Penyusunan Peta Zona Agroekologi (ZAE) Daerah Tangkapan Air Danau Toba

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH 100301230 AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH 100301230 AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul
Nama NIM Program Studi Minat

: Penyusunan Peta Zona Agroekologi (ZAE) Daerah Tangkapan Air Danau Toba
: Khairullah : 100301230 : Agroekoteknologi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Razali, M.P. Ketua


Ir. Fauzi, M.P. Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc Ketua Program Studi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT KHAIRULLAH. Forming Agroecological Zone (ZAE) Map of Lake Toba Catchment Area. Supervised by Razali and Fauzi. Catchment area of Lake Toba is the natural wealth that needs to be preserved , but at this time of environmental damage due to improper land use . Agroecology zone can be a source of information that can help determine appropriate land use so that the increased production and conservation of land resources is maintained . This study was start from May until July of 2014 in the Laboratory of Geographic Information Systems FP USU and Lake Toba Catchment Area (LTCA) North Sumatra with the aim to produce Agroecological Zone map of Lake Toba Cathment Area . The study was conducted with technology Geographic Information Systems (GIS) , which process data topography , soil type and rainfall to obtains the slope map , soil type map , temperature regime map and moisture regime map . Furthermore, the four maps to overlay to produce a map of agroecological zone . From the results of Agroecology zone , Lake Toba Catchment Area consists of five zones: the Ibx ( 14526.35 ha , Forestry ) , IIbx ( 37325.67 ha , Plantations ) , IIIbx ( 43348.84 ha , Agroforestry ) , IVbx ( 105.529.99 ha , Dryland Agriculture ) , and the Vbx ( 1947.63 ha , Wetland Agriculture).
Keyword : Agroecology, Lake Toba Catchment Area, GIS
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK KHAIRULLAH. Penyusunan Peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Dibimbing oleh Razali dan Fauzi. Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan , tetapi saat ini terjadi kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang tidak tepat. Zona Agroekologi dapat menjadi sumber informasi yang dapat membantu menentukan pemanfaatan lahan secara tepat sehingga produksi meningkat dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga. Penelitian ini dilakukan dari bulan mei sampai bulan juli 2014 di Laboratorium Sistem Informasi Geografis FP USU dan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Sumatera Utara dengan tujuan untuk menghasilkan peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Penelitian dilakukan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu mengolah data topografi, jenis tanah dan curah hujan untuk mendapatkan peta lereng, peta jenis tanah, peta rejim suhu dan peta rejim kelembaban. Selanjutnya keempat peta tersebut di-overlay-kan untuk menghasilkan peta zona agroekologi. Dari hasil zona Agroekologi, Daerah Tangkapan Air Danau Toba terdiri dari 5 zona yaitu Ibx (14.526,35 ha, Kehutanan) , IIbx (37.325,67 ha, Perkebunan), IIIbx (43.348,84 ha, Wanatani), IVbx (105.529.99 ha, Pertanian Lahan Kering), dan Vbx (1.947,63 ha, Pertanian Lahan Basah). Kata Kunci : Agroekologi, DTA Danau Toba, SIG
ii
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal 5 November 1991 dari Ayah Nurrohim dan Ibu Rohaniah. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA N 2 Medan, dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Minat Ilmu Tanah, Program Studi Agroteknologi. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk. (BSP), Perkebunan Gurach Batu Estate, Kecamatan Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara dari tanggal 17 Juli sampai 15 Agustus 2013.
iii

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penyusunan Peta Zona Agroekologi (ZAE) Daerah Tangkapan Air Danau Toba”. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Razali, M.P. dan Ir. Fauzi, M.P. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2015
Penulis
iv
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ................................................................................................. ABSTRAK ................................................................................................. RIWAYAT HIDUP ................................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI.............................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................ PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Kegunaan Penelitian .................................................................................

i ii iii iv v vii viii
1 3 3

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Agroekologi ........................................................................... Komponen Utama Zona Agroekologi .......................................................
Iklim ...................................................................................................... Fisiografi dan Bentuk Wilayah ............................................................ Sumberdaya Tanah ................................................................................ Gambaran Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Toba ........................... Letak dan Luas ....................................................................................... Iklim ...................................................................................................... Curah Hujan ........................................................................................... Suhu dan Kelembaban Udara................................................................. Topografi dan Tata Guna Lahan ............................................................


4 8 8 9 9 10 10 10 11 11 11

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................... Bahan dan Alat .......................................................................................... Metodologi Penelitian ...............................................................................

13 13 14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .......................................................................................................... Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba .................... Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.............. Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.............. Peta Rejim Kelembaban Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba . Peta Zona Agroekologi Daerah Tangakapan Air (DTA) Danau Toba .
Pembahasan ...............................................................................................

16 16 16 17 18 19 20

v

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................... Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

26 26
27

vi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Klasifikasi Zona Agroekokogi .............................................................

6

2. Legenda Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba


...............................................................................................................

20

3. Sistem Pertanian Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba .............

21

vii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR 1. Daerah Lokasi Penelitian ...................................................................... 2. Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba ................... 3. Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.............. 4. Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.............. 5. Peta Rejim Kelembaban Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba . 6. Peta Zona Agroekologi Daerah Tangakapan Air (DTA) Danau Toba

13 16 17 18 19 20

viii
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT KHAIRULLAH. Forming Agroecological Zone (ZAE) Map of Lake Toba Catchment Area. Supervised by Razali and Fauzi. Catchment area of Lake Toba is the natural wealth that needs to be preserved , but at this time of environmental damage due to improper land use . Agroecology zone can be a source of information that can help determine appropriate land use so that the increased production and conservation of land resources is maintained . This study was start from May until July of 2014 in the Laboratory of Geographic Information Systems FP USU and Lake Toba Catchment Area (LTCA) North Sumatra with the aim to produce Agroecological Zone map of Lake Toba Cathment Area . The study was conducted with technology Geographic Information Systems (GIS) , which process data topography , soil type and rainfall to obtains the slope map , soil type map , temperature regime map and moisture regime map . Furthermore, the four maps to overlay to produce a map of agroecological zone . From the results of Agroecology zone , Lake Toba Catchment Area consists of five zones: the Ibx ( 14526.35 ha , Forestry ) , IIbx ( 37325.67 ha , Plantations ) , IIIbx ( 43348.84 ha , Agroforestry ) , IVbx ( 105.529.99 ha , Dryland Agriculture ) , and the Vbx ( 1947.63 ha , Wetland Agriculture).
Keyword : Agroecology, Lake Toba Catchment Area, GIS

i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK KHAIRULLAH. Penyusunan Peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Dibimbing oleh Razali dan Fauzi. Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan , tetapi saat ini terjadi kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang tidak tepat. Zona Agroekologi dapat menjadi sumber informasi yang dapat membantu menentukan pemanfaatan lahan secara tepat sehingga produksi meningkat dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga. Penelitian ini dilakukan dari bulan mei sampai bulan juli 2014 di Laboratorium Sistem Informasi Geografis FP USU dan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Sumatera Utara dengan tujuan untuk menghasilkan peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Penelitian dilakukan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu mengolah data topografi, jenis tanah dan curah hujan untuk mendapatkan peta lereng, peta jenis tanah, peta rejim suhu dan peta rejim kelembaban. Selanjutnya keempat peta tersebut di-overlay-kan untuk menghasilkan peta zona agroekologi. Dari hasil zona Agroekologi, Daerah Tangkapan Air Danau Toba terdiri dari 5 zona yaitu Ibx (14.526,35 ha, Kehutanan) , IIbx (37.325,67 ha, Perkebunan), IIIbx (43.348,84 ha, Wanatani), IVbx (105.529.99 ha, Pertanian Lahan Kering), dan Vbx (1.947,63 ha, Pertanian Lahan Basah). Kata Kunci : Agroekologi, DTA Danau Toba, SIG
ii
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki luas sekitar
369.854 Ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar danau), 69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah danau) dan 110.260 ha berupa perairan Danau Toba-nya sendiri (luas permukaannya) (LTEMP, 2004). Daerah Tangkapan Air Danau Toba memiliki keragaman Fisiografi, Iklim dan Sumberdaya tanah yang besar. Kelerengannya mulai dari datar sampai terjal, serta memiliki tipe iklim A,B, dan C (http://limnologi.lipi.go.id, 2014). Dengan keragaman sumber daya alam dan ekosistemnya, kawasan DTA Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi kepentingan Nasional dan Daerah (Siregar, 2008).
Saat ini kawasan DTA Danau Toba mengalami kerusakan lingkungan yang cukup besar terutama sebagai akibat dari berbagai aktivitas masyarakat sekitarnya. Pada periode tahun 1985 sampai 1997, DTA Danau Toba telah kehilangan lebih dari 16.000 ha kawasan hutan. Penyebab utamanya adalah konversi hutan secara ilegal menjadi lahan pertanian. Degradasi lingkungan DTA Danau Toba tidak saja mengancam kelestarian Danau Toba tetapi juga penghidupan masyarakat, baik masyarakat sekitar Danau Toba maupun seluruh Provinsi Sumatera Utara (Sundawati dan Sanudin, 2009).
Menurut Siregar (2008) upaya untuk mengurangi laju degradasi dan memulihkan kondisi ekosistem kawasan DTA Danau Toba telah banyak

Universitas Sumatera Utara

2
dilakukan, baik atas inisiatif PEMDA maupun inisiatif kelompok masyarakat serta berbagai lembaga swadaya masyarakat. Namun upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil nyata dalam memperbaiki kondisi ekosistem maupun kesejahteraan masyarakat di kawasan DTA Danau Toba.

Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan upaya yang lebih efektif dalam memperbaiki kondisi ekosistem dan lingkungan Danau Toba. Menurut (Perpres 81/2014), Kawasan Danau Toba telah dijadikan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan juga sebagai kawasan wisata geopark (bppt.go.id, 2014) sehingga untuk memperbaiki kawasan Danau Toba harus berdasarkan sumberdaya alam di daerah tersebut. Salah satu upayanya adalah dengan mengembangkan pembangunan pertanian berdasarkan sumberdaya yang sesuai di daerah tersebut meliputi tanah, iklim, hidrologi, dan sosial ekonomi (Busyra dan Salwati, 2008). Maka sangat diperlukan informasi sumberdaya yang meliputi kondisi biofisik, ekologi serta sosial ekonomi daerah tersebut . Pemahaman sumberdaya ini sangat menentukan dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan (Amien, 1994).
Salah satu sarana yang dapat membantu mengarahkan perencanaan pertanian yang bersifat operasional adalah peta Zona Agroekologi (ZAE).Peta ZAE merupakan salah satu perangkat yang dapat mengarahkan perencanaan pertanian yang bersifat operasional, karena peta ZAE mengandung informasi yang menyeluruh mengenai potensi biofisik wilayah. Oleh karenanya peta ZAE dapat memberikan arahan bagi pilihan komoditas, alternatif penggunaan lahan dan bentuk rakitan teknologi, yang dapat disusun berdasarkan kombinasi pendekatan fisik dan pendekatan ekonomi setempat. Ketersediaan data dan informasi ZAE
Universitas Sumatera Utara

3
akan membantu penentuan cara dan pemanfaatan lahan secara tepat, sehingga produksi pertanian yang diperoleh menjadi optimum dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga.
Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan kekayaan alam yang perlu dilestarikan , tetapi saat ini terjadi kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang tidak tepat. Oleh karena itu diperlukan adanya sumber informasi yang dapat membantu menentukan pemanfaatan lahan secara tepat sehingga produksi meningkat dan kelestarian sumberdaya lahan tetap terjaga. Untuk itu penulis tertarik untuk menyusun peta zona agroekologi (ZAE) di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan - Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

4

Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan
fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1999) . Lebih lanjut, Las, et all (1991) mengatakan pewilayahan agroekologi disusun berdasarkan faktor-faktor yang dianggap dominan mempengaruhi produksi pertanian pada tiap daerah serta tipe lahan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor fisik lingkungan (iklim dan tanah), man-made infrastructure yang erat kaitannya dengan produktivitas lahan.
Amien (1995) menyatakan bahwa teknologi zonasi agroekologi dilaksanakan dalam tiga tingkat hirarki dengan harapan keluaran dan data masukan minimum yang berbeda. Untuk tingkat hirarki yang paling tinggi, setara dengan tingkat pemetaan tinjau sampai eksplorasi diharapkan memberikan petunjuk untuk sistem pertanian tangguh berkelanjutan baik secara fisik maupun ekonomi dan pilihan-pilihan komoditas untuk masing-masing sistem pertanian. Untuk itu diperlukan data masukan minimum berupa kisaran lereng, tekstur dan tingkat kemasaman tanah. Informasi yang iklim dapat diganti dengan informasi mengenai rejim suhu dan rejim kelembaban diperlukan untuk menentukan pilihan-pilihan tanaman. Pada hirarki yang kedua teknologi zona agroekologi diharapkan sudah dapat memberikan keluaran berupa teknologi pengelolaan tanah dan tanaman. Hirarki ini setingkat dengan tingkat semi detail sampai tinjau mendalam dengan minimum data masukan yang lebih rinci dan kerap seperti


Universitas Sumatera Utara

5
keadaan fisik dan kimia tanah ditunjang dengan informasi iklim yang memadai. Pada tingkat hirarki ketiga yang setara denag tingkat pemetaan detail, dari masing zona diharapkan sudah dapat diperoleh dugaan hasil dari komoditas pilihan serta perhitungan keuntungannya secara ekonomi dengan mempertimbangkan nilainilai masukan dan hasil.
Peta ZAE merupakan salah satu perangkat yang dapat mengarahkan perencanaan pertanian yang bersifat operasional, karena peta ZAE mengandung informasi yang menyeluruh mengenai potensi biofisik wilayah. Oleh karenanya peta ZAE dapat memberikan arahan bagi pilihan komoditas, alternatif penggunaan lahan dan bentuk rakitan teknologi, yang dapat disusun berdasarkan kombinasi pendekatan fisik dan pendekatan ekonomi setempat (Busyra dan Salwati, 2008).
Saraswati (1998) menambahkan bahwa peta zona agroekologi merupakan sarana strategis dalam pembangunan pertanian yang sangat bermanfaat sebagai pengarah dan evaluator dalam penerapan suatu hasil penelitian dan /atau paket teknologi pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam kaitan ini peta agroekologi dapat pula digunakan sebagai peta dasar dalam menyusun pewilayah komoditas dan usahatani dalam pengembangan berbagai konsep pertanian tangguh.
Metode penyusunan Zona Agroekologi (ZAE) dilakukan melalui penggabungan antara karakteristik fisiografi lahan (kelerengan, drainase, tinggi tempat) dan iklim (curah hujan dan suhu). Data karakteristik fisiografi lahan dan iklim diperoleh melalui pengolahan peta kontur, peta ketinggian tempat, dan data curah hujan menjadi peta digital kemiringan, kelembaban, rejim suhu, dan drainase. Peta-peta digital yang telah dihasilkan tersebut ditumpang-susunkan
Universitas Sumatera Utara

6

sehingga diperoleh Zona Agroekologi (ZAE) sebagai satuan pemetaan

(Susetyo, 2011).

Metodologi penyusunan Zona Agroekologi ini mengacu pada konsep

Sistem Pakar (Expert System) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah

dan Agroklimat (Amien, 1992 dalam Sosiawan, 1997). Relief yang tercermin di


dalam kisaran kelas lerengnya merupakan pembeda zonasi utama dalam sistem

pakar. Berdasarkan pembeda zonasi utama tersebut suatu wilayah dapat

dikelompokkan menjadi 7 zona , seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Zona Agroekokogi Zonasi

Lereng (%)

I > 40

II 16 - 40

III 8 – < 16

IV < 8

V < 8 (Gambut)


VI < 8 (Sulfat masam)

VII < 8 (Pasir Kuarsa/spodosol)

Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 7 zona agroekologi dengan spesifikasi sistem pertanian atau kehutanan (Agriculture Type) sebagai berikut: 1. Zona I adalah suatu wilayah dengan lereng > 40 % dengan tipe pemanfaatan
lahan adalah Kehutanan. 2. Zona II adalah suatu wilayah dengan lereng 16-40 % dengan tipe pemanfaatan
lahan adalah Perkebunan (Budidaya Tanaman Tahunan).

Universitas Sumatera Utara

7
3. Zona III adalah suatu wilayah dengan lereng 8 – < 16 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah Wana Tani (Agroforestry).
4. Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 – < 8 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman pangan.
5. Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah gambut dengan tipe pemanfataan lahan adalah tanaman hortikultur (gambut dangkal dengan ketebalan < = 2 m) atau kehutanan (gambut dalam dengan ketebalan > 2 m).
6. Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah yang mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) atau kandungan garam yang tinggi dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
7. Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa (Spodosol atau Quartzipsamments) dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan. Rejim iklim yang digunakan ialah rejim kelembaban dan rejim suhu.
Rejim kelembaban Lembab (x) apabila mempunyai jumlah bulan kering sama dengan atau kurang dari 3 bulan dalam satu tahun, rejim kelembaban agak kering (y) apabila mempunyai jumlah bulan kering antara 4 sampai dengan 7 bulan dalam satu tahun dan rejim kelembaban Kering (z) apabila mempunyai jumlah bulan kering lebih dari 7 bulam dalam satu tahun. Sedangkan rejim suhu dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu rejim suhu panas (isohipertermik) dan rejim suhu sejuk (isotermik). Pada pelaksanaannya pembagian rejim suhu suatu wilayah diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut dengan pendekatan sebagai berikut: Rejim suhu panas terdapat pada wilayah dengan ketinggian < = 700 m
Universitas Sumatera Utara


8
dpl. (dataran rendah=a); Rejim suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan ketinggian > 700 - 2.000 m dpl. (dataran tinggi=b).
Berdasarkan pembeda rejim iklim (rejim kelembaban dan rejim suhu) tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 6 zonasi iklim yaitu: 1. Wilayah beriklim lembab dataran rendah atau zona iklim dengan simbol ax. 2. Wilayah beriklim lembab dataran tinggi atau zona iklim dengan simbol bx. 3. Wilayah beriklim agak kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol
ay. 4. Wilayah beriklim agak kering dataran tinggi atau zona iklim dengan simbol by. 5. Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol az. 6. Wilayah beriklim kering dataran rendah atau zona iklim dengan simbol bz.
Pembagian selanjutnya ke dalam sub zona dan pilihan kelompok tanaman yang relevan dikembangkan pada setiap sub zona tersebut didasarkan pada rejim kelembaban dan suhu (tinggi tempat). Dengan demikian terdapat beberapa kemungkinan kombinasi subzona. Komponen Utama Zona Agroekologi Iklim
Dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting mempengaruhi temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan laut. Udara yang bebas bergerak akan turun temperaturnya pada umumnya dengan 10C untuk setiap 100 m naik di atas permukaan laut. Penyediaan air secara alami berupa curah hujan yang terbatas atau rendah di daerah agak basah (sub humid), agak
Universitas Sumatera Utara

9
kering (semi arid), dan kering (arid) mempengaruhi kemampuan tanah (Amien, 1995). Fisiografi dan Bentuk Wilayah
Fisiografi dan bentuk wilayah mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung melalui iklim atau iklim mikro tanah. Bentuk wilayah menentukan bentuk utama penggunaan lahan seperti tanaman semusim, wana tani atau tanaman keras. Dari bentuk lahan dapat diketahui apakah suatu lahan mempunyai kemungkinan untuk mekanisasi, keadaan air tanah, pengaruh infiltrasi ataupun keadaan tergenang air seperti pada lahan rawa. Bentuk wilayah dibagi menurut kecuraman lerengnya seperti datar, berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung. Semakin curam lereng suatu wilayah semakin berkurang alternatif-alternatif komoditas maupun sistem pertaniannya (Amien, 1995). Sumberdaya Tanah
Salah satu yang paling inovatif dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah adalah dengan penggunaan rejim kelembaban dan rejim suhu sebagai bagian dari sifat-sifat tanah. Rejim kelembaban umumnya digunakan pada tingkat sub-ordo dan dalam beberapa kasus pada great group dan subgroup. Rejim suhu merupakan salah satu kriteria dalam penentuan family tanah dan dalam beberapa hal dimana dianggap penting pada tingkat yang lebih tinggi. Kombinasi rejim kelembaban dan rejim suhu membagi-bagi lingkungan menjadi kelas-kelas dimana tanaman tertentu dapat tumbuh dengan baik (Amien, 1995).
Universitas Sumatera Utara

10
Gambaran Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Toba Letak dan Luas
Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 20 21‘ 32‘‘– 20 56‘ 28‘‘ Lintang Utara dan 980 26‘ 35‘‘ – 990 15‘ 40‘‘ Bujur Timur. Danau Toba terletak di Pulau Sumatera 176 km arah Selatan Kota Medan, Danau Toba terletak pada ketinggian sekitar 903 m dpl. Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki luas sekitar 369.854 ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar danau), 69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah danau) dan 110.260 ha berupa perairan Danau Toba-nya sendiri (luas permukaannya) (LTEMP, 2004).
Ekosistem Kawasan Danau Toba (EKDT) terletak di pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Utara. Menurut wilayah administrasi pemerintahan, EKDT meliputi 7 (tujuh) Kabupaten yaitu: Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Dairi (ITB, 2001). Iklim
DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan E2. Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan ≥ 200 mm/bulan) berturut-turut pada kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7-9 bulan, sedangkan bulan kering (Curah Hujan≤ 100 mm/bulan) berturut -turut antara 2-3 bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA Danau Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A, B dan C (http://limnologi.lipi.go.id, 2014).
Universitas Sumatera Utara

11
Curah Hujan Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air
Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400 mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember – Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/bulan dan puncak musim kemarau terjadi selama bulan Juni – Juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151 mm/bulan (http://limnologi.lipi.go.id, 2014). Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu udara bulanan di EKDT ini berkisar antara 18,0 – 19,7 0C di Balige dan antara 21,0 – 20,0 0C di Sidamanik. Suhu udara selama musim kemarau cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan. Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79 – 95 %. Pada bulanbulan musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada bulan-bulan musim hujan. Evaporasi bulanan di EKDT ini berkisar antara 74 – 88 mm/bulan. Angka evaporasi selama musim-musim kemarau cenderung lebih tinggi dibandingkan selama musim hujan (http://limnologi.lipi.go.id, 2014). Topografi dan Tata Guna Lahan
Kondisi topografi DTA Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan ( 0 – 8 % ) seluas 703,39 km2, landai (8 – 15 %) seluas 791,32 km2, agak curam (15 – 25 %) seluas 620,64 km2, curam (25 – 45 %) seluas 426,69 km2 sangat curam sampai dengan terjal (> 45 %) seluas 43,962 km2. Eksisting penggunaan dan penutupan lahan di DTA Danau Toba terdiri dari hutan alam, hutan rapat, hutan tanaman, hutan jarang dan kebun campuran, semak belukar, resam,
Universitas Sumatera Utara

12 tanaman semusim, persawahan dan lahan terbuka (permukiman, bangunan lain, lahan terbuka, padang rumput dan alang-alang) (http://limnologi.lipi.go.id, 2014).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

13

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara (Sistem Informasi Geografis FP USU Medan) dan Daerah Tangkapan Air Danau Toba (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Juli 2014.

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kontur dan data curah hujan Daerah Tangkapan Air Danau Toba.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: peta land unit skala 1 : 250.000, perangkat keras (Hardware) yang digunakan berupa
Universitas Sumatera Utara

14
seperangkat personal computer (PC), printer, perangkat lunak (Software) ArcView GIS 3.2a. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Dalam pelaksanaan penyusunan peta Zona Agroekologi dapat dibagi menjadi 3 tahapan kegiatan, yaitu: 1. Persiapan; 2. Kegiatan di lapangan ; 3. Pengolahan data dan penyusunan peta. 1. Persiapan
Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peralatan, pengumpulan data sumberdaya lahan (Data iklim yang meliputi data curah hujan dan temperatur, data kemiringan lereng, dan data/informasi sumberdaya lahan berupa peta jenis tanah), pengadaan peta (peta lokasi dan peta topografi) , studi literatur, dan penyusunan rencana kerja yang berguna untuk mempermudah pekerjaan secara sistematis sehingga didapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. 2. Pengolahan Data dan Penyusunan Peta.
Pengolahan data dilakukan dengan teknologi SIG dengan teknik interpolasi dan meng-overlay-kan : (1) data kelerengan dan data jenis tanah untuk mendapatkan peta zona utama ( peta digital kelerengan), (2) data kelembaban, suhu dan ketinggian tempat untuk mendapatkan peta digital rejim suhu, dan (3) data curah hujan untuk mendapatkan peta digital rejim kelembaban. Selanjutnya melakukan proses editing dan klasifikasi data tabel.
Universitas Sumatera Utara

15 Penyusunan peta Zona Agroekologi (ZAE) dilakukan dengan mengoverlay-kan peta digital kelerengan dan tanah, peta digital rejim suhu, dan peta digital rejim kelembaban. Untuk melengkapi informasi yang disajikan di dalam peta ZAE perlu dibuat legenda petanya yang mempunyai fungsi untuk memberikan informasi yang terkandung di dalam masing - masing satuan peta ZAE tersebut. Informasi yang perlu disajikan di dalam legenda tersebut ialah : Simbol zona, rejim suhu (elevasi), rejim kelembaban, lereng, dan ordo tanah. 3. Verifikasi Lapangan Verifikasi lapangan dilakukan setelah mendapatkan peta Zona Agroekologi dengan melihat langsung kondisi lereng, jenis tanah, iklim dan topografi Daerah Tangkapan Air Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Hasil Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Lereng Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba diperoleh dari hasil pengolahan data kontur topografi Daerah Tangkapan Air Danau Toba dengan teknologi Sistem Informasi Geografis. Data kontur topografi disusun berdasarkan kelas lereng sesuai Zona Agroekologi yaitu : > 40 %, 16 - 40 %, 8 – 16 %, dan < 8 %.

Gambar 2. Peta Lereng Daerah Tangkapan Air Danau Toba Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta jenis tanah Daerah Tangkapan Air Danau Toba dihasilkan dari pengolahan peta Land Unit daerah Sidikalang dan Pematang Siantar dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis. Dari hasil pengolahan tersebut
Universitas Sumatera Utara

17 diketahui bahwa terdapat 2 jenis tanah yaitu tanah mineral dan tanah organik (Histosol). Tanah mineral di daerah ini terdiri dari ordo Inseptisol, Ultisol, Entisol, Andisol, Oxisol dan Alfisol.
Gambar 3. Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Danau Toba Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba diperoleh dari pengolahan data kontur topografi Daerah Tangkapan Air Danau Toba dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis. Dari hasil pengolahan tersebut diketahui bahwa seluruh Daerah Tangkapan Air Danau Toba berada pada ketinggian > 700 m dpl. Sehingga Daerah Tangkapan Air Danau Toba memiliki rejim suhu sejuk (b).
Universitas Sumatera Utara

18
Gambar 4. Peta Rejim Suhu Daerah Tangkapan Air Danau Toba Peta Rejim Kelembaban Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Rejim Kelembaban diperoleh dari hasil pengolahan data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sampali Medan. Titik lokasi pengamatan data curah hujan yaitu : Parapat BT 980 93’ - LU 20 69’ , Kutagadung BT 980 51’ - LU 30 16’ , Pangururan BT 980 72’ - LU 20 63’ , Balige BT 990 06’ - LU 20 33’ , Dolok Sanggul BT 980 77’ - LU 20 26’ , Porsea BT 990 18’ - LU 40 47’. Dari hasil pengamatan curah hujan diperoleh bahwa Daerah Tangkapan Danau Toba memiliki tipe iklim yang homogen . Menurut iklim Schmidt dan Fergusson, Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki rejim kelembaban yaitu Lembab dengan jumlah bulan kering ≤ 3 bulan / tahun.
Universitas Sumatera Utara

19
Gambar 5 : Peta Rejim Kelembaban Tangkapan Air Danau Toba Peta Zona Agroekologi Daerah Tangakapan Air (DTA) Danau Toba
Peta Zona Agroekologi dihasilkan dari overlay peta jenis tanah, peta lereng, peta rejim suhu dan peta rejim kelembaban,. Dari hasil overlay diperoleh bahwa terdapat 5 zonasi Agroekologi di Daerah Tangkapan Air Danau. Zonasi tersebut yaitu : Ibx, IIbx, IIIbx, IVbx, dan Vbx.
Universitas Sumatera Utara

20

Gambar 6 : Peta Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba

Pembahasan

Berdasarkan hasil dari peta zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air

(DTA) Danau Toba, diperoleh informasi mengenai 5 zona dengan keterangan

lereng, elevasi, rejim kelembaban, rejim suhu dan jenis tanah. Informasi tersebut

terdapat pada tabel 2.

Tabel 2. Legenda Zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau

Toba

Zona Agroekologi

Klasifikasi Tanah

Zonasi Lereng Elevasi (%) (m dpl)

Rejim

Suhu

Kelembaban

Nasional

Ibx > 40 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic

Inseptisol

Entisol

Andisol

Alfisol

Oxsisol

Ultisol

IIbx 16 - 40 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic

Inseptisol

Entisol

Andisol

Universitas Sumatera Utara

21

IIIbx 8 - < 16 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic IVbx < 8 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic Vbx < 8 > 700 Sejuk/Isother Lembab/Udic

Alfisol Oxsisol Ultisol Inseptisol Entisol Andisol Alfisol Oxsisol Ultisol Inseptisol Entisol Andisol Alfisol Oxsisol Ultisol Histosol

Dari 5 zona yang terbentuk di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba,

terdapat sistem pertanian yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik

masing-masing zona. Informasi mengenai sistem pertanian tersebut terdapat pada

tabel 3 beserta keterangan luas wilayah zonasi.

Tabel 3. Sistem Pertanian Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba

Zonasi
Ibx IIbx IIIbx Ivbx Vbx

Sistem Pertanian Ideal
Kehutanan Perkebunan Wanatani/Perkebunan Campuran Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Basah/Perikanan

Luas (ha) 14526,35 37325,67 43348,84 105529,99 1947,63

% 4,69 12,04 13,98 34,04 0,63

Zona I yaitu zona dengan kelas lereng > 40 % merupakan lahan dengan kelas lereng sangat curam. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi pegunungan dengan ketinggian > 700 m dpl dan jenis tanah mineral. Kawasan ini memiliki luas 14.526,35 ha atau 4,69 % dari luas total Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan ketinggian tempat

Universitas Sumatera Utara

22
> 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering ≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara lengkap zona ini diberi simbol Zona Ibx.
Adapun sistem pertanian yang dapat dikembangkan pada daerah ini adalah sistem kehutanan yaitu berupa hutan lindung dan hutan produksi baik produksi terbatas maupun produksi bebas, seperti meranti, damar, rotan, maupun vegetasi alami. Hutan ini berfungsi sebagai kawasan konservasi dan penyangga (buffer) yaitu untuk memelihara lingkungan dan tata air. Kebanyakan kelerengan lahan digunakan sebagai bahan pertimbangan mengingat bahwa adanya terjadi bahaya erosi dan degradasi lahan yang merupakan ancaman nyata pada pertanian yang berlereng curam di daerah tropika basah. Dengan memanfaatkan tanaman kehutanan maupun vegetasi alami, cara ini juga berfungsi sebagai upaya konservasi lahan yang memiliki lereng curam.
Zona II yaitu zona dengan kelas lereng 16 - 40 % merupakan lahan dengan kelas lereng curam. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi perbukitan hingga pegunungan dengan ketinggian > 700 m dpl dan jenis tanah mineral. Kawasan ini memiliki luas 37.325,67 ha atau 12,04 % dari luas total Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering ≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara lengkap zona ini diberi simbol Zona IIbx.
Universitas Sumatera Utara

23
Arahan sistem pertanian yang dapat dikembangkan yaitu untuk budidaya tanaman perkebunan atau tanaman tahunan dengan sistem pertanian konservasi. Penanaman tanpa pengolahan tanah, pengolahan tanah minimal (minimum tillage) dan penggunaan tanamana penutup tanah (cover crop) dibawah tanaman tahunan sangat membantu mencegah erosi yang dpat mengakibatkan degradasi kualitas lahan dan kerusakan lingkungan. Jenis komoditas yang sesuai bagi perkebunan atau tanaman tahunan pada zona ini yaitu kakao, kopi, karet dan kapuk. Zona ini dapat diarahkan bagi pemnfaatan hutan produksi terbatas, dengan prinsip-prinsip pengelolaan ramah lingkungan. Sistem silvikultur (tebang pilih, tanam) dapat diterapkan dalam pengelolaan hutan secara konsisten dan berkelanjutan mengingat kondisi lahan masih rawan tehadap bahaya erosi. Dengan prinsip pengelolaan demikian kelestarian hutan dan lahan tetap terjaga dan produksi kayu sebagai salah satu sumber pendapatan bagi perekonomian berkelanjutan. Pilihan jenis-jenis pohon seperti matoa, linggua, kayu besi, dan lebani merupakan jenis yang cocok dikembangkan juga bernilai ekonomis tinggi.
Zona III yaitu zona dengan kelas lereng 8 - < 16 % merupakan lahan dengan kelas lereng landai atau berombak. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi perbukitan hingga pegunungan dengan ketinggian > 700 m dpl dan jenis tanah mineral. Kawasan ini memiliki luas 43.348,84 ha atau 13,98 % dari luas total Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara lengkap zona ini diberi simbol Zona IIIbx.
Universitas Sumatera Utara

24
Pada zona ini dianjurkan untuk sistem wanatani (agroforestry) atau budidaya lorong, dimana tanaman semusim diusahakan bersama-sama dengan tanaman tahunan (tanaman keras). Tanaman tahunan yang diusahakan pada sistem usaha tani terpadu ini dapat berfungsi ganda yaitu disamping dapat menghasilkan buah, daun dan kayunya juga dapat memperbaiki iklim mikro dan menjaga lahan dari bahaya erosi dan longsor. Meskipun tingkat kerawanan terhadap bahaya erosi dan degradasi kualitas lahan relatif kecil dibandingkan dengan zona I dan zona II, namun untuk jangka panjang bahaya tersebut tetap ada sehingga perlu pengeloaan yang tepat. Sistem pertanian konservasi masih sangat perlu diterpakan pada zona ini yaitu pengolahan tanah minimal, terasering dan pilihan jenis tanaman sela yang tepat akan sangat membantu dalam mencegah erosi sekaligus meningkatkan kesuburan tanah khusunya tanaman legum (Rahim, 2000).
Zona IV yaitu zona dengan kelas lereng < 8 % merupakan lahan dengan kelas lereng datar. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi dengan ketinggian > 700 m dpl, fisografi datar dan jenis tanah mineral. Kawasan ini memiliki luas 105.529.99 ha atau 34,04 % dari luas total Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan keri≤ng3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara lengkap zona ini diberi simbol Zona IVbx.
Sistem pertanian yang dapat dikembangkan adalah semua jenis komoditas tanaman pangan. Apabila lereng berkisar antara 8 - 15% hanya layak ditanam tanaman semusim bila kondisi tanahnya cukup baik, apabila solumnya sedang
Universitas Sumatera Utara

25
sampai dalam dan tanahnya tidak peka terhadap erosi. Pada tanah yang bersolum dangkal atau lapisan bawah permukaannya terlalu padat, sebaiknya tanaman pangan (semusim) hanya pada lereng < 8%. Merujuk pada program pertanian nasional, maka lahan dengan kondisi relatif datar lebih diarahkan bagi pertanian tanaman pangan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Menurut (Djaenuddin, dkk., 2000 dalam Apriyantono, 2006) tanaman pangan yang tepat dibudidayakan pada dataran tinggi beriklim basah yaitu dari kelompok kacang-kacangan berupa kedelai, kacang merah, kacang kapri, buncis dan mukuna, dari kelompok serealia berupa padi, jagung dan sorgum, dari kelompok umbi-umbia berupa ubi jalar, ubi kayu dan talas.
Zona V yaitu zona dengan kelas lereng < 8 % merupakan lahan dengan kelas lereng datar berupa lahan gambut. Kawasan ini meliputi daerah dataran tinggi dengan ketinggian > 700 m dpl, fisiografi datar dan jenis tanah organik. Kawasan ini memiliki luas 1.947,63 ha atau 0,63 % dari luas total Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Zona ini terdiri dari satu subzona dengan ketinggian tempat > 700 m dpl yang memiliki rejim suhu sejuk disimbolkan dengan ‘ b ’ dan memiliki curah hujan yang homogen dengan jumlah bulan kering ≤ 3 bulan/tahun atau memiliki rejim kelembaban yaitu lembab disimbolkan dengan ‘ x ‘ . Secara lengkap zona ini diberi simbol Zona Vbx.
Alternatif arahan komoditasnya adalah untuk pengembangan padi sawah, sawi, kangkung, bawang merah, bawang putih dan perikanan darat. Apabila hendak dimanfaatkan untuk pengembangan padi sawah maka perlu dibangun infrastrutur irigasi yang memadai sehingga nantinya pengairan tidak menjadi penghambat pertumbuhan dan produksi tanaman.
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

26

Kesimpulan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, menurut zona Agroekologinya
terdiri dari 5 zona yaitu Ibx (14.526,35 ha, Kehutanan) , IIbx (37.325,67 ha, Perkebunan), IIIbx (43.348,84 ha, Wanatani), IVbx (105.529.99 ha, Pertanian Lahan Kering), dan Vbx (1.947,63 ha, Pertanian Lahan Basah). Saran
Sebaiknya peta zona Agroekologi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba di overlay dengan peta penggunaan lahan untuk melihat wilayah-wilayah yang sesuai dan tidak sesuai dengan arahan zona Agroekologi dan dilanjutkan hingga pewilayahan komoditas dengan mengambil data sosial ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

27

Amien, I. 1994. Agroekologi Dan Alternative Pengembangan Pertanian Di Sumatera. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13: 1-8.
Amien, L.I. 1995. Pendekatan Agroekologi Dalam Tata Ruang Wilayah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Dalam Prosiding Kongres Nasional VI HITI. Penataan Tanah Sebagai Perangkat Penataan Ruang Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyay. Jakarta. 12-15 Desember 1995.
Apriyantono, A. 2000. Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Departemen Pertanian. Jakarta
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 1999. Panduan Metodologi Analisis Zone Agro Ekologi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat & Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitlaan dan Pengembangan Pertanian.
BPPT.go.id. 2014. Pariwisata Geopark Danau Toba Untuk Peningkatan Perekonomian Daerah. Diakses pada tanggal 13 November 2014.
Busyra, B. S. dan Salwati. 2008. Zona Agroekologi Sebagai Acuan Perencanaan Pembangunan Pertanian Di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jambi. Jurnal Agronomi 9(2): 117-121.
ITB. 2001. Kajian Teknis Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Kawasan Danau Toba. Bandung. Jawa Barat.
Kubelaborbir, H dan Yarangga, K. 2010. Zona Agroekologi Kabupaten Keerom Provinsi Papua Berdasarkan Pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). Jurnal Agrikultura. Jayapura.
Lake Toba Ecosystem Management Plan (LTEMP) .2004.Dokumen Lake Toba Ecosystem Management Plan.Parapat.
Las, I., A.K. Makarim., A. Hidayat., A. S. Karama., I. Mawan. 1991. Peta Agroekologi Utama Tanaman Pangan di Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Limnologi.lipi.go.id. 2014. Gambaran Umum Danau Toba. Diakases dari situs http://limnologi.lipi.go.id/danau/profil.php?id_danau=sum_toba&tab=gam baran%20umum. Pada tanggal 28 Maret 2014.
Rahim, S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

28
Saraswati, D. P. 1998. Penggunaan Zona-Agroekologi Dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Pertanian Daerah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Karangploso.
Siregar, Z.S. 2008. Pengelolaan Ekosistem Danau Toba Tanggung Jawab Siapa ?. USU Repository. USU. Medan.
Sosiawan, H. 1997. Metodologi Penyusunan Peta Zona Agroekologi. Materi Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi untuk Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang pertanian.
Sundawati, L dan Sanudin. 2009. Analisis Pemangku Kepentingan Dalam Upaya Pemulihan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Artikel Ilmiah JMHT vol. XV, (3): 102–108.
Surdiadikusumah, A., Talkuputra, N.D., dan Amelina, E. 2011. Rancangan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berdasarkan Karakteristik Lahan di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. Padjajaran.
Syafruddin, Agustinus, N., Kairupan, A. Negara dan J. Limbongan. 1999. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah.
Susetyo, Y. A., M. A. Ineke Pakereng, Sri Yulianto J. Prasetyo 2008. Pembangunan Sistem Zona Agroekologi (ZAE) menggunakan Logika Fuzzy pada Wilayah Pertanian Kabupaten Semarang Berbasis Data Spasial. Universitas Kristen Satya Wacana. Semarang.
Universitas Sumatera Utara