Aktivitas penghambatan Candida albicans oleh ekstrak daun sirih hijau (Piper betle, Linn)

AKTIVITAS PENGHAMBATAN Candida albicans OLEH
EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle, Linn)

DWI FAUZIAH

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul AKTIVITAS
PENGHAMBATAN Candida albicans OLEH EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU
(Piper betle, Linn) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Dwi Fauziah
NIM G84100065

ABSTRAK
DWI FAUZIAH. AKTIVITAS PENGHAMBATAN Candida albicans OLEH
EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle, Linn). Dibimbing oleh MARIA
BINTANG dan SYAEFUDIN.
Daun sirih hijau dikenal sebagai desinfektan yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
ekstrak air dan etanol daun sirih hijau mempunyai aktivitas menghambat C.
albicans. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas penghambatan C.
albicans dari ekstrak daun sirih hijau dengan menggunakan pelarut yang berbeda
secara in vitro dan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) serta
menentukan senyawa bioaktif yang berperan menghambat C. albicans. Ekstrak
daun sirih hijau yang digunakan adalah ekstrak akuades, etanol 70 %, dan aseton.
Konsentrasi yang digunakan adalah 25, 50, 100, 200, dan 400 mg/mL. Hasil uji
menunjukkan ekstrak aseton memiliki aktivitas penghambatan yang terbaik pada

konsentrasi 400 mg/mL dengan diameter zona hambat 23.483 mm dan nilai KHM
12.5 mg/mL dengan diameter zona hambat 1.742 mm. Analisis statistik
menunjukkan bahwa perbedaan dari pelarut dan variasi konsentrasi yang diujikan
memberikan pengaruh nyata terhadap diameter zona hambat. Ekstrak aseton
dianalisis dengan Pyrolysis GC-MS menghasilkan tiga senyawa terbesar yaitu
turunan asam benzoat, fenol, dan eikosena yang bersifat sebagai menghambat C.
albicans.
Kata kunci: antijamur, C. albicans, ekstrak daun sirih hijau

ABSTRACT
DWI FAUZIAH. Inhibitory activity of Candida albicans by using of green betel
leaf extract (Piper betle, Linn). Supervised by MARIA BINTANG and
SYAEFUDIN
Green betel leaf is knowed as disinfectant and able to inhibit bacterial and
fungi. The last research showed that green betel leaf extract by aquadest and
ethanol had inhibitory activity of C. albicans. The aims of this research was to
measure of inhibitory activity of C. albicans from green betel leaf extract in vitro
and the Minimum of Inhibitory Concentrtation (MIC) with to decide bioactive
compounds that inhibit C. albicans. This study used green betel leaf extracted by
aquadest, 70 % ethanol, and acetone. The concentration of each extract used from

25, 50, 100, 200, 400 mg/mL and showed that the optimum activity occurred on
the acetone extract at a concentration of 400 mg/mL with diameter of inhibition
23.483 mm and at MIC 12,5 mg/mL with diameter of inhibition 1.742 mm.
Statistical analysis the difference solvents and variation of concentration showed
significant effect on diameter of inhibition. Acetone extract was analyzed by
Pyrolysis GC-MS and produced inhibitor compounds namely derivative of
benzoic acid, phenol, and eicosene.
Keywords: antifungal, C. albicans, green betel leaf extract

AKTIVITAS PENGHAMBATAN Candida albicans OLEH
EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle, Linn)

DWI FAUZIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aktivitas penghambatan Candida albicans oleh ekstrak daun sirih
hijau (Piper betle, Linn)
Nama
: Dwi Fauziah
NIP
: G84100065

Disetujui oleh

Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Pembimbing I

Syaefudin, SSi, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika M App Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Aktivitas Penghambatan
Candida albicans oleh Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle, Linn) dapat
terselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini memberikan deskripsi mengenai topik
penilitian yang telah dilakukan dari bulan Desember 2013 hingga April 2014 di
Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan
Laboratorium Diagnostik Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing penelitian dan
skripsi Prof Dr drh Maria Bintang MS dan Syaefudin SSi M.Si atas segala arahan
dan bimbingannya kepada penulis. Ucapan terima kasih tak lupa penulis berikan
kepada Mba Eli, Pak Agus, Kak Merry Bik 46, Bu Merri, Pak Nana, dan Pak Yadi,

serta teman – teman Biokimia 47 terutama teman-teman satu penelitian (Dwi Ayu,
Puji, dan Nazula). Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada ibu dan kakak
serta keluarga yang senantiasa selalu mendukung dan memberi motivasi setiap
harinya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun
pembaca.
Bogor, April 2014

Dwi Fauziah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Percobaan


2

HASIL

6

Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Bobot Kering, dan Rendemen

6

Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau

7

Aktivitas Penghambatan C. albicans Ekstrak Daun Sirih Hijau

7

Konsentrasi Hambat Minimum(KHM)


8

Analisis GC-MS Ekstrak Aseton Daun Sirih Hijau

9

PEMBAHASAN

11

Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Bobot Kering, dan Rendemen

11

Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau

12

Aktivitas Penghambatan C. albicans Ekstrak Daun sirih Hijau dan KHM


14

Analisis GC-MS Ekstrak Aseton Daun Sirih Hijau

15

SIMPULAN

15

SARAN

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN


20

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Kadar air, kadar abu, kadar abu bobot kering simplisia daun sirih hijau
dan rendemen
2 Analisis uji fitokima ekstrak daun sirih hijau
3 Senyawa-senyawa yang diduga dari masing-masing puncak pada
kromatogram ekstrak aseton daun sirih hijau

7
7
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Diameter zona hambat C. albicans
Diameter zona hambat minimum C. albicans pada ekstrak akuades
Diameter zona hambat minimum C. albicans pada ekstrak etanol 70 %
Diameter zona hambat minimum C. albicans pada ekstrak aseton
Kromatogram kromatografi gas ekstrak aseton daun sirih hijau

8
9
9
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Rendemen simplisia daun sirih hijau
Analisis kadar air
Analisis kadar abu dan kadar abu bobot kering
Aktivitas diameter zona hambat terhadap C.albicans
Analisis statistik diameter zona hambat terhadap C. albicans
Diameter zona hambat KHM ekstrak akuades terhadap C. albicans
Analisis statistik KHM ekstrak akuades terhadap C. albicans
Diameter zona hambat KHM ekstrak etanol 70 % terhadap C.albicans
Analisis statistik KHM ekstrak etanol 70 % terhadap C. albicans
Diameter zona hambat KHM aseton terhadap C.albicans
Analisis statistik KHM ekstrak aseton terhadap C. albicans
Diameter zona hambat nistatin 1.028 mg/mL
Dokumentasi penelitian uji antijamur
Dokumentasi uji fitokimia

20
20
20
21
21
22
23
23
24
24
25
25
26
27

PENDAHULUAN
Candidiasis merupakan penyakit yang disebabkan infeksi jamur Candida
albicans yang bersifat akut atau sub akut sebagai infeksi candidiasis kulit (Jawetz
et al. 2005 ). Infeksi C. albicans pada rongga mulut tampak sebagai bercak putih
pada gingiva, lidah, dan membran mukosa oral yang jika dikerok meninggalkan
permukaan merah dan berdarah dengan faktor utama candidiasis adalah rendahnya
daya tahan tubuh hospes (Leepel et al. 2009). Kasus infeksi yang disebabkan oleh
Candida meningkat dua dekade terakhir 70-80 % yang disebabkan oleh C.
albicans akibat meningkatnya penggunaan antibiotik spektrum luas dan
peningkatan kasus defisiensi imun (Herawati 2006). Kondisi normal, jamur ini
terdapat di kulit maupun dalam liang kemaluan wanita. Keputihan menjadi salah
satu tanda atau gejala adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. Candida
tumbuh paling subur pada permukaan yang hangat dan basah. Secara mikroskopik,
lesi pada infeksi Candida mengandung sel-sel jamur, hifa dan pseudohifa dengan
inflamasi akut serta kronik (Mitchell et al. 2006).
Obat tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia
yang sudah digunakan selama berabad-abad. Adanya kecenderungan “back to
nature” membawa tumbuhan untuk kembali dimanfaatkan sebagai obat herbal.
Umumnya, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat herbal dikarenakan adanya
metabolit sekunder yang terbentuk dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya
flavonoid yang merupakan metabolit sekunder dari suatu tumbuhan turunan
senyawa fenolik. Menurut Tian et al. (2009), senyawa flavonoid bersifat sebagai
antijamur. Salah satu kelompok flavonoid yang banyak dimanfaatkan sebagai
antijamur untuk menghambat keputihan adalah tanin (Puspitasari 2009).
Pengujian antijamur dapat dilakukan dengan in vivo atau in vitro. Metode in
vitro dilakukan dengan menggunakan beragam pendekatan diantaranya metode
pengenceran (dilution broth), metode difusi agar berupa difusi sumur atau difusi
cakram. Prinsip metode difusi sumur dan difusi cakram adalah serupa yaitu
ekstrak yang diujikan ditempatkan dalam sumur atau kertas cakram yang telah
diinokulasi oleh mikroorganisme dan daya hambatnya diamati dengan
terbentuknya zona bening (Fathia 2011).
Keputihan merupakan penyakit yang sering terjadi sebagian besar pada
wanita. Adanya obat sintentik kimia dapat menyebabkan iritasi pada vagina yang
terinfeksi, sehingga diperlukan upaya obat alternatif untuk antijamur tanpa
menyebabkan iritasi. Menurut Sudiarti (2010) daun sirih mengandung zat
antiseptik pada seluruh bagiannya yang mampu membunuh kuman, diantaranya
dapat mematikan jamur C. albicans. Secara empiris masyarakat Indonesia sudah
menggunakan air rebusan daun sirih hijau untuk mencegah keputihan. Daun sirih
hijau mempunyai kandungan minyak atsirinya yang terdiri atas senyawa golongan
fenol, seperti kavikol, karvakol, sineol, metil kavikol, euganol dan kalvibetol yang
berfungsi sebagai antiseptik. Sifat antifungi yang dihasilkan minyak atsiri daun
sirih hijau lebih besar dibandingkan dengan minyak atsiri daun sirih merah
(Maytasari 2010).
Sifat fungisida pada daun sirih hijau membuat daun sirih hijau banyak
dipelajari untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalamnya. Penelitian
Yanuardani (2012) menunjukkan adanya aktivitas penghambatan C. albicans pada

2
pelarut etanol dan air rebusan sehingga penelitian ini meneruskan untuk
mengetahui penghambatan C. albicans dengan pelarut berbeda yaitu aseton
dengan air rebusan sebagai pembanding. Penelitian ini merupakan penelitian dasar
yang bertujuan untuk mengukur aktivitas penghambatan C. albicans dari ekstrak
daun sirih hijau dengan menggunakan pelarut yang berbeda secara in vitro dan
menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) serta menentukan senyawa
bioaktif yang berperan menghambat C. albicans.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2013 hingga April 2014.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam dan Laboratorium Diagnostik Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, tanur, water
bath, mesin penggiling, eksikator, cawan porselin, shaker, erlenmeyer, gelas piala,
gelas ukur, hot plate, neraca analitik, tube, sudip, batang pengaduk, cawan petri,
jarum ose, pipet mikro, pipet tetes, pipet Mohr, kapas, kertas saring, alumunium
foil, autoklaf, rotary evaporator, inkubator, jangka sorong, dan GC-MS.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih hijau
yang diperoleh dari tanaman keluarga di Depok, akuades, etanol 70 %, aseton,
NaCl steril, nistatin 500.000 IU (102.8 mg), PDA (potato dextrose agar), akuades
steril, kultur C. albicans INACC y16, H2SO4 pekat, metanol, etanol 30 %,
pereaksi Dragendorff, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, H2SO4 2M, FeCl3,
kloroform, amoniak, asam asetat anhidrat, dan eter teknis.
Prosedur Percobaan
Pembuatan simplisia serbuk (Puspitasari et al 2009)
Daun sirih hijau dicuci dengan air dan dikeringkan dalam oven pada suhu
45-50 ºC selama enam hari. Simplisia daun sirih hijau yang sudah kering
dilakukan penggilingan untuk mendapatkan ukuran 100 mesh. Penggilingan
dilakukan di Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Uji kadar air (AOAC 2005)
Cawan porselin yang sudah dibersihkan disimpan dalam oven 105 ºC selama
1 jam lalu dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit. Cawan porselin
selanjutnya ditimbang untuk mengetahui bobot kosongnya. Simplisia ditimbang
sebanyak 2 gram pada cawan poselin yang sudah diketahui bobot kosongnya.
Kemudian simplisia pada cawan dikeringkan pada oven dengan suhu 105 ºC

3
selama 3 jam dan dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit. Cawan berisi
simplisia tersebut kemudian ditimbang lagi. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan.
–{

}
Kadar air (%) =
x 100 %
Uji kadar abu (AOAC 2005)
Cawan porselin yang sudah dibersihkan disimpan dalam oven 105 ºC selama
1 jam lalu dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit. Simplisia daun sirih
hijau ditimbang sebanyak 2 gram pada cawan porselin yang sudah dikeringkan,
kemudian diarangkan di atas bunsen hingga tidak terbentuk asap dan diabukan
dalam tanur listrik pada suhu 441-601 ºC sampai pengabuan sempurna.
Selanjutnya abu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang bobotnya.
Kadar abu (%) =

{

Kadar abu bobot kering (%) =



}

x 100 %

x 100%

Pembuatan ekstrak
Ekstrak air rebusan (BPOM 2004). Simplisia serbuk daun sirih sebanyak
10 gram ditambahkan dengan akuades dengan perbandingan 1:10 lalu direbus
dalam keadaan tertututp sampai mendidih dan dibiarkan mendidih selama 10
menit. Setelah itu campuran disaring dan proses diulangi tiga kali dengan jumlah
akuades yang sama. Filtrat yang dikumpulkan dipekatkan dan diuapkan dengan
rotary evaporator pada suhu 60 ºC hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak air
rebusan dibuat sebanyak tiga ulangan.
Rendemen (%) =
x 100 %
Ekstrak etanol 70 % (BPOM 2004). Simplisia daun sirih hijau sebanyak
10 gram diekstraksi dengan perbandingan 1:10 antara sampel dan pelarut.
Ekstraksi menggunakan metode maserasi selama 20 jam dengan orbital shaker
dan campuran didiamkan 4 jam agar simplisia mengendap. Maserat difiltrasi dan
proses diulangi tiga kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua filtrat
dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 56 ºC hingga
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak etanol 70 % dibuat tiga kali ulangan.
x 100 %
Rendemen (%) =
Ekstrak aseton. Perlakuan untuk ekstrak aseton mengacu pembuatan
ekstrak etanol menurut BPOM 2004 namun, terdapat modifikasi yaitu pelarut
etanol digantikan dengan aseton. Simplisia daun sirih hijau sebanyak 10 gram
diekstraksi dengan perbandingan 1:10 antara sampel dan pelarut. Ekstraksi
menggunakan metode maserasi selama 20 jam dengan orbital shaker, kemudian
campuran didiamkan 4 jam agar simplisia mengendap. Maserat difiltrasi dan
proses diulangi tiga kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua filtrat
dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 50 ºC hingga
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak aseton dibuat tiga kali ulangan.
Rendemen (%) =
x 100 %

4
Analisis fitokimia (Harborne 1987)
Uji alkaloid. Ekstrak daun sirih hijau dari tiga pelarut masing-masing
diambil 0.05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tiap tabung
ditambahkan 5 mL kloroform dan 5 tetes ammonia pekat. Fraksi kloroform
diambil dan ditambahkan 3 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil dengan pipet
tetes dan dibagi menjadi tiga pada spot test untuk ditambahkan dengan pereaksi
Dragendorf, Wagner, dan Meyer. Hasil positif diperoleh dengan adanya endapan
yang terbentuk.
Uji flavonoid. Ekstrak daun sirih hijau dari tiga pelarut masing-masing
diambil 0.05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tiap tabung
ditambahkan 5 mL metanol dan dihomogenkan. Setelah dihomogenkan campuran
pada tabung reaksi dipanaskan 50 ºC selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat
ditambahkan dengan H2SO4 pekat. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya
endapan merah.
Uji tanin. Ekstrak daun sirih hijau dari tiga pelarut masing-masing diambil
0.05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tiap tabung
ditambahkan 5 mL akuades dan dihomogenkan. Setelah dihomogenkan campuran
pada tabung reaksi dipanaskan 100 ºC selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat
ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1 %. Hasil positif ditunjukkan dengan warna
biru tua atau hitam kehijauan.
Uji saponin. Ekstrak daun sirih hijau dari tiga pelarut masing-masing
diambil 0.05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tiap tabung
ditambahkan 5 mL akuades dan dihomogenkan. Setelah dihomogenkan campuran
pada tabung reaksi dipanaskan 70 ºC selama 5 menit dan dikocok selama 5 menit,
jika terdapat buih dan bertahan selama 10 menit menunjukkan adanya saponin.
Uji steroid dan terpenoid. Ekstrak daun sirih hijau dari tiga pelarut
masing-masing diambil 0.05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 5 mL etanol 30 % dan dipanaskan 50 ºC selama 5 menit lalu disaring.
Filtrat yang terbentuk diuapkan hingga kering. Residu yang terbentuk ditambah 2
mL eter dan dipindahkan ke tabung reaksi lalu ditambahkan pereaksi Lieberman
Burchard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat). Adanya
triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu, sedangkan
adanya steroid ditandai dengan warna hijau atau biru.
Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA)
Sebayak 19.5 gram PDA dilarutkan dengan 500 mL akuades dalam
Erlenmeyer, kemudian dipanaskan sambil diaduk sampai homogen. Larutan
media dalam Erlenmeyer ditutup kapas dan alumunium foil lalu disterilkan
dengan autoklaf pada tekanan 1.5 atm dan suhu 121 ºC selama 15 menit.
Peremajaan Candida albicans (Gozali et al 2009)
Sebanyak 0.78 gram PDA dalam 20 mL akuades pada Erlenmeyer kemudian
dipanaskan sambil diaduk sampai homogen. Larutan media dalam Erlenmeyer
ditutup dengan kapas dan alumunium foil dan disterilkan dengan autoklaf pada
tekanan 1.5 atm dan suhu 121 ºC selama 15 menit. Selanjutnya larutan dituangkan

5
ke dalam tabung reaksi yang sudah disterilkan dan dimiringkan 30 ºC sambil
didiamkan sampai mengeras. Koloni jamur diambil dari murni yang tersedia,
dilakukan secara aseptis dengan jarum ose dan digoreskan pada media agar miring
kemudian diinkubasi dalam inkubator.
Pembuatan standar kekeruhan Mc. Farland (AOAC 1996)
Larutan 1 % barium klorida (BaCl2.H2O) diambil sebanyak 3 mL dan
ditambahkan ke dalam 97 mL larutan 1% H2SO4 lalu dikocok-kocok sampai keruh.
Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan jamur Mc Farland 3 yang sesuai
dengan 109 cfu/mL.
Pengujian aktivitas penghambatan C. albicans (in vitro) dan penentuan
konsentrasi hambat minimum (KHM) difusi agar (Bintang 1993)
Koloni jamur C. albicans yang telah diremajakan diambil sebanyak 3 ose ke
dalam larutan 10 mL NaCl steril. Campuran dihomogenkan hingga menjadi keruh
lalu disamakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland 2 x 109 cfu/mL (colony
forming unit/mL). Kekeruhan C. albicans yang sudah sama dengan Mc Farland 3
kemudian diencerkan dengan NaCl steril sampai menjadi 107 cfu/mL. C. albicans
107 cfu/mL diencerkan kembali ke dalam media PDA steril sehingga diperoleh
106 cfu/mL. PDA yang sudah berisi C. albicans dihomogenkan lalu dituangkan ke
dalam cawan Petri yang sudah disterilkan. Cawan Petri didiamkan selama 30
menit sampai mengeras. Setelah agar mengeras, cawan Petri yang berisi PDA dan
C. albicans dibuat lubang sumur dengan menggunakan tabung Durham secara
aseptis. Ekstrak daun sirih hijau yang diujikan dengan berbagai konsentrasi
dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 µL secara aseptis dan
diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 ºC. Konsentrasi yang digunakan untuk
pengujian ekstrak daun sirih hijau pada masing-masing ekstrak dibuat variasi
konsentrasi 400 mg/mL, 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, dan 25 mg/mL
dengan tiga kali ulangan. Kontrol negatif yang digunakan yaitu akuades steril
untuk pengujian ekstrak akuades dan etanol 70 %, sedangkan pengujian ekstrak
aseton menggunakan kontrol negatif aseton. Lubang kedua sebagai kontrol positif
yaitu nistatin dengan konsentrasi 1.028 mg/mL.
Aktivitas penghambatan C. albicans diperoleh dengan mengukur zona
bening yang menunjukkan jamur tidak tumbuh di sekitar lubang yang berisi
ekstrak sampel dengan menggunakan jangka sorong, minimal dua kali. Hasil
diameter zona bening yang diukur sebelumnya dikurangi terlebih dahulu dengan
diameter sumur. Selanjutnya untuk menentukan KHM, konsentrasi ekstrak
akuades diturunkan pada rentang 100 mg/mL sampai dengan 50 mg/mL dengan
kelipatan 10 karena pada konsentrasi 50 mg/mL sudah tidak terdapat zona bening
dan untuk ekstrak etanol konsentrasi diturunkan pada rentang 200 mg/mL sampai
dengan 100 mg/mL dengan kelipatan 20, sedangkan ekstrak aseton diturunkan
dari 25 mg/mL dengan pengenceran bertingkat sampai 0.390 mg/mL dengan
prosedur yang sama dengan uji aktivitas penghambatan C. albicans yang telah
dilakukan sebelumnya. Pengukuran KHM bertujuan untuk menentukan
konsentrasi terkecil dari ekstrak yang masih dapat menghambat pertumbuhan C.
albicans.

6
Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrophotometer)
Identifikasi senyawa yang berperan menghambat C. albicans dilakukan
dengan menggunakan GC-MS. Senyawa yang diidentifikasi adalah ekstrak aseton
yang memiliki aktivitas penghambatan C. albicans paling besar dibandingkan
dengan ekstrak lain. Ekstrak aseton dianalisis dengan pirolisis kromatografi gas
dan spektrofotometri massa (Py-GC-MS) di Laboratorium Pengujian Hasil Hutan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutan dan Pengelolahan Hasil
Hutan. Kondisi operasional alat GC-MS Pyrolisis adalah:
Tipe
: Shimadzu Type GCMS-QP2010
Gas
: Helium
Detektor
: FID (Flame Ionization Detector)
Kolom
: Capiler Type Phase Rtx-5MS; 60 m; 0.25 mmID
Suhu kolom
: 50 ºC
Tekanan masuk (kPa) : 100.0
Laju alir kolom
: 0.85 mL/min
Rasio pemisahan
: 112.3
Injektor SPL
: 280 ºC
Suhu jarak MS
: 280 ºC
Suhu sumber ion
: 200ºC
Suhu Pyrolisis
: 280 ºC
Analisis statistika (Mattjik dan Sumertajaya 2006)
Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan dua faktor
dalam rancangan Split-Plot Design, Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model
rancangannya:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk
= diameter zona hambat pelarut ke–i, konsentrasi ke-j, ulangan ke-k
µ
= pengaruh rataan umum
αi
= pengaruh utama faktor A (pelarut)
βj
= pengaruh utama faktor B (konsentrasi)
(αβ)ij
= komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
εijk
= pengaruh galat
Rancangan ini digunakan pada nilai diameter zona hambat pengujian
aktivitas penghambatan C. albicans. Data yang diperoleh dianalisis dengan
program SPSS 16 pada tingkat kepercayaan 95 % dan taraf nyata α 0.05.
Pengujian lanjut dilakukan dengan uji Duncan.

HASIL
Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Bobot Kering, dan Rendemen
Hasil pengukuran kadar air, kadar abu, dan kadar abu bobot kering simplisia
daun sirih hijau dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai kadar air dan kadar abu bobot
kering diperoleh sebesar 6.09 % dan 13.01 %. Nilai rendemen terbesar diperoleh

7
dari pelarut etanol 70 % yaitu 19.23 % dan rendemen terkecil diperoleh dari
pelarut aseton yaitu 6.82 %.
Tabel 1 Kadar air, kadar abu, kadar abu bobot kering simplisia daun sirih hijau,
dan rendemen
Simplisia

Kadar air
(%)

Kadar abu
(%)

Kadar abu bobot
kering (%)

Akuades

Daun sirih
hijau

6.09

12.22

13.01

19.06

Rendemen (%)
Etanol 70 % Aseton
19.23

6.82

Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau
Analisis kualitatif fitokimia dari ekstrak daun sirih hijau dapat dilihat pada
Tabel 2. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdeteksinya senyawa alkaloid pada
ekstrak daun sirih hijau, baik ekstrak akuades, etanol 70 % ataupun aseton,
sedangkan senyawa tanin dan saponin terdapat di semua ekstrak daun sirih hijau.
Tabel 2 Analisis uji fitokimia ekstrak daun sirih hijau
Uji

Ekstrak
Akuades

Etanol

Aseton

Alkaloid

-

-

-

Flavonoid

+

+

-

Tanin
Saponin

+
+

+
+

+
+

Steroid

-

-

+

Terpenoid

-

+

-

Keterangan: + (terdapat senyawa), - (tidak terdapat senyawa)
Aktivitas Penghambatan C. albicans Ekstrak Daun Sirih Hijau
Pengujian aktivitas penghambatan C. albicans menggunakan pelarut yang
berbeda yaitu akuades, etanol 70 %, dan aseton, sedangkan konsentrasi yang
digunakan pada tiap pelarut adalah 25, 50, 100, 200, dan 400 mg/mL dengan tiga
kali pengulangan. Hasil pengujian aktivitas ekstrak daun sirih hijau menunjukkan
hasil yang berbeda dari tiap pelarut dan konsentrasi yang diujikan. Hasil
pengukuran diameter zona hambat pada C. albicans dapat dilihat pada Gambar 1.
Aktivitas penghambatan C. albicans yang tertinggi terdapat pada pelarut
aseton konsentrasi 400 mg/mL dengan diameter zona hambat 23.483 mm dan
aktivitas terendah pada pelarut akuades konsnetrasi 100 mg/mL dengan diameter
zona hambat 4.962 mm. Ekstrak akuades konsentrasi 25 dan 50 mg/mL dan
ekstrak etanol 70 % konsentrasi 25, 50, dan 100 mg/mL tidak menunjukkan
aktivitas penghambatan. Kontrol positif yang digunakan adalah nistatin
konsentrasi 1.028 mg/mL dan kontrol negatif yang digunakan akuades steril untuk
ekstrak akuades dan etanol 70 % dan aseton untuk ekstrak aseton. Kontrol positif
nistatin memiliki zona hambat 14.400 mm, sedangkan kontrol negatif tidak
menunjukkan adanya aktivitas penghambatan C. albicans.

8
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan pelarut dan variasi
konsentrasi yang digunakan pada pengujian memberikan nilai yang berbeda nyata
terhadap diameter zona hambat yang terbentuk pada taraf nyata α 0.05. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa perbedaan pelarut dan variasi konsentrasi pada
masing-masing pelarut memiliki nilai yang berbeda nyata terhadap diameter zona
hambat C. albicans. Konsentrasi terendah 25 mg/mL pada ekstrak akuades dan
ekstrak etanol 70 % tidak menghasilkan aktivitas penghambatan C. albicans,
sedangkan konsentrasi 25 mg/mL ekstrak aseton masih memberikan aktivitas.
Sifat aseton yang semipolar memiliki zona hambat yang paling besar
dibandingkan dengan akuades dan etanol 70 % yang bersifat polar. Perbedaan
konsentrasi pada pelarut yang sama memberikan pengaruh nyata terhadap
diameter zona bening dengan semakin besar konsentrasi maka akan semakin besar
zona hambat yang terbentuk.

diameter zona hambat (mm)

30
23.483±1.59 d

25

21.067±1.14 d

20

16.446±2.02 c
14.400±0.56

14.967±0.40 d

12.258±3.49 b

15

8.942±0.99 c

10
5

4.092±1.09 a
0a
0a a
0a
0

4.917±0.34 b

8.617±0.86 c

5.967±0.95 b

0a

0
25

50

100
200
konsentrasi ekstrak (mg/mL)

400

Gambar 1 Diameter zona hambat C. albicans. Ekstrak akuades
etanol 70 % , ekstrak aseton
, dan nistatin

, ekstrak

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Pengujian konsentrasi hambat minimum dilakukan untuk menentukan
konsentrasi terkecil pada ekstrak daun sirih hijau yang dapat menghambat
pertumbuhan C. albicans. Ekstrak akuades, etanol 70 %, dan aseton memiliki
rentang yang berbeda-beda dalam penentuan KHM. Nilai KHM ekstrak akuades
memiliki rentang 60 mg/mL sampai dengan 100 mg/mL dan KHM pada ekstrak
akuades terdapat pada konsentrasi 70 mg/mL dengan diameter 1.807 mm (Gambar
2). Ekstrak akuades konsentrasi 70-100 mg/mL memiliki aktivitas penghambatan
C. albicans yang berbeda nyata dengan aktivitas tertinggi pada konsentrasi 100
mg/mL, sedangkan pada konsentrasi 60 mg/mL tidak menunjukkan aktivitas
penghambatan.
Penentuan KHM pada ekstrak etanol 70 % dapat dilihat pada Gambar 3 dan
ditentukan dari rentang 120 mg/mL sampai dengan 200 mg/mL dengan kelipatan
20 mg/mL. Nilai KHM ekstrak etanol 70 % terdapat pada konsentrasi 140 mg/mL
dengan diameter zona hambat 2.592 mm. Ekstrak etanol 70 % konsentrasi 200

9
mg/mL memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terhadap pertumbuhan C.
albicans dan berbeda nyata, sedangkan pada konsentrasi 120 mg/mL tidak
menunjukkan aktivitas penghambatan. Ekstrak pada konsentrasi 140-180 mg/mL
memiliki aktivitas penghambatan namun tidak berbeda nyata (p < 0.05).
Penentuan KHM pada ekstrak aseton dapat dilihat pada Gambar 4 dan
ditentukan dari konsentrasi 25 mg/mL dengan pengenceran bertingkat sampai
dengan 6.25 mg/mL dan KHM diperoleh pada konsentrasi 12.5 mg/mL dengan
diameter zona hambat 1.742 mm. Ekstrak aseton konsentrasi 25-100 mg/mL
memiliki aktivitas penghambatan C. albicans yang berbeda nyata dengan aktivitas
tertinggi pada konsentrasi 100 mg/mL, sedangkan pada konsentrasi 6.25 mg/mL
tidak menunjukkan aktivitas penghambatan. Ekstrak aseton konsentrasi 12.5 dan
25 mg/mL memiliki aktivitas penghambatan namun keduanya tidak berbeda nyata
(p < 0.05).

diameter zona hambat (mm)

6
4.917±0.34 e

5
3.942±0.02 d

4
2.650±0.45 c

3
1.807±0.84 b

2
1
0a
0
60

70
80
90
konsentrasi ekstrak (mg/mL)

100

Gambar 2 Diameter zona hambat C. albicans pada ekstrak akuades

diameter zona hambat (mm)

7
5.967±0.95 d

6
5
4.017±0.69 c
4
2.592±0.62 b

3

2.942±0.52 b c

2
1
0a
0
120

140
160
180
konsentrasi ekstrak (mg/mL)

200

Gambar 3 Diameter zona hambat C. albicans pada ekstrak etanol 70 %

10
20
diameter zona hambat (mm)

18

16.446±2.02 d

16
14

12.258±3.49 c

12
10
8
6

4.092±1.10 b

4
2

1.742±0.06 a b
0

a

0
6,25

12,5
25
50
konsentrasi ekstrak (mg/mL)

100

Gambar 4 Diameter zona hambat C. albicans pada ekstrak aseton
Analisis GC-MS Ekstrak Aseton Daun Sirih Hijau
Ekstrak aseton memiliki aktivitas penghambatan yang terbaik terhadap C.
albicans dianalisis dengan GCMS Pyrolisis. Hasil analisis ekstrak aseton
ditunjukkan pada Gambar 5. Kromatogram menunjukkan 25 puncak yang
terdeteksi, selanjutnya puncak dianalisis dengan spektrofotometer massa.
Spektrum massa masing-masing puncak dicocokkan dengan data dari Chemical
Abstracts Service (CAS) dan merujuk senyawa-senyawa pada Tabel 3. Tiga
senyawa yang mempunyai konsentrasi terbesar yaitu asam 2,3-dimetil-benzoat
dengan 46.16 %, 3-eikosena dengan 9.79 %, dan fenol, 2-metoksi-4-(2-profenil)-,
asetat eugenol dengan 6.29%.

Gambar 5 Kromatogram kromatografi gas ekstrak aseton daun sirih hijau

11
Tabel 3 Senyawa – senyawa yang diduga dari masing – masing puncak pada
kromatogram ekstrak aseton daun sirih hijau
Puncak#
1

Rt
15.052

Luas
58228716

Kons %
1.41

2

16.112

99630735

2.42

3
4
5

16.601
17.025
17.133

23872589
108015208
39289367

0.58
2.62
0.95

6

17.446

1900644054

46.16

7

17.586

259173205

6.29

8

17.702

72431477

1.76

9

18.653

24213674

0.59

10

18.725

31007977

0.75

11
12
13

19.565
19.699
19.767

403237934
84414233
52722705

9.79
2.05
1.28

14

19.839

167819175

4.08

15

20.134

47953232

1.16

16

20.275

48049338

1.17

17

21.328

23043028

0.56

18
19

22.044
22.155

32149331
220784504

0.78
5.36

20

23.683

138890049

3.37

21
22
23

23.902
24.104
24.574

41339796
52059696
55475604

1.00
1.26
1.35

24

25.440

32533911

0.79

25

38.802

100748673

2.45

Nama
Chavicol44
Phenol,
2-methoxy-3-(2-propenyl)Phenol, 3-allyl-2-methoxy- 3
TRANS(.BETA.)-CARYOPHYLLENE
(+)-Aromadendrene
Germacrene D
Benzoic acid, 2,3-dimethyl- 2,3Dimethylbenzoic acid
Phenol, 2-methoxy-4-(2-propenyl)-,
acetate Aceteugenol
Dodecanamide,
N,N-bis(2hydroxyethyl).alpha.-Cadinol
Cyclopropane,
1-methyl-1-(2methylpropyl)-2-nonyl-2,4DIMETHYL-4,
3-Eicosene, (E)
(-)-Loliolide
(-)-Loliolide
2-Hexadecen-1-ol,
3,7,11,15tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- Phytol
(E,E)-7,11,15-Trimethyl-3-methylenehexadeca-1,6,10,14-tetraene
Platambin
10,13-Octadecadienoic acid, methyl
ester
1-Hexadecanol, acetate Cetyl acetate
NEOPHYTADIENE
Hexanedioic acid, dioctyl ester
Dioctyl adipate
2-Allyl-6-methoxyphenol
Dehydrodieugenol
2-Allyl-6-methoxyphenol
1,2-Benzenedicarboxylic acid, bis(2ethylhexyl) ester Bis(2-ethylhexyl )
STIGMAST-5-EN-3-OL, OLEAT

PEMBAHASAN
Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Bobot Kering, dan Rendemen
Analisis mutu simplisia daun sirih hijau yang dianalisis adalah kadar air
dan kadar abu. Kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam
tumbuhan sebagai presentase bahan kering dan mengetahui ketahanan suatu bahan
dalam penyimpanan. Menurut standar Farmakope Herbal Indonesia kadar air yang
baik adalah dibawah dari 10 % (Depkes 2008). Kadar air simplisia daun sirih
hijau dari hasil penelitian diperoleh 6.09 % dan telah sesuai standar FHI. Analisa
kadar abu berguna untuk mengetahui jumlah garam mineral melalui pembakaran.
Menurut Inayati (2010) kadar abu daun simplisia daun sirih hijau sebesar 11.68 %
sedangkan kadar abu yang diperoleh dari hasil penelitian memiliki hasil yang

12
berbeda meskipun tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 12.22 % dan kadar abu
bobot kering diperoleh 13.01 %. Menurut Agustin (2005) kandungan mineral
yang terdapat dalam daun sirih hijau yodium, kalsium, fosfor, besi dan kalium.
Metode ekstraksi daun sirih hijau untuk uji aktivitas sebagai antijamur
menggunakan metode perebusan dan maserasi. Simplisia daun sirih hijau yang
akan diekstraksi berukuran 100 mesh, tujuannya adalah semakin kecil ukuran
partikelnya, maka semakin luas bidang kontak yang akan mempercepat proses
ekstraksi. Metode perebusan pada waktu ekstraksi mempengaruhi terbuka dan
pecahnya dinding sel pada kromoplas sehingga dapat memudahkan keluarnya
metabolit sekunder (Rodrigues dan Mieko 2004). Maserasi adalah proses
pembuatan ekstrak simplisia dengan menggunakan pelarut dan beberapa kali
dilakukan pengadukan pada temperatur yang sama (Lumbessy et al. 2013).
Proses maserasi bersifat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan perendaman sampel tumbuhan
akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan antara tekanan
di luar dan di dalam sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma
akan terlarut dalam pelarut (Koirewoa et al. 2012).
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi daun sirih hijau dengan metode
maserasi adalah etanol 70 % dan aseton, sedangkan pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi dengan perebusan adalah akuades. Rendemen merupakan salah satu
parameter untuk mengetahui seberapa besar produk yang dihasilkan dari proses
produksi, yang dinyatakan dengan perbandingan antara jumlah produk yang
dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan (Satriyanto 2012). Rendemen
dari tiap pelarut yang berbeda menghasilkan jumlah rendemen yang berbeda juga.
Perbedaan jumlah rendemen yang diperoleh dari tiap pelarut karena proses
ekstraksi dipengaruhi dari sifat pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu (Ramadhan
dan Haries 2010).
Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Hijau
Senyawa sekunder atau disebut juga senyawa fitokimia adalah senyawa
kimia yang terdapat dalam tanaman dan tidak mempunyai fungsi utama dalam
pembentukan sel-sel tanaman melainkan sebagai sumber pertahanan tanaman
terhadap serangan predator baik serangga maupun mikroorganisme. Penapisan
fitokimia secara kualitatif dilakukan dengan penambahan berbagai pereaksi
tertentu ke dalam ekstrak tanaman sehingga menghasilkan warna larutan endapan
spesifik yang menandakan keberadaan senyawa tertentu. Penapisan fitokimia
bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa secara kualitataif di dalam ekstrak
kasar (Harmawan 2012).
Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa senyawa alkaloid tidak
terdapat pada ekstrak akuades, etanol 70 %, dan aseton. Senyawa alkaloid mudah
larut pada pelarut non polar seperti kloroform dengan pH basa yang kuat (Rahman
2012). Alkaloid juga mudah larut pada pelarut etil asetat (Arifin et al. 2006).
Penapisan senyawa tanin pada ekstrak akuades, etanol 70 %, dan aseton
menunjukkan hasil positif. Tanin merupakan senyawa polifenol dari kelompok
flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan kuat, antiperadangan dan antikanker
(anticarcinogenic). Menurut Puspitasari (2009) tanin adalah turunan senyawa
polifenol dari kelompok flavonoid yang dimanfaatkan sebagai antijamur. Senyawa

13
tanin pada ekstrak aseton lebih rendah secara kualitatif dibandingkan ekstrak
akuades dan etanol 70 %. Penggunaan akuades pada uji fitokimia tanin
menyebabkan akuades tidak dapat melarutkan maksimal ekstrak aseton karena
sifat pelarut aseton yang medium polar atau semi polar (Setiaji et al. 2006).
Flavonoid dikenal dengan sebutan bioflavonoid, yaitu kelompok pigmen
tanaman yang memberikan perlindungan terhadap serangan radikal bebas yang
merusak. Flavonoid dikenal manusia sebagai antiperadangan, antialergi, antivirus,
antioksidan dan antikarsinogenik. Menurut Tian et al. (2009) flavonoid bersifat
sebagai antijamur. Hasil uji positif flavonoid terdapat pada ekstrak akuades dan
ekstrak etanol 70 % yang dibuktikan adanya adanya endapan merah. Senyawa
flavonoid bersifat polar sehingga akan mudah terbawa oleh pelarut polar. Pelarut
aseton yang bersifat semi polar tidak dapat menarik senyawa polar flavonoid,
tetapi dapat membawa senyawa tanin yang termasuk flavonoid dalam jumlah
kualitatif yang rendah, karena tanin merupakan zat ekstraktif yang mudah larut
pelarut polar dan non plar misalnya eter, alkohol, bensin atau air (Dumanauw
2001).
Aktivitas antimikroba dari flavonoid terjadi karena kemampuannya untuk
berikatan dengan polipeptida pada dinding sel dan membrane-bound enzymes.
Flavonoid memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein
ekstrakseluler terlarut dan dengan dinding sel (Rachma 2012). Mekanisme kerja
tanin sebagai antimikroba menurut Naim (2004) berhubungan dengan kemampuan
tanin dalam menginaktivasi adhesi sel mikroba (molekul yang menempel pada sel
inang) yang terdapat pada permukaan sel. Tanin yang mempunyai target pada
polipeptida dindig sel akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel, karena
tanin merupakan turunan senyawa fenol. Ion H+ dari senyawa fenol dan
turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga
fosfolipid akan terurai mengakibatkan tidak mampu mempertahankan bentuk
membran sel, akibatnya membran akan bocor dan pertumbuhan terhambat bahkan
menyebabkan kematian (Dwiyanti et al 2014).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam 90
suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
(Mutiatikum et al. 2010). Hasil uji penapisan ekstrak daun sirih hijau dari tiga
pelarut yang berbeda mengandung saponin dengan jumlah kualitatif yang berbeda.
Keberadaan saponin terdeteksi dengan terbentuk busa yang bertahan selama 10
menit. Menurut Septiadi et al. (2013) saponin berkontribusi sebagai antijamur
dengan mekanisme menurunkan tegangan permukaan membran dinding sel C.
albicans, sehingga permeabilitasnya meningkat. Permeabilitas yang meningkat
mengakibatkan cairan intraseluler yang lebih pekat tertarik keluar sel sehingga zat
nutrisi dan metabolit akan keluar dari sel. Protein sel termasuk enzim juga keluar
dari sel dan jamur mengalami kematian (Septiadi et al. 2013).
Salah satu golongan terpenoid adalah teriterpenoid yang berfungsi sebagai
antimikroba. Triterpenoid tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang
menyebabkan sifatnya non polar dan memiliki gugus hidroksi sehingga memiliki
sifat polar (Taofik et al. 2010). Ekstrak etanol 70 % daun sirih hijau pada uji
fitokimia menunjukkan hasil positif triterpenoid dengan warna merah, tetapi
negatif untuk steroid. Steroid merupakan golongan terpenoid lain yang bersifat
sebagai antijamur (Luftiyanti et al. 2012). Ekstrak aseton daun sirih hijau

14
menunjukkan hasil positif pada uji steroid dengan warna hijau dan negatif untuk
uji triterpenoid. Warna hijau pekat pada ekstrak aseton menunjukkan adanya
steroid yang banyak. Sedangkan ekstrak akuades tidak terdapat triterpenoid dan
steroid, karena sifat akuades yang polar, sehingga cenderung tidak bisa menarik
kedua senyawa tersebut. Terpenoid terdiri atas triterpenoid dan steroid yang
merupakan senyawa bioaktif. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat
pertumbuhan jamur, baik melalui membran sitoplasma maupun mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan spora (Luftiyanti et al. 2012).
Aktivitas Penghambatan C. albicans Ekstrak Daun Sirih Hijau dan
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Pengujian aktivitas penghambatan C. albicans dilakukan dengan pelarut
yang berbeda yaitu aseton dan etanol 70 % dengan air rebusan sebagai
pembanding. Tingkat aktivitas dari ekstrak daun sirih berbeda-beda untuk tiap
pelarut yang digunakan. Hasil penapisan menunjukkan ketiga ekstrak memiliki
senyawa tanin dan saponin yang diduga berperan sebagai menghambat C.
albicans. Ekstrak aseton daun sirih hijau mempunyai aktivitas yang paling besar
dibandingkan dengan ekstrak akuades dan ekstrak etanol 70 %. Uji fitokimia yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak aseton memiliki senyawa steroid
yang besar, sedangkan ekstrak akuades dan etanol 70 % tidak memiliki senyawa
steroid. Hal ini disebabkan steroid mudah terbawa oleh pelarut yang bersifat non
polar dan semi polar (Nurjanah et al. 2011). Menurut Subhisha (2005) steroid
dapat berfungsi sebagai antijamur karena sifat lipofilik yang dimiliki oleh steroid
dapat menghambat perkecambahan spora dan perbanyakan miselium pada jamur.
Konsentrasi yang digunakan pada uji aktivitas penghambatan C. albicans
adalah 25, 50, 100, 200, dan 400 mg/mL dengan kontrol positif nistatin 1.028
mg/mL. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode sumur agar dapat
melihat zona bening yang terbentuk di sekitar daerah yang diberi ekstrak. Menurut
ketentuan kekuatan antimikroba yang dikemukan oleh David Stout, kategori
sangat kuat jika diameter zona hambat ≥ 20 mm, kategori kuat jika diameter zona
hambat 10-20 mm, kategori sedang jika 5-10 mm, dan ketegori lemah apabila ≤ 5
mm (Rahayu 2013). Diameter zona hambat terbesar pada ekstrak akuades
termasuk kategori kuat dengan diameter 14.967 mm, diameter ekstrak etanol 70 %
termasuk kategori sedang dengan diameter 8.617 mm, dan diameter ekstrak aseton
termasuk kategori sangat kuat dengan diameter 23.483 mm.
Penentuan KHM dilakukan dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada
tiap pelarut, hal ini berdasarkan dari uji aktivitas sebelumnya. Penentuan KHM
dilakukan untuk melihat konsentrasi minimum ekstrak yang dapat menghambat
pertumbuhan C. albicans. Nilai KHM pada ekstrak akuades, etanol 70 %, dan
aseton secara berturut-turut terdapat pada konsentrasi 70 mg/mL dengan diameter
zona hambat 1.807 mm, 140 mg/mL dengan diameter zona hambat 2.592 mm, dan
12.5 mg/mL dengan diameter zona hambat 1.742 mm. Nistatin adalah antijamur
yang bekerja lokal dengan mengikat ergosterol komponen utama dinding sel
jamur dan bertujuan menurunkan kolonisasi jamur (Andriani dan Lily 2010).
Berdasarkan analisis statistika yang dilakukan pada aktivitas penghambatan C.
albicans perlakuan dengan perbedaan pelarut dan konsentrasi memberikan
pengaruh nyata terhadap diameter zona hambat pada taraf kepercayaan 95 %.

15
Analisis GC-MS Ekstrak Aseton Daun Sirih Hijau
Gas Chromatography-Mass Spectrophotometer (GC-MS) adalah metode
pemisahan senyawa organik yang umum dilakukan dengan mengelompokkan
puncak-puncak kromatogram yang berubah pada variasi proses. Senyawa
dikelompokkan berdasarkan banyaknya atom C pada senyawa dan pola perubahan
konsentrasi pada perubahan temperatur (Fatimah dan Jaka 2005). Ekstrak aseton
daun sirih hijau yang memiliki aktivitas terbaik dianalisis dengan GC-MS.
Instrumentasi yang digunakan adalah Pyrolysis GC-MS dan sehingga dilakukan
pembakaran 610 ºC selama 10 detik tanpa oksigen, semua senyawa yang
terkandung menjadi volatil dan terdekomposisi menjadi fragmen-fragmen. Gas
yang digunakan adalah helium dengan FID (flame ionization detector).
Hasil analisis GC menghasilkan ada 25 puncak yang dideteksi dengan
spektrofotometer massa dan diketahui tiga senyawa dengan konsentrasi terbesar
yang diduga menghambat C. albicans yaitu 46.16 % asam 2,3-dimetil-benzoat,
9.79 % 3-eikosena, dan 6.29 % fenol, 2-metoksi-4-(2-profenil). Waktu retensi atau
retention time (Rt) merupakan analisis kualitatif yaitu dengan membandingkan Rt
analit dengan Rt standar, sehingga senyawa tunggal yang keluar akan diketahui
namanya dari data Rt standar (Pandiangan 2011).
Senyawa pertama merupakan turunan dari senyawa asam benzoat yaitu
asam 2,3-dimetil-benzoat dan muncul pada Rt 17.446. Asam benzoat menurut
Duraipandiyan dan Ignacimuthu (2007) merupakan senyawa yang mempunyai
aktivitas antijamur. Menurut Rorong (2013) aktivitas asam benzoat sebagai
antimikroba dengan cara menembus atau merusak jaringan sel membran mikroba
yang mengakibatkan kematian sel. Asam 2,3-dimetil-benzoat adalah asam
karboksilat dengan enam karbon dan gugus metil pada karbon nomor 2 dan 3
sehingga akan larut dengan pelarut yang kepolarannya rendah seperti aseton dan
kloroform (Lapaugi 2014). Asam 2,3-dimetil-benzoat menurut Matsjeh (2004)
merupakan turunan senyawa flavonoid, namun senyawa flavonoid dari penapisan
fitokimia ekstrak aseton tidak terdeteksi secara kualitatif, sedangkan tanin yang
merupakan turunan flavonoid dapat terdeteksi dalam penapisan fitokimia.
Senyawa kedua merupakan turunan eikosena dan muncul pada Rt 19.565.
Eikosena merupakan hidrokarbon dengan jumlah karbon sebanyak 21. Menurut
penelitian Verma et al. (2010) eikosena merupakan tiga senyawa utama yang
bersifat sebagai antijamur dan merupakan golongan alkana penyusun terpenoid
(Balafif et al. 2013). Hasil kualitatif fitokimia ekstrak aseton menunjukkan bahwa
ekstrak aseton positif mengandung senyawa terpenoid golongan steroid. Senyawa
terakhir adalah turunan fenol dan muncul pada Rt 17.586. Senyawa fenol menurut
Hussin et al. (2009) yang terdapat dalam tumbuhan merupakan senyawa antijamur
dan hasil kualitatif dari penapisan fitokimia diperoleh senyawa tanin. Fenol
bekerja karena ion H+ menyerang gugus polar (gugus fosfat) pada fosfolipid
membran sel C. albicans sehingga fosfolipid akan terurai (Dwiyanti et al 2014).

SIMPULAN
Ekstrak aseton daun sirih hijau memiliki aktivitas penghambatan yang
terbaik terhadap C. albicans yaitu pada konsentrasi 400 mg/mL dengan diameter

16
zona hambat 23.483 mm dan nilai KHM 12.5 mg/mL dengan diameter zona
hambat 1.742 mm. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak aseton
memiliki senyawa steroid yang menghambat pertumbuhan C. albicans dan hasil
analisis Pyrolysis GC-MS menghasilkan tiga senyawa terbesar yaitu turunan asam
benzoat, fenol, dan eikosena.

SARAN
Berdasarkan penelitian perlu dilakukan penelitian lanjut untuk menentukan
konsentrasi bunuh minimum C. albicans dan menghitung jumlah mikroba yang
terbunuh. Daun sirih hijau perlu dilakukan pemurnian untuk mengetahui senyawa
yang berkerja dalam menghambat C. albicans. Daun sirih hijau memenuhi standar
Departemen Kesehatan Republik Indonesia sehingga dapat diproses dan dianalisis
tahap lanjut untuk pemurnian sebagai bahan baku obat herbal candidiasis.

DAFTAR PUSTAKA
Agustin DW. 2005. Perbedaan khasiat antibakteri bahan irigasi antara hydrogen
peroksida 3 % dan infusum daun sirih 20% terhadap bakteri mix. Maj.
Kedokteran Gigi. 38 (1): 45-47.
Andriani R, Lily R. 2010. Nistatin oral sebagai terapi profilaksis infeksi jamur
sistemik pada Neonatus Kurang Bulan. Sari Pediarti. 11 (6): 420-427.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association Analytical of Chemist. The Association of
Official Analysis Chemist, Inc., Airlington.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1996. Bacteriological
Analytical Manual. Gaithersburg (USA): The Association of Official
Analysis Chemist, Inc.
Arifin H, Nelvi A, Dian H, Roslinda R. 2006. Standarisasi ekstrak etanol daun
Eugenia cumini Merr. J. Sains Tek. Far. 11 (2): 88-93.
Balafif R, Yayuk, Erin. 2013. Analisis senyawa triterpenoid dari hasil fraksinasi
ekstrak air buah buncis (Phaseolus vulgaris, Linn). Chemistry J. 6 (2).
Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari Streptococcus lactis BCC 2259
[disertasi]. Bandung (ID): Program Doktor Institut Teknologi Bandung.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta (ID) : BPOM RI
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta
(ID): Departemen Kesehatan Indonesia.
Dumanauw JF. 2001. Mengenal Kayu. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

17
Duraipandiyan V, Ignacimuthu S. 2007. Antibacterial and antifungal activity of
Cassia fistula L.:An ethanomedicinal plant. Journal of Ethnopharmacology.
112 (3): 590-594.
Dwijayanti W, Muslimin I, Guntur T. 2014. Pengaruh efek daun kenikir (Cosmos
caudatus) terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus secara in vitro.
LenteraBio. 3 (1): 1-5.
Fathia S. 2011. Aktivitas antimikroba ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe)
terhadap beberapa bakteri patogen [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu
Teknologi Pagan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fatimah I, Jaka N. 2005. Identifikasi hasil pirolissi serbuk kayu jati menggunakan
Principal Component Analysis. Jurnal Ilmu Dasar. 6(1): 41-47.
Gozali D, Rusmiati D, Utama P. 2009. Formulasi dan uji stabilitas mikroemulsi
ketokonazol sebagai antijamur Candida albicans dan Tripcophyton
mentagrophytes. Farmaka. 7 (2).
Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penerjemah: Patmawinata K dan Soediro I.
Bandung (ID): Penerbit ITB.
Harmawan A, Ali R, Delianis P. 2012. Uji fitokimia dan aktifitas bakteri ekstrak
media supernatan bakteri simbion Vibrio sp. Gastropoda Olivia vidua
terhadap bakteri Multi Drug Resistant. Journal of Marine Research. 1 (1):
84-89.
Herawati R, Parwati I, Rita SC. 2006. Hitung koloni Candida albicans di tinja
anak gangguan autism spectrum. Indonesia Journal of Clinical and Medical
Laboratory. 13 (1).
Hussin NM et al. 2009. Antifungal