Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Sangkuriang Pada CV Dejee Fish Kabupaten Sukabumi

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE
SANGKURIANG PADA CV DEJEE FISH
KABUPATEN SUKABUMI

NURAINI BELLA ADHISTY

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko
Produksi Pembenihan Lele Sangkuriang Pada CV Dejee Fish Kabupaten
Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Nuraini Bella Adhisty
NIM H34110016

ABSTRAK
NURAINI BELLA ADHISTY. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele
Sangkuriang Pada CV Dejee Fish Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh
RATNA WINANDI.
Lele Sangkuriang (Clarias sp) merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup baik dan memiliki peluang untuk dikembangkan. Salah satu
perusahaan yang membudidayakan jenis ikan lele sangkuriang adalah CV Dejee Fish
di daerah Pasar Ikan Cibaraja, Cisaat Sukabumi. Dalam menjalankan usahanya
tersebut ternyata tidak terlepas dari adanya risiko yaitu risiko produksi yang terlihat
fluktuasi produksi yang dialami oleh CV Dejee Fish. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui sumber risiko produksi beserta peluangnya, dampaknya dan strategi
alternatif untuk menangani. Identifikasi tersebut menggunakan alat analisis deskriptif
menghasilkan bahwa risiko produksi pada pembenihan lele sangkuriang adalah jamur,

kualitas air, pakan dan teknis pemanenan. Hasil pengamatan dan perhitungan secara
langsung kemudian diolah menggunakan alat analisis Z-score dan alat analisis VaR.
Serta penerapan Strategi preventif dan mitigasi untuk menangani sumber risiko yang
berasal dari jamur, kualitas air, pakan dan teknis pemanenan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa probabilitas risiko rata-rata per siklus per kolam yang bersumber
dari jamur sebesar 40 persen, kualitas air 44 persen, pakan 5 persen dan teknis
pemanenan 4 persen. Dampak risiko jamur sebesar Rp 5 795, kualitas air Rp 4 937,
pakan Rp 3 388 dan teknis pemanenan Rp 3 736.

Kata Kunci : Clarias sp, risiko produksi , Z-score, Value at Risk

ABSTRACT
NURAINI BELLA ADHISTY. Risk Production Analysis of Catfish Hatchery at
CV Dejee Fish Sukabumi District . Supervised by RATNA WINANDI.
Sangkuriang catfish (Clarias sp) which lives in freshwater habitats, has a good
economic value. One of the companies that work’s on the cultivation of sangkuriang
catfish is CV Dejee Fish, located at Cibaraja’s Fish Market, Cisaat, Sukabumi.
Unfortunately, this business is highly related to several risks such as production risk
where CV Dejee Fish production fluctuates in a high manner. The object of this study
is to identify the sources of production risk, the chances, the impact, and some

alternative strategy to handle the risk. The sources of production risk are identified as
fungi, water quality, fish feed, and harvesting technic. Furthermore, in order to
understand how big the chances and impact of the risk are, Z-score and VaR analysis
tool is used. Results from the research shows that on the per period per hetchery, the
risk probability from fungi is 40 percent, water quality 44 percent, feeds 5 percent,
and harvesting technic 4 percent. The impact of the risk from fungi cost is Rp 5 795,
water quality Rp 4 937, feeds Rp 3 388 and harvesting technic Rp 3 736.

Key words : Clarias sp, production of risk, Z-score, Value at Risk

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE
SANGKURIANG PADA CV DEJEE FISH
KABUPATEN SUKABUMI

NURAINI BELLA ADHISTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah risiko
produksi, dengan judul Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Sangkuriang
Pada CV Dejee Fish Kabupaten Sukabumi. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Dr Ir Ratna Winandi,MS selaku dosen pembimbing, Ir Narni Farmayanti,MSc
selaku dosen penguji utama dan Dr Ir Burhannudin,MM selaku dosen penguji
akademik dan seluruh staf bagian sekretariat Agribisnis. Ucapan terimakasih
kepada Bapak Deni Rusmawan selaku pemilik perusahaan CV Dejee Fish, kepala
produksi CV Dejee Fish beserta seluruh karyawan CV Dejee Fish dan segenap

pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga dan sahabat-sahabat, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga skrispsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Nuraini Bella Adhisty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN



Latar Belakang



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian




Ruang Lingkup Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA
Risiko Produksi
KERANGKA PEMIKIRAN



10 

Kerangka Pemikiran Teoritis

10 

Lele Sangkuriang

13 


Pembenihan Lele Sangkuriang

14 

Kerangka Pemikiran Operasional

15 

METODE

17 

Lokasi dan Waktu Penelitian

17 

Sumber dan Jenis Data

17 


Metode Pengumpulan Data

17 

Metode Pengolahan Data

18 

Gambaran Umum Perusahaan

22 

HASIL DAN PEMBAHASAN

30 

Analisis Sumber Risiko Produksi

30 


Analisis Dampak Risiko Produksi

37 

Analisis Peta Risiko

38 

Analisis Strategi Penanganan Risiko Produksi

40 

SIMPULAN DAN SARAN

43 

Simpulan

43 


Saran

43 

DAFTAR PUSTAKA

43 

LAMPIRAN

46

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian tahun 2012-2014
2 Konsumsi ikan di Indonesia tahun 2008-2012
3 Volume produksi perikanan budidaya Indonesia tahun 2009-2013

4 Produksi benih ikan air tawar di Kecamatan Cisaat tahun 2014
5 Jenis dan ukuran kolam di CV Dejeefish
6 Peralatan dan perlengkapan di CV Dejeefish
7 Hasil perhitungan probabilitas sumber risiko rata-rata 2 siklus
8 Hasil perhitungan dampak risiko rata-rata 2 siklus
9 Status risiko dari sumber risiko produksi rata-rata 2 siklus

1
2
3
4
25
27
36
37
38

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Tahapan pengelolaan risiko
Peta risiko
Kerangka pemikiran operasional
Peta risiko
Peta strategi preventif
Peta strategi mitigasi
Kolam indoor dan outdoor
Alat kelamin jantan dan betina yang telah matang gonad
Benih yang mati karena jamur
Benih yang mati karena kualitas air
Benih yang mati karena pakan
Benih yang mati karena teknis pemanenan
Peta risiko pembenihan ikan lele sangkuriang CV Dejee Fish rata-rata 2
siklus
14 Peta risiko setelah strategi preventif diterapkan
15 Peta risiko setelah strategi mitigasi diterapkan

12
12
16
20
21
22
26
28
31
33
34
35
39
41
42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Struktur organinasi CV Dejee Fish
Analisis probabilitas risiko
Analisis dampak risiko
Dokumentasi

46
47
49
54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1 922
570 km² dan luas perairannya 3 257 483 km². Luas perairan Indonesia yang
melebihi luas daratannya menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara maritim.
Sebagai negara maritim, sektor perikanan memegang peranan penting dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat, baik dalam bidang penangkapan maupun
budidaya. Penilaian terhadap kinerja sektor perikanan juga dapat diukur degan
kontribusinya terhadap perekonomian nasional dimana indikator untuk
menggambarkan peran dan kinerja suatu sektor usaha terhadap perekonomian
nasional adalah Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang menunjukan bahwa
sektor perikanan memegang peranan penting dalam PDB sektor pertanian secara
umum. Kontribusi Produk Domestik Bruto pada sektor perikanan mengalami
peningkatan setiap tahunnya seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produk domestik bruto (PDB) pertanian Indonesia tahun 2012-2014
Tahun (Rp Miliar)
Kenaikan
Sektor
2012
2013
2014
rata-rata
(%)
Tanaman
574 916.3
621 832.7
668 337.7
5
Pangan
Perkebunan
162 542.6
174 638.4
192 921.5
6
Peternakan
145 720.0
165 162.9
184 246.5
8
Perikanan
255 367.5
291 799.1
340 343.8
10
Kehutanan
54 906.5
56 994.2
60 872.8
4
Jumlah
1 193 453
1 253 433
1 446 722
7
PDB Nasional
8 230 925.9
9 087 276.5
10 094 928.9
7
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2015 (diolah)

Produk Domestik Bruto sektor perikanan seperti yang terlihat pada Tabel 1
selama tahun 2012-2014 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 10 persen. Hal
tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan sektor perikanan setiap tahunnya
mengalami peningkatan dimana jika dibandingkan dengan sektor tanaman pangan,
perkebunan, peternakan dan kehutanan, kenaikan Produk Domestik Bruto sektor
perikanan merupakan yang paling tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa, sektor
perikanan memiliki prospek yang baik.
Pada sektor perikanan terdapat dua jenis sumber produksi perikanan yaitu
perikanan tangkap dan budidaya. Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat
ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China,
Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap
Indonesia sampai pada tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia, dengan
tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan
rata-rata produksi sebesar 1.54 persen. Pada tahun 2007 posisi produksi perikanan
budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata

2
produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8.79 persen. Secara umum, trend
perikanan budidaya dunia terus mengalami kenaikan, sehingga masa depan
perikanan dunia akan terfokus pada pengembangan budidaya perikanan.
Perikanan budidaya memiliki peranan cukup penting dan menjadi penggerak
utama dalam perekonomian bidang kelautan dan perikanan. Hal tersebut terlihat
dari peran sektor perikanan budidaya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
sektor Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2013 yaitu sebesar 37.9 persen dari
total Produk Domestik Bruto (PDB) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi dalam bidang budidaya
ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Budidaya adalah kegiatan memelihara
ikan/binatang air lainnya/tanaman air dengan menggunakan fasilitas buatan. Pada
umumnya, budidaya perairan ada yang dikelilingi galengan atau tanggul (seperti
tambak, kolam), pagar dan lain-lain. Perikanan budidaya memiliki prospek yang
baik dimana, adanya fakta bahwa ikan merupakan komoditas andalan dalam
memasok ketahanan pangan nasional. Selain itu juga, ikan merupakan makanan
yang memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh karena dalam ikan terkandung
banyak protein maka hal tersebut akan menjadi ujung tombak dalam menopang
ketahanan pangan nasional. Terdapat beberapa komoditas ikan air tawar yang
dapat dikembangkan dan diproduksi dengan cepat dalam jumlah yang besar
dengan menggunakan sistem perikanan budidaya.
Seiring dengan berkembangnya usaha kuliner saat ini seperti pecel lele
mengakibatkan jumlah konsumsi ikan terus meningkat setiap tahunnya
menandakan bahwa perikanan budidaya merupakan solusi dalam memenuhi
kebutuhan konsumsi ikan tersebut. Seperti terlihat pada Tabel 2 Angka konsumsi
ikan di Indonesia tahun 2008-2012 berikut ini.
Tabel 2 Konsumsi ikan di Indonesia tahun 2008-2012
Tahun
Konsumsi Ikan (Kg/Kap/Th)
2008
28.00
2009
29.08
2010
30.48
2011
32.25
2012
33.89
Kenaikan Rata-rata (%) 2008-2012
4.89
Sumber : Pusdatin Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014 (diolah)

Berdasarkan Tabel 2 Angka konsumsi ikan di Indonesia tahun 2008-2012
menunjukan bahwa, konsumsi ikan terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Hal tersebut berarti bahwa minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan
setiap tahunnya semakin besar dikarenakan masyarakat mulai sadar akan
pentingnya mengkonsumsi ikan dan harga ikan yang lebih terjangkau
dibandingkan jenis pangan lainnya seperti daging ayam dan sapi. Adanya
peningkatan konsumsi tersebut, pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan
produksi perikanan budidaya dalam memenuhi pangan nasional.
Terdapat beberapa jenis ikan yang biasa dibudidayakan pada air tawar,
antara lain ikan nila, gurami, lele, bawal, ikan mas dan masih banyak lagi jenis
ikan lainnya. Salah satu jenis ikan air tawar yang bisa dibudidayakan dan
memiliki potensi yang cukup besar adalah ikan lele. Keunggulan yang dimiliki

3
ikan lele antara lain dapat memanfaatkan lahan kritis yang tidak bisa
dimanfaatkan untuk lahan pertanian, mudah untuk dilakukan dan tidak
membutuhkan suatu teknologi yang mutakhir dan dapat dilakukan oleh setiap
orang dengan modal yang sedikit, sehingga dapat dilakukan dalam skala rumah
tangga. Selain itu juga, lele telah ditetapkan oleh Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) sebagai komoditas unggulan. Persyaratan
sebagai komoditas unggulan yaitu adanya teknologi berkembang dan dikuasai
oleh masyarakat, peluang pasar ekspor yang tinggi, serapan pasar dalam negeri
cukup besar, permodalan yang relatif rendah, penyerapan tenaga kerja yang tinggi
serta hemat BBM. Komoditas ikan lele mengalami perkembangan dengan nilai
produksi yang terus meningkat. Tabel 3 menunjukan Volume produksi perikanan
budidaya Indonesia tahun 2009-2013 seperti berikut ini.
Tabel 3 Volume produksi perikanan budidaya Indonesia tahun 2009-2013
Produksi (ton)
Jenis Ikan
2009
2010
2011
2012
2013
Gurami
46 254
56 889
64 252
84 681
94 605
Lele
144 755
242 811
337 577
441 217
543 461
Lain-lain
190 107
349 568
344 732
265 580
352 795
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015 (diolah)

Pada Tabel 3 dapat dilihat produksi perikanan budidaya terutama komoditas
ikan lele mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari 144 755 ton pada tahun
2009, meningkat hingga 543 461 ton pada tahun 2013, yang menandakan potensi
permintaan terhadap ikan lele ini terus mengalami peningkatan juga setiap
tahunnya dimana hal tersebut juga perlu diimbangi dengan pasokan benih ikan
yang mencukupi.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2010), Jawa Barat
merupakan salah satu provinsi yang dikenal sebagai sentra budidaya air tawar di
Indonesia. Dari berbagai jenis ikan air tawar yang dibudidayakan, ikan lele
merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang produksinya tinggi, dengan
jumlah produksi mencapai 48 044 ton pada tahun 2009, yang diikuti oleh provinsi
Jawa Tengah dengan jumlah produksi ikan lele yang mencapai 28 290 ton,
kemudian Jawa Timur dengan jumlah produksi ikan lele mencapai 26 690 ton di
tahun 2009. Hal tersebut menunjukan bahwa, Provinsi Jawa Barat sebagai
provinsi yang mampu menjadi penghasil ikan lele terbesar di Indonesia. Jawa
Barat adalah provinsi yang perkembangan budidaya air tawarnya sangat baik.
Sentra perikanan budidaya air tawar di provinsi ini tersebar di beberapa kabupaten.
Jumlah produksi ikan air tawar di Provinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan
dengan provinsi lainnya disebabkan oleh meningkatnya usaha kuliner pecel lele,
sehingga permintaan ikan lele meningkat dan menyebabkan permintaan akan
benih lele pun mengalami peningkatan.
Kabupaten yang memiliki potensi agribisnis ikan air tawar yang ada di Jawa
Barat adalah Kabupaten Sukabumi. Hal tersebut ditujukan dengan adanya Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBAT) yang berada dibawah
tanggung jawab Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Komoditas yang
dibudidayakan di BBAT Sukabumi mulai dari calon indukan, benih hingga ikan
pembesaran meliputi lobster, nila, lele, gurami dan udang galah. Komoditas ikan

4
air tawar yang menjadi daya tarik baik dari segi ekonomi maupun kandungan
gizinya adalah ikan lele. Pada tahun 2004 Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBAT) telah mengembangkan benih unggul jenis ikan lele yang lebih
berkualitas dengan melakukan perkawinan silang ikan lele dumbo untuk
menghasilkan komoditas ikan lele yang lebih unggul, yang kita kenal sekarang
sebagai ikan lele sangkuriang. Ikan lele sangkuriang merupakan jenis ikan yang
lele yang lebih tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menghampiri
lele jenis lain. Lele sangkuriang dapat menghasilkan telur sebanyak 40 000 – 60
000 butir per kg induk betina, sedangkan lele dumbo biasa hanya mampu
menghasilkan telur sekitar 20 000 – 30 000 butir per kg induk betina. Kabupaten
Sukabumi, khususnya kecamatan Cibaraja-Cisaat merupakan sentra penghasil
ikan air tawar, salah satunya yaitu lele. Kecamatan Cibaraja ini merupakan
kawasan dimana terdapat pasar ikan air tawar yang cukup besar di Sukabumi,
dimana terdapat para penjual ikan dan tempat para pembudidaya ikan air tawar.
Seiring dengan berkembangnya usaha kuliner seperti pecel lele, maka
ketersediaan akan benih ikan lele yang berkualitas dan berkelanjutan merupakan
hal yang perlu diperhatikan. Di pasar ikan Kecamatan Cisaat, Cibaraja ini juga
merupakan sentra produksi benih ikan yang ada di Kabupaten Sukabumi. Seperti
terlihat dari data produksi benih ikan air tawar di kecamatan Cibaraja pada Tabel
4 sebagai berikut.
Tabel 4 Produksi benih ikan air tawar di kecamatan Cisaat tahun 2014
Produksi (1000 ekor)
Jenis Ikan
I
II
III
IV
Mas
200 879.29
107 889.90
142 589.19
144 219.84
Nila
459 207.25
200 118.40
399 717.24
423 857.28
Nilem
34.95
60.90
30.20
34.94
Gurame
749.15
1 305.10
647.26
749.15
Tawes
17.79
52.20
38.96
17.79
Patin
5 562.01
6 090.60
5 454.23
5 562.01
Lele
221 433.04
532 488,80
213 494.20
1 188 849.08
Tambakan
10.79
43.50
13.11
10.79
Bawal Tawar
11 946.88
14 791.40
15 583.52
11 946.88
Udang Galah
912.16
3 045.30
788.10
912.16
Baung
346.74
600.00
460.00
346.74
Grasskarp
708.90
1 451.00
150.00
708.90
Rumput Laut
3.00
3.50
2.62
3.00
Jumlah
901 811.95
867 940.60
778 968.63
1 777 218.56
Sumber : Kantor UPTD Pasar Ikan Cibaraja, Cisaat Sukabumi, 2015 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa hasil produksi benih ikan lele
pada tahun 2014 merupakan komoditas ikan air tawar yang memiliki jumlah
produksi benih terbesar dibandingkan ikan air tawar lainnya. Namun, nilai
produksi benih tersebut mengalami fluktuasi dimana jumlah produksi benih
terbesar terjadi pada triwulan keempat dimana saat itu kondisi cuaca di daerah
Sukabumi sedang baik dan pada triwulan pertama dan ketiga kondisi cuaca di
Sukabumi sedang tidak menentu sehingga menyebabkan adanya fluktuasi
produksi. Adanya faktor cuaca tersebut menandakan terdapat sumber risiko yang

5
mempengaruhi produksi benih ikan. Benih lele merupakan input utama dalam
usaha pembenihan yang selanjutnya sebagai input dalam usaha pembesaran,
sehingga sangat penting bagi para pembudidaya dalam melakukan penanganan
nya untuk meningkatkan produksi benih. Usaha pembenihan merupakan kegiatan
usaha yang lebih beresiko dibandingkan dengan usaha pembesaran dimana benih
larva yang berusia dibawah 10 hari sangat membutuhkan penanganan yang lebih
dibandingkan fase lainnya. Usaha pembenihan merupakan tahap awal yang perlu
diperhatikan dan memiliki peran yang cukup besar dalam kegiatan budidaya ikan
lele. Oleh sebab itu, usaha pembenihan merupakan tantangan besar dalam
kegiatan budidaya untuk menyediakan ketersediaan benih yang berkualitas dan
berkelanjutan. Pengelolaan dari timbulnya risiko pada usaha pembenihan lele
menjadikan hal penting dalam keberhasilan produksi. Risiko yang dapat
menjadikan faktor risiko dapat disebabkan oleh berbagai sumber seperti pada
penelitian Fiktoria (2013) yaitu disebabkan tingginya tingkat kanibalisme,
serangan hama, penyakit dan kawin liar atau pemijahan sendiri. Oleh sebab itu,
penelitian mengenai risiko dalam pembenihan ikan lele sangkuriang perlu
dilakukan sebab setiap usaha memiliki risiko yang berbeda-beda.
Perusahan agribisnis yang bergerak dalam usaha pembenihan ikan lele yang
ada di Cibaraja adalah perusahaan CV Dejee Fish. CV Dejee Fish ini fokus pada
kegiatan pembenihan ikan lele sangkuriang serta ikan air tawar lainnya dan telah
memiliki sertifikat Cara Pembenihan Ikan Baik (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan
Baik (CBIB) beberapa komoditas ikan air tawar yang didalamnya termasuk ikan
lele sangkuriang. Selain itu juga, perusahaan ini telah memiliki cakupan pasar
yang luas, keberlanjutan produk yang terjamin, serta memiliki kargo pengiriman
ikan untuk ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Sehingga CV Dejee Fish
memiliki bargaining power yang cukup besar dibandingkan usaha lainnya yang
sejenis dimana pangsa pasarnya luas tersebar di seluruh Indonesia. Perusahaan CV
Dejee Fish ini merupakan usaha pembenihan yang sudah maju dan merupakan
perusahaan percontohan yang dibina oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBAT). Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis lele yang
memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan jenis ikan lele lainnya dan telah
bersertifikat. Namun dalam menjalankan kegiatan usahanya, CV Dejee Fish
tentunya tidak dapat dipisahkan dari risiko. Salah satu risiko yang terkait dengan
usaha yang dilakukan CV Dejee Fish adalah risiko produksi Oleh sebab itu,
diperlukan adanya antisipasi serta penanganan dalam faktor risiko tersebut.
Perumusan Masalah
CV Dejee Fish merupakan perusahaan agrisbisnis perikanan yang berfokus
pada bidang pembenihan ikan tawar yang menggunakan media kolam terbuka
sebagai sarana budidaya ikannya yang berada di Kecamatan Cisaat Cibaraja,
Kabupaten Sukabumi. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2009 degan awal mula
ketertarikan pemiliknya untuk mengembangkan budidaya ikan air tawar yang
berlokasi di sekitar pasar ikan Cibaraja Sukabumi dan juga didukung dengan
adanya kerjasama antara sang pemilik dengan salah satu karyawan Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi yang merupakan pusat
benih ikan air tawar. Komoditas ikan air tawar yang dihasilkan oleh Dejee Fish
yaitu benih ikan lele sangkuriang yang saat ini sedang menjadi primadona diantara

6
ikan air tawar lainnya. Keunggulan yang dimiliki perusahaan ini ialah telah
memiliki sertifikat Cara Pembenihan Ikan Baik (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan
Baik (CBIB) beberapa komoditas ikan air tawar yang didalamnya termasuk ikan
lele sangkuriang. Selain itu juga, perusahaan ini telah memiliki cakupan pasar
yang luas, keberlanjutan produk yang terjamin, serta memiliki kargo pengiriman
ikan untuk ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Sehingga CV. Dejee Fish
memiliki bargaining power yang cukup besar dibandingkan usaha lainnya yang
sejenis. Usaha perikanan air tawar ini pun semakin berkembang seiring
berjalannya waktu. Namun, usaha pembenihan ikan air tawar ini juga tidak lepas
dari risiko yang dihadapi yaitu risiko produksi dimana hasil produksi yang
dihasilkan tidak sesuai dengan harapan produksi untuk menutupi permintaan
benih ikan lele sangkuriang. Menurut Sunarma (2004) menyatakan bahwa lele
sangkuriang memiliki derajat kelangsungan hidup yang normal yaitu lebih dari 90
persen. Faktor penyebab yang mampu mempengaruhi kelangsungan hidup
menurut Prabowo (2007) disebabkan oleh faktor cuaca dan suhu yang sangat
mempengaruhi produksi terutama produksi telur yang akhirnya berakibat
mempengaruhi pendapatan skala industri. Oleh sebab itu, dalam proses budidaya
ikan lele sangkuriang tersebut membutuhkan pengawasan yang cukup detail untuk
meminimalisir risiko yang mungkin dihadapi. Pengawasan tersebut mulai dari
kondisi cuaca, kondisi kolam ikan, kebutuhan pakan, penyakit ataupu hama dan
kegiatan panen. Usaha budidaya perikanan air tawar khususnya ikan lele ini
merupakan usaha yang sangat menjanjikan dan baik untuk dikembangkan, namun
dalam pembenihan ikan lele sangkuriang terdapat tantangan yaitu lebih beresiko
mengalami gagal panen atau kematian dimana dijelaskan dalam sumber pustakan
yang bersumber dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBAT)
Sukabumi dan penelitian terdahulu Darseno (2010) dan Ghufon (2010) yang
menyatakan bahwa biomassa induk ikan lele sangkuriang dengan berat 5 kg
mampu menghasilkan benih berumur 25 hari dengan tingkat kelangsungan hidup
(SR) yaitu lebih dari 90 persen, hal ini berbeda dengan keadaan dilapangan yang
menunjukan tingkat kelangsungan hidup rata-rata benih hanya sekitar 69 persen
pada CV Dejee Fish. Hal tersebut mengindikasikan adanya risiko yang dialami
oleh perusahaan dalam memproduksi benih yang mampu bertahan hidup hingga
proses pemanenan.
Berdasarkan wawancara dengan kepala produksi CV Dejee Fish dalam
melakukan kegiatan produksi terdapat beberapa faktor yang diindikasikan sebagai
sumber risiko produksi yang dialami oleh Dejee Fish secara keseluruhan dari
usahanya, sehingga mempengaruhi hasil produksi seperti penyakit, hama,
kanibalisme, jamur, pakan, kualitas air, perubahan suhu, dan teknis pemanenan.
Jamur merupakan sumber risiko yang berasal dari telur-telur yang membusuk
akibat tidak menetas, adanya jamur ini merupakan faktor sumber kematian benih
yang dialami oleh perusahaan. Teknis pemanenan juga menjadi salah satu masalah
pada produksi, apabila Teknis pemanenan yang dijalankan kurang baik, maka
hasil panen yang diharapkan akan berkurang. Selain itu, kualitas air yang buruk
juga dapat menyebabkan kematian benih-benih tersebut. Faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya risiko adalah keadaan cuaca yang tidak bisa
diperkirakan, seperti saat terjadinya musim penghujan yang dapat mempengaruhi
kadar keasaman air yang ada di kolam. Hal tersebut dapat menyebabkan kematian
pada benih-benih yang ditebar. Dalam membudidayakan ikan air tawar, adanya

7
perubahan suhu sangat perlu diperhatikan. Perubahan suhu dapat mengganggu
metabolisme dan fisiologis yang berdampak pada kematian. Sedangkan penyakit
yang sering menyerang ikan lele yaitu white spot dengan ciri – ciri pada tubuh dan
insang ikan terdapat bintik-bintik putih dan juga kembung yang dapat
menyebabkan kematian pada ikan.
Adanya fluktuasi produksi juga telah dijelaskan dalam penelitian terdahulu
yaitu hasil penelitian Farman (2013) menyatakan bahwa risiko produksi
pembenihan lele sangkuriang pada Saung Lele Kampung Jumbo disebabkan oleh
beberapa sumber yaitu hama, penyakit, kualitas air dan kanibal. Hama yang
menyerang adalah ucrit dan kini-kini. Penyakit yang menyerang pada benih ikan
lele di Saung lele yaitu bakteri Motile Aeromonas Septicemea (MAS) dan
penyakit bercak merah dan kualitas air yang disebabkan oleh pH air yang asam
serta perubahan suhu air lebih dari 5 oC.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan, mengindikasikan
terdapat tingginya fluktuasi produksi benih ikan lele di CV Dejee Fish.
Berdasarkan data satu tahun terakhir, jumlah produksi tertinggi terjadi pada bulan
Desember 2014 sebanyak 540 000 ekor larva. Sedangkan jumlah produksi
terendah terjadi pada bulan Agustus 2014 sebanyak 130 000 ekor larva.
Sedangkan rata-rata produksi larva setiap bulannya yaitu 360 000 ekor larva
dengan rata-rata tingkat kelangsungan hidup 69 persen yang berada dibawah batas
normal kelangsungan hidup benih ikan lele sangkuriang yaitu 90 persen. Hal
tersebut disebabkan oleh terjadinya perubahan suhu dan cuaca pada bulan bulan
tersebut sehingga mempengaruhi produksi benih ikan lele. Selain itu juga,
berdasarkan informasi yang diperoleh dari CV Dejee Fish, penyebab tingginya
fluktuasi produksi adalah penyakit, hama, kualitas indukan, kualitas air, teknis
pemanenan dan kanibalisme. Adanya fluktuasi produksi yang tinggi dialami
perusahaan yaitu mengindikasikan bahwa terjadi risiko produksi pada usaha
pembenihan ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish yang menyebabkan kerugian
dalam penjualan benih. Kegiatan pembenihan tersebut memiliki tingkat risiko
yang tinggi pada proses produksinya karena memiliki sifat yang tergantung pada
kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya
untuk dapat meminimalisasi risiko tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah
diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apa saja sumber risiko produksi pembenihan yang terdapat pada usaha
pembenihan ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish?
2. Bagaimana probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi pada usaha
pembenihan ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish?
3. Bagaimana alternatif strategi untuk mengatasi risiko produksi pembenihan
ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian
ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha
pembenihan ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish.

8
2. Menganalisis probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi pada
usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish.
3. Menganalisis alternatif strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko
produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di CV Dejee Fish.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai penerapan atau aplikasi dari ilmu yang
telah didapatkan selama kuliah dan melatih kemampuan peneliti dalam
analisis bisnis terutama dalam bidang risiko produksi serta sebagai bentuk
kepedulian peneliti terhadap ekonomi pertanian dan perikanan.
2. Bagi perusahaan CV Dejee Fish, penelitian ini sebagai masukan atau saran
serta bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan yang ada di perusahaan
dalam menghadapi risiko produksi.
3. Bagi pembaca, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai penambah informasi
dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada fokus kajian analisis sumber risiko produksi
pada kegiatan budidaya pembenihan larva lele sangkuriang berumur 7 hari. Pada
CV Dejee Fish, kegiatan menghasilkan benih larva berumur 7 hari adalah ukuran
benih yang lebih rentan terhadap kematian dibandingkan ukuran benih lainnya.
Data produksi yang digunakan adalah data yang diperoleh secara langsung pada
bulan Januari 2015. Serta data sekunder sebagai acuan pada bulan Januari –
Desember 2014.

TINJAUAN PUSTAKA
Risiko Produksi
Sebagai rujukan untuk penelitian kali ini maka diperlukan adanya tinjauan
pustaka atau tinjauan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian
tentang risiko produksi. Penelitian yang akan dijadikan rujukan adalah penelitian
yang dilakukan oleh Farman (2013) yang menganalisis risiko produksi
pembenihan ikan lele sangkuriang pada Saung Lele di Kampung Jumbo Sukaraja
Kabupaten Bogor, Pratiwi (2013) analisis risiko produksi pembenihan ikan nila
GMT pada Anggota Kelompok Tani Bunisari Di Desa Caringin Wetan
Kecamatan Caringin Kab. Sukabumi, Dewiaji (2011) mengenai analisis risiko
produksi pembesaran ikan lele dumbo (Calais gariepinus) CV Jumbo Bintang
Lesatari Gunung Sindur Kab. Bogor dan Siregar (2010) mengenai analisis risiko
produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kecamatan Sawangan Kota
Depok, Putri (2013) mengenai nalisis risiko produksi jamur tiram putih di

9
Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor, dan
Abrar (2014) analisis risiko produksi anggrek potong (Dendrobium sp) Kelompok
Tani Mekarsari Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor.
Farman (2013) menyatakan bahwa risiko produksi pembenihan lele
sangkuriang pada Saung Lele Kampung Jumbo disebabkan oleh beberapa sumber
yaitu hama sebesar 38.6 persen, penyakit sebesar 37.6 persen, kualitas air sebesar
48 persen dan kanibalisme sebesar 42.5 persen. Hama yang menyerang adalah
ucrit dan kini-kini. Penyakit yang menyerang pada benih ikan lele di Saung lele
yaitu bakteri Motile Aeromonas Septicemea (MAS) dan penyakit bercak merah
dan kualitas air yang disebabkan oleh pH air yang asam serta perubahan suhu air
lebih dari 5 oC. Pada penelitian ini, Farman (2013) menggunakan alat analisis
seperti pemetaan risiko menggunakan metode nilai standar (z-score) dan metode
pengukuran dampak risiko menggunakan pendekatan Value at Risk (VaR).
Metode analisis tersebut tersebut juga sama dengan yang dilakukan oleh Pratiwi
(2013) Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Nila GMT Pada Anggota
Kelompok Tani Bunisari Di Desa Caringin Wetan Kecamatan Caringin Kab.
Sukabumi. Namun perbedaan dari kedua penelitian diatas adalah Pratiwi (2013)
menyatakan sumber dari risiko produksi pembenihan ikan nila GMT adalah faktor
cuaca sebesar 37.8 persen, hama sebesar 37.1 persen, keahlian pekerja sebesar
34.5 persen, dan penyakit sebesar 33 persen. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Putri (2013) mengenai risiko produksi jamur tiram juga menggunakan alat analisis
yang sama yaitu alat analisis z-score dan Value at Risk (VaR), namun terdapat
sumber risiko yang dialami dalam penelitiannya tersebut dimana sumber risiko
pada penelitian Putri (2013) yaitu adanya sumber risiko yang disebabkan oleh
kegagalan sterilisasi baglog, penyakit dan perubahan suhu.
Dewiaji (2011) menganalisis mengenai risiko produksi pembesaran ikan lele
dumbo (Calais gariepinus) pada CV Jumbo Bintang Lesatari. Berdasarkan
penelitian tersebut sumber dari risiko produksi pembesaran ikan lele sangkuriang
adalah kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit, cuaca dan
sumber daya manusia. Penelitian ini menggunakan alat analisis yang sama dengan
Farman (2013) dan Pratiwi (2013) dalam mengukur probabilitas dan dampak
risiko yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Dalam penentuan posisi
risiko, Dewiaji (2011) menggunakan metode peta risiko, sama dengan yang
dilakukan oleh Farman (2013) dan Putri (2013). Siregar (2010) menganalisis
mengenai risiko produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1.
Berdasarkan penelitian tersebut sumber dari risiko produksi antara lain musim
kemarau sebesar 11.3 persen, kesalahan pembudidayaan dalam melakukan seleksi
induk sebesar 9.5 persen, perubahan suhu air sebesar 22.1 persen, hama sebesar
34.1 persen dan serangan penyakit sebesar 10.6 persen. Dalam analisisnya
tersebut, Siregar (2010) menggunakan alat analisis z-score dan VaR. Abrar (2014)
menganalisis mengenai risiko produksi anggrek potong, dalam penelitiannya
terdapat sumber risiko yaitu cuaca, hama, penyakit dan tenaga kerja. Berdasarkan
penelitiannya tersebut, sumber risiko yang memiliki probabilitas terbesar yaitu
cuaca sebesar 43.64 persen dan sumber risiko terkecil yaitu penyakit sebesar
16.85 persen. Alat analisis yang digunakannya pun sama yaitu alat analisis z-score
dan VaR. Dalam penentuan posisi risiko, Siregar (2010) dan Abrar (2014)
menggunakan metode peta risiko. Dalam pengelolaan risiko, Farman (2013),
Pratiwi (2013), Dewiaji (2011), Siregar (2010) dan Abrar (2014) menggunakan

10
strategi preventif dan mitigasi serta pengalihan risiko. Hal tersebut dilakukan
untuk mencegah serta menanggulangi risiko yang dialami oleh setiap pelaku
usaha.
Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dan penelitian
ini yaitu persamaan dan perbedaan terletak pada komoditas dan lokasi penelitian
serta alat analisis yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini akan
menganalisis risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang pada CV Dejee
Fish Cibaraja Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan alat
analisis z-score, VaR dan Peta Risiko. Adapun perbedaan lainnya yaitu, pada
penelitian ini akan dilakukan pengamatan dan penghitungan komoditas yang mati
secata langsung pada lokasi penelitian serta mengidentifikasi langsung penyebab
kematiannya.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Setiap usaha yang dijalankan memiliki risiko pada dasarnya. Risiko dapat
diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan. Risiko erat kaitannya
dengan ketidakpastian, tetapi keduanya memiliki arti yang berbeda.
Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat
diramalkan, sedangkan adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko.
Berdasarkan buku yang diterbitkan oleh Kountur (2008) berpendapat mengenai
risiko bahwa secara sederhana risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian
yang merugikan. Ada tiga unsur penting dari suatu yang dianggap risiko, yaitu (1)
merupakan suatu kejadian; (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan,
bisa saja terjadi bisa saja tidak terjadi; dan (3) jika sampai terjadi, akan
menimbulkan kerugian. Jika salah satu dari kriteria tidak terpenuhi, maka
pernyataan itu bukan merupakan risiko. Risiko juga sering diartikan sebagai
kondisi ketidakpastian. Ketidakpastiaan lebih cenderung kepada suatu keadaan
yang tidak dapat dikontrol oleh manajer (uncontolled) yang biasanya datang dari
luar perusahaan. Oleh sebab itu, seorang manager atau pemilik suatu usaha harus
memahami cara menangani risiko agar pelaksanaan manajemen risiko dapat
dilakukan dengan efektif.. Seperti yang dikatakan oleh Kountur (2008) bahwa
ketidakpastian itu sendiri terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi
menyangkut apa yang akan terjadi. Ketidakpastian dapat menimbulkan kerugian
atau keuntungan. Risiko dan ketidakpastian merupakan dua istilah yang tidak
dapat dipisahkan.
Menurut Harwood, et al (1999), risiko merupakan suatu kemungkinan
kejadian yang menimbulkan kerugian dimana setiap bisnis yang dijalankan pasti
terdapat risiko dan ketidakpastian. Hal tersebut bertentangan dengan perilaku
individu yang menginginkan kepastian dalam berusaha. Harwood, et al. (1999)
menyebutkan bahwa terdapat lima jenis risiko yang dapat dihadapi oleh pelaku
usaha, antara lain :

11
1. Risiko Produksi (Yield Risk), Sumber risiko dari risiko produksi adalah
hama dan penyakit, cuaca, musim, bencana alam, teknologi, tenaga kerja,
dan lain-lain, yang dapat menyebabkan gagal panen, produktivitas yang
rendah, dan kualitas yang buruk.
2. Risiko pasar atau risiko harga (Market Risk), Risiko yang ditimbulkan oleh
pasar diantaranya barang tidak dapat dijual yang disebabkan oleh adanya
ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi,
daya beli, persaingan ketat, banyak pesaing masuk, banyak produk
substitusi, daya tawar pembeli, dan strategi pemasaran yang tidak baik.
Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga adalah harga yang naik
karena adanya inflasi.
3. Risiko kelembagaan atau institusi (Institusional Risk), Risiko yang
ditimbulkan adalah adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu
organisasi menjdai kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil
produksi.
4. Risiko kebijakan (Personal Risk), Risiko yang ditimbulkan antara lain
adanya kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha,
misalnya kebijakan tarif ekspor.
5. Risiko finansial atau keuangan (Financial Risk), Risiko yang timbul antara
lain perputaran barang rendah, laba yang menurun yang disebabkan oleh
adanya piutang tak tertagih dan likuiditas yang rendah.
Manajemen Risiko
Manajemen risiko dilakukan oleh seorang manajer atau pemiliki usaha
dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko yang dapat
menimbulkan kerugian. Manajemen risiko harus dilakukan oleh seorang manager
atau pemilik usaha secara berkala agar sumber - sumber yang dianggap sebagai
faktor penyebab terjadinya risiko dapat lebih dikontrol dan diminalisir. Dalam
bukunya, Kountur (2008) menjelaskan bahwa manajemen risiko adalah cara-cara
yang digunakan perusahaan untuk menangani berbagai permasalahan yang
disebabkan adanya risiko. Kemampuan manajemen dalam menggunakan berbagai
sumberdaya yang ada dapat menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuan perusahaan tersebut. Segala kemungkinan kerugian yang dapat menimpa
perusahaan dapat diminimalkan dengan adanya penanganan risiko. Hal tersebut
membuat biaya menjadi lebih kecil sehingga perusahaan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar. Proses pengelolaan risiko merupakan suatu proses
dalam menangani risiko yang ada dalam perusahaan.
Fungsi-fungsi manajemen memiliki peran penting dalam merumuskan
strategi pengelolaan risiko sehingga penentuan strategi dapat diterapkan dalam
manajemen risiko. Proses manajemen atau pengelolaan risiko dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi terlebih dahulu risiko-risiko apa saja yang dihadapi
perusahaan, kemudian mengukur risiko-risiko yang telah teridentifikasi untuk
mengetahui seberapa besar kemungkunan terjadinya risiko dan seberapa besar
konsekuensi dari risiko yang dialami tersebut. Tahap berikutnya yaitu dengan
menangani risiko-risiko tersebut yang selanjutnya dilakukan evaluasi untuk
mengetahui sejauh mana manajemen risiko telah diterapkan. Tahapan pengelolaan
risiko menurut Kountur dapat dilihat pada Gambar 1.

12
IDENTIFIKASI
RISIKO

Daftar Risiko

1. Peta Risiko
2. Status Risiko

PENGUKURAN
RISIKO

EVALUASI

Usulan
( Penangan
Risiko)

PENANGANAN
RISIKO

Gambar 1 Tahapan pengelolaan risiko
Sumber: Kountur, 2008
Peta Risiko
Peta risiko merupakan salah satu cara yang dapat digunakan sebelum
menentukan manajemen risiko. Dengan menggunakan peta risiko tersebut,
diharapkan lebih memudahkan seorang manager atau pemilik usaha dalam
menentukan cara penanganan yang tepat terhadap risiko yang dialami. Menurut
Kountur (2008), menyusun peta risiko dalam suatu grafik yang menggambarkan
kedudukan risiko di antara dua sumbu yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan
kemungkinan (probabilitas) dan sumbu horizontal yang menggambarkan akibat.
Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian
besar, yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Dampak risiko juga
dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dampak besar dan dampak kecil. Grafik
dalam peta risiko dapat dilihat pada Gambar 2.
Probabilitas (%)
Kuadran 1

Kuadran 2

Kuadran 3

Kuadran 4

besar

kecil
kecil

besar
Dampak (rupiah)

Gambar 2 Peta Risiko
Sumber : Kountur 2008
Berdasarkan peta risiko yang telah dijelaskan dalam peta risiko Kountur
kemudian dapat diketahui strategi penanganan strategi apa yang paling tepat untuk
dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu preventif dan mitigasi.
1.

Preventif

13
Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah membuat atau memperbaiki
sistem dan prosedur, mengembangkan sumberdaya manusia, dan memasang atau
memperbaiki fasilitas fisik. Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang
tergolong dalam kemungkinan atau probabilitas risiko yang besar. Strategi
preventif dapat mengatisipasi risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2 dalam peta
risiko. Pada strategi ini, risiko yang berada pada kuadran 1 digeser ke kuadran 3
dan risiko pada kuadran 2 digeser ke kuadran 4.
2.
Mitigasi
Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan
apabila dampak risiko yang dirasakan sangat besar. Beberapa cara yang termasuk
strategi mitigasi antara lain diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko.
Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak besar dapat digeser ke kuadran
yang memiliki dampak kecil dengan menggunakan startegi mitigasi. Strategi ini
mengantisipasi sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1
dan risiko pada kuadran 4 bergeser ke kuadran 3.

Lele Sangkuriang
Lukito (2002) menyatakan bahwa lele sangkuriang merupakan hasil
perbaikan genetika lele dumbo melalui perkawinan silang balik (backcross) antara
induk betina generasi kedua F2 dengan induk jantan generasi keenam F6. Dari hasil
perkawinan tersebut menghasilkan jantan dan betina F2-6 yang selanjutnya
dikawinkan dengan betina generasi kedua F2 sehingga menghasilkan lele
sangkuriang. Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi yang merupakan
keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika ke Indonesia pada
tahun 1985. Induk jantan F6 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar yang ada di Sukabumi (BBAT, 2007).
Secara umum, morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki perbedaan
yang banyak dibandingkan dengan lele dumbo. Hal tersebut disebabkan lele
sangkuriang merupakan ikan lele hasil persilangan dari induk lele dumbo. Untuk
ukuran tubuh dari ikan lele sangkuriang sendiri memiliki bentuk tubuh yang
memnajang, berlendir, berkulit licin dan tidak memiliki sisik. Ikan lele
sangkuriang memiliki ciri yaitu terdapat bintik-bintik putih pada bagian atas
tubuhnya yang membedakan dengan lele dumbo yaitu berwarna hitam legam. Ikan
lele sangkuriang dapat bertahan hidup pada kualitas air yang buruk. Namun, untuk
kulitas air yang baik bagi pertumbuhannya yaitu pada suhu 24-26 oC dan pada pH
6-7 dimana adanya paparan sinar matahari yang dapat menembus ke dalam air
hingga kedalaman 30 cm (Lukito, 2002).
Keunggulan yang dimiliki ikan lele sangkuriang adalah kemampuannya
dalam menghasilkan telur yaitu 40 000 – 60 000 butir per kg induk betina
dibandingkan lele dumbo yang hanya mampu menghasilkan telur yaitu 20 000 –
30 000 butir per kg induk betina. Selain itu juga derajat penetasan telur ikan lele
sangkuriang lebih dari 90 persen sedangkan lele dumbo hanya 80 persen.

14
Pembenihan Lele Sangkuriang
Tahap awal yang perlu dipersiapkan adalah persiapan kolam. Kolam yang
digunakan yaitu berupa bak/kolam tembok berukuran (2x3x1) m3. Sebagai tempat
sarang, dibuat kotakan dari bahan yang sederhana dan mudah diperoleh seperti
batako yang disusun atau batu-batu bata dan kayu yang tidak terpakai. Untuk
tempat menempelnya telur, di dalam sarang disiapkan serat seperti ijuk atau sabut
kelapa yang disimpan merata menutupi seluruh permukaan dasar sarang (Suyanto,
2008). Lalu pemeliharaan induk dimana induk yang dipelihara harus berkualitas
baik dan dan jumlah jantan harus lebih banyak dibanding dengan induk betina, hal
ini disebabkan induk jantan harus dibunuh atau dimatikan untuk diambil
spermanya. Kolam induk berupa kolam terpal atau kolam tanah, kolam tersebut
harus mudah dikeringkan agar memudahkan penangkapan dan pemilihan induk
sebelum induk dipijahkan. Proses selanjutnya adalah pemijahan, dimana terdapat
beberapa teknik pemijahan yang diterapkan dalam budidaya ikan lele, Pemijahan
secara alami, semi buatan dan secara buatan. Pemijahan secara alami yaitu
pemijahan untuk memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan indukannya
seperti proses pemijahan yang dilakukan di alam. Lele biasanya memijah pada
musim hujan, karena musim hujan membuat lingkungannya menjadi sejuk dan
segar, selain itu air hujan membuat kadar oksigen air meningkat. Kondisi ini
merangsang untuk memijah dan berkembang biak. Proses pemijahan alami
dilakukan dengan mengkondisikan suasana kolam seperti pada musim hujan. Cara
ini berupaya menciptakan situasi kolam yang nyaman dengan menggunakan air
bersih dan jernih dan kaya akan oksigen.
Sementara itu pemijahan buatan menurut Gunawan (2009) yaitu dengan
melibatkan campur tangan manusia, proses yang agak rumit dan membutuhkan
biaya tambahan untuk membeli perlengkapan dan obat-obatan. Penyuntikan
dilakukan satu kali yaitu pada bagian punggung ikan betina. Rentang waktu antara
penyuntikan dengan ovulasi telur 12 jam lalu telur menetas setelah 36 jam. Lalu
sperma diambil dari ikan jantan dengan cara dimatikan atau dibunuh terlebih
dahulu dan dikeluarkan spermanya, selain itu juga bagian hipofisa jantan diambil
untuk dicampurkan dengan sperma yang sudah dikeluarkan. Setelah ikan betina di
suntik untuk merangsang telur agar mengalami ovulasi, dilakukan pengurutan
(Stripping) pada bagian perut untuk mengeluarkan telu-telur yang ada diperutnya
yang kemudian dicampurkan dengan sperma yang sudah tercampur bersama
hipofiasa.
Setalah dilakukan pencampuran antara telur dan sperma maka selanjutnya
disediakan tempat untuk penetasan telur yang selanjutnya ditebar di kolam. Telur
akan menetas sekitar 36 jam setelah ditebar di kolam. Tahap selanjutnya adalah
penghitungan telur yang dihasilkan. Telur yang dihasilkan sekitar 40 000 – 60 000
butir per kg induk. Hal tersebut berdasarkan keadaan indukan yang baik, maka
telur yang dihasilkan dapat menetas semua. Setelah dipastikan semua telur
menetas, bak penetasan harus sering diamati. Selanjutnya dilakukan pemelihaan
hingga usia larva memenuhi syarat untuk dilakukan penjualan.

15
Kerangka Pemikiran Operasional
CV Dejee Fish merupakan perusahaan agrisbisnis perikanan yang berfokus
pada bidang pembenihan ikan air tawar yang berada di Cisaat Cibaraja,
Kabupaten Sukabumi. Produk ikan yang dihasilkan oleh CV Dejee Fish yaitu
benih ikan lele Sangkuriang yang saat ini sedang menjadi primadona diantara ikan
air tawar lainnya. CV Dejee Fish mempunyai lahan seluas 500 m2. Dalam
menjalankan usahanya, perusahaan ini menghadapi risiko terutama risiko
produksi. Salah satu kendala yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah kelebihan
permintaan. Dimana banyaknya permintaan akan benih ikan lele sangkuriang
namun CV Dejee Fish masih belum mampu memenuhi semua permintaan nya
secara mandiri. Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada bagian
produksi. Adanya risiko produksi tersebut menimbulkan hambatan untuk
menghasilkan benih ikan lele sangkuriang dengan kualitas dan kuantitas yang
diharapkan mampu memenuhi permintaan. Hal tersebut disebabkan kapasitas
lahan dan produksi yang terbatas. Namun, dapat tercover dengan adanya kerjsama
dengan plasma.
Risiko produksi yang dialami oleh CV Dejee Fish tersebut terindentifikasi
dari fluktuasi produksi benih ikan lele sangkuriang pada bulan Januari hingga
Desember 2014. Dalam satu bulan, benih ikan lele sangkuriang di panen sebanyak
4 kali. Adanya fluktuasi produksi tersebut menimbulkan kesenjangan (gap) antara
hasil produksi harapan dengan hasil produksi aktualnya. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari perusahaan, mengindikasikan terdapat tingginya fluktuasi
produksi benih ikan lele di CV Dejee Fish. Berdasarkan data pada satu tahun
terakhir, jumlah produksi tertinggi terjadi pada bulan Desember 2014 sebanyak
540 000 ekor larva. Sedangkan Jumlah produksi terendah terjadi pada bulan
Agustus 2014 sebanyak 130 000 ekor larva. Sedangkan rata-rata produksi larva
setiap bulannya yaitu 360 000 ekor larva de