Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo Pada Pokdakan Upr Jumbo Lestari Di Ciseeng Kabupaten Bogor

ANALISIS SUMBER-SUMBER RISIKO PRODUKSI
PEMBENIHAN LELE DUMBO PADA POKDAKAN UPR
JUMBO LESTARI DI CISEENG KABUPATEN BOGOR

NURLELA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis SumberSumber Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo pada Pokdakan UPR Jumbo
Lestari di Ciseeng Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nurlela
NIM H34100130

ABSTRAK
NURLELA. Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo
pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari di Ciseeng Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
DWI RACHMINA.
Lele merupakan komoditas utama perikanan budidaya di Kabupaten Bogor.
Pokdakan UPR Jumbo Lestari merupakan kelompok usaha yang fokus pada
pembenihan lele dumbo. Pokdakan ini mempunyai risiko produksi yang
diindikasikan oleh variasi survival rate benih lele antar anggota. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sumber risiko produksi, menganalisis
probabilitas dan dampak, serta mengidentifikasi alternatif strategi penanganannya.
Identifikasi sumber risiko dan alternatif strategi penanganannya menggunakan
metode deskriptif, analisis probabilitas menggunakan metode Z-score, dan
analisis dampak menggunakan metode Value at Risk. Sumber risiko produksi
yang terdapat pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari adalah hama, penyakit dan
kanibalisme. Sumber risiko yang mempunyai probabilitas terbesar yaitu

kanibalisme, sedangkan dampak terbesar yaitu penyakit. Strategi preventif untuk
mengurangi probabilitas kanibalisme adalah: mengurangi padat tebar,
menjadwalkan penyortiran dan memanajemen pemberian pakan. Strategi mitigasi
untuk mengurangi dampak penyakit adalah diversifikasi usaha dan melakukan
kemitraan.
Kata kunci: lele dumbo, pembenihan, risiko produksi, Value at Risk, Z-score

ABSTRACT
NURLELA. Analysis of Production Risk Sources of Dumbo Catfish Hatchery at
Pokdakan UPR Jumbo Lestari in Ciseeng Bogor Regency. Supervised by DWI
RACHMINA.
Catfish is a main aquaculture commodity at Bogor Regency. Pokdakan
UPR Jumbo Lestari is a group of small-scale entrepreneurs which focuses on the
dumbo catfish hatchery. This Pokdakan has a production risk which is indicated
by the survival rate variation of the members’ catfish juveniles. The purposes of
this research were to identify the production risk sources, to analyze the
probability and impact of the production risk sources, and to identify the
alternative management strategies. Descriptive method was used to identify the
risk sources and the alternative management strategies, the Z-score method was
used to analyze the probability, while the Value at Risk method was used to

analyze the impact. The production risk sources at Pokdakan UPR Jumbo Lestari
were pests, diseases, and cannibalism. The bigest probability of production risk
sources was cannibalism, while the bigest impact was disease. The preventive
strategies to reduce the probability of cannibalism were reducing the stock density,
scheduling the sorting, and managing the feeding. The mitigation strategies to
reduce the impact of disease were business diversification and partnership.
Keywords: dumbo catfish, hatchery, production risk, Value at Risk, Z-score

ANALISIS SUMBER-SUMBER RISIKO PRODUKSI
PEMBENIHAN LELE DUMBO PADA POKDAKAN UPR
JUMBO LESTARI DI CISEENG KABUPATEN BOGOR

NURLELA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai April 2014
ini ialah risiko produksi, dengan judul Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi
Pembenihan Lele Dumbo pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari di Ciseeng
Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku
dosen pembimbing skripsi, Ir Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji utama,
dan Tintin Sarianti, SP MM selaku dosen penguji komisi akademik atas segala
masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada pihak
Pokdakan UPR Jumbo Lestari, Bapak Mad Iwan selaku ketua kelompok serta
anggota lainnya yang telah memberikan waktu luangnya serta informasi untuk
pengumpulan data pada penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis

ucapkan kepada keluarga tercinta, Mama, Papa, dan adik-adik tercinta, serta
seluruh keluarga atas perhatian, doa, dan dukungan yang tiada hentinya dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
teman-teman Agribisnis 47 dan teman-teman lainnya atas dukungan dan semangat
yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Nurlela

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian


7

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

7

Risiko Usaha Perikanan Budidaya

7

Sumber-Sumber Risiko Produksi

8

Metode Analisis Risiko


8

Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko

9

Strategi Alternatif Penanganan Risiko
KERANGKA PEMIKIRAN

10
11

Kerangka Pemikiran Teoritis

11

Kerangka Pemikiran Operasional

16


METODE PENELITIAN

17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Jenis dan Sumber Data

18

Metode Penentuan Sampel

18

Metode Pengumpulan Data

18


Metode Analisis Data

19

DESKRIPSI UMUM POKDAKAN UPR JUMBO LESTARI DAN
USAHATANI PEMBENIHAN LELE

24

Profil Pokdakan UPR Jumbo Lestari

24

Struktur Organisasi Pokdakan UPR Jumbo Lestari

26

Penggunaan Sarana Produksi


27

Proses Pembenihan Lele Dumbo di Pokdakan UPR Jumbo Lestari

30

Karakteristik Responden

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

37

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi

37

Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi

41

Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi

43

Pemetaan Risiko Produksi

45

Identifikasi Alternatif Strategi Penanganan Sumber Risiko Produksi

46

SIMPULAN DAN SARAN

50

Simpulan

50

Saran

51

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

54

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha tahun 2010-2014
2 Volume produksi perikanan Indonesia tahun 2010-2013
3 Produksi ikan konsumsi Kabupaten Bogor tahun 2010-2013
4 Produksi benih lele di Kabupaten Bogor tahun 2011-2013
5 Tingkat kelangsungan hidup benih lele dumbo yang dihasilkan oleh
6 Karakteristik responden berdasarkan usia
7 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
8 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman usaha
9 Karakteristik responden berdasarkan status usaha
10 Karakteristik responden berdasarkan sumber benih
11 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan
12 Karakteristik responden berdasarkan padat tebar benih
13 Analisis probabilitas sumber risiko produksi pada Pokdakan UPR
Jumbo Lestari pada bulan Februari 2014
14 Analisis dampak sumber risiko produksi pada Pokdakan UPR Jumbo
Lestari pada bulan Februari 2014
15 Status dan prioritas sumber risiko produksi pada Pokdakan UPR Jumbo
Lestari pada bulan Februari 2014

1
2
3
4
5
34
34
35
35
36
36
37
42
43
45

DAFTAR GAMBAR
1 Standar survival rate benih lele dumbo menurut BSN dan Variasi
survival rate antar anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari pada bulan
Februari 2014
2 Proses pengelolaan risiko perusahaan dan output yang dihasilkan
3 Kerangka pemikiran operasional
4 Peta risiko
5 Strategi preventif
6 Strategi mitigasi
7 Struktur Organisasi Pokdakan UPR Jumbo Lestari
8 (a) Kolam indukan, (b) kolam pendederan, (c) kolam sortir
9 (a) Indukan jantan, (b) indukan betina
10 (a) Pelet apung, (b) pelet tepung, (c) cacing sutra
11 (a) benih ukuran 7-8 cm, (b) benih ukuran 9-10 cm, (c) benih ukuran
11-12 cm, (d) benih ukuran 13-14 cm
12 (a) dan (b) ciri-ciri benih dan ikan lele yang terserang penyakit Motile
Aeromonas Septicemia, (c) dan (d) ciri-ciri benih dan ikan lele yang
terserang penyakit White Spot
13 (a) ciri-ciri kematian benih akibat kanibalisme, (b) kanibalisme pada
ikan lele
14 Peta risiko produksi pembenihan ikan lele dumbo pada Pokdakan

6
15
17
22
23
24
27
28
29
29
33

40
41
46

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik responden berdasarkan
usia, tingkat pendidikan,
pengalaman usaha, status usaha, sumber benih, luas lahan, dan padat
tebar
2 Persentase kematian benih lele pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari
berdasarkan sumber risiko pada bulan Februari 2014
3 Jumlah kematian benih lele pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari
berdasarkan sumber risiko pada bulan Februari 2014
4 Persentase batas normal kematian benih lele pada Pokdakan UPR
Jumbo Lestari berdasarkan sumber risiko pada bulan Februari 2014
5 Batas normal kematian benih lele pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari
berdasarkan sumber risiko pada bulan Februari 2014
6 Analisis dampak sumber risiko produksi pada Pokdakan UPR Jumbo
Lestari pada bulan Februari 2014

55
56
56
57
57
58

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Subsektor perikanan mempunyai peran penting terhadap pembangunan
perekonomian nasional. Fakta ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015,
subsektor perikanan merupakan penyumbang PDB sektor pertanian terbesar
kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan. Kontribusi PDB subsektor
perikanan terhadap sektor pertanian dalam kurun waktu tahun 2010 sampai tahun
2014 mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp 199 383.4
milyar (20.23 persen) pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 340 343.8 milyar
(23.53 persen) pada tahun 2014, dengan laju pertumbuhan sebesar 14.31 persen
per tahun (Tabel 1). Laju pertumbuhan PDB subsektor perikanan merupakan yang
tertinggi dalam sektor pertanian. Fakta ini menunjukkan bahwa subsektor
perikanan mempunyai peran strategis dalam mendorong pertumbuhan PDB sektor
pertanian secara khusus, maupun PDB nasional secara umum.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2010-2014
Lapangan
usaha
Tanaman
bahan
makanan
Perkebunan
Peternakan

PDB (milyar rupiah)
2010

Laju
(%/tahun)

2011

2012

2013

2014

482 377.1

529 967.8

574 916.3

621 832.7

668 337.7

8.50

136 048.5

153 709.3

162 542.6

174 638.4

192 921.5

9.16

119 371.7

129 297.7

145 720.0

165 162.9

184 246.5

11.48

Kehutanan

48 289.8

51 781.3

54 906.5

56 994.2

60 872.8

5.97

Perikanan

199 383.4

226 691.0

255 367.5

291 799.1

340 343.8

14.31

Pertanian
Persentase
PDB
Perikanan
terhadap PDB
Pertanian (%)

985 470.5

1091 447.1

1193 452.9

1310 427.3

1446 722.3

10.08

20.23

20.77

21.40

22.27

23.53

3.85

Sumber: BPS (2015), diolah

PDB subsektor perikanan merupakan nilai keseluruhan barang dan jasa
perikanan yang diproduksi dalam jangka waktu tertentu. Peningkatan PDB
subsektor perikanan dalam kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2014 salah
satunya ditunjang oleh peningkatan volume produksi perikanan nasional.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2015,
volume produksi perikanan Indonesia mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, yaitu dari 11 662 343 ton pada tahun 2010 meningkat menjadi 19 565
538 ton pada tahun 2013, dengan laju pertumbuhan sebesar 18.94 persen per
tahun (Tabel 2). Perikanan Indonesia digolongkan menjadi dua kategori, yaitu
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi perikanan Indonesia dalam

2
kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013 sebagian besar disumbang oleh
perikanan budidaya, yaitu sebesar 6 277 925 ton (53.83 persen) pada tahun 2010
meningkat menjadi 13 703 368 ton (70.04 persen) pada tahun 2013, dengan laju
pertumbuhan 29.99 persen per tahun (Tabel 2). Fakta ini menunjukkan bahwa
perikanan budidaya mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap
peningkatan volume produksi perikanan nasional, sehingga dapat dijadikan
sebagai andalan bagi kemajuan perekonomian nasional.
Tabel 2 Volume produksi perikanan Indonesia tahun 2010-2013
Produksi (ton)

Jenis
Penangkapan
Budidaya
Total
Persentase produksi
perikanan budidaya
terhadap produksi total (%)

Laju
(%/tahun)

2010

2011

2012

2013

5 384 418

5 714 271

5 829 194

5 862 170

2.90

6 277 925

7 928 961

9 675 554

13 703 368

29.99

11 662 343

13 643 232

15 504 748

19 565 538

18.94

53.83

58.12

62.40

70.04

9.19

Sumber: KKP (2015), diolah

Berdasarkan visi dan misinya, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya
(DJPB) menetapkan tujuan pokok dalam pembangunan perikanan budidaya yaitu
meningkatnya produksi dan mutu hasil perikanan budidaya melalui pengelolaan
sumberdaya perikanan budidaya secara berkelanjutan. Pengukuran ketercapaian
tujuan strategis pembangunan perikanan budidaya diperlukan sejumlah sasaran
strategis, yaitu meningkatnya produksi perikanan budidaya. Peningkatan produksi
perikanan budidaya difokuskan pada komoditas unggulan yang mudah
dibudidayakan secara massal dengan teknologi sederhana dan prospek pasar yang
jelas. Komoditas utama yang menjadi fokus pada sasaran produksi perikanan
budidaya tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah rumput laut, patin, lele, nila,
bandeng, udang (windu dan vanname), ikan mas, gurame, kakap, kerapu serta
produk ikan lainnya. Lele merupakan komoditas utama perikanan budidaya urutan
kelima setelah rumput laut, nila, udang dan bandeng pada tahun 2013 (DJPB
2014).
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya sebagai motor penggerak
pembangunan perikanan budidaya memerlukan strategi atau terobosan untuk
melaksanakan sasaran strategisnya dalam meningkatkan produksi perikanan
budidaya. Salah satu strategi yang dilakukan oleh DJPB untuk melaksanakan
sasaran strategisnya adalah pengembangan kawasan minapolitan. Minapolitan
merupakan suatu konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan
berbasis kawasan yang berdasarkan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, berkualitas
dan percepatan (akselerasi). Pengembangan konsep minapolitan dimaksudkan
untuk mendorong percepatan pengembangan pembangunan ekonomi perikanan di
sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Tujuan dari pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya adalah
meningkatkan volume produksi, produktivitas usaha, meningkatkan kualitas
produk perikanan budidaya, meningkatkan pendapatan pembudidaya dan
masyarakat terkait lainnya serta mengembangkan kawasan minapolitan perikanan
budidaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah (DJPB 2014).

3
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun
2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan, Kabupaten Bogor merupakan salah
satu kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Berdasarkan
keputusan tersebut, Pemerintah Kabupaten Bogor menerbitkan Keputusan Bupati
Bogor Nomor 523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang Penetapan Lokasi
Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor. Lokasi yang
ditetapkan sebagai kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor ada empat
kecamatan, yaitu: Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Kemang.
Kecamatan Ciseeng dipilih sebagai minapolis atau pusat kotanya, sedangkan tiga
kecamatan lainnya merupakan kawasan pendukung (Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bogor 2014).
Berdasarkan potensinya, pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten
Bogor diarahkan kepada pengembangan komoditas unggulan, yaitu ikan lele.
Menurut data Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bogor tahun
2013 dan BPS Kabupaten Bogor tahun 2014, lele merupakan penyumbang
produksi tertinggi terhadap volume produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor
pada kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013. Volume produksi lele
mempunyai trend positif, yaitu dari 24 844.52 ton pada tahun 2010 meningkat
menjadi 64 047.79 ton pada tahun 2013, dengan laju pertumbuhan 37.14 persen
per tahun (Tabel 3). Produksi lele di Kabupaten Bogor mempunyai kontribusi
yang cukup besar terhadap produksi lele nasional. Hal ini terlihat dari data
statistik DJPB (2014), yang menyatakan bahwa produksi lele Kabupaten Bogor
pada tahun 2013 mencapai 8.4 persen dari produksi lele nasional yang sebesar 758
455 ton. DJPB juga menyatakan bahwa lele merupakan salah satu komoditas
penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional, karena lele sangat mudah
dibudidayakan, memiliki harga yang cukup terjangkau dan mampu menjadi
pilihan utama sumber protein hewani.
Tabel 3 Produksi ikan konsumsi Kabupaten Bogor tahun 2010-2013
Komoditas
Lele
Mas
Gurame
Nila
Bawal
Patin
Tawes
Tambakan
Mujair
*)

Produksi (ton)
*)

2010
24 844.52
4 063.56
2 057.61
2 073.36
2 154.66
647.32
76.13
21.10
29.05

*)

2011
33 922.46
6 183.25
2 340.00
5 079.80
819.00
1 745.00
85.27
35.32
38.92

*)

2012
47 733.14
7 849.20
3 783.40
5 762.43
965.69
2 124.54
82.91
26.57
38.95

Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2013), diolah;

**)

2013
64 047.79
8 365.69
4 065.40
6 361.93
945.37
2 357.40
79.74
34.17
45.58

Laju
(%/tahun)
37.14
28.56
27.62
56.28
(15.39)
67.43
1.81
23.74
17.02

**)

BPS Kabupaten Bogor (2014), diolah

Usaha pembenihan lele mempunyai peran penting terhadap pengembangan
kawasan minapolitan. Hal ini dikarenakan benih merupakan sarana produksi
utama bagi kegiatan budidaya pembesaran lele. Ketersediaan benih merupakan
faktor utama dalam siklus keberlanjutan produksi dan peningkatan volume

4
produksi kegiatan budidaya pembesaran lele. Salah satu wilayah yang menjadi
sentra produksi benih lele di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Ciseeng. Hal ini
terlihat dari kontribusi produksi benih lele di Kecamataan Ciseeng terhadap
Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor (2014), dalam
kurun waktu tahun 2011 sampai tahun 2013 Kecamatan Ciseeng menyumbang
produksi benih lele di Kabupaten Bogor rata-rata sebesar 37.05 persen per tahun
(Tabel 4).
Tabel 4 Produksi benih lele di Kabupaten Bogor tahun 2011-2013
Produksi (ribu ekor)

Tahun

Kabupaten Bogor

*)

2011
2012*)
2013**)

Kecamatan Ciseeng

546 840.00
1 755 828.00
2 352 241.30
*)

Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2013), diolah;

202 580.91
650 458.55
871 403.80

Kontribusi Kecamatan
Ciseeng terhadap
Kabupaten Bogor (%)
37.05
37.05
37.05

**)

BPS Kabupaten Bogor (2014), diolah

Pembenihan lele di Kabupaten Bogor pada umumnya berskala Unit
Pembenihan Rakyat (UPR). UPR ini biasanya dibentuk secara berkelompok atau
yang dikenal dengan Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan). Menurut data
Disnakan Kabupaten Bogor (2013), pada tahun 2012 tercatat ada 16 Pokdakan
UPR komoditas lele yang terdapat di Kecamatan Ciseeng, salah satunya adalah
Pokdakan UPR Jumbo Lestari. Pokdakan ini terletak di Desa Babakan Kecamatan
Ciseeng Kabupaten Bogor. Pokdakan UPR Jumbo Lestari merupakan Pokdakan
yang sedang berkembang dan mempunyai permintaan pasar yang baik. Namun,
dalam menjalankan usahanya Pokdakan UPR Jumbo Lestari tidak terlepas dari
risiko, salah satunya adalah risiko produksi. Risiko produksi yang dihadapi oleh
Pokdakan UPR Jumbo Lestari tidak terlepas dari berbagai sumber atau penyebab
terjadinya risiko tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut
mengenai sumber, probabilitas, dan dampak dari risiko produksi yang terdapat
pada usaha pembenihan lele dumbo di Pokdakan UPR Jumbo Lestari.
Perumusan Masalah
Pokdakan UPR Jumbo Lestari merupakan kelompok pembudidaya ikan
yang fokus pada usaha pembenihan lele dumbo. Pokdakan ini didirikan pada
tahun 2005 di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Pokdakan
UPR Jumbo Lestari merupakan salah satu pokdakan yang sedang berkembang dan
mempunyai permintaan pasar yang baik. Permintaan terhadap benih lele di
pokdakan UPR Jumbo Lestari berkisar antara 700 000 ekor sampai dengan 1 000
000 ekor per siklus. Namun, pada periode produksi Februari 2014 Pokdakan UPR
Jumbo Lestari hanya mampu memenuhi permintaan sekitar 698 575 ekor (Tabel
5). Hal ini dikarenakan adanya kendala produksi yang dihadapi oleh Pokdakan
UPR Jumbo Lestari, sehingga menyebabkan rendahnya tingkat kelangsungan
hidup atau survival rate (SR) benih lele yang dihasilkan oleh anggota. Tingkat
kelangsungan hidup benih lele dumbo pada anggota Pokdakan UPR Jumbo
Lestari bulan Februari 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.

5
Tabel 5 Tingkat kelangsungan hidup benih lele dumbo yang dihasilkan oleh
anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari pada bulan Februari 2014
Nama
Pembudidaya 1
Pembudidaya 2
Pembudidaya 3
Pembudidaya 4
Pembudidaya 5
Pembudidaya 6
Pembudidaya 7
Pembudidaya 8
Pembudidaya 9
Pembudidaya 10
Jumlah
Rata-Rata

Jumlah benih
tebar (ekor)
2 505 000
1 102 500
735 000
735 000
1 176 000
120 000
520 000
450 000
1 338 000
300 000
8 981 500
898 150

Jumlah benih
panen (ekor)
360 000
25 800
13 000
17 500
15 025
16 000
4 250
35 000
172 000
40 000
698 575
69 858

Jumlah benih
mati (ekor)
2 145 000
1 076 700
722 000
717 500
1 160 975
104 000
515 750
415 000
1 166 000
260 000
82 82 925
828 293

SR (%)

MR (%)

14.37
2.34
1.77
2.38
1.28
13.33
0.82
7.78
12.86
13.33

85.63
97.66
98.23
97.62
98.72
86.67
99.18
92.22
87.14
86.67

7.03

92.97

Sumber: Pokdakan UPR Jumbo Lestari (2014), diolah

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa survival rate benih lele dumbo yang
dihasilkan oleh anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari pada bulan Februari 2014
sangat bervariasi, yaitu mulai dari 0.82 persen sampai dengan 14.37 persen,
dengan rata-rata sebesar 7.03 persen. Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN)
tahun 2000, survival rate benih lele dumbo pada pendederan pertama hingga
keempat rata-rata sebesar 72.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa survival rate
benih lele dumbo yang dihasilkan oleh anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari
lebih rendah atau berada dibawah standar BSN (Gambar 1). Variasi survival rate
antar anggota dan gap dengan survival rate menurut BSN mengindikasikan bahwa
usaha yang dijalankan oleh anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari mengandung
risiko produksi. Risiko produksi terjadi karena adanya sumber-sumber risiko
produksi. Beberapa sumber risiko yang diindikasikan sebagai penyebab rendahnya
survival rate benih lele pada UPR Jumbo Lestari pada bulan Februari 2014 yaitu:
serangan penyakit yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan
Desember 2013 sampai dengan Februari 2014; serangan hama yang disebabkan
oleh konstruksi kolam (kolam tanah) dan kondisi ruang terbuka (outdoor); dan
sifat kanibalisme disebabkan oleh kepadatan tebar yang terlalu tinggi dan
ketidakseragaman ukuran benih. Berdasarkan penelitian Nuryadi dan Sutrisno
(2010), curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan suhu kolam menjadi turun
hingga 24ᵒ C, jika suhu rendah berlangsung lama akan mengakibatkan ikan
kehilangan nafsu makan, hingga ikan menjadi lemah dan akan mudah terserang
penyakit. Nuryadi dan Sutrisno (2010) juga menyatakan bahwa permasalahan
utama pada pendederan lele di kolam tanah adalah sulitnya mengontrol faktor
lingkungan, hama, penyakit, serta keseragaman ukuran.

80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

Survival Rate benih
lele pada anggota
Pokdakan UPR
Jumbo Lestari

Pembudidaya 1
Pembudidaya 2
Pembudidaya 3
Pembudidaya 4
Pembudidaya 5
Pembudidaya 6
Pembudidaya 7
Pembudidaya 8
Pembudidaya 9
Pembudidaya 10

Persen

6

Survival Rate
benih ikan lele
menurut BSN

Gambar 1 Standar survival rate benih lele dumbo menurut BSN dan Variasi
survival rate antar anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari pada bulan
Februari 2014
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa survival rate yang dihasilkan oleh
anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari bervariasi dan ada gap dengan survival
rate standar normal BSN. Variasi dan gap tersebut mengindikasikan bahwa usaha
yang dijalankan oleh anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari mengandung risiko
produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis sumber
risiko produksi pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari, sebagai upaya untuk
mengatasi risiko produksi yang dihadapi.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha
pembenihan lele dumbo di Pokdakan UPR Jumbo Lestari?
2. Berapa besar probabilitas dan dampak sumber risiko produksi yang terdapat
pada usaha pembenihan lele dumbo di Pokdakan UPR Jumbo Lestari?
3. Bagaimana alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi sumber
risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo di Pokdakan
UPR Jumbo Lestari?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha
pembenihan lele dumbo di Pokdakan UPR Jumbo Lestari.
2. Menganalisis probabilitas dan dampak sumber risiko produksi yang terdapat
pada usaha pembenihan lele dumbo di Pokdakan UPR Jumbo Lestari.

7
3. Mengidentifikasi alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk menangani
sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo di
Pokdakan UPR Jumbo Lestari.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan dan pertimbangan
bagi pihak Pokdakan UPR Jumbo Lestari mengenai strategi preventif dan
mitigasi yang perlu dilakukan untuk mengendalikan sumber risiko produksi
pembenihan lele dumbo.
Ruang Lingkup Penelitian
Komoditi yang dikaji pada penelitian ini adalah benih ikan lele dumbo pada
fase pendederan yang dipelihara selama 45-50 hari. Lingkup kajian masalah yang
diteliti yaitu mengenai risiko produksi yang dihadapi oleh anggota Pokdakan UPR
Jumbo Lestari yang meliputi sumber, probabilitas, dampak serta alternatif strategi
yang dapat diterapkan untuk menanganinya. Indikasi adanya risiko produksi
dilihat dari variasi tingkat kelangsungan hidup atau survival rate benih lele dumbo
yang dihasilkan antar anggota Pokdakan UPR Jumbo Lestari (data cross section).
Sumber risiko yang diidentifikasi adalah sumber langsung, yaitu sumber risiko
yang langsung menyebabkan kematian benih lele. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data produksi benih lele pada musim hujan, yaitu bulan
Februari 2014.

TINJAUAN PUSTAKA
Risiko Usaha Perikanan Budidaya
Kegiatan usaha budidaya perikanan merupakan salah satu usaha yang rentan
terhadap risiko, salah satunya adalah risiko produksi. Ketergantungan kegitaan
budidaya perikanan terhadap faktor alam seperti cuaca dan iklim membuat usaha
ini tidak terlepas dari risiko produksi. Penelitian mengenai risiko produksi pada
usaha pembenihan perikanan budidaya sudah banyak dilakukan, diantaranya
adalah penelitian Sahar (2010), Siregar (2010), Silaban (2011), Bagjariani (2013),
Fektoria (2013), Farman (2013), Manik (2013), dan Pratiwi (2013). Aspek yang
dikaji dalam penelitian tersebut umumnya meliputi sumber-sumber risiko,
probabilitas dan dampak risiko, serta strategi alternatif penanganan risiko. Hasil
penelitian-penelitian tersebut diperlukan penulis sebagai refrensi dan acuan dalam
penelitian ini.

8
Sumber-Sumber Risiko Produksi
Sumber risiko produksi merupakan hal penting yang harus diketahui dan
diidentifikasi dalam analisis risiko, karena sumber risiko akan mempengaruhi
alternatif strategi yang akan digunakan dalam penanganannya. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sahar (2010) tentang manajemen risiko
pembenihan larva ikan bawal air tawar pada Ben’s Fish Farm, Bagjariani (2013)
tentang analisis risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar, dan Pratiwi
(2013) tentang risiko produksi pembenihan ikan nila, terdapat beberapa
persamaan sumber risiko peroduksi, yaitu: faktor SDM (kesalahan atau kelalaian
pekerja), faktor cuaca, dan penyakit. Sumber risiko produksi selain ketiga sumber
risiko diatas yang terdapat pada penelitian Sahar (2010) adalah kerusakan
peralatan teknis. Penelitian Bagjariani (2013) juga terdapat sumber risiko produksi
selain faktor SDM, faktor cuaca, dan penyakit, yaitu sumber risiko kanibalisme.
Kanibalisme merupakan prilaku memakan sesama makhluk hidup sejenis. Prilaku
kanibalisme ini disebabkan oleh perbedaan dan keseragaman ukuran serta
kepadatan tebar yang terlalu tinggi. Sumber risiko kanibalisme juga terdapat pada
penelitian yang dilakukan Farman (2013), Fektoria (2013), dan Manik (2013).
Sumber risiko produksi lain yang terdapat pada penelitian Pratiwi (2013) adalah
sumber risiko hama. Hama adalah organisme penggangu yang dapat memangsa,
membunuh dan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Hama bersifat memangsa
(predator), perusak dan kompetitor (pesaing). Sumber risiko hama juga terdapat
pada penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010) dan Farman (2013) tentang
risiko produksi pembenihan lele.
Hasil penelitian Silaban (2011) terdapat sumber risiko produksi selain
sumber-sumber diatas, yaitu kualitas pakan. Kualitas pakan alami (cacing dan
kutu air) yang buruk biasanya cepat mati dan tidak tahan lama, sehingga kualitas
air menjadi buruk akibat dari degradasi pakan dalam air. Farman (2013) juga
menemukan sumber risiko yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya,
yaitu kualitas air. Kualitas air tesebut disebabkan oleh perubahan suhu air secara
ekstrim sebagai akibat dari peralihan antara musim kemarau dan musim hujan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa sumber risiko
produksi yang terdapat pada usaha pembenihan perikanan budidaya berbeda-berda,
tergantung jenis ikan, lokasi penelitian dan karakteristik usaha. Sumber risiko
produksi pada usaha pembenihan perikanan budidaya yang ditemukan pada
penelitian terdahulu adalah faktor SDM, faktor cuaca, penyakit, kerusakan
peralatan teknis, kanibalisme, hama, kualitas pakan, dan kualitas air. Sumbersumber tersebut dalam penelitian ini akan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada Pokdakan UPR
Jumbo Lestari.
Metode Analisis Risiko
Sahar (2010) melakukan analisis risiko produksi dan harga pada Ben’s Fish
Farm secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan
pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum pembenihan ikan bawal
dan manajemen risiko yang diterapkan. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan metode simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi

9
(coefficient variation), Z-score, dan VaR (Value at Risk). Standar deviasi
digunakan untuk melihat seberapa besar risiko yang dihadapi oleh Ben’s Fish
Farm. Nilai standar deviasi meunjukkan bahwa semakin besar nilai standar
deviasinya maka semakin besar pula risiko yang dihadapi, begitu pula sebaliknya.
Koefisien variasi adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara risiko
yang dihadapi dengan return atau pendapatan yang diterima. Metode z-score
adalah metode pengukuran risiko atau kejadian yang merugikan akibat hasil yang
diperoleh menyimpang dari hasil standar. Z-score merupakan angka yang
menunjukkan seberapa jauh nilai dari rata-ratanya atau standarnya pada distribusi
normal. Hasil dari z-score (nilai z) dapat mengetahui besarnya kemungkinan suatu
ukuran atau suatu nilai yang berada lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya
ataupun dari standarnya. Metode VaR digunakan untuk mengukur besarnya
dampak risiko. VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam waktu
atau periode tertentu yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Silaban (2011) juga melakukan analisis risiko pada PT Taufan Fish Farm
secara kualitatif dan kuantitatif. Namun, analisis kuantitatif yang dilakukan sedikit
berbeda dengan penelitian Sahar (2010). Aalisis kuantitatif yang lakukan oleh
Silaban (2011) terdiri dari analisis risiko yang meliputi analisis pendapatan,
analisis risiko pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi. Analisis kuantitatif
dalam penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian Silaban (2011) didasarkan
dengan pengukuran penyimpangan. Metode analisis yang digunakan untuk
mengukur penyimpangan diantaranya adalah ragam (variance), simpangan baku
(standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation) untuk
menghitung risiko usaha spesialisasi. Kombinasi variance dan covariance
digunakan untuk mengukur risiko pada usaha diversifikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010), Fektoria (2013), Bagjariani
(2013), Farman (2013), Pratiwi (2013) dan Manik (2013) pada analisis kuantitatif
menggunakan metode analisis risiko yang hampir sama dengan penelitian Sahar
(2010). Namun, metode analisis risiko yang digunakan hanya metode Z-score dan
VaR. Z-score digunakan untuk menghitung probabilitas sumber risiko, sedangkan
VaR digunakan untuk menghitung dampak dari sumber risiko. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010), Fektoria
(2013), Bagjariani (2013), Farman (2013), Pratiwi (2013) dan Manik (2013)
adalah metode analisis risiko secara kuantitatif yang digunakan dalam penelitian
ini juga hanya metode Z-score dan VaR.
Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko
Berdasarkan analisis probabilitas dan dampak yang dilakukan pada masingmasing sumber risiko produksi, hasil penelitian Siregar (2010) dan Fektoria
(2013) menyatakan bahwa sumber risiko yang mempunyai probabilitas terbesar
adalah hama yaitu dengan nilai berturut-turut 34.1 persen dan 48 persen. Namun,
sumber risiko yang memiliki dampak terbesar yang dihasilkan dari kedua
penelitian tersebut berbeda, menurut penelitian Siregar (2010) dampak risiko
terbesar terdapat pada cuaca yaitu sebesar Rp 32 579 748, sedangkan menurut
penelitian Fektoria (2013) terdapat pada penyakit yaitu sebesar Rp 15 877 613.

10
Menurut penelitian Farman (2013), sumber risiko yang mempunyai
probabilitas dan dampak terbesar terdapat pada kualitas air yaitu sebesar 48
persen, dengan dampak Rp 857 925. Penelitian yang dilakukan oleh Bagjariani
(2013), menyatakan bahwa sumber risiko yang mempunyai probabilitas dan
dampak risiko produksi terbesar terdapat pada faktor SDM yaitu sebesar 48,4
persen dengan dampak Rp 26 442 274. Hasil penelitian Pratiwi (2013) yang
menyatakan bahwa probabilitas dan dampak risiko produksi terbesar terdapat
pada faktor cuaca yaitu sebesar 7.8 persen dengan dampak Rp 194 488.7. Manik
(2013), menyatakan bahwa sumber risiko yang mempunyai probabilitas tertinggi
terdapat pada kanibalisme yaitu sebesar 42.9 persen, sedangkan dampak terbesar
terdapat pada faktor SDM yaitu sebesar Rp 11 212 500.
Berdasarkan hasil analisis beberapa peneliti terdahulu, sumber risiko yang
diidentifikasi mempunyai probabilitas terbesar diantaranya adalah hama, kualitas
air, faktor SDM, dan kanibalisme. Sedangkan sumber risiko yang yang
mempunyai dampak terbesar diantaranya adalah cuaca, kualitas air, faktor SDM,
dan penyakit. Terdapat perbedaan sumber-sumber risiko yang menyebabkan
probabilitas dan dampak risiko terbesar pada risiko produksi perikanan. Hal ini
dikarenakan perbedaan lokasi penelitian dan jenis ikan yang diteliti, serta
karakteristik usaha yang dijalankan.

Strategi Alternatif Penanganan Risiko
Berdasarkan hasil pemetaan risiko terdapat dua stretegi penanganan risiko,
yaitu strategi pereventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk
mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya sumber risiko, biasanya
digunakan untuk menangani sumber risiko yang memiliki proabilitas yang besar.
Strategi mitigasi dilakukan untuk mengurangi dampak akibat terjadinya risiko,
biasanya digunakan untuk menangani sumber risiko yang memiliki dampak yang
besar. Penelitian Sahar (2010) menggunakan strategi preventif dan mitigasi dalam
menangani risiko produksi dan harga pada Ben’s Fish Farm. Strategi preventif
yang bisa dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko dengan
cara: membuat SOP (standar operatinal procedure), melengkapi sarana dan
prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat
job description, pemilihan induk yang berkualitas, sistem kontrak dengan
pemasok, kontrak penjualan larva dengan pelanggan, dan pengendalian penyakit.
Strategi mitigasi yang bisa untuk memperkecil dampak dari faktor cuaca dan
fluktuasi harga jual larva dengan cara membuat unit bisnis pendederan.
Silaban (2011), dalam penelitiannya hanya menggunakan strategi mitigasi
dalam menangani sumber risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm.
Strategi mitigasi yang dugunakannya adalah strategi diversifikasi yaitu
mengusahakan beberapa gabungan aset yang ada. Berdasarkan analisis risiko
produksi yang dilakukan pada kegiatan diversifikasi, dilihat dari nilai coefficient
variation ternyata diversifikasi dua dan tiga jenis ikan hias yang dilakukan PT
Taufan Fish Farm dapat menekan risiko produksi.

11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini akan menjelaskan teoriteori yang relevan dengan permasalahan penelitian, yaitu mengenai konsep risiko,
kategori risiko, proses pengelolaan risiko, dan teori lainnya yang berkaitan dengan
risiko. Teori-teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
Konsep Risiko
Kata risiko biasanya mempunyai konotasi yang negatif, sesuatu yang tidak
disukai, dan sesuatu yang ingin dihindari. Risiko didefinisikan sebagai kejadian
yang merugikan atau kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang
diharapkan (Hanafi 2009). Para ahli lain seperti Hardwood et al (1999), Kountur
(2006), Darmawi (2010), dan Hanggraeini (2010), mengatakan bahwa risiko
adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang menimbulkan kerugian bagi
pelaku bisnis yang mengalaminya. Menurut Kountur (2006), ada tiga unsur
penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu : (1) merupakan
suatu kejadian (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi
dan bisa tidak (3) jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian. Oleh
karena itu, risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, karena risiko muncul
karena ada kondisi ketidakpastian.
Robinson dan Barry (1987) mengatakan bahwa ketidakpastian adalah
peluang terjadinya suatu kejadian (merugikan) yang tidak dapat diukur oleh
pengambil keputusan. Menurut Hanafi 2009, Ketidakpastian tercermin dari
fluktuasi pergerakan yang tinggi, semakin tinggi fluktuasi, semakin besar tingkat
ketidakpastiannya. Menurut Harwood et al. (1999), secara makro, ketidakpastian
diklasifikasikan kedalam tiga golongan. Pertama, ketidakpastian sosial, politik,
ekonomi (misalnya : perubahan harga dan selera konsumen, konflik antar suku,
dan sebagainya). Kedua, ketidakpastian alam, yaitu ketidakpastian yang
disebabkan oleh alam (misalnya: banjir, gempa bumi, kemarau, kebakaran hutan
dan sebagainya). Ketiga, ketidakpastian manusia, yaitu ketidakpastian yang
disebabkan oleh prilaku manusia (misalnya: pencurian, pembunuhan, korupsi,
perang dan sebagainya.
Kategori Risiko
Menurut Kountur (2008), risiko dapat dilihat dari empat sudut pandang,
yaitu: risiko dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang
ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan, dan kejadian yang terjadi. Suatu risiko
dapat dilihat dari keempat sudut pandang ini secara bersamaan.
1. Risiko dari sudut pandang penyebab
Berdasarkan sudut pandang penyebabnya, risiko dikelompokan menjadi dua,
yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang
disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata
uang asing, dan perubahan tingkat bunga. Risiko operasional adalah risiko yang
disebabkan oleh faktor-faktor operasional seperti faktor manusia, teknologi, dan
alam.

12
2. Risiko dari sudut pandang akibat
Berdasarkan sudut pandang akibat yang ditimbulkan, risiko dikelompokan
menjadi dua, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah risiko
yang akibatnya tidak memungkinkan untuk memperoleh keuntungan dan yang ada
hanyalah kemungkinan rugi. Risiko spekulatif adalah risiko yang akibatnya tidak
hanya memungkinkan terjadinya kerugian, tetapi dapat juga memberikan
keuntungan.
3. Risiko dari sudut pandang aktivitas
Risiko dari sudut pandang aktivitas merupakan jenis risiko yang dilihat dari
aktivitas yang dapat menimbulkan suatu risiko. Risiko dari sudut pandang
aktivitas contohnya adalah aktivitas pemberian kredit oleh bank, yang dengan
disebut risiko kredit. Contoh lainnya adalah seseorang yang melakukan
perjalanan menghadapi risiko yang disebut risiko perjalanan.
4. Risiko dari sudut pandang kejadian
Risiko dari sudut pandang kejadian adalah risiko yang dinyatakan
berdasarkan kejadiannya. Risiko dari sudut pandang kejadian contoh kejadiannya
adalah kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Contoh lain kejadiannya adalah
nilai tukar mata uang rupiah dibandingkan mata uang asing yang anjol maka
disebut risiko anjloknya nilai tukar rupiah.
Proses Pengelolaan Risiko
Menurut Kountur (2008), proses pengelolaan risiko terdiri dari empat
tahapan, yaitu: indenifikasi risiko, pengukuran risiko, penanganan risiko, dan
evaluasi. Tahapan proses pengelolaan risiko dapat dilihat pada Gambar 2.
1. Identifikasi risiko
Proses pengelolaan risiko dimulai dengan identifikasi risiko. Risiko perlu
diidentifikasi untuk mendapatkan suatu daftar risiko. Daftar risiko merupakan
hasil dari identifikasi risiko. Lingkup identifikasi risiko adalah unit atau bagian di
dalam bisnis atau perusahaan, sehingga identifikasi risiko harus dilakukan pada
setiap unit di dalam perusahaan, mulai dari unit yang terkecil hingga unit yang
terbesar. Langkah-langkah dalam proses identifikasi risiko adalah sebagai berikut:
1) Menentukan unit risiko
Unit risiko merupakan unit di dalam organisasi dimana risiko akan
diidentifikasi. Semua risiko yang ada pada unit risiko merupakan tanggung jawab
dari pemimpin unit risiko tersebut.
2) Memahami proses bisnis
Proses bisnis adalah gambaran alur dari aktivitas yang terjadi di dalam suatu
unit bisnis dalam menghaslkan produk atau jasa. Tujuan dari memahami proses
bisnis adalah untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada pada suatu unit.
Proses bisnis pada umumnya terdiri dari dua aktivitas, yaitu: aktivitas utama dan
aktivitas pendukung.
3) Menentukan aktivitas krusial
Suatu bisnis biasanya didalamnya terdapat aktivitas yang dikategorikan
aktivitas krusial dan tidak krusial. Suatu aktivitas dikatakan krusial apabila unit
risiko tidak dapat menghasilkan produk atau jasa oleh karena aktivitas yang
bersangkutan terganggu atau tidak berjalan dengan semestinya. Aktivitas krusial
akan menentukan keberhasilan produk atau jasa yang dihasilkan. Aktivitas tidak

13
krusial adalah aktivitas yang apabila tidak berjalan dengan baik, tidak akan
mengganggu produk atau jasa yang dihasilkan.
4) Menentukan barang dan orang
Orang yang dimaksud disini adalah orang-orang siapa saja yang terlibat
aktivitas krusial, misalnya manager, kepala unit, dan lain-lain. Barang adalah
barang-barang apa saja yang ada pada aktivitas krusial, misalnya peralatan,
perlengkapan, termasuk uang dan binatang.
5) Menentukan bentuk kerugian
Beberapa bentuk kerugian yang dapat terjadi pada orang atau barang yang
perlu diketahui. Bentuk-bentuk kerugian yang dapat terjadi pada orang
diantaranya: cedera, sakit, meninggal, hilang, demo, mogok kerja, berhenti
bekerja, barhalangan, dan lain-lain. Bentuk-bentuk kerugian yang dapat terjadi
pada orang diantaranya: rusak, hilang, usang, terbakar, tidak berkualitas, dicuri,
diselewengkan, tang tertagih (khusus uang), dan lain-lain. Pada tahap ini perlu
ditentukan kerugian yang dapat terjadi pada orang dan barang yang ada pada
aktivitas krusial.
6) Menentukan penyebab kerugian
Suatu risiko terjadi karena ada penyebabnya. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui penyebab dari suatu risiko, karena dalam penanganan risiko,
penyebab risiko menentukan strategi yang akan dilakukan. Risiko jika dilihat dari
penyebabnya dapat dikategorikan sebagai risiko keuangan dan risiko operasional.
Risiko keuangan adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh: perubahan harga, nilai
tukarn dan tingkat bunga. Risiko oprasional adalah risiko-risiko yang disebabkan
oleh: manusia, teknologi, dan alam. Sumber risiko yang disebabkan oleh manusia
adalah: kompetensi (tidak mampu, lalai, sakit, dan lain-lain), moral (mencuri,
merusak, mogok, dan lain-lain), dan selera (tidak puas, persepsi yang berbeda, dan
lain-lain). Sumber risiko yang disebabkan oleh teknologi adalah: keusangan (tidak
berfungsi lagi, tidak sesuai lagi, dan lain-lain), kualitas (kualitas yang rendah,
tidak sesuai dengan standard, dan lain-lain), dan kesesuaian (bisa saja kualitas
baik, tidak usang, tetapi tidak sesuai). Sumber risiko yang disebabkan oleh alam
adalah: bencana alam (banjir, gempa bumi, angin ribut, dan lain-lain), kondisi
alam (lembab, panas, dingin, dan lain-lain), dan makhluk alam (kuman, binatang,
hama dan lain-lain).
7) Membuat daftar risiko
Langkah terakhir yang dilakukan dalam identifikasi risiko adalah membuat
daftar risiko. Daftar risiko berisi dua hal penting, yaitu: pernyataan risiko dan
penyebab risiko.
2. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko dilakukan untuk menghasilkan apa yang disebut dengan
status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan
tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih krusial dari
risiko lainnya, sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu
peta sehingga kita bisa mengetahui dimana posisi risiko terhadap peta. Sebelum
membuat peta risiko, perlu diketahui probabilitas dan dampak dari risiko. Oleh
karena itu, sebelum membuat peta risiko, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu
adalah menghitung probabilitas dan dampak dari sumber risiko.

14
Probabilitas risiko merupakan peluang terjadinya kerugian akibat suatu
kejadian. Tujuan analisis probabilitas risiko adalah untuk mengetahui risiko apa
saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penanganannya
dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengukur kemungkinan terjadinya risiko yaitu metode Z-score.
Metode z-score adalah metode pengukuran risiko atau kejadian yang merugikan
akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar. Z-score merupakan
angka yang menunjukkan seberapa jauh nilai dari rata-ratanya atau standarnya
pada distribusi normal. Hasil dari z-score (nilai z) dapat mengetahui besarnya
kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang berada lebih besar atau lebih
kecil dari rata-ratanya ataupun dari standarnya.
Dampak risiko merupakan kerugian dari suatu kejadian yang mungkin
terjadi akibat adanya suatu risiko. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh risiko, adalah
metode Value at Risk (VaR). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi
dalam waktu atau periode tertentu yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan
tertentu. Hasil dari pengukuran probabilitas dan dampak dari risiko kemudian
digunakan untuk menghitung status risiko dan membuat peta risiko. Hasil
pemetaan risiko kemudian akan digunakan manajemen untuk melakukan
penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah terpetakan dalam peta
risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat
sesuai dengan status risikonya.
3. Penanganan Risiko
Penanganan risiko bertujuan untuk memberi usulan apa yang akan
dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah terpetakan dalam peta risiko.
Menurut Kontour (2006), risiko tidak dapat dihilangkan seratus persen, namun
dapat diminimalisir dengan menggunakan startegi penanganan risiko. Strategi
penanganan risiko merupakan langkah-langkah yang ditujukan untuk mengurangi
tingkat kerugian dari suatu kondisi yang dianggap berisiko. Strategi penanganan
risiko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi.
1) Strategi Preventif
Starategi preventif adalah strategi untuk membuat kemungkinan
(probabilitas) terjadinya risiko sekecil-kecilnya. Strategi ini dilakukan apabila
probabilitas risiko besar. Sasaran dari strategi ini adalah bagaimana agar
probabilitas terjadinya suatu risiko itu dapat dibuat sekecil-kecilnya. Strategi
preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur
b. Mengembangkan sumberdaya manusia, dan
c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik
2) Strategi Mitigasi
Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksud untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan
untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Strategi
mitigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: diversifikasi, penggabungan,
dan pengalihan risiko.

15
a. Diversifikasi
Diversifikasi adalah cara menempatkan asset atau harta di beberapa usaha
sehingga salah satu usaha terkena musibah, maka tidak akan menghabiskan
seluruh asset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengelolaan
risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko. keahlian manajerial
yang lebih luas dan teknologi menjadi lebih rumit.
b. Penggabungan
Penggabungan atau merger adalah usaha pengelolaan risiko yang
menekankan pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh
strategi penggabungan adalah merger atau akuisisi dengan perusahaan lain.
c. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko (risk transfer) adalah cara pengelolaan risiko dengan
mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Hal ini bertujuan apabila terjadi
kerugian pada pihak perusahaan, maka yang menanggung kerugian adalah pihak
lain. Beberapa cara untuk mengalihkan dampak atau kerugian kepada pihak lain
adalah dengan asuransi, leasing, outsourcing, dan hedging. Asuransi adalah upaya
untuk mengalihkan risiko kepada pihak lain, yang dilakukan dengan cara
mengasuransikan asset perusahaan kepada pihak asuransi, dengan syarat
perusahaan tersebut wajib membayar permi asuransi secara rutin kepada pihak
asuransi. Leasing adalah cara dimana suatu asset digunakan tetapi pemilikannya
adal