Tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta

(1)

TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM KERATON

YOGYAKARTA

RA GUPITA DHYANINGSARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

RA Gupita Dhyaningsari NIM I34100030


(3)

Yogyakarta. Di bawah bimbingan RILUS A KINSENG

Keraton Yogyakarta merupakan salah satu warisan budaya leluhur yang masih tetap bertahan di masa modern seperti sekarang. Ada peranan penting yang terdapat di Keraton yaitu seorang abdi dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada raja dan tidak mengharapkan imbalan namun mereka mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan didukung dengan metode penelitian kualitatif. Pada hasil penelitian ini, sebanyak 43.34 persen responden memiliki tingkat kemodernan yang rendah dan 56.66 persen lainnya tinggi. Kemudian, faktor yang mempengaruhi merupakan pendapatan keluarga. Sedangkan lama mengabdi berpengaruh negatif dan yang tidak berpengaruh adalah usia, jenis kelamin, lama menempuh pendidikan formal, lama bekerja diluar Keraton dan jenis pekerjaan.

Kata kunci: abdi dalem, Keraton, tingkat kemodernan, nilai budaya

ABSTRACT

RA GUPITA DHYANINGSARI The Modernity Level of Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Supervised by RILUS A KINSENG

Keraton Yogyakarta is one of the ancestral heritage which still survive in modern times as now. There is an important role that is abdi dalem. Abdi dalem is a person who dedicates to king and doesn’t expect a great rewards but they are looking for peace of life to embody loyalty to the Keraton. This study aims to analyze the level of modernity of the abdi dalem Keraton Yogyakarta and analyze the factors that affect the level of modernity as experienced by the abdi dalem. This study uses quantitative research methods and supported by qualitative research methods. The results of this study show that 43.34 percent of respondents have a low level of modernity and the othe 56.66 percent high. Then, the factors that affect is family income whereas long time dedicate is affect negatively and that no effect is age, gender, level of education, work outside Keraton and the kind of work outside Keraton.


(4)

RA GUPITA DHYANINGSARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

Disetujui oleh

Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti.

Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa teruma kasih kepada:

1. Ayahanda Sri Hermawan dan Ibunda Emmy Wulandari serta adik penulis Lusika Mustikamaya yang merupakan sumber motivasi penulis dalam segala hal.

2. Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini.

3. Keluarga besar Widitomo dan keluarga besar Marseno Prawiroatmo yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan dorongan semangat untuk penulis. 4. KRT Kusumonegoro dan Nyi KRT Hamong Tejanegara yang membantu

penulis dalam proses penelitian di Keraton Yogyakarta.

5. Rama Muhammad Bintang atas dorongan semangat dan motivasi yang selalu dicurahkan kepada penulis.

6.

Teman-teman satu bimbingan, Ferdi Tri Wahyudi dan Fuad Habibi Siregar yang saling menyemangati satu sama lain.

7.

Sahabat seperjuangan selama kuliah di IPB, Chyntya Wijaya yang selalu menyemangati penulis dan membantu selama menempuh pendidikan di IPB. 8. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan

selama ini, khususnya untuk Sahda, Erlisa, Gita, Estya, Adrian, Anggita, Anggita, Faris dan Mahdi.

9. Sahabat sepanjang masa Mimi, Upay, Dinda, Manyun, Ijung, Agyl dan Febrian.

10.Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya studi pustaka ini

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang abdi dalem Keraton Yogyakarta.

Bogor, Agustus 2014


(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

PENDEKATAN TEORITIS ... 4

Tinjauan Pustaka ... 4

Keraton dan Kehidupan Abdi Dalem ... 4

Tingkat Kemodernan ... 5

Kerangka Pemikiran ... .6

Hipotesis Penelitian ... 7

Definisi Operasional ... 8

PENDEKATAN LAPANG ... 11

Metode Penelitian ... 11

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

Teknik Penentuan Informan Dan Responden ... 12

Teknik Pengumpulan Data ... 12

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 12

GAMBARAN UMUM ... 14

Gambaran Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 14

Kondisi Geografis ... 14

Sistem Pemerintahan 15

Keadaan Penduduk 15

Sarana dan Prasarana ... 16

Objek Wisata ... 19

Gambaran Umum Keraton Yogyakarta ... 20

TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM ... 23

Karakteristik Responden ... 23

Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta ... 24

Tingkat Keterbukaan Terhadap Pengalaman Baru ... 25

Pandangan Terhadap Status dan Kedudukan Perempuan ... 27

Tingkat Keterdedahan Media Massa ... 30

Tingkat Kepercayaan Terhadap Media Massa ... 32

Tingkat Materialisme ... 34

Kontrol Kelahiran ... 37


(8)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMODERNAN ABDI

DALEM ... 47

Faktor Internal ... 47

Usia ... 47

Jenis Kelamin... 48

Lama Pendidikan ... 48

Lama Mengabdi ... 48

Pendapatan Keluarga ... 49

Lama Bekerja Mencari Nafkah ... 49

Jenis Pekerjaan... 49

Ikhtisar ... 50

PENUTUP ... 51

Simpulan ... 51

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 53


(9)

1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 11 2 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY 14 3 Jumlah dan persentase penduduk Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa

Yogyakarta pada tahun 2010

15

4 Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan pada tahun 2012

16

5 Jumlah pemeluk agama Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012

16

6 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012/2013 menurut strata pendidikan

17

7 Jumlah sarana kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 18 8 Jumlah tempat peribadatan di Daerah Istimewa Yogyakarta 19 9 Jumlah objek wisata dan pengunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta

tahun 2012

19

10 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin, usia dan tingkat kemodernan

24

11 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat keterbukaan terhadap hal baru

25

12 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterbukaan terhadap hal baru, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

26

13 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan

27

14 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

29

15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat keterdedahan media massa


(10)

17 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat kepercayaan terhadap media massa

32

18 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat kepercayaan terhadap media massa, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

33

19 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat materialisme

34

20 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat materialisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

36

21 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan terhadap kontrol kelahiran

37

22 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai kontrol kelahiran, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

38

23 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat rasionalitas

39

24 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat rasionalitas, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

40

25 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan perencanaan jangka panjang

41

26 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai perencanaan jangka panjang, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

43

27 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat individualism

44

28 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat individualisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan


(11)

1 Kerangka pemikiran 7 2 Arti Keraton Yogyakarta berdasarkan Garis Imajiner 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Keraton Yogyakarta 53


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau. Berdasarkan data LIPI tahun 2004 Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terdiri dari pulau besar dan kecil. Berdasarkan pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri terhitung 31 Desember 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 259.940.857 jiwa. Dan ini membuat Indonesia berada pada posisi ke-4 sebagai negara dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar di dunia. Penduduk dengan jumlah yang banyak ini tersebar di seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Setiap pulau terbagi menjadi beberapa daerah dimana setiap daerah tersebut memiliki kondisi geografis dan topografi yang berbeda-beda sehingga menimbulkan berbagai macam perbedaan dalam pola perilaku kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pola perilaku tersebut lambat laun terinternalisasi dan menjadi suatu kebudayaan. Keanekaragaman bahasa dan budaya ini, menjadi suatu aset yang berharga bagi Indonesia.

Salah satu budaya Indonesia yang masih sangat kental adalah budaya-budaya yang terdapat di Keraton. Keberadaan Keraton Yogyakarta sangat berpengaruh terhadap kuatnya budaya-budaya yang ada di daerah Yogyakarta. Tingkat kepercayaan masyarakat sekitar terhadap keraton sangatlah tinggi. Masyarakat menganggap bahwa keraton adalah sumber dari kehidupan mereka, mereka akan mendapat berkah dari keraton dan akan mendapat petaka apabila melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh keraton. Menurut Artha (2009), masyarakat Yogyakarta menganggap Raja sebagai wakil Tuhan sehingga siapa yang tidak tunduk pada raja sama saja menentang kehendak Tuhan.

Soemardjan (1981) dalam bukunya yang berjudul Perubahan Sosial di Yogyakarta menyatakan bahwa pada awalnya Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta merupakan suatu kesatuan yaitu Kerajaan Mataram Kuno. Namun, setelah adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Kerajaan Mataram Kuno tepecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini tidak hanya menyangkut pembagian tanah dan rakyat akan tetapi juga pembagian tanda-tanda kebesaran kerajaan seperti lambang-lambang kekuasaan dan juga pusaka-pusaka kerajaan. Pusaka-pusaka tersebut merupakan benda-benda suci dengan kekuatan magis, yang tidak dapat dipisahkan dengan raja yang memerintah.

Kehidupan di Keraton tidak dapat dipisahkan dengan peran seorang abdi dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada raja keraton dan tidak mengharapkan imbalan yang besar namun mereka mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton. Meskipun gaji yang diterima oleh abdi dalem tergolong kecil, namun seorang abdi dalem percaya bahwa imbalan berupa berkah dari keraton yang diterima jauh lebih besar dan berharga. Untuk menjadi seorang abdi dalem tidak diperlukan kriteria khusus, namun harus merupakan masyarakat asli Yogyakarta. Masyarakat yang mendaftar dan menjadi abdi dalem terdiri dari latar belakang yang beragam, mulai dari pengusaha, dokter, hakim, pensiunan PNS, hingga siswa SMA. Ini menunjukkan


(13)

bahwa usia dan pekerjaan tidak menjadi faktor penentu untuk menjadi seorang abdi dalem.

Dalam kehidupannya, seorang abdi dalem sudah tentu menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan keraton. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, masuknya arus modernisasi ke dalam negara-negara berkembang termasuk Indonesia mempengaruhi kehidupan masyarakat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning (Soekanto, 1982).

Keraton Yogyakarta terletak di Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang masih bertahan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu, akan menjadi menarik bagi penulis untuk menganalisis tentang tingkat kemodernan yang dialami oleh abdi dalem keraton.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin dianalisis dalam penulisan penelitian yang berjudul “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta” ini adalah:

1. Bagaimanakah tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta. 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan yang dialami

abdi dalem keraton Yogyakarta.

Tujuan

Tujuan dari penulisan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta” dan secara khusus bertujuan untuk:

1. Menganalisis tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan yang


(14)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak terkait, yakni:

1. Bagi peneliti dan kalangan akademisi, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan menjadi referensi tambahan dalam menjelaskan tentang tingkat kemodernan dan orientasi nilai budaya abdi dalem keraton.

2. Bagi Keraton, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang abdi dalem dan menambah koleksi perpustakaan Keraton Yogyakarta.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan


(15)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Keraton dan Kehidupan Abdi Dalem

Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat beragam. Budaya yang masih cukup kental yang ada di Indonesia merupakan budaya yang ada di kerajaan. Masih banyak kerajaan-kerajaan yang merupakan warisan budaya leluhur yang tetap berdiri tegak dan kokoh ditengah arus modernisasi. Salah satu kerajaan tersebut adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum terjadinya perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755, Keraton Yogyakarta merupakan bagian dari kerajaan Mataram. Pada perjanjian itu, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian yaitu Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Keraton Kasunanan Surakarta. Hingga saat ini kedua keraton tersebut masih teguh berdiri ditengah arus modernisasi. Keraton Yogyakarta resmi mulai berdiri sejak tanggal 13 Februari 1755 dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi. Sri Sultan Hamengkubuwono I terkenal sebagai ahli bangunan, perwira perang yang perkasa sekaligus pemuka kebatinan. Bangunan Keraton Yogyakarta dibangun dimasa kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I dan beliau juga merupakan arsitek bangunan keraton ini. Segala sesuatu yang ada di dalamnya, arsitektur bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-ukirannya, hiasannya sampai pada warna gedung-gedungnya mempunyai arti. Pohon-pohon yang ditanam di kawasan ini juga tidak sembarangan, melainkan terdiri dari jenis-jenis yang ada maknanya. Konon semua itu mengandung nasihat agar manusia cinta dan menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, berlaku sederhana, berhati-hati dalam bertingkah laku sehari-hari dan sebagainya.

Terdapat nilai-nilai spiritual tentang tata letak Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta terdapat di pusat Kota Yogyakarta dan berada satu garis lurus dengan Gunung Merapi dan Tugu Pal Putih di bagian utara dan dengan Panggung Krapyak dan Pantai Parangtritis di bagian selatan. Terdapat filosofi antara Tugu Pal Putih dengan Panggung Krapyak, dalam kepercayaan umat Hindu manusia tercipta dari seorang ayah dan ibu, maka di setiap bangunan-bangunan yang bergaya Hindu sudah tentu terdapat sebuah Lingga dan Yoni. Tugu Pal Putih melambangkan Lingga dan Panggung Krapyak melambangkan Yoni. Kompleks keraton terletak ditengah-tengah, luasnya lebih kurang 14.000 m², tetapi daerah keratonnya membentang antara sungai Code dan sungai Winanga, membujur dari utara ke selatan, dari Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampungnya memperlihatkan bahwa di jaman dulu penghuninya mempunyai tugas tertentu di keraton. Misalnya Pasindenan merupakan tempat tinggal para pesinden atau Gandekan ialah tempat tinggal para gandek atau kurir para sultan. Kompleks keraton dikelilingi oleh sebuah tembok lebar, bètèng namanya. Panjangnya 1 km, berbentuk persegi 4, tingginya 3,5 m, lebarnya 3 sampai 4 m. Keraton juga memiliki beberapa bangunan lain diluar kompleks keraton yaitu Istana Air Taman


(16)

Sari, Makam Raja-Raja Keraton Yogyakarta dan Surakarta di Imogiri, Makam Kotagedhe dan masih banyak lagi. Istana Air Taman Sari berfungsi sebagai tempat pemandian raja bersama permaisuri dan para selir serta putri-putri raja.

Kehidupan di keraton tidak dapat dilepaskan dari peran seorang raja. Namun, ada juga peran penting lain yang ada di keraton yaitu peran seorang abdi dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada keraton dan raja untuk mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton. Dijelaskan dalam jurnal penelitian Sulistyawati (2004) abdi dalem dibagi menjadi dua bagian yaitu abdi dalem punakawan dan abdi dalem kaprajan. Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bertugas di keraton sedangkan abdi dalem kaprajan merupakan seluruh pegawai pemerintah daerah yang mendapat SK Gubernur dan meminta pangkat di keraton. Nama untuk para abdi dalem diberikan berdasarkan pangkat dan kedudukannya. Abdi dalem punakawan diberi nama sesuai dengan pangkat dan tempat kerja di keraton. Sementara itu, abdi dalem kaprajan diberi nama sesuai dengan pangkat dan dinas atau instansi kerjanya. Gelar anugerah juga diberikan kepada abdi dalem. Pemberian gelar ini berdasarkan pangkat dan pengabdian. Sistem penamaan dan pemberian gelar di Keraton Yogyakarta bervariasi dan terpola. Nama dan gelar memberikan identitas sosial pemiliknya dan dapat meningkatkan status sosial seorang abdi dalem.

Dalam kehidupannya, seorang abdi dalem tidaklah mencari kepuasan kehidupan duniawi atau kepuasan materi melainkan tulus ikhlas mengabdikan dirinya untuk keraton dan akan mendapatkan ketenangan hidup dan berkah yang akan diberikan oleh keraton sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka. Tingkat kepercayaan seorang abdi dalem terhadap hal-hal mistis dan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh keraton masih sangat tinggi. Mereka percaya bahwa akan ada bencana atau malapetaka yang akan menimpa mereka apabila mereka menentang perintah raja atau tidak melakukan suatu ritual tertentu.

Tingkat Kemodernan

Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning (Soekanto, 1982). Menurut Koentjaraningrat seperti dikutip dalam Setiadi et al (2006), modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup dengan konstelasi dunia sekarang ini. Sedangkan menurut Inkeles dan Smith (1974) menjelaskan modern sebagai kecenderungan perilaku individu dalam berbagai cara. Seperti yang tertera dalam halaman 16 dalam bukunya yang berjudul Becoming Modern :

“The modern is defined as a mode of individual functioning, a set of

dispositions to act in certain ways. It is, in other words, an “ethos” in the sense in which Max Weber spoke of “the spirit of capitalism.” As Robert Bellah expressed it, the modern should be seen not “as a form

of political or economic system, but as a spiritual phenomenon or a


(17)

Seperti pada buku yang ditulis oleh Alkadri, Kusrestuwardhani dan Gauthama (2003) yang berjudul Budaya Jawa dan Masyarakat Modern, berkembangnya suatu masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, tentu saja merubah pemahaman mereka tentang falsafah hidup yang dianut. Ada yang menyatakan bahwa kebudayaan tradisional acapkali menghambat perkembangan suatu masyarakat, terutama yang berhubungan dengan proses modernisasi. Nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta sangat mendukung masyarakatnya untuk berperilaku yang bercirikan masyarakat modern. Hanya saja, dalam mempercayai hal baru, mereka cenderung berhati-hati namun tetap menghargai pendapat lain. Dengan demikian keadaan Yogyakarta saat ini dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, kehati-hatian masyarakat Yogyakarta terhadap hal-hal baru dapat mengukuhkan kesadaran masyarakatnya untuk tidak melupakan kebudayaan asli daerahnya. Inilah yang menjadikan Yogyakarta daerah yang unik karena budaya asli dan budaya yang dibawa pendatang dapat hidup berdampingan secara selaras. Pada saat kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sultan sempat pindah ke Jakarta dalam melaksanakan tugas sebagai Wakil Presiden, pada masa ini kehidupan istana mulai berubah, kehidupan tradisional mulai ditinggalkan dan keluarga keraton mulai hidup dengan cara yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan abdi dalem sudah modern namun keaslian dari kebudayaan mereka tidak pernah mereka tinggalkan.

Kepercayaan mereka terhadap hal-hal mistik dan irrasional yang menyebabkan mereka tetap mempercayai nilai-nilai budaya yang mereka miliki. Seperti pada buku yang ditulis oleh Artha (2009), masyarakat Yogyakarta percaya bahwa Sultan merupakan wakil Tuhan yang apabila melanggar perintah Sultan sama dengan melanggar perintah Tuhan. Ditengah arus modernisasi yang masuk ke Indonesia, Sultan tetap melakukan ritual-ritual yang wajib dilakukan dan apabila ritual tersebut tidak dilakukan maka penguasa alam semesta akan murka. Beliau tetap percaya terhadap hal-hal yang berbau mistik dan irrasional. Setiap Sultan dianggap memiliki hubungan dekat dengan penguasa Pantai Selatan atau Ratu Kidul. Hingga saat ini Sultan masih rutin menyelenggarakan upacara-upacara keagamaan yang bertujuan menyeimbangkan kosmos, menyimpan benda-benda pusaka yang digunakan sebagai simbol kekuasaan.

Kerangka Pemikiran

Abdi dalem memiliki peran yang penting dalam kehidupan keraton Yogyakarta. Pada zaman modern ini, abdi dalem Keraton Yogyakarta masih memegang teguh nilai-nilai kebudayaan yang ada di keraton sejak zaman dahulu, maka menjadi menarik bagi peneliti untuk menganalisis seberapa besar tingkat kemodernan para abdi dalem dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem merupakan faktor internal dan eksternal, namun dalam penelitian ini faktor eksternal tidak dikaji secara mendalam karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga.


(18)

Keterangan : --- tidak dikaji Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kemodernan dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengabdi, pendapatan keluarga dan lama bekerja mencari nafkah. Secara lebih khusus diduga lama mengabdi mempengaruhi tingkat kemodernan secara negatif.

Faktor Eksternal - Interaksi dengan

Wisatawan

- Perkembangan Teknologi - Pembangunan Ekonomi - Perkembangan Pendidikan

Faktor Internal (X) - Usia (X1)

- Jenis Kelamin (X2)

- Tingkat Pendidikan (X3)

- Lama Mengabdi (X4)

- Pendapatan Keluarga (X5)

- Lama Bekerja Mencari Nafkah (X6)

- Jenis Pekerjaan (X7)

Abdi Dalem

Tingkat Kemodernan (Y) - Tingkat keterbukaan terhadap hal baru - Pandangan terhadap status dan kedudukan

perempuan

- Tingkat keterdedahan media massa

- Tingkat kepercayaan terhadap media massa - Tingkat materialisme

- Kontrol kelahiran - Tingkat rasionalitas

- Perencanaan jangka panjang - Tingkat individualisme


(19)

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat Kemodernan

Berdasarkan dimensi kemodernan individu menurut Inkeles dan Smith (1974) dan pola variabel Parson, maka tingkat kemodernan individu dalam penelitian ini diukur melalui indikator di bawah ini:

a. Tingkat keterbukaan terhadap pengalaman baru merupakan pandangan seseorang untuk menerima pengalaman maupun hal baru. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat keterbukaan terhadap hal baru diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden. b. Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, misalnya

apakah perempuan dianggap setara dengan laki-laki. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

c. Tingkat keterdedahan media massa adalah frekuensi seseorang menerima infomasi melalui berbagai macam media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat keterdedahan media massa diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

d. Tingkat kepercayaan terhadap media massa adalah tingkat kepercayaan seseorang terhadap hal-hal yang disajikan di media massa. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat kepercayaan terhadap media massa diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

e. Tingkat materialisme adalah sikap seseorang terhadap pentingnya materi. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat materialisme diberikan 5 pertanyaan, 4 pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif dan 1 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

f. Kontrol kelahiran adalah usaha seseorang untuk mengontrol kelahiran anak dalam suatu keluarga. Diukur menggunakan skala ordinal.


(20)

Dalam kuesioner penelitian ini, kontrol kelahiran diberikan 5 pertanyaan, 1 pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif dan 4 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

g. Tingkat rasionalitas adalah tingkat kepercayaan seseorang kepada hal-hal rasional dan mengesampingkan hal-hal-hal-hal yang dianggap irrasional. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat rasionalitas diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

h. Perencanaan jangka panjang adalah rencana seseorang dengan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, perencanaan jangka panjang diberikan 5 pertanyaan, 4 pertanyaan bersifat positif dan 1 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

i. Tingkat individualisme adalah seseorang mengutamakan diri sendiri dibanding kepentingan umum. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat individualisme diberikan 5 pertanyaan, 1 pertanyaan bersifat positif dan 4 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

2. Faktor Internal

a. Usia merupakan lama hidup seseorang sejak dilahirkan sampai sekarang berdasarkan satuan waktu.

b. Jenis kelamin adalah ciri khas biologis yang melekat pada diri seseorang. Dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan.

c. Lama pendidikan adalah berapa lama seseorang menempuh pendidikan formal. Dihitung berdasarkan satuan waktu.

d. Lama mengabdi adalah berapa lama seorang abdi dalem mengabdikan dirinya untuk Keraton Yogyakarta. Dihitung berdasarkan satuan waktu.

e. Pendapatan keluarga adalah pendapatan setiap bulan yang dihasilkan oleh seluruh anggota keluarga inti yang sudah berpenghasilan. Akan dikategorikan sesuai dengan hasil survei di lapangan.

f. Lama bekerja mencari nafkah adalah berapa lama seorang abdi dalem bekerja diluar mengabdi kepada Keraton Yogyakarta dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga yang bersifat material. Dihitung berdasarkan satuan waktu.

g. Jenis pekerjaan merupakan pekerjaan yang dilakukan abdi dalem Keraton Yogyakarta dalam mencari nafkah dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga yang bersifat material. Digolongkan menjadi: 1. Petani kecil/nelayan kecil


(21)

2. Pedagang kecil/informal 3. Pekerja pabrik/industri 4. Pegawai kantor


(22)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan didukung dengan data kualitatif untuk memperkaya analisis. Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam dengan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Metode kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survey melalui kuesioner.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Keraton Yogyakarta, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lampiran 1). Lokasi tersebut dipilih dengan alasan budaya yang terdapat di Keraton Yogyakarta masih kental dan nilai-nilai lokal yang ada masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat keraton.

Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Tabel 1). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014

Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus Penyusunan proposal

skripsi

Kolokium Perbaikan proposal

penelitian

Pengambilan data

lapangan

Pengolahan dan analisis

data

Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan laporan

penelitian


(23)

Teknik Penentuan Informan dan Responden

Populasi penelitian ini adalah abdi dalem punakawan di Keraton Yogyakarta. Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bertugas di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan ditentukan berdasarkan informasi yang dimiliki mengenai abdi dalem dan Keraton Yogyakarta. Kemudian, teknik penentuan responden menggunakan teknik accidental sampling (Sugiyono 2004) dengan kriteria, pertama jenis kelamin, diambil 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan kemudian yang kedua usia, untuk masing-masing kelompok jenis kelamin, diambil 15 orang yang berusia >50 tahun dan 15 orang yang berusia ≤50 tahun. Teknik accidental sampling dilakukan dalam penelitian ini karena pihak Keraton tidak memiliki data-data tentang abdi dalem yang akurat seiring dengan berjalannya waktu dan pihak Keraton pun tidak bersedia untuk memberikan data tersebut.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan informan dan responden. Wawancara dilakukan menggunakan bahasa Jawa. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai pustaka lainnya seperti buku, jurnal penelitian, skripsi, dan lain-lain mengenai abdi dalem Kraton Yogyakarta.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan Minitab 16. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis regresi. Analisis regresi menggunakan uji statistik yaitu uji regresi dengan nilai signifikansi sebesar α(0,10), artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 90 persen dan tingkat kesalahan sebesar 10 persen. Berikut adalah persamaan regresi linier berganda:

Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data secara kualitatif melalui dua tahap, yaitu reduksi data dan penyajian data. Reduksi data terdiri dari proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data berupa catatan-catatan tertulis di lapangan selama penelitian berlangsung. Reduksi data ditujukan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan data, dan membuang data yang tidak perlu. Selanjutnya, penyajian data dilakukan dengan cara menyusun sekumpulan informasi agar mudah dalam penarikan kesimpulan yang disajikan dalam bentuk teks naratif berupa catatan lapang.


(24)

Berdasarkan dimensi kemodernan individu menurut Inkeles dan Smith (1974) dan pola variabel Parson, maka tingkat kemodernan individu dalam penelitian ini diukur melalui 9 indikator yaitu: tingkat keterbukaan terhadap pengalaman baru, pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, tingkat keterdedahan media massa, tingkat kepercayaan media massa, tingkat materialisme, kontrol kelahiran, tingkat rasionalitas, perencanaan jangka panjang dan tingkat individualisme.

Tingkat kemodernan diuji menggunakan kuesioner yang diambil dan dimodifikasi dari beberapa pertanyaan yang dibuat oleh Inkeles dan Smith dalam buku Becoming Modern. Kuesioner terdiri atas 45 pertanyaan. Dari 9 indikator, terdapat masing-masing 5 pertanyaan dari setiap indikator. Setiap pertanyaan diberikan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”, setiap pertanyaan yang bersifat positif jawaban “ya” akan mendapat skor 1 dan jawaban “tidak” akan mendapat skor 0. Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif, jawaban “ya” akan mendapat skor 0 dan jawaban “tidak” akan mendapat skor 1. Sehingga masing-masing indikator mendapat skor 0 sampai 5. Skor 0 sampai 2 tergolong rendah dan 3 sampai 5 tergolong tinggi. Kemudian, akan dihitung berapa responden yang tergolong rendah dan tinggi dan dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dengan data tersebut juga akan dihitung persentase dari data tersebut.


(25)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Keberadaan Keraton Yogyakarta sangat berpengaruh terhadap keistimewaan provinsi ini.

Kondisi Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Klaten di sebelah timur laut, Kabupaten Wonogiri di sebelah tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah barat dan Kabupaten Magelang di sebelah barat laut.

Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7°.33 - 8°.12 LS dan 110°.00 - 110°.50 BT, tercatat memiliki luas 3 185.80 km² atau 0.17 persen dari luas Indonesia, merupakan provinsi terkecil setelah provinsi DKI Jakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 1 kotamadya dan 4 kabupaten yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa atau kelurahan.

Tabel 2 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Luas Wilayah (%)

Kabupaten Kulonprogo 586.27 18.40

Kabupaten Bantul 506.85 15.91

Kabupaten Gunungkidul 1 485.36 46.63

Kabupaten Sleman 574.82 18.04

Kota Yogyakarta 32.50 1.02

Daerah Istimewa Yogyakarta 3 185.80 100.00 Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65.65 %, ketinggian kurang dari 100 m dari permukaan laut sebesar 28.84 %, ketinggian antara 500 m – 999 m dari permukaan laut sebesar 5.04 % dan ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut tercatat sebesar 0.74 %.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu gunung berapi yang masih aktif dan terletak di Kabupaten Sleman yaitu Gunung Merapi. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia maka Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak pantai yang indah dan memiliki ombak yang besar.


(26)

Sistem Pemerintahan

Daerah Istimewa Yogyakarta dipimpin oleh seorang Gubernur dan Wakil Gubernur. Sesuai dengan tradisi dan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Sultan Yogyakarta yang bertahta dan Wakil Gubernur merupakan Pangeran Paku Alam yang bertahta.

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 1 kotamadya yaitu Kota Yogyakarta dan 4 kabupaten yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunugkidul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Kepala daerah masing-masing wilayah tersebut dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada umumnya, masa jabatan Bupati dan Walikota pun sama seperti di daerah lain di luar Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keadaan Penduduk

Menurut Sensus Penduduk 2010, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki jumlah penduduk sebanyak 3 452 390 jiwa dengan proporsi 1 705 404 laki-laki dan 1 746 986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1 084 jiwa per km².

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010

Kabupaten/ Kota

Laki-laki Perempuan Jumlah

Jiwa % Jiwa % Jiwa %

Kulonprogo 192 829 5.49 200 392 5.70 393 221 11.18 Bantul 462 793 13.17 465 158 13.23 927 956 26.40 Gunungkidul 331 220 9.42 353 520 10.06 684 740 19.48 Sleman 558 900 15.90 555 933 15.82 1 114 833 31.72 Yogyakarta 191 759 5.46 202 253 5.75 394 012 11.21 DI

Yogyakarta

1 737 506 49.44 1 777 256 50.56 3 514 762 100.00 Sumber: Sensus Penduduk tahun 2010

Menurut Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 7 jenis pekerjaan, yaitu tenaga profesional, tenaga kepemimpinan, tenaga tata usaha, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha jasa, tenaga usaha pertanian, dan tenaga produksi. Survey ini dilakukan pada bulan Februari dan Agustus tahun 2012.


(27)

Tabel 4 Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan pada tahun 2012

Jenis Pekerjaan Februari Agustus

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Tenaga Profesional 74 093 86 735 56 266 70 790 Tenaga

Kepemimpinan

29 600 5 389 26 128 7 873

Tenaga Tata Usaha 59 417 57 080 77 445 46 037 Tenaga Usaha

Penjualan

162 626 223 101 147 910 211 998 Tenaga Usaha Jasa 63 923 83 005 68 450 84 998 Tenaga Usaha

Pertanian

232 520 211 303 255 043 238 033 Tenaga Produksi 395 008 164 596 401 880 174 857 Total 1 017 187 831 182 1 033 122 834 586 Pada tahun 2012, dari 3 629 679 pemeluk agama yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, 92.28 persen diantaranya memeluk agama Islam. Kemudian 4.73 persen beragama Katholik, pemeluk agama Kristen sebanyak 2.60 persen, pemeluk agama Hindu sebanyak 0.24 persen dan pemeluk agama Budha sebanyak 0.14 persen.

Tabel 5 Jumlah pemeluk agama Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012

Kabupat en / Kota

Islam Kristen Katholik Hindu Budha Total Kulon

progo

446 799 6 770 22 272 34 700 476 576 Bantul 847 495 16 458 24 252 1 809 420 890 434 Gunung

kidul

730 863 13 022 10 934 2 823 1 237 758 879 Sleman 866 703 26 957 64 638 1 580 998 960 876 Yogya

karta

457 701 31 267 49 644 2 470 1 833 542 961 DI

Yogya karta

3 349 561 94 474 171 740 8 716 5 188 3 629 961

Sumber: Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta Sarana dan Prasarana

Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal juga sebagai Kota Pelajar, hal ini karena banyaknya sekolah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Baik sekolah negeri maupun swasta dari berbagai jenjang berkembang dengan baik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kualitas pendidikan yang memadai diperlukan penduduk untuk meningkatkan kualitas penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta. Tingginya permintaan jasa pendidikan menuntut tersedianya penyelenggara pendidikan yang bermutu.


(28)

Tabel 6 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012/2013 menurut strata pendidikan

Tingkat Sekolah

Kabupaten / Kota Daerah

Istimewa Yogyakarta Kulon

Progo

Bantul Gunung kidul

Sleman Yogya karta

TK 303 496 568 489 212 2 068

SD 343 355 486 499 170 1 853

SMP 65 88 106 110 59 428

SMA 16 35 23 45 47 166

SMK 35 44 42 54 33 208

SLB 7 18 8 29 9 71

MI 27 27 75 20 2 151

MTS 12 22 29 19 7 89

MA 3 10 5 13 6 37

Total 811 1 095 1 342 1 278 545 5 071

Sumber: Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada jenjang perguruan tinggi, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 10 Perguruan Tinggi Negeri. Adapun Perguruan Tinggi Swasta tercatat sebanyak 112 institusi, dengan rincian sebanyak 18 universitas, 42 sekolah tinggi/institut, serta 7 politeknik dan 45 akademi.

Untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk, pemerintah berupaya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan disertai tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini diarahkan agar tempat pelayanan kesehatan mudah dikunjungi dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2012 sarana kesehatan yang tersedia di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 47 unit Rumah Sakit Umum, 70 unit Rumah Sakit Bersalin, 181 unit Balai Pengobatan, 121 unit Puskesmas Induk dan 1 526 praktek dokter perorangan.


(29)

Tabel 7 Jumlah sarana kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 Fasilitas

Kesehatan

Kabupaten / Kota Daerah

Istimewa Yogyakarta Kulon progo Ban tul Gunung Kidul Sle man Yogya Karta Rumah Sakit Umum

7 9 3 20 8 47

Rumah Sakit Jiwa

- - - 1 1 2

Rumah Sakit Khusus

1 2 - 5 9 17

Puskesmas Induk

21 27 30 25 18 121

Puskesmas Pembantu

62 68 107 71 10 318

Puskesmas Keliling

21 27 30 41 18 137

Praktek Dokter Perorangan

- 491 84 691 260 1 526

Rumah Bersalin 8 32 3 16 11 70

Balai Pengobatan

8 78 46 26 23 181

Apotik 22 105 30 186 121 464

Sumber: Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemeluk agama di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat beragam. Hal ini diikuti pula dengan fasilitas peribadatan yang tersedia hampir di setiap daerah dan fasilitas tersebut memadai untuk masyarakat dapat berhubungan dengan Sang Maha Pencipta secara khidmat dan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.


(30)

Tabel 8 Jumlah tempat peribadatan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tempat Ibadah Kabupaten / Kota DIY

Kulon progo

Bantul Gunung kidul

Sleman Yogya karta

Masjid 984 1 852 1 703 2 008 486 7 033

Mushola 1 020 1 869 996 1 601 416 6 902

Gereja 21 28 45 60 42 196

Rumah Kebaktian

12 6 3 9 2 32

Gereja 5 3 3 13 7 31

Kapel 37 43 42 53 41 216

Pura - 4 16 3 1 24

Sanggar - 1 - 1 - 2

Wihara - - 8 2 5 15

Cetya - - - 1 1 2

Sumber: Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu bandar udara Adisucipto. Bandar udara ini digunakan untuk penerbangan domestik maupun internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki dua stasiun kereta api besar yaitu stasiun kereta api Tugu dan Lempuyangan. Transportasi umum yang tersedia di Yogyakarta merupakan bis kota dan Trans Jogja. Trans Jogja merupakan bis kota yang menghubungkan antara kota Yogyakarta dengan kabupaten yang lain.

Objek Wisata

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak objek wisata yang menarik bagi wisatawan. Objek wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat beragam, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata belanja dan wisata kuliner. Tabel 9 Jumlah objek wisata dan pengunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta

tahun 2012

Kabupaten / Kota Jumlah Objek Wisata

Wisatawan Asing Wisatawan Lokal

Kulonprogo 18 705 595 824

Bantul 8 - 2 378 209

Gunungkidul 18 2 053 1 277 012

Sleman 63 455 996 2 713 452

Yogyakarta 23 234 539 3 849 764

DIY 130 693 295 10 814 261


(31)

Gambaran Umum Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1756 di wilayah Hutan Beringan. Istilah dari Yogyakarta sendiri berasal dari kata Yogya dan Karta. Yogya artinya baik dan Karta artinya makmur. Istilah Keraton berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu atau raja. Dapat diuraikan secara sederhana bahwa lingkungan seluruh struktur dan bangunan wilayah keraton mengandung arti tertentu yang berkaitan dengan salah satu pandangan hidup Jawa yang sangat esensial, yaitu Sangkan Paraning Dumadi (dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati).

Wilayah Keraton Yogyakarta membentang antara Tugu (batas utara) dan Krapyak (batas selatan), antara Sungai Code (sebelah timur) dan Sungai Winongo (sebelah barat), antara Gunung Merapi dan Laut Selatan. Garis besarnya, wilayah Keraton memanjang sepanjang 5 kilometer dari Panggung Krapyak di sebelah selatan hingga Tugu Keraton di sebelah utara dan terdapat garis linier dualisme terbalik yang bisa dibaca secara simbolik filosofis.

Dari arah selatan ke utara mulai dari Panggung Krapyak melambangkan arti proses terjadinya manusia, mulai ketika masih berada di alam arwah sampai hadir ke dunia karena adanya ibu dan bapak. Panggung Krapyak dianggap sebagai penjelmaan dari perempuan atau ibu (Yoni) dan Tugu Keraton Yogyakarta dianggap sebagai penjelmaan dari laki-laki atau bapak (Lingga). Dalam hal ini Keraton sebagai badan jasmani manusia, sedang Raja atau Sultan adalah lambang jiwa sejati yang hadir ke dalam badan jasmani. Sedangkan dari arah utara ke selatan, melambangkan proses perjalanan manusia pulang kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai asal dari segala apa yang ada (Dumadi). Oleh karena itu sebutan Sangkan Paraning Dumadi adalah sebutan lain untuk Tuhan dalam pandangan hidup Jawa. Panggung Krapyak adalah tempat tinggi, dalam hal ini adalah lambang tempat asalnya manusia secara esensial di sisi Tuhan sebagai tempat yang tinggi.


(32)

Adapun fungsi Keraton Yogyakarta antara lain: 1. Sebagai tempat tinggal Raja dan keluarganya. 2. Sebagai pusat pemerintahan.

3. Sebagai pusat kebudayaan dan pengembangannya.

4. Pada masa kemerdekaan, mulai dibuka untuk kepentingan umum, seperti kegiatan pariwisata, ilmu pengetahuan, serta kegiatan lain yang ada hubungannya dengan kepentingan masyarakat.

5. Merupakan museum perjuangan bangsa karena Yogyakarta dengan Keratonnya pernah digunakan sebagai tempat kegiatan perjuangan fisik maupun kegiatan pemerintahan ketika Ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta dipimpin oleh seorang raja atau Sultan yang dimulai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I yang terus dilanjutkan oleh keturunannya. Saat ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang memimpin Keraton Yogyakarta Hadiningrat sejak tanggal 7 Maret 1989. Untuk menyelenggarakan pemerintahan Keraton, Sri Sultan dibantu oleh para Pangeran dan Abdi Dalem. Setiap Pangeran diberi tugas untuk mengepalai sebuah kantor yang ada di dalam Keraton yang bertugas mengurus segala kebutuhan Keraton. Menurut Pranatan yang mengatur tentang struktur pemerintahan Keraton Yogyakarta, yang ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, pada tanggal 8 November 1999, kantor yang ada di Keraton terdiri dari beberapa bebadan yang masing-masing mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda. Kantor-kantor tersebut antara lain:

A. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN PARWA BUDAYA, yang dibentuk dari gabungan:

1. KHP. Krida Mardawa 2. Kawedanan Pengulon 3. Kawedanan Puralaya 4. Kawedanan Keputren

B. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN NITYA BUDAYA, yang dibentuk dari gabungan:

1. KHP. Widya Budaya 2. KHP. Purayakara 3. Tepas Banjar Wilapa 4. Tepas Museum 5. Tepas Pariwisata

C. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN PARASRAYA BUDAYA, yang dibentuk dari gabungan:

1. KHP. Wahana Sarta Kriya 2. KHP. Puraraksa

3. Tepas Panitikisma 4. Tepas Keprajuritan 5. Tepas Halpitapura 6. Tepas Security

D. KAWEDANAN HAGENG PANITRA PURA, yang dibentuk dari gabungan:

1. Parentah Hageng

2. Kawedanan Hageng Sri Wandawa 3. KH. Tepas Dwarapura


(33)

4. Tepas Darah Dalem 5. Tepas Rantam Harta 6. Tepas Danarta Pura 7. Tepas Witardana


(34)

TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM

Karakteristik Responden

Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Abdi dalem memiliki kepercayaan bahwa mengabdi di Keraton untuk mendapatkan ketenangan hidup yang abadi. Dalam penelitian ini, diambil 60 responden yang merupakan abdi dalem punakawan. Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini, diambil sebanyak 60 responden yang merupakan abdi dalem punakawan. 30 responden merupakan responden laki-laki dan 30 yang lainnya merupakan responden perempuan. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan tingkat kemodernan antara laki-laki dan perempuan.

Usia

Responden dalam penelitian ini dikategorikan menurut usia >50 tahun dan ≤50 tahun. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan antara abdi dalem yang mengalami kepemimpinan raja yang sebelumnya dan yang tidak mengalami kepemimpinan raja yang sebelumnya.

Status Sosial atau Jabatan

Responden dalam penelitian ini, sebanyak 20 responden yang berpangkat sebagai bekel. Kemudian, sebanyak 10 responden yang berpangkat sebagai jajar. Sebanyak 5 orang responden berpangkat sebagai penewu. Sebanyak 7 orang responden berpangkat sebagai lurah. Sebanyak 3 responden yang berpangkat sebagai riyo. Sebanyak 5 orang responden berpangkat sebagai wedana. Kemudian, sebanyak 10 orang responden berpangkat sebagai Kangjeng Raden Tumenggung. Pendidikan

Dalam penelitian ini, pendidikan responden diukur dengan seberapa lama responden menempuh pendidikan formal. Dikategorikan rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah antara 0-6 tahun, kategori sedang antara 7-9 tahun dan kategori tinggi diatas 10 tahun. Sebanyak 12 orang responden berada dalam kategori rendah, sebanyak 9 orang responden berada dalam kategori sedang dan sebanyak 49 orang responden termasuk ke dalam kategori tingkat pendidikan yang tinggi.


(35)

Pendapatan Keluarga

Dalam penelitian ini, pendapatan keluarga abdi dalem sangat beragam. Hal itu disebabkan oleh apakah abdi dalem memiliki pekerjaan lain atau tidak diluar mengabdi dan pekerjaan suami atau istri abdi dalem. Sebanyak 43 responden mendapatkan pendapatan keluarga sebesar ≤ Rp 1 500 000 setiap bulan, kemudian sebanyak 12 responden mendapatkan pendapatan keluarga antara Rp 1 500 001 – Rp 3 000 000 setiap bulan dan sebanyak 5 responden mendapatkan pendapatan keluarga sebesar > Rp 3 000 001.

Lama Mengabdi

Dalam penelitian ini, lama mengabdi diukur dengan seberapa lama responden mengabdi di Keraton. Dikategorikan rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah antara 0-10 tahun, kategori sedang antara 11-20 tahun dan kategori tinggi diatas 21 tahun. Sebanyak 22 orang responden termasuk dalam kategori rendah, sebanyak 26 orang responden termasuk dalam kategori sedang dan sebanyak 12 orang responden termasuk dalam kategori tinggi.

Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta

Penelitian ini dilakukan kepada 60 orang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Penelitian tentang tingkat kemodernan yang terjadi pada abdi dalem Keraton Yogyakarta ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan yang tinggi lebih banyak dibanding abdi dalem yang tingkat kemodernannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa abdi dalem sudah mengalami perubahan walaupun prinsip-prinsip dan kepercayaan yang ada di Keraton Yogyakarta tetap dipegang teguh oleh para abdi dalem.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin, usia dan tingkat kemodernan

Jenis Kelamin Usia Tingkat Kemodernan Total Rendah Tinggi

n % n % N %

Laki-laki > 50 tahun 7 11.67 8 13.33 15 25.00 ≤ 50 tahun 7 11.67 8 13.33 15 25.00 Perempuan > 50 tahun 4 6.67 11 18.33 15 25.00 ≤ 50 tahun 8 13.33 7 11.67 15 25.00

Total 26 43.34 34 56.66 60 100.00

Menurut tabel di atas, abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan rendah terdapat 43.34 persen dan yang memiliki tingkat kemodernan tinggi 56.66 persen. Hal ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan tinggi lebih banyak dibanding abdi dalem yang tingkat kemodernan rendah.


(36)

Tingkat Keterbukaan Terhadap Pengalaman Baru

Tingkat keterbukaan terhadap hal baru merupakan suatu cara untuk melihat pandangan seseorang untuk menerima pengalaman maupun hal baru. Hal ini juga untuk melihat apakah seseorang siap untuk menerima suatu perubahan. Semakin tinggi tingkat keterbukaan seseorang terhadap hal baru, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat keterbukaan terhadap hal baru

Jenis kelamin

Tingkat keterbukaan Total

Rendah Tinggi

N % n % N %

Laki-laki 13 21.67 17 28.33 30 50.00

Perempuan 19 31.67 11 18.33 30 50.00

Total 32 53.34 28 46.66 60 100.00

Berdasarkan tabel 11 di atas, dari 60 responden terdapat 53.34 persen responden yang memiliki tingkat keterbukaan terhadap hal baru rendah dan 46.66 persen yang lainnya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 53.34 persen responden tersebut masih belum membuka diri untuk hal-hal baru. Abdi dalem juga masih belum berani untuk melakukan sesuatu yang akan mendatangkan resiko yang besar. Mereka beranggapan bahwa mereka sudah memiliki hidup yang baik dengan mengabdi di Keraton dan tidak ingin meninggalkan kehidupan di Keraton hanya demi mendapatkan kebutuhan materi.

Seperti yang diungkapkan salah seorang responden yaitu Bapak Y yang berusia 69 tahun, beliau merupakan seorang pedagang informal. Berikut pernyataan Bapak Y mengenai pandangannya terhadap hal baru:

“... Ya mau ngapain lagi Mbak, udah enak hidup di Keraton, kenapa mesti nyari kerja di luar kota. Hidup ini kan nggak cuma nyari materi aja, ketentraman hati itu yang paling utama. Kalau hati tentram, semuanya pasti lancar. Intinya nurut sama perintah Sultan pasti

hidupnya enak.”

Pada pertanyaan nomor 11 yang menanyakan apakah responden tergabung dalam suatu organisasi, kelompok sosial atau kelompok politik, sebanyak 30.00 persen responden menjawab ya dan 70.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 12 yang menanyakan apakah responden tertarik untuk mendapatkan jaminan kehidupan yang lebih baik namun harus pindah jauh dari rumah, sebanyak 11.67 persen responden menjawab ya dan 88.33 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 15 yang menanyakan apakah responden pernah melakukan perjalanan yang jauh dari rumah dan belum pernah mengenal daerah tersebut sama sekali, sebanyak 78.33 persen responden menjawab ya dan 21.67 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 12.


(37)

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterbukaan terhadap hal baru, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n % N % N %

Apakah Anda tergabung ke dalam suatu organisasi, seperti kelompok sosial atau kelompok politik ?

11 18.33 19 31.67 7 11.67 23 38.33 18 30.00 42 70.00 Apakah Anda tertarik untuk mendapat jaminan kehidupan yang

lebih baik tetapi Anda harus pindah jauh dari rumah dengan kondisi budaya dan bahasa yang berbeda ?

6 10.00 24 40.00 1 1.67 29 48.33 7 11.67 53 88.33

Apakah Anda pernah melakukan perjalanan yang jauh dari rumah dan anda belum mengenal sama sekali daerah tersebut ?


(38)

Pandangan Terhadap Status dan Kedudukan Perempuan

Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan merupakan ukuran untuk melihat anggapan seseorang bahwa seorang perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, atau biasa dikenal dengan kesetaraan gender. Semakin tinggi pandangan seseorang terhadap status dan kedudukan seorang perempuan, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan

terhadap status dan kedudukan perempuan Jenis

Kelamin

Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan

Total

Rendah Tinggi

N % n % N %

Laki-laki 1 1.67 29 48.33 30 50.00

Perempuan 4 6.67 26 43.33 30 50.00

Total 5 8.34 55 91.66 60 100.00

Berdasarkan tabel 13 di atas, sebanyak 8.34 persen responden mendapatkan hasil yang rendah dan 91.66 persen responden mendapatkan hasil yang tinggi dalam indikator pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa 91.66 persen responden setuju apabila perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Mereka tidak lagi beranggapan bahwa perempuan hanya boleh mengurus rumah tangga dan tidak boleh bekerja di luar rumah.

Pada pertanyaan nomor 16 yang menanyakan apabila responden memiliki seorang anak perempuan yang masih lajang dan sudah bekerja akan bekerja di luar kota apakah responden akan mengizinkan, sebanyak 56.66 persen responden menjawab ya dan 43.34 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 17 yang menanyakan menurut pandangan responden apakah seorang perempuan boleh menjadi pemimpin sebuah kelompok yang beranggotakan laki-laki, sebanyak 91.67 persen responden menjawab ya dan 8.33 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 18 yang menanyakan menurut pandangan responden apakah seorang perempuan yang sudah berkeluarga boleh

Box 1 Kasus Ibu H (75 Tahun)

Beliau menyatakan bahwa pandangan perempuan yang hanya boleh mengurus rumah tangga dan tidak boleh bekerja di luar rumah tidak lagi dianut olehnya. Beliau merupakan seorang pensiunan Kepala Sekolah SD Negeri yang terkenal di Kota Yogyakarta. Beliau seorang wanita yang tangguh dan menjadi tulang punggung keluarga ketika suaminya meninggal dunia. Beliau sangat aktif di organisasi dan memliki karier yang baik hingga masa pensiunnya. Beliau memiliki 3 anak perempuan dan 1 anak laki-laki, ketiga anak perempuannya menempuh pendidikan hingga di Perguruan Tinggi kemudian bekerja dan memiliki karier yang baik seperti dirinya.


(39)

bekerja di luar rumah, sebanyak 88.33 persen responden menjawab ya dan 11.67 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 14.


(40)

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

N % n % n % n % N % N %

Misalnya, Anda memiliki seorang anak perempuan yang masih lajang dan sudah bekerja. Suatu ketika, anak perempuan Anda diharuskan untuk bekerja di luar kota. Demi memenuhi kebutuhan keluarga Anda, apakah Anda mengizinkan ?

23 38.33 7 11.67 11 18.33 19 31.67 34 56.67 26 43.33

Menurut pandangan Anda, apakah perempuan boleh menjadi seorang ketua atau memimpin sebuah kelompok yang beranggotakan laki-laki ?

27 45.00 3 5.00 28 46.67 2 3.33 55 91.67 5 8.33

Menurut pendapat Anda, apakah seorang perempuan yang sudah berkeluarga boleh bekerja di luar rumah ?


(41)

Tingkat Keterdedahan Media Massa

Tingkat keterdedahan media massa merupakan frekuensi seseorang menerima informasi melalui berbagai macam media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Semakin tinggi tingkat keterdedahan seseorang terhadap media massa, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut.

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat keterdedahan media massa

Jenis Kelamin

Tingkat keterdedahan media massa Total

Rendah Tinggi

N % n % N %

Laki-laki 16 26.67 14 23.33 30 50.00

Perempuan 20 33.33 10 16.67 30 50.00

Total 36 60.00 24 40.00 60 100.00

Berdasarkan tabel 15 di atas, sebanyak 60.00 persen responden mendapatkan hasil rendah dan 40.00 persen responden mendapatkan hasil tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 60.00 persen responden masih belum mendapatkan akses yang mudah untuk mendapatkan informasi melalui media massa. Khususnya media internet, masih banyak abdi dalem yang belum mengerti tentang penggunaan internet. Hal ini juga dikarenakan oleh tingkat pendidikan responden.

Seperti yang diungkapkan salah seorang responden Ibu S (32 tahun) yang sudah 10 tahun mengabdi di Keraton. Beliau hanya menempuh pendidikan hingga lulus Sekolah Dasar. Berikut pernyataan Ibu S mengenai tingkat keterdedahan media massa:

“... Walah Mbak, boro-boro saya mau belajar soal internet. Saya kan cuma lulusan SD. Kerja juga cuma ngurus anak-anak dan suami sama tugas di Keraton. Nggak perlu pake internet segala.”

Pada pertanyaan nomor 21 yang menanyakan apakah responden berlangganan koran atau majalah, sebanyak 40.00 persen responden menjawab ya dan 60.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 23 yang menanyakan apakah responden selalu menonton televisi ketika mempunyai waktu luang, sebanyak 98.33 persen responden menjawab ya dan 1.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 24 yang menanyakan apakah responden pernah melakukan browsing di internet, sebanyak 23.33 persen responden menjawab ya dan 76.67 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 16.


(42)

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterdedahan media massa, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n % N % N %

Apakah Anda berlangganan koran atau majalah ? 13 21.67 17 28.33 11 18.33 19 31.67 24 40.00 36 60.00 Apakah Anda selalu menonton televisi ketika Anda memiliki

waktu luang ?

29 48.33 1 1.67 30 50.00 0 0.00 59 98.33 1 1.67 Apakah Anda pernah melakukan browsing di Internet? 9 15.00 21 35.00 5 8.33 25 41.67 14 23.33 46 76.67


(43)

Tingkat Kepercayaan Terhadap Media Massa

Tingkat kepercayaan terhadap media massa merupakan tingkat kepercayaan seseorang terhadap hal-hal yang disajikan di media massa. Semakin tinggi tingkat kepercayaan seseorang terhadap media massa, maka semakin modern orang tersebut.

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat kepercayaan terhadap media massa

Jenis Kelamin

Tingkat kepercayaan terhadap media massa Total

Rendah Tinggi

N % n % N %

Laki-laki 16 26.67 14 23.33 30 50.00

Perempuan 6 10.00 24 40.00 30 50.00

Total 22 36.67 38 63.33 60 100.00

Berdasarkan tabel 17 di atas, sebanyak 36.67 persen responden mendapat hasil rendah dan 63.33 persen responden mendapat hasil tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 63.33 persen responden percaya akan informasi-informasi yang disajikan di media massa dibanding informasi-informasi yang didapat dari seseorang yang dikenal.

Pada pertanyaan nomor 26 yang menanyakan apakah responden lebih percaya kepada berita yang terdapat di koran atau majalah dibanding informasi yang didapat dari teman, sebanyak 53.33 persen responden menjawab ya dan 46.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 27 yang menanyakan apakah responden lebih tertarik menonton televisi swasta nasional dibanding televisi lokal, sebanyak 75.00 persen responden menjawab ya dan 25.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 29 yang menanyakan apakah responden lebih tertarik membaca berita di surat kabar nasional dibanding surat kabar yang hanya terbit di Yogyakarta, sebanyak 53.34 persen responden menjawab ya dan 46.66 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 18.


(44)

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat kepercayaan terhadap media massa, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n % N % N %

Apakah Anda lebih percaya kepada berita yang terdapat di koran atau majalah dibanding informasi yang Anda dapat dari teman ?

14 23.33 16 26.67 18 30.00 12 20.00 32 53.33 28 46.67

Apakah Anda lebih tertarik menonton televisi swasta nasional dibanding televisi lokal ?

19 31.67 11 18.33 26 43.33 4 6.67 45 75.00 15 25.00 Apakah Anda lebih tertarik membaca berita di surat kabar

nasional dibanding surat kabar yang hanya terbit di Yogyakarta saja ?


(45)

Tingkat Materialisme

Tingkat materialisme merupakan sikap seseorang terhadap pentingnya materi bagi hidup orang tersebut. Inkeles dan Smith (1974) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat materialisme seseorang maka semakin tinggi tingkat kemodernan seseorang tersebut. Manusia modern dianggap realistis bahwa hidup di dunia ini pasti membutuhkan materi. Sehingga semakin tinggi tingkat materialisme seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut.

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat materialisme

Jenis Kelamin

Tingkat materialism Total

Rendah Tinggi

n % n % N %

Laki-laki 29 48.33 1 1.67 30 50.00

Perempuan 30 50.00 0 0.00 30 50.00

Total 59 98.33 1 1.67 60 100.00

Berdasarkan tabel 19 di atas, sebanyak 98.33 persen responden memiliki tingkat materialisme yang rendah dan hanya 1.67 persen yang memiliki tingkat materialisme tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 98.33 persen responden memang mengabdi dengan ketulusan hati mereka tanpa memikirkan materi atau upah apa yang akan mereka dapatkan nantinya. Ketentraman batin dan ketenangan hidup adalah tujuan mereka dalam mengabdi di Keraton. Mereka percaya bahwa dengan ketulusan mengabdi yang mereka berikan untuk Keraton, maka keluarga mereka akan selalu mendapatkan rezeki dan dijauhkan dari segala malapetaka.

Pada pertanyaan nomor 31 yang menanyakan apakah responden bersedia mengabdi untuk Keraton walaupun tidak diberi imbalan berupa gaji, sebanyak 88.33 persen responden menjawab ya dan 11.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 32 yang menanyakan apakah responden selalu berharap diberi imbalan ketika melakukan sesuatu, sebanyak 18.33 persen responden menjawab ya dan 81.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 33 yang menanyakan apakah responden akan menerima apabila responden akan diberi gaji tetap tetapi mengharuskan untuk berhenti menjadi

Box 2 Kasus Bapak A (53 Tahun)

Beliau menyatakan bahwa beliau sudah mengabdi kepada Keraton selama 23 Tahun. Upah atau gaji yang beliau terima setiap bulan hanya sebesar Rp300 000. Prinsip beliau dalam mengabdi kepada Keraton hanyalah untuk mencari ketenangan batin dan mendapat berkah kehidupan dari Keraton. Baginya, hal ini merupakan hal yang paling berharga dalam hidupnya dibanding materi atau uang yang berlimpah. Beliau memiliki 3 orang anak perempuan yang kini ketiganya sudah menjadi pramugari di maskapai penerbangan ternama di Indonesia. Hal ini, beliau anggap sebagai berkah dari Keraton atas pengabdiannya selama ini.


(46)

seorang abdi dalem, sebanyak 3.33 persen responden menjawab ya dan 96.67 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 20.


(47)

Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat materialisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % N % n % N % N %

Apakah Anda bersedia mengabdi untuk Keraton walaupun tidak diberi imbalan berupa uang/gaji ?

27 45.00 3 5.00 26 43.33 4 11.67 53 88.33 7 11.67 Apakah Anda selalu berharap diberi imbalan ketika Anda

melakukan sesuatu ?

2 3.33 28 46.67 9 15.00 21 35.00 11 18.33 49 81.67 Jika ada seseorang yang menawarkan kepada Anda suatu

pekerjaan dengan gaji sebesar Rp. 10.000.000 setiap bulannya tetapi mengharuskan Anda untuk berhenti menjadi seorang abdi dalem, apakah Anda akan menerima ?


(48)

Kontrol Kelahiran

Kontrol kelahiran merupakan usaha seseorang untuk mengontrol kelahiran anak dalam suatu keluarga. Keluarga yang dapat mengontrol kelahiran anak mereka maka sudah dianggap sebagai keluarga yang modern. Kontrol kelahiran sangat berhubungan dengan jumlah anak yang dimiliki dan jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang lain. Apabila jumlah anak yang relatif banyak dan jarak usia anak yang dekat maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut tidak dapat mengontrol kelahiran anak-anak mereka. Kontrol kelahiran ini dapat diusahakan melalui penggunaan alat kontrasepsi yang dianjurkan oleh pemerintah. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan

terhadap kontrol kelahiran Jenis

Kelamin

Kontrol kelahiran Total

Rendah Tinggi

n % n % N %

Laki-laki 0 0.00 30 50.00 30 50.00

Perempuan 5 8.33 25 41.67 30 50.00

Total 5 8.33 55 91.67 60 100.00

Berdasarkan tabel 21 di atas, sebanyak 8.33 persen responden memiliki tingkat kontrol kelahiran yang rendah dan sebanyak 91.67 persen responden memiliki tingkat kontrol kelahiran yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 91.67 persen responden tidak setuju dengan anggapan bahwa jumlah anak yang banyak maka akan banyak pula rezeki yang didapat. Mereka juga tidak setuju dengan jarak kelahiran anak yang terlalu dekat.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden, Ibu T (71 tahun) yang hanya memiliki 1 orang putra dan 1 orang putri. Beliau mengaku melakukan program Keluarga Berencana. Berikut pernyataan Ibu T mengenai kontrol kelahiran:

“...Ya kalau dulu sih KB Mbak, makanya anak saya cuma

dua. Kebutuhan kan banyak, kalau anaknya banyak ya kebutuhannya kan pasti lebih banyak. Saya mau anak saya dapat pendidikan sampai kuliah, rumah nyaman, makan serba kecukupan. Anak kan titipan Tuhan, harus dijaga dengan baik. Kalau anak banyak tapi terlantar kan malah

jadi dosa.”

Pada pertanyaan nomor 37 yang menanyakan apakah responden setuju dengan anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, sebanyak 20.00 persen responden menjawab ya dan 80.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 39 yang menanyakan apakah responden setuju dengan menikah di usia muda, sebanyak 20.00 persen responden menjawab ya dan 80.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 40 yang menanyakan apakah responden setuju dengan kelahiran anak dengan jarak yang dekat, sebanyak 5.00 persen responden menjawab ya dan 95.00 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 22.


(49)

Tabel 22 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai kontrol kelahiran, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

N % n % n % n % N % N %

Apakah Anda setuju dengan anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki ?

6 10.00 24 40.00 6 10.00 24 40.00 12 20.00 48 80.00 Apakah Anda setuju dengan menikah di usia muda ? 11 18.33 19 31.67 1 1.67 29 48.33 12 20.00 48 80.00 Apakah Anda setuju dengan kelahiran anak dengan jarak yang

dekat ?


(50)

Tingkat Rasionalitas

Tingkat rasionalitas merupakan tingkat kepercayaan seseorang kepada hal-hal rasional dan mengesampingkan hal-hal-hal-hal yang dianggap irrasional. Semakin tinggi tingkat rasionalitas seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan seseorang tersebut.

Tabel 23 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat rasionalitas

Jenis Kelamin

Tingkat rasionalitas Total

Rendah Tinggi

n % n % N %

Laki-laki 21 35.00 9 15.00 30 50.00

Perempuan 21 35.00 9 15.00 30 50.00

Total 42 70.00 18 30.00 60 100.00

Berdasarkan tabel 23 di atas, sebanyak 70.00 persen responden memiliki tingkat rasionalitas yang rendah dan 30.00 persen responden memiliki tingkat rasionalitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 70.00 persen responden masih percaya akan adanya hal-hal gaib dan bersifat irrasional. Kepercayaan bahwa pusaka-pusaka dan kereta kuda memiliki penunggu masih dipegang teguh oleh para abdi dalem.

Pada pertanyaan nomor 41 yang menanyakan apakah responden percaya dengan hal-hal mistis, sebanyak 63.33 persen responden menjawab ya dan 36.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 42 yang menanyakan apakah responden percaya apabila sebuah keris atau kereta kuda memiliki “penunggu”, sebanyak 75.00 persen responden menjawab ya dan 25.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 44 yang menanyakan apakah responden percaya apabila tidak melakukan ritual tertentu maka penguasa alam akan marah dan akan terjadi bencana alam, sebanyak 45.00 persen responden menjawab ya dan 55.00 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 24.

Box 3. Kasus Bapak B (43 Tahun)

Bapak B merupakan seseorang yang memiliki keahlian dalam merancang bangunan. Beliau mengaku masih mempercayai adanya hal-hal mistis dan gaib. Beliau mengaku pernah melihat sebuah keris dapat terbang dan dapat berdiri sendiri. Beliau juga pernah melihat sebuah kereta kuda yang berjalan sendiri di depan rumahnya tanpa kusir dan tanpa penumpang. Pada saat itu juga tercium aroma bunga melati dan hari itu bertepatan dengan Malam Jumat Kliwon. Pendidikan yang tinggi tidak mempengaruhi tingkat rasionalitas seseorang. Apabila orang tersebut pernah mengalami, apapun pendidikannya pasti akan percaya dengan apa yang dialami sendiri.


(51)

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat rasionalitas, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % N % N % N %

Apakah Anda percaya dengan hal-hal mistis ? 21 35.00 9 15.00 17 28.33 13 21.67 38 63.33 22 36.67 Apakah benar apabila sebuah keris atau kereta kuda memiliki

seorang “penunggu” ? 22 36.67 8 13.33 23 38.33 7 11.67 45 75.00 15 25.00 Apakah apabila tidak dilakukan ritual-ritual tertentu, maka

penguasa alam atau makhluk gaib akan marah dan akan terjadi bencana alam ?


(1)

“...Waduh Mbak, mau gimana juga ya emang paling enak hidup di Keraton. Nggak ada yang berani jahatin temen sendiri. Kalau waktu saya kerja di kantor ya sikut-sikutan Mbak biar dapet perhatian dari bos. Banyak yang cari muka, korupsi. Macem-macem lah Mbak.”

Ikhtisar

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Dalam penelitian ini, faktor eksternal tidak dikaji secara mendalam. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta adalah pendapatan keluarga dan yang mempengaruhi secara negatif adalah lama mengabdi di Keraton Yogyakarta. Kemudian, usia, jenis kelamin, lama menempuh pendidikan formal, lama bekerja di luar Keraton dan jenis pekerjaan menurut hasil analisis regresi linier berganda, faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat kemodernan.


(2)

PENUTUP

Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa:

1. Tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta, yang diukur dari 9 indikator sebanyak 43.34 persen responden memiliki tingkat kemodernan rendah dan 56.66 persen responden memiliki tingkat kemodernan tinggi.

2. Faktor internal yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta adalah pendapatan keluarga. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin tinggi juga tingkat kemodernan abdi dalem dan yang mempengaruhi secara negatif adalah lama mengabdi di Keraton Yogyakarta. Semakin lama seorang abdi dalem mengabdi maka tingkat kemodernan abdi dalem akan semakin rendah.

Saran

Saran dari penelitian ini yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya:

1. Pembahasan lebih lanjut mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem.

2. Pembahasan lebih lanjut mengenai abdi dalem kaprajan atau abdi dalem yang bekerja diluar lingkungan Keraton.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alkadri, Kusrestuwardhani, dan Gauthama, MP. 2003. Budaya Jawa dan Masyarakat Modern. Jakarta [ID] : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Artha AT. 2009. Laku Spiritual Sultan Langkah Raja Jawa Menuju Istana. Yogyakarta [ID] : Galangpress

BPS Provinsi DIY. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka. Yogyakarta [ID] : BPS Provinsi DIY.

Dinas Pariwisata Provinsi DIY. Statistik Kepariwisataan 2012. Yogyakarta [ID] : Dinas Pariwisata Provinsi DIY.

Inkeles A dan Smith DH. 1974. Becoming Modern. Cambridge [USA] : Harvard University Press

Setiadi EM, Hakam KA, Effendi R. 2006. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta [ID] : Kencana

Singarimbun M. 1989. Metode dan proses penelitian. Dalam: Singarimbun M dan Effendi S, editor. Metode penelitian survai. Jakarta[ID]: LP3ES.

Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID] : Rajawali Press Soemardjan S. 1981. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta [ID] : Gajah

Mada University Press

Sugiyono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Bandung [ID]: CV. Alfabeta

Sulistyawati. 2004. Nama dan Gelar di Keraton Yogyakarta. [internet]. [diunduh tanggal 19 Desember 2013]. Volume 16, Nomor 03. Dapat diunduh dari :

http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/view/1306/1106

Wallace, RA dan Wolf, A. 2005. Contemporary Sociological Theory: Expanding The Classical Tradition. Upper Saddle River [USA] : Pearson Education, Inc.


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Keraton Yogyakarta Hadiningrat, Kecamatan Kraton, Kota


(5)

Lampiran 2. Hasil Uji SPSS

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

90% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step

1a

USIA ,166 ,070 5,645 1 ,018 1,180 1,052 1,324

JK(1) -1,287 1,121 1,319 1 ,251 ,276 ,044 1,744

PENDIDIKAN ,181 ,147 1,508 1 ,219 1,198 ,941 1,526

LAMAMENGABDI -,109 ,075 2,123 1 ,145 ,897 ,793 1,014

LAMABEKERJAD

IUAR -,024 ,049 ,228 1 ,633 ,977 ,901 1,059

PEKERJAAN 5,251 5 ,386

PEKERJAAN(1) -2,106 1,811 1,352 1 ,245 ,122 ,006 2,395

PEKERJAAN(2) -1,227 2,139 ,329 1 ,566 ,293 ,009 9,885

PEKERJAAN(3) -1,023 1,782 ,330 1 ,566 ,359 ,019 6,737

PEKERJAAN(4)

20,341 40192

,970 ,000 1 1,000

68214040

6,420 ,000 .

PEKERJAAN(5) -6,598 3,080 4,588 1 ,032 ,001 ,000 ,216

PENDAPATAN ,000 ,000 7,789 1 ,005 1,000 1,000 1,000


(6)

RIWAYAT HIDUP

RA. Gupita Dhyaningsari dilahirkan di Sleman pada tanggal 19 Desember 1992 dari Bapak Sri Hermawan dan Ibu RA. Emmy Wulandari, merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal sejak taman kanak-kanak di TK Tunas Karya Kertajaya Lebak, Banten hingga tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN Batutulis 1 Bogor hingga tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 7 Bogor hingga tahun 2007. Lalu penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Bogor hingga tahun 2010 dan pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam mengikuti kegiatan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Divisi Dana Usaha Acara Buka Bersama SKPM, penulis juga pernah menjadi anggota Divisi Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi Acara Masa Perkenalan Departemen SKPM angkatan 48. Penulis juga pernah menjadi anggota Divisi Konsumsi Acara Himasiera Olah Talenta tahun 2012 dan Indonesia Ecology Expo tahun 2013.