, peka, rela, dan tanggap. Ada beberapa perspektif terkait faktor yang mempengaruhi perkembangan karakter seseorang. Beberapa berpendapat bahwa karakter terbentuk karena faktor lingkungan sehingga perkembangannya dimulai sejak dia lahir dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dengan kata lain, selain dipengaruhi oleh faktor genetik karakter juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa karakter berkembang saat individu dibentuk dalam kandungan dan akan terus berkembang karena faktor lingkungan. Karakter yang mulai berkembang dimasa 41 Kuntoro Adi, dkk, Model Pendidikan Karakter di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2010, Yogyakarta, hal. 68. 54 bayi di antaranya rasa empati, konsep tentang manusia, dan kelekatan dengan orang lain. Karakter-karakter tersebut terus berkembang hingga mulai muncul karakter yang lebih matang seperti kontrol diri, perasaan benar atau salah, perspective-taking anak bertindak dengan mempertimbangkan cara-cara pihak lain juga akan bertindak. Pada umumnya, perkembangan karakter di masa remaja merupakan lanjutan dari karakter yang sudah mulai muncul dari masa bayi dan anak-anak. Perkembangan karakter yang menonjol dimasa remaja adalah moral reasoning dan pembentukan moral identity. Mahasiswa berada pada tahap remaja akhir dan dewasa awal sehingga perkembangan karakter yang menonjol adalah moral reasoning dan terbentuknya moral identity. Moral reasoning adalah perkembangan dari kapasitas kognitif untuk menilai sesuatu benar atau salah dan membuat keputusan dengan pertimbangan moral yang matang. Lebih lanjut, moral reasoning berkaitan dengan perilaku bermoral dan tidak bermoral seperti menolong, curang, nakal, dan tindakan beresiko seperti misalnya seks bebas dan penggunaan narkoba. Berbeda dengan perkembangan pada masa anak-anak yang baru dapat mempertimbangkan konsekuensi konkrit, pada masa remaja, seseorang sudah dapat mempertimbangkan konsekuensi abstrak. Kondisi perkembangan remaja tersebut di atas sesuai sekali dengan nilai-nilai Ignatian yang dikembangkan USD dalam konteks pengembangan karakter remaja yaitu compentence kompetensi, conscience suara hati, compassion hasrat bela rasa. Ketiga karakter tersebut menjadi nilai utama yang dikembangkan USD dalam membentuk karakter mahasiswa berdasarkan model pemikiran Driyarkara yaitu 55 humanisme, humanisasi, humanistik, dan humanitas seperti yang sudah diuraikan diatas 42 . B. Model Pendidikan Driyarkara dan Kurikulum 2013 Model pendidikan Driyarkara mencakup tiga aspek, yaitu pendidikan nilai, pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi. Hal ini sejalan dengan yang diterapkan oleh pemerintah dalam kurikulum 2013 dimana model pendidikan juga memiliki tiga aspek penilaian di dalamnya yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap serta perilaku. Artinya, sebelum kurikulum 2013 ini diterapkan oleh pemerintah, Driyarkara sudah memikirkannya jauh-jauh hari terkait dengan model pendidikan yang tepat agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional dan dapat memanusiakan manusia. Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antar pribadi. Pendidikan nilai secara khusus ditujukan untuk menerapkan pembentukan nilai kepada peserta didik, menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, dan membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, Pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai 43 . 42 Ibid, hal. 368-369. 43 Mulyana. R, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 2004, Bandung: Alfabeta, hal. 143. 56 Pendidikan nilai bukanlah sebagai satu-satunya mata pelajaran yang harus diberikan kepada siswa, tetapi pendidikan nilai merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan dalam rangka pembentukan karakter suatu bangsa. Peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh manusia-manusia pada bangsa itu. Maju mundurnya peradaban bangsa sangat erat terkait dengan akhlakmoral bangsa itu, dan baik-buruknya moral suatu bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Melalui pendidikan nilai, pendidikan menjadi lebih bernilai, tidak hambar dan tidak hampa. Dalam memperbaiki kondisi bangsa maka pendidikan nilai sangat dipandang perlu dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan. Penanaman nilai-nilai harus dimulai sejak dini, secara formal dalam lingkungan pendidikan. Upaya efektif dalam menyampaikan pendidikan nilai adalah perlu adanya penokohan sebagai wujud konkret dari internalisasi nilai tersebut. Metode keteladanan sangat penting, guru harus menjadi contoh dan pelopor pertama bagi siswa dalam penanaman nilai. Upaya yang berkesinambungan dari semua pihak yang terkait dengan komponen pendidikan dalam melaksanakan pendidikan nilai sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional yang menghasilkan pemuda-pemuda penerus bangsa yang berkarakter. Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu, dan mengormati. Pendidikan karakter akan 57 melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Ciri pendidikan karakter adalah 1 pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma- norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. 2 adanya keinginan membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. 3 adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai- nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. 4 keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih 44 . Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia yang unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter. Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, 44 Ibid, hal 68. 58 kemandirian, kreatifitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan, dan kewarganegaraan. Pembaharuan pendidikan dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tidak pernah berhenti. Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan yang dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Untuk itu harus dipahami bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan, maka guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya. Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama setiap siswa adalah belajar. Keterkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran. Pendidikan berbasis kompetensi merupakan suatu model pembelajaran dimana perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi. Pendekatan pendidikan berbasis kompetensi dimaksudkan agar segala upaya yang dilakukan dalam pembelajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang ditetapkan sehingga mereka tuntas dalam belajarnya 45 . 45 Idem. 59 Setiap bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsanya. Walaupun masing-masing bangsa memiliki tujuan hidup berbeda, namun secara garis besar, ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya. Pendidikan bagi setiap indivdu merupakan pengaruh dinamis dalam perkembangan jasmani, jiwa, rasa sosial, susila, dan sebagainya. Pendidikan dapat di artikan sebagai pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana peserta didik dapat mengaktualisasi dirinya seoptimal mungkin 46 . Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling mempengaruhi guna terlaksana proses pendidikan transformasi pengethuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan yang diinginkan. Pengertian pendidikan sangat erat kaitanya dengan pengertian pengajaran, sehingga sulit untuk dipisahkan dan dibedakan. Pendidikan tidak dapat dilaksanakan tanpa ada pengajaran, dan pengajaran tidak akan berarti jika tanpa diarahkan ke tujuan pendidikan. Selain itu, pendidikan merupakan usaha pembinaan pribadi secara utuh dan lebih menyangkut masalah citra dan nilai. Sedangkan pengajaran merupakan usaha mengembangkan kapasitas intelektual dan berbagai keterampilan fisik. 46 Yamin, Moh, Menggugat Pendidikan Indonesia, 2009, Yogyakarta: AR- Ruzz Media, hal. 55. 60 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Moh. Yamin, bahwa tujuan pendidikan adalah memungkinkan seseorang untuk membentuk kepribadian. Sedangkan, menurut Driyarkara pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia muda 47 . Pendidikan harus membantu seseorang agar mampu bertindak sebagai manusia. Hal ini dapat diperoleh peserta didik dengan pembelajaran yang bersifat kontekstual, dimana tugas pendidik adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya dengan meningkatkan kompetensi peserta didik. Pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Pembelajaran kontektual dengan pembelajaran kompetensi saling berhubungan, dimana dalam pembelajaran kontektual peserta didik didorong untuk menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan, dan dalam pembelajaran kompetensi peserta didik dituntut untuk mampu menerapkannya dalam kehidupan. Sejalan dengan model pendidikan menurut Driyarkara inti dari kurikulum 2013 adalah terdapat pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan mempresentasikan, apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang 47 Idem 61 menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, untuk memasuki masa depan yang lebih baik. Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam kurikulum 2013 meliputi penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut, kejujuran, disiplin, tanggung jawab, peduli gotong royong, kerja sama, toleransi, damai, kesantunan, responsive, pro aktif, dan percaya diri. Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam kurikulum 2013 diharapkan dapat mengatasi krisis moral bangsa. Implementasi kurikulum 2013 dalam setiap aspek pendidikan diharapkan secara perlahan dapat mengurangi kemerosotan moral generasi muda, karena pembentukan karakter membutuhkan waktu yang lama dan pembiasaan karakter membutuhkan keberulangan. Guru merupakan ujung tombak kurikulum, jika dalam mendidik guru tidak memiliki kemampuan menerapkan model pendidikan yang tepat, maka kurikulum 2013 yang digadang-gadang sebagai solusi dari kemerosotan moral bangsa tidak akan pernah terwujud. Kurikulum 2013 hanya akan menjadi wacana seperti kurikulum-kurikulum yang sebelumnya dan tujuan pendidikan nasional hanya menjadi impian yang tidak akan pernah terwujud. Model pendidikan yang tepat tersebut yaitu guru memiliki kemampuan menerapkan pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis kompetensi, kontekstual dan pemecahan masalah, dimana 62 di dalamnya terkandung nilai-nilai karakter yang diharapkan muncul dalam diri peserta didik sebagai upaya mengatasi krisis moral bangsa. Maka dari itu, sejalan dengan pemikiran Driyarkara yang sudah di ungkapkan pada bab sebelumnya dimana pada prinsipnya hakekat dan tujuan pendidikan adalah cerdas dan humanis 48 . Artinya, pendidikan mampu membentuk kepribadian peserta didik yang cerdas secara intelektual, spiritual emosional dan sosial yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kepentingan banyak orang dan lingkungan alam sekitarnya terutama dalam hubungan dengan sesama manusia dan dengan Tuhan penciptanya. Bentuk perwujudan semua itu tentu tidaklah mudah, karena pada dasarnya tidak hanya tugas pemerintah saja dalam membentuk karakter sebuah bangsa, keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh keagamaan, para pendidik, dan seluruh lapisan masyarakat yang berada dalam suatu bangsa mempunyai peranan serta andil dalam menentukan karakter negaranya. 48 Ibid, hal. 368-369. 63

BAB IV UPAYA DRIYARKARA DALAM MEREALISASIKAN PEMIKIRANNYA

DI BIDANG PENDIDIKAN Pada saat ini masyarakat dunia menghadapi sebuah perubahan sosial besar- besaran dengan corak, istilah, peluang, hambatan, serta makna historis yang berbeda-beda. Istilah “globalisasi” merupakan salah satu upaya terkemuka untuk memahami atau memaknai perubahan besar-besaran ini. Salah satu sektor yang mengalami perubahan akibat dampak dari globalisasi tersebut adalah sektor pendidikan di Indonesia. Dalam perubahan yang dihadapi masyarakat dunia ini, ditandai dengan perubahan sejarah besar-besaran pada kebudayaan, selera, gaya hidup, ideologi, solidaritas sosial, dan sebagainya. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia tidak kebal dari perubahan besar-besaran itu. Tidak terkecuali pranata sosial yang dinamakan “pendidikan” di Indonesia pun terkena dampak dari era globalisasi tersebut. Dampak signifikan akibat era globalisasi tersebut adalah terjadinya kemerosotan dalam dunia pendidikan. Beragam kritik serta tawaran penyelesaian telah banyak disampaikan oleh beberapa pemikir menanggapi situasi yang terjadi di dunia pendidikan. Pandangan tersebut dilontarkan akibat dari rasa sadar mereka terhadap inti permasalahan yang melanda dunia saat ini, pendidikan diharapkan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada saat ini. Permasalahan yang dimaksud tentunya lebih menitikberatkan terhadap apa yang telah dilakukan manusia kepada lingkungan sekitarnya baik kepada alam maupun kepada sesama manusia lainnya. Kehausan manusia terhadap pengetahuan serta keingintahuan menjadikan banyak perubahan dalam siklus kehidupan alam. Mesin-mesin diciptakan, serbuan teori-teori terhadap penciptaan tatanan kehidupan yang dirasa baik, serta beragam upaya yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan seakan-akan menjadi tema kehidupan saat ini yang biasa kita sebut sebagai zaman modern. Dunia dewasa ini penuh dengan beragam inovasi, ide-ide, sesuatu yang cepat berubah, dan juga munculnya pribadi-pribadi masyarakat yang unik. Semua hal seakan-akan dinilai secara praktis hingga merambah kepada dunia pendidikan. Seperti yang sudah penulis bahas pada bab sebelumnya bahwa kekhawatiran yang dirasakan hal ini adalah ketika pendidikan tidak lagi menjadi wadah untuk menghasilkan manusia-manusia yang memahami kodratnya. Keluarga tidak lagi mementingkan waktu untuk berbagai pengalaman dan nasehat, institusi pendidikan lebih memikirkan lulusan dibandingkan proses- proses yang harus dilampaui dalam menghasilkan sebuah kader manusia yang baik dan bahkan ia dijadikan satu-satunya wadah dalam mendidik. Perubahan yang digambarkan secara sederhana di atas berlangsung dalam kurun waktu yang sudah lama hingga saat ini. Gambaran di atas juga sekaligus menjadi sebuah peringatan bagi dunia pendidikan Indonesia, juga secara umum bagi masyarakat Indonesia dalam usahanya memanusiakan “manusia Indonesia”. Berdasarkan hal tersebut di atas, kiranya pemikiran Driyarkara mengenai pendidikan bisa dijadikan suatu sarana dalam memperbaiki pendidikan terutama formal dalam institusi pendidikan dalam masa sekarang, agar pendidikan tidak bergeser dari tujuan yang seharusnya. Driyarkara sebenarnya, dalam tulisan-tulisannya mengenai pendidikan, sudah mengantisipasi perubahan yang digambarkan di atas. “Dalam abad teknik ini”, tulis Driyarkara, “bisa saja orang hanya memburu kecakapan kerja dan bukan perkembangan manusia. Maka, dengan memasukkan anak sekolah, misalnya orang tua belum tentu perbuatannya itu utuh sebagai perbuatan mendidik karena dirongrong oleh konsep yang salah” 38 . Dalam pernyataan tersebut, kiranya Driyarakara ingin menunjukkan gambaran suatu kekeliruan dimana seolah-olah sekolah itu hanya bertujuan untuk membuat manusia cakap bekerja dan mendapatkan uang, atau dengan kata lain bahwa orang tua memasukkan anak ke sekolah agar anaknya pintar dan dapat bekerja untuk mendapatkan uang. Hal tersebut tentu saja tidak sejalan dengan pemikiran Driyarkara, dimana dalam mengembangkan manusia muda harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang mempunyai nilai, potensi, dan keahlian. Pendidikan menurut Driyarkara adalah memanusiakan manusia muda yang artinya mereka yang belum menjadi ’’manusia seutuhnya’’ dimanusiakan dengan cara dibimbing, dibina, dan dibantu, hingga mencapai pribadi utuh. Dalam pemikiran mengenai pendidikan tersebut, Driyarkara menguraikan bahwa mendidik itu termasuk dalam kategori aktivitas fundamental. Karena merupakan aktivitas fundamental, pendidikan mencakup pendidik dan peserta didik. Gambaran Driyarkara tentang pendidikan sebagai suatu aktifitas fundamental, maka kiranya pemikiran Driyarkara dapat mencegah pendidikan yang berorientasikan tidak memanusiakan manusia. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa Pendidikan formal pada masa ini rentan terhadap kecenderungan yang 38 Danuwinanta, F., SJ. editor, Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, 2006, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 363.