Analisis Pendapatan USahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa babakan Kecamatan Ciseeng Bogor

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PEMBENIHAN LELE
DUMBO DAN SANGKURIANG DI DESA BABAKAN,
KECAMATAN CISEENG, BOGOR

PUTRI AMALIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani Pembenihan Lele Dumbo Dan Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan
Ciseeng, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Putri Amalia
NIM H34100066

ABSTRAK
PUTRI AMALIA. Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo Dan
Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Dibimbing oleh RATNA
WINANDI ASMARANTAKA.
Perikanan adalah salah satu sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dari nilai Gross Domestik Produk yang
meningkat sebesar 21,55% per tahun dari 2004 sampai 2012. Perikanan dibagi menjadi
dua katagori yaitu perikanan tangkap dan budidaya. Lele adalah salah satu komoditas
unggulan pada perikanan budidaya. Babakan, adalah salah satu daerah penghasil benih
lele di Bogor. Terdapat dua varietas yang dikembangkan di Babakan, Dumbo di UPR
Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera. Perkembangan pembenihan yang
mengawinkan turunan ke dua dan keenam lele dumbo menjadi lele sangkuriang
diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih banyak. Alat analisis yang

digunakan adalah R/C rasio dan chi-square. Hasilnya menunjukan rata
rata
pendapatan usahatani per hektar untuk dumbo lebih besar dari pada nilai sangkuiang
yaitu 1,40 untuk Dumbo dan sangkuriang hanya mencapai 1,16. Sementara itu, hasil
analisis uji beda chi-square, nilai X2 hitung tunai sebesar 36,5323 dan untuk X2 hitung
totalsebesar 35,0972 yang keduanya lebih besar dari X2 tabel sebesar 23,685.
Kata Kunci : benih lele dumbo, benih lele sangkuriang, pendapatan, R/C rasio, ChiSquare
ABSTRACT
PUTRI AMALIA. Analysis of Revenue Dumbo s Catfish Hatchery and Sangkuriang
at Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Supervised by RATNA WINANDI
ASMARANTAKA.
Fishery is one of the sectors that can improve indonesian welfare. Evident from
the value of Gross Domestic Product increased by 21.55% per year from 2004 until
2012. The fisheries sector is classified into two categories namely fisheries and
aquaculture. Catfish is one of the prime comodities of aquaculture. Babakan, is one of
the catfish seed production centers in Bogor. There are two varieties of seed that
developed in Babakan, Dumbo in UPR Jumbo Lestari and Sangkuriang in Kubang
Sejahtera. The development of hatchery technology that marries the second and sixth
derivative of Dumbo s catfish and expectation to be able to produce more products
led to the emergence of new varieties namely sangkuriang. The analysis used R / C

ratio and chi-square. The results showed that the average income per hectare dumbo
are greater than sangkuriang with a value of the R / C ratio reached 1.40 for Dumbo
and sangkuriang only at 1.16. Meanwhile, from the results of different test chi square
analysis, X2 value calculated for the cash cost of 36,5325 and 35.0972 for a total cost
greater than the X2 table at 23.685.
Keyword : Dumbo s catfish hatchery, Sangkuriang s catfish hatchery, Income, R/C
ratio dan Chi Square

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PEMBENIHAN LELE
DUMBO DAN SANGKURIANG DI DESA BABAKAN,
KECAMATAN CISEENG, BOGOR

PUTRI AMALIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah pendapatan
usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan
Sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka
MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Dr Ir Dwi Rachmina Msi selaku Dosen
Pembimbing Akademik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Saudari Revina
yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Iwan selaku ketua Pokdakan UPR
Jumbo Lestari dan Bapak Wahyudin selaku Ketua Pokdakan Kubang Sejahtera dan
Bapak Wagino SE selaku Penyuluh Perikanan Kecamatan Ciseeng yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan

kepada Ayah Abdul Rahman, Ibu Halimatussaadiah, Adik Afrita Maharani dan
seluruh keluarga atas semua semangat dan dukungan doa yang tidak pernah berhenti.
Terima kasih kepada Ricky Herdiyansyah yang selalu memberikan dukungan dan
pertolongan di setiap waktu, menemani saya di waktu susah dan senang dan
memberikan motivasi semangat. Terima kasih kepada teman teman agribisnis 47
yang telah memberikan dukungan dan senyuman semangat. Terima kasih kepada
teman teman se-pembimbing yang telah memberikan semangatnya. Terima kasih
kepada teman
teman fasttrack yang telah memberikan dukungan dan motivasi
selama proses belajar di MSA 4. Terima kasih kepada kakak MSA 4 yang telah
memberikan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Putri Amalia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Komoditas Lele
Studi Empiris Mengenai Ikan Lele
Studi Empiris Mengenai Usahatani Ikan Lele
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Konsep Penerimaan Usahatani
Konsep Pengeluaran Usahatani
Konsep Pendapatan Usahatani
Imbangan Penerimaan dan Biaya
Kerangka Pemikiran Operasional
METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Pendapatan Ushatani
Analisis Uji Beda Chi Square
GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN
Wilayah, Topografi dan Demografi Desa Babakan
Gambaran Umum Demografis
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Gambaran Umum Bisnis Pembenihan Lele
Profil Kelompok UPR Jumbo Lestari

ix
x
x
1

1
5
6
6
7
7
7
8
8
10
10
10
13
13
13
15
15
18
18
18

18
19
19
20
22
22
23
23
23
23
24
25
25

Profil Kelompok Kubang Sejahtera
Karakteristik Pembenih Lele
Umur Pembenih Lele
Tingkat Pendidikan
Luas Lahan
Pengalaman Pembenih Lele

Padat Tebar
Gambaran Umum Budidaya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang
Analisis Penerimaan Pembenih Lele Dumbo dan Sangkuriang
Pengeluaran Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang
Biaya Tunai
Biaya Non Tunai (diperhitungkan)
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C rasio Pembenih
Lele Dumbo dengan Pembenih Lele Sangkuriang
Analisis Uji Beda Chi Square (X2)
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

25
26
26

26
27
28
28
29
34
34
34
35
36
38
39
43
44
44
45
46
48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Volume produksi perikanan Indonesia tahun 2008-2012 (ton)
Produksi perikanan budidaya kolam Indonesia 2009 2011 (ton)
Tujuh daerah penghasil ikan lele konsumsi terbesar di Indonesia
tahun 2011 (ton)
Perkembangan produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor
tahun 2008 2012
Produksi perikanan unit pembenihan tahun 2010-2011
Luas produksi pengelolaan usaha pembudidaya ikan (Ha)
Data jumlah pembudidaya ikan menurut skala usaha
Contoh perhitungan pendapatan usaha
Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciseeng,
Kabupaten Bogor
Jumlah penduduk berdasarkan usia
Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan
Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor
Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria usia di Desa Babakan
Presentase tingkat pendidikan responden petani Lele Dumbo di UPR
Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera
Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria luasan rata rata pembenihan
lele yang dimiliki tahun 2013
Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria pengalaman berusahatani
benih Dumbo dan Sangkuriang
Jumlah pembenih lele berdasarkan padat tebar
Hasil panen dan penerimaan tunai pada usahatani pembenihan lele Dumbo
dan Sangkuriang per hektar
Total biaya usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang per hektar
Komponen biaya tunai usahatani pembenihan lele Dumbo dan
Sangkuriang
Biaya non tunai usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang
Perbandingan R/C rasio pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang
Hasil uji beda chi square terhadap nilai R/C rasio usahatani pembenihan lele
Dumbo dan Sangkuriang

1
2
2
3
3
4
5
20
22
23
24
24
26
27
27
28
29
35
35
36
39
41
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Rencana tata waktu penelitian
Penerimaan penjualan
Biaya rata- rata pembenih lele
Biaya tenaga kerja
Biaya penyusutan
Karakteristik responden berdasarkan umur, luas lahan, tingkat
pendidikan, pengalaman dan padat tebar
R/C tunai dan total per responden
Tingkat mortalitas pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang
Panduan wawancara penelitian di pokdakan pembenihan lele

48
49
51
52
53
54
55
56
57

PENDAHULUAN

Latar Belakang
  
  
 r  y t r 

 t  
r syr t
y
 y t r 
 r t t r
t ()  
 r 
 st ru
y  ttpty
 
rt  r t
r t r   r t    p
 t   
( 
r 
u
t
 r    ) 
 r  
 
   
  tr ytu
r  t  p  y
 
r  y
  
  r  y
 r  
  pr 
t   
!


r   r  
"
  p

,+-)u

'()*(+)
01)+):;+p+)
+= 01r(;+)+)
.+tu
3= 01r(;+)+)
u
B22
Budidaya :
+= .+tu

 t  # $  %t&

5667
5668
5696
5699
5695
=99< A7=?>=>A6

9=?8

3.855.200

4.708.563

6.277.924

6.976.750

9.451.700

26.64

9=8AA=665 5=756=67> >==?>A
@@A=7>8
H= I++w999=
8A=A6<
87=76@
76=A7<
u 31rJ C121)tr(+) C1E+4u+)
I2
F+) 01r(;+)+) (569>)

@9=5>
9?=
55=66
97=8@
58=8A
9=90%, sedangkan lele dumbo hanya >80%. Nilai
Feeding Convertion Rate (FCR) lele sangkuriang sekitar 0.8 yang artinya untuk
menghasilkan 1 kg daging dibutuhkan 0.8 Kg pakan. Sementara, lele dumbo nilai

8

FCR nya lebih dari 1. Lele sangkuriang relatif lebih tahan terhadap penyakit,
karena sangkuriang mampu meredam serangan bakteri Trichodina sp, Aeromonas
hydrophilla, dan Ichthyopthirius sp. Sedangkan lele dumb lebih mudah mati
terserang penyakit.
Studi Empiris Mengenai Ikan Lele
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele memiliki kekhasan,
yakni mudah untuk dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan
harga relatif murah. Salah satu jenis ikan lele yang dibudidayakan petani adalah
ikan lele Sangkuriang (Clarias sp). Usaha pembenihan Lele Sangkuriang
merupakan usaha perikanan yang potensial mengingat banyaknya jumlah
pembudidaya pembesaran yang mulai kesulitan dalam mencari benih (tokolan)
Lele Sangkuriang bermutu baik (Fernando, 2011; Sutrisno, 2012).
Pembenihan ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor
dengan cara suntik memiliki nilai tukar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
cara alami yaitu sebesar 212,73 di bulan Maret dan April 2007. Nilai tukar ini
sudah memperhitungkan seluruh pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
pembudidaya benih ikan lele dumbo sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan secara garis besar
menggunakan cara suntik untuk memproduksi benih lele dikarenakan dapat
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan alami
(Anggraeni, 2008). Selain itu, Wibawa (2008) menyatakan bahwa kondisi usaha
pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng masih berada kondisi
Increasing Return to Scale sehingga secara finansial dapat disimpulkan bahwa
usaha pendederan ikan lele dumbo layak untuk dilaksanakan.
Akan tetapi, usaha pembenihan lele dumbo juga memiliki risiko produksi
diantaranya perubahan suhu ekstrim, kanibalisme, kesalahan pembudidaya dalam
seleksi induk, musim kemarau, serangan hama dan penyakit yang dapat memicu
kematian benih, kegagalan telur menetas dan penurunan produktivitas induk lele
dumbo dalam menghasilkan telur. Hal ini menyebabkan tingkat kelangsungan
hidup benih lele yang dibudidayakan masih relatif rendah (Finanda, 2011)
Usaha pembenihan lele di Sangkuriang Jaya menggunakan analisis
switching value skenario penurunan produksi 30% menyebabkan usahata tersebut
berada pada ambang bats kelayakan dengan hasil NPV sebesar 0.00, Net B/C 1,00
dan IRR 7% denga artian usaha pembenihan lele layak dan menguntungkan.
Berbeda halnya dengan usaha pembesaran ikan lele di Perusahaan Parakbada yang
merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan parameter seperti
penurunan harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan
yang didasarkan pada analisis switching value (Fernando, 2011; Sutrisno, 2012)
Studi Empiris Mengenai Usahatani Ikan Lele
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara
cara petani
menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor
faktor seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan
pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2011). Pendapatan usahatani

9

merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani.
Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda beda tergantung
dari jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan input
produksi, harga input, dan harga output.
Pendapatan usahatani dapat menganalisis struktur penerimaan dan biaya
dari usahatani dengan melihat karakteristik petani dari sisi skala usaha, produk
yang dihasilkan dan penerapan teknologi budidaya. Metode yang digunakan
dalam menganlisis pendapatan usahatani yaitu efisiensi usahatani, pendapatan
usahatani dan analisis regresi. Analisis data yang digunakan berupa kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kualitatif meliputi keragaan usahatani, sementara analisis
kualititatif meliputi analisis biaya, penerimaan dan R/C rasio. (Poetryani, 2011;
Guntur, 2011)
Komponen yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan
usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani
merupakan nilai produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga jualnya.
Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan diperhitungkan.
Penerimaan tunai merupakan penerimaan dari hasil penjualan produk usahatani
yang diterima langsung oleh petani. Penerimaan diperhitungkan merupakan
produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Guntur (2011) hanya
menghitung penerimaan tunai usahatani saja, tanpa menghitung penerimaan
diperhitungkan, karena hasil produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai
benih lele diperoleh dari jumlah produk benih yang dihasilkan dikalikan dengan
harga jualnya.
Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk
melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan
diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang benar
benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi
biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan dan sewa lahan yang
diperhitungkan (Guntur, 2011). Pengeluaran untuk biaya tunai memiliki
presentase yang terbesar terhadap total pengeluaran usahatani (Sutrisno, 2012)
Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka nilai
pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan diperoleh dari selisih antara
total penerimaan usahatani dengan total pengelauran usahatnai. Pendapatan
usahatnai terbagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan
atas biaya total. Hasil penelitian Guntur (2011) dan Sutrisno (2012) menunjukan
bahwa pendapatan atas biaya tunai rata rata petani memiliki angka positif dan
lebih dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani pembenihan ikan lele yang
dilakukan secara tunai menguntungkan.
Pendapatan usahatani yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari selaku
pembudidaya lele dumbo masih tergolong rendah dikarenakan biaya pembesaran
yang cukup tinggi, penggunaan input input produksi yang kurang efisien seperti
padat tebar benih yang terlalu banyak dan kurangnya pemberian pakan pelet dan
pakan tambahan. Hal ini berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh
pembudidaya ikan bawal air tawar yang memperoleh pendapatan usahatani rendah
dikarenakan rendahnya ketersedian benih berkualitas sehingga produksi yang
dihasilkan rendah (Brajamusti, 2008; Finanda, 2011)
Efisiensi pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan perhitungan R/C.
Nilai R/C merupakan perbandingan atanra nilai pendapatan yang diperoleh oleh

10

petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu
berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan, maka pendapatan yang diterima
lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas biaya tunai
dan R/C atas biaya total. Penelitian Guntur (2011) menunjukan nilai R/C untuk
usahatani pembenihan lele atas biaya tunai dan biaya total lebih dari 1,
menandakan bahwa usahatani pembenihan lele menguntungkan untuk diusahakan.
Analisis pendapatan usahatani tidak hanya dilihat dari pendapatan
usahataninya saja, namun juga perlu memperhatikan teknik budidaya yang
dilakukan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kegiatan budidaya
pembenihan lele banyak mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan faktor
produksi yang diperoleh petani masih dibawah produksi potensial yang
seharusnya dicapai.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Konsep Usahatani
Ilmu usahatani ialah ilmu yang mempelajari bagaimana sistem organisasi
produksi di lapangan pertanian dalam mengorganisasikan, mengkoordinasikan,
dan mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu dengan unsur unsur
pokok usahatani adalah lahan, kerja, modal dan pengelolaan (Rahim dan Hastuti,
2008; Soekartawi, 2002)
Soekartawi (2006) memaparkan bahwa suatu usahatani dapat digambarkan
lebih rinci sebagai berikut:
1. Pada setiap usahatani, akan selalu menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk
yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat
diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan
tempat keluarga tani bermukim.
2. Pada usahatani juga akan dijumpai bangunan
bangunan, seperti : rumah
tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau
pompa air, dan pagar. Alat - alat pertanian, seperti bajak, cangkul, garpu,
perang, sprayer, dan traktor. Sarana produksi (input), seperti : benih atau bibit,
pupuk, obat obatan dan penyakit.
3. Pada usahatani terdapat keluarga tani yang terdiri dari petani, istri, dan anak
anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu dan pembantu. Semua
merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan.
4. Petani sendiri, selain menjadi tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengella atau
manager, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan usahatani.
Hernanto (1996) menyatakan bahwa terdapat empat unsur pokok yang
selalu ada pada suatu usahatani. Unsur tersebut dikeal dengan istilah lain yaitu
faktor faktor produksi usahatani. Faktor faktor produksi tersebut yaitu:

11

1. Tanah
Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan
tempat usahatani secara keseluruhan dilakukan, yang tidak dapat diperbanyak,
tidak dapat dipindah-pindahkan, serta dapat diperjualbelikan atau
dipindahtangankan. Faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya,
yaitu curah hujan, sinat matahari, angin dan sebagainya (Suratiyah 2011).
Tanah usahatani dapat berupa sawah, pekarangan dan tegalan. Tanah dalam
usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, sewa, sakap, pemberian
negara, warisan, wakaf atau dengan membuka lahan sendiri. Penggunaan tanah
pun dapat dilakukan secara monokultur maupun tumpangsari (Hernanto, 1996)
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk
menghasilkan suatu produk (Shinta 2011). Tenaga kerja dalam usahatani
dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik. Tenaga kerja
manusia dibedakan atas pria, perempuan dan anak
anak. Tenaga kerja
usahatani dapat berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga, yang
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja, kesehatan,
kecakapan (pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman), dan keadaan
lingkungannya (Suratiyah 2011). Satuan kerja diperlukan untuk mengukur
efisiensi, yaitu jumlah pekerjaan produktif yang berhasil diselesaikan oleh
seorang pekerja. Untuk satu hari umumnya diperhitungkan delapan jam kerja
(Hernanto, 1996)
3. Modal
Modal dapat digunakan untuk membeli sarana produksi serta untuk membiayai
pengelolaan usahatani. Modal dalam usahatani adalah : (a) Tanah, (b)
Bangunan bangunan, (c) Alat alat pertanian, (d) Tanaman, ternak dan ikan
di kolam, (e) Sarana Produksi, (f) Piutang di Bank, dan (g) uang Tunai.
Menurut sifatnya, modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap (tanah
bangunan) dan modal bergerak (alat alat, bahan, uang tunai, dan lain-lain).
Nilai dari modal tetap menyusut berdasarkan jenis dan waktu, sedangkan
modal bergerak dianggap habis dalam satu periode produksi. Sumber
pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman atau kredit,
hadiah warisan, diperoleh dari usaha lain atau kontrak sewa (Hernanto 1996)
4. Manajemen (pengelolaan)
Pengelolaan usahatani yaitu kemampuan petani dalam menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor
faktor produksi yang
dikuasainya sebaik baiknya dan mampu memberikan tingkat produksi yang
diharapkan. Ukuran keberhasilan pengelolaan adalah produktifitas dari setiap
faktor maupun produktifitas dari usahanya. Terdapat dua prinsip agar
pengelolaan dapat berhasil yaitu prinsip teknis dan ekonomis. Prnsip teknis
meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) Perkembangan
Teknologi; (c) Tingkat teknologi ang dikuasai; (d) Daya dukung faktor yang
dikuasaim dan (e) Cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan
pengalaman orang lain. Sementara, prinsip ekonomis meliputi: (a) Penentuan
perkembangan harga; (b) Kombinasi cabang usaha; (c) Pemasaran hasil; (d)
Pembiayaan usahatani; (e) Penggolongan modal dan pendapatan, serta (f)
Ukuran ukuran keberhasilan yang lazim (Hernanto 1996)

12

Adapun tipe unsur yang mempunyai kedudukan yang sama penting dalam
usahatani dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Usahatani di Indonesia dapat
diketahui dengan ciri ciri sebagai berikut (Soekartawi, et al, 1986) :
1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani
2. Kurangnya modal
3. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis
4. Rendahnya pendapatan petani
Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, tegalan, sawah, dan sebagainya
yang diperoleh dengan cara membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap.
Sedangkan tenaga kerja berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan
luar keluarga. Kebutuhan kerja untuk usahatani antara lain untuk membuat
persemaian, mengolah lahan, mencangkul, menanam, menyiangi, memupuk,
memelihara, memungut hasil dan sebagainya. Perbedaan kebutuhan kerja tersebut
menyebabkan perlunya faktor konversi yang disetarakan berdasakan hari kerja.
Sementara modal merupakan unsur lain yang dibutuhkan dalam kegiatan
usahatani untuk kelancaran kegiatan. (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja,
1983).
Adapun beberapa kendala yang dapat mempengaruhi produksi usahatani yaitu
intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari kuantitas dan kualitas seperti lahan,
tenaga kerja, dan modal. Sementara ekstern seperti pasar, tingkat harga produksi
sampai pada hasil, tenaga kerja buruh dan sumber kredit, informasi teknologi
mutakhir dan kebijaksanaan pemerintah yang menunjang.
Berdasarkan sudut pandang cara pengusahaan unsur unsur produksi dan
pengelolaan, usahatani dapat dibedakan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti,
2008) :
1. Usahatani perorangan (individual farm) dimana faktor produksi dimiliki oleh
perorangan dengan kelebihan dapat bebas mengembangkan kreasinya, namun
kelemahannya kurang efektif.
2. Usahatani kolektif (collective farm) dimana faktor produksi dikuasai oleh
kelompok dengan hasilnya dibagi kepada anggota kelompoknya
3. Usahatani kooperatif (cooperative farm) yang merupakan bentuk peralihan dari
usahatani perseorangan ke usahatani kolektif dengan faktor produksi dikuasai
oleh kelompok dan kegiatan dilakukan bersama sama.
Berdasarkan polanya, usahatani dibedakan menjadi khusus, tidak khusus,
dan campuran yang dilihat dari cabang dan batasan usahatani. Pola khusus dimana
usahataninya hanya memiliki satu cabang, sementara pola tidak khusus dimana
usahatani yang dijalankan memiliki dua atau lebih cabang usahatani dengan batas
tegas. Berbeda halnya dengan pola campuran yang memiliki dua atau lebih
cabang usahatani dengan batas tidak tegas.
Berdasarkan sifat dan coraknya, usahatani dibedakan menjadi subsisten dan
komersil. Hasil panen yang digunakan untuk kebutuhan petani atau keluarganya
sendiri tanpa melalui peredaran uang disebut sebagai usahatani subsisten.
Sementara usahatani komersil yaitu keseluruhan panen dijual ke pasar atau
melalui perantara maupun langsung ke konsumen.
Usahatani pertanian merupakan jenis komoditas yang ditanam atau
diusahakan, misalnya usahtani tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perikanan.

13

Konsep Penerimaan Usahatani
Menurut Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan total
didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu,
baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan usahatani yaitu nilai
produk usahatani dalam jangka waktu tertentu yang berasal dari hasil kali produk
dengan harga jual. Penerimaan usahatani terbagi menjadi dua yaitu penerimaan
tunai dan tidak tunai.
Penerimaan tunai yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan pokok
usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk yang
tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset
petani sehingga tidak memberika hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai tidak
mencakup pinjaman uang yang diperlukan untuk keperluan usahatani dan tidak
mencakup yang berbentuk benda. Oleh karena itu, nilai produk usahatani yang
dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai. Sumber penerimaan
usahatani diperoleh dari pendapatan hasil, nilai hasil yang dikonsumsi keluarga,
menyewakan, dan penjualan unsur
unsur produksi, subsidi pemerintah dan
penambahan nilai inventarisasi (Hernanto 1996)
Konsep Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai
atau dikeluarkan di dalam produksi. Menurut Soekartawi (2002) Biaya usahatani
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Biaya tunai yang terdiri dari biaya tetap
dan variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya
produksi seperti pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat
alat bangunan
pertanian dan bunga pinjaman. Biaya variabel yang berhubungan langsung
dengan jumlah produksi yaitu pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat obatan dan
biaya tenaga kerja. Biaya tetap dan variabel merupakan bentuk struktur biaya
usahatani. Biaya tunai pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu benih
(ekor), pakan (sak), pupuk (kg), obat obatan, tenaga kerja luar keluarga (HOK).
Biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai yaitu pengeluaran secara tidak
tunai oleh petani berupa faktor produksi yang digunakan oleh petani tanpa
mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik
sendiri yang digunakan untuk mengelola pembenihan lele, penggunaan tenaga
kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana
produksi investasi. Menurut Hernanto (1996) biaya tidak tunai digunakan untuk
melihat manajemen suatu usahatani. Penyusutan nilai untuk alat pertanian yang
digunakan juga termasuk kedalam pengeluaran tidak tunai. Nilai penyusutan
diperoleh dari metode garis lurus (biaya penyusutan setiap tahun relatif sama
hingga habis umur ekonomis). Metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa nol.
Konsep Pendapatan Usahatani
Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam mengelola usaha dapat
dijadikan indikator dari berhasilnya suatu usaha. Penerimaan usahatani berupa
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
tidak, sementara pengeluaran atau biaya usahatani yaitu nilai penggunaan sarana
produksi dan lainnya yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya
usahatani berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Penerimaan, biaya
usahatani dan pendapatan merupakan tiga variabel yang dianalisis dalam

14

usahatani yang dapat dianalisis dengan anggaran arus uang tunai (Soekartawi et
al, 1986).
Beberapa cara yang dapat digunakan dalam mengukur pendapatan usahatani
melalui pendapatan bersih usahatani untuk mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani, penggunaan faktor
faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau pinjaman yang dininvestasikan dan pendapatan tunai
usahatani. Pendapatan bersih diperoleh dari penerimaan kotor berupa nilai produk
total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang dijual ataupun tidak dikurangi
dengan pengeluaran total usahatani berupa nilai semua masukan yang habis
terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Sementara pendapatan tunai
usahatani yaitu penerimaan tunai usahatani berupa nilai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani dikurangi dengan pengeluaran tunai usahani berupa
jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Analisis
Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran
(Soekartawi, et al, 1986) yaitu:
Perhitungan pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaaan
matematika sebagai berikut :
Itunai
Itotal

= NP
= NP

BT
(BT+BD)

Keterangan :
Itunai = Tingkat pendapatan bersih tunai
Itotal = Tingkat pendapatan bersih total
NP
= Nilai Produk dan Nilai Diperhitungkan, merupakan hasil
perkalian jumlah output dengan harga
BT
= Biaya Tunai (pakan (sak), pupuk(kg), obat obatan (sachet),
tenaga kerja luar keluarga (HOK))
BD
= Biaya diperhitungkan (Penyusutan, sewa lahan dan tenaga
kerja keluarga)
Biaya penyusutan berupa kolam ataupun alat-alat pembenihan dihitung dengan
membagi nilai pembelian dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur
ekonomisnya. Metode yang digunakan menggunakan metode garis lurus. Rumus
dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:

Keterangan :
Nb = Nilai pembelian
Ns = Nilai sisa
N = Umur ekonomis

15

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)
Perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya yang merupakan
keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial
disebut sebagai R/C ratio dimana
pendapatan yang besar tidak selalu
menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa pendapatan selalu
diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah
penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan atau Revenue Cost Ratio. Apabila R/C
rasio > 1 menyebabkan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan, R/C rasio <
1 menunjukan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari
penerimaan yang diperoleh. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan
perbandingan antara nilai output dan inputnya Rumus analisis imbangan
penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2002;
Sumiyati, 2006):
R/C rasio atas biaya tunai
= TR / biaya tunai
R/C rasio atas biaya total
= TR / TC
Terdapat beberapa kriteria yang dapat ditunjukan dari hasil analisis R/C rasio,
kriteria tersebut menunjukan tingkat keuntungan dari usahatani yang dilakukan,
diantaranya:
a. R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan, karena setiap rupiah biaya
yang dikeluarakan akan menghasilkan penerimaan sebesar lebih dari satu
rupiah.
b. R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap satu rupiah
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah.
c. R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan karena setiap
satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar
kurang dari satu rupiah.
Penilaian kelayakan tidak hanya dilihat dari nilai R/C rasio akan tetapi juga dilihat
dari lamanya periode usaha berlangsung. Nilai R/C rasio lebih dari satu misalnya
saja 1,5 dengan periode 1 bulan lebih menguntungkan dibandingkan dengan R/C
rasio 1,5 untuk 3 bulan. Hal ini dikarenakan pada periode 1 bulan, keuntungan
yang diperoleh sebesar 0,5 atau 50%, sementara pada periode 3 bulan keuntungan
yang diperoleh sebesar 0,167 atau 16,7% yang menyebabkan periode 1 bulan
lebih menguntungkan. Sehingga dapat dikatakan lamanya periode usaha juga
mempengaruhi kelayakan usaha.
Kerangka Operasional
Penelitian mengenai analisis usahatani pembenihan lele dumbo dan
sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Desa Babakan
memiliki potensi pengembangan pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yang
dapat dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan kondisi sosial masyarakat
yang mayoritas petani ikan lele.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani yang
merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan usahatani ini
meliputi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan usahatani diperoleh
dari mengurangkan penerimaan usahatani pembenihan lele dumbo dan

16

sangkuriang yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali jumlah fisik
output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahtani meliputi biaya sarana
produksi yang habis terpakai, biaya penyusutan alat alat produksi, biaya tenaga
kerja dan lainnya.
Desa Babakan mempunyai dua Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan)
yang membudidayakan kedua varietas tersebut. UPR (Unit Pembenihan Rakyat)
Jumbo Lestari dengan varietas dumbo, sementara Kubang Sejahtera dengan
varietas sangkuriang. Tidak hanya berbeda dari sisi varietas, akan tetapi juga dari
sisi letak wilayahnya. Wilayah UPR Jumbo Lestari yang berada di hulu sungai,
sementara Kubang Sejahtera berada di hilir sungai Desa Babakan