Analisis Sumber Sumber Risiko Produksi Pembenihan Ikan Patin Siam pada Pasir Gaok Fish Farm di Kabupaten Bogor

ANALISIS SUMBER SUMBER RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN
IKAN PATIN SIAM PADA PASIR GAOK FISH FARM
DI KABUPATEN BOGOR

RAHMI YUNIARTI NINGSIH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Sumber
Sumber Risiko Produksi Pembenihan Ikan Patin Siam pada Pasir Gaok Fish Farm
di Kabupaten Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015

Rahmi Yuniarti Ningsih
NIM H34100024

ABSTRAK
RAHMI YUNIARTI NINGSIH. Analisis Sumber Sumber Risiko Produksi
Pembenihan Ikan Patin Siam pada Pasir Gaok Fish Farm di Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO.
Ikan patin siam merupakan komoditas perikanan yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan di Indonesia. Komoditas ini telah dikembangkan dalam
bentuk usaha pembenihan oleh Pasir Gaok Fish Farm (PGFF). PGFF menghadapi
risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produksi dan
peningkatan kematian benih ikan patin. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
sumber-sumber risiko produksi, menganalisis probabilitas dan dampak risiko serta
alternatif strategi penanganan risiko. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
analisis deskriptif, analisis z-score, dan analisis Value at Risk (VaR). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi pembenihan ikan patin siam di

PGFF adalah kanibalisme, kualitas air, penyakit, dan kesalahan pembudidaya
(human error). Nilai probabilitas sumber risiko yang diperoleh dari yang tertinggi
adalah risiko kanibalisme, penyakit, kualitas air, dan human error. Dampak risiko
yang ditimbulkan dari yang tertinggi adalah risiko penyakit, kanibalisme, kualitas
air, dan human error. Berdasarkan probabilitas dan dampak risiko, perlu
diterapkan strategi preventif untuk menangani risiko kanibalisme dan penyakit,
yaitu pemberian pakan alami segar yang sesuai kebutuhan ikan dan tepat waktu.
Kata kunci: patin siam, pasir gaok, risiko produksi, value at risk, z-score

ABSTRACT
RAHMI YUNIARTI NINGSIH. Analysis of Production Risk Sources Siam’s
Catfish Hatchery at Pasir Gaok Fish Farm in Bogor District. Supervised by HENY
K. DARYANTO
Siam’s catfish is potential commodity which can develop in Indonesia. This
commodity has been developed by Pasir Gaok Fish Farm (PGFF). PGFF faces the
production risk as indicated by the production fluctuation and enhancement of
catfish seed mortality. The purpose of this study are to identify the sources of
production risk, analyze the probability, impact of risks, and alternative strategies.
The data was analyzed with descriptive analysis, z-score analysis, and analysis of
Value at Risk (VaR). The results showed that prodution risks of siam’s catfish in

PGFF are cannibalism, diseases, water quality, and human error. Probability value
of each highest risk source consist of cannibalism, diseases, water quality, and
human error. The impact of the each highest production risk arerisk of disease,
cannibalism, water quality, and human error. Based on the probability and impact
of risk, prevention strategies needed to be implemented to solve the risk of
cannibalism and disease with giving fresh natural food according to the needs of
fish and right time.
Keywords: pasirgaok, production risk, siam catfish, value at risk, z-score

ANALISIS SUMBER SUMBER RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN
IKAN PATIN SIAM PADA PASIR GAOK FISH FARM
DI KABUPATEN BOGOR

RAHMI YUNIARTI NINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini tentang Risiko produksi,
dengan judul Analisis Sumber Sumber Risiko Produksi Pembenihan Ikan Patin Siam
pada Pasir Gaok Fish Farm di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan sumber-sumber risiko produksi pada Pasir Gaok Fish Farm,
menganalisis tingkat probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko yang ada, serta menganalisis strategi penanganan risiko yang sebaiknya
dilakukan oleh Pasir Gaok Fish Farm untuk mengendalikan risiko produksi dalam
usaha pembenihan ikan patin siam.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc selaku
dosen pembimbing skripsi, Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku penguji utama, dan Ibu
Yanti Nuraeni Muflikh, SP. MAgribus selaku penguji komisi akademik. Terima kasih

juga penulis ucapkan kepada Bapak Sahban Imam Setioko sebagai pemilik usaha Pasir
Gaok Fish Farm, dan para karyawan di PGFF (Pak Sambas, Mas Gony, Mas Kamal
dan Mas Adin) yang telah mengizinkan penulis meneliti dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi. Terima kasih untuk teman-teman Agribisnis 47, HIPMA,
Sahabat Gemercik, BEM KM 2013 khususnya Kementerian PSDM, FORMASI FEM
IPB 2012/2013, teman-teman B23, IKMT 2010/2011, KEMALA, LOGIC, Rizqah,
Novita, Riany, Siti, Tini, Fitri, Aghnia, Ulfa, Vita, Putri, Astari, Helena, Nurlela, Kak
Anjani, Kak Febry, dan semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, yang telah membantu dan memberi motivasi untuk penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri, Bapak
Prapto, Mas Eko, Mas Kus, Mas Budi, Mbak Titik, dan kakak ipar serta seluruh
keluarga yang terus memberikan doa, bimbingan dan kasih sayangnya untuk penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Rahmi Yuniarti Ningsih

1

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

8


Studi Empiris Terkait Analisis Risiko Produksi

8

Probabilitas dan Dampak Risiko Produksi Usaha Perikanan

8

Studi Empiris Terkait Strategi Penanganan Risiko

9

Studi Empiris Terkait Pembenihan Ikan Patin
KERANGKA PEMIKIRAN

10
11

Kerangka Pemikiran Teoritis


11

Kerangka Pemikiran Operasional

15

METODE PENELITIAN

17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Jenis Dan Sumber Data

17

Metode Pengumpulan Data


17

Metode Analisis Data

18

GAMBARAN UMUM USAHA

22

Sejarah Singkat Usaha Pasir Gaok Fish Farm

22

Sarana dan Prasarana Kegiatan Produksi PGFF

23

Aspek Sumber Daya Manusia


24

Kegiatan Produksi Benih Ikan Patin di Pasir Gaok Fish Farm

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

32

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Benih Ikan Patin PGFF

32

Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi Benih Ikan Patin PGFF

38

Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi Benih Ikan Patin PGFF

39

Pemetaan Sumber Risiko Produksi Benih Ikan Patin PGFF

41

Analisis Srategi Penanganan Risiko Produksi Pasir Gaok Fish Farm

43

2
SIMPULAN DAN SARAN

46

Simpulan

46

Saran

46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

52

3

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Peningkatan produksi perikanan budidaya di Indonesia tahun
20102014
Kontribusi wilayah penghasil ikan patin konsumsi tahun 2013 di
Indonesia
Produksi benih ikan patin di Pulau Jawa tahun 20112012 (ekor)
Data produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor tahun 2012
Parameter kualitas air pemeliharaan larva di Pasir Gaok Fish Farm
Probabilitas sumber risiko produksi PGFF
Dampak dari sumber-sumber risiko di PGFF
Status risiko dan prioritas dalam penentuan strategi

1
2
3
4
33
38
40
41

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Grafik tingkat kematian (Mortality Rate) benih ikan patin siam di
PGFF tahun 2013
Peta risiko
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Peta risiko untuk tindakan preventif
Peta risiko untuk tindakan mitigasi
Kolam pemeliharaan induk, pelet Hi Pro Vite 781 kemasan 30 kg, dan
pakan pelet
Proses pemijahan yaitu seleksi induk, penimbangan induk, dan
penyuntikan induk
Peralatan suntik, proses striping, dan pengecekan kematangan telur
Penetasan telur dalam akuarium, pemberian methilen blue dan hasil
panen larva
Artemia Sp. kemasan kaleng; media kultur artemia; alat pemanenan
artemia; artemia yang siap diberikan ke larva
Hatchery 1 berisi 40 akuarium
Persiapan pakan cacing sutera
Benih ikan hasil penyifonan
Proses sortasi benih pada hari ke-15 dan penghitungan ikan dengan
gelas sampel
Pemberian oksigen saat pengemasan benih ikan dalam plastik
Kolam pendederan benih ikan patin
Ikan yang lemas akibat perubahan kualitas air
Ikan mati karena sumber risiko penyakit
Kematian benih akibat kesalahan manusia (human error)
Pemetaan masing-masing sumber risiko produksi benih ikan patin
PGFF
Hasil pemetaan usulan strategi preventif

6
14
16
21
21
26
26
27
28
29
29
30
30
31
31
31
34
35
37
42
45

4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Produksi benih ikan patin siam di PGFF tahun 2013
2 Persentasi sumber risiko risiko benih ikan patin siam di PGFF tahun 2013
3 Analisis dampak risiko produksi benih ikan patin di PGFF tahun 2013

49
49
50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan kawasan perairan yang luas dan
memiliki potensi hasil perikanan berlimpah sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Produksi perikanan di Indonesia sampai
tahun 2013 telah mencapai 19.56 juta ton (KKP 2014). Perikanan tangkap dan
perikanan budidaya mengalami peningkatan produksi sejak tahun 2010 sampai
tahun 2013. Perkembangan perikanan budidaya mengalami pertumbuhan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada perikanan tangkap. Produksi
perikanan budidaya menyumbang 71.52 persen dari total produksi perikanan di
Indonesia sedangkan perikanan tangkap menyumbang sebesar 28.38 persen (KKP
2014). Rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional tahun 2010 sampai 2013
mengalami peningkatan sebesar 5.33 persen per tahun, yaitu dari 30.48 kg/kapita
pada tahun 2010 menjadi 35.62 kg/kapita pada tahun 2013 dan pada tahun 2014
KKP memperkirakan bahwa rata-rata konsumsi ikan nasional masyarakat
Indonesia mencapai 38 kg/kapita (KKP 2014).
Berbagai jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dapat diperoleh di
perairan Indonesia. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2014, terdapat 10 komoditas unggulan
produk perikanan budidaya di Indonesia, yaitu rumput laut, udang, kerapu, kakap,
bandeng, ikan mas, nila, lele, patin, dan gurame (Tabel 1). Secara umum, jumlah
produksi komoditas unggulan perikanan budidaya di Indonesia periode Januari
2010 sampai September 2014 mengalami peningkatan sebesar 35.61 persen. Total
produksi tertinggi adalah budidaya rumput laut dan terendah adalah budidaya ikan
kakap. Peningkatan volume produksi ikan air tawar tertinggi terjadi pada ikan
patin sebesar 46.07 persen (Tabel 1).
Tabel 1

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Komoditas
Udang
Rumput
Laut
Nila
Patin
Lele
Mas
Gurame
Kakap
Kerapu
Bandeng
Lainnya
Jumlah

Peningkatan produksi perikanan budidaya di Indonesia tahun
20102014
2010
(Ton)
380972
3915017

2011
(Ton)
400385
5170201

2012
(Ton)
415703
6514854

2013
(Ton)
639590
9298474

2014*
(Ton)
418728
6701521

Kenaikan
2010−2014
(%)
32.21
36.86

464191
147888
242811
282695
56889
5738
10398
421757
349567
6277923

567078
229267
337577
332206
64252
5236
10580
467449
344731
7928962

695063
347000
441217
374366
84681
6198
11950
518939
265561
9675532

909016
410684
543461
412736
94605
6735
18864
626878
352795
13313838

644167
291954
463221
285204
82774
4435
13672
475290
307494
9688460

36.16
46.07
37.49
29.78
31.07
30.96
36.18
33.63
31.63
35.61

*Data sementara Triwulan 3 Tahun 2014
Sumber: DJPB KKP (2014)

2
Ikan patin berpotensi untuk menggerakkan perekonomian rakyat karena
mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya. Konsumen menyukai daging
ikan patin yang memiliki tekstur agak kenyal, enak, gurih, dandaging ikan patin
memiliki kandungan protein tinggi sertakadar kolesterol yang rendah baik untuk
dikonsumsi (Kordi 2011). Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (P2HP) KKP menyatakan bahwa serapan pasar dalam negeri terbesar
berupa ikan patin segar sekitar 75 %, dan selebihnya berupa fillet, patin asap, serta
bentuk olahan lainnya, dengan kebutuhan ikan patin segar nasional mencapai
400–450 ton per harinya (TROBOS 2014). Direktur Produksi Budidaya KKP juga
menyatakan bahwa pemerintah menargetkan total produksi ikan patin pada tahun
2014 sebesar 1.8 juta ton (DJPB 2014).
Prospek bisnis pada usaha budidaya perikanan mencakup tiga aspek, yaitu
usaha pembenihan, usaha pendederan, dan usaha pembesaran. Segmentasi usaha
dilakukan dengan melihat kesesuaian lokasi usaha, ketersediaan bahan baku,
modal dan pasar yang dituju. Peningkatan jumlah produksi ikan patin pada sektor
pembesaran terjadi di daerah Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Produksi ikan patin
konsumsi di Indonesia tahun 2013 mencapai 410 684 ton. Beberapa daerah yang
menjadi kawasan sentra pembesaran ikan patin di Indonesia adalah Sumatra
Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sumatra Barat,
Sumatra Utara, dan Kalimantan Timur. Kontribusi wilayah penghasil ikan patin
konsumsi di Indonesia tahun 2013 dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Kontribusi wilayah penghasil ikan patin konsumsi tahun 2013 di
Indonesia
Wilayah
Produksi (Ton)
Kontribusi (%)
Sumatra Selatan
220 577
53.71
Jambi
51 718
12.59
Riau
24 896
6.06
Kalimantan Selatan
24 425
5.95
Kalimantan Tengah
23 411
5.70
Jawa Barat
16 590
4.04
Lampung
16 118
3.92
Sumatra Barat
9 834
2.39
Sumatra Utara
7 919
1.93
Kalimantan Timur
5 333
1.30
Lain-lain
9863
2.40
Total
410684
100
Sumber : DJPB, 2014 (Diolah)

Wilayah Sumatra Selatan menjadi daerah yang menghasilkan ikan patin
konsumsi tertinggi di Indonesia. Sumatra Selatan memberi kontribusi dalam
menghasilkan ikan patin konsumsi sebesar 53.7 persen dari total ikan patin yang
di produksi Indonesia tahun 2013. Sumatra Selatan sebagai daerah Minapolitan
dengan produk unggulannya adalah ikan patin (KKP 2013). Daerah Sumatra dan
Kalimantan adalah daerah yang cocok untuk melakukan usaha pembesaran ikan
patin, namun kurang cocok untuk melakukan usaha pembenihan ikan patin.
Daerah yang cocok sebagai sentra pembenihan ikan patin berada di Pulau Jawa
sehingga para pengusaha pembesaran ikan patin di Sumatra dan Kalimantan
melakukan pembelian benih ikan patin dari usaha pembenihan di daerah Jawa.

3
Keberhasilan usaha budidaya ikan patin sangat ditentukan oleh kualitas
input produksi dan pelaksanaan proses produksi. Salah satu input produksi yang
sangat berpengaruh adalah penggunaan benih. Apabila benih ikan yang digunakan
berkualitas baik maka akan menghasilkan ikan patin dengan kualitas yang baik.
Pulau Jawa memiliki potensi perikanan yang cukup besar, baik pada potensi
perikanan tangkap dan budidaya. Provinsi Jawa Barat merupakan daerah sentral
pembenihan ikan air tawar di Indonesia. Usaha pembenihan ikan patin yang
berada di Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan tertinggi dibandingkan dengan
daerah lainnya di pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat menghasilkan benih ikan patin
tertinggi pada tahun 2011 dan tahun 2012. Provinsi Jawa Barat mengalami
kenaikan produksi benih ikan patin tertinggi sebesar 96.64 persen (Tabel 3).
Tabel 3 Produksi benih ikan patin di Pulau Jawa tahun 20112012 (ekor)
Provinsi
2011
2012
Kenaikan (%)
DKI Jakarta
19 447 000
17 285 000
-12. 51
Jawa Barat
201 530 000
598 908 000
96. 64
Jawa Tengah
42 278 000
8 828 000
-378. 91
D.I. Yogyakarta
146 000
152 000
3. 95
Jawa Timur
5 546 000
71 926 000
92.29
Banten
4 372 000
1 392 000
-214. 08
Jumlah
273 319 000
698 491 000
60. 87
Sumber: DJPB KKP (2013)

Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya adalah
dengan perbaikan mutu benih dan perbaikan mutu induk penghasil benih melalui
usaha pembenihan. Usaha pembenihanbertujuan untuk menghasilkan benih pada
ukuran tertentu. Permintaan konsumen pada benih ikan patin terus meningkat dan
menjadi peluang berkembangnya usaha pembenihan. Usaha yang dilakukan untuk
memenuhi permintaan benih dari pendeder dan pengusaha pembesaran ikan patin
mendorong upaya peningkatan jumlah produksi benih agar permintaan dapat
terpenuhi.
Pulau Jawa sebagai daerah yang cocok untuk usaha pembenihan
menunjukkan bahwa sentra pembenihan ikan berada di Provinsi Jawa Barat.
Beberapa daerah pembenihan ikan air tawar di Jawa Barat berada di Sukabumi,
Subang, Purwakarta, Bandung, Sawangan, Depok, dan Bogor. Kabupaten Bogor
cocok sebagai daerah sentra pembenihan ikan karena faktor lingkungan yang
sesuai, ketersediaan input produksi dan pasar yang dituju mudah untuk diakses.
Usaha pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Bogor tersebar di 40 Kecamatan
dengan luas total areal untuk pembenihan sekitar 1 123 Ha (Disnakan Kabupaten
Bogor 2013). Produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor pada tahun 2012
mencapai 2 053 juta ekor yang terdiri atas benih ikan mas, nila, mujair, gurame,
tawes, patin, lele, bawal dan benih ikan tambakan seperti ikan bandeng dan
tongkol (Tabel 4).
Berdasarkan data Tabel 4 diketahui bahwa produksi benih ikan patin di
Kabupaten Bogor adalah yang tertinggi kelima pada tahun 2012 dengan produksi
benih mencapai 35.3 juta ekor. Pertumbuhan produksi benih ikan patin di
Kabupaten Bogor pada tahun 2011 sampai 2012 sebesar 16 persen (Disnakan
Kabupaten Bogor 2013). Produksi benih ikan patin di Kabupaten Bogor tersebar

4
di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Ciampea, Parung, Ciseeng, Gunung
sindur, Pemijahan dan Rancabungur.
Tabel 4 Data produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor tahun 2012
Komoditas Benih Ikan
Produksi Benih (ekor)
Mas
97 756 220
Nila
87 209 233
Mujair
568 720
Gurame
27 833 970
Tawes
1 830 160
Patin
35 300 510
Lele
1 755 828 300
Tambakan
586 810
Bawal
46 167 030
Total Produksi Benih
2 053 080 953
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2013

Usaha Pasir Gaok Fish Farm (PGFF) adalah usaha pembenihan ikan patin
yang berada di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
Usaha pembenihan ikan di Desa Pasirgaok dapat berkembang karena Kecamatan
Rancabungur cocok sebagai daerah pembenihan ikan patin karena mudah dalam
mengakses bahan baku, seperti pakan alami untuk benih berupa cacing sutera,
kegiatan pemijahan mudah untuk dilaksanakan, dan pembenihan ikan patin dalam
hatchery dapat terkontrol. PGFF melakukan usaha pembenihan ikan patin siam
(Pangasius hypophthalmus) yang telah dilaksanakan selama dua tahun. Usaha
pembenihan memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan usaha pembesaran.
Risiko yang sering dihadapi oleh suatu perusahaan diantaranya adalah risiko
produksi, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Setiap perusahaan perlu
melakukan upaya pengelolaan risiko sehingga kerugian yang dihadapi oleh
perusahaan dapat diminimalisasi.
Risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha pembenihan ikan ditunjukkan
dengan rendahnya produktivitas, yang dapat diketahui dari adanya fluktuasi
jumlah benih yang dihasilkan setiap periodenya. Rendahnya produktivitas
perusahaan ditunjukkan oleh adanya peningkatan kematian pada benih yang di
produksi, hal tersebut mengindikasi adanya risiko produksi. Adanya risiko
keuangan yang dihadapi oleh perusahaan terjadi dalam hal pemenuhan kebutuhan
modal investasi untuk produksi. Risiko pemasaran yang dihadapi oleh perusahaan
ditunjukkan dengan adanya fluktuasi harga produk dan adanya pruduksi barang
dalam jumlah yang berlebih sehingga tidak akan habis oleh pasar.
Risiko produksi merupakan risiko yang berpengaruh dalam sebuah bisnis
karena berkaitan dengan hasil produksi perusahaan. Risiko produksi yang terjadi
pada sebuah perusahaan dapat disebabkan oleh berbagai sumber risiko. Analisis
sumber risiko produksi yang terjadi pada suatu unit usaha perlu dilakukan untuk
meminimalisasi kerugian akibat adanya risiko sehingga perusahaan dapat
memaksimalkan keuntungan. Analisis risiko produksi perlu dilakukan pada usaha
PGFF agar pemilik dapat menentukan strategi yang tepat untuk mengatasi setiap
risiko yang dihadapi oleh PGFF.

5
Perumusan Masalah
Pasir Gaok Fish Farm (PGFF) merupakan usaha perseorangan yang
didirikan oleh Bapak Sahban Imam Setioko dan bergerak dalam bidang
pembenihan ikan patin siam. PGFF berdiri pada tahun 2010 dengan komoditi
pertama yang diusahakan adalah pembenihan ikan bawal, lele, dan gurame. Usaha
pembenihan ikan bawal, lele dan gurame yang dilaksanakan PGFF memiliki
kendala dalam proses produksinya dan kurang menguntungkan. PGFF beralih
untuk melakukan usaha pembenihan ikan patin pada tahun 2012 karena potensi
ikan patin sangat bagus untuk beberapa tahun kedepan. Bisnis benih ikan patin
memiliki waktu produksi yang relatif singkat dengan lama satu periode produksi
sekitar 25–30 hari. Proses pemijahannya dilakukan secara buatan sehingga
pengusaha dapat mengatur waktu produksi dan penyuntikan ikan.
Usaha pembenihan PGFF mengalami berbagai risiko dalam kegiatan
bisnisnya. Analisis terhadap risiko perlu dilakukan untuk meminimalisasi
kerugian yang disebabkan oleh adanya risiko sehingga keuntungan perusahaan
dapat di maksimalkan. Risiko yang dialami oleh PGFF seperti risiko keuangan
dalam hal modal investasi, dapat diatasi oleh pemilik dengan penambahan modal
usaha dari dana pribadi pemilik. Risiko pemasaran dari permintaan konsumen dan
harga benih tidak menjadi risiko yang krusial bagi PGFF. PGFF memiliki
permintaan benih yang tinggi dengan konsumen yang relatif tetap sehingga benih
yang dihasilkan terserap semua oleh pasar. Harga benih yang dijual di PGFF juga
relatif konstan dan tidak berfluktuasi. Risiko lainnya yang dialami oleh PGFF
adalah risiko produksi benih ikan patin patin siam yang ditunjukkan oleh adanya
fluktuasi produksi.
PGFF memiliki dua unit hatchery yang terdiri atas hatchery 1 dengan
kapasitas 40 akuarium dan hatchery 2 dengan kapasitas 45 akuarium. Hatchery 2
mulai beroperasi pada akhir tahun 2013 untuk menambah jumlah produksi benih
ikan patin PGFF. Kegiatan pembenihan PGFF menghasilkan output berupa benih
ikan patin siam umur 18−21 hari dengan ukuran ¾–1 inci atau 1.92.5 cm. Sejak
tahun 2012 benih patin yang dihasilkan oleh PGFF selalu berfluktuasi setiap
bulannya. Benih ikan patin yang dihasilkan PGFF pada hatchery 1 dengan
kapasitas 40 akuarium sekitar 300 000−1 500 000 ekor benih setiap periodenya
dengan ukuran ¾ inci. PGFF melakukan penyuntikan indukan ikan patin setiap
periode produksi sebanyak 13 ekor dengan bobot indukan minimal 3 kg.
Data produksi benih ikan patin yang dihasilkan oleh PGFF pada hatchery 1
selama tahun 2013 (Lampiran 1). PGFF hanya melaksanakan satu kali proses
penyuntikan dalam satu bulan untuk 40 akuarium dalam hatchery 1. Fluktuasi
produksi terjadi dalam kegiatan usaha PGFF dalam menghasilkan benih ikan patin
siam pada bulan Januari sampai Desember 2013. PGFF tidak melakukan produksi
pada bulan Juli 2013 karena PGFF libur pada bulan Ramadhan hingga Idul Fitri.
Nilai Fluktuasi Mortality Rate (MR) menunjukkan adanya risiko produksi yang
dihadapi oleh PGFF. Rata-rata dari nilai MR yang terjadi selama tahun 2013 di
PGFF adalah 53.21 persen.

6
80

Mortality Rate (%)

70
60
50
40
30
20
10
0

Bulan Produksi
Gambar 1 Grafik tingkat kematian (Mortality Rate) benih ikan patin siam di
PGFF tahun 2013
Target produksi benih ikan patin di PGFF setiap periodenya adalah 55
persen dari total larva yang dipanen. PGFF menentukan bahwa batas tingkat
kematian benih atau nilai MR normal sebesar 45 persen. Nilai standar MR dari
kegiatan pembenihan ikan patin untuk pemeliharaan dalam akuarium (air tenang)
yang baik adalah 30−40 persen namun dapat berbeda untuk setiap usaha
pembenihan (Susanto 2009). Tingginya nilai MR yang terjadi di PGFF
mengindikasi adanya risiko produksi yang dapat menyebabkan kerugian bagi
perusahaan. Produksi benih ikan patin siam di PGFF belum maksimal karena nilai
MR yang terjadi pada bulan Januari, Maret, Juni, September, November, dan
Desember berkisar antara 50.13 persen sampai 70.46 persen.
Risiko produksi yang dihadapi oleh PGFF diduga terjadi karena tingginya
tingkat kematian benih ikan patin. Beberapa faktor produksi yang diindikasi
sebagai sumber risiko produksi yang menyebabkan tingginya kematian benih ikan
patin di PGFF adalah kanibalisme, perubahan suhu air yang drastis, kualitas air,
musim kemarau, penyakit, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi
induk, kesalahan dalam proses stripping, dan ketersediaan pakan. Gejala kematian
benih yang terjadi ditunjukkan dengan adanya benih yang terapung di permukaan
air dan adanya sisa-sisa benih mati yang tenggelam di dasar akuarium. Selain itu
adanya risiko produksi juga diduga dapat menyebabkan adanya kegagalan telur
menetas, dan penurunan produktivitas induk patin siam dalam menghasilkan telur.
PGFF perlu mengetahui sumber-sumber dari risiko produksi yang menjadi
penyebab kematian pada benih. Kematian mendadak pada benih yang disebabkan
oleh berbagai faktor yang ditunjukkan di PGFF menyebabkan analisis sumber
risiko produksi perlu untuk dilakukan.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, rumusan masalah yang dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja sumber risiko produksi yang memengaruhi produksi benih ikan patin
siam pada Pasir Gaok Fish Farm?

7
2. Bagaimana tingkat probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh
sumber-sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan patin siam di Pasir
Gaok Fish Farm?
3. Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan Pasir
Gaok Fish Farm untuk mengendalikan risiko produksi dalam kegiatan
pembenihan ikan patin siam?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha
pembenihan ikan patin siam pada Pasir Gaok Fish Farm.
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko produksi pada kegiatan pembenihan ikan patin siam pada Pasir
Gaok Fish Farm.
3. Menganalisis alternatif strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh
Pasir Gaok Fish Farm untuk mengendalikan risiko dalam kegiatan pembenihan
ikan patin siam.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Pasir Gaok Fish Farm, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusanuntuk perencanaanusaha di masa depan.
2. Penulis, meningkatkan kemampuan dalam menganalisis risiko produksi dari
suatu usaha.
3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan penelitian ini, serta
dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah analisis risiko produksi pada
benih ikan patin siam(Pangasius hypophthalmus) yang dibudidayakan di PGFF.
Data produksi selama satu tahun yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
berdasarkan hasil wawancara kepada pemilik dan pengelola usaha pembenihan
ikan patin di PGFF. Data produksi pembenihan ikan patin tahun 2013 yang
dilakukan hanya pada hatchery1 dengan kapasitas 40 akuarium. Penelitian hanya
dilakukan pada hatchery 1 karena pada awal berdiri, PGFF hanya melakukan satu
kali proses penyuntikan setiap periodenya. Data produksi dan penjualan benih
tahun 2013 yang digunakan dalam penelitian berdasarkan catatan pengelola usaha
dan untuk persentase kematian benih dari sumber-sumber risiko berdasarkan hasil
wawancara. Penentuan persentase benih yang mati akibat adanya risiko
berdasarkan ciri-ciri kematian benih yang ditunjukkan ketika benih mati di dalam
akuarium berdasarkan pengalaman pengelola. Data yang digunakan adalah data
pembenihan ikan patin pada saat tebar larva ke akuarium dan hasil panen benih
yang terjual kepada konsumen. Benih yang siap dijual berukuran ¾1 inci atau

8
1.92.5 cm, dengan umur ikan 15−21 hari. Satu periode produksi di PGFF sekitar
25−30 hari, dengan sortasi pertama dilakukan pada hari ke-15, sortasi kedua pada
hari ke-18, dan sortasi ketiga dilaksanan pada hari ke-21 sampai ikan habis terjual.

TINJAUAN PUSTAKA
Studi Empiris Terkait Analisis Risiko Produksi
Sumber-sumber risiko yang dihadapi dalam sektor pertanian adalah risiko
produksi, risiko pasar, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial
(Harwood et al. 1999). Asche dan Tveteras (1999) menjelaskan bahwa risiko
produksi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses produksi pada
sebagian besar industri primer. Sumber-sumber risiko produksi pada usaha
perikanan dari segi teknis (proses produksi) secara umum disebabkan oleh
perubahan suhu ekstrem, kanibalisme, kesalahan pembudidaya, musim kemarau,
serangan hama dan penyakit yang dapat memicu kematian benih, kegagalan telur
menetas serta penurunan produktivitas induk ikan dalam menghasilkan telur
(Silaban 2011; Bagjariani 2013; Amalia 2014). Sedangkan jika dilihat dari segi
non teknis maka risiko yang sering muncul dalam usaha pembenihan perikanan
adalah risiko pasar yang mencakup harga input dan harga output (Amalia 2014).
Penelitian Bagjariani (2013) menjelaskan bahwa sumber risiko produksi
pada usaha pembenihan ikan bawal air tawar di Desa Tenjolaya Kabupaten Bogor
berasal dari faktor kesalahan SDM, cuaca, kanibalisme, dan penyakit. Sedangkan
dalam penelitian Pertiwi (2013) terkait risiko produksi benih ikan nila, selain
empat sumber risiko tersebut juga ditemukan adanya sumber risiko hama yang
menyebabkan kematian pada benih ikan. Penelitian Purwitasari (2011)
menjelaskan bahwa risiko operasional yang teridentifikasipada unit pemasaran
benih ikan patin yaitu risiko SDM, risiko teknologi, risiko alam, dan risiko proses.
Manik (2013) menjelaskan bahwa risiko produksi pada usaha pembenihan ikan
patin siam yang ditemukan pada usaha Elminari Fish Culture (EFC) adalah
kesalahan pekerja dalam melakukan seleksi induk, kesalahan pekerja pada saat
penyuntikan induk, adanya kanibalisme, terjadinya musim kemarau, suhu air yang
bersifat ekstrem, dan kematian benih karena penyakit.

Probabilitas dan Dampak Risiko Produksi Usaha Perikanan
Analisis probabilitas dan dampak dari risiko pada usaha perikanan telah
dilakukan oleh Lestari (2009), Sahar (2010), Bagjariani (2013), dan Farman
(2013). Penelitian Farman (2013) bertujuan untuk mengidentifikasi serta
menganalisis probabilitas dan dampak risiko produksi pada usaha pembenihan
ikan lele sangkuriang di Saung Lele menggunakan metode analisis deskriptif.
Penelitian Lestari (2009) mengenai analisis manajemen risiko dalam usaha
pembenihan udang Vannamei dengan mengambil studi kasus di PT Suri Tani
Pemuka di Serang, Banten, memaparkan bahwa Risiko yang dihadapi PT Suri

9
Tani Pemuka adalah risiko operasional dan risiko pemasaran. Metode analisis
probabilitas yang digunakan oleh Lestari (2009) dan Bagjariani (2013) adalah
metode z-score dan untuk menghitung nilai dampak risiko menggunakan metode
Value at Risk (VaR).
Sahar (2010) menemukan bahwa sumber-sumber risiko pada pembenihan
larva ikan bawal air tawar di Ben’s Farm Bogor adalah risiko produksi dan risiko
pasar. Jadi selain menggunakan analisis nilai standar (z-score) dan Value at Risk
(VaR), Sahar (2010) juga menganalisis nilai risiko yang diperoleh dengan
menggunakan alat analisis coefficient variation. Berbeda dengan penelitian
Silaban (2011), yang mencoba melihat pengaruh diversifikasi (portofolio) untuk
mengendalikan risiko produksi ikan hias yang dihadapi oleh PT Taufan Farm di
Kabupaten Bogor, dengan menggunakan metode analisis risiko yaitu variance,
standar deviation, dan coefficient variation.
Perhitungan nilai probabilitas dan dampak dari sumber-sumber risiko
produksi yang dihadapi usaha perikanan telah dilakukan untuk mengetahui
peluang terjadinya suatu risiko dan besar kerugian yang disebabkan oleh risiko
tersebut. Berdasarkan penelitian terdahulu, penulis menggunakan analisis nilai
standar atau nilai z-score untuk mengetahui nilai probabilitas atau kemungkinan
dari setiap sumber risiko produksi pembenihan ikan patin siam yang terjadi di
PGFF. Perhitungan dampak risiko menggunakan analisis Value at Risk (VaR),
sehingga nilai kerugian dari sumber-sumber risiko pada usaha pembenihan ikan
patin siam di PGFF dapat diketahui.

Studi Empiris Terkait Strategi Penanganan Risiko
Lestari (2009), Bagjariani (2013) dan Farman (2013) menggunakan peta
risiko untuk mengklasifikasi sumber-sumber risiko yang teridentifikasi dalam
penelitian. Penggunaan peta risiko bertujuan untuk mempermudah dalam mencari
alternatif strategi untuk penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh perusahaan.
Peta risiko menggambarkan nilai probabilitas dan dampak dari setiap risiko.
Bagjariani (2013) menjelaskan bahwa strategi penanganan risiko dirumuskan
berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi yang terdapat pada
peta risiko. Farman (2013) mengemukakan bahwa sumber risiko produksi yang
dihadapi oleh Saung Lele ditangani dengan cara preventif dan mitigasi.
Penentuan alternatif strategi yang tepat untuk dilaksanakan dalam suatu
usaha perikanan dapat dilakukan dengan cara mitigasi dan preventif (Lestari
2009). Strategi penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh Lestari (2009),
yaitu dengan mengklasifikasikan sumber risiko ke dalam empat kuadran risiko.
Pertama, sumber risiko dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan
dampak yang ditimbulkan juga besar yaitu risiko timbulnya penyakit serta risiko
karena tingginya tingkat mortalitas benih udang Vannamei. Kedua, sumber risiko
yang kemungkinan terjadinya kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada
pengadaan induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya besar
tetapi berdampak kecil adalah fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat,
sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya kecil dan berdampak kecil yaitu
risiko yang disebabkan oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Strategi preventif
dilakukan untuk mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran I dan III

10
dengan persiapan pemeliharaan, pelatihan sumber daya manusia, dan kontrak
pembelian dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada
kuadran II melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadaan induk yang
tepat.

Studi Empiris Terkait Pembenihan Ikan Patin
Ikan patin memiliki bentuk tubuh yang memanjang berwarna putih seperti
perak dengan punggung kebiru-biruan. Ikan patin memiliki panjang yang dapat
mencapai 120 cm dan kepalanya relatif kecil dengan mulut terletak di ujung
kepala bagian bawah. Terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba pada sudut mulutnya. Sirip punggung ikan patin memiliki sebuah jari-jari
keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi. Ikan patin memiliki sirip ekor
yang membentuk cagak dan bentuknya simetris, sirip duburnya panjang terdiri
dari 30−33 jari-jari lunak. Ikan patin memiliki kandungan gizi yang baik karena
daging ikan patin mengandung protein sekitar 68.6 persen, lemak 5.8 persen, abu
3.5 persen dan air 59.3 persen (Mahyudin 2010).
Mahyudin (2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa jenis ikan patin
yang dikembangkan di Indonesia, yaitu ikan patin jambal atau ikan patin lokal
(Pangasius pangasius) dan ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) atau yang
dikenal dengan nama ikan patin Bangkok. Indonesia juga telah mengembangkan
ikan hasil persilangan antara induk betina ikan patin siam dengan induk jantan
ikan patin jambal dan menghasilkan ikan patin yang dikenal dengan nama ikan
patin pasupati (Pangasius sp.). Berbagai kerabat dekat ikan patin yang dapat
ditemukan di perairan Indonesia diantaranya Pangasius polyuranodon (ikan juaro),
Pangasius macronema (ikan rios), Pangasius micronemus (ikan wakal atau
riuscaring), Pangasius nasutus (ikan pedado), dan Pangasius nieuwenhuisii (ikan
lawang).
Kegiatan produksi induk ikan patin siam merupakan suatu rangkaian dari
kegiatan pra produksi, produksi, dan pemanenan untuk menghasilkan induk ikan
patin siam (BSN 2000a). Kriteria induk ikan patin siam yang baik sesuai dengan
SNI 01-6483.3-2000 adalah umur induk ikan patin betina harus lebih dari 2.5
tahun dan induk ikan patin jantan lebih dari 1.5 tahun. Bobot tubuh induk ikan
jantan lebih dari 2 kg dan untuk induk ikan betina lebih dari 3 kg. Nilai
Fekuinditas pada ikan patin siam sebesar 120 000−200 000 butir/kg (BSN 2000 a).
Menurut SNI 01-6483.1-2000, benih ikan patin siam kelas benih sebar adalah
benih keturunan pertama dari induk pokok, induk dasar atau induk penjenis yang
memenuhi syarat mutu kelas benih sebar (BSN 2000b).
Benih ikan patin siam kelas benih sebar di dalam SNI 01-6483.2-2000
terdiri dari larva (ukuran 0.10−0.20 inci), benih ukuran 0.75 inci, benih ukuran
1−2 inci (hasil pendederan II di akuarium/bak) dan benih ukuran 2−3 inci (hasil
pendederan II di kolam) (BSN 2000c). Benih ikan patin siam memiliki sifat
kanibal terutama pada hari kedua sampai dengan ketiga. Benih ikan patin siam
bersifat fototaksis positif (bergerak mendekati sumber cahaya) dan memiliki alat
pernapasan tambahan berupa aborescen yang mulai terbentuk ketika ikan patin
berumur 12−15 hari sehingga dapat mengambil oksigen bebas dari udara dan
bertahan hidup pada perairan yang kurang oksigen (BSN 2000c).

11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi risiko dan ketidakpastian
Suatu perusahaan dapat menghadapi berbagai masalah dari kegiatan bisnis
yang dilaksanakan. Masalah yang muncul perlu ditangani oleh pelaku usaha untuk
mengurangi kerugian perusahaan. Masalah yang muncul dalam kegiatan bisnis
sering disebut sebagai risiko atau ketidakpastian oleh para pelaku usaha.Risiko
dan ketidakpastian itu sangat erat kaitannya, namun keduanya memiliki makna
yang berbeda. Risiko (risk) diartikan sebagai peluang suatu kejadian yang terukur
kuantitasnya karena tersedia informasi dan menimbulkan kerugian pada kegiatan
usaha tertentu, sedangkan ketidakpastian diartikan sebagai peluang yang tidak
dapat diukur kuantitasnya karena tidak tersedia informasi (Robinson & Barry,
1987) Ketidakpastian dapat berupa kejadian yang menguntungkan untuk
perusahaan atau kejadian yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Risiko
adalah ketidakpastian yang dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian
terhadap pengambilan suatu keputusan. Risiko menunjukkan kemungkinan
kehilangan (loss) yang mempengaruhi kesejahteraan individu dan risiko sebagai
konsekuensi dari apa yang kita lakukan (Harwood et al. 1999).
Kountur (2008), menjelaskan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan
dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang
dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan
(opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut
sebagai risiko, maka dari itu risiko didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak
pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak
merugikan. Terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap risiko, yaitu:
(1) merupakan suatu kejadian; (2) kejadian tersebut masih merupakan
kemungkinan, jadi bisa saja terjadi atau tidak terjadi; (3) jika sampai terjadi
menimbulkan kerugian.
Kategori risiko dan sumber risiko
Kountur (2004; 2006; 2008) mengkategorikan risiko yang dihadapi oleh
suatu usaha berdasarkan sudut pandang melihatnya, yaitu:
1. Sudut pandang penyebab, meliputi risiko keuangan dan operasional. Risiko
keuangan dipengaruhi oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga,
tingkat bunga, dan mata uang, sedangkan risiko operasional dipengaruhi oleh
faktor non-keuangan, seperti faktor manusia, teknologi, dan faktor alam.
2. Sudut pandang akibat, meliputi risiko murni dan spekulatif. Risiko murni
adalah risiko yang pastimengakibatkan kerugian, sedangkan risiko spekulatif
adalah risiko yang tidak hanya mengakibatkan kerugian tetapi juga keuntungan.
3. Sudut pandang aktivitas dilihat berdasarkan jumlah aktivitas yang ada, seperti
aktivitas pemberian kredit oleh bank (risiko kredit) dan orang yang melakukan
aktivitas perjalanan (risiko perjalanan).
4. Sudut pandang kejadian menyatakan bahwa risiko dapat dikelola dengan baik
sehingga dapat diketahui cara-cara apa yang dapat dilakukan untuk mengelola
risiko tersebut.

12
Menurut Harwood et al. (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat
dihadapi oleh petani, yaitu:
1. Risiko produksi (yield risk), berasal dari kegiatan produksi diantaranya gagal
panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh
serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, serta adanya
kesalahan sumber daya manusia.
2. Risiko pasar atau harga (market risk), menunjukkan adanya suatu risiko yang
berkaitan dengan perubahan harga output atau input pada waktu proses
produksi. Contoh risiko pasar/harga meliputi barang tidak dapat dijual yang
diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga
output, inflasi, daya beli masyarakat, dan persaingan.
3. Risiko kelembagaan (institusional risk), menunjukkan adanya perubahan
kebijakan atau aturan pemerintah yang mempengaruhi pertanian, seperti
adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi
kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.
Contohnya kebijakan penggunaan pestisida pada tanamanan dan obat-obatan
pada ternak. dan tarif ekspor.
4. Risiko sumber daya manusia (personal risk), muncul sebagai akibat dari
kematian tenaga kerja, cedera, kesehatan yang buruk. Perubahan tujuan
individu yang terlibat dalam perusahaan dapat memberikan efek yang
signifikan pada kinerja operasi perusahaan dalam jangka panjang.
5. Risiko keuangan (financial risk), berkaitan dengan fluktuasi suku bunga
pinjaman modal, kenaikan upah minimum regional, adanya utang tak tertagih,
likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang
rendah, dan laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi.
Manajemen risiko
Manajemen risiko menurut Darmawi (2010), merupakan suatu usaha untuk
mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan
dengan tujuan memperoleh efektivitas dan efesiensi yang lebih tinggi. Menurut
Darmawi (2010), ada empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan
menerapkan manajemen risiko, yaitu mencegah perusahaan dari kegagalan,
mengurangi pengeluaran perusahaan, menunjang peningkatan perolehan laba, dan
memberi ketenangan pikiran bagi manager yang disebabkan adanya perlindungan
terhadap risiko.
Kountur (2008), menjelaskan manajemen risiko adalah cara-cara yang
digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan
adanya risiko. Manajemen juga merupakan suatu cara untuk menangani masalahmasalah yang timbul karena adanya ketidakpastian dengan cara mengukur,
memetakan, dan mengembangkan alternatif risiko dalam memonitoring serta
mengendalikan implementasi penanganan risiko. Pentingnya manajemen risiko
diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi
lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko
yang sistematis dan untuk memaksimumkan laba.
Pengukuran risiko
Menurut Darmawi (2010), setelah tahap identifikasi sumber risiko maka
selanjutnya sumber risiko diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan

13
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam menetapkan kombinasi
peralatan manajemen risiko yang cocok. Informasi yang diperlukan berkaitan
dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu frekuensi terjadinya risiko atau
jumlah kerugian yang dapat terjadi dan keparahan dari kerugian.
Menurut Kountur (2008), tujuan pengukuran risiko yaitu menghasilkan
suatu hal yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah
ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko
yang lebih krusial dari risiko lainnya. Risiko dapat diukur jika diketahui
kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari
risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya risiko yang mengacu pada
seberapa besar probabilitas risiko yang terjadi. Metode yang digunakan untuk
mengetahui besar kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau
z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk
desimal. Menurut Kountur (2006, 2008), z-score adalah suatu angka yang
menunjukkan seberapa jauh suatu nilai dari rata-ratanya pada distribusi normal.
Metode yang digunakan untuk mengukur nilai kerugian dari dampak risiko
adalah VaR (Value at Risk) (Kountur 2006, 2008). VaR adalah kerugian terbesar
yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan
tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR untuk mengukur dampak dari
suatu risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya.
Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko yng terjadi pada suatu
kegiatan usaha. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi
sebagai akibat dari terjadinya risiko.
Teknik pemetaan risiko
Peta risiko adalah gambaran tentang posisi suatu risiko di antara dua sumbu,
yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal
menggambarkan dampak. Probabilitas merupakan dimensi pertama yang
menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi
kemungkinan risiko terjadi, maka perlu mendapat perhatian. Dimensi kedua yaitu
dampak, merupakan akibat dari risiko yang menjadi kenyataan. Semakin tinggi
dampak suatu risiko, maka perlu segera ditangani (Kountur 2006; 2008).
Probabilitas risiko terdiri atas kemungkinan besar dan kemungkinan kecil,
sedangkan dampak risiko terdiri atas dampak besar dan dampak kecil. Batas
antara kemungkinan besar dan kecilnya suatu risiko ditentukan oleh manajemen.
Kountur (2008) mengemukakan bahwa risiko yang probabilitasnya di atas 20
persen dianggap sebagai risiko dengan kemungkinan besar, sedangkan yang
berada di bawah 20 persen dianggap sebagai risiko dengan kemungkinan kecil.
Matriks antara kedua dimensi menghasilkan empat kuadran utama. Kuadran
I merupakan area skala prioritas ketiga dengan tingkat probabilitas besar dan
tingkat dampak kecil. Risiko pada kuadran ini memiliki dampak minimal terhadap
pencapaian tujuan perusahaan. Kuadran II merupakan area skala prioritas pertama.
dengan tingkat probabilitas kejadian dan dampak besar. Risiko pada kuadran II
mempengaruhi target pencapaian perusahaan dan menimbulkan kondisi terburuk
(bangkrut).
Kuadran III merupakan area skala prioritas keempat dengan tingkat
probabilitas kejadian dan dampak yang kecil bagi perusahaan dalam mencapai
target. Risiko yang masuk dalam kuadran III cenderung dapat diabaikan sehingga

14
perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumber daya untuk menangani risiko,
namun perusahaan tetap perlu mengadakan pengawasan pada risiko ini. Kuadran
IV merupakan area skala prioritas kedua dengan memiliki tingkat probabilitas
kejadian kecil dan dampak besar. Risiko pada kuadran IV jarang terjadi, tetapi
jika risiko ini terjadi dapat menyebabkan terancamnya tujuan perusahaan.
Penanganan risiko dilakukan sesuai dengan posisi risiko yang telah dipetakan
dalam peta risiko sehingga penanganan dapat dilakukan dengan tepat sesuai
dengan status risikonya (Kountur, 2008). Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 2.
Probabilitas (%)
Besar

Kuadran I

Kuadran II

Kecil

Kuadran III

Kuadran IV

Kecil

Besar

Dampak (Rp)

Gambar 2 Peta risiko
Sumber: Kountur (2008)

Konsep penanganan risiko
Menurut Kountur (2008), ada empat cara penanganan risiko yang dapat
dilakukan, yaitu dengan menghindari risiko, mencegah timbulnya risiko untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko, mengurangi kerugian akibat risiko
dengan mengalihkan risiko ke pihak lain dan mendanai risiko jika risiko terjadi.
Suatu risiko yang kemungkinan terjadinya besar dan konsekuensinya juga besar
maka cara yang baik untuk menangani risiko tersebut adalah menghindar. Jika
tidak dapat menghindar dan harus menghadapi risiko maka cara yang dilakukan
adalah mencegah, yaitu membuat kemungkinan terjadinya risiko sekecil mungkin.
Selain mencegah, kerugian akibat dari adanya risiko juga perlu dikurangi, hal ini
dilakukan jika konsekuensi dari risiko tersebut besar (dampak besar).
Menurut Darmawi (2010), pengendalian risiko dapat dijalankan dengan
beberapa metode yaitu menghindari risiko, mengendalikan kerugian, pemisahan,
kombinasi atau pooling, dan pemindahan risiko. Harwood et al. (1999), juga
menjelaskan cara penanganan risiko yang dapat diterapkan untuk meminimalisasi
kerugian usaha tani adalah: (1) diversifikasi usaha (enterprise diversification); (2)
integrasi vertikal (vertical integration); (3) kontrak produksi (production
contract); (4) kontrak pemasaran (marketing contract); (5) perlindungan nilai
(hedging); (6) asuransi (insurance); (8) manajemen keuangan; (9) likuiditas; dan
(10) leasing.

15
Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha Pasir Gaok Fish Farm (PGFF) merupakan usaha pembenihan ikan
yang sudah berdiri sejak tahun 2010 dengan komoditi pertama yang diusahakan
adalah usaha pembenihan ikan lele, ikan bawal dan ikan gurame. PGFF beralih
melakukan usaha pembenihan ikan patin pada tahun 2012 karena ikan patin
memiliki potensi untuk dikembangkan beberapa tahun kedepan. Proses pemijahan
ikan patin juga dapat dilakukan secara buatan sehingga pengusaha dapat
menetapkan waktu produksi dengan mengatur waktu penyuntikan ikan. Potensi
pengembangan usaha pembenihan ikan patin di PGFF didukung oleh tingginya
permintaan benih ikan patin untuk segmentasi usaha pendederan dan pembesaran
ikan patin. Penetapan harga benih ikan patin di PGFF yang relatif tetap dengan
kualitas benih yang baik menyebabkan konsumen membeli benih ikan di PGFF.
Kegiatan usaha pembenihan patin siam pada PGFF menghadapi risiko
produksi yang ditunjukkan oleh adanya fluktuasi produksi benih ikan patin yang
dihasilkan. Fluktuasi produksi b