8
BAB II KONTRIBUSI PEMIKIRAN DRIYARKARA MENGENAI
PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. Profil Prof. Dr. N. Driyarkara
Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ dilahirkan di daerah Pegunungan Menoreh, tepatnya di Desa Kedunggubah, Purworejo, Jawa Tengah, pada tanggal 13 Juni
1913. Terlahir dengan nama Soehirman, tetapi juga biasa dipanggil dengan Djenthu yang berarti kekar dan gemuk. Nama Driyarkara beliau dapatkan ketika
masuk Girisonta tahun 1935 untuk memulai hidup baru sebagai Serikat Jesus. Dilahirkan sebagai anak bungsu dari keluarga Atma Sendjaja dengan satu orang
kakak laki-laki dan dua orang kakak perempuan. Dari awalnya ia dilahirkan dari kondisi keluarga serta lingkungan sosial yang sederhana dengan corak kedaerahan
yang cukup kental. Pada dasarnya hal ini mampu memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap perjalanan pemikirannya, disamping kondisi sosial ketika itu
Indonesia mengalami penjajahan oleh Belanda. Beliau termasuk anak yang beruntung karena mampu mengenyam pendidikan pada masa kecilnya, seperti
yang kita ketahui bahwa sangat jarang anak negeri yang mampu bersekolah dimana sekolah saat itu dikembangkan oleh penjajah Belanda. Berkat jasa
pamannya Wirjasendjaja yang bekerja sebagai lurah Desa Kedunggubah ia mampu memperoleh kesempatan langka itu
8
. Pendidikan Driyarkara dimulai
8
Mohammad Indra, “Relasi Yang Kuat Antara Pendidikan Dengan Kebudayaan Masyarakat Serta
Pembentukan Karakteristik Bangsa”, Jurnal Skripsi, Jakarta: Universitas Indonesia. 2009, hal. 89.
ketika ia bersekolah di Volksschool dan Vervolgschool, Cangkrep. Setelah itu beliau lanjutkan pada HIS Hollandsch Inlandsche School di Purworejo dan
Malang. Pada tahun 1929 ia masuk Seminari Menengah, sekolah menengah khusus untuk calon imam Katolik, ini setingkat SMP dan SMA dengan program
humaniora Gymnasium di Negeri Belanda. Ini merupakan awal dari perjalanan Driyarkara yang memutuskan menjadi pelayan Tuhan dengan berkarir sebagai
seorang pastor, karena tidak lama kemudian ia menempuh pendidikan tinggi untuk para calon imam dengan bergabung kepada Serikat Jesus atau biasa dikenal
dengan sebutan Jesuit dengan sebutan SJ. Pilihannya untuk masuk ke seminari lalu memutuskan menjadi calon Imam
Katolik membuat ia mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, dua tahun kemudian Driyarkara memutuskan mengikuti sekolah Ascetika
kehidupan rohani, dan satu tahun mempelajari pengetahuan humaniora dengan mempelajari sejarah kebudayaan timur dan barat serta bahasa Latin dan Yunani
kuno, itu semua ia lakukan di Girisonta. Selain itu, beliau menambahkan rekam jejak pendidikannya dengan
mengikuti Sekolah Tinggi Filsafat pada Ignatius College di Yogyakarta, ia berada disana selama tiga tahun. Driyarkara merupakan salah satu pakar filsafat
Indonesia yang mempelopori perkembangan filsafat di kalangan perguruan tinggi di Indonesia. Ia pernah mengusulkan kepada pimpinannya dalam Serikat Yesus
tarekat rohaniwan bahwa perlu didirikan di Jakarta sebuah lembaga tempat pelajaran dan penelitian filsafat. Usul ini didukung penuh oleh Prof. Dr. Slamet
Imam Santosa, teman dekat beliau di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,