Analisis resiko produksi pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari Gunung Sindur Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI

PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI

CV JUMBO BINTANG LESTARI GUNUNGSINDUR

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

TITISARI DEWIAJI H 34086092

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ABSTRAK

TITISARI DEWIAJI. Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di CV Jumbo Bintang Lestari Gunungsindur Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di Bawah Bimbingan POPONG NURHAYATI)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi besar dalam sektor perikanan. Secara nasional, sektor perikanan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap nilai PDB. Peningkatan rata-rata sektor perikanan dalam kontribusinya terhadap PDB nasional merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan. Sektor perikanan terbagi menjadi dua yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Salah satu komoditas yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia adalah lele dumbo. Di Kabupaten Bogor, komoditas lele dumbo merupakan komoditas andalan dibandingkan dengan komoditas perikanan lainnya karena tingginya produksi ikan lele di wilayah tersebut. Salah satu unit usaha yang membudidayakan ikan lele dumbo adalah CV Jumbo Bintang lestari. Pada saat ini permasalahan yang dihadapi oleh CV Jumbo Bintang Lestari adalah jumlah produksi yang dihasilkan belum mampu memenuhi jumlah permintaan yang ada. Hal ini dikarenakan adanya kejadian-kejadian merugikan yang merupakan sumber risiko dalam proses budidayanya. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya suatu analisis yang dapat menggambarkan risiko yang dihadapi perusahaan yaitu dengan cara mengidentifikasi sumber risiko, menganalisis probabilitas dan dampak risiko, pemetaan risiko, dan strategi yang digunakan untuk menangani risiko tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh CV Jumbo Bintang Lestari, menganalisis sumber-sumber risiko produksi, dan menganalisis strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi pada kegiatan pembesaran ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari.

Penelitian ini dilakukan di Desa Cibinong, Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dengan responden yang berasal dari pihak internal dan dipilih secara purposive. Analisis yang dilakukan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif meliputi gambaran umum perusahaan, proses pembesaran ikan lele dumbo, identifikasi sumber-sumber risiko, dan penanganan risiko. Analisis kuantitatif meliputi analisis probabilitas dengan metode nilai standar atau z-score dan analisis dampak dengan metode Value at Risk (VaR).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sumber-sumber risiko produksi yang terdapat di CV Jumbo Bintang Lestari meliputi kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit, cuaca, dan sumber daya manusia. Hasil analisis probabilitas dengan menggunakan metode nilai standar secara keseluruhan didapat angka 0,352 yang artinya kemungkinan CV Jumbo Bintang Lestari untuk memproduksi lele dumbo konsumsi lebih dari produksi normal, yaitu 20.901,71 kilogram adalah 0,352 atau 35,2 persen. Sedangkan hasil dari analisis dampak risiko dengan metode VaR didapat hasil Rp. 24.965.886,00, yang artinya CV Jumbo Bintang Lestari bisa yakin 95 persen bahwa perusahaan tidak akan menderita kerugian akibat kurangnya jumlah produksi ikan lele dari


(3)

jumlah normal melebihi Rp. 24.965.886,00. Namun, ada kemungkinan 5 persen CV Jumbo Bintang Lestari menderita kerugian lebih besar dari Rp. 24.965.886,00.

Hasil pemetaan dari masing-masing sumber risiko, diketahui bahwa kualitas dan pasokan benih termasuk dalam kuadran I yaitu dengan probabilitas dan dampak yang besar. Kualitas pakan dan penyakit termasuk dalam kuadran II yaitu dengan probabilitas yang kecil namun berdampak besar. Sumber risiko mortalitas dan sumber daya manusia termasuk ke dalam kuadran III dengan probabilitas besar dan dampak kerugian yang kecil. Dengan demikian, strategi penanganan untuk masing-masing sumber risiko dapat diketahui. Strategi preventif dilakukan untuk mengatasi risiko yang memiliki probabilitas besar yaitu sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan kuadran III. Adapun strategi preventif yang dilakukan yaitu produksi benih ikan lele dumbo, pengawasan produksi benih ikan bagi petani mitra, optimalisasi produksi benih, persiapan kolam, pemberian probiotik, pemberian vitamin, penanganan benih tebar, peningkatan keamanan lokasi budidaya. Strategi mitigasi dilakukan untuk mengatasi risiko yang memiliki dampak besar yaitu sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan kuadran II. Strategi mitigasi yang dilakukan yaitu menjalin kemitraan dengan pembudidaya benih ikan lele dumbo, sistem kontrak dengan petani pembenihan, melakukan pengukuran sampel ikan secara berkala, diversifikasi geografis, dan kerjasama dengan supplier pakan.


(4)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI

PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI

CV JUMBO BINTANG LESTARI GUNUNGSINDUR

KABUPATEN BOGOR

TITISARI DEWIAJI H 34086092

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari Gunungsindur Kabupaten Bogor

Nama : Titisari Dewiaji NIM : H34086092

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Popong Nurhayati, MM NIP. 19670211 199203 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari Gunungsindur Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Titisari Dewiaji H34086092


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Agustus 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Mujiono dan Ibunda Sri Purnama Dewi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Polisi I Bogor pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 4 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 5 Bogor diselesaikan pada tahun 2005.

Penulis melanjutkan studi pada program diploma III Institut Pertanian Bogor jurusan Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil lulus pada tahun 2008. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen evaluator pada saat kolokium dan sebagai dosen penguji utama pada saat sdang yang telah memberikan masukan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dra. Yusalina, MS sebagai dosen penguji komisi akademik yang telah memberikan berbagai saran dan masukan untuk penulis yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus IPB yang telah banyak memberikan ilmu, bantuan dan dukungannya selama ini.

5. Bapak Aken Hafian dan Pak Wen selaku pemilik dan manajer produksi di CV Jumbo Bintang Lestari atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

6. Kedua orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap doa dan dukungan yang diberikan dengan kesabaran dan kasih sayang. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

7. Yuni Fitri Purwanti yang telah bersedia menjadi pembahas dan memberikan banyak masukan dan saran dalam seminar hasil penelitian. 8. Rekan-rekan Ekstensi Agribisnis angkatan V atas kebersamaannya selama

ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Maret 2011


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari Gunungsindur Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko pada usaha budidaya pembesaran ikan lele, sumber-sumber risiko produksi dan strategi dalam mengatasi risiko yang dihadapi oleh CV Jumbo Bintang Lestari.

Bogor, Maret 2011 Titisari Dewiaji


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ...

1.1Latar Belakang ... 1.2Perumusan Masalah ... 1.3Tujuan Penelitian ... 1.4Manfaat Penelitian ... II. TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Karakteristik Ikan Lele ... 2.2 Penelitian Terdahulu ... III.KERANGKA PEMIKIRAN ...

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis ... 3.1.1 Konsep Risiko ... 3.1.2 Sumber-sumber Risiko ... 3.1.3 Manajemen Risiko ... 3.1.4 Pengukuran Risiko ... 3.1.5 Teknik Pemetaan ... 3.1.6 Konsep Penanganan Risiko ... 3.2Kerangka Pemikiran Operasional ... IV.METODE PENELITIAN ...

4.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 4.2Jenis dan Sumber data ... 4.3Metode Pengumpulan Data ... 4.4Metode Pengolahan dan Analisis Data ...

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 4.4.2 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko

(Probabilitas) ... 4.4.3 Pengukuran Dampak Risiko ... 4.4.4 Pemetaan Risiko ... 4.4.5 Penanganan Risiko ... V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 5.1 Profil CV Jumbo Bintang Lestari ... 5.2 Struktur Organisasi CV Jumbo Bintang Lestari ... 5.3 Lokasi dan Fasilitas ... 5.4 Kegiatan Produksi Ikan Lele Dumbo ... 5.4.1 Persiapan Kolam ... 5.4.2 Penebaran Benih ... 5.4.3 Pengelolaan Pakan ... 5.4.4 Pengelolaan Kualitas Air ... 5.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit ...

Halaman i ii iii 1 1 8 11 11 12 12 14 21 21 21 24 24 27 28 29 31 35 35 35 35 36 36 36 38 39 40 42 42 43 43 44 44 45 45 46 46


(11)

5.4.6 Panen ... 5.4.7 Pemasaran ... VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6.1 Sumber-Sumber Risiko Pada Usaha Pembesaran Ikan Lele

Dumbo ... 6.2 Penanganan Risiko Produksi CV Jumbo Bintang Lestari ... 6.3 Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko Produksi ... 6.4 Analisis Dampak Risiko Produksi ... 6.5 Pemetaan Sumber Risiko ... 6.6 Alternatif Strategi Penanganan Risiko di CV Jumbo

Bintang Lestari ... VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

47 47 48 48 56 61 63 65 67 75 77 79


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2004-2008 ... Perkembangan Produksi Ikan Indonesia Tahun 2004-2007 ... Produksi Ikan Konsumsi Budidaya dalam Kolam di Jawa Barat Tahun 2004-2009 ... Produksi Ikan Lele Konsumsi Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2005-2009 ... Produksi Ikan Konsumsi Budidaya dalam Kolam di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2009 ... Jumlah Produksi Ikan Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2009 ... Rata-rata Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2010 ... Kandungan Nutrisi Pakan Ikan Lele ... Kualitas Air Yang Memenuhi Persyaratan untuk Budidaya Lele ... Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Lele Dumbo dan Lele Lokal .... Kandungan Nutrisi Pakan Buatan (Pelet) di CV Jumbo Bintang Lestari ... Sumber-sumber Risiko Produksi di CV Jumbo Bintang Lestari ... Rata-Rata Derajat Kematian (Mortality Rate) Ikan Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2010 ... Nilai FCR (Feed Conversion Rate) di CV Jumbo Bintang Lestari Pada Tahun 2010 ... Pengukuran Suhu dan pH Air di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2009-2010 ... Hasil Analisis Probabilitas Risiko CV Jumbo Bintang Lestari ... Hasil Analisis Dampak Risiko CV Jumbo Bintang Lestari ...

Halaman 1 2 4 5 6 7 10 13 13 14 45 48 50 52 55 62 64


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12

Hubungan Risiko dengan Return ... Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan ... Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ... Kerangka Pemikiran Operasional ... Peta Risiko ... Penghindaran Risiko (Strategi Preventif) ... Mitigasi Risiko ... Struktur Organisasi CV Jumbo Bintang Lestari ... Grafik Perkembangan Survival Rate Pembesaran Ikan Lele Dumbo Di CV Jumbo Bintang Lestari ... Peta Hasil Identifikasi Sumber Risiko ... Strategi Preventif Risiko CV Jumbo Bintang Lestari ... Strategi Mitigasi Risiko CV Jumbo Bintang Lestari ...

Halaman 22 23 25 34 39 40 41 43 61 66 72 73


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 2 3

Kekurangan Produksi Di CV Jumbo Bintang Lestari ... Peta Lokasi Gunungsindur Kabupaten Bogor ... Dokumentasi CV Jumbo Bintang Lestari ...

Halaman 80 81 82


(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Luas perairan Indonesia yang melebihi luas daratannya menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Sebagai negara maritim, sektor perikanan memegang peranan penting dalam meningkatkan ekonomi masyarakat, perdagangan maupun penyerapan tenaga kerja. Bahkan secara nasional sektor perikanan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (DKP, 2008). Nilai PDB nasional untuk sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2004-2008

Lapangan Usaha

Nilai PDB (dalam Rp Milyar) Rata-rata Perubahan

(%/tahun) 2004 2005 2006 2007 2008

Tanaman Bahan Makanan

165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 347.841,7 20,65 Tanaman

Perkebunan 49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.595,5 106.186,4 21,23 Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.835,4 19,83 Kehutanan 20.290,0 22.561,8 30.065,7 35.883,7 39.992,1 18,81 Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 136.435,8 27,05 Total 329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.592,6 713.291,4 21,58 Sumber : BPS (2009), diolah

Berdasarkan data pada Tabel 1, sektor perikanan mengalami peningkatan rata-rata per tahun paling tinggi bila dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan yaitu dengan nilai 27,05 persen. Sedangkan nilai rata-rata perubahan yang paling rendah yaitu pada sektor kehutanan yang hanya mencapai 18,81 persen per tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki prospek yang baik di masa mendatang sehingga dapat menjadi andalan untuk kemajuan perekonomian Indonesia.


(16)

Sektor perikanan dibagi menjadi dua yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan tangkap umumnya merupakan kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan dengan menangkap ikan di perairan dengan menggunakan berbagai alat dan metode. Sebagian besar ikan yang ditangkap di perairan Indonesia yaitu bersumber dari ikan laut. Hal ini apabila dilakukan secara terus menerus dan dengan cara-cara yang tidak diizinkan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem laut sehingga dapat mengurangi populasi ikan yang dapat berimplikasi terhadap penurunan pendapatan nelayan.

Menurut data dari DKP (2008), dari tahun 2004 hingga tahun 2007 produksi ikan terutama perikanan budidaya di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada sektor perikanan budidaya rata-rata peningkatan produksi dari tahun 2004-2007 yaitu sebesar 28,82 persen per tahun, sedangkan perikanan tangkap lebih rendah 26,79 persen yaitu hanya 2,03 persen per tahunnya. Adapun angka konsumsi ikan nasional pada tahun 2008 adalah sebesar 28 kg per kapita per tahun, meningkat dibandingkan tahun 2007 sebesar 26,03 kg per kapita per tahun. Di tahun 2009 dan 2010, masing-masing tingkat konsumsi ikan ditargetkan sebesar 30,16 kg dan 30,89 kg per kapita per tahun1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perikanan budidaya memiliki peluang yang lebih tinggi dalam menghasilkan produk perikanan dibandingkan dengan perikanan tangkap yang perkembangannya relatif lambat. Jumlah produksi ikan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Perkembangan Produksi Ikan Indonesia Tahun 2004-2007

Jenis Produksi

(Ton) 2004 2005 2006 2007

Rata-rata perubahan (%/tahun) Budidaya 1.468.610 2.163.674 2.682.596 3.088.800 28,82 Penangkapan 4.651.121 4.705.868 4.769.160 4.940.000 2,03 Total 6.119.731 6.869.542 7.451.756 8.028.800 9,49 Sumber : DKP (2008), diolah

Tingginya peluang dalam perikanan budidaya menyebabkan banyak masyarakat mulai tertarik pada sektor ini. Menurut Effendi (2004), perikanan

1


(17)

budidaya berdasarkan sumber air dibagi menjadi tiga yaitu budidaya air tawar (freshwater culture), budidaya air payau (brackishwater culture), dan budidaya laut (mariculture). Budidaya air tawar dilakukan dengan menggunakan sumber air dari perairan tawar, sedangkan budidaya air payau dan marikultur masing-masing menggunakan air payau dan laut sebagai sumber airnya. Berdasarkan hal tersebut, budidaya air tawar umumnya dilakukan di daratan, baik dataran erndah maupun dataran tinggi. Budidaya air payau dilakukan di dataran sekitar pantai, muara sungai, atau rawa payau. Budidaya laut dilakukan di perairan laut yang terlindung dari ombak dan badai seperti teluk, selat, dan perairan dangkal yang terlindung.

Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki potensi untuk pengembangan dalam sektor perikanan budidaya. Berdasarkan data dari BPS (2009), pada tahun 2007 Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang paling tinggi menghasilkan ikan budidaya yaitu sebesar 118.162 ton. Sementara itu total produksi ikan budidaya untuk Pulau Jawa pada tahun yang sama yaitu sebesar 210.921 ton, sehingga Jawa Barat berkontribusi terhadap produksi ikan budidaya di Pulau Jawa sebesar 56 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki potensi yang lebih tinggi untuk dikembangkan lebih lanjut dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Pulau Jawa.

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut Sumber Daya Air, Sumber Daya Alam dan pemanfaatan lahan, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Pesisir dan Laut, serta Sumber Daya Perekonomian. Menurut data tahun 2005 propinsi Jawa Barat kini memiliki 16 Kabupaten dan 9 Kota dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2003 yaitu sebesar 38.059.540 jiwa2. Besarnya jumlah penduduk di Jawa Barat dapat dijadikan sebagai peluang karena dengan tingkat populasi yang tinggi maka tingkat konsumsi masyarakatnya pun semakin tinggi. Jawa Barat beriklim tropis dengan suhu berkisar antara 9oC-34oC dengan curah hujan berkisar antara 2.000 sampai 5.000 milimeter per tahun.

2

www.indonesia.go.id. Portal Nasional Republik Indonesia, Profil Daerah Jawa Barat.


(18)

Jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Jawa Barat diantaranya yaitu ikan mas, nila, mujair, nilem, gurame, tawes, tambakan, bawal, lele, dan patin. Ikan lele merupakan salah satu ikan andalan dalam produksi ikan konsumsi dari Jawa Barat. Data produksi ikan konsumsi budidaya dalam kolam di Jawa Barat tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Ikan Konsumsi Budidaya dalam Kolam di Jawa Barat Tahun 2004-2009

Jenis Ikan

Produksi (Ton) Perubahan Rata-Rata (%/tahun) 2005 2006 2007 2008 2009

Mas 32.928,6 26.729 26.130,5 32.983 30.852,4 -0,33 Nila 24.913,3 27.425,3 28.817,3 26.963,2 31.471,8 6,36 Mujair 4.445,2 2.986,8 3.843,9 3.435 3.643,3 -2,17 Nilem 12.685,7 11.839,7 12.802,1 13.413,4 11.413,2 -2,71 Gurame 4.114,6 5.917,8 9.561 8.751 10.004 27,81 Tawes 5.267,6 6.536,7 4.678 7.220,1 4.883 4,41 Tambakan 2.793,1 2.849,3 2.849,3 3.099,6 2.722,1 0,06 Bawal 422,4 1.427,2 1.847,5 1.453,7 1.018,8 54,02 Lele 16.379,2 23.627 26.233 31.167,5 47.190 31,38 Patin 1.036,6 918,2 1.280,8 1.738,6 1.154,3 7,55 Total 104.986,30 110.257,00 118.043,40 130.225,10 144.352,90

Sumber : DKP Provinsi Jawa Barat (2010), diolah

Berdasarkan Tabel 3 rata-rata perubahan produksi ikan konsumsi di Jawa Barat per tahunnya yang paling tinggi yaitu produksi ikan bawal yang mencapai 54 persen. Produksi budidaya ikan lele berada pada urutan kedua yaitu sebesar 31 persen. Rata-rata perubahan yang paling kecil yaitu pada produksi ikan nilem yaitu -2,71 persen per tahun yang berarti pada produksi ikan tersebut mengalami penurunan. Total produksi yang paling tinggi yaitu pada komoditas ikan mas yang mencapai rata-rata 29.924,7 ton per tahun. Komoditas ikan lele berada pada urutan kedua yaitu sebesar 28.919,34 ton per tahun. Rata-rata produksi paling rendah yaitu pada komoditas ikan patin yang hanya mencapai 1.225,7 ton per tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komoditas ikan lele cukup menjadi andalan dalam produksi perikanan budidaya di Jawa Barat.

Jawa Barat memiliki beberapa Kota dan Kabupaten yang dijadikan sebagai sentra budidaya ikan lele karena besarnya produksi dalam menghasilkan komoditas tersebut. Beberapa Kota dan Kabupaten tersebut diantaranya yaitu Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten


(19)

Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya, dan Kota Bogor. Produksi Ikan Lele Konsumsi menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Ikan Lele Konsumsi Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2005-2009

Kabupaten/Kota

Produksi (Ton) Perubahan Rata-Rata (%/tahun) 2005 2006 2007 2008 2009

Kab. Ciamis 693,35 700,63 418,32 435,99 1.062,82 27,19 Kab. Cianjur 1.284 1.232,1 1.248,36 760,19 247,53 -27,32 Kab. Sukabumi 482,51 648,04 699,89 592,55 374,08 -2,47 Kab. Karawang 803,8 467,4 440 647,2 784,56 5,15 Kab. Indramayu 8.317,9 8.750,66 10.796,6 13.270,79 17.093,47 20,08 Kab. Cirebon 258,5 244,5 286,7 450,9 447,9 17,11 Kab. Bogor 452,1 6.469 6.355 8.143 18.312,86 370,54 Kab. Bandung 555,76 363,46 570,98 896,15 1.065,56 24,59 Kota

Tasikmalaya 218,22 425,43 410,56 519,05 565,88 31,73 Kota Bogor 38,72 340,35 307,68 226,62 470,37 212,65 Total 13.104,86 19.641,57 21.534,09 25.942,44 40.425,03

Sumber : DKP Provinsi Jawa Barat (2010), diolah

Berdasarkan Tabel 4, persentase rata-rata perubahan Kabupaten Bogor merupakan yang paling tinggi yaitu dengan rata-rata perubahan sebesar 370,5 persen per tahun. Persentase rata-rata perubahan yang paling rendah yaitu berasal dari kabupaten Cianjur sebesar -27,3 persen per tahun, hal ini karena produksi ikan lele konsumsi pada daerah tersebut terus mengalami penurunan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Sementara itu, rata-rata total produksi ikan lele konsumsi paling tinggi dihasilkan dari Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 1.1645,9 ton per tahun, sedangkan Kabupaten Bogor berada diurutan kedua yaitu dengan rata-rata produksi sebesar 7.946,4 per tahun. Produksi ikan lele konsumsi paling rendah berasal dari Kota Bogor dengan rata-rata produksi yang hanya mencapai 276,7 ton per tahunnya.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kota penghasil ikan konsumsi yang cukup tinggi di Jawa Barat. Beberapa ikan konsumsi air tawar yang umumnya dibudidayakan oleh masyarakat yaitu ikan mas, ikan bawal, ikan


(20)

mujair, ikan lele, ikan nila, ikan gurame dan lain sebagainya. Jumlah produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi Ikan Konsumsi Budidaya dalam Kolam di Kabupaten Bogor

Tahun 2005-2009 Jenis Ikan

Tahun (Ton) Perubahan

Rata-Rata (%/tahun) 2005 2006 2007 2008 2009

Mas 834,48 3.411 2.903 2.697 1.966,17 64,92 Nila 427,54 1.877 2.095,5 2.316 1.092,59 77,09 Mujair 10,57 32 24,3 14 26,22 55,90

Nilem 2,36 15 13,7 9,5 1,8 103,80

Gurame 358,5 1.424 1.719 1.863 1.946,43 82,70 Tawes 170,56 331 405 421 70,44 9,28 Tambakan 0 173 173 148 19,31 -25,35 Bawal 0 630,06 849,4 934,5 358,36 -4,21 Lele 452,1 6.469 6.355 8.143 18.312,86 370,54 Total 2256,11 14.362 14.538 16.546 23.794,18

Sumber : DKP Provinsi Jawa Barat (2010), diolah

Berdasarkan Tabel 5, perubahan rata-rata produksi ikan lele konsumsi di Bogor merupakan yang tertinggi yaitu 370,54 persen per tahun, sedangkan rata-rata perubahan produksi yang paling rendah yaitu pada komoditas ikan tambakan yaitu -25,35 persen per tahun. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa budidaya ikan lele konsumsi di Kabupaten Bogor diminati oleh masyarakat atau petani sekitar.

Salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha budidaya ikan konsumsi adalah CV Jumbo Bintang Lestari. Perusahaan ini fokus pada usaha pembesaran ikan lele dumbo. Pembesaran ikan lele merupakan komoditas akuakultur yang menjanjikan untuk dibudidayakan dan dikembangkan, hal tersebut dikarenakan cara pembudidayaannya yang relatif lebih mudah namun memiliki beberapa kendala dalam proses produksinya. Diantara kendala-kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan lele yaitu adanya tingkat risiko. Risiko yang muncul dalam budidaya pembesaran ikan lele yaitu fluktuasi jumlah produksi yang dihasilkan, perubahan cuaca, dan serangan hama penyakit yang mengakibatkan ikan lele yang diproduksi mengalami kematian ataupun terjangkiti penyakit sehingga dapat menurunkan kualitas dan jumlah yang diproduksi. Jumlah produksi ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari dapat dilihat pada Tabel 6.


(21)

Tabel 6. Jumlah Produksi Ikan Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2010

Bulan Produksi (kg)

2008 2009 2010

Januari - 18.544,00 16.785,50

Februari - 20.614,70 19.636,50

Maret 18.309,90 20.430,70 23.212,00

April 17.437,60 20.121,40 21.453,50

Mei 18.407,40 20.046,10 22.206,00

Juni 17.802,70 22.601,70 19.647,60

Juli 19.455,30 21.737,80 21.793,50

Agustus 18.967,60 22.470,70 23.334,70

September - - 19.600,20

Oktober 19.611,40 19.750,70 17.370,70

Nopember 19.313,20 24.028,60 15.475,60

Desember 20.316,50 22.760,60 -

Total 169.621,60 233.107,00 220.515,80

Rata-rata 14.135,13 19.425,58 18.376,31

Sumber : CV Jumbo Bintang Lestari (2010), diolah

Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa rata-rata produksi ikan lele konsumsi CV Jumbo Bintang Lestari mengalami fluktuasi. Rata-rata produksi pada tahun 2008 yaitu 14,135 ton per bulannya, sedangkan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 19,425 ton per bulannya dan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 18,376 ton per bulannya. Hal ini dapat menjadi indikasi adanya risiko pada produksi ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari.

Keadaan iklim, cuaca, dan kelembaban sekitar tempat budidaya akan mempengaruhi kualitas air tempat budidaya sehingga dapat pula berpengaruh terhadap jumlah produksi ikan yang dihasilkan dan kualitasnya. Hal tersebut terkait dengan Kota Bogor yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 50 sampai 450 milimeter per tahun. Pada musim hujan, bakteri dan virus akan cepat tumbuh sehingga menyebabkan ikan yang diproduksi pun menjadi rentan terkena penyakit sehingga pertumbuhannya menjadi lambat bahkan mengalami kematian. Disamping itu kondisi cuaca yang demikian dapat berpengaruh terhadap suhu air dan pH sehingga menjadi fluktuatif yang menyebabkan ikan yang diproduksi mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini


(22)

perlu diantisipasi, karena bila terus dibiarkan akan menimbulkan risiko yang lebih besar lagi yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan pembudidaya ikan.

1.2 Perumusan Masalah

CV Jumbo Bintang Lestari merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang budidaya ikan konsumsi khususnya ikan air tawar. Produk yang dihasilkan oleh CV Jumbo Bintang Lestari yaitu ikan lele konsumsi. Sebagian besar produksi yang dilakukan oleh perusahaan adalah usaha pembesaran, karena teknologi yang diterapkan cukup mudah dan kondisi lingkungan sekitar tempat budidaya mampu mendukung usaha tersebut. Sejak awal berdiri yaitu tahun 2004, CV Jumbo Bintang Lestari sudah mulai memproduksi ikan lele konsumsi. Namun, pada tahun 2006 perusahaan mencoba untuk memproduksi benih ikan lele.

CV Jumbo Bintang Lestari merupakan perusahaan yang cukup potensial untuk dikembangkan karena banyaknya permintaan terhadap ikan konsumsi khususnya ikan lele. Permintaan terhadap ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari adalah sebesar 10 ton/hari, sedangkan rata-rata produksi perusahaan sebesar 20 ton per bulan. Selain itu, letak usaha yang berada di Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor yang merupakan salah satu sentra produksi ikan konsumsi, sehingga memudahkan dalam melakukan distribusi ikan lele karena sebagian besar hasil produksi dipasarkan ke daerah Jabodetabek.

Ikan lele termasuk salah satu komoditas perikanan air tawar yang sejak beberapa tahun terakhir ini berkembang pesat. Ciri morfologinya yaitu memiliki dua buah kumis sebagai alat peraba ketika bergerak dan mencari makan. Kini, berbagai teknologi telah banyak dikembangkan dalam mendukung produksi ikan lele terutama teknologi untuk menghasilkan lele konsumsi yang berkualitas. Proses pembesaran ikan lele tergolong mudah untuk dilakukan dengan memenuhi beberapa syarat hidupnya, diantaranya kolam yang digunakan memiliki saluran air yang baik. Disamping itu kualitas air yang memenuhi persyaratan dalam budidaya ikan lele yaitu suhu berkisar antara 23-32oC, pH 6,5-8,5 dan oksigen terlarut maksimal 5 mg/l. Fluktuasi suhu dan pH dapat terjadi ketika musim hujan hingga hal tersebut dapat menimbulkan risiko produksi.


(23)

Risiko produksi dapat disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak pasti dan serangan hama penyakit yang sulit diduga sebelumnya. Pada musim hujan, jumlah produksi ikan cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan fluktuasi cuaca yang menyebabkan suhu dan pH air mengalami perubahan sehingga serangan hama dan penyakit pun menjadi tinggi dan dapat menimbulkan kematian pada ikan. Disamping itu, fluktuasi suhu air budidaya menyebabkan ikan lele yang diproduksi mengalami penurunan nafsu makan sehingga pertumbuhannya pun menjadi lambat.

Sementara itu di CV Jumbo Bintang Lestari, penyakit yang sering menyerang ikan lele yaitu bintik putih (white spot) dengan ciri-ciri adanya bintik-bintik putih pada permukaan tubuh dan insang ikan yang dipelihara, kemudian ikan sering berkumpul pada pintu air masuk. Biasanya, kematian ikan akan tinggi karena mengalami gangguan penyerapan oksigen. Menurut Mahyuddin (2008), faktor pemicu penyakit tersebut antara lain disebabkan oleh kualitas air yang kurang mendukung, suhu air yang dingin, dan kepadatan ikan terlalu tinggi. Hama yang sering mengganggu kegiatan budidaya di CV Jumbo Bintang Lestari diantaranya yaitu adanya burung bangau sebagai pemangsa (predator) dan belut. Hewan pengganggu tersebut dapat merusak pematang kolam sehingga menjadi bocor. Pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi hama yang mengganggu tersebut yaitu dengan cara memburu dan menangkap hewan-hewan yang dapat mengganggu kegiatan budidaya.

Selain serangan hama dan penyakit sumber risiko lain yang ditemukan di CV Jumbo Bintang Lestari diantaranya yaitu kualitas dan pasokan benih, kualitas pakan, mortalitas, dan sumber daya manusia. Benih yang digunakan untuk proses pembesaran ikan lele dumbo merupakan benih yang berasal dari luar perusahaan sehingga kualitas dan pasokan benih pun kurang terjaga baik. Pakan yang digunakan dalam proses produksi ikan lele di CV Jumbo Bintang Lestari merupakan pakan buatan yang berasal dari pabrik dengan menggunakan merek sendiri. Kualitas pakan menjadi kurang terkontrol karena komposisi pakan ditentukan oleh perusahaan pakan yang bekerjasama dengan CV Jumbo Bintang Lestari tersebut.


(24)

Adanya beberapa faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam proses produksi ikan lele menyebabkan adanya perbedaan jumlah produksi dan tingkat kelangsungan hidup (SR) selama masa produksi berlangsung. Data yang diperoleh dari pihak manajemen CV Jumbo Bintang Lestari menunjukkan bahwa rata-rata SR yang dihasilkan mengalami flukuasi. Rata-rata derajat kelangsungan hidup Ikan lele di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-Rata Derajat Kelangsungan Hidup Ikan Lele di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2010

Bulan Derajat Kelangsungan Hidup (%)

2008 2009 2010

Januari - 66,54 60,23

Februari - 73,97 70,46

Maret 65,70 73,31 83,29

April 62,57 72,20 75,98

Mei 66,05 71,93 79,68

Juni 63,80 81,10 70,50

Juli 69,81 78,00 78,20

Agustus 68,06 80,63 83,73

September - - 70,33

Oktober 70,37 70,87 62,33

November 69,30 86,22 55,53

Desember 72,90 81,67 -

Sumber : CV Jumbo Bintang Lestari (2010), diolah

Berdasarkan Tabel 6 dapat terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan lele konsumsi di CV Jumbo Bintang Lestari mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 rata-rata SR ikan lele yang dihasilkan perusahaan yaitu 67,63 persen per bulan, pada tahun 2009 rata-rata SR mencapai 76,04 persen per bulan, sedangkan pada tahun 2010 rata-rata SR yaitu 71,93 persen per bulan,. Disamping itu, dapat terlihat pula bahwa setiap bulannya nilai SR yang dihasilkan berbeda-beda. Pada tahun 2008 nilai SR paling rendah dihasilkan di bulan April yaitu 62,57 persen, sedangkan pada tahun 2009 nilai SR paling rendah dihasilkan di bulan Januari yaitu sebesar 66,5 persen dan pada tahun 2010 SR paling rendah diperoleh di bulan Januari sebesar 60,23 persen. Adapun nilai rata-rata SR paling tinggi selama kurun waktu tersebut mampu dihasilkan perusahaan di bulan November 2009 yaitu sebesar 86,2 persen. Hal ini merupakan indikasi bahwa perusahaan


(25)

menghadapi risiko dalam memproduksi ikan lele konsumsi karena fluktuasi nilai SR tersebut akan berimplikasi terhadap penerimaan perusahaan.

Usaha pada sektor agribisnis terutama perikanan memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi pada proses produksinya karena memiliki sifat yang sangat tergantung pada kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau diduga sebelumnya. Selain itu, produk perikanan merupakan produk hidup yang bersifat mudah rusak (perishable). Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk dapat meminimalisasi risiko yang dapat mengganggu proses produksi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana tingkat risiko produksi pada usaha pembesaran ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari?

2. Sumber-sumber risiko produksi apa saja yang dihadapi oleh CV Jumbo Bintang Lestari pada usaha pembesaran ikan lele dumbo?

3. Bagaimana strategi untuk mengatasi risiko produksi ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari?

1. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh CV Jumbo Bintang Lestari. 2. Menganalisis sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha

pembesaran ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari

3. Menganalisis strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari.

1. 4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi tempat usaha budidaya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam meminimalisasi risiko yang dihadapi.

2. Sebagai masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan.

3. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakterisktik Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang digemari oleh masyarakat. Ikan lele merupakan komoditas yang dapat dipelihara dengan padat tebar tinggi dalam lahan terbatas pada kawasan marginal dan hemat air. Menurut Suyanto (2007), badan lele berbentuk memanjang dengan kepala pipih di bawah (depresed). Mulut berada di ujung/terminal dengan empat pasang sungut. Sirip ekor membundar, tidak bergabung dengan sirip anal dan mempunyai senjata yang berbisa yaitu berupa sepasang patil yang berada di sebelah depan sirip dada. Selain itu, ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang memungkinkan pengambilan oksigen dari udara di luar air yang disebut dengan arborescen organ. Menurut Mahyuddin (2008), berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, ikan lele diklasifikasikan ke dalam famili Clariidae, yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk kepala pipih dan alat pernapasan tambahan. Adapun sistematika dan klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Telestoi Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias Species : Clarias sp

Menurut Mahyuddin (2008), ikan lele banyak ditemukan di perairan tawar, dataran rendah sampai sedikit payau. Di alam, lele hidup di sungai-sungai yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat seperti danau, waduk, telaga, rawa, serta genangan air tawar lainnya misalnya kolam. Ikan lele cenderung toleran atau tahan terhadap kondisi lingkungan yang kualitas airnya jelek. Dalam kolam pemeliharaan dengan kepadatan tinggi dan kandungan oksigen yang minimpun ikan lele masih dapat bertahan hidup.

Ikan lele cenderung aktif pada malam hari, oleh sebab itu ikan ini disebut sebagai binatang nokturnal. Namun pada kolam pemeliharaan, terutama budidaya


(27)

secara intensif, lele dapat dibiasakan diberi pakan pelet pada pagi atau siang hari. Lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam. Menurut Mahyuddin (2008), berdasarkan jenis pakannya, lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan daging). Selain itu, lele memiliki sifat kanibalisme yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Oleh sebab itu pemberian pakan harus dilakukan tepat pada waktunya.

Pakan merupakan komponen penting dalam menunjang pertumbuhan lele. Umumnya pakan yang digunakan dalam pembesaran ikan lele yaitu pakan buatan (pelet). Kandungan nutrisi dalam pakan buatan pun perlu diperhatikan agar sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan ikan lele. Kandungan nutrisi pakan yang sesuai bagi pertumbuhan ikan lele dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan Nutrisi Pakan Ikan Lele

Komposisi Nutrisi Nilai Nutrisi (%)

Protein Min 30

Lemak 4-16

Karbohidrat 15-20

Mineral Min 0,5-0,8

Sumber : Mahyuddin (2008)

Air merupakan media tempat hidup dalam budidaya ikan. Kondisi air harus disesuaikan dengan kebutuhan optimal bagi pertumbuhan ikan yang dipelihara. Keberhasilan budidaya ikan banyak ditentukan oleh keadaan kualitas dan kuantitas air. Parameter kualitas air yang optimal bagi budidaya lele dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kualitas Air yang Memenuhi Persyaratan untuk Budidaya Lele

Parameter Nilai Parameter

Suhu 25-30oC

pH 6,5-8,5

Oksigen terlarut (O2) > 3 mg/l

Amonia total Max 1 (mg/l total amonia)

Kekeruhan Max 50 NTU

Karbondioksida (Co2) Max 11 mg/l

Nitrit Min 0,1 mg/l

Alkalinitas Min 20 mg/l

Kesadahan total Min 20 mg/l


(28)

Jenis ikan lele yang banyak dibudidayakan dan dijumpai dipasaran adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Sementara itu, lele lokal (Clarias batracus) sudah jarang ditemukan karena pertumbuhannya yang relatif lembat dibandingkan dengan lele dumbo. Perbandingan tingkat pertumbuhan lele dumbo dan lele lokal dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Lele Dumbo dan Lele Lokal

Uraian Tingkat Pertumbuhan (gram/ekor) Lele Dumbo Lele Lokal

Umur 2 hari 1,2 - 3 0,2 – 2

Umur 5 minggu 10 – 15 1 – 1,5

Umur 3 bulan 200 – 300 40 – 50

Sumber : Mahyuddin (2008)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai risiko produksi telah dilakukan oleh Safitri (2009) mengenai risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan analisis risiko pada kegiatan usaha spesialisasi melalui perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sedangkan analisis risiko pada kegiatan usaha diversifikasi menggunakan perhitungan variance portofolio dan covariance antara kedua kegiatan produksi. Hasil yang diperoleh pada usaha spesialisasi yaitu bahwa komoditas Philedendron marble menghadapi risiko produksi yang lebih tinggi daripada komoditas Asparagus bintang. Hal ini dapat terlihat pada nilai variance, standard deviation dan coefficient variation yang lebih tinggi untuk komoditas Philedendron marble yaitu secara berturut-turut 0.44, 0.66, dan 0.29. Sedangkan untuk komoditas Asparagus bintang nilai variance, standard deviation dan coefficient variation yang diperoleh secara berturut-turut yaitu 0.38, 0.62, 0.25. Adapun sumber-sumber risiko yang muncul pada usaha daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri ini yaitu kondisi cuaca atau iklim, tingkat kesuburan lahan, dan serangan hama serta penyakit.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wisdya (2009) mengenai risiko produksi anggrek Phalaenopsis pada PT. Ekakarya Graha Flora dengan menggunakan analisis yang sama dengan Safitri (2009). Hasil yang diperoleh yaitu tanaman anggrek dengan teknik seedling memiliki risiko yang


(29)

lebih tinggi daripada anggrek dengan teknik mericlone yaitu sebesar 0,078. Sedangkan menurut analisis koefisien variasi, tanaman anggrek teknik seedling menghasilkan nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 1,319. Artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 1,319.

Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Solihin (2009) mengenai risiko produksi dan harga serta pengaruhnya terhadap pendapatan peternakan ayam broiler CV AB Farm Kecamatan Bojonggenteng-Sukabumi dengan menggunakan analisis risiko dan analisis deskriptif. Analisis risiko yang digunakan yaitu dengan menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standar deviasi), koefisien variasi, batas bawah pendapatan serta metode Z-Score. Untuk analisis pengaruh risiko terhadap pendapatan dihitung dari penyimpangan pendapatan Prestasi Produksi CV AB Farm terhadap Prestasi Produksi Standar ayam broiler yang seharusnya diperoleh.

Sumber risiko produksi terdapat pada usaha peternakan ayam broiler meliputi perubahan cuaca, penyakit dan kualitas sarana produksi. Berdasarkan hasil analisa, diperoleh nilai expected return yaitu Rp -17.765.158 dan nilai standar deviasi sebesar Rp 46.671.275. Berdasarkan analisis nilai koefisien variasi yang diperoleh yaitu sebesar -2,63. Hal ini berarti setiap Rp 1 return yang diterima oleh peternak akan mengandung risiko sebesar Rp 2,63. Berdasarkan analisis Z-Score diperoleh nilai penyimpangan dari indeks Prestasi Produksi CV AB farm terhadap Indeks Prestasi Produksi standar adalah 23,0 persen. Sementara itu Indeks nilai penyimpangan risiko produksi adalah sebesar 98 (32,6 persen) yang berisiko menurunkan pendapatan sebesar Rp 342.290.546 (157,1 % persen).

Sementara itu penelitian mengenai risiko dengan komoditas perikanan telah dilakukan oleh Lestari (2009), yang meneliti mengenai manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei (studi kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Serang-Banten). Analisis yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang sering terjadi diperusahaan kemudian risiko tersebut diklasifikasikan ke dalam peta risiko untuk mengetahui tingkat krusial sumber risiko tersebut. Setelah itu, dilakukan identifikasi strategi penanganan risiko dengan menggunakan analisis deskriptif melalui observasi, wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan.


(30)

Sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan udang vanamei di PT Suri Tani Pemuka yaitu pengadaan induk udang vanamei,, penyakit yang menyerang udang vanamei, cuaca, mortalitas, dan kerusakan pada peralatan teknis. Sedangkan sumber-sumber risiko pasar meliputi fluktuasi harga induk, fluktuasi harga pakan dan fluktuasi harga benih. Selanjutnya sumber-sumber risiko tersebut dipetakan ke dalam peta risiko. Hasilnya yaitu pada kuadran satu dengan tingkat kemungkinan terjadinya risiko besar dan dampak yang ditimbulkannya pun besar adalah penyakit dan tingkat mortalitas. Pada kuadran 2 dengan probabilitas yang kecil tetapi menimbulkan dampak yang besar yaitu pengadaan induk. Sementara itu pada kuadran 3 yaitu fluktuas harga induk, fluktuasi harga pakan, dan fluktuasi harga benih. Pada kuadran 4 yaitu kerusakan peralatan dan cuaca. Strategi penanganan yang dilakuka terhadap sumber-sumber risiko yang telah dipetakan tersebut yaitu strategi penghindaran risiko (preventif) dan mitigasi risiko. Strategi preventif yang dilakukan meliputi persiapan wadah pemeliharaan, sistem kontrak pembelian dengan pemasok pakan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pemanenan dan pengepakan benur, perbaikan fasilitas, dan pengembangan sumber daya manusia. Sementara strategi mitigasi yag dilakukan yaitu pengadaan dan perlakuan induk, pengendalian penyakit, dan sistem diversifikasi pemeliharaan.

Selanjutnya analisis yang dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi naupli, produksi benur, risiko derajat kelangsungan hidup benur, dan risiko penerimaan yang dialami perusahaan. Pengukuran probabilitas diukur dengan analisis nilai standar atau analisis Z-Score sedangkan dampak risiko dianalisis dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Hasil yang diperoleh untuk tingkat probabilitas risiko terbesar pada kegiatan produksi yaitu terletak pada produksi benur sebesar 22,10 persen dan probabilitas risiko penerimaan yaitu sebesar 34,10 persen. Sedangkan untuk dampak atau kerugian terbesar terletak pada risiko survival rate (derajat kelangsungan hidup) benur yaitu sebesar Rp 53.260.994.

Berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan, sumber-sumber risiko yang ada pada perusahaan dalam kegiatan pembenihan udang vannamei dapat diklasifikasikan ke dalam empat kuadran


(31)

risiko. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa risiko penurunan kelangsungan hidup berada pada kuadran 2, risiko produksi benur dan penerimaan pada kuadran 3 serta risiko produksi naupli berada pada kuadran 4. Sumber risiko yang dianggap memiliki tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang timbulkannya besar adalah risiko timbulnya penyakit dan tingginya tingkat mortalitas benih udang vannamei.

Berdasarkan analisis-analisis tersebut, strategi preventif risiko yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu pada risiko yang berada pada kuadran 1 dan 3 yaitu dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air dan pakan, pemanenan dan pengepakan benur serta pelatihan bagi karyawan dan melakukan kontrak pembelian dengan pihak pemasok pakan. Sedangkan strategi mitigasi risiko yang dapat dilakukan yaitu yang berada pada kuadran 2 dengan melakukan tindakan pengendalian penyakit, kegiatan pengadaan dan perlakuan induk yang tepat.

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009), tentang risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Adapun tujuan dari penelitiannya yaitu menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, menganalisis perilaku penawaran bawang merah, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawara bawang merah. Tingkat risiko diukur dengan menggunakan alat analisis variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hasil yang diperoleh yaitu tingkat risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan tingkat risiko produksi beberapa komoditas sayuran lain seperti bayam hijau, brokoli, tomat, dan cabai keriting. Bawang merah berada pada tingkat risiko kedua tertinggi dengan nilai 0,203, sedangkan bayam hijau, brokoli, tomat, dan cabai keriting memiliki tingkat risiko berturut-turut 0,225, 0,112, 0,055, dan 0,048. Faktor-faktor yang menjadi sumber risiko pada kegiatan produksi bawang merah di Kabupaten Brebes meliputi iklim dan cuaca, hama dan penyakit, tingkat kesuburan lahan, dan efektivitas penggunaan input. Secara teknis bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap kekeringan, namun tanaman ini pun tidak tahan terhadap air hujan atau tempat-tempat yang selalu basah. Indikator bahwa iklim dan cuaca merupakan


(32)

faktor timbulnya risiko produksi pada bawang merah yaitu terjadinya fluktuasi produkivitas pada setiap musimnya. Produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu antara bulan Juli hingga Agustus. Pada rentang waktu tersebut kondisi cuaca relatif mendukung pertumbuhan bawang merah karena cuaca cerah dengan suhu yang agak panas. Sementara itu pada bulan April-Mei dean Oktober-Desember produktivitas cenderung lebih rendah dengan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan, expected value dari produktivitas bawang merah adalah sebesar 101,41 kwintal/hektar. Sementara risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 21,97 kwintl/hektar atau 20,3 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Apabila dilihat dari sisi penerimaan usahatani, diperoleh nilai expexted return sebesar Rp 25.949.621,9/hektar, adapun risiko yang diterima oleh petani yaitu sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp 11.768.995/hektar.

Fariyanti (2008) meneliti mengenai perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran digunakan model persamaan simultan. Adapun komoditas yang diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan dengan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga pada kentang lebih rendah daripada kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah dengan mengurangi lahan, benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Sementara strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu dengan penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani.


(33)

Strategi untuk mengatasi harga produk diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan pemasaran.

Penelitian mengenai risiko produksi pun telah dilakukan oleh Permatasari (2010) yang meneliti mengenai analisis risiko produksi pada usaha pembiakan anjing labrador retreiver di d’sunflower kennel, Mampang Jakarta Selatan. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan analisis deskriptif untuk mengetahui penyebab terjadinya risiko produksi, pengukuran probabilitas risiko dengan menggunakan nilai standar, dan pengukuran dampak risiko dengan menggunakan value at risk (VaR). Sumber-sumber risiko yang diperoleh yaitu meliputi kegagalan atau tidak tepatnya pemacakan, penyakit, mortalitas anakan, keguguran, kesulitan persalinan, cuaca, warna anakan tidak sesuai harapan, jenis kelamin anakan tidak sesuai harapan, serta sumber daya manusia.

Berdasarkan hasil analisis risiko produksi, diperoleh probabilitas risiko produksi sebesar 0,425 atau 42,50 persen yang menunjukkan bahwa probabilitas produktivitas anakan di bawah lima ekor per kelahiran adalah sebesar 0,425 atau 42,5 persen. Sedangkan dampak risiko produksi adalah sebesar Rp 13.232.113,57 yang menunjukkan tingkat kerugian akibat produksi tidak akan melampaui Rp 13.232.113,57 tiap siklus produksi. Secara umum risiko produksi yang dihadapi oleh D’Sunflower Kennel berada pada Kuadran III yang memiliki probabilitas besar dan dampak risiko kecil.

Adapun strategi preventif yang dilakukan oleh D’Sunflower Kennel adalah pemeriksaan USG, Perbaikan SDM, serta operasi caesar. Sedangkan strategi mitigasi diantaranya dilakukan dengan karantina, pengendalian penyakit, pengobatan, melakukan usaha sampingan, serta melakukan perawatan intensif.

Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka terdahulu diatas dapat disimpulkan bahwa dalam usaha agribisnis baik usaha pembudidayaan, pembibitan, maupun pengolahan hasil pada komoditas hortikultura, tanaman perkebunan, perikanan, dan peternakan mempunyai risiko usaha. Adapun risiko operasional usaha dapat disebabkan oleh tingkat mortalitas, penyakit, atau kerusakan pada komoditas atau kesalahan penanganan oleh tenaga kerja maupun faktor eksternal seperti cuaca.


(34)

Adapun persamaaan yang terdapat pada penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu adalah fokus analisis mengenai risiko dan menggunakan alat analisis yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009) dan Permatasari (2010) yaitu pemetaan risiko dengan menggunakan metode nilai standar (z-score) dan Value at Risk (VaR). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah analisis risiko yang difokuskan pada analisis risiko produksi, serta terletak pada komoditas yang diteliti, yaitu ikan lele dumbo.


(35)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam kerangka pemikiran teoritis ini akan dipaparkan mengenai teori-teori yang digunakan yang berhubungan dengan risiko agar dapat menjawab pertanyaan penelitian. Adapun kerangka pemikiran teoritis mengenai risiko terdiri atas konsep risiko, sumber-sumber risiko, manajemen risiko, pengukuran risiko, dan konsep penanganan risiko.

3.1.1 Konsep Risiko

Pada dasarnya setiap usaha memiliki risiko, namun apakah risiko tersebut dapat dideteksi lebih dini atau dapat muncul dengan tiba-tiba, dan bila risiko tersebut terjadi apakah besarnya risiko dapat mempengaruhi usaha yang sedang dijalankan. Secara sederhana risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan. Terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko: (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan menimbulkan kerugian (Kountur, 2006).

Menurut Kountur (2004), risiko berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini terjadi akibat dari kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Risiko itu berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi akan ada akibatnya berupa kerugian yang ditimbulkan.

Menurut Harwood et al (1999) , risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian. Setiap bisnis yang dijalankan pasti memiliki risiko dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam berusaha.

Menurut Umar (1998), risiko adalah (a) kesempatan timbulnya kerugian, (b) probabilitas timbulnya kerugian, (c) ketidakpastian, (d) penyimpangan aktual dari yang diharapkan, (e) terjadi jika probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan. Menurut Hanafi (2007) diacu dalam Solihin (2009), dalam analisis investasi, risiko berarti kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan, dan standar deviasi adalah alat statistik yang dapat


(36)

mengukur penyimpangan sehingga standar deviasi bisa digunakan untuk mengukur risiko, selain itu probabilitas atau peluang bisa juga digunakan untuk mengukur risiko, karena dengan adanya peluang bisa diketahui kemungkinan terjadinya suatu kejadian.

Menurut Kountur (2007), perusahaan yang mengelola risikonya dengan baik akan mendapatkan beberapa manfaat antara lain; (a) dapat meningkatkan laba perusahaan, (b) memungkinkan terhindar dari kebangkrutan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa luar biasa, dan (c) memperlancar pencapaian tujuan. Pentingnya pengelolaan risiko menurut Hanafi (2007), dapat dilihat pada Gambar 1 yang menggambarkan pandangan lama bahwa dalam kaitannya antara risiko dan tingkat keuntungan, menganggap bahwa ada hubungan positif antara risiko dengan tingkat keuntungan, semakin tinggi risiko maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan. Oleh sebab itu, bila suatu organisasi ingin meningkatkan keuntungan maka organisasi tersebut harus pula menaikkan tingkat risikonya.

Gambar 1. Hubungan Risiko dengan Return Sumber : Hanafi (2007)

Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan. Alat analisis yang umumnya digunakan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Debertin 1986). Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kepuasan (utility).

Return

Risk Expected


(37)

Hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan dapat dilihat pada Gambar 2. Apabila pendapatan meningkat maka tingkat kepuasan pun akan mengalami peningkatan.

Gambar 2. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan Sumber : Robinson and Barry (1999)

Jika dilihat dari pembuat keputusan dalam menghadapi risiko, dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut, (Robinson dan Barry, 1987) :

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk avversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan tingkat kepuasan.

2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkannya.

3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan.

Utility (U)

Income (I)

Expected Income (EI)


(38)

3.1.2 Sumber-Sumber Risiko

Menurut Harwood et al (1999), sumber-sumber risiko yang dapat dihadapi petani meliputi (1) risiko produksi, (2) risiko kelembagaan, (3) risiko pasar atau harga, (4) risiko kebijakan, dan (5) risiko finansial.

1. Beberapa sumber risiko yang berasal dari risiko produksi yaitu gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia dan lain sebagainya.

2. Risiko yang ditimbulkan dari aspek kelembagaan diantaranya yaitu aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

3. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya yaitu barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lain sebagainya, sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga yaitu harga yang naik akibat dari adanya inflasi.

4. Risiko yang disebabkan karena kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

5. Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial meliputi adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha menjadi terhambat, putara barang rendah, laba menurun karena terjadinya krisi ekonomi dan lain-lain.

3.1.3 Manajemen Risiko

Menurut Lam (2008), manajemen risiko dapat didefinisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen rsiko adalah mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasi profil risiko atau hasilnya. Hal penting untuk mengoptimailisasi profil risiko atau hasil adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan.


(39)

Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diantaranya adalah tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau yang disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko, besarnya kerusakan yang akan dialami oleh perusahaan, dan waktu yang dihabiskan untuk terekspos dalam risiko (Lam 2008). Manajemen risiko dalam hal ini berfungsi untuk mengenali risiko yang mungkin muncul, memperkirakan probabilitas munculnya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan risiko, dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respons terhadap risiko.

Menurut Kountur (2004), manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan cara atau langkah yang dapat dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko dengan cara meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi (Gambar 3).

Keterangan gambar : garis proses garis hasil (output)

Gambar 3. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan Sumber : Kountur, 2004

IDENTIFIKASI RISIKO PENGUKURAN

RISIKO PENANGANAN

RISIKO EVALUASI

Daftar Risiko OUTPUT

Expected Return

Usulan (strategi

pengelolaan risiko) PROSES


(40)

Menurut Kountur (2004), dalam pengelolaan risiko yang pertama kali harus dilakukan adalah mengidentifikasi risiko dengan :

1. Mengetahui dimana saja risiko berada

Risiko dapat ditemukan di empat tempat utama di dalam perusahaan yaitu; (a) barang; dalam memproduksi barang dan jasa perusahaan juga membutuhkan bahan baku yang digunakan sebagai input dalam proses produksi (barang) yang mempunyai risiko rusak, hilang, tidak sesuai, usang, dan tidak berkualitas, (b) orang; perusahaan memiliki sumberdaya manusia untuk mengelola dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dituntut oleh perusahaan, yang mempunyai risiko sakit, cedera, meninggal, keluar, mogok, dan demo, (c) uang; perusahaan memerlukan uang untuk membayar kewajiban-kewajibannya, risiko uang yang merugikan karena hilang, dicuri, diselewengkan, tidak tertagih, dan berubah nilainya, (d) prosedur; perusahaan membutuhkan sistem, prosedur, dan aturan-aturan utnuk melaksanakan suatu pekerjaan (prosedur), risiko yang mungkin dapat terjadi yaitu kesalahan sistem atau prosedur sehingga dapat menyebabkan kecelakaan atau hasil yang tidak berkualitas.

2. Mengetahui penyebab timbulnya risiko

Risiko dapat disebabkan karena (a) faktor fisik seperti bencana alam yang bersumber dari gempa bumi, banjir, atau kebakaran dan faktor fisik seperti kondisi alam (basah, kering, panas, atau dingin). Selain itu faktor fisik pun bisa ditimbulkan dari makhluk alam seperti kuman, virus, binatang, atau tumbuhan. Selain faktor fisik, terdapat pula faktor fisik sebagai penyebab timbulnya risiko seperti teknologi yang tidak sesuai, tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak berkualitas maupun yang salah digunakan, (b) faktor sosial yang menjadi penyebab timbulnya risiko dapat berasal dari individu karena kompetensi yang kurang, moral, selera, atau faktor sosial seperti kelompok masyarakat yang bertindak sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan, (c) faktor ekonomi; terjadi karena perubahan pada harga beli maupun harga jual, nilai tukar mata uang, dan tingkat bunga.

3. Mengetahui metode yang digunakan untuk mengidentifikasikan keberadaan dan penyebab risiko


(41)

Untuk mengetahui keberadaan maupun penyebab risiko dapat digunakan (a) metode interaksi yang terdiri dari observasi yang dilakukan dengan cara mengamati objek yang akan diidentifikasi, wawancara yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak-pihak yang kompeten dalam perusahaan tersebut, dan studi dokumentasi yang dilakukan melalui laporan, manual serta materi tertulis lainnya yang terdapat pada perusahaan yang menjadi objek manajemen risiko, (b) metode alur bagan; apabila suatu pekerjaan belum dilakukan dan masih dalam taraf perencanaan, yang tidak memungkinkan dilakukan metode interaksi, sehingga dilakukan alur bagan yaitu dengan menggambarkan alur kegiatan dari suatu pekerjaan, dari alur tersebuit akan muncul berbagai aktivitas yang dilakukan sehingga bisa diidentifikasi risiko yang mungkin dan dapat dilihat penyebabnya.

3.1.4 Pengukuran Risiko

Pengelolaan manajemen risiko usaha membutuhkan kerangka manajemen risiko. Kerangka manajemen risiko menurut Autralian Risk Manajemen Standard diacu dalam Lestari (2009), terdiri dari beberapa langkah diantaranya yaitu langkah pertama adalah menetapkan visi dan misi perusahaan, langkah kedua adalah mengidentifikasi risiko yang ada pada usaha, dan langkah ketiga adalah menganalisis risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya. Pada langkah analisis tersebut bertujuan untuk menentukan tingkat pengendalian terhadap risiko dengan mempertimbangkan tingkat kemungkinan dan dampak risiko terhadap perusahaan. Pada tahap analisis ini pula dilakukan pengukuran risiko.

Menurut Batuparan (2001) diacu dalam Lestari (2009), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar (tolok ukur) untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisirnya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahu atau disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu: (1) kuantitas risiko yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (2) kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) maka akan semakin besar


(42)

pula tingkat risikonya. Semakin tinggi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya suatu risiko maka akan semakin besar pula tingkat risikonya.

Pengukuran risiko penting dilakukan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa yang kecil sehingga dalam penanganannya dapat diketahui risiko apa saja yang perlu diprioritaskan. Selain itu, dengan mengetahui besarnya kemungkinan terjadinya risiko dapat pula digunakan sebagai petunjuk dalam menyusun strategi penanganan risiko yang sesuai. Risiko-risiko yang memiliki kemungkinan terjadinya sangat besar akan berbeda dalam penetapan strategi penanganan risikonya dengan risiko yang memiliki kemungkinan terjadinya kecil.

3.1.5 Teknik Pemetaan

Menurut Djohanputro (2008), risiko selalu terkait dengan dua dimensi, pemetaan yang paling tepat juga menggunakan dua dimensi yang sama. Kedua dimensi yang dimaksud adalah probabilitas terjadinya risiko dan dampaknya bila risiko tersebut terjadi.

Probabilitas yang merupakan dimensi pertama menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi tingkat kemungkinan risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya, semakin rendah kemungkikan risiko terjadi, semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk memberi perhatian kepada risiko yang bersangkutan. Umumnya probabilitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Dimensi kedua yaitu dampak, merupakan tingkat kegawatan atau biaya yang terjadi jika risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan. Semakin tinggi dampak suatu risiko, maka semakin perlu mendapat perhatian khusus. Sebaliknya, semakin rendah dampak yang terjadi dari suatu risiko maka semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk mengalokasikan sumber daya untuk menangani risiko yang bersangkutan. Umumnya dimensi dampak dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Matriks antara kedua dimensi menghasilkan empat kuadran utama. Kuadran I merupakan area dengan tingkat probabilitas sedang sampai tinggi dan tingkat dampak sedang sampai tinggi. Pada kuadran I merupakan kategori risiko


(43)

yang masuk ke dalam prioritas utama. Bila risiko-risiko pada kuadran I terjadi akan menyebabkan terancamnya pencapaian tujuan perusahaan.

Kuadran II merupakan area dengan tingkat probabilitas kejadian antara rendah sampai sedang, namun dengan dampak yang tinggi. Artinya, risiko-risiko dalam kuadran II cukup jarang terjadi tetapi apabila sampai terjadi maka akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dan target perusahaan.

Kuadran III merupakan area dengan tingkat probabilitas kejadian yang tinggi, namun dengan dampak yang rendah. Risiko yang secara rutin terjadi ini tidak terlalu mengganggu pencapaian tujuan dan target perusahaan. Kadang-kadang terasa mengganggu bila risiko yang bersangkutan muncul sebagai kenyataan. Biasanya, perusahaan mampu dengan cepat mengatasi dampak yang muncul.

Kuadran IV merupakan risiko dengan tingkat probabilitas kejadian yang rendah dan mengandung dampak yang rendah pula. Risiko-risiko yang muncul pada kuadran IV cenderung diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumberdayanya untuk menangani risiko tersebut. Walaupun demikian, manajemen tetap perlu untuk memonitor risiko yang masuk dalam kuadran IV karena suatu risiko bersifat dinamis. Risiko yang saat ini masuk dalam kuadran IV dapat pindah ke kuadran lain bila ada perubahan ekternal maupun internal yang signifikan.

3.1.6 Konsep Penanganan Risiko

Strategi penanganan risiko yang tepat dapat diketahui berdasarkan hasil dari peta risiko. Adapun strategi penanganan risiko terdiri dari dua strategi yaitu (Kountur, 2006) :

1. Preventif

Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : (1) membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur, (2) mengembangkan sumber daya manusia, (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik, (4) membuat atau memperbaiki aturan-aturan dan kebijakan.


(44)

2. Mitigasi

Strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah : a. Menyebar

Menyebar adalah suatu cara atau teknik menempatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan pada beberapa tempat. Tujuannya adalah mengurangi kerugian yang timbul bila suatu kejadian yang merugikan terjadi di suatu tempat. Salah satu teknik penanganan risiko dengan cara menyebar yaitu diversifikasi.

Diversifikasi merupakan tindakan menyebarkan operasi bisnis ke berbagai bidang. Terdapat beberapa cara diversifikasi dinataranya yaitu diversifikasi produk dan diversifikasi geografis. Diversifikasi produk dilakukan dengan cara memproduksi berbagai macam produk. Hal tersebut bertujuan selain untuk meningkatkan keuntungan, juga untuk meminimalkan risiko apabila salah satu produk yang dihasilkan tidak laku, maka produk lain diharapkan bisa laku. Diversifikasi geografis dilakukan dengan cara memasuki lokasi baru. Hal tersebut bertujuan agar apabila di salah satu tempat produksi mengalami suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan, maka masih terdapat lokasi lain sehingga perusahaan tidak akan mengalami kerugian yang sangat besar. b. Penggabungan

Penggabungan atau yang dikenal dengan istilah merger menekankan pola penanganan risiko pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain.

c. Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini dimaksudkan bila terjadi kerugian pada perusahaan maka yang menanggung kerugian tersebut adalah pihak lain. Terdapat beberapa cara


(45)

yang dapat dilakukan untuk mengalihkan dampak risiko kepada pihak lain diantaranya yaitu melalui asuransi, leasing, outsourcing, dan hedging.

Melalui asuransi, asset perusahaan yang memiliki dampak risiko yang besar dapat terhindar dari kerugian apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan oleh perusahaan sehingga kerugian tersebut ditanggung oleh pihak asuransi sesuai dengan kontrak perjanjian yang telah disepakati oleh kedua pihak. Sedangkan leasing merupakan cara dimana asset digunakan oleh perusahaan namun kepemilikannya merupakan milik pihak lain sehingga bila terjadi sesuatu pada asset tersebut maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas asset tersebut.

Outsourcing merupakan suatu cara dimana pekerjaan diberikan kepada pihak lain untuk mengerjakannya sehingga bila terjadi kerugian maka pihak tersebut yang menanggung kerugiannya. Pengertian hedging menurut kamus yaitu menutup transaksi jual beli komoditas, sekuritas atau valuta yang sejenis untuk menghindari kemungkinan kerugian karena perubahan harga sedangkan hedging menurut pasar komoditas adalah proteksi dari risiko kerugian akibat fluktuasi harga3.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Ikan lele termasuk ikan konsumsi air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. Pembesaran ikan merupakan suatu kegiatan budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan ikan lele ukuran konsumsi. Dalam kegiatan pembesaran ini, ikan lele didorong untuk tumbuh secara maksimum hingga mencapai ukuran panen atau sesuai dengan ukuran pasar melalui penyediaan lingkungan media hidup ikan yang optimal, pemberian pakan yang tepat serta pengendalian hama dan penyakit. Tahapan kegiatan produksi pembesaran ikan lele meliputi a) persiapan kolam; b) penebaran benih; c) pemberian pakan; d) pengelolaan air; e) pengendalian hama dan penyakit; dan f) pemanenan.

Pada persiapan kolam kegiatan yang dilakukan yaitu pengeringan dan pengolahan tanah, pengapuran, pemupukan, dan pengisian air kolam. Menurut Mahyuddin (2008), pengapuran atau pemberian kapur pada kolam bertujuan untuk

3


(46)

menaikkan pH tanah, membunuh hama dan parasit, serta mempercepat pembongkaran bahan-bahan organik. Sedangkan kegiatan pemupukan dilakukan untuk menyediakan media tumbuh pakan alami dan unsur hara bagi plankton sebagai pakan bagi lele terutama untuk stadia benih.

Benih lele yang ditebar harus sehat dan memiliki ciri-ciri yaitu ukurannya seragam, berwarna cerah, gerakannya lincah, tidak cacat, dan bebas dari penyakit. Pakan merupakan komponen biaya produksi terbesar dalam budidaya ikan lele secara intensif. Kebutuhan pakan sebagian besar mengandalkan pakan buatan (pelet). Jumlah pakan yang diberikan umumnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pelet mengacu pada berat tubuh ikan. Jumlah pemberian pakan buatan untuk lele per hari yaitu 3-6 persen dari bobot ikan yang dipelihara (Mahyuddin 2008).

Serangan hama dan penyakit bisa datang dan menyerang ikan secara tiba-tiba dan dapat menimbulkan kematian secara massal. Penyakit yang menyerang ikan merupakan suatu proses hubungan antara tiga faktor yaitu lingkungan, ikan, dan jasad penyakit (Mahyuddin 2008).

Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Hal lain yang membuat ikan lele banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum adalah berkembangnya warung-warung tenda, khususnya yang berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Jumlah kebutuhan ikan lele untuk daerah Jakarta dan sekitarnya tersebut mencapai 100 ton per hari4. Seiring dengan semakin tingginya permintaan terhadap ikan lele, membuat peluang bisnis budidayanya semakin terbuka. Maka kini budidaya ikan lele dikelola secara intensif.

Tuntutan permintaan pasar yang cukup tinggi tersebut membuat banyak petani yang mengembangkan skala usahanya. CV Jumbo Bintang Lestari merupakan salah satu usaha perikanan yang bergerak dalam usaha budidaya ikan konsumsi khususnya ikan lele. CV Jumbo Bintang Lestari sebagai salah satu perusahaan budidaya ikan lele dengan skala usaha yang cukup besar menghadapi kendala yaitu risiko produksi. Risiko produksi yang terjadi akan mengakibatkan

4


(47)

penurunan produktivitas. Dalam hal ini perlu adanya suatu upaya untuk mengatasi risiko tersebut.

Indikasi adanya risiko produksi pada CV Jumbo Bintang Lestari dapat dilihat dari fluktuasi produksi. Hal tersebut akan berimplikasi terhadap pendapatan yang akan diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis risiko produksi sehingga dapat menerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi risiko produksi tersebut.

Pada penelitian ini kegiatan produksi yang akan diambil yaitu pembesaran ikan lele dumbo. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara lain, mengkaji faktor penyebab risiko produksi, menganalisis risiko produksi pembesaran ikan lele yang dihitung dari fluktuasi tingkat kelangsungan hidup (survival rate) dan produksi ikan lele dumbo untuk mengetahui tingkat risiko dari produksi dan kemudian menganalisis dampaknya terhadap penerimaan yang akan diperoleh perusahaan. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.


(48)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

Indikasi sumber risiko :

• Kualitas dan Pasokan Benih

• Mortalitas

• Serangan Penyakit

• Kualitas Pakan

• Kondisi Cuaca

• Sumber Daya Manusia

Fluktuasi SR dan Produksi Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari (JBL)

Analisis deskriptif : Identifikasi sumber-sumber

risiko produksi

Analisis Kuantitatif :

Identifikasi probabilitas dan dampak risiko (metode nilai standar dan metode

Value at Risk)

Strategi Penanganan Risiko Tingkat Risiko


(49)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan CV Jumbo Bintang Lestari yang berlokasi di Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan budidaya ikan lele konsumsi yang sedang berkembang dan memiliki pasar yang baik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2010.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan wawancara langsung dengan pemilik dan karyawan CV Jumbo Bintang Lestari untuk mengetahui proses produksi, mengetahui risiko yang dihadapi perusahaan, penyebab risiko yang terjadi di perusahaan dan mengetahui bagaimana proses penanganan risiko yang selama ini telah dilakukan oleh perusahaan serta peluang terjadinya produksi.

Data sekunder diperoleh dari CV Jumbo Bintang Lestari yang meliputi luas lahan yang diusahakan, harga produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, jumlah produksi yang diperoleh selama masa produksi serta data-data lainnya yang mendukung sehingga dapat mengetahui risiko yang terjadi di perusahaan, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Perpustakaan serta situs-situs yang terkait dengan penelitian dan literatur yang relevan.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi dengan manajer produksi dan pemilik untuk analisis risiko produksi. Teknik observasi dilakukan melalui pengamatan pada kegiatan usaha pembesaran ikan lele dumbo yang dilakukan oleh CV Jumbo Bintang Lestari meliputi proses produksi pembesaran dan strategi penanganan risiko. Teknik wawancara dan diskusi dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang ada dalam


(1)

Mahyuddin, K. 2008. Paduan Lengkap Agribisnis Lele. Depok : Penebar Swadaya.

Permatasari K L. 2010. Analisis Risiko Produksi Pada Usaha Pembiakan Anjing Labrador Retreiver Di D’Sunflower Kennel Mampang Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Robinson L. J and P. J Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response To Risk. London : Macmillan Publisher.

Safitri NA. 2009. Analisis Risiko Produksi Daun Potong Di PT Pesona Daun Mas Asri Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Solihin M. 2009. Risiko Produksi dan Harga Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Peternakan Ayam Broiler CV AB Farm Kecamatan Bojonggenteng Sukabumi [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Suyanto R. 2007. Budidaya Ikan Lele Edisi Revisi. Depok : Penebar Swadaya Umar H. 2001. Manajemen Risiko Bisnis, Pendekatan Finansial dan Non

Finansial. Jakarta: Gramedia pustaka utama.

Utami A. 2009. Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manjemen, Institut Pertanian Bogor.

Wisdya S. 2009. Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis Pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(2)

(3)

Lampiran 1. Kekurangan Produksi di CV Jumbo Bintang Lestari

Bulan Kekurangan Produksi (kg)

2008 2009 2010

Januari - 2.357,71 4.116,21

Februari - 287,01 1.265,21

Maret 2.591,81 471,01 -

April 3.464,11 780,31 -

Mei 2.494,31 855,61 -

Juni 3.099,01 - 1.254,11

Juli 1.446,41 - -

Agustus 1.934,11 - -

September - - 1.301,51

Oktober 1.290,31 1.151,01 3.531,01

Nopember 1.588,51 - 5.426,11

Desember 585,21 - -

Total 18.493,79 5.902,66 16.894,16


(4)

Lampiran 2. Peta Lokasi Gunungsindur Kabupaten Bogor


(5)

Persiapan kolam

Lampiran 3. Dokumentasi di CV Jumbo Bintang Lestari

Benih yang ditebar

Pakan yang digunakan Ikan yang mati karena penyakit

Sarana penerangan Ukuran ikan panen


(6)

Ruang penyimpanan pakan